Anda di halaman 1dari 42

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha kuasa, karena atas kasih dan
kemurahan-Nya, sehingga tugas besar Perancangan Geometrik Jalan ini dapat
terselesaikan.

Tugas besar Perancangan Geometrik Jalan ini merupakan suatu bagian


dari pendalaman disiplin ilmu Teknik sipil, khususnya yang berkaitan dengan
transportasi darat, dimana dalam hal ini mengenai jalan raya. Selain itu, tugas ini
juga merupakan syarat untuk penilaian mata kuliah Perancangan Geometrik Jalan
pada program studi strata – 1 Teknik Sipil, Jurusan Teknologi Infrastruktur dan
Kewilayahan, di Institut Teknologi Sumatera.

Sebagai wujud syukur, ucapan terima kasih penyusun sampaikan kepada


dosen - dosen mata kuliah Pengantar Geometrik Jalan yang telah memberikan
bimbingan baik pada waktu perkuliahan, maupun pada waktu asistensi sehingga
terjadinya kemungkinan kesalahan pada tugas besar ini kecil.

Akhir kata, kesempurnaan hanya milik pencipta, karena itu, penyusun


sangat menyadari tugas besar ini masih jauh dari kata sempurna. Kritik dan saran
yang membangun sangat penulis harapkan sebagai masukan yang berguna dalam
menyelesaikan tugas besar selanjutnya. Semoga tugas besar ini dapat memberikan
manfaat dan pengetahuan bagi yang membaca dan mempelajarinya.

Lampung Selatan, 17 Desember 2017

Penyusun,

Muhammad Al Hamdi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang dan Tujuan


1.1.1. Latar Belakang
Perencanaan Geometrik jalan adalah perencanaan route dari suatu ruas
jalan secara lengkap, meliputi beberapa elemen yang disesuaikan dengan
kelengkapan dan data dasar yang ada atau tersedia dari hasil survei
lapangan dan telah dianalisis, serta mengacu pada ketentuan yang berlaku:
a. Kelengkapan dan data dasar yang harus disiapkan sebelum
mulai melakukan perhitungan/perencanaan, yaitu:
1. Peta planimetri dan peta-peta lainnya (geologi dan tataguna
lahan). dalam perancangan geometrik jalan ini memakai
peta kontur
2. Kriteria perencanaan
b. Ketentuan jarak pandang dan beberapa pertimbangan yang
diperlukan sebelum memulai perencanaan, selain didasarkan
pada teoritis, juga untuk praktisnya.
c. Elemen dalam perencanaan geometrik jalan, yaitu:
1. Alinyemen Horizontal (situasi/plan)
2. Alinyemen Vertikal (potongan memanjang/profil)
3. Potongan melintang (cross section)
4. Penggambaran
Dasar dari perencanaan geometrik jalan adalah sifat gerakan, ukuran
kendaraan, sifat pengemudi dalam berkendara dan karakteristik arus lalu
lintas. Hal-hal tersebut haruslah menjadi bahan pertimbangan perencana
sehingga dihasilkan bentuk dan ukuran jalan serta ruang gerak kendaraan
yang memenuhi tingkat kenyamanan dan keamanan yang diharapkan.

1
1.1.2. Tujuan
Tujuan dari tugas besar Perancangan Geometrik Jalan adalah :
1. Dapat mendesain geometrik jalan sesuai dengan aturan dari AASHTO
atau Bina Marga.
2. Mengetahui dasar-dasar dalam perancangan jalan.
3. Dapat merancanakan jalan dengan kelas medan yang berbeda-beda
(datar,bukit dan gunung) dan kelas jalan menurut fungsi (arteri,
kolektor, lokal dan lingkungan)
4. Menyelesaikan tugas besar Perancangan Geometrik Jalan yang
diberikan.

1.2.Teori Pendukung
1.2.1. Bagian-bagian Jalan
Menurut Peraturan Pemerintah No.34 Tahun 2006 tentang jalan, bagian-
bagian jalan terdiri atas:
1. Ruang Manfaat Jalan (RUMAJA)
Ruang manfaat jalan merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi
oleh lebar,tinggi dan kedalaman tertentu. Ruang manfaat jalan meliputi
badan jalan, median, jalur pemisah, bahu jalan, saluran tepi jalan,
trotoar, lereng, ambang pengaman, gorong-gorong dan bangunan
pelengkap lainnya. Dalam rangka menunjang pelayanan lalu lintas dan
angkutan jalan serta pengamanan konstruksi jalan, badan jalan
dilengkapi dengan ruang bebas. Lebar ruang bebas yang dimaksud
sesuai dengan lebar badan jalan. Tinggi ruang bebas bagi jalan arteri
dan kolektor paling rendah 5 meter. Sedangkan kedalaman ruang bebas
palin rendah 1,5 meter dari permukaan jalan.
2. Ruang Milik Jalan (Rumija)
Ruang milik jalan terdiri dari ruang manfaat jalan dan sejalur tanah
tertentu di luar ruang manfaat jalan. Ruang milik jalan merupakan
ruang sepanjang jalan yang diperuntukkan bagi ruang manfaat jalan,
pelebaran jalan, dan penambahan jalur lalu lintas di masa akan datang

2
serta kebutuhan ruangan untuk pengamanan jalan. Ruang milik jalan
paling sedikit memiliki lebar sebagai berikut: 30 m untuk jalan bebas
hambatan, 25 m untuk jalan raya, 15 m untuk jalan sedang, dan 11 m
untuk jalan kecil.
3. Ruang Pengawasan Jalan
Ruang pengawasan jalan merupakan ruan tertentu di luar ruang milik
jalan yang penggunaannya ada di bawah pengawasan penyelenggara
jalan yang diperuntukkan bagi pandangan bebas pengemudi dan
pengamanan konstruksi jalan serta pengamanan fungsi jalan yang
dibatasi oleh lebar dan tinggi tertentu.
4. Gambar bagian – bagian Rumaja, Rumija, Ruwasja

3
1.2.2. Fungsi Hierarki dan kelas jalan
a. Klasifikasi jalan menurut UU No.38 tahun 2004 tentang jalan
1. Jalan terdiri dari:
a. jalan umum yang meliputi pengaturan, pembinaan,
pembangunan, dan pengawasan.
b. jalan tol yang meliputi pengaturan, pembinaan, pengusahaan,
dan pengawasan.
c. jalan khusus.
2. Peran Jalan:
a. Jalan sebagai bagian prasarana transportasi mempunyai peran
penting dalam bidang ekonomi, sosial budaya, lingkungan
hidup, politik, pertahanan dan keamanan, serta dipergunakan
untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
b. Jalan sebagai prasarana distribusi barang dan jasa merupakan
urat nadi kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara.
c. Jalan yang merupakan satu kesatuan sistem jaringan jalan
menghubungkan dan mengikat seluruh wilayah Republik
Indonesia.
3. Pengelompokan jalan:
a. Jalan sesuai dengan peruntukannya terdiri atas jalan umum dan
jalan khusus.
b. Jalan umum sebagaimana dimaksud pada ayat 1)
dikelompokkan menurut sistem, fungsi, status, dan kelas.
c. Jalan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat 1) bukan
diperuntukkan bagi lalu lintas umum dalam rangka distribusi
barang dan jasa yang dibutuhkan.
d. Ketentuan lebih lanjut mengenai jalan khusus sebagaimana
dimaksud pada ayat 3) diatur dalam peraturan pemerintah.

4
4. Sistem jaringan jalan terdiri dari:
a. Sistem jaringan jalan primer merupakan sistem jaringan
jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa
untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional,
dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang
berwujud pusat-pusat kegiatan.
b. Sistem jaringan jalan sekunder merupakan sistem jaringan
jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa
untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan.
5. Klasifikasi jalan menurut fungsi:
a. Jalan arteri merupakan jalan umum yang berfungsi melayani
angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan
rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara
berdaya guna.
b. Jalan kolektor merupakan jalan umum yang berfungsi
melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri
perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan
jumlah jalan masuk dibatasi.
c. Jalan lokal merupakan jalan umum yang berfungsi melayani
angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat,
kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak
dibatasi.
d. Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi
melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak
dekat, dan kecepatan rata-rata rendah.
6. Jalan Umum Menurut Status:
a. Jalan nasional merupakan jalan arteri dan jalan kolektor
dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan antar
ibukota provinsi, dan jalan strategis nasional, serta jalan tol.
b. Jalan provinsi merupakan jalan kolektor dalam sistem
jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota provinsi

5
dengan ibukota kabupaten/kota, atau antar ibukota
kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi.
c. Jalan kota adalah jalan umum dalam sistem jaringan jalan
sekunder yang menghubungkan antarpusat pelayanan dalam
kota, menghubungkan pusat pelayanan dengan persil,
menghubungkan antarpersil, serta menghubungkan antarpusat
permukiman yang berada di dalam kota.
d. Jalan kabupaten merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan
jalan primer yang tidak termasuk pada butir 1) dan butir 2),
yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota
kecamatan, antar ibukota kecamatan, ibukota kabupaten
dengan pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan lokal, serta
jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam
wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten.
e. Jalan desa merupakan jalan umum yang menghubungkan
kawasan dan/atau antarpermukiman di dalam desa, serta jalan
lingkungan.

b. Klasifikasi Jalan Menurut PP 34 Tahun 2006 Tentang Jalan


1. Jalan umum dikelompokkan dalam sistem jaringan, fungsi jalan,
status jalan, dan kelas jalan.
2. Sistem jaringan jalan merupakan satu kesatuan jaringan jalan
yang terdiri dari sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan
jalan sekunder yang terjalin dalam hubungan hierarki.
3. Jalan pada sistem jaringan primer dibedakan atas
a. jalan arteri primer (AP)
b. jalan kolektor primer (KP)
c. jalan lokal primer (LoP)
d. jalan lingkungan primer (LiP)
4. Jalan pada sistem jaringan sekunder dibedakan atas
a. jalan arteri sekunder (AS)
b. jalan kolektor sekunder (KS)

6
c. jalan lokal sekunder (LS)
d. jalan lingkungan sekunder (LiS)
5. jalan luar kota ditentukan meliputi
a. Jalan arteri primer (AP) menghubungkan secara berdaya
guna antarpusat kegiatan nasional atau antara pusat kegiatan
nasional dengan pusat kegiatan wilayah.
b. Jalan kolektor primer (KP) menghubungkan secara berdaya
guna antara pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan
lokal, antarpusat kegiatan wilayah, atau antara pusat kegiatan
wilayah dengan pusat kegiatan lokal.
6. Kelas jalan berdasarkan spesifikasi penyediaan prasarana jalan
dikelompokkan atas
a. jalan bebas hambatan (freeways),
b. jalan raya (highways),
c. jalan sedang (roads), dan
d. jalan kecil (streets), ditentukan bukan merupakan jalan antar
kota.

Penetapan kelas jalan berdasarkan spesifikasi penyediaan


prasarana jalan dan lebar ruang milik jalan dilakukan oleh
penyelenggara jalan sesuai dengan status jalan masing-masing
berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri.

c. Klasifikasi jalan menurut UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas


1. Jalan dikelompokkan dalam beberapa kelas berdasarkan:
a. fungsi dan intensitas Lalu Lintas guna kepentingan pengaturan
penggunaan Jalan dan Kelancaran Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan.
b. daya dukung untuk menerima muatan sumbu terberat dan
dimensi Kendaraan Bermotor.

7
2. Klasifikasi jalan
a. Jalan kelas I, yaitu jalan arteri dan kolektor yang dapat dilalui
Kendaraan Bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi
2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter, ukuran panjang tidak
melebihi 18.000 (delapan belas ribu) milimeter, ukuran paling
tinggi 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter, dan muatan
sumbu terberat 10 (sepuluh) ton.
b. Jalan kelas II, yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan
lingkungan yang dapat dilalui Kendaraan Bermotor dengan
ukuran lebar tidak melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus)
milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 12.000 (dua belas
ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 (empat ribu dua
ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat 8 (delapan) ton.
c. Jalan kelas III, yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan
lingkungan yang dapat dilalui Kendaraan Bermotor dengan
ukuran lebar tidak melebihi 2.100 (dua ribu seratus)
milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 9.000 (sembilan
ribu) milimeter, ukuran paling tinggi3.500 (tiga ribu lima
ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat 8 (delapan) ton.
d. Jalan kelas khusus, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui
Kendaraan Bermotor dengan ukuran lebar melebihi 2.500 (dua
ribu lima ratus) milimeter, ukuran panjang melebihi 18.000
(delapan belas ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 4.200
(empat ribu dua ratus) milimeter, dan muatan sumbu
terberat lebih dari 10 (sepuluh) ton.

d. Klasifikasi jalan menurut medan


a. Medan jalan diklasifikasikan berdasarkan kondisi sebagian besar
kemiringan medan yang diukur tegak lurus garis kontur.
b. Klasifikasi jalan menurut medan jalan untuk perencanaan
geometrik dapat dilihat pada table dibawah.

8
Tabel 1.1. Kelandaian Jenis Medan Jalan

c. Keseragaman medan yang diproyeksikan harus


mempertimbangkan keseragaman kondisi medan menurut rencana
trase jalan dengan mengabaikan perubahan – perubahan pada
bagian – bagian kecil dari segmen jalan tersebut.

1.2.3. Parameter Desain Geometrik Jalan


1. Standard dan Kriteria Perancangan (AASHTO-2011)
a. Kendaraan Rencana
b. Faktor Perilaku Pengemudi dan Orang
c. Karakteristik Lalu Lintas
d. Kapasitas Jalan
e. Pengelolaan Jalan Keluar dan Masuk
f. Pejalan Kaki
g. Fasilitas Sepeda
h. Keselamatan
i. Lingkungan
j. Analisis Ekonomi
2. Standard dan Kriteria Kendaraan Renacana
a. Karakteristik Umum
b. Lintasan Minimum
c. Kinerja Kendaraan
d. Polusi Kendaraan

Berikut penjelasan rincian dari Kendaraan rencana:


a. Karakteristik umum

9
1. Pemilihan jenis kendaraan terbesar
2. Kondisi medan

Beberapa hal yang perlu diperhatikan:


1. Jika bangkitan utama lalu lintas adalah tempat parkir, maka
mungkin dapat dipilih mobil penumpang.
2. Untuk perancangan persimpangan di jalan perumahan mungkin
dapat dipilih truk 2-as.
3. Untuk perancangan jalan kolektor atau fasilitas lain dimana
truk besar seringkali ada, dapat dipilih truk 3-as.
4. Untuk perancangan persimpangan jalan yang merupakan rute
bus, dapat dipilih bus

1.2.4. Alinyemen Horizontal

Alinyemen horizontal adalah proyeksi sumbu jalan pada bidang


horizontal. Alinyemen horizontal juga dikenal dengan nama “situasi jalan” atau
“trase jalan”. Alinyemen horizontal terdiri dari bagian lurus dan bagian lengkung
(disebut juga tikungan). Perencanaan geometri pada bagian lengkung
dimaksudkan untuk mengimbangi gaya sentrifugal yang diterima olh kendaraan
yang berjalan pada kecepatan tertentu dengan membntuk superelevasi. Gaya
sentrifugal adalah gaya yang mendorong kendaraan secara radial keluar dari lajur
jalannya. Sedangkan superelevasi adalah kemiringan melintang di tikungan yng
berfungsi mengimbangi gaya sentrifugal yang diterima oleh kendaraan. Hal-hal
yang mempengaruhi perencanaan alinyemen horizontal antara lain :

1. Jarak Pandang Henti.

2. Jarak Pandabng Menyiap.

3. Tikungan

Alinyemen horizontal terdiri atas bagian lurus dan bagian lengkung (yang disebut
juga tikungan) yang dapat berupa :

10
a) Busur Lingkaran (FC)

Gambar 1.2. Full Circle (FC) Sumber : Shirley L. Hendarsin, Penuntun Praktis
Perencanaan Teknik Jalan Raya

Keterangan :

∆ = sudut tikungan

O = titik pusat lingkaran

Tc = panjang tangen jarak dari TC ke PI atau PI ke CT

Rc = jari-jari lingkaran

Lc = panjang busur lingkaran

Ec = jarak luar dari PI ke busur lingkaran

Rumus yang digunakan :

Tc = Rc tan 1/2 ∆

Ec = Tc tan 1/4 ∆ (1.6)

∆2µ𝑅𝑐
Lc = 360

11
FC (Full Circle), adalah jenis tikungan yang hanya terdiri dari bagian suatu
lingkaran saja. Tikungan FC hanya digunakan untuk R (jari-jari tikungan) yang
besar agar tidak terjadi patahan, karena dengan R kecil maka diperlukan
superelevasi yang besar.

b) Lengkung Spiral-Circle-Spiral (SCS)


Lengkung SCS dibuat untuk menghindari terjadinya perubahan alinemen
yang tiba-tiba dari bentuk lurus ke bentuk lingkaran (R= ∞ >> R=Rc), jadi
lengkung ini diletakkan antara bagian lurus dan bagian lingkaran (circle) yaitu
pada sebelum dan sesudah tikungan berbentuk busur lingkaran.

Gambar 1.3. Spiral Circle Spiral (SCS) Sumber : Shirley L. Hendarsin, Penuntun
Praktis Perencanaan Teknik Jalan Raya

Keterangan :

Xs = absis titik SC pada garis tangen, jarak dari titik TS ke SC (jarak lurus
lengkung peralihan).

Ys = ordinat titik SC pada garis tegak lurus garis tangen, jarak tegak lurus ke titik
SC pada lengkung.

Ls = panjang lengkung peralihan (panjang dari titik TS ke SC atau CS ke ST).

Lc = panjang busur lingkaran (panjang dari titik SC ke CS).

Ts = panjang tangen dari titik P1 ke titik TS atau ke titik ST.

12
TS = titik dari tangen ke spiral.

SC= titik dari spiral ke lingkaran.

Es = jarak dari P1 ke busur lingkaran.

θs = sudut lengkung spiral.

Rc = jari-jari lingkaran.

p = pergeseran tangen terhadap spiral.

k = absis dari p pada garis tangen spiral.

Rumus yang digunakan :

𝐿𝑠 2
𝑋𝑠 = 𝐿𝑠 [1 − ]
40 𝑅𝑐

𝐿𝑠 2
𝑌𝑠 =
6𝑅𝑐

90 𝐿𝑠
𝑌𝑠 =
µ 𝑅𝑐

𝐿𝑠 2
𝑝= − 𝑅𝑐(1 − cos ɵ𝑠)
6𝑅𝑐

𝐿𝑠 3
𝑘 = 𝐿𝑠 − − 𝑅𝑐 sin ɵ𝑠
40 𝑅𝑐 2

1
𝑇𝑠 = (𝑅𝑐 + 𝑝) tan ∆ + 𝑘
2

1
𝐸𝑠 = (𝑅𝑐 + 𝑝) sec ∆ − 𝑅𝑐
2

(∆ − 2ɵ𝑠)
𝐿𝑐 = . µ. 𝑅𝑐
180

𝐿𝑐 = 𝐿𝑐 + 2𝐿

Jika diperoleh Lc < 20 m, maka sebaiknya tidak digunakan lengkung SCS tetapi
digunakan lengkung SS, yaitu lengkung yang terdiri dari dua lengkung spiral.

13
c) Spiral-Spiral (SS)

Gambar 1.4. Spiral - Spiral (SS) Sumber : Shirley L. Hendarsin, Penuntun Praktis
Perencanaan Teknik Jalan Raya

Rumus yang digunakan :

Lc = 0

θs = 1/2 ∆

Ltot= 2Ls

ɵ𝑠. µ. 𝑅𝑐
𝐿𝑐 =
90

p, k, Ts, dan Es dapat menggunakan rumus sebelumnya.

14
Sketsa Pemilihan Jenis Tikungan

Jenis Tikungan (S-C-S)

Yes

Lc < 20 m
Tikungan S-S

No
Yes

p < 0.2 m
Tikungan C-C

No

Yes
E<min(0.04
atau 1.5 en Tikungan F-C

No

Tikungan S-C-S

15
1.2.5. Alinyemen Vertikal

Alinyemen vertikal terdiri atas bagian lurus dan bagian lengkung.Ditinjau


dari titik awal perencanaan, bagian lurus dapat berupa landai positif (tanjakan),
atau landai negatif (turunan), atau landai nol (datar).Bagian lengkung vertikal
dapat berupa lengkung cekung atau lengkung cembung.Kemungkinan
pelaksanaan pembangunan secara bertahap harus dipertimbangkan, misalnya
peningkatan perkerasan, penambahan lajur, dan dapat dilaksanakan dengan biaya
yang efisien. Sekalipun demikian, perubahan alinyemen vertikal dimasa yang
akan datang sebaiknya dihindarkan.

a). Jenis Lengkung Vertikal

Gambar 1.5. Lengkung Vettikal Cembung

Gambar 1.6. Lengkung Vertikal Cekung

Sumber : Silvia Sukirman, Dasar–Dasar Perencanaan Geometrik Jalan

16
b). Persamaan Lengkung Vertikal

Gambar 1.7. Alinyemen Vertikal Cembung Sumber : Silvia Sukirman “Dasar–


Dasar Perencanaan Geometrik Jalan”
Titik A, titik peralihan dari bagian tangent ke bagian lengkung vertical. Biasa
diberi symbol PLV (Peralihan lengkung vertical)l Titik B, titik peralihan dari
bagian lengkung vertikal ke bagian tangen (peralihan tangent vertical = PTV).
Titik perpotongan kedua bagian tangent diberi nama titik PPV (pusat perpotongan
vertical). Letak titik pada lengkung vertical dinyatakan dengan ordinat Y dan X
terhadap sumbu koordinat yang melalui titik A. Pada penurunan rumus lengkung
vertical terdapat beberapa asumsi yang dilakukan, yaitu :

a. Panjang lengkung vertical sama dengan panjang proyeksi lengkung pada


bidang horizontal = L
b. Perubahan garis singgung tetap (d2Y/dx2 = r)
c. Besarnya kelandaian bagian tangent dinyatakan dengan g1% dan g2%.
Kelandaian diberi tanda positif jika pendakian, dan diberi tanda negatif jika
penurunan, yang ditinjau dari kiri.
A = g1 – g2
Ev = Pergeseran vertical dari titik PPV ke bagian lengkung Rumus umum
parabola dy2/dx2 = r (konstanta).
dy/dx = rx +C X
X=0 >> dY/dx=g1 >> C=g1
X=L >> dY/dx=g2 >> C=g2
r = (g2-g1)/L
(𝑔2−𝑔1)
Y= dY/dx= . 𝑥 + 𝑔1
𝐿

17
X= 0 kalau Y=0, sehingga C=0
(𝑔1 − 𝑔2)𝑥 2
𝑌= + 𝑔. 𝑥 + 𝐶′
2𝐿
(𝑔1 − 𝑔2)𝑥 2
𝑌= + 𝑔. 𝑥
2𝐿
Dari sifat segitiga sebangun diperoleh:
1 1
(𝑦 + 𝑌): 𝑔1 𝐿 = 𝑥: 𝐿
2 2
𝑦 + 𝑌 = 𝑔1𝑥
𝑔1 𝑥 = 𝑌 + 𝑦
𝑔1 − 𝑔2
𝑌= − +𝑌+𝑦
2𝐿𝑥 2
𝑔1 − 𝑔2 2
𝑦= 𝑥
2𝐿
𝐴
𝑦= 𝑥2
200𝐿
Jika A dinyatakan dalam persen untuk:
X=1/2 L dan Y=Ev, diperoleh:
𝐴𝐿
𝑦= −
800

Persamaan diatas berlaku untuk lengkung vertical cekung maupun cembung.


Hanya berbeda, jika Ev yang diperoleh positif, berarti lengkung vertical
cembung, jika negative berarti lengkung vertical cekung.

18
BAB II

DATA PERENCANAAN

Akan direncanakan suatu jalan baru dengan Panjang 350 m dan


mempunyai 2 tikungan. Trase dibuat oleh masing-masing mahasiswa dan disetujui
oleh dosen.

Untuk spesifikasi jalan diberikan data seperti berikut:

Nomor peta kontur :2

Kelas jalan menurut fungsi : Lingkungan

Kelas medan : Datar

Diagram Superelevasi : AASHTO

Titik putar pencapaian superelevasi : Center Line

Dalam perencanaan jalan yang direncanakan harus memenuhi persyaratan berikut:

1. Menentukan koordinat titik awal dan titik akhir


2. Menarik trase jalan dan menghitung sudut Δ
3. Menghitung alinyemen horizontal dan alinyemen vertical
4. Menggambar diagram superelevasi
5. Menggambar penampang melintang
6. Menghitung galian dan timbunan
7. Menyusun laporan tugas
Berikan penomoran patok pada rencana trase jalan sesuai dengan standard dan
spesifikasi yang berlaku. Jalan haruslah aman, nyaman dan ekonomis untuk jalan
lingkungan.

19
BAB III

ANALISIS DAN DESAIN

3.1. Perhitungan Tinggi Patok, Kelandaian, Penetapan Kelas Medan Tanah


Asli, dan Parameter Desain Geometrik Jalan

3.1.1. Perhitungan Tinggi Patok, Kelandaian Melintang, dan Kelandaian


Memanjang Patok Tanah Asli

A. Menghitung Tinggi STA 0+000

Kontur 1

1 STA 0+000

x
Kontur 2

28 8

Gambar 3.1. Sketsa Perhitungan Tinggi Patok Tanah Asli

Dari hasil pengukran trase, diperoleh data sebagai berikut:

Tinggi kontur 1 : -27 m

Tinggi kontur 2 : -28 m

Beda tinggi kontur :1m

Beda tinggi kontur 2 ke STA 0+000 : x m

Jarak kontur 1 ke kontur 2 : 36 m

Jarak kontur 1 ke STA 0+000 : 28 m

20
Perhitungan:

Tinggi STA 0+000 dicari dengan menggunakan perbandingan


segitiga :

36 8
=
1 𝑥

8
𝑥= = 0.22 𝑚
36

Jadi, tinggi STA 0+000 adalah -28 + 0.22 = -27.78 m.

B. Menghitung Kelandaian Melintang STA 0+000

Kelandaian melintang patok tanah asli dihitung berdasarkan jarak


patok tanah asli ke kontur terdekat.

Kontur 1

1 STA 0+000

0.2 Kontur 2
2
28 8

Gambar 3.2. Sketsa Perhitungan Kelandaian Melintang Patok Tanah Asli

Data:

Tinggi kontur tertinggi, kontur 1 = -27 m.

Tinggi STA 0+000 = -27.8 m.

Jarak kontur 1 ke STA 0+000 = 28 m.

Beda tinggi, ∆h = 0.22 m

21
Kelandaian melintang STA 0+000 :

∆ℎ
𝑒= 𝑥100%
𝑑

0.22
𝑒= 𝑥100% = 0,794%
28

C. Menghitung Kelandain Memanjang STA 0+000 ke STA 0+100

3.08m

10 m

Gambar 3.3. Sketsa Perhitungan Kelandaian Memanjang STA Tanah Asli

Data:

Tinggi STA 0+000 = -27.78 m

Tinggi STA 0+100 = -24.7 m

Jarak STA 0+000 ke STA 0+010 = 10 m

Beda Tinggi, ∆h = 3.08 m

Kelandaian memanjang STA 0+000 ke STA 0+100

∆ℎ
𝑒= 𝑥100%
𝑑

22
3.08
𝑒= 𝑥100% = 30.8 %
10

Perhitungan tinggi STA, kelandaian melintang dan kelandaian memanjang di


lampirkan pada table 3.

Tabel 3.1. Perhitungan Tinggi STA, Kelandaian Melintang dan Kelandaian


Memanjang

No Station Tinggi STA (m) Kelandaian Melintang € Kelandaian Memanjang


1 0+000 -27.778 0.794%
30.719%
2 0+010 -24.706 2.451%
3 0+020 -21.100 90.000% 42.304%
4 0+030 -16.870 0.652% 0.000%
5 0+040 -12.280 10.286% 46.951%
6 0+050 -7.585 1.339% 0.000%
7 0+060 -3.213 7.872% 33.239%
8 0+070 0.111 1.389% 0.000%
9 0+080 3.900 90.000% 7.000%
10 0+090 4.600 15.000% 0.000%
11 0+100 5.700 23.333% 7.444%
12 0+110 6.444 8.889% 0.000%
13 0+120 6.750 37.500% -1.786%
14 0+130 6.571 19.048% 0.000%
15 0+140 5.714 35.714% -15.143%
16 0+150 4.200 5.000% 0.000%
17 0+160 4.600 30.000% 2.000%
18 0+170 4.800 80.000% 0.000%
19 0+180 5.200 5.000% 3.556%
20 0+190 5.556 27.778% 0.000%
21 0+200 5.750 75.000% 1.389%
22 0+210 5.889 177.778% 0.000%
23 0+220 5.889 177.778% 0.000%
24 0+230 5.889 177.778% 0.000%
25 0+240 5.889 177.778% 0.342%
26 0+250 5.923 184.615% 0.000%
27 0+260 4.625 20.833% -11.964%
28 0+270 3.429 10.714% 0.000%
29 0+280 2.250 4.167% -10.000%
30 0+290 1.250 4.167% 0.000%
31 0+300 0.714 35.714% -4.286%

23
32 0+310 0.286 5.714% 0.000%
33 0+320 -0.167 83.333% -2.879%
34 0+330 -0.455 21.818% 0.000%
35 0+340 -0.600 13.333% 2.667%
36 0+350 -0.333 33.333% 0.000%
Jumlah 1695.899% 131.553%
Rata-Rata 47.108% 7.309%

3.1.2. Penetapan Kelas Medan

Dari perhitungan kelandaian melintang tiap patok, didapatkan kelandaian


medan, e =47.108%.

Berdasarkan Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan 1997 (TPGJAK


No.038/TBM/1997) untuk kelandaian medan lebih dari 25% dikategorikan
sebagai medan pegunungan.

3.1.3. Penetapan / Kecepatan Rencana (VR)

Diketahui :

Kelas Fungsi Jalan : Lingkungan

Kelas Medan Jalan : Datar

Berdasarkan Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan 1997 (TPGJAK


No.038/TBM/1997) untuk kelas fungsi jalan lingkungan dan kelas medan
jalan datar ditetapkan VR = 40-70 km/jam => direncankan 40 km/jam.

3.1.4. Penetapan Jari-jari Minimum Tikungan (Rmin)

Diketahui :

Kelas Fungsi Jalan : Lingkungan

Kelas Medan Jalan : Datar

Kecepatan Rencana : 40 km/jam

𝑣2
Berdasarkan Perhitungan 𝑅𝑚𝑖𝑛 = 127 (𝑒𝑚𝑎𝑘𝑠+𝑓𝑚𝑎𝑘𝑠) =51,213 m

24
3.1.5. Penetapan Lebar Jalur Lalu-Linas dan Bahu Jalan

Diketahui:

Kelas Fungsi Jalan : Lingkungan

Kelas Medan Jalan : Datar

VLHR : <3000 smp/hari ( diambil asumsi volume lalu


lintas untuk medan datar).

Lebar Jalur/Badan Jalan : 4 m.

Lebar Bahu Jalan : 0 m.

Direncanakan lebar badan jalan = 4 m (2 lajur, 2 arah tidak terbagi (2/2


UD)).

2% 2%

2
4

Gambar 3.1 Sketsa Lebar Jalur Lalu Lintas dan Bahu Jalan 2/2 UD

3.1.6 Penetapan Kelandaian Memanjang Maksimum

Berdasarkan Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan 1997 (TPGJAK No.


038/TBM/1997), untuk kecepatan rencana (Vr) 40 km/jam, kelandaian
memanjang maksimum yang diizinkan adalah 8-10%, digunakan sebesar
8%.

25
3.2. Perhitungan Komponen Aliyemen Horizontal

3.2.1. Perhitungan Jarak Pandang

A. Perhitungan Jarak Pandang Henti (Jh)

Rumus umum jarak pandang henti :

Jh = d1+d2

Dimana:

𝑑1 = 0,278. 𝑉𝑟. 𝑡

𝑉𝑟 2
𝑑2 =
254. (𝑓𝑚 ± 𝐿)

Diketahui

Vr = 40 km/jam

t = 2.5 detik (waktu reaksi normal)

L = Kelandaian memanjang (%)

Fm = koefisien gesekan memanjang antara ban dan muka jalan

Dari tabel fm diperoleh keofisien gesekan dengan Vr = 40 km/jam adalah 0.4

Menghitung jarak pandang henti

𝑑1 = 0.278 𝑉𝑟 𝑡 = 0.278𝑥40𝑥2.5 = 27.8 𝑚

𝑉𝑟 2 402
𝑑2 = = = 19,3821 𝑚
254𝑥(𝑓𝑚 ± 𝐿) 254𝑥(0.375 − 0,05)

𝐽ℎ = 𝑑1 + 𝑑2 = 27.8 + 19,3821 = 47,1821 𝑚

B. Perhitungan Jarak Pandang Menyiap (Jd)

a). Berdasarkan rumus standar jarak pandang menyiap (Jd)

Rumus standar jarak panndang menyiap:

𝐽𝑑 = 𝑑1 + 𝑑2 + 𝑑3 + 𝑑4

26
Dimana:

𝑎𝑡1
𝑑1 = 0.278𝑥𝑡1 𝑥(𝑉𝑥𝑚𝑥 )
2

𝑑2 = 0.278𝑥𝑉𝑥𝑡

𝑑3 = 30 − 100𝑚

2
𝑑4 = 𝑥𝑑2
3

Diketahui :

40𝑘𝑚
𝑉𝑟 =
𝑗𝑎𝑚

𝑡1 = 2.12 + 0.026𝑥𝑉𝑟 = 3.16 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘

𝑘𝑚
𝑚 = 15
𝑗𝑎𝑚

𝑎 = 2.052 + 0.0036 𝑥 𝑉𝑟 = 2.196 𝑚/𝑠 2

𝑡2 = 6.56 + 0.048 𝑥 𝑉𝑟 = 8.48 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘

 Jarak pandang menyiap

D1 25.01004
D2 94.2976
D3 (30-100) 80
D4 62.86507
Jd 262

Tabel 3.2. Perhitungan Jarak Pandang Menyiap

27
b). Berdasarkan Rumus Jarak Pandang Menyiap Minimum

Rumus Umum Jarak Pandang Menyiap Minimum (𝐽𝑑𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑢𝑚 )


2
𝐽𝑑𝑚𝑖𝑛 = 𝑑2 + 𝑑3 + 𝑑4
3
Diketahui:
Vr = 40 km/jam
3. Jarak Pandang Menyiap Minimum
D2 94.2976
D3 (80-100) 80
D4 62.8650667
Jd(min) 158.108444

Tabel 3.3. Tabel Perhitungan Jarak Pandang Menyiap Minimum


Jadi, jarak pandang menyiap berdasarkan rumus standar adalah:
Jd = 262 m
Jd(minimum) = 158.108444 m
Maka diambi Jd paling pendek untuk mendapatkan harga yang ekonomis yaitu
Jd(minimum) sebesar 158.108444 m.

c). Penyebaran Lokasi


Lokasi atau daerah untuk mendahului harus disebar disepanjang jalan dengan
jumlah Panjang yang minimum 30% dari total Panjang jalan yang
direncanakan.
Diketahui:
Panjang Jalan = 350 m
Panjang Total Jalan 350
Panjang Jalan 105
Cek Nilai Jd OK

Tabel 3.4. Tabel Perhitungan Tootal Panjang Jalan

28
3.2.2 Desain Tikungan
A. Pemilihan Jenis Tikungan dan Komponen Pemilihannya Tikungan I
Tikungan I

Diketahui :

Vr = 40 km/jam

∆ = 81o

E(maks) = 8%

Rmin = 51.213 m

Rc = 76.213 m

Asumsi awal tikungan S-C-S (Spial-Circle-Spiral)

Ls = 33.333 m

Rc = 76.213 m

e = 8%

a. Menghitung Sudut Lengkung Spiral (ᶿs)

90 𝐿𝑠
ᶿ𝑠 =
𝜋 𝑅𝑐

90 𝑥 33.333
ᶿ𝑠 = = 12.5359
𝜋 76.213

b. Menghitung Sudut Lengkung Circle (ᶿc)

ᶿ𝑐 = ∆ − (2 𝑥 ᶿ𝑠)

ᶿ𝑐 = 81 − (2𝑥12.5359) = 55.928

c. Menghitung Lengkung Busur Lingkaran (Lc)

ᶿ𝑐
𝐿𝑐 = 𝑥 𝜋 𝑥 𝑅𝑐
180

29
55.928
𝐿𝑐 = 𝑥 𝜋 𝑥 76.213 = 74.356
180

Cek nilai Lc

Syarat tikungan SCS adalah Lc>20m = 74.356>20 ----OK

d. Menghitung Xc dan Yc

𝐿𝑠 2 33.3332
𝑌𝑐 = = = 2,430
6 𝑅𝑐 6 𝑥 76.213

𝐿𝑠 3 33.3333
𝑋𝑐 = 𝐿𝑠 − = 33.333 − = 33.174
40 𝑅𝑐 2 40 𝑥 76.213 2

e. Menghitung Pergeseran Tangen Terhadap Spiral (p) dan Absis dari p pada
Garis Tangen Spiral (k)

𝑝 = 𝑌𝑐 − 𝑅𝑐(1 − 𝑐𝑜𝑠ᶿ𝑠) = 2.429 − 76.213 (1 − cos 12.5359) = 0.613

𝑘 = 𝑋𝑐 − 𝑅𝑐 𝑠𝑖𝑛ᶿ𝑠 = 33.174 − 76.213 𝑠𝑖𝑛12.5359 = 16.631

f. Menghitung Jarak antar Perpotongan Baguian Lurus (PI) dengan TS/ST (Ts)

∆ 81
𝑇𝑠 = (𝑅𝑐 + 𝑝) tan + 𝑘 = (76.213 + 0.613) tan + 16.631 = 82,246
2 2

g. Menghitung Jarak antar Perpotongan Bangian Lurus dengan Busur Lingkaran


(Es)

(𝑅𝑐 + 𝑝) (76.213 + 0.646)


𝐸𝑠 = ∆ − 𝑅𝑐 = 81 − 76.213 = 24,8
cos 2 cos 2

h. Menghitung L Total

𝐿𝑡𝑜𝑡 = 𝐿𝑐 + 2𝐿𝑠 = 74.356 + 2𝑥33.333 = 141.022 𝑚

30
Dari hasil perhitungan, diperoleh komponen – komponen untuk tikungan 1 (SCS)

S-C-S
ᶿs 12.536
∆c 55.928
Lc 74.356
Yc 2.430
Xc 33.174
K 16.632
P 0.613
Ts 82.247
Es 24.820
Ltot 141.022

Tabel 3.5. Hasil Perhitungan Tikungan S-C-S

B. Pemilihan Jenis Tikungan dan Komponen Pemilihannya Tikungan II

Tikungan II

Diketahui :

Vr = 40 km/jam

∆ = 50o

E(maks) = 8%

Rmin = 51.213 m

Rc = 76.213 m

Asumsi awal tikungan S-C-S (Spial-Circle-Spiral)

Ls = 33.333 m

Rc = 76.213 m

e = 8%

31
a. Menghitung Sudut Lengkung Spiral (ᶿs)

90 𝐿𝑠
ᶿ𝑠 =
𝜋 𝑅𝑐

90 𝑥 33.333
ᶿ𝑠 = = 12.5359
𝜋 76.313

b. Menghitung Sudut Lengkung Circle (ᶿc)

ᶿ𝑐 = ∆ − (2 𝑥 ᶿ𝑠)

ᶿ𝑐 = 50 − (2𝑥12.5359) = 24,928

c. Menghitung Lengkung Busur Lingkaran (Lc)

ᶿ𝑐
𝐿𝑐 = 𝑥 𝜋 𝑥 𝑅𝑐
180

24.928
𝐿𝑐 = 𝑥 𝜋 𝑥 76.213 = 33.141
180

Cek nilai Lc

Syarat tikungan SCS adalah Lc>20m = 33,141>20 ---- OK

d. Menghitung Xc dan Yc

𝐿𝑠 2 33.3332
𝑌𝑐 = = = 2.429
6 𝑅𝑐 6 𝑥 76.213

𝐿𝑠 3 33.3333
𝑋𝑐 = 𝐿𝑠 − = 33.333 − = 33.173
40 𝑅𝑐 2 40 𝑥 76.213

e. Menghitung Pergeseran Tangen Terhadap Spiral (p) dan Absis dari p pada
Garis Tangen Spiral (k)

𝑝 = 𝑌𝑐 − 𝑅𝑐(1 − 𝑐𝑜𝑠ᶿ𝑠) = 2.429 − 76.213 (1 − cos 12.5359) = 0.612

𝑘 = 𝑋𝑐 − 𝑅𝑐 𝑠𝑖𝑛ᶿ𝑠 = 33.173 − 76.213 𝑠𝑖𝑛12.5359 = 16,630

f. Menghitung Jarak antar Perpotongan Baguian Lurus (PI) dengan TS/ST (Ts)

∆ 50
𝑇𝑠 = (𝑅𝑐 + 𝑝) tan + 𝑘 = (76.213 + 0.612) tan + 16.630 = 52.454
2 2

32
g. Menghitung Jarak antar Perpotongan Bangian Lurus dengan Busur Lingkaran
(Es)

(𝑅𝑐 + 𝑝) (76.213 + 0.612)


𝐸𝑠 = ∆ − 𝑅𝑐 = 50 − 76,213 = 8.554
cos 2 cos 2

h. Menghitung L Total

𝐿𝑡𝑜𝑡 = 𝐿𝑐 + 2𝐿𝑠 = 33.141 + 2𝑥33.333 = 99.807

Dari hasil perhitungan, diperoleh komponen – komponen untuk tikungan 2 (SCS)

Tabel 3.6. Hasil Perhitungan Tikungan S-C-S

ᶿs 12.5259
∆c 24.928
Lc 33.141
Yc 2.430
Xc 33.174
k 16.632
p 0.613
Ts 52.456
Es 8.555
Ltot 99.808

33
C. Perhitungan Landai Relatif

Diketahui:

Vr = 40 km/jam

Jenis Jalan = 2 lajur, 2 arah tak terbagi (2/2UD)

Dari tabel 5.8 hal 104 Perencanaan Taknik Jalan Raya, Shirley L
Hendarsin, diperoleh nilai landai relative maksimum untuk jenis jalan 2 lajur, 2
arah tak terbagi dan Vr=40 km/jam

1 1
=
𝑚 100

𝑀𝑚𝑎𝑘𝑠 = 100

a. Landai Relatif Untuk Tikungan 1 dan 2

8%

-8%
4
4

Gambar 3.2. Sketsa Perubahan Kemiringan Melintang Normal Jalan ke


Superelevasi untuk Tikungan 1 dan 2

34
Diketahui:

e = 8%

en = 2%

B =2m

Ls = 33.333 m

Besar landai relative untuk Tikungan1 dan 2 adalah:

1 (𝑒 + 𝑒𝑛 )𝐵 (8% + 2%)2
= = = 166.665
𝑚 𝐿𝑠 33.333

Cek =

𝑚𝑑𝑒𝑠𝑎𝑖𝑛 ≥ 𝑚𝑚𝑎𝑘𝑠

166.665 > 100 … . 𝑂𝐾

Jadi, saat B = 2 m ada kelandaian relatif.

D. Perhitungan Kebebasan Pandangan Tikungan

a. Tikungan 1

Diketahui:

Vr = 40 km/jam

R = 76.213 m

Jh = 47 m

L = 141.022 m

B =2m

1 1
R’ =𝑅 − 2 𝐵 = 76.213 − 2 2 = 75.213 𝑚

35
Cek Jh < L

47 m < 141.022… OK

Karena Jh>L maka gunakan rumus :

28.65𝑥𝐽ℎ 28.65 𝑥 47
𝐸 = 𝑅 ′ 𝑥 (1 − cos [ ′ ]) = 75.213 𝑥(1 − 𝑐𝑜𝑠 [ ]) = 3.64 𝑚 = 4 𝑚
𝑅 75.213

b. Tikungan 2

Vr = 40 km/jam

R = 76.213 m

Jh = 47 m

L = 99.808 m

B =2m

1 1
R’ =𝑅 − 2 𝐵 = 76.213 − 2 2 = 75.213 𝑚

Cek Jh<L

47 m < 99.808…OK

Karena Jh<L maka gunakan rumus :

28.65𝑥𝐽ℎ 28.65 𝑥 47
𝐸 = 𝑅 ′ 𝑥 (1 − cos [ ′ ]) = 75.213 𝑥(1 − 𝑐𝑜𝑠 [ ]) = 3.64 𝑚 = 4 𝑚
𝑅 75.213

3.3. Perhitungan Komponen Aliyemen Vertikal

3.3.1. Perhitungan Elevasi Rencana tiap STA

a. Menghitung elevasi rencana STA 0+100

Data:

Kelandaian memanjang maksimum = 8%

Kelandaian yang direncanakan =2%

36
Elevasi awal STA 0+000 = -27.778 m

Elevasi awal STA 0+010 = -24.706 m

Jarak STA 0+000 ke 0+010 = 10 m

Perhitungan:

Elevasi rencana STA 0+010 = Elevasi awal STA 0+000 – (kelandaian rencana x jarak)

Elevasi rencana STA 0+010 = -27.778-(2% x 10)

Elevasi rencana STA 0+010 = -24.906 m

(Perhitungan elevasi rencana STA terlampir pada Tabel 3.7)

Tabel 3.7. Perhitungan Elevasi Rencana Setiap STA

Tinggi Jarak
Tinggi Elevasi Beda Tinggi
Station Elevasi Antar Keterangan
Rencana STA Rencana
STA Patok
0+000 -27.778 -27.778
10 2.872 Tanjakan
0+010 -24.706 -24.906
0+020 -21.100 -21.300 3.606 Tanjakan
10
0+030 -16.870 -17.070 4.230 Tanjakan
0+040 -12.280 -12.480 4.590 Tanjakan
10
0+050 -7.585 -7.785 4.695 Tanjakan
0+060 -3.213 -3.413 4.372 Tanjakan
10
0+070 0.111 -0.089 3.324 Tanjakan
0+080 3.900 3.700 3.789 Tanjakan
10
0+090 4.600 4.400 0.700 Tanjakan
0+100 5.700 5.500 1.100 Tanjakan
10
0+110 6.444 6.244 0.744 Tanjakan
0+120 6.750 6.550 0.306 Tanjakan
10
0+130 6.571 6.371 -0.179 Penurunan
0+140 5.714 5.514 -0.857 Penurunan
10
0+150 4.200 4.000 -1.514 Penurunan
0+160 4.600 4.400 0.400 Tanjakan
10
0+170 4.800 4.600 0.200 Tanjakan
0+180 5.200 5.000 0.400 Tanjakan
10
0+190 5.556 5.356 0.356 Tanjakan
0+200 5.750 5.550 0.194 Tanjakan
10
0+210 5.889 5.689 0.139 Tanjakan
0+220 5.889 5.689 0.000 Datar
10
0+230 5.889 5.689 0.000 Datar
0+240 5.889 10 5.689 0.000 Datar

37
0+250 5.923 5.723 0.034 Tanjakan
0+260 4.625 4.425 -1.298 Penurunan
10
0+270 3.429 3.229 -1.196 Penurunan
0+280 2.250 2.050 -1.179 Penurunan
10
0+290 1.250 1.050 -1.000 Penurunan
0+300 0.714 0.514 -0.536 Penurunan
10
0+310 0.286 0.086 -0.429 Penurunan
0+320 -0.167 -0.367 -0.452 Penurunan
10
0+330 -0.455 -0.655 -0.288 Penurunan
0+340 -0.600 -0.800 -0.145 Penurunan
10
0+350 -0.333 -0.533 0.267 Tanjakan

3.4. Galian dan Timbunan

3.4.1. Perhitungan Volume Galian dan Timbunan

Volume galian dan timbunan antra STA 0+000 dengan STA 0+010 adalah:

Diketahui :

Dengan menghitung luasan setiap STA yang diperoleh dari trase dan kemiringan
melintang dari perhitungan, diperoleh pendekatan menggunakan rumus bidang untuk
mencari luasan galian maupun timbunan.

Luasan Galian di STA 0+000 adalah = 0.3365724 m2

Luasan Galian di STA 0+010 adalah = 0.3929374 m2

Luasan Timbunan di STA 0+000 adalah = 0.58458047 m2

Luasan Timbunan di STA 0+010 adalah = 0.57966594 m2

Jarak antar STA adalah = 10 m

Perhitungan:

a. Volume Galian

𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘
𝑉 = (𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐺𝑎𝑙𝑖𝑎𝑛 𝑆𝑇𝐴 0 + 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝐺𝑎𝑙𝑖𝑎𝑛 𝑆𝑇𝐴 1)𝑥
2

10
𝑉 = (0.3365724 + 0.3929374)𝑥 = 3.647549 𝑚3
2

38
b. Volume Timbunan

𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘
𝑉 = (𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑇𝑖𝑚𝑏𝑢𝑛𝑎𝑛 𝑆𝑇𝐴 0 + 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑇𝑖𝑚𝑏𝑢𝑛𝑎𝑛 𝑆𝑇𝐴 1)𝑥
2

10
𝑉 = (0.58458047 + 0.57966594)𝑥 = 5.82123205 𝑚3
2

c. 10% Timbunan

𝑉 = 10% 𝑥 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑇𝑖𝑚𝑏𝑢𝑛𝑎𝑛(𝑚3 )

𝑉 = 10% 𝑥 5.82123205 = 0.582123205 𝑚3

e. Volume Komulatif

𝑉 = 𝑉 𝑔𝑎𝑙𝑖𝑎𝑛 − ( 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑇𝑖𝑚𝑏𝑢𝑛𝑎𝑛 + 10% 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑇𝑖𝑚𝑏𝑢𝑛𝑎𝑛)

𝑉 = 3.647549 − (5.82123205 + 0.5852123205) = −2.75580625

Perhitungan galian dan timbunan di lampirkan pada tabel 3.8

Tabel 3.8. Perhitungan Galian dan Timbunan

Luas (m^2) Volume m^3


Komulatif
No Station Jarak 10%
Galian Timbunan Galian Timbunan m^3
Timbunan
1 0+000 0.33657 0.584580
10 3.647549 5.821232 0.58212320 -2.755806
2 0+010 0.39293 0.579665
3 0+020 3.37043 0.320053
10 18.51099 4.525268 0.45252689 10.777388
4 0+030 0.33176 0.585
5 0+040 0.65939 0.556433
10 5.072564 5.696983 0.56969830 9.5832709
6 0+050 0.35512 0.582963
7 0+060 0.57731 0.563589
10 4.670657 5.732025 0.57320259 7.9486995
8 0+070 0.35681 0.582815
9 0+080 3.37043 0.320053
10 20.95080 4.312538 0.43125384 24.155710
10 0+090 0.81972 0.542453
11 0+100 1.10313 0.517742
10 8.575118 5.391590 0.53915907 26.800078
12 0+110 0.61188 0.560575
13 0+120 1.58493 0.475733
10 12.71159 5.030926 0.50309260 33.977653
14 0+130 0.9573 0.530451
15 0+140 1.52420 0.481029
10 10.01917 5.265681 0.52656817 38.204576
16 0+150 0.47962 0.572107

39
17 0+160 1.32986 0.497973
10 21.80104 4.238405 0.42384050 55.343371
18 0+170 3.0303 0.349707
19 0+180 0.47962 0.572107
10 8.669589 5.383353 0.53833537 58.091271
20 0+190 1.25428 0.504563
21 0+200 2.86029 0.364533
10 46.08005 2.121485 0.21214855 101.83769
22 0+210 6.35571 0.059763
23 0+220 6.35571 0.059763
10 63.55716 0.597632 0.05976329 164.73746
24 0+230 6.35571 0.059763
25 0+240 6.35571 0.059763
10 64.71988 0.496254 0.04962539 228.91147
26 0+250 6.58826 0.039487
27 0+260 1.01811 0.525156
10 8.460403 5.401592 0.54015928 231.43012
28 0+270 0.67396 0.555162
29 0+280 0.45128 0.574578
10 4.512870 5.745783 0.57457835 229.62263
30 0+290 0.45128 0.574578
31 0+300 1.52420 0.481029
10 10.14063 5.255091 0.52550912 233.98266
32 0+310 0.50392 0.569989
33 0+320 3.14377 0.339822
10 20.97656 4.310291 0.43102919 250.21791
34 0+330 1.05165 0.522235
35 0+340 0.76304 0.547396
10 11.03136 5.177427 0.5177427 255.55410
36 0+350 1.44323 0.488089

40
BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Dari perhitungan diatas, dapat disimpulkan bahwa:

1. Jalan yang digunakan adalah jalan jenis lingkungan.

2. Jalan ini memiliki volume lalu lintas yang rendah.

3. Tikungan yang digunakan pada Tikungan 1 dan 2 adalah Spiral-Circle-


Spiral (SCS).

4. Kelandaian yang didapat dari perhitungan bukanlah kelandaian medan


datar, yaitu pegunungan.

5. Desain yang digunakan datar, maka galian dan timbunan sedikit berbeda
karena perbedaan tinggi elevassi yang didapatkan setelah perhitungan.

4.2. Saran

Dari pembuatan tugas besar Perancangan Geometrik Jalan mengalami


kendala baik dalam penyusunan maupun perhitungan, oleh sebab itu sebaiknya
dilakukan hal-hal sebagai berikut:

1. Adanya pembekalan dan bimbingan dari asisten mata kuliah.

2. Peta kontur yang didapatkan memiliki detail dan gambar yang jelas.

3. Photocopy peta kontur sebaiknya memiliki warna tajam dan jelas.

4. Adanya penjelasan mengenai tugas besar dalam waktu yang lama.

41

Anda mungkin juga menyukai