Anda di halaman 1dari 14

Bab III

Karakteristik Arus Lalu-lintas

Karakteristik Arus lalu-lintas merupakan interaksi yang unik antara


pengemudi, kendaraan, dan jalan. Tidak ada arus lalu-lintas yang sama bahkan pada
keadaan yang serupa. Sehingga arus pada suatu ruas jalan tertentu selalu bervariasi.
Walaupun demikian diperlukan parameter yang dapat menunjukkan kondisi ruas jalan,
atau yang akan dipakai untuk desain. Parameter tersebut adalah volume, kecepatan
dan kerapatan, tingkat pelayanan (level of service), derajat kejenuhan (degree of
saturation) dan derajat iringan.

Arus Lalu Lintas


Volume arus lalu lintas , dalam kendaraan per satuan waktu , yang lewat suatu titik
tidak konstan dalam waktu : variasi menurut waktu ternyata mengikuti pola tertentu .
Identifikasi pola lalu lintas ini akan memudahkan dalam membuat prakiraan volume
lalu lintas dalam waktu lain. Variasi lalu lintas dalam menurut waktu terdiri dari tiga
bagian utama , yaitu :

- Perubahan akibat pertumbuhan lalu lintas


- Variasi berkala ( periodik )
- Variasi takberkala ( non periodik )

3.1. Pengertian Volume Lalu lintas

Volume lalu-lintas adalah jumlah kendaraan (atau mobil penumpang) yang melalui
suatu titik tiap satuan waktu. Dengan demikian volume menyatakan hasil pengamatan
yang sebenarnya .
Contoh : Volume = 3.000 kendaraan dalam 120 menit

Besar Arus ( Flow Rate ) merupakan suatu besaran standard yang menyatakan besar
kecilnya arus yang melewati suatu titik , dinyatakan dalam kendaraan / jam. Menurut
contoh diatas , volume 3000 Kendaraan dalam 120 menit mempunyai besar arus =
1.500 kendaraan / jam . Pengamatan 375 kendaraan dalam 15 menit juga mempunyai
besar arus 1.500 kendaraan /jam.arus

Manfaat data (informasi) volume adalah:

 Nilai kepentingan relatif suatu rute


 Fluktuasi dalam arus
 Distribusi lalu-lintas dalam sebuah sistem jalan
 Kecenderungan pemakai jalan.

Data volume dapat berupa volume:


a. berdasarkan arah arus
 dua arah
 satu arah
 arus lurus

Fakultas Teknik UPBIII - 16


 arus belok (kiri, atau kanan)

b. Berdasarkan jenis kendaraan, seperti antara lain:


 mobil penumpang (sedan) atau kendaraan ringan
 truk besar
 truk kecil
 bus
 angkutan kota
 sepeda motor

Pada umumnya kendaraan pada suatu ruas jalan terdiri dari berbagai
komposisi kendaraan, sehingga volume lalu-lintas menjadi lebih praktis jika
dinyatakan dalam jenis kendaraan standar, yaitu mobil penumpang sehingga
dikenal istilah satuan mobil penumpang (smp). Untuk mendapatkan volume dalam
smp, maka perlu faktor konversi dari berbagai macam kendaraan menjadi mobil
penumpang, yaitu faktor ekivalen mobil penumpang atau emp (ekivalen mobil
penumpang). Dalam MKJI (1997) edisi bahasa Inggris, smp menjadi pcu
(passanger car unit), sedangkan emp menjadi pce (passanger car equivalent). Hal
ini dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Daftar Satuan Volume dan Faktor Konversi


Satuan Volume Satuan Konversi
smp smp atau emp
pcu pce

c. waktu pengamatan survei lalu-lintas, seperti 15 menit, 1 jam, atau 1 jam hijau
(khusus pada persimpangan berlampu lalu-lintas)
d. volume jenuh merupakan volume yang hanya dikenal pada persimpangan
berlampu lalu-lintas. Volume jenuh merupakan volume maksimum yang dapat
melewati garis stop, setelah kendaraan mengantri pada saat lampu merah,
kemudian bergerak ketika menerima lampu hijau.

Volume lalu-lintas mempunyai nama khusus berdasarkan bagaimana data


tersebut diperoleh, yaitu:
a. ADT (average daily traffic) atau dikenal juga sebagai LHR (lalu-lintas harian rata-
rata) yaitu total volume lalu-lintas rata-rata harian berdasarkan pengumpulan data
selama X hari, dengan ketentuan 1<X<365. Sehingga ADT dihitung sebagai
berikut:
Q
ADT  X
X
dengan:
Qx = volume lalu-lintas yang diamati selama lebih dari 1 hari dan kurang dari
365 hari (atau 1 tahun)
X = jumlah hari pengamatan

b. AADT (average annual daily traffic) atau dikenal juga sebagai LHRT (lalu-lintas
harian rata-rata tahunan) yaitu total volume rata-rata harian (seperti ADT), akan
tetapi pengumpulan datanya harus >365 hari (X>365 hari). Perhitungan AADT
sama seperti perhitungan ADT.

Fakultas Teknik UPBIII - 17


c. AAWT (average annual weekday traffic) yaitu volume rata-rata harian selama hari
kerja berdasarkan pengumpulan data > 365 hari. Sehingga AAWT dapat dihitung
sebagai jumlah volume pengamatan selama hari kerja dibagi dengan jumlah hari
kerja selama pengumpulan data.
d. Maximum annual hourly volume adalah volume tiap jam yang terbesar untuk suatu
tahun tertentu.
e. 30HV (30th highest annual hourly volume) atau disebut juga sebagai DHV (design
hourly volume), yaitu volume lalu-lintas tiap jam yang dipakai sebagai volume
desain. Dalam setahun, besarnya volume ini akan dilampaui oleh 29 data.
f. Rate of flow atau flow rate adalah volume yang diperoleh dari pengamatan yang
lebih kecil dari satu jam, akan tetapi kemudian dikonversikan menjadi volume 1
jam secara linier.
g. Peak hour factor (PHF) adalah perbandingan volume satu jam penuh dengan
puncak dari flow rate pada jam tersebut. Sehingga PHF dihitung seperti:

volume 1 jam
PHF 
maximum flow rate

Misalkan data volume dicatat setiap 15 menit, yaitu masing-masing 250, 275,
300, dan 225 kendaraan. Maka volume satu jam adalah 1050 kendaraan, dan
PHF-nya adalah 1050/(4*300) = 0,875.

3.2 Kecepatan
Kecepatan kendaraan merupakan besaran jarak tempuh tiap satuan waktu.
Kecepatan adalah laju perjalanan yang biasanya dinyatakan dalam satuan kilometer
per jam. Pada umumnya kecepatan kendaraan dapat dibedakan menjadi:

a. Kecepatan Setempat (spot speed), yaitu kecepatan sesaat. Dapat dilakukan


dengan alat ukur dengan sistem radar, atau jika diukur dengan cara manual dapat
dihitung seperti berikut:
L
V1 
t

dengan:
V1 = spot speed dengan satuan sesuai dengan satuan dari L dan t
L = jarak tempuh kendaraan, yang pendek (<100m)
t = waktu tempuh kendaraan untuk melintas sejauh L

b. Kecepatan Setempat Rata-rata (average spot speed atau time mean


speed=TMS) yaitu rata-rata dari data kecepatan setempat pada tempat yang sama.
Sehingga jika pensurvei melakukan banyak pengukuran kecepatan setempat
ditempat yang sama, maka nilai rata-ratanya menjadi kecepatan setempat rata-rata.
Secara matematis kecepatan setempat rata-rata ini dapat dihitung sebagai berikut:

n*L
V2  n

t
i 1
i

Fakultas Teknik UPBIII - 18


dengan:
V2 = average spot speed dengan satuan yang sesuai dengan satuan dari L
dan t
L = jarak tempuh, yang pendek (<100m)
n = jumlah pengamatan
n

L i
V3  i 1

n*t
ti = waktu tempuh dari kendaraan ke-I

c. Kecepatan Ruang Rata-rata (space mean speed = SMS) yaitu kecepatan rata-
rata ruang, yang biasanya diukur dengan cara fotografi. Jika selang waktu
pengamatan adalah t, dan waktu tempuh tiap kendaraan yang diamati adalah Li,
maka kecepatan ruang rata-rata dihitung sebagai berikut:

Sebagai contoh, data suatu pengamatan seperti dalam Tabel 3.2

Tabel 3.2 Data Pengamatan Kecepatan


No.Kendaraan Jarak (m) Waktu tempuh (det.) Kecepatan (m/det)
1 80 8,0 10
2 80 8,5 9,41
3 80 8,2 9,76
4 80 8,4 9,52
5 80 7,8 10,26
Total 400 40,9 48,95
Rata-rata 400/5 = 80 8,18 9,79
TMS = 48,95/5=9,79 m/det
SMS = 80/8,18 =9,78 m/det

d. Kecepatan Tempuh (travel speed atau journey speed) yaitu kecepatan yang diukur
dengan L yang panjang, dengan waktu tempuh termasuk waktu kendaraan
berhenti dan akibat terjadinya kelambatan. Kecepatan tempuh dihitung dengan
rumus:
L
V4 
t
dengan definisi yang sama seperti kecepatan setempat.
e. kecepatan tempuh rata-rata (average travel speed atau average journey speed)
adalah nilai rata-rata dari kecepatan tempuh. Perhitungannya dilakukan seperti
rumus untuk kecepatan setempat rata-rata
f. kecepatan gerak (running speed) adalah seperti kecepatan tempuh, akan tetapi
perhitungan waktu tempuhnya hanya selama kendaraan bergerak. Perhitungannya
dilakukan seperti perhitungan kecepatan tempuh.
g. kecepatan gerak rata-rata (average running speed) adalah nilai rata-rata dari
banyak data kecepatan gerak.
h. modal speed yaitu nilai kecepatan yang paling sering dijumpai dari sejumlah data
kecepatan. Pengertian ini sama seperti dalam istilah statistik.

Fakultas Teknik UPBIII - 19


i. median speed yaitu nilai kecepatan yang berada di tengah-tengah dari suatu seri
data kecepatan yang disusun dari paling kecil ke yang terbesar. Sehingga nilai
median speed ini akan dilampaui sebanyak 50% dari data sampel.
j. kecepatan persentil ke-X adalah kecepatan yang lebih besar dari X% sampel data.
Sebagai contoh jika ada 100 kendaraan yang diamati, dan diambil kecepatan
persentil ke 90. Misalnya kecepatan tersebut adalah 70 km/jam, maka artinya 90%
dari data kecepatan yang diamati lebih kecil dari 70 km/jam.
k. kecepatan rencana adalah kecepatan yang dipakai dalam desain ruas jalan, atau
geometrik jalan.

3.3. Kerapatan
Kerapatan adalah parameter ke tiga dari arus lalu-lintas, dan didefinisikan
sebagai jumlah kendaraan yang menempati panjan ruas jalan tertentu atau lajur yang
umumnya dinyatakan sebagai jumlah kendaraan per kilometer. Atau jumlah kendaraan
per kilometer perlajur (jika pada ruas jalan tersebut terdiri dari banyak lajur). Jika
panjang ruas yang diamati adalah L, dan terdapat N kendaraan, maka kerapatan, k,
dapat dihitung sebagai berikut:
N
k
L

dengan satuan dari k harus sesuai dengan satuan dari N dan L.


Kerapatan sukar diukur secara langsung (karena diperlukan titik ketinggian
tertentu yang dapat mengamati jumlah kendaraan dalam panjang ruas jalan tertentu),
sehingga besarnya ditentukan dari dua parameter sebelumnya, yaitu kecepatan dan
volume, yang mempunyai hubungan sebagai berikut:
volume
k
kecepa tan  ruang  rata  rata

Sebagai contoh jika volume kendaraan =1200 kendaraan/jam. Kecepatan ruang rata-
rata = 40 km/jam, maka kerapatannya adalah 30 kendaraan/km.

Kerapatan menunjukkan kemudahan bagi kendaraan untuk bergerak, seperti


pindah lajur dan juga untuk memilih kecepatan yang diinginkan.

3.4 Hubungan Jarak-Antara dan Waktu-Antara

Jarak-antara (spacing) adalah jarak dari satu kendaraan dengan kendaraan


berikutnya dalam ukuran jarak. Sedangkan waktu-antara (headway) ada jarak dari satu
kendaraan dengan kendaraan berikutnya dalam satuan waktu. Survei headway dapat
dengan mudah dilakukan di lapangan, akan tetapi survei spacing sulit untuk
dilakukan. Sehingga apabila ada hubungan antara headway dengan spacing, maka
spacing dapat ditentukan secara tidak langsung. Hubungan spacing dan headway
dapat ditulis sebagai berikut:
a. Kerapatan dan spacing
1000
D
spacing (m)

Fakultas Teknik UPBIII - 20


dengan:
k = kerapatan dalam kendaraan/km
b. flow rate dan headway
3600
V 
headway (detik)
dengan:
Q = flow rate dalam kendaraan/jam
c. headway dan spacing

Spacing = V  headway (detik)


dengan:
Spacing dalam meter, dan V dalam m/det.

3.5 Tinjauan Parameter Mikroskopik dan Makroskopik

Analisis parameter seperti volume, kecepatan, dan kerapatan dapat merupakan


tinjauan makroskopik atau mikroskopik tergantung pada bagaimana analisis yang
dilakukan. Jika tinjauan yang dilakukan adalah pada individu kendaraan, maka
parameter yang diperoleh adalah mikroskopik, sedangkan jika tinjauan pada suatu
segmen atau ruas jalan, parameter yang dihasilkan adalah makroskopik.
Jika tinjauan besarnya tiap waktu-antara tiap kendaraan, nilai rata-ratanya, dan
distribusinya merupakan tinjauan mikroskopik. Sedangkan besarnya besar arus (flow
rate) merupakan analisis makroskopik. Untuk parameter kecepatan, kecepatan
setempat dari suatu kendaraan merupakan tinjauan mikroskopik. Sedangkan
kecepatan dari sekelompok kendaraan pada suatu tempat, atau tinjauan kecepatan
pada suatu segmen tertentu merupakan tinjauan makroskopik. Untuk parameter
kerapatan, jarak antara dari dua kendaraan berturutan, merupakan tinjauan
mikroskopik. Sedangkan tinjauan kerapatan kendaraan sepanjang suatu segmen ruas
jalan merupakan tinjauan makroskopik.

3.6. Hubungan Volume Kecepatan dan Kerapatan


Untuk analisis lalu-lintas, keterkaitan satu parameter dengan parameter lain
sangat penting untuk diketahui (jika memang ada). Keterkaitan itu dapat
mempermudah suatu survei. Karena dengan diketahuinya suatu nilai parameter, maka
nilai parameter lain dapat dihitung (=diketahui atau diprediksi). Hal ini dilakukan
dengan tinjauan parameter lalu-lintas secara makroskopik.
Ada beberapa model yang terkenal dalam memprediksi hubungan antar
parameter lalu-lintas seperti: Greenshields, Greenberg, dan Underwood. Pada metode-
metode tersebut asumsi bahwa terdapat hubungan berikut:

Q V k

dengan:
Q = volume lalu-lintas
V = space mean speed
k = kerapatan
Yang membedakan antara ke tiga model tersebut adalah model hubungan
antara kecepatan dengan kerapatan. Pada model Greenshields hubungan tersebut

Fakultas Teknik UPBIII - 21


diasumsikan linier, sedangkan pada kedua model lainnya tidak linier. Secara umum
korelasi antar ketiga parameter lalu-lintas, yaitu volume, kecepatan, dan kerapatan
dapat ditunjukkan pada Gambar 3.1.
Pada Gambar 3.1 tersebut terlihat bahwa hubungan volume dengan kecepatan
berbentuk parabola. Sehingga pada volume tertentu terdapat 2 macam kecepatan (titik
A dan titik B). Kecepatan untuk titik A lebih baik kondisi arus lalu-lintasnya karena
kepadatan pada saat tersebut lebih kecil dari pada kecepatan pada titik B.
Kecepatan tertinggi dari korelasi kecepatan dan volume, diberi nama
kecepatan bebas (free flow speed). Ketika volume meningkat, maka kecepatannya
akan menurun. Volumenya akan mencapai nilai puncak pada saat V c. Kondisi ini
disebut sebagai kapasitas dari ruas jalan. Tingkat kenyamanan secara berangsur-
angsur juga menurun. Jika kecepatan lebih rendah dari Vc, maka arus lalu-lintas
disebut sebagai forced flow.

Pada saat kecepatan menjadi sangat rendah, maka volume kendaraan akan
menjdai sangat rendah, dan kerapatannya menjadi sangat tinggi, atau dikenal sebagai
kerapatan macet (jammed density). Ini adalah kondisi arus yang paling buruk.

Vf
Kecepatan (V)

Vf
Kecepatan (V)

A
A

Vc

B B
Qc kj
Volume (Q) kc Kerapatan (k)

Qc
Volume (Q)

B
A

kc
Kerapatan (k)

Gambar 3.1 Korelasi Tipikal Antara Volume Kecepatan dan Kerapatan

3.6.1 Model Greenshields


Greenshield memodelkan hubungan yang linier antara kecepatan dan
kerapatan. Hubungan tersebut adalah:
 k 
V  V f 1 
 k j 

dengan:
V = space mean speed (kecepatan rata-rata ruang)

Fakultas Teknik UPBIII - 22


Vf = space mean speed (kecepatan rata-rata) dalam kondisi lalu-lintas bebas memilih
kecepatannya, atau free flow speed. Sering juga diasumsikan pada saat
kerapatannya kecil atau nol
k = kerapatan
kj = kerapatan pada saat macet (jam)

Dengan menggunakan asumsi hubungan volume, kecepatan dan kerapatan,


maka
volume dapat dinyatakan dalam Sf dan kj seperti berikut:

 k 
Q  k  V f 1 
 k j 

Dari persamaan di atas, volume merupakan fungsi kuadrat dari kerapatan. Sehingga
akan terdapat nilai volume maksimum pada nilai kerapatan tertentu. Ini dapat
dQ
diperoleh dari  0 (mengingat nilai volume tidak pernah negatif, maka titik
dk
tersebut pasti maksimum). Sehingga diperoleh:
k
Vf  2 Vf 0
kj
maka, volume akan maksimum ketika kerapatannya:
1
kc  kj
2
Pada saat kc, maka kecepatannya, Vc, adalah:
1
Vc  Vf
2
Sehingga pada saat kc dan Sc, volume maksimumnya, Qc, adalah:
1
Qc  Vf  k j
4

3.6.2 Model Greenberg


Greenberg memodelkan hubungan tidak linier antara kecepatan dan kerapatan
sebagai berikut:
 kj 
V  Vc ln 
 k 
dengan:
Vc = kecepatan pada saat volume maksimum
Dengan menggunakan asumsi hubungan volume, kecepatan dan kerapatan
seperti sebelumnya, maka diperoleh hubungan volume dan kerapatan:
 kj 
Q  k  Vc ln 
 k 
Sedangkan hubungan volume dengan kecepatan adalah:
 kj 
V  Vc ln ; dan Q  k  V , maka
 k 
V

Q  k j V  e Vc

Fakultas Teknik UPBIII - 23


Volume maksimum akan terjadi pada saat nilai kerapatannya, kc, yaitu pada saat
dQ
 0 , sehingga diperoleh:
dk
kj
kc 
e

Sehingga volume maksimum, Vc, terjadi pada saat:


k j  Vc
Qc 
e

3.6.3 Model Underwood


Underwood memodelkan hubungan tidak linier antara kecepatan dan
kerapatan sebagai berikut:
k

V  Vf  e kc

atau
ln V   ln V f  
k
kc
Sehingga hubungan volume dan kerapatan serta volume kecepatan adalah sebagai
berikut:
k

Q  k *V f * e kc

Vf
Q  V * kc * ln
V
Pada saat volumenya maksimum, Qc, maka kerapatannya adalah kc dan kecepatannya
adalah Vc. Nilai Vc adalah:
Qf
Qc 
e
Sehingga volume maksimumnya adalah:
kc  V f
Qc 
e

3.6.4 Model MKJI


Model yang dianut oleh MKJI (1997) merupakan model Greenshields yang
dimodifikasi. Model yang digunakan dalam MKJI menjadi sebagai berikut:
1
  k 
l 1
 l m
V  V f 1    
 k  
  j  

dengan l dan m adalah konstanta. Untuk jalan 4/2D, konstanta l = 2,26 dan m = 0,61.
Dari hasil studi MKJI, Vf pada jalan tersebut adalah 78 km/jam dan kj=153 smp/km.
Dengan menggunakan data Vf dan kj ini untuk model-model lain, dan dengan
asumsi Vc model Greenberg = Vc model Greenshields, serta kc model Underwood = kc
modelGreenshields, maka dapat dibuat hubungan V-k, Q-k, dan V-Q dari model-
model di atas (Gambar 3.2, 3.3, dan 3.4).

Fakultas Teknik UPBIII - 24


120
Data Pada Jalan 4/2D
Greenberg
Sf=78 km/jam
100 Dj =153 smp/km
l =2,26
m=0,61
80
Kecepatan, S (km/jam)

60

Greenshields
40

20 Underwood
IHCM

0
0 20 40 60 80 100 120 140 160

Kepadatan, D (kendaraan/km)

Gambar 3.2. Hubungan Kecepatan dan Kerapatan Menurut Berbagai Model

3000
Data Pada Jalan 4/2D
Sf=78 km/jam
Greenshields
2500 Dj=153 smp/km
Underwood l =2,26
m=0,61
2000
Volume Lalu-lintas, V(smp/jam)

1500
IHCM, 1994
Greenberg
1000

500

0
0 20 40 60 80 100 120 140 160

Kepadatan, D (smp/km)

Gambar 3.3 Hubungan Volume dengan Kerapatan Menurut Berbagai Model

Fakultas Teknik UPBIII - 25


80
Greenberg
70

60 Greenshields
Underwood
Data Pada Jalan 4/2D
Kecepatan, S (km/jam)

50
Sf=78 km/jam
Dj=153 smp/km
40 l =2,26
m=0,61
30
IHCM, 1994

20

10

0
0 500 1000 1500 2000 2500 3000

Volume Lalu-lintas, V (smp/jam)

Gambar 3.4 Hubungan Volume dengan Kecepatan Menurut Berbagai Model

3.7 Tingkat Pelayanan (LOS)


Tingkat pelayanan menyatakan tingkat kualitas arus lalu-lintas yang
sesungguhnya terjadi. Tingkat ini dinilai oleh pengemudi atau penumpang
berdasarkan tingkat kemudahan dan kenyamanan mengemudi. Penilaian kenyamanan
mengemudi dilakukan berdasarkan
kebebasan memilih kecepatan dan kebebasan bergerak (manuver). Ukuran
efektivitas LOS untuk berbagai jenis prasarana adalah seperti terlihat pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3. Ukuran Efektivitas LOS


Tipe Prasarana Ukuran Efektivitas Satuan
Jalan bebas hambatan (freeways)
ruas utama (basic freeway segments) kerapatan smp/mil/lajur
daerah jalinan (weaving areas) kecepatan tempuh rata-rata mil/jam
lajur penghubung (ramp junction) flow rates smp/jam
Jalan banyak lajur (multi lane kerapatan smp/mil/lajur
highways)
kecepatan arus bebas mil/jam
(free flow speed)
Jalan 2/2 (two lane highways) waktu tundaan %
Persimpangan berlampu waktu tundaan rata-rata detik/kend
(average stopped delay)

Fakultas Teknik UPBIII - 26


Persimpangan tak berlampu waktu total tundaan rata detik/kend
rata(average total delay)
Jalan arteri kecepatan tempuh rata-rata
Sumber: HCM (1994)

Tingkat pelayanan ini dibedakan menjadi 6 kelas, yaitu dari A untuk tingkat
yang paling baik sampai dengan tingkat F untuk kondisi yang paling buruk. Definisi
tingkat pelayanan untuk masing-masing kelas untuk jalan bebas hambatan (freeways)
adalah sebagai berikut:
A free flow, pengemudi dalam menentukan (memilih) kecepatan dan bergeraknya
tidak tergantung (atau ditentukan) kendaraan lain dalam arus. Pada saat kerapatan
lalu-lintasnya maksimum, jarak antara kendaraan rata-rata adalah 159 m (528 ft),
sehingga pengemudi dapat mengendarai kendaraannya dengan nyaman. Ini
merupakan tingkat pelayanan terbaik
B stable flow, pengemudi mulai merasakan pengaruh kehadiran kendaraan lain,
sehingga kebebasan dalam menentukan kecepatan dan pergerakkannya sedikit
berkurang. Jarak antara kendaraan rata-ratanya adalah 99 m (300 ft). Tingkat
kenyamanan sedikit berkurang dibandingkan dengan tingkat pelayanan A
C stable flow, pengemudi sangat merasakan pengaruh keberadaan kendaraan lain.
Sehingga pemilihan kecepatan dan pergerakkannya dipengaruhi oleh keberadaan
kendaraan lain. Jarak antara kendaraan rata-rata minimal sebesar 66 m (220 ft).
Tingkat kenyamanan sangat berkurang.
D stable flow, dengan kerapatan lalu-lintas yang tinggi, kecepatan dan pergerakkan
sangat dibatasi oleh keberadaan kendaraan lain. Jarak antara kendaraan rata-
ratanya adalah 49,5 m (165 ft). Tingkat kenyamanan sangat buruk.
E unstable flow, yaitu keadaan mendekati atau pada kapasitas jalan. Penambahan
kendaraan dapat menyebabkan kemacetan. Kecepatan arus lalu-lintas rendah,
dengan kecepatan yang relatif uniform. Kebebasan bergerak tidak ada, kecuali
memaksa kendaraan lain untuk tidak bergerak atau pejalan kaki memberi
kesempatan berjalan pada kendaraan. Jarak antara kendaraan rata-ratanya adalah
33 m (110 ft).Tingkat kenyamanan sangat buruk, sehingga pengemudi kendaraan
pada tingkat pelayanan ini sering tegang atau stress.
F forced flow, yaitu keadaan sangat tidak stabil. Pada keadaan ini terjadi antrian
kendaraan, karena kendaraan yang keluar lebih sedikit dari kendaraan yang masuk
ke suatu ruas jalan. Terjadi stop-and-go waves, yaitu kendaraan bergerak beberapa
puluh meter kemudian harus berhenti, dan ini terjadi berulang-ulang.
Jika tingkat pelayanan ini ingin dikorelasikan dengan parameter terukur,
seperti kerapatan atau kapasitas jalan, hubungan tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4. Penggolongan Tingkat Pelayanan Untuk Ruas Utama Jalan Bebas
Hambatan
LOS Kerapatan Maks Kecepatan Minimum Max Flow Rate v/c Maks
(smp/mil/lajur) (mil/jam) (smp/jam/lajur)
Kecepatan Arus Bebas (free flow speed) 70 mil/jam
A 10 70 700 0,318/0,304
B 16 70 1.120 0,509/0,487
C 24 68,5 1.644 0,747/0,715

Fakultas Teknik UPBIII - 27


D 32 63 2.015 0,916/0,876
E 36,7/39,7 60/58 2.200/2.300 1,000
F variasi variasi variasi Variasi
Kecepatan Arus Bebas (free flow speed) 65 mil/jam
A 10 65 650 0,295/0,283
B 16 65 1.040 0,473/0,452
C 24 64,5 1.548 0,704/0,673
D 32 61 1.952 0,829/0,849
E 39,3/43,4 56/53 2.200/2.300 1,000
F variasi variasi variasi Variasi
Catatan: Kolom dengan dua angka, angka pertama untuk 4/2D, angka keduanya untuk 6/2D atau
8/2D
Sumber: HCM (1994)

3.8 Derajat Kejenuhan (Degree of Saturation, DS)


Derajat kejenuhan adalah perbandingan dari volume (nilai arus) lalu-lintas
terhadap kapasitasnya. Ini merupakan gambaran apakah suatu ruas jalan mempunyai
masalah atau tidak, berdasarkan asumsi jika ruas jalan makin dekat dengan
kapasitasnya, kemudahan bergerak makin terbatas.
Dalam MKJI, jika analisis DS dilakukan untuk analisis tingkat kinerja, maka
volume lalu-lintasnya dinyatakan dalam smp. Faktor yang mempengaruhi emp adalah:
 jenis jalan, seperti jalan luar kota, atau jalan bebas hambatan,
 tipe alinyemen, seperti medan datar, berbukit, atau pegunungan, dan
 volume jalan.
Untuk ilustrasi, dapat dilihat pada Tabel 3.5 untuk besarnya ekivalen mobil
penumpang untuk jalan 2/2UD. Setelah volume dihitung dengan menggunakan emp
yang sesuai, maka berdasarkan definisi derajat kejenuhan, DS dihitung sebagai
berikut:
Q
DS 
C
dengan:
Q = volume lalu-lintas dengan satuan smp
C = kapasitas jalan.

Tabel 3.5. Faktor emp Untuk Jalan Dua Lajur Dua Arah Tidak Terpisah
Emp
Tipe Volume MC
Alinyemen (kend/jam MHV LB LT Lebar Jalur (m)
)
<6,0 6-8 >8
Datar 0 1,2 1,2 1,8 0,8 0,6 0,4
800 1,8 1,8 2,7 1,2 0,9 0,6
1350 1,5 1,6 2,5 0,9 0,7 0,5
1900 1,3 1,5 2,5 0,6 0,5 0,4
Bukit 0 1,8 1,6 5,2 0,7 0,5 0,3
650 2,4 2,5 5,0 1,0 0,8 0,5
1100 2,0 2,0 4,0 0,8 0,6 0,4
1600 1,7 1,7 3,2 0,5 0,4 0,3

Fakultas Teknik UPBIII - 28


Gunung 0 3,5 2,5 6,0 0,6 0,4 0,2
450 3,0 3,2 5,5 0,9 0,7 0,4
900 2,5 2,5 5,0 0,7 0,5 0,3
1350 1,9 2,2 4,0 0,5 0,4 0,3

Catatan: LV = mobil penumpang, mini bus, pickup, jeep


MHV = medium heavy vehicle = bus kecil, truk dua
gandar (tandem)
LB = large bus
LT = large truck = truk tiga gandar atau truk gandeng
Sumber: MKJI (1997)

3.9 Derajat Iringan (DB)


Dalam MKJI, derajat iringan adalah perbandingan volume (nilai arus) lalu-
lintas yang bergerak dalam peleton terhadap volume total. Sedangkan peleton
didefinisikan sebagai suatu rangkaian kendaraan yang bergerak beriringan dengan
waktu antara (headway)  5 detik. Headway adalah selang waktu kedatangan
kendaraan yang satu dengan kendaraan berikut dibelakangnya. Dalam analisis peleton
ini, sepeda motor tidak dianggap sebagai bagian dari peleton, dan satuan yang
digunakan adalah satuan kendaraan (bukan smp).

3.10 Arus Tidak Terganggu


Uninterrupted flow (arus tidak terganggu), yaitu arus lalu-lintas pada jalan
tanpa pengaturan seperti rambu beri jalan, rambu stop atau lampu lalu-lintas yang
menyebabkan (mengharuskan) kendaraan kendaraan berhenti secara periodik. Arus
lalu-lintas pada jalan seperti ini tidak selalu berarti lancar. Karena apabila volume
lalu-lintas (nilai arus lalu-lintas) sudah mendekati kapasitasnya, arus lalu-lintas dapat
menjadi tidak lancar. Sehingga dapat terjadi pada jalan uninterrupted flow terjadi
kemacetan lalu-lintas.

3.11 Arus Terganggu

Interrupted flow (arus terganggu), yaitu arus lalu-lintas pada jalan dengan
pengaturan yang menyebabkan kendaraan harus berhenti secara periodik. Pengaturan
tersebut antara lain dapat berupa:
 Rambu beri jalan (yield).
 Rambu stop
 Lampu penyeberangan.
 Lampu lalu-lintas (dipersimpangan).
 Adanya perlintasan dengan jalan kereta api.
Nama interrupted flow tidak mencerminkan kualitas arus lalu-lintas yang
terjadi sesungguhnya. Pada prasarana jalan interrupted flow ini dapat terjadi
kendaraan dapat bergerak dengan bebas, lancar tanpa gangguan. Jika jarak antar
pengaturan lalu-lintas pada suatu segmen berjarak lebih dari 3 km, maka arus lalu-
lintas pada segmen itu tergolong uninterrupted flow, tanpa menunjukkan kualitas arus
pada segmen tersebut pasti lancar.

Fakultas Teknik UPBIII - 29

Anda mungkin juga menyukai