Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang dan Tujuan


1.1.1. Latar Belakang

Perancangan Geometrik jalan adalah perencanaan route dari suatu ruas jalan
secara lengkap, meliputi beberapa elemen yang disesuaikan dengan
kelengkapan dan data dasar yang ada atau tersedia dari hasil survei lapangan
dan telah dianalisis, serta mengacu pada ketentuan yang berlaku:
a. Kelengkapan dan data dasar yang harus disiapkan sebelum mulai
melakukan perhitungan/perencanaan, yaitu:
1. Peta planimetri dan peta-peta lainnya (geologi dan tataguna lahan).
dalam perancangan geometrik jalan ini memakai peta kontur
2. Kriteria perencanaan
b. Ketentuan jarak pandang dan beberapa pertimbangan yang diperlukan
sebelum memulai perencanaan, selain didasarkan pada teoritis, juga untuk
praktisnya.
c. Elemen dalam perencanaan geometrik jalan, yaitu:
1. Alinyemen Horizontal (situasi/plan)
2. Alinyemen Vertikal (potongan memanjang/profil)
3. Potongan melintang (cross section)
4. Penggambaran
Dasar dari perencanaan geometrik jalan adalah sifat gerakan, ukuran
kendaraan, sifat pengemudi dalam berkendara dan karakteristik arus lalu
lintas. Hal-hal tersebut haruslah menjadi bahan pertimbangan perencana
sehingga dihasilkan bentuk dan ukuran jalan serta ruang gerak kendaraan yang
memenuhi tingkat kenyamanan dan keamanan yang diharapkan.
1.1.2. Tujuan
Tujuan dari tugas besar Perancangan Geometrik Jalan adalah :
1. Dapat mendesain geometrik jalan sesuai dengan aturan dari Bina Marga.
2. Mengetahui dasar-dasar dalam perancangan jalan.
3. Dapat merancanakan jalan dengan kelas medan yang berbeda-beda
(datar,bukit dan gunung) dan kelas jalan menurut fungsi (arteri, kolektor,
lokal dan lingkungan)
4. Menyelesaikan tugas besar Perancangan Geometrik Jalan yang diberikan.

1.2.Teori Pendukung

1.2.1. Bagian-bagian Jalan

Menurut Peraturan Pemerintah No.34 Tahun 2006 tentang jalan, bagian-bagian


jalan terdiri atas:
1. Ruang Manfaat Jalan (RUMAJA)
Ruang manfaat jalan merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh
lebar,tinggi dan kedalaman tertentu. Ruang manfaat jalan meliputi badan
jalan, median, jalur pemisah, bahu jalan, saluran tepi jalan, trotoar, lereng,
ambang pengaman, gorong-gorong dan bangunan pelengkap lainnya.
Dalam rangka menunjang pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan serta
pengamanan konstruksi jalan, badan jalan dilengkapi dengan ruang bebas.
Lebar ruang bebas yang dimaksud sesuai dengan lebar badan jalan. Tinggi
ruang bebas bagi jalan arteri dan kolektor paling rendah 5 meter.
Sedangkan kedalaman ruang bebas palin rendah 1,5 meter dari
permukaan jalan.
2. Ruang Milik Jalan (Rumija)
Ruang milik jalan terdiri dari ruang manfaat jalan dan sejalur tanah tertentu
di luar ruang manfaat jalan. Ruang milik jalan merupakan ruang sepanjang
jalan yang diperuntukkan bagi ruang manfaat jalan, pelebaran jalan, dan
penambahan jalur lalu lintas di masa akan datang serta kebutuhan ruangan
untuk pengamanan jalan. Ruang milik jalan paling sedikit memiliki lebar
sebagai berikut: 30 m untuk jalan bebas hambatan, 25 m untuk jalan raya,
15 m untuk jalan sedang, dan 11 m untuk jalan kecil.
3. Ruang Pengawasan Jalan
Ruang pengawasan jalan merupakan ruan tertentu di luar ruang milik
jalan yang penggunaannya ada di bawah pengawasan penyelenggara jalan
yang diperuntukkan bagi pandangan bebas pengemudi dan pengamanan
konstruksi jalan serta pengamanan fungsi jalan yang dibatasi oleh lebar
dan tinggi tertentu.
4. Gambar bagian – bagian Rumaja, Rumija, Ruwasja

Gambar 1.1. Hubungan antara Rumaja, Rumija dan Ruwasja


Sumber : Shirley L. Hendarsin, Penuntun Praktis Perencanaan Teknik Jalan Raya
1.2.2. Fungsi Hierarki dan kelas jalan

a. Klasifikasi jalan menurut UU No.38 tahun 2004 tentang jalan


1. Jalan terdiri dari:
a. jalan umum yang meliputi pengaturan, pembinaan,
pembangunan, dan pengawasan.
b. jalan tol yang meliputi pengaturan, pembinaan, pengusahaan,
dan pengawasan.
c. jalan khusus.
2. Peran Jalan:
a. Jalan sebagai bagian prasarana transportasi mempunyai peran
penting dalam bidang ekonomi, sosial budaya, lingkungan
hidup, politik, pertahanan dan keamanan, serta dipergunakan
untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
b. Jalan sebagai prasarana distribusi barang dan jasa merupakan
urat nadi kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara.
c. Jalan yang merupakan satu kesatuan sistem jaringan jalan
menghubungkan dan mengikat seluruh wilayah Republik
Indonesia.
3. Pengelompokan jalan:
a. Jalan sesuai dengan peruntukannya terdiri atas jalan umum
dan jalan khusus.
b. Jalan umum sebagaimana dimaksud pada ayat 1)
dikelompokkan menurut sistem, fungsi, status, dan kelas.
c. Jalan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat 1) bukan
diperuntukkan bagi lalu lintas umum dalam rangka distribusi
barang dan jasa yang dibutuhkan.
d. Ketentuan lebih lanjut mengenai jalan khusus sebagaimana
dimaksud pada ayat 3) diatur dalam peraturan pemerintah.
4. Sistem jaringan jalan terdiri dari:
a. Sistem jaringan jalan primer merupakan sistem jaringan jalan
dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk
pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan
menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud
pusat-pusat kegiatan.
b. Sistem jaringan jalan sekunder merupakan sistem jaringan
jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa
untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan.
5. Klasifikasi jalan menurut fungsi:
a. Jalan arteri merupakan jalan umum yang berfungsi melayani
angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan
rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara
berdaya guna.
b. Jalan kolektor merupakan jalan umum yang berfungsi
melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri
perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan
jumlah jalan masuk dibatasi.
c. Jalan lokal merupakan jalan umum yang berfungsi melayani
angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat,
kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak
dibatasi.
d. Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi
melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak
dekat, dan kecepatan rata-rata rendah.
6. Jalan Umum Menurut Status:
a. Jalan nasional merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam
sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan antar ibukota
provinsi, dan jalan strategis nasional, serta jalan tol.
b. Jalan provinsi merupakan jalan kolektor dalam sistem
jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota provinsi
dengan ibukota kabupaten/kota, atau antar ibukota
kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi.
c. Jalan kota adalah jalan umum dalam sistem jaringan jalan
sekunder yang menghubungkan antarpusat pelayanan dalam
kota, menghubungkan pusat pelayanan dengan persil,
menghubungkan antar persil, serta menghubungkan
antarpusat permukiman yang berada di dalam kota.
d. Jalan kabupaten merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan
jalan primer yang tidak termasuk pada butir 1) dan butir 2),
yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota
kecamatan, antar ibukota kecamatan, ibukota kabupaten
dengan pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan lokal, serta
jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam
wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten.
e. Jalan desa merupakan jalan umum yang menghubungkan
kawasan dan/atau antarpermukiman di dalam desa, serta jalan
lingkungan.

b.Klasifikasi Jalan Menurut PP 34 Tahun 2006 Tentang Jalan


1. Jalan umum dikelompokkan dalam sistem jaringan, fungsi jalan,
status jalan, dan kelas jalan.
2. Sistem jaringan jalan merupakan satu kesatuan jaringan jalan yang
terdiri dari sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan
sekunder yang terjalin dalam hubungan hierarki.
3. Jalan pada sistem jaringan primer dibedakan atas
a. jalan arteri primer (AP)
b. jalan kolektor primer (KP)
c. jalan lokal primer (LoP)
d. jalan lingkungan primer (LiP)
4. Jalan pada sistem jaringan sekunder dibedakan atas
a. jalan arteri sekunder (AS)
b. jalan kolektor sekunder (KS)
c. jalan lokal sekunder (LS)
d. jalan lingkungan sekunder (LiS)
5. Jalan luar kota ditentukan meliputi
a. Jalan arteri primer (AP) menghubungkan secara berdaya guna
antarpusat kegiatan nasional atau antara pusat kegiatan
nasional dengan pusat kegiatan wilayah.
b. Jalan kolektor primer (KP) menghubungkan secara berdaya
guna antara pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan
lokal, antarpusat kegiatan wilayah, atau antara pusat kegiatan
wilayah dengan pusat kegiatan lokal.
6. Kelas jalan berdasarkan spesifikasi penyediaan prasarana jalan
dikelompokkan atas
a. jalan bebas hambatan (freeways),
b. jalan raya (highways),
c. jalan sedang (roads), dan
d. jalan kecil (streets), ditentukan bukan merupakan jalan antar
kota.

Penetapan kelas jalan berdasarkan spesifikasi penyediaan prasarana


jalan dan lebar ruang milik jalan dilakukan oleh penyelenggara
jalan sesuai dengan status jalan masing-masing berdasarkan
pedoman yang ditetapkan oleh Menteri.

c. Klasifikasi jalan menurut UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas


1.Jalan dikelompokkan dalam beberapa kelas berdasarkan:
a. fungsi dan intensitas Lalu Lintas guna kepentingan
pengaturan penggunaan Jalan dan Kelancaran Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan.
b. daya dukung untuk menerima muatan sumbu terberat dan
dimensi Kendaraan Bermotor.
2. Klasifikasi jalan
a. Jalan kelas I, yaitu jalan arteri dan kolektor yang dapat dilalui
Kendaraan Bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi
2.500 (dua ribu lima ratus) milimeter, ukuran panjang tidak
melebihi 18.000 (delapan belas ribu) milimeter, ukuran paling
tinggi 4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter, dan muatan
sumbu terberat 10 (sepuluh) ton.
b. Jalan kelas II, yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan
lingkungan yang dapat dilalui Kendaraan Bermotor dengan
ukuran lebar tidak melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus)
milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 12.000 (dua belas
ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 (empat ribu dua
ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat 8 (delapan) ton.
c. Jalan kelas III, yaitu jalan arteri, kolektor, lokal, dan
lingkungan yang dapat dilalui Kendaraan Bermotor dengan
ukuran lebar tidak melebihi 2.100 (dua ribu seratus)
milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 9.000 (sembilan
ribu) milimeter, ukuran paling tinggi 3.500 (tiga ribu lima
ratus) milimeter, dan muatan sumbu terberat 8 (delapan) ton.
d. Jalan kelas khusus, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui
Kendaraan Bermotor dengan ukuran lebar melebihi 2.500
(dua ribu lima ratus) milimeter, ukuran panjang melebihi
18.000 (delapan belas ribu) milimeter, ukuran paling tinggi
4.200 (empat ribu dua ratus) milimeter, dan muatan sumbu
terberat lebih dari 10 (sepuluh) ton.
d. Klasifikasi jalan menurut medan
1. jalan diklasifikasikan berdasarkan kondisi sebagian besar
kemiringan medan yang diukur tegak lurus garis kontur.
2. Klasifikasi jalan menurut medan jalan untuk perencanaan geometrik
dapat dilihat pada table dibawah.

Tabel 1.1. Kelandaian Jenis Medan Jalan

3. Keseragaman medan yang diproyeksikan harus mempertimbangkan


keseragaman kondisi medan menurut rencana trase jalan dengan
mengabaikan perubahan – perubahan pada bagian – bagian kecil
dari segmen jalan tersebut.

1.2.3. Parameter Desain Geometrik Jalan


1. Standard dan Kriteria Perancangan (AASHTO-2011)
a. Kendaraan Rencana
b. Faktor Perilaku Pengemudi dan Orang
c. Karakteristik Lalu Lintas
d. Kapasitas Jalan
e. Pengelolaan Jalan Keluar dan Masuk
f. Pejalan Kaki
g. Fasilitas Sepeda
h. Keselamatan
i. Lingkungan
j. Analisis Ekonomi
2. Standard dan Kriteria Kendaraan Renacana
a. Karakteristik Umum
b. Lintasan Minimum
c. Kinerja Kendaraan
d. Polusi Kendaraan

Berikut penjelasan rincian dari Kendaraan rencana:

a. Karakteristik umum
1. Pemilihan jenis kendaraan terbesar
2. Kondisi medan

Beberapa hal yang perlu diperhatikan:

1. Jika bangkitan utama lalu lintas adalah tempat parkir, maka


mungkin dapat dipilih mobil penumpang.

2. Untuk perancangan persimpangan di jalan perumahan


mungkin dapat dipilih truk 2-as.

3. Untuk perancangan jalan kolektor atau fasilitas lain dimana


truk besar seringkali ada, dapat dipilih truk 3-as.

4. Untuk perancangan persimpangan jalan yang merupakan rute


bus, dapat dipilih bus.
1.2.4. Alinyemen Horizontal

Alinyemen horizontal adalah proyeksi sumbu jalan pada bidang horizontal.


Alinyemen horizontal juga dikenal dengan nama “situasi jalan” atau “trase jalan”.
Alinyemen horizontal terdiri dari bagian lurus dan bagian lengkung (disebut juga
tikungan). Perencanaan geometri pada bagian lengkung dimaksudkan untuk
mengimbangi gaya sentrifugal yang diterima olh kendaraan yang berjalan pada
kecepatan tertentu dengan membntuk superelevasi. Gaya sentrifugal adalah gaya
yang mendorong kendaraan secara radial keluar dari lajur jalannya. Sedangkan
superelevasi adalah kemiringan melintang di tikungan yng berfungsi mengimbangi
gaya sentrifugal yang diterima oleh kendaraan.

Hal-hal yang mempengaruhi perencanaan alinyemen horizontal antara lain:

1. Jarak pandang henti


2. Jarak pandang menyiap
3. Tikungan

Alinyemen horizontal terdiri atas bagian lurus dan bagian lengkung (yang
disebut juga tikungan) yang dapat berupa:

a) Busur Lingkaran (FC)

Gambar 1.2. Full Circle (FC)


Sumber : Shirley L. Hendarsin, Penuntun Praktis Perencanaan Teknik Jalan Raya
Keterangan:

∆ = sudut tikungan

O = titik pusat lingkaran

Tc = panjang tangen jarak dari TC ke PI atau PI ke CT

Rc = jari-jari lingkaran

Lc = panjang busur lingkaran

Ec = jarak luar dari PI ke busur lingkaran

Rumus yang digunakan:

Tc = Rc tan 1/2 ∆

Ec = Tc tan 1/4 ∆ (1.6)

Lc =

FC (Full Circle), adalah jenis tikungan yang hanya terdiri dari bagian
suatu lingkaran saja. Tikungan FC hanya digunakan untuk R (jari-jari
tikungan) yang besar agar tidak terjadi patahan, karena dengan R kecil
maka diperlukan superelevasi yang besar.

b) Lengkung Spiral-Circle-Spiral (SCS)

Lengkung SCS dibuat untuk menghindari terjadinya perubahan alinemen


yang tiba-tiba dari bentuk lurus ke bentuk lingkaran (R= ∞ >> R=Rc), jadi
lengkung ini diletakkan antara bagian lurus dan bagian lingkaran (circle)
yaitu pada sebelum dan sesudah tikungan berbentuk busur lingkaran.
Gambar 1.3. Spiral Circle Spiral (SCS)
Sumber : Shirley L. Hendarsin, Penuntun Praktis Perencanaan Teknik Jalan Raya

Keterangan :

Xs = absis titik SC pada garis tangen, jarak dari titik TS ke SC


(jarak lurus lengkung peralihan).

Ys = ordinat titik SC pada garis tegak lurus garis tangen, jarak tegak
lurus ke titik SC pada lengkung.

Ls = panjang lengkung peralihan (panjang dari titik TS ke SC atau


CS ke ST).

Lc = panjang busur lingkaran (panjang dari titik SC ke CS).

Ts = panjang tangen dari titik P1 ke titik TS atau ke titik ST.

TS = titik dari tangen ke spiral.

SC = titik dari spiral ke lingkaran.

Es = jarak dari P1 ke busur lingkaran.

θs = sudut lengkung spiral.

Rc = jari-jari lingkaran.

P = pergeseran tangen terhadap spiral.


K = absis dari p pada garis tangen

spiral. Rumus yang digunakan :

Jika diperoleh Lc < 20 m, maka sebaiknya tidak digunakan lengkung SCS


tetapi digunakan lengkung SS, yaitu lengkung yang terdiri dari dua
lengkung spiral.
c) Spiral-Spiral (SS)

Gambar 1.4. Spiral - Spiral (SS)


Sumber : Shirley L. Hendarsin, Penuntun Praktis Perencanaan Teknik Jalan Raya

Rumus yang digunakan:


Lc =0
Θs = 1/2 ∆
Ltot = 2Ls

p, k, Ts, dan Es dapat menggunakan rumus sebelumnya.


Sketsa Pemilihan Jenis Tikungan
1.2.4. Alinyemen Vertikal

Alinyemen vertikal terdiri atas bagian lurus dan bagian lengkung.Ditinjau dari
titik awal perencanaan, bagian lurus dapat berupa landai positif (tanjakan), atau
landai negatif (turunan), atau landai nol (datar).Bagian lengkung vertikal dapat
berupa lengkung cekung atau lengkung cembung.Kemungkinan pelaksanaan
pembangunan secara bertahap harus dipertimbangkan, misalnya peningkatan
perkerasan, penambahan lajur, dan dapat dilaksanakan dengan biaya yang
efisien. Sekalipun demikian, perubahan alinyemen vertikal dimasa yang akan
datang sebaiknya dihindarkan.

a) Jenis Lengkung Vertikal

Gambar 1.5. Lengkung Vettikal Cembung


Sumber : Silvia Sukirman, Dasar–Dasar Perencanaan Geometrik Jalan

Gambar 1.6. Lengkung Vertikal Cekung


Sumber : Silvia Sukirman, Dasar–Dasar Perencanaan Geometrik Jalan
b) Persamaan Lengkung Vertikal

Gambar 1.7. Alinyemen Vertikal Cembung


Sumber : Silvia Sukirman “Dasar–Dasar Perencanaan Geometrik Jalan”

Titik A, titik peralihan dari bagian tangent ke bagian lengkung vertical.


Biasa diberi symbol PLV (Peralihan lengkung vertical)l Titik B, titik
peralihan dari bagian lengkung vertikal ke bagian tangen (peralihan
tangent vertical = PTV). Titik perpotongan kedua bagian tangent diberi
nama titik PPV (pusat perpotongan vertical). Letak titik pada lengkung
vertical dinyatakan dengan ordinat Y dan X terhadap sumbu koordinat
yang melalui titik A. Pada penurunan rumus lengkung vertical terdapat
beberapa asumsi yang dilakukan, yaitu:

1) Panjang lengkung vertical sama dengan panjang proyeksi lengkung


pada bidang horizontal = L
2) Perubahan garis singgung tetap (d2Y/dx2 = r)
3) Besarnya kelandaian bagian tangent dinyatakan dengan g1% dan
g2%. Kelandaian diberi tanda positif jika pendakian, dan diberi
tanda negatif jika penurunan, yang ditinjau dari kiri.
A = g1 – g2
Ev = Pergeseran vertical dari titik PPV ke bagian lengkung Rumus
umum parabola dy2/dx2 = r (konstanta). dy/dx = rx +C X

X=0 >> dY/dx=g1 >> C=g1


X=L >> dY/dx=g2 >> C=g2
r = (g2-g1)/L

Y= dY/dx=
X= 0 kalau Y=0, sehingga C=0

Dari sifat segitiga sebangun diperoleh:

Jika A dinyatakan dalam persen untuk:


X=1/2 L dan Y=Ev, diperoleh:

Persamaan diatas berlaku untuk lengkung vertical cekung maupun


cembung. Hanya berbeda, jika Ev yang diperoleh positif, berarti
lengkung vertical cembung, jika negative berarti lengkung vertical
cekung.
BAB II
DATA PERENCANAAN

Akan direncanakan suatu jalan baru dengan Panjang 350 m dan mempunyai 2
tikungan. Trase sudah ditentukan oleh dosen.

Untuk spesifikasi jalan diberikan data seperti berikut:


1. Kelas jalan menurut fungsi: Arteri
2. Kelas medan: Datar
3. Kelas jalan: IIIA
4. Status jalan: Antar kota
5. Diagram Superelevasi: Bina Marga
6. Lebar jalan: 3,5 meter
Dalam perencanaan jalan yang direncanakan harus memenuhi persyaratan
berikut:
1. Menentukan koordinat titik awal dan titik akhir
2. Menetukan sudut azimut
3. Menghitung alinyemen horizontal dan alinyemen vertical
4. Menggambar diagram superelevasi
5. Menggambar penampang melintang
6. Menghitung galian dan timbunan
7. Menyusun laporan tugas
Berikan penomoran patok pada rencana trase jalan sesuai dengan standard dan
spesifikasi yang berlaku. Jalan haruslah aman, nyaman dan ekonomis untuk
jalan anatar kota.
BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Dari perhitungan dan data yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan antara
lain sebagai berikut:
1. Jalan yang digunakan adalah jalan jenis antar kota.
2. Pada perencanaan geometri jalan ini terdapat dua tikungan atau lengkung
alinyemen horizontal. Tipe tikungan yang digunakan yaitu tikungan
Spiral-Circle-Spiral (SCS) pada tikungan pertama dan tikungan Spiral-
Spiral pada tikungan kedua.
3. Jalan ini memiliki volume lalu lintas yang rendah.
4. Untuk mengetahui apakah suatu perencanaan tikungan dapat
direlesasikan, perlu dilakukan pengecekan overlapping antara
perencanaan tikungan pertama dan perencanaan tikungan kedua.
5. Pada perencanaan geometri jalan yang telah dilakukan, setelah melakukan
finishing ground level dapat diketahui bahwa pada perencanaan tersebut
terdapat timbunan dan galian.
4.1. Saran
Dari pembuatan tugas besar Perancangan Geometrik Jalan mengalami kendala
baik dalam penyusunan maupun perhitungan, oleh sebab itu sebaiknya
dilakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Adanya pembekalan dan bimbingan dari asisten mata kuliah.
2. Peta kontur yang diapatkan memiliki detail dan gambar yang jelas.
3. Fotocopi peta kontur sebaiknya memiliki warna tajam dan jelas.
4. Adanya penjelasan mengenai tugas besar dalam waktu yang lama.
DAFTAR PUSTAKA

Hendarsin, Shirley L.2000. Perencanaan Teknik Jalan Raya. Politeknik Negeri


Bandung Jurusan Teknik Sipil. Bandung.
Sukirman, Silvia. 1999. Dasar-Dasar Perencanaan Geometrik Jalan. Penerbit Nova.
Bandung
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karuna Nya lah
Tugas Besar Perencanaan Geometrik Jalan ini dapat terselesaikan dengan cukup baik.
Tugas ini disusun berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan oleh penulis.

Tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada dosen penanggungjawab Tugas


Besar Perancangan Geometrik Jalan Bapak Muhammad Abi Berkah Nadi, S.T.,M.T
dan Ibu Ir. Titi Liliani Soedirjo, M.Sc. yang telah memberi bimbingan pada penulis
sehingga tugas ini dapat diselesaikan.

Penulis menyadari bahwa tugas ini masih banyak kekurangan. Maka dari itu, penulis
berharap adanya masukan demi kesempurnaan dimasa yang akan dating.

Demikian tugas ini disusun, semoga dapat bermanfaat.

Bandar Lampung, Desember 2018

Penulis

Anda mungkin juga menyukai