BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kostruksi jalan raya sebagai sarana transportasi adalah merupakan unsur yang
sangat penting dalam usaha meningkatkan kehidupan manusia untuk mencapai
kesejahteraannya. Dalam kehidupan kita sehari-hari sebagai mahluk sosial manusia tidak
dapat hidup tanpa bantuan orang lain, maka dengan adanya prasarana jalan ini, maka
hubungan antara suatu daerah dengan daerah lain dalam suatu negara akan terjalin
dengan baik. Sarana yang dimaksud disini adalah sarana penghubung yang melalui
darat, laut dan udara. Dari ketiga sarana tersebut, akan ditinjau prasarana yang melalui
darat.
Dalam perencanaan geometrik termasuk juga perencanaan tebal perkerasan
jalan, karena dimensi dari perkerasan merupakan bagian dari perencanaan geometrik
sebagai suatu perencanaan jalan seutuhnya. Bertambahnya jumlah dan kualitas
kendaraan dan berkembangnya pengetahuan tentang kelakukan pengendara serta
meningkatnya jumlah kecelakaan, menuntut perencanaan geometrik supaya memberikan
pelayanan maksimum dengan keadaan bahaya minimum dan biaya yang wajar.
Perancangan geometrik jalan tentunya akan berdampak terhadap lingkungan
sekitar. Dampak yang ditimbulkan tentunya ada yang baik tapi juga ada yang buruk. Yang
akan dibahas dalam tulisan ini ialah rencana drainase jalan, dampak pemotongan bukit
terhadap lingkungan, dampak pengurugan lembah terhadap lingkungan, pembangunan
jalan yang melalui jalan terhadap lingkungan, dan rancangan jalan yang akrab
lingkungan dan berkelanjutan.
1.3. Tujuan
Tujuan dari makalah ini agar dapat memberikan gambaran mengenai dampak
perancangan geometrik jalan terhadap lingkungan.
1.4. Manfaat
Manfaat yang diperoleh dari makalah ini ialah:
1.4.1. Dapat mengetahui tentang drainase jalan dan perancangan
drainase jalan
1.4.2. Dapat mengetahui tentang dampak pemotongan bukit terhadap
lingkungan
1.4.3. Dapat mengetahui tentang dampak pengurugan lembah
terhadap lingkungan
1.4.4. Dapat mengetahui tentang dampak pembangunan jalan yang
melalui hutan terhadap lingkungan
1.4.5. Dapat mengetahui tentang perancangan jalan yang akrab
lingkungan dan berkelanjutan
BAB II
PEMBAHASAN
Sumber :
Berikut ini adalah gambar untuk kemiringan melintang normal pada
daerah yang datar dan lurus :
Gambar 2.2 Kemiringan Melintang Normal pada Daerah yang Datar dan Lurus.
2. Selokan samping
Selokan samping adalah selokan yang dibuat disisi kiri dan kanan badan
jalan.
a. Fungsi Selokan Samping
Menampung dan membuang air yang berasal dari permukaan jalan
Menampung dan membuang air yang berasal dari daerah
pengaliran sekitar jalan
Dalam hal pengaliran luas sekali atau terdapat air limbah , maka
untuk itu harus dibuat sistem drainase terpisah/tersendiri
b. Bahan Bangunan Selokan Samping
Pemilihan jenis material untuk selokan samping umumnya ditentukan oleh
besarnya kecepatan rencana aliran air yang akan melewati selokan samping
sedemikian sehingga material dapat dilihat pada Tabel 2.2
Tabel 2.2
Kecepatan aliran air yang diizinkan berdasarkan jenis material
Sumber :
Kecepatan aliran air ditentukan oleh sifat penampang hidrolis sifat penampang
saluran, salah satunya adalah kemiringan saluran. Pada Tabel 3 dapat dilihat
hubungan antara kemiringan selokan samping dan tipe material yang digunakan.
Tabel 2.3
Hubungan kemiringan selokan samping (i) dan jenis material
Tabel 2.4
Hubungan kemiringan saluran memanjang (is) berdasarkan jenis material
dimana:
Q = Debit (m3/det)
C = Koefisien pengaliran, seperti pada tabel 4 di bawah ini
I = Intensitas hujan (mm/jam) dihitung selama waktu konsentrasi
(Tc) untuk periode banjir rencana A =
Luas daerah pengaliran (km2)
Koefisien Pengaliran (C) :
Koefisien pengaliran adalah koefisien yang besarnya tergantung
pada kondisi permukaan tanah, kemiringan medan, jenis tanah,
lamanya hujan di daerah pengaliran.
Tabel 2.5
Koefisien Pengaliran (C)
dimana:
F = Luas penampang basah (m2)
Q = Debit (m3/det)
V = Kecepatan aliran (m/det)
Kecepatan aliran (V) dapat dihitung dengan menggunakan Rumus
Manning:
dimana:
V = kecepatan aliran
n = koefisien kekasaran dinding menurut Manning
R = F/p = jari-jari hidrolis (m)
F = luas penampang basah (m2)
p = keliling penampang basah (m)
i = kemiringan selokan samping
Harga koefisien kekasaran dinding menurut Manning bisa dilihat pada
tabel 6, 7, dan tabel 8
Tabel 2.6
Harga n untuk Rumus Manning
Tabel 2.7
Harga R untuk Rumus Manning
Tabel 2.8
Harga-harga I1/2 dari Rumus Manning
3. Gorong-gorong
a. Fungsi
Fungsi gorong-gorong adalah mengalirkan air dari sisi jalan ke sisi lainnya.
Untuk itu desainnya harus juga mempertimbangkan faktor hidrolis dan
struktur supaya gorong-gorong dapat berfungsi mengalirkan air dan
mempunyai daya dukung terhadap beban lalu lintas dan timbunan tanah.
b. Tipe/Jenis Kontruksi
Mengingat fungsinya maka gorong-gorong disarankan dibuat dengan tipe
konstruksi yang permanen (pipa/kotak beton, pasangan batu, armco) dan
umur rencana 10 tahun.
c. Komposisi Gorong-gorong
Bagian utama gorong-gorong terdiri atas:
1. Pipa : kanal air utama
2. Tembok kepala : Tembok yang menopang ujung dan lereng
jalan.
d. Penempatan Gorong-gorong
Dalam perencanaan jalan, penempatan dan penentuan jumlah gorong- gorong
harus diperhatikan terhadap fungsi dan medan setempat/ Agar dapat berfungsi
dengan baik, maka gorong-gorong ditempatkan pada :
1) Lokasi jalan yang memotong aliran air
2) Daerah cekung, tempat air menggenang
3) Tempat kemiringan jalan yang tajam tempat air dapat merusak lereng
dan badan jalan
4) Kedalaman gorong-gorong yang aman terhadap permukaan jalan
minimum 60 cm
dimana:
a = Luas penampang (m2)
Q = Debit (m3/dt)
V = Kecepatan aliran (m/dt)
Tabel 2. 9
Tinggi Saluran Samping tanpa pasangan (T)
(Dengan lebar dasar saluran (D) 50 cm)
(D) dan kemiringan saluran yang berbeda, tabel 10 data digunakan dengan
catatan, luas penampang yang didapat dari tabel 9 dan ketentuan-ketentuan
umum untuk mendapatkan dimensi saluran samping tetap terpenuhi.
Tabel 2.10
Tinggi saluran samping jalan dengan pasangan tegak (T)
(Dengan lebar saluran dasar (D) 70 cm)
c. Penentuan Gorong-gorong
Pendekatan lain untuk menentukan ukuran gorong-gorong dan saluran kecil atau
ukuran jembatan yang mempunyai bentang < 12 m (bukaan saluran tidak melebihi 30
m2), dapat menggunakan Rumus Talbot:
dimana:
a = luas saluran gorong-gorong (m2)
r = koefisien pengaliran
= 1 untuk daerah pegunungan
= 0,75 untuk daerah perbukitan
= 0,50 untuk daerah gelombang
= 0,25 untuk daerah datar
A = luas daerah pengaliran (Ha)
Dimensi minimum untuk luas saluran/gorong-gorong adalah 1,13 m2 atau 0,60 cm.
Tabel 10 berikut ini akan memberikan luas saluran secara mudah untuk bermacam-
macam keadaan medan dan luas daerah pengaliran yang didasarkan pada Rumus
Talbot.
Tabel 2.11
Luas Saluran untuk Gorong-gorong (m2)
t1 =
t2 =
Ket :
Lo : jarak titik terjauh ke fasilitas drainase (m)
nd : Koefisien hambatan
is : Kemiringan daerah pengairan
V : Kecepatan air rata-rata pada saluran (m/dtk)
Tc : Waktu konsentrasi
L : Panjang saluran (m)
9. Tentukan kecepatan saluran (V) < kecepatan ijin dan kemiringan saluran
V = 1,3 m/detik ( < V ijin = 1,50 m/detik )
iS= 3% (disesuaikan dengan kemiringan memanjang jalan)
Keterangan :
V = Kecepatan rata-rata dalam saluran (m/detik) Q = Debit banjir rencana
(m3/dtk)
n = Koefisien kekasaran
R = Radius hidrolik
S = Kemiringan saluran
A = Luas saluran (m2)
P = Keliling basah saluran (m)
Dengan dimensi : h =0,5m
maka R = A/P = (hxb)/(2h+b) = 0,5b/(1+b) Dari persamaan rumus didapat :
Gambar 2.14 Jalan yang menikung dan dibangun dengan memotong Bukit / Tebing.
Oleh karena itu, jika ada pembangunan jalan yang melalui hutan tentu akan
berdampak terhadap lingkungan sekitar. Dampak yang akan terjadi yakni pada perubahan
atau terganggunya bentang alam pada jalur yang akan dibuka. Diikuti dengan perubahan
vegetasi penutupan lahan dan musnahnya tumbuhan ataupun berbagai aneka ragam hayati
yang terdapat dilahan tersebut. Semakin lebar atau luas lahan tergsur semakin besar
kemungkinan kerusakan yang terjadi. Jika yang digusur merupakan hutan primer maka
resiko lingkungan akan semakin besar. Sedangkan, apabila yang digusur merupakan hutan
sekunder dan bekas kebakaran, maka jelas resiko lingkungan dan kerugian hayati tidak
sebesar hutan primer.
Dari segi kontruksi akan berdampak pada biotik yaitu tanaman akan mati dan
berdampak pada tanah yaitu cut (pemotongan tanah) and fill (timbunan tanah), sedangkan
dari segi operasional akan mengakibatkan polusi udara (emisi gas buang) dan polusi suara
(kebisingan).
harus menyediakan 30 persen sebagai ruang terbuka hijau yang ditempatkan disisi kanan
dan disisi kiri jalan.
Konsep strategi desain berkelanjutan menurut UIA (Union International des
Architect) dijabarkan dalam 9 point:
1) Dimulai dengan tahap awal pekerjaan proyek yang melibatkan seluruh pihak: klien,
desainer, insinyur, pemerintah, kontraktor, pemilik, pengguna, dan komunitas.
2) Analisa dan Manajemen seluruhnya dari Daur Hidup Bangunan, yaitu
mengintegrasikan semua aspek dalam konstruksi dan penggunaan di masa depan.
3) Optimalisasi desain yang efisien, energi terbarukan, teknologi modern dan ramah
lingkungan harus menjadi satu kesatuan.
4) Kesadaran bahwa proyek arsitektur dan konstruksi tersebut merupakan sistem
interaktif yang kompleks dan terkait pada lingkungan sekitar yang lebih luas yang bisa
mencakup warisan sejarah, kebudayaan, dan sosial masyarakat.
5) Penerapan material bangunan yang sehat, yaitu untuk menciptakan bangunan
yang sehat, tata guna lahan yang seimbang, kesan estetik dan inspiratif, serta
memberikan keyakinan ke masyarakat.
6) Upaya untuk mengurangi carbon imprint , mengurangi material yang berbahaya
yang berdampak terhadap aktivitas pengguna.
7) Upaya untuk meningkatkan kualitas hidup, kesetaraan baik lokal maupun global,
memajukan kesejahteraan ekonomi, serta menyediakan kesempatan-kesempatan untuk
kegiatan bersama masyarakat.
8) Populasi urban tergantung pada sistem desa-kota yang terintegrasi, saling terkait
untuk keberlangsungan hidup seperti fasilitas publik (air, udara, rumah, pendidikan,
kesehatan, kebudayaan, dll).
9) Mendukung pernyataan UNESCO mengenai keberagaman budaya umat manusia
sebagai sumber pertukaran, penemuan, kreativitas yang sangat diperlukan oleh
manusia.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
3.2. Saran
Semoga dengan adanya makalah kami ini khalayak umum dapat mengetahui rencana
drainase jalan dan dampak-dampak geometrik jalan terhadap lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jenderal Bina Marga, " Petunjuk Desain Drainase Permukaan Jalan ", No.
008/T/BNKT/1990.
Direktorat Jenderal Bina Marga, " Perencanaan Sistem Drainase Jalan ".
Direktorat Jenderal Bina Marga, " Pedoman Umum Pengelolaan Lingkungan Hidup
Bidang Jalan ", No.08/BM/2005.
Departemen Pekerjaan Umum, " Perencanaan Sistem Drainase Jalan ", No. 02/B/2006.
KATA KUNCI
Drainase Permukaan: sistem drainase yang berkaitan dengan pengendalian aliran air
permukaan.
Intensitas Hujan (I): besarnya curah hujan maksimum yang akan diperhitungkan dalam
desain drainase.
Waktu Konsentrasei (TO): waktu yang diperlukan oleh butiran air untuk bergerak dari titik
terjauh pada daerah pengaliran sampai ke titik pembuangan. Dalam perencanaan, waktu
konsentrasi minimum biasanya diambil 5 menit.
Debit (Q): volume air yang mengalir melewati suatu penampang melintang saluran
atau jalur air per satuan waktu.
Koefisien Pengaliran (C): suatu koefisien yang menunjukkan perbandingan antara besarnya
jumlah air yang mungkin dialirkan oleh suatu jenis permukaan terhadap jumlah air yang
ada.