Disusun Oleh:
POSO NASUTION
21080110110031
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2013
i
LEMBAR PENGESAHAN
Telah disetujui oleh asisten tugas mata kuliah Drainase Perkotaan (TKL
129-P), dan diterima sebagai syarat ujian mata kuliah ini, pada Program Studi
Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Diponegoro
NIM : 21080110110031
Dengan Judul :
Asisten
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-Nya, Penulis
dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik. Tugas ini disusun dan diajukan untuk
memenuhi tugas mata kuliah Drainase Perkotaan, pada Program Studi Teknik
Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Diponegoro.
1. Bapak Ir. Syafrudin, CES, MT, selaku Ketua Program Studi Teknik
Lingkungan Universitas Diponegoro
2. Bapak Dr. Ing. Sudarno, MSc selaku Dosen pengampu mata kuliah
Drainase Perkotaan yang telah memberikan banyak masukan
Penulis menyadari bahwa tugas ini tidak lepas dari berbagai kekurangan, oleh
karena itu, kritik dan saran akan diterima dengan senang hati. Akhir kata, semoga
tugas ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.
Penulis
3
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................... iv
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR GAMBAR
Tabel 2.1 K
Tabel 2.2 R
Tabel 2.3 K
Tabel 2.4 K
Tabel 2.5 H
Tabel 2.6 P
Tabel 2.7 K
Tabel 2.8 K
Tabel 2.9 J
Tabel 4.1 J
Tabel 4.2 F
Tabel 4.3 F
Tabel 4.4 F
Tabel 4.5 F
Tabel 5.1 D
Tabel 5.2 D
Tabel 5.3 P
Tabel 5.4 P
Tabel 5.5 A
Tabel 5.6 P
Tabel 5.9 U
vii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
TUGAS BESAR DRAINASE
KELURAHAN TUGUREJO, KECAMATAN TUGU, KOTA SEMARANG
BAB I
PENDAHULUAN
Limpasan air hujan yang jatuh dan tidak dimanfaatkan lagi , jika tidak
ditangani dengan sistem jaringan air buangan ( dalam hal ini air hujan ) akan
menimbulkan masalah , diantaranya :
POSO NASUTION
21080110110031 I-1
3. Limpasan air hujan yang tidak terkendali menjadi media penyebaran
bibit penyakit
4. Pencemaran terhadap air minum
Pada dasarnya ada beberapa macam sistem darainase salah satunya adalah
drainase daerah pemukiman. Pada tugas perencanaan ini adalah mengenai
evaluasi sistem drainase wilayah Kelurahan Tugurejo, Kecamatan Tugu, Kota
Semarang.
Berdasarkan data curah hujan yang berasal dari stasiun, harus dibuat
perhitungan mengenai analisa hidrologi serta intensitas hujan dengan PUH
(Periode Ulang Hujan) yang telah ditetapkan. Dengan diketahui intensitas hujan
pada masing-masing PUH, dimensi saluran drainase yang direncanakan dapat
dihitung.
Bab I Pendahuluan
Meliputi latar belakang, tujuan, manfaat , dan ruang lingkup tugas serta
sistematika penulisan laporan.
Bab VI Penutup
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 UMUM
POSO NASUTION
21080110110031 II-1
Jaringan drainase perkotaan meliputi seluruh alur, baik alur alam maupun
alur buatan yang hulunya terletak di kota dan bermuara di sungai yang melewati
kota tersebut atau ke laut di tepi kota tersebut.
3. Menurut Fungsi
a. Single Purpose, yaitu saluran yang berfungsi mengalirkan satu jenis air
buangan, misalnya air hujan saja atau jenis air buangan yang lain
seperti limbah domestik, industri, dan lain-lain.
4. Menurut Kontruksi
a. Saluran terbuka, yaitu saluran yang lebih cocok drainase air hujan
yang terletak di daerah yang mempunyai luasan yang cukup, ataupun
untuk drainase air non hujan yang tidak mengganggu kesehatan atau
lingkungan.
1. Rumah tangga
2. Perdagangan
3. Industri
4. Pendidikan
5. Tempat peribadatan
6. Sarana rekreasi
1. Air buangan domestik, yaitu maksimum aliran air buangan domestik untuk
daerah yang dilayani pada periode waktu tertentu.
2. Infiltrasi air permukaan (hujan) dan air tanah (pada daerah pelayanan dan
sepanjang pipa).
3. Air buangan industri dan komersial, yaitu tambahan aliran maksimum dari
daerah-daerah industri dan komersial.
2.2.2 Fungsi Jaringan
Air kotor dan air hujan dilayani oleh sistem saluran masimg-masing secara
terpisah. Pemilihan sistem ini berdasarkan atas beberapa pertimbangan
antara lain:
a) Keuntungan
b) Kerugian
Air kotor dan air hujan disalurkan melalui satu saluran yang sama. Saluran
ini harus tertutup. Pemilihan sistem ini didasarkan atas beberapa
pertimbangan antara lain:
a) Keuntungan:
b) Kerugian
3. Sistem Kombinasi
Sistem kombinasi merupakan perpaduan antara saluran air buangan dan air
hujan tercampur dalam satu air buangan, sedangkan air hujan berfungsi
sebagai pengencer dan penggelontor. Kedua saluran ini tidak bersatu tetapi
dihubungkan dengan sistem perpipaan interceptor.
3. Periode musim kemarau dan musim hujan yang lama dan fluktuasi
air hujan yang tidak tetap.
1. Saluran Tertier, yaitu saluran yang terdapat pada jalan-jalan kecil, untuk
kemudian menyalurkan air hujan menuju ke saluran yang lebih besar.
3. Saluran Primer, yaitu saluran yang menampung air hujan dari beberapa
daerah pengaliran lewat saluran sekunder.
Untuk saluran air hujan yang melewati daerah ramai dan sibuk seperti daerah
pertokoan, pasar, industri, perkantoran, dan rumah sakit umumnya menggunakan
saluran tertutup. Hal ini untuk menghindari agar orang tidak terperosok dan pada
daerah ramai umumnya lahan sangat diperlukan, sehingga dengan saluran tertutup
bagian atas saluran dapat digunakan untuk kepentingan lain, misalkan untuk
tempat parkir, trotoir, dan sebagainya (Tim Penulis Perguran Tinggi
Swasta,1997).
2.3 TATA LETAK SALURAN DRAINASE
Beberapa contoh model tata letak saluran yang dapat diterapkan dalam
perencanaan sistem saluran drainase adalah :
1. Pola Alamiah
Letak drain (b) ada di bagian terendah (lembah) dari suatu daerah yang
secara efektif berfungsi sebagai pengumpul dari anak cabang
saluran/collector drain (a), dengan collector dan conveyor drain
merupakan saluran alamiah.
a b
Gambar 2.1
Sumber : Drainase Perkotaan,1997
2. Pola Siku
Gambar 2.2
a
b
Gambar 2.3
Sumber : Drainase Perkotaan,1997
Beberapa interceptor drain (a) dibuat satu sama lain sejajar, kemudian
ditampung di collector drain (b) untuk selanjutnya masuk ke dalam
conveyor drain (c) a
b c
Gambar 2.4
Sumber : Drainase Perkotaan,1997
5. Pola Radial.
Gambar 2.5
Sumber : Drainase Perkotaan,1997
6. Pola Jaring-jaring
a
a
a
b b b
Gambar 2.6
Sumber : Drainase Perkotaan,1997
Dalam pengertian jaringan drainase, maka sesuai dengan fungsi dan sistem
kerjanya, jenis saluran dapat dibedakan menjadi :
Semua banguan tersebut di atas tidak selalu harus ada pada setiap jaringan
drainase. Keanekaragamannya tergantung pada kebutuhan setempat yang biasanya
dipengaruhi oleh fungsi saluran, kondisi lingkungan, dan tuntutan akan
kesempurnaan jaringannya.
2.5 ANALISA HIDROLOGI
Untuk pembangunan sebuah sistem drainase air hujan dalam suatu wilayah
diperlukan beberapa macam analisa terhadap berbagai bidang yang terkait dan
berpengaruh terhadap sistem perencanaan. Salah satu yang paling penting adalah
menganalisa sumber air yang ada terutama air hujan sehingga diketahui distribusi
curah hujan. Distribusi curah hujan berbeda-beda sesuai dengan jangka waktu
yang kita tinjau, misalnya curah hujan tahunan, harian, dan perjam.
Air hujan yang dapat mencapai permukaan tanah, sebagian akan turun dan
meresap ke dalam tana (infiltration). Sedangkan air hujan yang tidak masuk ke
dalam tanah akan tertampung sementara di dalam cekungan-cekungan permukaan
tanah (surface detention) untuk kemudian mengalir ke tempat yang lebih rendah
(run off) dan selanjutnya mengalir ke sungai (Asdak, 1995)
TUGAS BESAR DRAINASE
KELURAHAN TUGUREJO, KECAMATAN TUGU, KOTA SEMARANG
2. Intensitas hujan, adalah jumlah hujan yang dinyatakan dalam tinggi hujan
atau volume hujan tiap satuan waktu. Nilai ini tergantung dari lamanya
curah hujan dan frekuensi kejadiannya serta diperoleh dengan cara analisis
data hujan baik secara statistik maupun empiris.
tc = to + td.... (2.1)
(Suripin, 2003)
a. Inlet time (to), yaitu waktu yang diperlukan air untuk mengalir di
atas permukaan tanah menuju saluran drainase. Untuk menghitung
to pada daerah pengaliran yang kecil dengan panjang limpasan
sampai dengan 300 meter, menggunakan rumus :
3,26(1,10.5
C)xL
to o
..... (2.2)
So1/ 3
Keterangan:
C = koefisien pengaliran
So = kemiringan (%)
2 n
to 3,28 L ..............................................................(2.3)
3 S
Keterangan:
S = kemiringan lahan
(Suripin, 2003)
b. Conduit time (td), yaitu waktu yang diperlukan oleh air untuk
mengalir di sepanjang saluran sampai ke titik kontrol yang
ditentukan di bagian hilir.
Ls .(2.4)
td =
60V
Keterangan:
(Suripin, 2003)
Tabel 2.1
<1
12
24
46
6 10
10 15
Data curah hujan yang akan dianalisa berupa array data tinggi hujan
harian maksimum dalam setahun, selama paling sedikit 10 tahun pengamatan
berturut-turut. Data hujan yang umum menjadi bahan kajian adalah (Asdak,
2003):
3. Prakiraan besarnya curah hujan rata-rata untuk luas wilayah tertentu atau
penentuan pola spasial dan perubahan kejadian hujan tunggal.
Untuk menganalisa data curah hujan harian ini, dapat digunakan beberapa
metoda analisa distribusi probabilitas yang dipandang sangat berguna bagi
perencanaan teknis secara teoritis. Beberapa tahapan dalam menentukan curah
hujan maksimum adalah seperti dijelaskan dibawah ini :
Jika selisih antara hujan tahunan normal dari stasiun yang datanya tdak
lengkap dengan hujan tahunan normal semua stasiun kurang dari 10
%, maka perkiraan data yang hilang bisa mengambil harga rata-rata
hitung dari stasiunstasiun yang mengelilinginya atau metode
aritmatik .
Keterangan :
Rx : Rata-rata curah hujan pada stasiun pengamat yang salah satu tinggi
curah hujannya sedang dilengkapi
a) Absis, yaitu oleh harga rata-rata curah hujan dari paling sedikit 5 (lima)
stasiun hujan yang datanya dipakai dalam perhitungan perencanaan sistem
drainase .
b) Ordinat, yaitu oleh curah hujan dari stasiun yang diuji konsistensiannya.
Keduanya harus dalam tahun yang bersamaan dan diplot dalam koordinat
cartesius, yang dimulai dari data pada tahun yang terbaru. Harga rata-rata yang
diplot merupakan harga kumulatif .
Konsistensi data hujan kemudian diuji dengan garis massa ganda (double
mass curves technique). Dengan metoda ini dapat juga dilakukan koreksi datanya.
Dasar metoda ini adalah membandingkan curah hujan tahunan akumulatif dari
jaringan stasiun dasar. Curah hujan yang konsisten seharusnya membentuk garis
lurus, namun apabila tidak membentuk garis lurus, maka diadakan koreksi
sebagai berikut :
tg TB
Fk = .....(2.6)
tg TL
Rk = Fk. R.....(2.7)
Keterangan:
Fk : faktor koreksi
(Suripin, 2003)
c. Menghitung Hujan Wilayah Rata-rata Daerah Aliran
1 + R2 + R3 + +Rn).(2.8)
R= (R 1
n
Keterangan:
Jika titik-titik pengamatan di dalam daerah itu tidak tersebar merata dan
masing-masing ketinggian terwakili, maka cara perhitungan curah hujan
rata-rata dilakukan dengan memperhitungkan daerah pengaruh tiap titik
pengamatan (Varsheney, 1979). Curah hujan daerah itu dapat dihitung
dengan persamaan sebagai berikut :
A1 R1 A2 R2 A3 R3 . . . . .An Rn
R
A1 A2 A3 ..... An
A1 R1 A2 R2 A3 R3 . . . . .An ..............(2.9)
R
Rn
A
R W1 R1 W2 R2 W3 R3 ......
Wn Rn
Keterangan:
R1, R2, R3,Rn : Curah hujan di tiap titik pengamatan dan n adalah
jumlah titik-titik pengamatan
A1, A2, A3,An : Luas daerah yang mewakili tiap titik pengamatan
A2
M
L
O
A3
A1
Keterangan:
(Varsheney, 1979)
Metode Isohyet
Metode ini digunakan untuk daerah dengan topografi yang tidak rata dan
dihitung sesuai ketinggian kontur, tetapi tidak berlaku untuk masing-
1 2 2 3 n1 Pn
P P P P P
A1 A2 ...... .A n 1
2 2 2
P (2.10)
A1 A2 .......
An1
Keterangan:
(Suripin, 2003)
Metode Gumbel
RT = R + c (Yt /Yn)....(2.11)
Keterangan:
R : Standard Deviasi
(Loebis, 1992)
Tabel 2.2
PUH = t TAHUN
PUH = t TAHUN
Rk = t(a). Se...(2.12)
Keterangan:
T(a) : fungsi a
R
Se = b .............(2.13)
N
2
b = 1 1,3k 1,1K ............(2.14)
Yt Yn
k = ................(2.15)
N
(Loebis, 1992)
T
RT R (0.78 ln(ln( 0.45) SD) .......(2.16)
T 1
Keterangan:
SD = Simpangan deviasi
( R R) 2
SD i ........( 2.17)
N 1
Keterangan:
Curah hujan jangka pendek dinyatakan dalam intensitas per jam yang
disebut intensitas curah hujan (mm/jam). Besarnya intensitas curah hujan berbeda-
beda yang disebabkan oleh lamanya curah hujan atau frekuensi kejadiannya.
Beberapa rumus intensitas curah hujan yang dihubungkan dengan hal-hal ini,
telah disusun sebagai rumus-rumus eksperimental. Yang biasanya digunakan
antara lain :
Metode Thalbott
Rumus ini dikemukakan oleh Prof. Talbott dalam tahun 1881 dan disebut
jenis Talbott. Rumus ini banyak digunakan karena mudah diterapkan
dimana tetapan-tetapan a dan b ditentukan dengan harga-harga yang
diukur.
a
I .......(2.40)
tb
Keterangan:
It I 2 I 2 t )
(I
a 2 2
( N I ) ( I )
2
( I )( It) N ( I
t)
b 2
( N I 2) ( I )
(Suripin, 2003)
Metode Sherman
Rumus ini dikemukakan oleh Prof. Sherman dalam tahun 1905 dan disebut
jenis Sherman. Rumus ini mungkin cocok untuk jangka waktu curah hujan
yang lamanya lebih dari 2 jam
a
I n .......(2.41)
t
Keterangan:
2
log a = ( log I ) . ( log t ) ( log t . log I ) . ( log t)
2 2
N ( log t ) ( log t )
n = ( log I . log t) N( log t.log I)
2 2
N ( log t ) ( log t )
(Suripin, 2003)
Metode Ishiguro
Rumus ini dikemukakan oleh Dr. Ishiguro dalam tahun 1953. Rumus yang
digunakan sebagai berikut :
I= a y ....(2.42)
t + b
Keterangan:
2 2
a = ( It . I ) ( I t ).( I )
2 2
NI (I)
2
b = ( I . It ) N (I t)
2 2
NI (I)
Keterangan:
a, b, n : konstanta
n : banyaknya data
(Suripin, 2003)
Metode Mononobe
Menurut Dr. Mononobe intensitas hujan (I) di dalam rumus rasional dapat
dihitung dengan rumus :
2
R 24 mm / jam .......(2.43)
I
24 t c
Keterangan:
Besarnya debit rencana dapat dihitung dengan metode rasional dan modifikasinya.
Metode rasional
2
Apabila luas daerah pengaliran lebih kecil dari 0,80 km (40-80 Ha),
kapasitas pengaliran dapat dihitung dengan rumus:
Q = a x xI A (2.44)
Keterangan:
3
Q : Kapasitas pengaliran (m /detik)
a : Koefisien pengaliran
Q = f x Cs x C x I x A...(2.45)
Keterangan:
3
Q : Kapasitas pengaliran (m /detik)
C : koefisien pengaliran
2
A : Luas daerah pengaliran (km )
2tc
Cs = ............(2.46)
2tc td
Keterangan:
tc = Waktu konsentrasi
td = Waktu pengaliran
(Nemec, 1972)
2.6 SUMUR RESAPAN
Sumur resapan telah banyak digunakan pada jaman dulu, yaitu dengan
membuat lubang-lubang galian di kebun halaman serta memanfaatkan sumur-
sumur yang tidak dipakai sebagai penampung air hujan.
Konsep sumur resapan adalah member kesempatan dan jalan pada air hujan
yang jatuh di atap atau lahan yang kedap air untuk meresap ke dalam tanah denga
jalan menampung air pada suatu sistem resapan. Sumur resapan ini merupakan
sumur kosong dengan kapasitas tampungan yang cukup besar sebelum air
meresap ke dalam tanah.
Berdasarkan konsep tersebut, maka ukuran atau dimensi sumur yang
diperlukan untuk suatu lahan tergantung dari beberapa faktor, antara lain:
1. Luas permukaan penutupan,
Yaitu lahan yang airnya akan ditampung dalam sumur resapan, meliputi
luas atap, lapangan parker dan perkerasan lain.
2. Karakteristik hujan
Meliputi intensitas hujan, lama hujan, selang waktu hujan. Secara umum
dapat dikatakan bahwa makin tinggi hujan maka makin lama
berlangsungnya hujan sehingga memerlukan volume sumur resapan yang
makin besar. Sementara selang waktu hujan yang sangat besar dapat
mengurangi volume sumur yang diperlukan
3. Koefisien permeabilitas tanah
Yaitu kemampuan tanah dalam melewatkan air per satuan waktu. Tanah
berpasir mempunyai koefisien permeabilitas lebih tinggi dibandingkan
tanah berlempung.
4. Tinggi muka air tanah
Pada kondisi muka air yang dalam, sumur resapan perlu dibuat secara
besar-besaran karena tanah benar-benar memerlukan pengisian air melalui
sumur-sumur resapan.
Secara teoritis, volume dan efisiensi sumur resapan dapat dihitung berdasarkan
keseimbangan air yang masuk ke dalam sumur dan air meresap ke dalam tanah
dan dapat dituliskan sebagai berikut:
( )
Dimana :
H = tinggi muka air dalam sumur (m)
F = faktor geometrik (m)
3
Q = debit air masuk (m /s)
T = waktu pengaliran (sekon)
K = koefisien permeabilitas tanah (m/s)
R = Jari-jari sumur (m)
Manfaat:
1. Mengurangi aliran permukaaan dan mencegah terjadinya genangan air
2. Mempertahankan tinggi muka air tanah dan menambah persediaan air
tanah
3. Mengurangi atau menahan terjadinya intrusi air laut bagi daerah yang
berdekatan dengan wilayah pantai
4. Mencegah penurunan atau amblasan lahan sebagai akibat pengambilan air
tanah yang berlebihan
5. Mengurangi konsentrasi pencemaran air tanah
Gambar 2.10 Skema Sumur Resapan
Tabel 1.
Jarak minimum sumur resapan air hujan terhadap bangunan.
Vrsp = te/24.Atotal.K.
Dimana:
Vrsp = Volume air hujan yang meresap (m2).
te = durasi hujan efektif (jam).= 0,9.R.0,92/60 (jam).
Atotal = Luas dinding sumur+ luas alas sumur(m2).
K = Koefesien permeabilitas tanah (m/hari).
2.7 BIOPORI
2. Membuat perhitungan teknis yang meliputi debit air bersih dan buangan
yang dihasilkan untuk menentuan dimensi saluran.
a. Persiapan
POSO NASUTION
21080110110031 III-1
2. Mengumpulkan data dan laporan yang berkaitan dengan sistem
drainase,antara lain: peta daerah seluas batas administratif kota
termasuk catchment area yang mempengaruhi,peta daerah
pengaliran dari peta topografi,peta tata guna lahan,peta hidrologi
dan hidrogeologi daerah perencanaan studi
b. Data kependudukan
PenentuanDaerah Perencanaan
Data Primer :
Survei Lapangan:
Survei kondisi wilayah
perencanan
(menentukan
Gambaran Umum
Wilayah Perencaan
Pengolahan Data
Analisa Data Curah Hujan
Curah Hujan Wilayah
Uji Konsistensi Hujan
Penulisan Laporan
4.1 UMUM
Gambar
Gambar 4.1 Peta4.Wilayah
1 Daerah Perencanaan
Kelurahan Tugurejo
POSO NASUTION
21080110110031
IV-1
fisik tersebut, faktor-faktor ruang fisik harus diperhitungkan secara
komprehensif.
4.2.1 ADMINISTRASI
4.2.2 KLIMATOLOGI
Tahun
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Sumber : Data BMKG Semarang
4.2.3 GEOLOGI DAN HIDROLOGI
4.3.1. KEPENDUDUKAN
Jumlah penduduk Kelurahan Tugurejo berdasarkan jenis
kelamin yang tercatat sampai dengan tahun 2010 adalah 6290 jiwa.
No Fasilitas Pendidikan
1 Taman Kanak-kanak
2 Sekolah Dasar/Sederajat SMP/
3
4
5.1 Umum
POSO NASUTION
21080110110031
V-1
Pada ketiga stasiun hujan tersebut pencatatan dilakukan dengan
menggunakan durasi waktu bulanan. Oleh karena itu data curah hujan maksimum
tiap tahun diperoleh dengan membandingkan nilai curah hujan bulanan terbesar.
Nilai dianggap sebagai curah hujan maksimum pada tahun tersebut.
Data curah hujan maksimum keempat stasiun pada tahun 1995 - 2011
dapat dilihat pada tabel 5.1. dibawah ini:
= (182.34 + 216,3389) / 2
= 199.339
( ( ) )
( ( ))
Data-data hujan setelah dilengkapi dapat dilihat pada tabel 5.2 berikut
Tabel 5. 2 Data curah hujan Kecamatan Tugu Tahun 1997-2011
Tahun
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Total
RATA2
Hujan
Harian
Tahun Maksimum
Stasiun
Stasiun A B
1997 141.00 102
1998 181.00 120.6
1999 244.90 95.52
2000 156.80 182.3
2001 83.37 145.8
2002 131.40 144.1
2003 177.00 154.9
2004 145.30 145.6
2005 185.70 153.7
2006 215.00 125.2
2007 201.00 123.4
2008 164.00 219.3
2009 193.30 174.2
2010 223.30 282.7
2011 189.20 144.3
POSO NASUTION
21080110110031
V-6
Tabel 5. 4 UJI KONSISTENSI STASIUN A
TAHUN
2011
2010
2009
2008
2007
2006
2005
2004
2003
2002
2001
2000
1999
1998
1997
GRAFIK
A AKUMULASI B,C
POSO NASUTION
21080110110031
V-7
Tabel 5. 5 Uji Konsistensi Stasiun B
TAHUN
2011
2010
2009
2008
2007
2006
2005
2004
2003
2002
2001
2000
1999
1998
1997
GRAFIK
B AKUMULASI A,C
GRAFIK
C AKUMULASI A,B
Melihat homogenitas atau tidaknya sebuah data curah hujan dapat juga
dilihat dari sebaran data curah hujan. Tidak adanya selisih dari setiap curah hujan
disemua stasiun dalam data curah hujan menunjukka data curah hujan tersebut
homogen. Kehomegenitasan data akan mempengaruhi curah hujan dalm setiap
periode ulang hujan. Melihat data yang tersaji pada perencanaan ini curah hujan
telah memiliki sebaran yang homogen.
A (Tugu- A1)
Luas total
Gambar 5. 4 Daerah Cakupan Wilayah Perencanaan
Hujan Hujan
No. Tahun Asli Diurutkan
(mm) (mm)
1 1997 135.49 135.49
2 1998 176.97 145.33
3 1999 192.96 150.64
4 2000 177.98 166.59
5 2001 145.33 176.97
6 2002 150.64 177.98
7 2003 189.19 183.71
8 2004 166.59 184.72
9 2005 184.94 184.94
10 2006 184.72 185.52
11 2007 183.71 189.19
12 2008 198.24 192.96
13 2009 197.19 197.19
14 2010 254.18 198.24
15 2011 185.52 254.18
Jumlah
Data 15
POSO NASUTION
21080110110031
V-13
TUGAS BESAR DRAINASE
KELURAHAN TUGUREJO, KECAMATAN TUGU, KOTA SEMARANG
Rata-2
Standev
Variasi, z
Skew
Kurtosis
Dari data diatas maka jenis distribusi curah hujan yang dipilih
adalah metode normal, karena memiliki penyimpangan yang paling kecil
(minimum). Dapat dilihat bahwa penyimpangan yang terjadi pada distribusi
normal adalah 14.81 paling kecil diatara yang lain. Dengan demikian maka
untuk menentukan curah hujan maksimum dapat diperoleh dari distribusi
normal. Dimana curah maksimum ini akan dijadikan sebagai acuan dasar
dalam penrencanaan drainase perkotaan di daerah tugurejo. Periode ulang
hujan yang diambil adalah 2, 3 dan 5 tahun.
Dari jenis distribusi air hujan yang dipilih, didapatkan nilai curah
hujan maksimum tahunan yang sering disebut sebagai periode ulang hujan
sebgai berikut. Nilai curah hujan ini diambil daridistribusi Normal sebagai
jenis distribusi terpilih.
Dalam perencanaan saluran drainase ini data periode ulang hujan
tahunan (PUH) sangat diperlukan untuk perhitungan debit limpasan dari
daerah rayapan yang menuju ke saluran yang dibangun, baik saluran tersier,
sekunder dan primer. Pada perencanaan ini periode ulang tahuanan
maksimum hujan yang digunakan dalam merencanakan debit saluran
POSO NASUTION
21080110110031
V-14
adalah, periode ulang (PUH) 2 untuk saluran tersier, PUH 5 tahun untuk
saluran sekunder dan PUH 10 untuk saluran primer.
Periode Ulang
Hujan (PUH)
Penyimpangan Maksimum
Probabilitas Normal
200
180
160
Curah Hujan [mm]
140
120
100
80
60
40
20
0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100
Probabilitas >= [ % ]
Empiris Teoritis
POSO NASUTION
21080110110031
V-15
5.7 Dimensi Saluran
Ruas Jenis
Blok
Saluran Saluran
1 2 3
1 1 TERSIER
Lo V
te Ie (m)
( asumsi )
13 14 15 16
(menit) mm/jam p.rayapan
107.80 74.65 113 0.64
POSO NASUTION
21080110110031
V-17
TUGAS BESAR DRAINASE
KELURAHAN TUGUREJO, KECAMATAN TUGU, KOTA SEMARANG
te 0,3R
Ie = ((54*181.6)+(0.07*181.6^2))/((107.8)+(0.3*181.6))
Ie = 74.65 mm/hari
Panjang rayapan
Lo = 113 m
Kecepatan aliran (V) asumsi
V = 0.64 m/detik
Koefisien kekasaran n Manning
n = 0.015
Waktu pengaliran
POSO NASUTION
21080110110031
V-18
6,33(nLo) 0,6
to =
(C.Ie) 0,4 .(So) 0,3
to = ((6.33*(0.015*113)^0.6))/(((0.7*74.65)^0.4)*((0.00093)^0.3))
to = 14.48 menit
td = Ld/60xV
td = 804/60x0.64
td = 20.94 menit
tc = to + td
tc = 14.48 + 20.94
tc = 35.42 menit
Debit limpasan
Q=fxCxAxI
Q = ((0.278*(I*2.777*10^-7)*(C)*(A*10^6)))
Q = ((0.278*(74.65*2.777*10^-7)*(0.7)*(0.0414*10^6)))
3
Q = 0.167 m /detik
Luas saluran
A = Q/V
A = 0.167 m3/dt/ 0.64 m/dt
A = 0.261 m2
Vasumsi V analisa
( 0.64 0.65 ) m/detik
Pada perencanaan kali ini saluran terbuka yang dipilih yaitu, saluran
terbuka segi empat karena saluran drainase yang berbentuk segi empat tidak
banyak membutuhkan ruang dan berfungsi untuk saluran air hujan, air rumah
tangga maupun air irigasi. Sedangkan pada saluran berbentuk tersusun tampang
saluran yang bawah berfungsi mengalirkan air rumah tangga pada kondisi tidak
ada hujan, apabila terjadi hujan maka kelebihan air dapat ditampung pada saluran
bagian atasnya. Tampang saluran ini membutuhkan ruang yang cukup. Bentuk
saluran ini sebenarnya cukup efektif namun karena terlalu banyak memakan lahan
tidak cocok untuk diterapkan lagi pada daerah studi pada perencanaan sistem
drainase kali ini.
Sistem jaringan drainase selain sistem tertutup juga bisa berupa sistem
terbuka dengan pertimbangan bahwa pada saluran tertutup tidak terlalu banyak
memakan lahan karena lahan di atasnya masih dapat digunakan untuk keperluan
yang lain seperti jalan atau trotoar di samping itu dari segi estetika dan kesehatan
lingkungan pada saluran tertutup diharapkan tidak menimbulkan bau dan
meningkatkan populasi nyamuk. Namun pada kenyataannya saluran drainase
perkotaan banyak yang memakai sistem terbuka dengan pertimbangan untuk
memudahkan dalam operasional dan pemeliharaan.
Tujuan pada perencanaan ini adalah untuk mengalirkan genangan air
sesaat yang terjadi pada musim hujan serta untuk mengalirkan air kotor hasil
buangan dari rumah tangga. Kelebihan air atau genangan air sesaat yang terjadi
pada daerah studi karena keseimbangan air pada daerah tersebut terganggu. Yang
disebabkan air yang masuk ke dalam daerah tersebut lebih besar dari yang ke luar.
Pada daerah perkotaan termasuk di dalamnya pada daerah studi ini sendiri
kelebihan air ini terjadi biasanya dikarenakan oleh kelebihan air hujan, disamping
itu kapasitas infiltrasi pada daerah perkotaan sangat kecil akibat adanya banyak
pembebasan lahan untuk mendukung kepentingan sosial ekonomi, sehingga
menyebabkan terjadinya limpasan air sesaat setelah hujan turun. Untuk itu sangat
dibutuhkan perencanaan sistem drainase yang baik yang meliputi besar dimensi
berdasarkan debit air hujan, bentuk saluran, macam material disamping aspek
ekonomi dan teknis lainnya harus dipertimbangkan dengan matang.
6.1 KESIMPULAN
6.2 SARAN
POSO NASUTION
21080110110031
VI-1
DAFTAR PUSTAKA
POSO NASUTION
21080110110031