Anda di halaman 1dari 138

BAHAN AJAR KONSTRUKSI JALAN DAN JEMBATAN

JALAN DAN JEMBATAN

OLEH:

NAMA : NURHAYATI

NIP : 19841125 201003 2 001

TEKNIK KONSTRUKSI DAN PROPERTI


SMK NEGERI 2 KARANG BARU

KABUPATEN ACEH TAMIANG

2018

1. KLASIFIKASI JALAN

Setiap jalan yang acap kita lewati sejatinya dibagi kedalam beberapa klasifikasi atau ada yang
menyebutnya dengan istilah hirarki jalan. Definisinya adalah pengelompokan jalan dengan
beberapa dasar, anatra lain berdasarkan administrasi pemerintahan atau berdasarkan fungsi jalan.
Selain itu ada pula klasifikasik dikelompokkan berdasarkan muatan sumbu, yang di dalamnya
ada faktor lain yang berhubungan dengan masalah dimensi dan berat kendaraan.

Dalam klasifikasi jalan masih ada pula ketentuan lain, yaitu terkait dengan volume kendaraan
yang melintas, besarnya kapasitas jalan raya, dan juga pembiayaan pembangunan serta
perawatannya.

Pengelompokan Jalan Berdasarkan Fungsi

1. Jalan arteri
adalah jalan umum yang fungsinya lebih pada pelayanan kendaraan dengan jarak tempuh
perjalanan jauh, oleh karenanya biasa berkecepatan tinggi.
2. Jalan kolektor
yaitu jalan raya yang berfungsi melayani kendaraan dengan perjalanan jarak sedang,
kecepatan melaju tentu juga sedang.
3. Jalan lokal
merupakan jalan raya yang digunakan demi melayani kendaraan lokal di suatu tempat,
ciri perjalanannyapun adalah jarak dekat, sementara kecepatannya juga rendah.
4. Jalan lingkungan
adalah jalan raya yang digunakan untuk melayani angkutan lingkungan yang
perjalanannya berjarak dekat, dan berkecepatanpun rendah.
5. Freeway dan Highway
adalah dua jenis jalan yang posisinya diatas jalan arteri

Tatkala kita bisa mengategorikan jalan berdasarkan fungsi sebagaimana tersebut di atas, maka
masih ada pula pengelompokan jalan yang didasari oleh administrasi pemerintahan, dengan
tujuan untuk mewujudkan kepastian hukum penyelenggaraan jalan, dimana kewenangan
pemerintah pusat pun pemerintah daerah sangat berperan disini.

Klasifikasi Jalan Berdasar Administarsi Pemerintahan

 Jalan nasional
yaitu jalan arteri dan juga jalan kolektor yang menghubungkan antara dua ibukota
provinsi serta jalan tol.
 Jalan provinsi
ymerupakan jalan kolektor yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota
kabupaten/kota, atau antara ibukota kabupaten/kota yang satu dengan ibukota
kabupaten/kota lainnya.
 Jalan kabupaten
adalah jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang tidak termasuk jalan yang
menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, antaribukota kecamatan,
ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan lokal, serta jalan
umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis
kabupaten.
 Jalan kota
merupakan jalan raya yang menghubungkan antarpusat pelayanan dalam kota,
menghubungkan pusat pelayanan dengan persil, menghubungkan antara persil satu
dengan persil lainnya, serta menghubungkan antarpusat permukiman yang berada di
dalam kota.
 Jalan desa
adalah jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau antara permukimansatu
dengan pemukiman lainnya dalam suatu desa.
Di atas adalah klasifikasi jalan yang didasarkan atas fungsi dan administarsi pemerintahan,
kenyataannya masih ada pula klasifikasi jalan yang didasarkan pada faktor muatan sumbu.

Pengelompokan jalan menurut muatan sumbu

 Jalan Kelas I

Jalan Kelas I merupakan jalan arteri yang dapat dilewati kendaraan angkut berukuran
lebar maksimal 2.500 milimeter (2,5 meter), dan panjang maksimal adalah 18.000
milimeter (18 meter). Sementara di Indonesia ini untuk muatan sumbu terberat yang
diizinkan lebih dari 10 ton.

 Jalan Kelas II

Untuk jalan kelas II merupakan jalan arteri yang bisa dilewati kendaraan bermotor
dengan ukuran lebarmaksimal adalah 2.500 milimeter (2,5 meter), sementara untuk
ukuran panjang maksimalnya adalah 18.000 milimeter (18 meter). Untuk muatan sumbu
terberat yang diizinkan adalah 10 ton, dimana jalan kelas ini biasanya merupakan jalan
yang digunakan untuk angkutan peti kemas.

 Jalan Kelas III A

Adalah jalan raya yang dapat dilalui angkutan berukuran lebar maksimal 2.500 milimeter
(2,5 meter), dan panjang maksimalnya adalah 18.000 milimeter (18 meter). Sementara
muatan sumbu terberat yang diizinkan adalah 8 ton.

 Jalan Kelas III B

Jalan kelas IIIB adalah jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk
muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak
melebihi 12.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 8 ton

 Jalan Kelas III C


Jalan kelas IIIC merupakan jalan lokal dan jalan lingkungan yang bisa dilewati kendaraan
bermotor termasuk kendaraan angkut berukuran lebar maksimal 2.100 milimeter (2,1
meter) dan panjangnya tidak boleh lebih dari 9.000 milimeter (9 meter). Sementara
muatan sumbu maksimalnya adalah 8 ton.

Dengan diklasifikasikan jalan dengan berbagai dasar tersebut tentunya agar masyarakat
pengguna jalan bisa menyadari perannya masing-masing, sehingga kerusakan jalan bisa
diminimalisir sedangkan pengguna jalan juga akan sedikit merasa aman, nyaman, dan jauh dari
kecelakaan.

2. KLASIFIKASI JEMBATAN

Jembatan merupakan suatu bangunan yang menghubungkan dari tempat satu ke tempat lainnya
yang terlangi oleh sungai, lembah dll. jembatan mempunyai beberapa klasifikasi yang terbagi
oleh beberapa faktor sebagai berikut :

* Menurut keberadaannya jembatan dapat diklasifikasikan sebagai berikut :


1. Jembatan tetap : yaitu jembatan permanen yang keberadaannya dapat dimanfaatkan terus
( Sesuai dengan umur perencanaan), jembatan ini sendiri terbagi dalam 8 macam sebagai berikut:
a. jembatan kayu
b. jembatan baja
c. jembatan beton bertuang dengan balok T
d. jembatan prategang
e. jembatan pelat beton.
f. jembatan komposit
g. jembatan batan

2. Jembatan Gerak :Yaitu jembatan jembatan yang dapat gerakkan karena adanya lalu lintas lain
yang melewatinya dan jembatan ini umumnya terbuat dari baja dan komposit karena sifat dan
karakteristiknya mudah dalam proses pengoperasiannya. jembatan ini terbagi menurut cara
kerjanya sebagai berikut :
a. Jembatan yang dapt berputar di atas poros mendatar seperti jembatan angkat,baskul, dan lipat
stroos.
b. Jembatan yang dapat berputar di atas poros mendatar dan dapat berpindah secara sejajar.
c. jembatan yang dapat berputar diatas poros tegak atau jembatan putar.

* Menurut Fungsinya Jembatan dapat diklasifikasikan sebagai berikut :


1. Jembatan jalan Raya
2. Jembatan jalan rel kereta
3. jembatan pada waduk
4. jembatan untuk penyeberangan pipa pipa ( Air, Minyak, Gas, dll)

* Menurut Materialnya ( materian yang dipakai) dapat diklasifikasikan sebagai berikut :


1. Jembatan bambu
2. Jembatan kayu
3. jembatan beton
4. jembatan baja
5. jembatan komposit
6. jembatan pasangan batu kali

* Menurut Bentuk Struktur atas yang digunakan jembatan dapat diklasifikasikan sebagai
berikut :
1. jembatan balok
2. jembatan pelat
3. jembatan busur
4. jembatan rangka
5. jembatan gantung
6. jembatan cable stayed

* Menurut Daktilitasnya jembatan dapat diklasifikasikan menurut perilaku seismik daktilitasnya


( tidak termasuk pangkal jembatan) dapat dibagi 4 jenis yaitu :
1. Jembatan jenis A : yaitu jembatan dengan daktilitas penuh dan monolit.
2. Jembatan Jenis B : Yaitu jembatan dengan daktilitas penuh dan terpisah.
3. Jembatan Jenis C : yaitu jembatan yang tidak daktail.
4. Selain jenis jembatan A,B,C yaitu jembatan yang tidak menghasilkan mekasnisme plastis yang
pasti, dan akan memerlukan analisis dinamik oleh ahli khusus.

* Menurut Lantai Kendaraan yang ada pada jembatan dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Jembatan lantai atas
2. Jembatan lantai bawah
3. Jembatan lantai ganda
4. Jembatan lantai tengah
5. Jembatan laying

* Dan yang terakhir yaitu menurut lama waktu yang digunakan jembatan dapat diklasifikasikan
sebagai berikut :
1. Jembatan sementara/ darurat : jembatan yang penggunaanya hanya sementara karena
penggunaan jembatan ini sambil menunggu proses penyelesaian jembatan yang utama.
contoh dari jembatan darurat yaitu jembatan kayu atau jembatan plat
2. Jembatan semi permanen : Jembatan sementara yang dapat ditingkatkan menjadi jembatan
permanen, misalnya dengan cara mengganti material lantai jembatan dengan bahan yang lebih
baik,kuat dan juga awet sehingga kapasitas umur pada jembatan juga dapat bertambah lebih baik.
3. Jembatan permanen : Yaitu jembatan yang penggunanya bersifat permanen dan juga di
sesuaikan dengan umur rencana jembatan. contoh jembatan permanen yaitu jembatan baja, beton
bertulang / prategang dan juga jembatan komposit.

C. JENIS DRAINASE JALAN DAN JEMBATAN

Sistem drainase merupakan serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan atau
membuang kelebihan air dari suatu kawasan ke badan air (sungai dan danau) atau tempat
peresapan buatan.
Dalam merencanakan sistem drainase jalan berdasarkan pada keberadaaan air permukaan dan
bawah permukaan, sehingga perencanaan drainase jalan dibagi menjadi:

 drainase permukaan (surface drainage)


 drainase bawah permukaan (sub surface drainage)

Secara umum, langkah perencanaan sistem drainase jalan dimulai dengan memplot rute jalan
yang akan ditinjau di peta topografi untuk mengetahui daerah layanan sehingga dapat
memprediksi kebutuhan penempatan bangunan drainase penunjang seperti saluran samping jalan,
fasilitas penahan air hujan dan bangunan pelengkap. Dalam merencanakan harus memperhatikan
pengaliran air yang ada di permukaan maupun yang ada di bawah permukaan dengan mengikuti
ketentuan teknis yang ada tanpa menggangu stabilitas konstruksi jalan.

Sistem drainase permukaan jalan berfungsi untuk mengendalikan limpasan air hujan di
permukaan jalan dan juga dari daerah sekitarnya agar tidak merusak konstruksi jalan akibat air
banjir yang melimpas di atas perkerasan jalan atau erosi pada badan jalan.

Sistem drainase bawah permukaan bertujuan untuk menurunkan muka air tanah dan mencegah
serta membuang air infiltrasi dari daerah sekitar jalan dan permukaan jalan atau air yang naik
dari subgrade jalan.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan drainase permukaan antara lain:

1. Plot rute jalan pada peta topografi

Plot rute ini untuk mengetahui gambaran/kondisi topografi sepanjang trase jalan yang akan
direncakanan sehingga dapat membantu dalam menentukan bentuk dan kemiringan yang akan
mempengaruhi pola aliran.

2. Inventarisasi data bangunan drainase.

Data ini digunakan untuk perencanaan sistem drainase jalan tidak menggangu sistem drainase
yang sudah ada.

3. Panjang segmen saluran

Dalam menentukan panjang segmen saluran berdasarkan pada kemiringan rute jalan dan ada
tidaknya tempat buangan air seperti sungai, waduk dan lain-lain.

4. Luas daerah layanan

Digunakan untuk memperkirakan daya tampung terhadap curah hujan atau untuk memperkirakan
volume limpasan permukaan yang akan ditampung saluran. Luasan ini meliputi luas setengah
badan jalan, luas bahu jalan dan luas daerah disekitarnya untuk daerah perkotaan kurang lebih 10
m sedang untuk luar kota tergantung topografi daerah tersebut.

5. Koefisien pengaliran

Angka ini dipengaruhi oleh kondisi tata guna lahan pada daerah layanan. Koefisien pengaliran
akan mempengaruhi debit yang mengalir sehingga dapat diperkirakan daya tampung saluran.
Oleh karena itu diperlukan peta topografi dan survey lapangan.

6. Faktor limpasan

Merupakan faktor/angka yang dikalikan dengan koefisien runoff, biasanya dengan tujuan supaya
kinerja saluran tidak melebihi kapasitasnya akibat daerah pengaliran yang terlalu luas.
7. Waktu konsentrasi

Yaitu waktu terpanjang yang diperlukan untuk seluruh daerah layanan dalam menyalurkan aliran
air secara simultan (runoff) setelah melewati titik-titik tertentu.

8. Analisa hidrologi dan debit aliran air

Menganalisa data curah hujan harian maksimum dalam satu tahun (diperoleh dari BMG) dengan
periode ulang sesuai dengan peruntukannya (saluran drainase diambil 5 tahun) untuk mengetahui
intensitas curah hujan supaya dapat menghitung debit aliran air.

D. MEMAHAMI SPESIFIKASI BAHAN PEKERASAN JALAN

Terdapat 6 tujuan dasar dari aplikasi perkerasan lentur :

1. Mendukung beban lalu lintas

Secara umum, suatu jalan harus mampu mendukung beban lalu lintas tanpa adanya perubahan
bentuk pada permukaan, lapis pondasi atas dan bawah. Hal ini sering disebut sebagai stabilitas,
kadang-kadang disebut kekuatan mekanik. Stabilitas ini tidak hanya mencakup ketahanan

langsung terhadap beban roda seberapa kg/cm2 tekanan roda, tetapi juga ketahanan terhadap
kerusakan internal dan pergerakan butiran oleh aksi peremasan oleh lalu lintas.

Selama musim kemarau, jalan tanah mempunyai stabilitas yang baik untuk lalu lintas ringan.
Akan tetapi, peremasan oleh lalu lintas yang agak tinggi menyebabkan kerusakan
internal terhadap butiran tanah sampai kubangan debu yang cukup dalam terbentuk dalam
waktu singkat.

Suatu lapisan berbutir akan meningkatkan stablilitas jalan dan akan dapat mendukung lalu
lintas yang lebih berat. Hal ini dapat digambarkan bahwa penyebaran beban lalu lintas
melalui suatu lapisan berbutir akan memberikan distribusi pembebanan yang melebar sehingga
lapisan tanah dasar dapat memberikan daya dukung yang lebih besar. Akan tetapi, peremasan
oleh lalu lintas akan menghasilkan penggesekan antar butiran dalam lapisan berbutir. Hal ini
dapat menyebabkan kerusakan internal butiran dan perubahan bentuk yang cepat atau
timbulnya alur (rutting). Tebal lapisan berbutir, bentuk dan gradasi butiran adalah faktor
penting dalam menentukan tingkat kestabilan. Dalam pembahasan ini, diasumsikan bahwa
kekuatan mekanik yang cukup akan mampu mendukung beban lalu lintas.

2. Melindungi tanah dasar dari air

Kelebihan air dalam material konstruksi jalan akan menyebabkan pelumasan butiran sehingga
menghilangkan stabilitas alami. Pengendalian air permukaan dan air bawah permukaan harus
diperhatikan dalam perencanaan suatu jalan. Hujan dan rembesan bawah permukaan pada jalan
tanah akan mengakibat-kan tanah menjadi lumpur dengan cepat.

Lapisan berbutir akan menyediakan semacam perlindungan terhadap aliran permukaan.


Kelebihan air tidak akan menurunkan kekuatan mekanik lapisan berbutir tersebut, tetapi akan
sangat mempengaruhi daya dukung tanah, sehingga jika kondisi dalam basah lapisan berbutir
yang lebih tebal harus disediakan untuk memperkecil beban pada tanah dasar

3. Memperkecil kemungkinan pelepasan butir pada permukaan

Lintasan kendaraan akan menyebabkan keausan yang bervariasi pada permukaan jalan.
Keausan ini bervariasi mulai dari abrasi langsung pada permukaan yang keras, sampai pada
pelepasan butiran debu, and pelepasan butiran yang lebih besar.

Jalan tanah dalam kondisi kering dapat mendukung beban lalu lintas, tetapi kondisi ini
meniadakan daya ikat antar butiran dan lalu lintas akan membawa butiran debu ini. Pelepasan
butir pada jalan dengan material berbutir oleh lalu lintas menjadi masalah serius. Material
berbutir mudah terangkat oleh roda dan terbuang ke luar jalan. Dengan demikian, kehilangan
biaya yang besar akan terjadi, juga munculnya bahaya dan gangguan pada pengemudi.

Bitumen yang cukup pada lapis permukaan dapat mengikat butiran sede-mikian hingga lapis
permukaan dapat tahan terhadap aksi pelepasan butir oleh lalu lintas, juga tahan terhadap aksi
pengausan.
4. Memberikan texture permukaan yang memadai

Texture permukaan harus aman untuk kendaraan pada umumnya dan harus cukup mulus
untuk kenyamanan maupun umur roda. Jalan tanah tidak pernah memberikan texture
permukaan yang memadai pada setiap saat. Permukaan jalan menjadi licin jika basah dan
kelebihan air akan segera membentuk alur dan lubang yang membahayakan dan merusak
kendaraan. Permukaan jalan dengan material berbutir umumnya belum dapat memberikan
texture yang baik. Pelepasan material dapat menyebabkan tergelincir pada kecepatan tinggi.

Permukaan yang mulus sulit untuk dipertahankan, dan lubang, alur dan ketidakrataan
berkembang selama periode waktu tertentu.

5. Lentur terhadap lapis tanah dasar

Jalan tanah umumnya menyesuaikan kelenturan terhadap lendutan tanah dasar karena semua
material jalan adalah sejenis. Adlaha hal yang mudah untuk mempertahankan kemulusan
permukaan dengan pisau grader pada cuaca yang cocok.

Permukaan berbutir dapat menyesuaikan kelenturan terhadap lendutan tanah dasar.


Permukaan agaknya dapat dibentuk kembali ke bentuk semula.

Permukaan beraspal adalah relatif lentur dan akan menyesuaikan kelenturan terhadap berbagai
pondasi. Permukaannya tidak mudah dibentuk kembali seperti halnya jalan tanah atau
jalan dengan material berbutir tetapi jalan beraspal dapat ditambal atau dilapis ulang agar
kembali ke bentuk semula

6. Tahan terhadap cuaca

Matahari, hujan, angin, panas, dan dingin adalah faktor yang berpengaruh terus menerus pada
permukaan. Beberapa material atau kombinasinya akan tahan terhadap daya rusaknya
dibandingkan dengan material lainnya dan tentu akan memperpanjang umur permukaan.

Air dan angin pada jalan tanah adalah perusak terbesar dibandingkan pengaruh cuaca lainnya.
Pengaruh cuaca pada jalan dengan material berbutir sangat kecil. Pengaruh lalu lintaslah yang
terbesar sehingga pemeliharaan dengan frekwensi tinggi dan penambahan material baru
diperlukan.

Matahari, angin dan variasi temperatur akan berpengaruh pada material ber-aspal dan pengaruh
ini harus dipertimbangkan. Material beraspal dapat mempertahankan daktilitas dan ikatan antar
material sehingga dapat memberikan umur yang permukaan yang lebih panjang.

E. SPESIFIKASI JEMBATAN

Pada pelaksanaan jembatan diperlukan suatu panduan pelaksanaan atau acuan pelaksanaan
yang menjadi patokan bagi para pelaksana dalam melaksanakan pekerjaannya. Spesifikasi
yang merupakan bagian dari dokumen kontrak merupakan bagian yang sangat penting
dalam pelaksanaan suatu pekerjaan.

Hubungan antara spesifikasi dengan pelaksanaan adalah sebagai berikut:

 Bagian dalam dokumen kontrak


 Memuat segala ketentuan teknik tentang pekerjaan yang harus dilaksanaan sesuai
dengan perjanjian dalam dokumen kontrak
 Mengandung perintah dan larangan serta ketentuan teknik lainnya yang harus
dilakukan, dilaksanakan dan dipenuhi oleh pelaku jasa konstruksi
 Bila tidak dicermati dan dilaksanakan sesuai dengan perintah maka akan
berdampak kesalahan dalam pelaksanaan atau kerugian pada saat menyusun
 Analisa harga satuan
 Menentukan kebutuhan jumlah dan komposisi peralatan
 Perhitungan volume pekerjaan yang salah

Jadi, spesifikasi teknik dalam bidang pekerjaan struktur jembatan adalah dengan maksud:

 Persyaratan teknis yang disusun oleh perencana untuk mencapai mutu


bangunan sesuai dengan yang diinginkan oleh Pemilik
 Bagian dari perjanjian kerja antara Pemilik dan Pelaksana
 Acuan pelaksana untuk menyusun strategi dalam penyusunan harga penawaran pada
proses tender
 Acuan prosedur kerja untuk mewujudkan rencana perencana, pelaksana dan
pengawas untuk mencapai mutu, waktu pelaksanaan dan dana yang telah disepakati
bersama dalam perjanjian kontrak.
 Acuan pokok pelaksana, memberikan batas-batas bagi usahanya yang kreatif untuk
melakukan penghematan sumber daya, pengehematan waktu pelaksanaan dan
meningkatkan keuntungan bagi pelaksana.

Spesifikasi Dan Budaya

 Spesifikasi adalah budaya hukum, masyarakat kita umumnya masih belum


menerima hukum sebagai ukuran dan nilai kehidupan, karenanya sering timbul
 masalah yang sulit dijelaskan dan diselesaikan
 Seharusnya dimata hukum kedudukan pimpro sejajar dengan kontraktor,
demikian juga kedudukan pengawas, perencana dan pelaksana, kenyataannya tidak
demikian
 Atasan sering memberi petunjuk tersamar yang tidak dapat diikat secara hukum
namun diturut setara dengan hukum itu sendiri
 Aturan/kesepakatan hanya dianggap sebagai proforma, yang berlaku adalah
kebiasaan yang penuh basa basi, rasa sungkan, kesopanan dan menjaga hubungan antar
manusia, rasa ketakutan kepada penguasa masih terasa kental megalahkan ketentuan
bersifat legal.
 Hubungan antar manusia (keluarga, pertemanan, rasa setia kawan) masih sangat
sulit untuk dikalahkan dengan kepatuhan terhadap hukum atau konsekwen dengan
keputusan yang telah diambil.

Beberapa Hal Yang Perlu Dihindari pada Spesifikasi adalah:

 Pembayaran tumpang tindih : hasil kerja yang sudah dihitung dan dibayar di satu
pasal pembayaran dihitung kembali pada pembayaran lain.
 Metoda disyaratkan, hasil akhir juga disyaratkan : menimbulkan rancu mana yang
dipilih atau kalu dua-duanya dipilih pasti akan terjadi pemborosan
 Menetapkan batasan yang tidak jelas, misalnya tentang batas pekerjaan yang
membolehkan menggunakan tenaga manusia dan harus menggunakan mesin.
 Ketidak pastian petunjuk: akan ditetapkan oleh Direksi, memberikan biaya
tambahan berupa cadangan untuk menanggung resiko
 Menyebutkan produk yang hanya dipasok oleh satu sumber : akan terkadi
monopoli pasokan, biaya tinggi, kecuali ada alasan khusus untuk itu dan yang telah
disepakati bersama.

F. SISTEMATIKA SPESIFIKASI

Spesifikasi secara umum mempunyai suatu struktur penulisan atau sistematika penulisan yang
digunakan untuk semua divisi kecuali pad divisi 1.

Sistematika penulisan spesifikasi adalah sebagai berikut:


a) Umum
b) Persyaratan
c) Pelakasanaan
d) Pengendalian mutu
e) Pengukuran dan Pembayaran

a) Umum

Dalam bagian umum ini menjelaskan tentang ruang lingkup yang tercakup dalam seksi yang
bersangkutan, yang akan ada hubungannya dengan analisa harga satuan yang harus dipahami
pengguna jasa dalam melakukan penawaran. Karena tanpa hal ini penawaran akan menjadi
salah dan kemungkinan besar penyedia jasa dapat mengalami kerugian yang cukup besar.

b) Persyaratan

Dalam bagian persyaratan dijelaskan tentang standar rujukan atau acuan yang digunakan
dalam pelaksanaan pekerjaan, serta toleransi-toleransi yang diizinkan atau yang menjadi acuan
dalam hasil pelaksanaan untuk pengukuran dan penerimaan hasil kerja. Demikian juga dengan
bahan yang harus digunakan dalam pelaksanaan pekerjaan serta persyaratan-persyaratan kerja
sebelum pelaksanaan pekerjaan tersebut dimulai.

c) Pelaksanaan

Pada pasal pelaksanaan dijelaskan tentang tata cara pelaksanaan pekerjaan yang mengacu
pada pedoman pelaksanaan atau standar-standar yang ada. Pada pasal ini dijelaskan tahapan
pelaksanaan pekerjaan yang mencakup penggunaan bahan sampai dengan persyaratan
pernggunaan peralatan atau manajemen peralatan yang harus digunakan dan tata cara
pelaksanaannya. Jadi bagi seorang penyedia jasa wajib memahami permasalahan pelaksanaan
ini agar produk yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan mutu sesuai dengan spesifikasi atau
persyaratan pengguna jasa.

d) Pengendalian mutu

Di dalam pasal pengendalian mutu tercakup hal-hal persyaratan penerimaan hasil pekerjaan
dan tata cara pengendalian mutunya, dalam pelaksanaan pekerjaan. Pasal pengendalian
mutu ini sangat penting, bagi penyedia jasa yang ingin maju dan sukses dalam produk yang
dihasilkan serta memuaskan pelanggan. Pengendalian mutu ini mencakup masalah
penerimaan bahan, jaminan mutu, perbaikan dan pemeliharaan selama pekerjaan berlangsung.

e) Pengukuran dan pembayaran

Pengukuran dan pembayaran merupakan bagian yang terakhir atau tahap terakhir setelah hasil
pekerjaan selesai dilaksanakan dan kemudian dilakukan pengukuran hasil kerja, tetapi perlu
diingat bahwa pengukuran ini baru dapat dilaksanakan setelah hasil pekerjaan diterima.
Permasalahan pengukuran juga merupakan bagian yang penting bagi penyedia jasa, karena
tanpa mengetahui cara pengukuran, maka penyedia jasa tidak mudah atau tidak dapat membuat
analisa harga satuan atau penawaran yang akan diajukan pada saat lelang.

Pembayaran sangat berhubungan erat dengan pengukuran. Dalam pembayaran dijelaskan


tentang dasar pembayaran yang akan dilaksanakan sesuai dengan seksi yang bersangkutan. Jadi
hal inipun sangat penting untuk dipahami oleh penyedia jasa dalam pelaksanaan tugasnya.

G. SPESIFIKASI DRAINASE

A. Lingkup Pekerjaan

Pekerjaan mencakupi pembuatan drainase pasangan batu, pembuatan cor beton bertulang
plat drainase dan timbunan bahu jalan.

B. Standar/Spesifikasi Teknis Umum Pembangunan

1. Tenaga Kerja Dan Peralatan

a) Tenaga kerja yang dilibatkan dalam pelaksanaan harus harus memakai tenaga yang
sesuai dengan tingkat keahlian, pengalaman, serta tidak melanggar ketentuan-
ketentuan perubahan yang berlaku di Indonesia.
b) Kontraktor harus mengunakan tenaga yang ahli dalam bidang pelaksanaan
(Skill Labour), baik tenaga pelaksana, mandor maupun tukang.
c) Semua tenaga kerja dipimpin oleh seorang Manejer lapangan atau Pelaksana sebagai
Wakil Kontraktor di lapangan.
d) Tenaga kerja pelaksana dari sub kontraktor harus dipilih yang sudah
berpengalaman dan mampu menangani pekerjaan yang disub-kontraktorkan.
e) Hubungan kontraktor dengan sub-kontraktor dalam menyangkut keseluruhan
pekerjaan, dan menjadi tanggung jawab kontraktor.
f) Klasifikasi Site Manager adalah sebagai berikut :
1) Sarjana Teknik Sipil/Teknik Arsitektur dengan pangalaman kerja pada bidang yang
sesuai dengan dokumen lelang.
g) Alat-alat untuk melaksanakan pekerjaan harus disesuaikan oleh kontraktor dalam
keadaan baik dan siapa pakai dalam jumlah mencukupi.
h) Harus disiapakan tenaga operator yang mampu untuk mengoperasikan dan
memperbaiki peralatan mekanik/mesin sehingga pekerjaan dapat berjalan dengan
benar.

2. Pemakaian Merk Dagang

a) Apabila dalam rencana kerja dan syarat-syarat hanya disebutkan satu merk bahan,
bukan berarti hanya dapat dipakai merk tersebut, melainkan dapat dipakai merk lain
dengan standar mutu dan ciri-ciri fisik yang sama dan mendapat persetujuan Direksi

b) Kontraktor dapat mengusulkan perubahan pemakaian merk dengan cara tertulis


apabila merk dagang tersebut tidak tersedia dipasaran, dengan melampirkan bukti
tertulis dari distributor yang menyatakan bahwa barang/bahan tersebut tidak tersedia
dipasaran.

c) Kontraktor harus dapat membuktikan kesetaraan kualitas dan ciri-ciri fisik yang
dituntut pada rencana kerja dan syarat-syarat, dan untuk mempergunakannya harus ada
persetujuan tertulis dari Konsultan Pengawas dan/atau Pengelola Kegiatan/Penanggung
Jawab Kegiatan.

3. Prosedur Pengadaan Bahan Bangunan

a) Secepatnya kontraktor melalui Menager Lapangan/ Pelaksana mengajukan contoh


bahan yang akan didatangkan sesuai dengan spesifikasi dalam rencana kerja dan
syarat-syarat, pada saat rapat lapangan pertama kali.

b) Contoh bahan yang telah disetujui harus dipasang di dalam direksi keet
sebagai pedoman mutu bahan.
c) Apabila tanpa ada contoh pengajuan contohnya bersamaan dengan datangnya bahan
tersebut, maka pengawas lapangan/ direksi berhak menolak dan memberi perintah
untuk mengeluarkan bahan tersebut dari lokasi pekerjaan.Pemeriksaan Bahan
Bangunan

a) Secara umum konsultan pengawas/direksi berhak memeriksa semua jenis bahan


bangunan yang dipergunakan kontraktor dan menolaknya apabila nyata- nyata tidak
memenuhi persyaratan untuk itu.

b) Bahan bangunan yang telah didatangkan oleh kontraktor di lapangan tetapi oleh
konsultan pengawas/direksi ditolak untuk dipergunakan, harus segera dikeluarkan dari
lapangan selambat-lambatnya dalam waktu 2x24 jam terhitung sejak jam penolakan
tersebut.

c) Apabila konsultan pengawas/direksi merasa perlu memeriksa bahan bangunan yang


diragukan spesifikasinya, maka konsultan pengawas berhak mengirimkannya kepada
balai penelitian bahan-bahan bangunan atau lembaga lain yang ditetapkan bersama
pengelola kegiatan untuk diteliti.

d) Semua biaya untuk hal tersebut diatas menjadi tanggungan kontraktor, apapun hasil dari
penelitian tersebut.

e) Konsultan pengawas/direksi berwenang meminta keterangan mengenai asal bahan


dan kontraktor harus memberitahukannya.

4. Mutu Bahan Bangunan

a) Disarankan kepada kontraktor sebelum melaksanakan pekerjaan secara massal


dapat meminta secara persetujuan hasil pekerjaan kepada pengawas lapangan/direksi.

b) Agar tidak terjadi bongkar/pasang pekerjaan, apabila terdapat gambar yang tak jelas,
maka kontraktor diwajibkan menanyakan kepada pengawas lapangan/direksi untuk
menyamakan persepsi, atau apabila perlu dapat meminta konsultan perencana
untuk menjelaskan agar didapat jawaban yang pasti tentang perencanaanya.
c) Bagian pekerjaan yang telah mulai tetapi masih digunakan bahan-bahan yang ditolak
olek konsultan pengawas/direksi atau tanpa ijin harus segera dihentikan dan selanjutnya
pekerjaan tersebut harus dibongkar.

H. JENIS KONTRUKSI PEKERASAN JALAN

Terdapat 6 tujuan dasar dari aplikasi perkerasan lentur :

1. Mendukung beban lalu lintas


Secara umum, suatu jalan harus mampu mendukung beban lalu lintas tanpa adanya perubahan
bentuk pada permukaan, lapis pondasi atas dan bawah. Hal ini sering disebut sebagai stabilitas,
kadang-kadang disebut kekuatan mekanik. Stabilitas ini tidak hanya mencakup ketahanan

langsung terhadap beban roda seberapa kg/cm2 tekanan roda, tetapi juga ketahanan terhadap
kerusakan internal dan pergerakan butiran oleh aksi peremasan oleh lalu lintas.
Selama musim kemarau, jalan tanah mempunyai stabilitas yang baik untuk lalu lintas ringan.
Akan tetapi, peremasan oleh lalu lintas yang agak tinggi menyebabkan kerusakan
internal terhadap butiran tanah sampai kubangan debu yang cukup dalam terbentuk dalam
waktu singkat.
Suatu lapisan berbutir akan meningkatkan stablilitas jalan dan akan dapat mendukung lalu
lintas yang lebih berat. Hal ini dapat digambarkan bahwa penyebaran beban lalu lintas
melalui suatu lapisan berbutir akan memberikan distribusi pembebanan yang melebar sehingga
lapisan tanah dasar dapat memberikan daya dukung yang lebih besar. Akan tetapi, peremasan
oleh lalu lintas akan menghasilkan penggesekan antar butiran dalam lapisan berbutir. Hal ini
dapat menyebabkan kerusakan internal butiran dan perubahan bentuk yang cepat atau
timbulnya alur (rutting). Tebal lapisan berbutir, bentuk dan gradasi butiran adalah faktor
penting dalam menentukan tingkat kestabilan. Dalam pembahasan ini, diasumsikan bahwa
kekuatan mekanik yang cukup akan mampu mendukung beban lalu lintas.
2. Melindungi tanah dasar dari air
Kelebihan air dalam material konstruksi jalan akan menyebabkan pelumasan butiran sehingga
menghilangkan stabilitas alami. Pengendalian air permukaan dan air bawah permukaan harus
diperhatikan dalam perencanaan suatu jalan. Hujan dan rembesan bawah permukaan pada jalan
tanah akan mengakibat-kan tanah menjadi lumpur dengan cepat.
Lapisan berbutir akan menyediakan semacam perlindungan terhadap aliran permukaan.
Kelebihan air tidak akan menurunkan kekuatan mekanik lapisan berbutir tersebut, tetapi
akan sangat mempengaruhi daya dukung tanah, sehingga jika kondisi dalam basah lapisan
berbutir yang lebih tebal harus disediakan untuk memperkecil beban pada tanah dasar.

3. Memperkecil kemungkinan pelepasan butir pada permukaan


Lintasan kendaraan akan menyebabkan keausan yang bervariasi pada permukaan jalan.
Keausan ini bervariasi mulai dari abrasi langsung pada permukaan yang keras, sampai pada
pelepasan butiran debu, and pelepasan butiran yang lebih besar.
Jalan tanah dalam kondisi kering dapat mendukung beban lalu lintas, tetapi kondisi ini
meniadakan daya ikat antar butiran dan lalu lintas akan membawa butiran debu ini. Pelepasan
butir pada jalan dengan material berbutir oleh lalu lintas menjadi masalah serius. Material
berbutir mudah terangkat oleh roda dan terbuang ke luar jalan. Dengan demikian, kehilangan
biaya yang besar akan terjadi, juga munculnya bahaya dan gangguan pada pengemudi.
Bitumen yang cukup pada lapis permukaan dapat mengikat butiran sede-mikian hingga lapis
permukaan dapat tahan terhadap aksi pelepasan butir oleh lalu lintas, juga tahan terhadap aksi
pengausan.

4. Memberikan texture permukaan yang memadai


Texture permukaan harus aman untuk kendaraan pada umumnya dan harus cukup mulus
untuk kenyamanan maupun umur roda. Jalan tanah tidak pernah memberikan texture
permukaan yang memadai pada setiap saat. Permukaan jalan menjadi licin jika basah dan
kelebihan air akan segera membentuk alur dan lubang yang membahayakan dan merusak
kendaraan. Permukaan jalan dengan material berbutir umumnya belum dapat memberikan
texture yang baik. Pelepasan material dapat menyebabkan tergelincir pada kecepatan tinggi.
Permukaan yang mulus sulit untuk dipertahankan, dan lubang, alur dan ketidakrataan
berkembang selama periode waktu tertentu.

5. Lentur terhadap lapis tanah dasar


Jalan tanah umumnya menyesuaikan kelenturan terhadap lendutan tanah dasar karena semua
material jalan adalah sejenis. Adlaha hal yang mudah untuk mempertahankan kemulusan
permukaan dengan pisau grader pada cuaca yang cocok.
Permukaan berbutir dapat menyesuaikan kelenturan terhadap lendutan tanah dasar.
Permukaan agaknya dapat dibentuk kembali ke bentuk semula.
Permukaan beraspal adalah relatif lentur dan akan menyesuaikan kelenturan terhadap berbagai
pondasi. Permukaannya tidak mudah dibentuk kembali seperti halnya jalan tanah atau
jalan dengan material berbutir tetapi jalan beraspal dapat ditambal atau dilapis ulang agar
kembali ke bentuk semula.

6. Tahan terhadap cuaca


Matahari, hujan, angin, panas, dan dingin adalah faktor yang berpengaruh terus menerus pada
permukaan. Beberapa material atau kombinasinya akan tahan terhadap daya rusaknya
dibandingkan dengan material lainnya dan tentu akan memperpanjang umur permukaan.
Air dan angin pada jalan tanah adalah perusak terbesar dibandingkan pengaruh cuaca lainnya.
Pengaruh cuaca pada jalan dengan material berbutir sangat kecil. Pengaruh lalu lintaslah yang
terbesar sehingga pemeliharaan dengan frekwensi tinggi dan penambahan material baru
diperlukan.
Matahari, angin dan variasi temperatur akan berpengaruh pada material ber-aspal dan pengaruh
ini harus dipertimbangkan. Material beraspal dapat mempertahankan daktilitas dan ikatan antar
material sehingga dapat memberikan umur yang permukaan yang lebih panjang
.
I. JENIS KONTRUKSI JEMBATAN
Jembatan merupakan suatu konstruksi penting yang menghubungkan antara satu tempat ke
tempat lainnya. Sudah banyak jembatan yang dibangun di dunia ini baik itu di daerah pedesaan
hingga di perkotaan besar. Bahkan saat ini sudah banyak dibangun jembatan yang membelah
lautan sehingga mampu menghubungkan antar negara.
Pembangunan jembatan memerlukan perencanaan yang tepat karena menyangkut kehidupan
banyak orang. Pemilihan material dan kekokohan konstruksi jembatan merupakan poin penting
yang perlu diperhatikan oleh para arsitek yang membangun, karena jika ada kesalahan sedikit
saja jembatan bisa roboh dan mencelakakan banyak orang.
Seiring perkembangan zaman yang semakin modern, kini material yang digunakan untuk
membuat jembatan tak terpaku lagi pada bahan-bahan konvensional. Kaca pun kerapi dipilih
sebagai bahan utama untuk membangun jembatan. Seperti jembatan kaca tertinggi di dunia yang
ada di Zhangjiajie National Park, China.
Begitu pentingnya jembatan dalam membantu kehidupan manusia, tahukah Anda sebenarnya ada
berbagai macam tipe konstruksi pembangunan jembatan. Bagi Anda yang belum tahu, berikut ini
tim Rumahku.com merangkum lima jenis konstruksi jembatan yang ada di dunia.
1. Beam Bridge

Beam bridge atau jembatan grider adalah desain konstruksi jembatan yang paling sederhana.
Terdiri dari balok-balok jalan memanjang secara horizontal yang ditumpu oleh balok-balok batu
vertikal di bagian bawahnya. Balok yang digunakan sebagai penumpu jalan horizontal umumnya
terbuat dari beton dan batang baja yang ditanamkan di dalam tanah utuk menjaga keseimbangan
dan kekuatan jembatan.
Model jembatan ini cocok untuk menghubungkan dua daerah yang dekat, seperti jalan yang
dipisahkan oleh sungai, atau dua desa yang terpisah jaraknya karena adanya aliran sungai. Bisa
juga digunakan untuk jalan kereta.

2. Truss Bridge
Truss bridge adalah desain versi lebih kokoh dibandingkan beam bridge. Hal ini disebabkan
karena karena adanya kerangka truss yang berbentuk triangular yang dibangun di atas jembatan.
Desain truss biasanya perpaduan dari berbagai bentuk segitiga yang dapat menciptakan kedua
struktur menjadi sangat kaku.
Fungsi truss ini tidak lain untuk mentransfer beban dari satu titik ke daerah yang jauh lebih luas
sehingga beban tidak tertumpu di satu titik.
3. Arch Bridge

Arch bridge ini memiliki desain yang melengkung menyerupai sebuah busur atau panahan di
bagian bawah jalan yang berbentuk horizontal. Pembuatannya lebih sedikit membutuhkan
material bangunan dibandingkan dengan model beam bridge. Meski begitu, jembatan dengan
desain seperti ini memiliki ketahanan yang lebih kuat dibandingkan dengan model truss bridge.
4. Suspension Bridge

Suspension bridge atau biasa disebut dengan jembatan gantung ini adalah desain jembatan yang
terdiri dari menara dan rangkaian tali yang menjadi sebuah sistem dalam mengurangi tegangan
dan kompresi pada jembatan. Umumnya, jembatan jenis ini membutuhkan minimal dua menara
atau tiang untuk menahan beban.
Pembangunan jembatan seperti ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit karena bentuknya
yang rumit, namun sekaligus menghasilkan jembatan yang indah yang bisa menjadi icon khas
sebuah negara.

5. Cantilever Bridge
Jembatan ini terbagi ke dalam tiga ruas yang masing-masing memiliki fungsi untuk menahan
tegangan dan kompresi yang diterima pada jembatan dengan sangat baik. Dua ‘lengan’ jembatan
memiliki peran untuk membawa beban secara vertikal. Meski desainnya rumit, namun
penampilan luarnya sangat unik dan cantik.

J. PRINSIP ALINYEMEN HORIZONTAL DAN VERTIKAL

A. Alinyemen Horisontal

alinyemen horizontal adalah proyeksi sumbu jalan pada bidang horizontal dikenal juga dengan
sebutan "situasi jalan". Alinyemen horizontal terdiri dari garis-garis lurus yang dihubungkan
dengan garis-garis lengkung. Garis-garis lengkung tersebut terdiri dari busur lingkaran ditambah
busur peralihan, busur peralihan saja, ataupun busur lingkaran saja.

Bentuk lengkung horizontal:


Full Circle
dapat dihitung dengan rumus berikut ini:

Spiral - Circle - Spiral

dapat dihitung dengan rumus dibawah ini:


Spiral - Spiral

dapat dihitung dengan rumus dibawah ini:

B. Alinyemen Vertikal

Alinyemen Vertikal adalah perpotongan bidang vertikal dengan bidang permukaan perkerasan
jalan melalui sumbu jalan untuk jalan 2 lajur 2 arah atau melalui tepi dalam masing-masing
perkerasan untuk jalan dengan median. Seringkali disebut juga sebagai penampang memanjang
jalan. Alinyement vertikal disebut juga penampang memanjang jalan yang terdiri dari garis-
garis lurus dan garis-garis lengkung. Garis lurus tersebut bisa datar, mendaki atau menurun, biasa
disebut berlandai. Landai dinyatakan dengan persen.
Pada umumnya gambar rencana suatu jalan dibaca dari kiri ke kanan, maka landai jalan diberi
tanda positip untuk pendakian dari kiri ke kanan, dan landai negatip untuk penurunan dari kiri.
Dalam alinyement vertikal hal-hal yang dibahas mengenai audit jalan adalah :
a) Kelandaian
1). Landai Minimum
Berdasarkan kepentingan arus lalu lintas, landai ideal adalah landai datar (0%). Sebaiknya
ditinjau dari kepentingan drainase jalan, jalan berlandai > 0%.
2). Landai Maksimum
Untuk landai maksimum nilai 3% mulai memberikan pengaruh kepada gerak kendaraan mobil
penumpang, walaupun tidak seberapa dibandingkan dengan gerakan kendaraan truk yang
terbeban penuh. Untuk membatasi pengaruh perlambatan kendaraan truk terhadap arus lalu
lintas, maka ditetapkan landai maksimum untuk kecepatan rencana tertentu, seperti pada
tabel berikut ini:

Kecepatan Landai
Rencana Maksimum
(km/jam) (%)
100 3
80 4
60 5
50 6
40 7
30 8
20 9
Sumber: Ditjen. Bina Marga, 1992
3). Panjang Landai Kritis
Selain landai maksimum terdapat panjang kritis untuk kelandaian sebagai faktor yang dapat
mempengaruhi dalam perencanaan alinyemen vertikal. Ditjen Bina Marga memberikan panjang
kritis yang merupakan kira-kira panjang 1(satu) menit perjalanan. Hal ini dapat dilihat pada
tabel berikut:

Kecepatan Rencana Kelandaian Panjang Kritis dari Kelandaian


(km/jam) (%) (m)
4 700
100 5 500
6 400
5 600
80 6 500
7 400
6 500
60 7 400
8 300
7 500
50 8 400
9 300
8 400
40 9 300
10 200
Sumber: Ditjen. Bina Marga, 1992

4). Lengkung Vertikal

Pergantian dari satu kelandaian ke kelandaian yang lain dilakukan dengan mempergunakan lengkung
vertikal. Lengkung vertikal di rencanakan sedemikian rupa sehingga memenuhi keamanan, kenyamanan
dan drainase. Persamaan umum lengkung vertikal adalah sebagai berikut:

Keterangan :
L : Panjang lengkung vertikal sama dengan panjang proyeksi lengkung pada bidang horizontal
A : Besarnya titik peralihan dari bagian tangen ke bagian lengkung vertikal (g1-g2)
Ev = A L/800
Jika A dinyatakan dalam %(persen) untuk x = ½ L dan y = Ev maka diperoleh :

Keterangan :
Ev : Pergeseran pada bagian titik perpotongan kedua bagian tangen atau pusat perpotongan vertikal
(PPV)
Persamaan diatas berlaku baik untuk lengkung vertikal cembung maupun vertikal cekung. Hanya bedanya
jika Ev yang diperoleh positif, berarti lengkung vertikal cembung, jika negatif berarti lengkung vertikal
cekung.
Setelah itu hasil perhitungan disesuaikan dalam Standar Perencanaan Geometrik Jalan yang ditetapkan
oleh Direktorat Jenderal Bina Marga seperti pada tabel berikut:

Kecepatan Rencana Standar panjang

(km/jam) minimum lengkung

vertikal (m)

100 85

80 70

60 50

50 40

40 35

30 25

20 20
K. DATA PETA TOPOGRAFI

Prinsip dasar pengukuran topografi serta tahapan pengukuran topografi pada pekerjaan
perencanaan jalan dan jembatan.
Prinsip – prinsip dasar pengukuran topografi teristris antara lain :

 Pengukuran jarak
 Pengukuran sudut
 Pengukuran beda tinggi

Tahapan-tahapan dan prosedur pengukuran topografi teristris yang dilakakan untuk pekerjaan
perencanaan jalan dan jembatan yang meliputi :

 Tahap persiapan (personil,bahan atau alat dan adminitrasi)


 Tahap survey atau pengukuran (survey pendahuluan dan survey detail)
 Tahap pengolahan data.
 Tahap penggambaran.

Pengukuran topografi untuk pekerjaan pelaksanaan jalan bersifat pengukuran Stake_Out,


yaitu pengukuran yang dilakukan untuk mengimplementasikan gambar rencana (design drawing)
dengan kondisi lapangan sebenarnya, dengan batuan titik titik tetap yang ada di lapangan dari
hasil pengukuran topografi sebelumnya.
Adapun alat ukur GPS tipe navigasi untuk keperluan survey pendahuluan dan alat GPS
tipe geodetic untuk pengukuran titik-titik ikat (bila diperlukan). Peralatan ukur harus di kalibrasi
dengan metode yang tepat sesuai dengan jenis dan spesifikasi masing masing alat sebelum di
gunakan.

1.Suvey Pendahuluan.
Survey pendahuluan (reconnaissance) dilakukan untuk mengetahui secara factual kondisi
rencana trase jalan yang telah di buat. Peralatan dan bahan yang di perlukan antara lain peta
rencana trase jalan diatas peta topografi skala 1 : 50.000 atau skala 1 : 25.000, GPS navigasi,
heling meter / clinometers, kompas, formulir survey dan calculator, GPS navigasi dan kompas
berfungsi untuk penentuaan prosentase kemiringan vertical pada AS rencana. Jika trase rencana
yang telah di buat tidak memungkinkan diterapkan dilapangan maka dilakukan pemilihan
alternatif trase jalan.

2. Pemasangan Bench Mark (BM).


Sebelum dilakukan pengukuran, dilakukan pemasangan patok sebagai sarana penyimpan
informasi koordinat hasil pengukuran. Monument pengukuran jalan dan jembatan berupa bench
mark (BM), patok CP (concrete point) dan patok kayu pengukuran. Bench mark (BM) di pasang
di sepanjang ruas jalan yang di ukur pada setiap interval jarak ± 1 KM. di setiap pemasangan
BM harus disertai pemasangan patok CP. Sebagai pasangan untuk mendapatkan azimuth pada
pekerjaan stake_out tahap pelaksanaan.
Pemasangan BM untuk jalan exsisting sebaiknya di pasang di kiri jalan dan CP di kanan
jalan searah dengan jalur pengukuran dengan posisi saling tampak satu sama lain. Pemasangan
patok kayu di lakukan di setiap interval 50 m pada jalur yang lurus dan datar serta setiap 25 m
pada jalur yang berbelok / perbukitan pada sisi jalan yang sama. Pada daerah tertentu yang tidak
bisa di pasang patok kayu bisa dig anti dengan pemasangan paku payung dengan di tandai cat
sekitarnya dan di beri nomor sesuai urutannya untuk memudahkan pencarian patok, sebaiknya
pada daerah sekitarnya di beritanda khusus.

3. Pengukuran Kerangka Kontrol Vertical (KKV)


Pengukuran kerangka control vertical dilakukan dengan metode sipat datar disepanjang trase
jalan melewati BM, CP dan semua patok kayu. Pengukuran sipat datar dilakukan pergi pulang
secara kring pada setiap seksi. Panjang seksi ± 1 – 2 km dengan persyaratan (toleransi)
ketelitian ≤ (kurang dari atau sama dengan) 10 mm √D, dimana D adalah jumlah jarak dalam
km.Elevasi titik referensi yang di gunakan sebagai elevasi awal harus di hitung dari tinggi MSL
(muka air laut rata rata).

Pengukuran sifat datar harus menggunakan alat sipat datar otomatis atau yang sederajat dengan
deviasi standar ketelitian pengukuran alat per 1 km pergi pulang ketelitianya ≤ 5 mm, pembacaan
rambu harus dilakukan pada tiga benang yaitu benang atas, benang bawah, benang tengah.untuk
control bacaan.rambu ukur harus dilengkapi nivo kotak untuk pengecekan vertical rambu.
4. Pengukuran Kerangka Kontrol Horizontal (KKH)
Pengukuran titik titik control horizontal dilakukan untuk merapatkan titik-titik control horizontal
yang ada di sekitar lokasi proyek. Titik-titik koordinat yang di pakai sebagai control horizontal
tersebut di anjurkan dalam system koordinat nasional dengan system proyeksi yang di gunakan
adalah UTM (Universal Transverse Mecator) dengan pertimbangan bahwa pengukuran topografi
bidang jalan bersifat memanjang. Pengukuran titik titik control horizontal dilakukan dengan
metode polygon terbuka terikat sempurna atau dengan polygon tertutup. Pengukuran polygon
horizontal meliputi pengukuran sudut tiap titik polygon, pengukuran jarak tiap sisi polygon
dengan azimuth.

5. Pengukuran Penampang Memanjang.


Pengukuran penampang memanjang dalam pelaksanaanya di lakukan bersamaan dengan
pengukuran sifat datar atau pengukuran penampang melintang. Pengambilan data penampang
memanjang dilakukan dengan setiap perubahan muka tanah dan sesuai dengan kerapatan detail
yang ada sepanjang trase. Pembacaan rambu harus di lakukan pada pada tiga benang yaitu :
benanf atas, benang bawah, benang tengah.

6. Pengukuran Penampang Melintang.


Pengukuran penampang melintang ruas jalan di lakukan alat sipat datar pada daerah datar dan
terbuka, tetapi pada daerah dengan topografi bergelombang sebaiknya dilakukan dengan
menggunakan teodolit kompas dengan ketelitian bacaan 20”. Pengukuran penampang melintang
ruas jalan dilakukan harus tegak lurus dengan ruas jalan. Pengambilan data dilakukan pada tiap
perubahan muka tanah dan sesuai dengan kerapatan detail yang ada dengan mempertimbangkan
factor skala peta yang dihasilkan dan tingkat kepentingan data yang akan ditonjolkan.

Sketsa penampang melintang tidak boleh terbalik antara sisi kanan dengan sisi kiri. Untuk
mempermudah pengecekan, pada masing masing sisi koridor di beri notasi yang berbeda,
misalnya koridor sebelah kiri dari center line jalan diberi notasi alphabetic dan untuk koridor
sebelah kanan di beri notasi numbers. Pengukuran penampang melintang dilakukan dengan
persyaratan : Kondisi datar, landai dan lurus dilakukan pada interval tiap 50 m dengan lebar
koridor 75 m ke kiri dan 75 m ke kanan AS trase jalan.

7. Pengukuran dengan Titik Ikat Referensi.


Pengukuran kerangka control horizontal diikatkan pada titik titik referensi horizontal exsisting
yang ada. Informasi keberadaan posisi /lokasi titik ikat tersebut dapat di cari dari institusi yang
terkait antara BAKOSURTANAL, BPN, atau dari hasil pengukuran proyek sebelumnya.
Pengukuran penampang memanjang jalan,pengukuran melintang jalan, pengukuran penampang
melintang sungai dan pengukuran situasi. Persiapan dan survey pendahuluan sama seperti pada
pekerjaan pengukuran jalan.

8. Pengukuran Penampang Melintang Sungai.


Koridor pengukuran kearah hulu dan hilir masing masing 125 m dari as rencana jembatan
pengukuran kedalaman sungai dilakukan denganmenggunakan rambu ukur atau bandul zonding
jika kedalaman air kurang dari 5 m dan arus tidak deras, jika arus deras dan kedalaman lebih dari
5 m pengukuran dilakukan dengan alat echosounder.

9. Pengukuran Situasi.
Pengukuran situasi dilakukan dengan menggunakan electronic total station (ets) atau dengan alat
ukur teodolit dengan ketelitian bacaan ≤ 20”. Data yang diukur mencakup semua obyek bentukan
alam dan buatan manusia yang ada disekitar rencana jembatan. Pada pengukuran situasi tersebut,
pengambilan titik ukur haru detail / rapat. Hal ini karena pada lokasi disekitar rencana jembatan
akan dilapangkan. Selain itu pada lokasi lokasi tersebut biasanya akan dilakukan desain desain
yang bersifat khusus .

10. Pengkuran Pelaksanaan Jalan.


Pengukuran pelaksanan jalan bertujuan untuk mengimplementasikan gambar rencana (design
drawing) di lapangan. Sesuai dengan tujuannya, maka implementasi tersebut dapat digunakan
untuk menentukan center line, pembuatan shop drawing, rencana pembebasan lahan, dan
monitoring pelaksanakan pekerjaan. Pengukuran untuk kegiatan pelaksanaan di lakukan dengan
cara stake_out, yaitu meletakan posisi posisi detail dari gambar rencana kedalam posisi
sebenarnya di lapangan dengan di bantu oleh koordinat koordinat yang ada di lapangan.

11. Pengukuran Stake Out Untuk Center Line.


Pengukuran Stake Out untuk penentuan center line merupakan stake_out bersifat garis, baik
berupa garis lengkung maupun garis lurus. Stake out bersifat garis lurus dilakukan terhadap
center line pada jalan yang lurus. Stake out dilakukan setiap interval 50 m. untuk stake out yang
bersifat lengkung dilakukan setiap tikungan jalan.

Dimana posisi yang akan di stake out antara lain : PI (point intersection), TC (target circle) CT
(circle tangent), untuk tikungan bentuk full circle : TS (tangent spiral), SC (spiral circle), CS
(circle spiral), ST (spiral tangent) untuk tikungan bentuk spiral – circle – spiral . jarak dari titik
diatas sudah terdapat dalam rencana (design drawing). Alat ukur yang digunakan adalah teodolit
/ EDM / ETS.

12. Pengukuran Stake Out Untuk Rencana Pembebasan Lahan.


Pengukuran stake out untuk rencana pembebasan lahan dilakukan bila dalam pelaksanaan
pekerjaan diperlukan pembebasan lahan. Daerah yang ukur adalah daerah yang terkanan
pembebasan lahan. Pada pengukuran ini dilakuakn pemasangan patok patok pada batas batas
daerah yang terkena pembebasan berdasarkan koordinat patok patok pada batas yang telah
terdapat pada peta rencana pembebasan lahan.

13. Pengulahan Data.


Pengolahan data hasil dari pengukuran topografi terdiri dari beberapa tahapan hitungan, yaitu
hitungan polygon untuk pengukuran kerangka control horizontal (sudut.azimut, jarak) hitungan
sifat datar untuk pengukuran kerangka vertical serta hitungan posisi dan beda tinggi untuk
pengukuran situasi dan penampang melintang. Pengolahan data dapat dilakukan secara manual
dengan batuan calculator, ataupun dengan batuan computer.

Dari hasil pengukuran lapangan dapat berupa formulir yang berisi catatan dari hasil pengukuran
maupun data yang direkam dalam fileelektronik. Untuk pengukuran yang bersifat manual dan
semi digital berupa koordinat masing masing obyek yang selanjutnya akan digunakan sebagai
masukan data untuk proses penggambaran. Untuk pengukuran dengan system digital murni,
maka dari hasil pengukuran di rekam dalam file elektronik, hal ini disebabkan alat ukur digital
yang dilengkapi data rekorder atau ata collector, sehingga pengalahan data akan lebih mudah dan
lebih cepat.

Data ukur lapangan yang sudah tersimpan didalam memory dat recorder atau data collector bisa
langsung di download kekomputer dengan bantuan interface. Format data ini di konversi
keformat raw data dan selanjutnya dilakukan proses konversi kedalam file book(data file book
ini mempunyai format yang sama dengan batch file). Data file book di hitung dengan perangkat
lunak khusus topografi untuk memperoleh harga koordinat.

L. KONSEP DASAR GAMBAR KONTRUKSI JALAN DAN JEMBATAN

Menurut Kelas Jalan

Klasifikasi menurut kelas jalan & ketentuannya serta kaitannya dengan kasifikasi menurut fungsi
jalan dapat dilihat dalam Tabel (Pasal 11, PP. No.43/1993).

Muatan Sumbu Terberat


Fungsi Kelas
MST (ton)
I >10
Arteri II 10
IIIA 8
IIIA
Kolektor 8
IIIB

Menurut Medan Jalan


Medan jalan diklasifikasikan berdasarkan kondisi sebagian besar kemiringan medan yang diukur
tegak lurus garis kontur. Klasifikasi menurut medan jalan untuk perencanaan geometrik dapat
dilihat dalam Tabel.

No Jenis Medan Notasi Kemiringan Medan (%)


1. Datar D <3
2. Perbukitan B 3-25
3. Pegunungan G >25

C. Struktur (Konstruksi) Jalan

Struktur Macadam

Lapisan Penetrasi Macadam (lapen), merupakan lapis perkerasan yang terdiri dari agregat pokok
dan agregat pengunci bergradasi terbuka dan seragam yang diikat oleh aspal dengan cara
disemprotkan di atasnya dan dipadatkan lapis demi lapis. Di atas lapen ini biasanya diberi
laburan aspal dengan agregat penutup. Tebal lapisan bervariasi dari 4-10 cm.

Struktur Telford

Konstruksi Telford yaitu susunan batu pecah berukuran besar (10/15 dan 15/20) disusun berdiri
dengan batu pecah yang lebih kecil mengisi rongga diatasnya sehingga rata, kemudian
dipadatkan/digilas dengan mesin gilas, selanjutnya ditabur sirtu diseluruh permukaan untuk
dibabar basah.
Struktur Jalan Beton (Rigid Pavement)

Rigid Pavement atau Perkerasan Kaku adalah suatu susunan konstruksi perkerasan di mana
sebagai lapisan atas digunakan pelat beton yang terletak di atas pondasi atau di atas tanah dasar
pondasi atau langsung di atas tanah dasar (subgrade).

D. Perancangan (Design) Jalan

1) Perancangan ruang lalu lintas


 Peramalan volume dan pola lalu lintas
 Penentuan alinyemen vertikal (elevasi) jalan
 Penentuan trase dan alinyemen horizontal
2) Perancangan struktur jalan
 Perhitungan beban lalu lintas
 Perhitungan kondisi tanah
 Perancangan struktur jalan (tanah dasar, pondasi, dan perkerasan).

JEMBATAN
A. Pengertian Jembatan

Jembatan secara umum diartikan sebagai suatu konstruksi yang berfungsi untuk menghubungkan
dua bagian jalan yang terputus oleh adanya rintangan – rintangan seperti lembah yang dalam,
alur sungai, danau, saluran irigasi, kali, jalan kereta api, jalan raya yang melintang tidak sebidang
dan lain – lain.

B. Jenis – Jenis Jembatan

1. Berdasarkan fungsinya

 Jembatan jalan raya (highway bridge),


 Jembatan jalan kereta api (railway bridge),
 Jembatan pejalan kaki/penyebrangan (pedestrian bridge),

2. Berdasarkan lokasinya

 Jembatan di atas sungai atau danau,


 Jembatan di atas lembah,
 Jembatan di atas jalan yang ada (fly over),
 Jembatan di atas saluran irigasi/drainase (culvert),
 Jembatan di dermaga (jetty).

3.Berdasarkan bahan konstruksinya

 Jembatan kayu (log bridge),


 Jembatan beton (concrete bridge),
 Jembatan beton prategang (prestressed concrete bridge),
 Jembatan baja (steel bridge),
 Jembatan komposit (compossite bridge).

4.Berdasarkan tipe strukturnya

 Jembatan plat (slab bridge),


 Jembatan plat berongga (voided slab bridge),
 Jembatan gelagar (girder bridge),
 Jembatan rangka (truss bridge),
 Jembatan pelengkung (arch bridge),
 Jembatan gantung (suspension bridge),
 Jembatan kabel (cable stayed bridge),
 Jembatan cantilever (cantilever bridge),

a. MEMAHAMI PERSYARATAN
PENGGAMBARAN KONTRUKSI JALAN DAN
JEMBATAN

KONSTRUKSI JALAN DAN JEMBATAN


Jembatan adalah suatu struktur kontruksi yang memungkinkan route transfortasi melaluisungai,
danau, kali, jalan raya, jalan kereta api dan lain-lain.
Jembatan adalah suatu struktur konstruksi yang berfungsi untuk menghubungkan dua bagian
jalan yang terputus oleh adanyarintangan-rintangan seperti lembah yang dalam, alur sungai
saluran irigasi dan pembuang .
Berikut beberapa jenis jembatan :
1. Jembatan diatas sungai
2. Jembatan diatas saluran sungai irigasi/ drainase
3. Jembatan diatas lembah
4. Jembatan diatas jalan yang ada / viaduct
Bagian-bagian Konstruksi Jembatan terdiri dari :
1.Konstruksi Bangunan Atas (Superstructures)Konstruksi bagian atas jembatan meliputi :
a. Trotoir : - Sandaran + tiang sandaran-Peninggian trotoir / kerb-Konstruksi trotoir
b. Lantai kendaraan + perkerasan
c. Balok diafragma / ikatan melintang
d. Balok gelagar
e. Ikatan pengaku (ikatan angin, ikatan rem,ikatan tumbukan)
f. Perletakan (rol dan sendi)Sesuai dengan istilahnya, bangunan atas berada pada bagian
atas suatu jembatan, berfungsimenampung beban-beban yang ditimbulkan oleh suatu lintasan
orang, kendaraan, dll,kemudian menyalurkan pada bangunan bawah.
2.Konstruksi Bangunan Bawah (Substructures) Konstruksi bagian bawah jembatan meliuputi:
a. Pangkal jembatan / abutment + pondasi
b. Pilar / pier + pondasi
Bangunan bawah pada umumnya terletak disebelah bawah bangunan atas. Fungsinya untuk
menerima beban-beban yang diberikan bengunan atas dan kemudian menyalurkan kepondasi,
beban tersebut selanjutnya oleh pondasi disalurkan ke tanah.Pada umumnya suatu bangunan
jembatan terdiri dari empat bagian pokok, yaitu :
a. Bangunan atas
b. Landasan
c. Bangunan bawah
d. Pondasi
Pondasi adalah suatu bagian dari konstruksi bangunan yang berfungsi untuk menempatkan
bangunan dan meneruskan beban yang disalurkan dari struktur atas ke tanah dasar pondasi yang
cukup kuat menahannya tanpa terjadinya differential settlement pada sistem strukturnya.
Untuk memilih tipe pondasi yang memadai, perlu diperhatikan apakah pondasi itu cocok untuk
berbagai keadaan di lapangan dan apakah pondasi itu memungkinkan untuk diselesaikan secara
ekonomis sesuai dengan jadwal kerjanya.

Hal-hal berikut perlu dipertimbangkan dalam pemilihan tipe pondasi:


1. Keadaan tanah pondasi
2. Batasan-batasan akibat konstruksi di atasnya (upper structure)
3. Keadaan daerah sekitar lokasi
4. Waktu dan biaya pekerjaan
5. Kokoh, kaku dan kuat

Umumnya kondisi tanah dasar pondasi mempunyai karakteristik yang bervariasi, berbagai
parameter yang mempengaruhi karakteristik tanah antara lain pengaruh muka air tanah
mengakibatkan berat volume tanah terendam air berbeda dengan tanah tidak terendam air
meskipun jenis tanah sama.
Jenis tanah dengan karakteristik fisik dan mekanis masing-masing memberikan nilai kuat dukung
tanah yang berbeda-beda. Dengan demikian pemilihan tipe pondasi yang akan digunakan harus
disesuaikan dengan berbagai aspek dari tanah di lokasi tempat akan dibangunnya bangunan
tersebut.
Suatu pondasi harus direncanakan dengan baik, karena jika pondasi tidak direncanakan dengan
benar akan ada bagian yang mengalami penurunan yang lebih besar dari bagian sekitarnya.
Ada tiga kriteria yang harus dipenuhi dalam perencanaan suatu pondasi, yakni :
1. Pondasi harus ditempatkan dengan tepat, sehingga tidak longsor akibat pengaruh luar.
2. Pondasi harus aman dari kelongsoran daya dukung.
3. Pondasi harus aman dari penurunan yang berlebihan.

Jenis pondasi ini terbuat dari batu belah ukuran 15 – 25 cm dengan batu pengunci. Batu belah
tersebut diatas diatur pada bagian lapisan pasir setebal 10 cm dengan tujuan lapisan pasir dipakai
untuk keperluan kemungkinan drainasi. PEngaturan batu belah dilakukan dengan sistem manual
dan diusahakan agar rongga-rongga yang terjadi di antara batu belah tersebut sekecil mungkin.
Untuk memperkuat berdirinya batu belah tersebut, di sela-sela batu belah dipasang pasak-pasak
batu kemudian digilas. Batu-batuan yang kecil ditebarkan di bagian atasnya untuk mengisi
rongga-rongga yang terjadi di antara batu belah tersebut kemudian di lakukan penggilasan lagi.
Pada saat pelaksanaan penggilasan, kadang kala diberi air secukupnya dengan tujuan agar batu-
batu kecil dapat masuk ke dalam sela-sela batu belah yang ada. Kekuatan jenis konstruksi telford
ditimbulkan oleh gesekan antar batu-batu tersebut, sehingga kekuatan konstruksi ini sangat
tergantung pada bidang-bidang kontak antar batu serta permukaan batu harus kasar. Semakin
besar bidang kontak dan semakin kasar permukaan batu, maka akan memberi daya dukung yang
besar pula. Maka untuk konstruksi Telford dipergunakan batu belah yang memberikan gesekan
yang lebih besar.Apabila bidang kontak permukaan batu tersebut kecil atau tidak ada sama sekali
maka konstruksi Telford akan rusak.
Hal-hal yang dapat menyebabkan kerusakan pondasi Telford antara lain :
Penopang tepi pada pondasi terlepas
Batu yang dipakai ternyata tidak tahan aus

Beban yang diderita terlalu besar, sehingga gesekan yang tersedia untuk melawan beban
tersebut tidak mencukupi.
Pengertian Aspal Beton (Hot Mix)
Aspal Beton (Hotmix) adalah campuran agregat halus dengan agregat kasar, dan bahan pengisi (
Filler ) dengan bahan pengikat aspal dalam kondisi suhu panas tinggi. Dengan komposisi yang
diteliti dan diatur oleh spesifikasi teknis.
Berdasarkan bahan yang digunakan dan kebutuhan desain konstruksi jalan aspal Beton
mempunyai beberapa jenis Antara Lain:
Ø Binder Course ( BC ) dengan tebal minimum 4cm biasanya digunakan sebagai lapis kedua
sebelum wearing course.
Ø Asphalt Traeted Base ( ATB ) dengan tebal minimum 5 Cm digunakan sebagai lapis pondasi
atas konstruksi jalan dengan lalu lintas berat / Tinggi.
Ø Hot Roller Sheet ( HRS ) / Lataston / laston 3 dengan tebal penggelaran minimum 3 s/d 4 cm
digunakan sebagai lapis permukaan konstruksi jalan dengan lalu lintas sedang
Ø ( FG ) Fine Grade dengan tebal minimum 2.8 cm maks 3 cm bisanya digunakan untuk jalan
perumahan dengan beban rendah.
Ø Sand Sheet dengan tebal Maximum 2.8 cm biasanya digunakan untuk jalan perumahan dan
perparkiran.
Ø Wearing Course ( ACWC ) / Laston dengan tebal penggelaran minimum 4 Cm digunakan
sebagai lapis permukaan jalan dengan lalu lintas berat.

Aspal Beton (Hotmix) secara luas digunakan sebagai lapisan permukaan konstruksi jalan
dengan lalu lintas berat, sedang, ringan, dan lapangan terbang, dalam kondisi segala macam
cuaca
Kelebihan Aspal Beton Hot Mix :
* Waktu pekerjaan yang relatif sangat cepat sehingga terciptanya efesiensi waktu.
* Lapisan konstruksi Aspal beton tidak peka terhadap air.
* Dapat dilalui kendaraan setelah pelaksanaan penghamparan.
* Mempunyai sifat flexible sehingga mempunyai kenyamanan bagi pengendara,
* Pemeliharaan yang relative mudah dan murah.
* Stabilitas yang tinggi sehingga dapat menahan beban lalu lintas tanpa terjadinya
deformasi

Karakteristik Aspal
Definisi dan Komposisi
Aspal adalah campuran yang terdiri dari bitumen dan mineral. Bitumen adalah bahan yang
berwarna coklat hingga hitam, keras hingga cair mempunyai sifat baik larut dalam Cs2 atau
CCL4 dengan sempurna dan mempunyai sifat lunak dan tidak larut dalam air, ter adalah bahan
cair berwarna hitam tidak larut dalam air, larut sempurna dalam Cs2 atau CCL4, mengandung
zat-zat organik yang terdiri dari gugusan aromat dan mempunyai sifat kekal.
Bitumen secara kimia terdiri aromat, Naphten dan alkan sebagai komponen terpenting dan secara
kimia fisika merupakan campuran colloid dimana butir-butir yang merupakan komponen yang
padat (disebut Asphaltene) berada dalam fase cairan yang disebut Malten. Asphlatene terdiri
campuran gugusan aromat Naphten dan Alkan dengan berat molekul yang lebih tinggi,
sedangkan Malten terdiri campuran gugusan aromat. Napthen dan alkali dengan berat molekul
yang lebih rendah.

Jenis-Jenis Aspal
Aspal yang digunakan untuk bahan perkerasan jalan terdiri dari aspal alam dan aspal buatan.
1. Aspal alam
a. Aspal alam dapat dibedakan atas :
· Aspal gunung (Rock Asphalt) contoh : aspal dari pulau Buton
· Aspal danau (Lake Asphalt) contoh : aspal dari Bermudus Trinidat
b. Berdasarkan kemurniannya sebagai berikut :
· Murni dan hampir murni (Bermuda Lake Asphalt)
· Tercampur dengan mineral di Pylau Buton, Aspal gunung (Rock Asphalt) contoh : aspal
dari pulau Buton, Trinidat, Prancis dan Swiss
c. Berhubung aspal alam tidak mempunyai mutu tertentu penggunaan aspal tersebut dapat
dievaluasi dengan baik.
2. Aspal buatan
Jenis ter dibuat dari proses pengolahan minyak bumi. Jadi bahan baku yang dibuat untuk aspal
pada umumnya adalah minyak bumi yang banyak mengandung aspal.
Ter merupakan hasil penyulingan batu bara tidak umum digunakan untuk perkerasan jalan
karena lebih cepat mengeras, peka terhadap temperature dan beracun.
Aspal minyak bumi dengan bahan dasar dapat dibedakan atas :
a. Aspal Keras
Aspal keras/panas (Asphalt Cement, Ac) adalah aspal yang digunakan dalam keadaan cair dan
panas, aspal ini berbentuk padat pada keadaan penyimpanan temperatur ruang (25oC – 30oC).
Aspal semen terdiri dari beberapa jenis tergantung dari proses pembuatannya dan jenis minyak
bumi asalnya. Pengelompokan aspal semen dapat dilakukan berdasarkan nilai penetrasi (tingkat
kekerasan pada temperatur 25oC ataupun berdasarkan nilai Visiositasnya.
Di Indonesia aspal semen biasanya dibedakan berdasarkan nilai penetrasi.
· AC per 40/50 → yaitu AC dengan penetrasi antara 40 - 50
· AC per 60/70 → yaitu AC dengan penetrasi antara 60 - 70
· AC per 84/100 → yaitu AC dengan penetrasi antara 85 - 100
· AC per 120/150 → yaitu AC dengan penetrasi antara 120 - 150
· AC per 200/300 → yaitu AC dengan penetrasi antara 200 - 300
Aspal semen dengan penetrasi rendah digunakan di daerah bercuaca panas (lalu lintas dengan
volume tinggi) sedangkan aspal semen dengan penetrasi tinggi digunakan untuk daerah bercuaca
dengan lalu lintas ber volume rendah.
Di Indonesia pada umumnya dipergunakan aspal semen dengan penetrasi (60/70 dan 80/100)
b. Aspal Cair
Aspal cair adalah campuran antara aspal semen dengan bahan pencair dari hasil penyulingan
dengan minyak bumi, dengan demikian cut back aspal berbentuk cair dalam temperatur ruang.
Berdasarkan bahan pencairnya dan kemudahan menguap bahan pelarutnya, aspal cair dapat
dibedakan atas :
· RC (Rapid Curing Cut Back)
Merupakan aspal (semen yang dilarutkan dengan bensin atau premium).
RC merupakan Cut Back aspal yang paling cepat menguap.
· MC (Medium Curing Cut Back)
Merupakan aspal semen yang dilarutkan dengan bahan pencair yang lebih kental seperti minyak
tanah.
· SC (Slow curing Cut Back)
Merupakan aspal semen yang dilarutkan dengan bahan yang lebih kental seperti solar, aspal jenis
ini merupakan cut back aspal yang paling lama menguap.
Berdasarkan jenis pelarut
· RC dari Ac + Premium
· MC dari Ac + Bensin
· SC dari + Solar
3. Aspal Emulsi
Aspal emulsi adalah suatu campuran aspal dengan air dan bahan pengemulsi berdasarkan muatan
listrik yang dikandungnya aspal emulsi.
Dalam aspal emulsi Kationik dan anionic, kedua golongan tersebut masih dipecahkan lagi
menurut sifat labil sebagai berikut :
Kationik
Disebut juga aspal elmulsi alkali, merupakan aspal emulsi yang bermuatan arus listrik negatif.
Berdasarkan sifat labil dibedakan atas :
- (ML), labil Memisah dengan cepat, tidak dapat dipergunakan untuk campuran sebelum
dihampar.
- (MS) Agak Stabil, mempunyai kestabilan sehingga dapatdipergunakan untuk campuran
dengan jenis-jenis batuan dan gradasi tertentu sebelum dihampar.
- (ML) Stabil, dapat dicampurkan dengan semua jenis batuan yang bisa digunakan segala macam
gradasi termasuk gradasi filler semen portland.
Katonik
Merupakan aspal emulsi yang bermuatan positif berdasarkan sifat bekerja dapat dibedakan atas :
- (MCK) Bekerja Cepat
Cepat bereaksi dengan batuan pada terjadinya kontak dengan permukaan jalan maupun
batuan sehingga tidak dapat batuan sebelum dihampar.
- (MSK) Bekerja Kurang Cepat
Reaksi kurang cepat dengan batuan menyebabkan jenis ini dapat digunakan untuk
pekerja, pencampuran dengan bantuan bergradasi kasar dan bersih.
- (MLK) Bekerja Lamban
Karena reaksi lamban sekali maka jenis ini dapat dipergunakan untuk menampung
dengan batuan bergradasi halus mis : glury dan tidak bersih.

b. MENERAPKAN PROSEDUR PEMBUATAN


GAMBAR JALAN DAN JEMBATAN KE DALAM
PETA TOPOGRAFI
Adapun alat ukur GPS tipe navigasi untuk keperluan survey pendahuluan dan alat GPS
tipe geodetic untuk pengukuran titik-titik ikat (bila diperlukan). Peralatan ukur harus di kalibrasi
dengan metode yang tepat sesuai dengan jenis dan spesifikasi masing masing alat sebelum di
gunakan.

1.Suvey Pendahuluan.
Survey pendahuluan (reconnaissance) dilakukan untuk mengetahui secara factual kondisi
rencana trase jalan yang telah di buat. Peralatan dan bahan yang di perlukan antara lain peta
rencana trase jalan diatas peta topografi skala 1 : 50.000 atau skala 1 : 25.000, GPS navigasi,
heling meter / clinometers, kompas, formulir survey dan calculator, GPS navigasi dan kompas
berfungsi untuk penentuaan prosentase kemiringan vertical pada AS rencana. Jika trase rencana
yang telah di buat tidak memungkinkan diterapkan dilapangan maka dilakukan pemilihan
alternatif trase jalan.
2. Pemasangan Bench Mark (BM).
Sebelum dilakukan pengukuran, dilakukan pemasangan patok sebagai sarana penyimpan
informasi koordinat hasil pengukuran. Monument pengukuran jalan dan jembatan berupa bench
mark (BM), patok CP (concrete point) dan patok kayu pengukuran. Bench mark (BM) di pasang
di sepanjang ruas jalan yang di ukur pada setiap interval jarak ± 1 KM. di setiap pemasangan
BM harus disertai pemasangan patok CP. Sebagai pasangan untuk mendapatkan azimuth pada
pekerjaan stake_out tahap pelaksanaan.
Pemasangan BM untuk jalan exsisting sebaiknya di pasang di kiri jalan dan CP di kanan jalan
searah dengan jalur pengukuran dengan posisi saling tampak satu sama lain. Pemasangan patok
kayu di lakukan di setiap interval 50 m pada jalur yang lurus dan datar serta setiap 25 m pada
jalur yang berbelok / perbukitan pada sisi jalan yang sama. Pada daerah tertentu yang tidak bisa
di pasang patok kayu bisa dig anti dengan pemasangan paku payung dengan di tandai cat
sekitarnya dan di beri nomor sesuai urutannya untuk memudahkan pencarian patok, sebaiknya
pada daerah sekitarnya di beritanda khusus.
3. Pengukuran Kerangka Kontrol Vertical (KKV)
Pengukuran kerangka control vertical dilakukan dengan metode sipat datar disepanjang trase
jalan melewati BM, CP dan semua patok kayu. Pengukuran sipat datar dilakukan pergi pulang
secara kring pada setiap seksi. Panjang seksi ± 1 – 2 km dengan persyaratan (toleransi) ketelitian
≤ (kurang dari atau sama dengan) 10 mm √D, dimana D adalah jumlah jarak dalam km.Elevasi
titik referensi yang di gunakan sebagai elevasi awal harus di hitung dari tinggi MSL (muka air
laut rata rata).
Pengukuran sifat datar harus menggunakan alat sipat datar otomatis atau yang sederajat dengan
deviasi standar ketelitian pengukuran alat per 1 km pergi pulang ketelitianya ≤ 5 mm, pembacaan
rambu harus dilakukan pada tiga benang yaitu benang atas, benang bawah, benang tengah.untuk
control bacaan.rambu ukur harus dilengkapi nivo kotak untuk pengecekan vertical rambu.
4. Pengukuran Kerangka Kontrol Horizontal (KKH)
Pengukuran titik titik control horizontal dilakukan untuk merapatkan titik-titik control horizontal yang ada
di sekitar lokasi proyek. Titik-titik koordinat yang di pakai sebagai control horizontal tersebut di anjurkan
dalam system koordinat nasional dengan system proyeksi yang di gunakan adalah UTM (Universal
Transverse Mecator) dengan pertimbangan bahwa pengukuran topografi bidang jalan bersifat memanjang.
Pengukuran titik titik control horizontal dilakukan dengan metode polygon terbuka terikat sempurna atau
dengan polygon tertutup. Pengukuran polygon horizontal meliputi pengukuran sudut tiap titik polygon,
pengukuran jarak tiap sisi polygon dengan azimuth.

c. PROSEDUR PEMBUATAN GAMBAR DENAH


JALAN DAN JEMBATAN

1. Buka program Corel Draw dan buatlah lembaran kerja baru dengan background bewarna
putih.
2. Pertama-tama, kita akan membuat alur jalan nya terlebih dahulu dengan cara klik Freehand
Tool dan Bezier Tool. Agar lebih mudah, alangkah baiknya jika Anda membuat coret-coretan
denahnya di kertas terlebih dahulu. Dan buatlah alur jalannya sesuai alur yang Anda inginkan.
3. Setelah itu, pertebal garis jalan tersebut dengan cara klik Objek Propetis pilih width 10px atau
8 px (semakin tinggi nilainya, maka garisnya akan semakin tebal). Kemudian tentukan pula
warna jalanya sesuai dengan keinginan Anda.

4. Setelah itu, kita masukan beberapa ikon tempat dengan cara klik Insert Character. Pada Font,
pilih webdings dengan Code Page: All. Pilih character sesuai dengan yang Anda butuhkan.
5. Pembahasan tentang cara membuat denah atau peta lokasi telah selesai. Anda bisa
menambahkan gambar sungai, jembatan dan sebagainya jika memang itu diperlukan.

d. PROSEDUR PEMBUATAN GAMBAR TAMPAK


JALAN DAN JEMBATAN

1.1. Latar Belakang


Jembatan adalah suatu konstruksi yang gunanya untuk meneruskan jalan
melalui suatu rintangan yang berada lebih rendah. Rintangan ini biasanya jalan
lain (jalan air atau jalan lalu lintas biasa). Jembatan yang merupakan bagian dari
jalan, sangat diperlukan dalam sistem jaringan transportasi darat yang akan
menunjang pembangunan pada daerah tersebut. Perencanaan pembangunan
jembatan harus diperhatikan seefektif dan seefisien mungkin, sehingga
pembangunan jembatan dapat memenuhi keamanan dan kenyamanan bagi para
pengguna jembatan (Struyk, 1984).
Keamanan jembatan menjadi faktor utama yang harus diperhatikan dalam
perancangan jembatan. Beban primer, beban sekunder, dan beban khusus harus
diperhitungkan dalam perancangan jembatan agar memiliki ketahanan dalam
menopang beban – beban tersebut. Keselamatan dan keamanan pengguna
jembatan menjadi hal penting yang harus diutamakan.
Keberadaan jembatan saat ini terus mengalami perkembangan, dari bentuk
sederhana sampai yang paling kompleks, demikian juga bahan – bahan yang
digunakan mulai dari bambu, kayu, beton dan baja. Penggunaaan bahan baja
untuk saat – saat sekarang maupun di masa mendatang, untuk struktur jembatan
akan memberikan keuntungan yang berlebih terhadap perkembangan serta
kelancaran sarana transportasi antar daerah maupun antar pulau yang ada di
seluruh Indonesia (Siswanto, 1999).
Wilayah Yogyakarta sendiri sudah banyak melakukan pembangunan
proyek jembatan yang berguna untuk melancarkan transportasi yang ada, salah
satunya adalah Jembatan Randusongo yang berada di Dusun Randusongo, Desa
Donokerto, Kecamatan Turi, Sleman, Yogyakarta. Di wilayah ini banyak terdapat
sungai yang menyebabkan terganggunya transportasi darat pada khususnya.
Melihat permasalahan yang ada, maka pemerintah membangun jembatan untuk
mengatasi masalah tersebut.
Jembatan Randusongo sudah dibangun menggunakan beton pracetak
dengan panjang bentang 40 m dan lebar 1,0 + 7,0 + 1,0 m pada tahun 2009,
sebagaimana yang terlihat pada Gambar 1.1 dan Gambar 1.2. Melihat kondisi
tanahnya yang berpasir kasar, berkerikil, berbatu – batu dan sebagai mana
diketahui bahwa wilayah Yogyakarta sendiri masuk dalam zona gempa, maka
rawan pula terjadinya pergeseran tanah. Dengan mempertimbangkan kondisi
tanah dan wilayah Yogyakarta itu sendiri, maka apabila konstruksi Jembatan
Randusongo menggunakan beton pracetak akan dapat menimbulkan permasalahan
seperti retakan pada struktur jembatan tersebut. Hal ini dapat dilihat pada
kelemahan beton itu sendiri yang mana kuat tariknya diabaikan dalam
perencanaan. Disamping itu, perancangan jembatan beton memerlukan ruang
yang relatif besar pada lokasi konstruksi.
Dengan adanya beberapa bahan konstruksi lain seperti baja, maka perlu
dicoba merancang ulang jembatan dengan menggunakan material baja. Mengingat
beberapa keunggulan dari material baja itu sendiri dibandingkan dengan material
yang lain. Keunggulan dari material baja itu sendiri adalah sebagai berikut :
1. Mempunyai kekuatan yang tinggi, sehingga dapat mengurangi ukuran
struktur serta mengurangi pula berat sendiri dari struktur. Hal ini cukup
menguntungkan bagi struktur – struktur jembatan yang berada pada kondisi
tanah yang buruk.
2. Keseragaman dan keawetan yang tinggi, tidak seperti halnya material beton
bertulang yang terdiri dari berbagai macam bahan penyusun, material baja
jauh lebih seragam/homogeny serta mempunyai tingkat keawetan yang jauh
lebih tinggi jika prosedur perawatan dilakukan secara semestinya.
3. Keunggulan lain pemakaian baja sebagai material konstruksi adalah
kemudahan penyambungan antar elemen satu dengan lainnya menggunakan
alat sambung las atau baut. Pembautan baja melalui proses gilas panas
mengakibatkan baja menjadi mudah dibentuk menjadi penampang yang diinginkan. Kecepatan
pelaksanaan kontruksi baja juga menjadi suatu keunggulan material baja.
I.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka timbul permasalahan
sebagai kajian, dengan mempertimbangkan kondisi tanah dan wilayah Yogyakarta
yang masuk dalam zona gempa, maka apabila kontruksi Jembatan Randusongo
dirancang dengan menggunakan beton pracetak akan dapat menimbulkan
permasalahan seperti retakan pada struktur jembatan tersebut. Hal ini dapat dilihat
pada kelemahan beton yang mana kuat tariknya diabaikan dalam perencanaan Lokasi Jembatan-
Jembatan yang dirancang
1.3. Batasan Masalah
Penulisan tugas akhir ini akan dapat terarah dan terencana, bilamana
dibuat batasan masalah sebagai berikut :
1. Rangka jembatan dirancang dengan bahan konstruksi yang terbuat dari baja
dan lantai kendaraan terbuat dari beton bertulang.
2. Peraturan yang digunakan sebagai acuan untuk perancangan Jembatan
Randusongo ini adalah :
a. Pedoman Perencanaan Pembebanan Jembatan Jalan Raya (PPPJJR,1987).
b. Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan (Bridge Management
System,1992).
c. Peraturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia (PPBBI).
d. Revisi SNI 03-2833-1992, tentang Perencanaan Ketahanan Gempa untuk
Jembatan.
e. RSNI T-03-2005, tentang Perencanaan Struktur Baja untuk Jembatan.
3. Pembebanan pada jembatan adalah beban primer dan sekunder.
a. Pembebanan primer terdiri dari beban mati (berat sendiri pada struktur
jembatan baja), beban hidup/bergerak (beban lalu lintas), beban kejut dan
gaya akibat tekanan tanah.
b. Beban sekunder terdiri dari beban gempa, beban angin dan gaya rem.
4. Struktur yang dibahas dalam perancangan Jembatan Randusongo adalah :
a. Struktur atas : dimensi jembatan, pelat lantai, gelagar, struktur rangka
jembatan (baja), penahan geser gelagar dan perencanaan sambungan.
b. Struktur bawah : abutment dan fondasi.
5. Analisis struktur rangka baja dengan menggunakan SAP 2000.
1.4. Keaslian Tugas Akhir
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di lapangan, perancangan
Jembatan Randusongo yang ada di Sleman, Yogyakarta, belum pernah dilakukan
sebelumnya. Penulisan laporan tugas akhir yang berjudul ” Perancangan
Struktur Jembatan Randusongo Di Kabupaten Sleman, Propinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta ”, bukan duplikasi atau plagiat dari penulis lain.
1.5. Tujuan Tugas Akhir
Penyusunan tugas akhir ini bertujuan untuk merancang ulang struktur
Jembatan Randusongo di Sleman, Yogyakarta, yang dibangun dengan struktur
beton menjadi struktur baja, serta untuk memberikan penjelasan mengenai tata
cara perancangan jembatan rangka baja.
1.6. Manfaat Tugas Akhir
Manfaat dari penyusunan tugas akhir ini yaitu, dapat diperoleh
pengalaman, pengetahuan dan wawasan dalam perancangan struktur jembatan,
sebagai bekal memasuki dunia kerja. Tugas akhir ini juga dapat membantu
perorangan atau instansi terkait dalam perancangan jembatan baja, dan juga
sebagai usaha untuk merealisasikan semua ilmu yang berkaitan dengan teori yang
diperoleh selama kuliah di Fakultas Teknik, Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
e. PROSEDUR PEMBUATAN GAMBAR
POTONGAN JALAN DAN JEMBATAN

Kegiatan perencanaan teknis jalan dan jembatan sampai dengan penyiapan dokumenpelelangan
dilaksanakan oleh Konsultan Perencanaan Penyiapan Loan SRIP (
Project Preparation Consultant-
PPC-TA SRIP) yang dilanjutkan oleh
Core Team Consultant
(CTC)dimana koordinasi pelaksanaannya dilakukan oleh Subdit Teknik Jalan dan Subdit TeknikJembatan
Direktorat Bina Teknik. Kegiatan perencanaan teknis ini berdasarkan programpenanganan jalan
yang dikeluarkan oleh Direktorat Bina Program. Kegiatanperencanaan teknis untuk program penanganan
Tahun Pertama (Group-1) dilaksanakanoleh konsultan perencana lokal (di bawah kendali Dit. Bina
Teknik maupun SNVT P2JN)dan dikaji ulang oleh Konsultan Persiapan
Loan
(TA SRIP). Kaji ulang perencanaanmencakup aspek keselamatan jalan
(road safety)
dan review terhadappersimpangan/
intersection
. Sedangkan kegiatan perencanaan teknis dan review terhadapaspek keselamatan untuk program
penanganan Tahun Kedua dan Ketiga (Group-2 dan 3)akan dilaksanakan oleh
Core Team Consultant
(CTC).Standar dan pedoman yang digunakan untuk membuat dokumen pelelangan danperencanaan teknis
disiapkan oleh Direktorat Bina Teknik berdasarkan
Standard Bidding Document
(SBD) yang dikeluarkan oleh Bank Dunia. Didalam Perencanaan Teknis harusmemperhatikan
rekomendasi yang dihasilkan dalam Dokumen Lingkungan.
4.2 JENIS PENANGANAN JALAN DAN JEMBATAN
Jenis penanganan jalan dan jembatan yang termasuk dalam program SRIP ini mencakuppekerjaan
peningkatan kekuatan/struktur jalan (
Betterment
), peningkatan kapasitas jalan(
Capacity Expansion-Capex
), pembangunan jalan baru (
New Roads
), rehabilitasi jembatandan bangunan pelengkap, penggantian jembatan dan pembangunan jembatan
barutermasuk jalan layang (
Overpass
) dan
underpass
/terowongan jalan raya.
Bab 4 Prosedur Pelaksanaan Teknis dan Review Desain Jalan dan Jembatan
4 - 24.2.1 Jenis Penanganan Jalan yang memerlukan perencanaan teknis meliputi:Tipe 1 : Pekerjaan
Peningkatan jalan
(Betterment)
.Pekerjaan peningkatan struktur perkerasan jalan yang ada denganpenambahan beberapa lapis perkerasan.
Tipe 2 : Pekerjaan Peningkatan Kapasitas Jalan
(Capex)
Pekerjaan pelebaran jalan menjadi 4 (empat) lajur 2 (dua arah).
Tipe 3 : Pekerjaan Pembangunan Jalan Baru
(New Roads)
Pekerjaan pembuatan jalan baru termasuk pembangunan jalan

f. PROSEDUR PEMBUATANGAMBAR DETAIL


KONTRUKSI JALAN

1) pembersihan dan perataan lahan


Sebelum jalan raya dibangun, lahan dibersihkan dahulu dari sampah maupun
pepohonan kemudian diratakan.
untuk membersihkan lahan dan menggali maupun mengurug tanah7 prosedur pembuatan gambar
detail konstruksi jalan
setelah lahan dibersihkan kemudian dilakukan pekerjaan perataan tanah dengan menggunakan
alat buldozer

untuk memindahkan tanah bekas galian maka digunakan dump truk

2) Penghamparan material pondasi bawah

penghamparan material pondasi bawah berupa batu kali menggunakan alat

transportasi dump truk kemudian diratakan dan dipadatkan dengan menggunakan

alat tandem roller


pekerjaan perataan dengan tandem roller di lakukan lagi pada saat penghamparan

lapis pondasi atas, dan lapir permukaan.

pada saat penghamparan material pondasi dilakukan pekerjaan pengukuran elevasi

urugan dengan alat teodolit dan perlengkapanya.

3) Penghamparan lapis asphalt

setelah lapisan pondasi bawah selesai dikerjakan, proses selanjutnya adalah

penghamparan asphalt yang sebelumya sudah dipanaskan terlebih dahulu sehingga

mencair.

untuk menghamparkan asphalt digunakan alat asphalt finisher


setelah asphalt berhasil dihamparkan dengan elevasi jalan raya yang sudah diukur

menggunakan theodolit sesuai perencanaan pekerjaan selanjutnya adalah

pemadatan dengan buldozer hingga memenuhi kepadatan dan elevasi yang

direncanakan.

g. PROSEDUR PEMBUATAN GAMBAR DETAIL


KONTRUKSI JEMBATAN

1. Penjelasan Umum
Pelaksanaan pekerjaan dilapangan dilakukan sepenuhnya oleh kontraktor pelaksana yang telah
ditunjuk dan diawasi langsung konsultan pengawas dan Departemen Pekerjaan Umum.
Pelaksanaan pekerjaan dilakukan berdasarkan atas gambar-gambar kerja dan spesifikasi tekhnik
umum dan khusus yang telah tercantum dalam dokumen kontrak, rencana kerja & syarat-syarat
(RKS) dan mengikuti perintah atau petunjuk dari konsultan, sehingga hasil yang dicapai akan
sempurna dan sesuai dengan keinginan pemilik proyek.

2. Pekerjaan Persiapan

Pekerjaan persiapan dilaksanakan sebelum pekerjaan fisik dimulai. Adapun pekerjaan-pekerjaan


yang dilaksanakan dalam pekerjaan persiapan tersebut, yaitu :

a. Pekerjaan pematokan dan pengukuran ulang

Pekerjaan pematokan dan pengukuran ulang dilaksanakan oleh kontraktor pelaksana dengan
tujuan pengecekan ulang pengukuran. Pemasangan patok pengukuran untuk profil memanjang
dipasang pada setiap jarak 25 meter.

Pekerjaan Galian

Pekerjaan galian adalah pekerjaan pemotongan tanah dengan tujuan untuk memperoleh bentuk
serta elevasi permukaan sesuai dengan gambar yang telah direncanakan. Adapun prosedur
pekerjaan dari pekerjaan galian, yaitu :

Lokasi yang akan dipotong (cutting) haruslah terlebih dahulu dilakukan pekerjaan clearing dan
grubbing yang bertujuan untuk membersihkan lokasi dari akar-akar pohon dan batu-batuan.
Untuk mengetahui elevasi jalan rencana, surveyor harus melakukan pengukuran dengan
menggunakan alat ukur (theodolit). Apabila elevasi tanah tidak sesuai maka tanah dipotong
kembali dengan menggunakan alat berat (motor grader), sampai elevasi yang diinginkan.

Memadatkan tanah yang telah dipotong dengan menggunakan Vibrator Roller.

Melakukan pengujian kepadatan tanah dengan tes kepadatan (ujiDdensity Sand Cone test) di
lapangan.

Pekerjaan galian dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian :

a. Galian Biasa Commond Excavation)

Dalam pekerjaan ini dilakukan penggalian untuk menghilangkan atau membuang material yang
tidak dapat dipakai sebagai struktur jalan, yang dilakukan menggunakan excavator untuk
memotong bagian ruas jalan sesuai dengan gambar rencana, sedangkan pengangkutan dilakukan
dengan menggunakan dump truck.

b. Galian Batuan / Padas

Pekerjaan galian batu (padas) mencakup galian bongkahan batu dengan volume 1 meter kubik
atau lebih. Pada pekerjaan galian batu ini biasa dilakukan dengan menggunakan alat bertekanan
udara (pemboran) dan peledekan.

c. Galian Struktur

Pada pekerjaan galian struktur ini mencakup galian pada segala jenis tanah dalam batas
pekerjaan yang disebut atau ditunjukkan dalam gambar untuk struktur. Pekerjaan galian ini
hanya terbatas untuk galian lantai pondasi jembatan.

h. MENGEVALUASI GAMBAR JALAN DAN


JEMBATAN

Contoh evaluasi
1. Pendahuluan

Jembatan Tomang Interchange merupakan salah satu infrastruktur strategis yang


menghubungkan Jakarta dan Tangerang. Seiring dengan perkembangan perekonomian,
peningkatan jumlah pengguna jalan tol maupun jumlah tonase terus meningkat pada jembatan
dan pengaruh umur jembatan akan memberikan pengaruh terhadap elemen struktur dalam
menerima beban lalu lintas. PT. Jasa Marga (Persero) Tbk sebagai operator jalan tol diwajibkan
secara konsisten menjaga dan memelihara agar prasarana jalan tol dan jalan penghubungnya
(jembatan) dapat berfungsi optimal, aman, nyaman, dan lancar dengan masa layanan maksimal
dan harus terus menerus meningkatkan pelayanannya terhadap pemakai jalan tersebut.
Pemeliharaan dapat dilakukanKolo

KOMPETENSI INTI 3 (PENGETAHUAN)

Memahami, menerapkan, menganalisis, dan mengevaluasi tentang pengetahuan faktual,


konseptual, operasional dasar, dan metakognitif sesuai dengan bidang dan lingkup kerja Desain
Pemodelan Dan Informasi Bangunan pada tingkat teknis, spesifik, detil, dan kompleks,
berkenaan dengan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dalam konteks
pengembangan potensi diri sebagai bagian dari keluarga, sekolah, dunia kerja, warga masyarakat
nasional, regional, dan internasional.

KOMPETENSI INTI 4 KETERAMPILAN)

Melaksanakan tugas spesifik dengan menggunakan alat, informasi, dan prosedur kerja yang
lazim dilakukan serta memecahkan masalah sesuai dengan bidang kerja Desain Pemodelan Dan
Informasi Bangunan. Menampilkan kinerja di bawah bimbingan dengan mutu dan kuantitas yang
terukur sesuai dengan standar kompetensi kerja. Menunjukkan keterampilan menalar, mengolah,
dan menyaji secara efektif, kreatif, produktif, kritis, mandiri, kolaboratif, komunikatif, dan
solutif dalam ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah,
serta mampu melaksanakan tugas spesifik di bawah pengawasan langsung. Menunjukkan
keterampilan mempersepsi, kesiapan, meniru, membiasakan, gerak mahir, menjadikan gerak
alami dalam ranah konkret terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah,
serta mampu melaksanakan tugas spesifik di bawah pengawasan langsung.
i. MENERAPKAN PROSEDUR PEMBUATAN
MAKET JALAN DAN JEMBATAN

Langkah-Langkah Membuat Karya Konstruksi Miniatur Jembatan

Ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan untuk mengawali proses pembuatan miniatur
jembatan. Hal ini penting karena dapat berpengaruh pada hasil akhir.

1) Menyiapkan Alat dan Bahan

Alat dan bahan harus disipakan berdasarkan rancangan yang telah dibuat sebelumnya. Dengan
demikian, penyediaan bahan yang berlebihan dapat dihindari. Oleh sebab itu, sediakanlah bahan
yang benar-benar diperlukan.

2) Membuat Miniatur Jembatan Berdasarkan Rancangan

Setelah rancangan, alat, dan bahan siap, kamu dapat mulai membuat miniatur jembaran.
Proses pembuatan harus mengacu pada rancangan yang telah dibuat sebelumnya. Namun, bukan
berarti tidah boleh menambah atau mengurangi langkah pengerjaan. Kamu dapat
mengembangkannya asal tdak terlalu berbeda jauh dari rancangan yang telah dibuat. Jika
perubahan yang dilakukan terlalu berbeda, maka konstruksi miniatur jembatan hasilnya akan
tidak sesuai dengan rancangan bahkan dapat gagal.

3) Melakukan Penyelesaian Akhir (Finishing)

Penyelesaian akhir (fnishing) diperlukan untuk mempercantik miniatur jembatan yang dibuat.
Kegiatan fnishing ini dapat dilakukan dengan menambah pernak-pernik tertentu seperti rumah-
rumahan di sekitar jembatan, pepohonan, mobil-mobilan atau hal-hal lain yang dapat membuat
jembatanmu menjadi semakin indah atau kamu bisa mempercantiknya dengan pengecatan.

Di samping itu, sebelum memulai proses pembuatan, kamu harus memerhatikan beberapa
keselamatan kerja demi keamanan dan kenyaman dirimu maupun orang lain, antara lain:

Keselamatan diri saat bekerja.


Keselamatan benda yang digunakan saat bekerja.

Keselamatan lingkungan tempat kamu bekerja jangan sampai kotor.

Jangan lupa, keselamatan orang lain atau teman kamu jangan sampai menimbulkan kecelakaan
pada saat menggunakan alat-alat.

Gunakanlah alat pelindung diri. Contohnya sarung tangan untuk mencegah dan melindungi
tangan kalian dari benda tajam ataupun lem.

Contoh Langkah-Langkah Pembuatan Konstruksi Miniatur Jembatan

A. Alat dan Bahan

Stik es krim

Gunting

Cutter

Penggaris

Cat Warna

Lem/Perekat dan Kuas

Kertas Karton

Selotip

B. Langkah-Langkah Kerja Pembuatan Miniatur Jembatan

1. Buatlah sketsa atau gambar pola tiang dan jalan dengan ukuran tertentu di atas kertas karton.
Lalu potong pola tersebut dengan menggunakan cutter agar hasilnya lebih rapi.
2. Sambungkan pola-pola tersebut dengan menggunakan selotip.

Langkah-Langkah Kerja Pembuatan Miniatur Jembatan 2

3. Pasangkanlah stik es krim sebagai tiang dan pondasi pada pola yang telah disambungkan
dengan menggunakan perekat lem.
4. Berilah warna dengan mengecat seluruh bagian sesuai dengan warna yang telah direncakan
sebelumnya. Gunakanlah cat air karena bahan terbuat dari kertas. Jika bahan utamanya dari kayu
atau tripleks maka pengecetan dapat menggunakan cat tembok.

j. MENERAPKAN PROSEDUR PEMBUATAN


LAPORAN

1. Mengenali Prosedur Pengamatan


Sebelum melakukan pengamatan, sebaiknya kita mengetahui dahulu prosedurnya. Dengan
mengetaui rosedur, kegiatan pengamatan akan terarah dan sistematis.
Prosedur pengamatan yang dimaksud adalah:
Menentukan topik pengamatan
Menentukan tujuan pengamatan
Menentukan objek pengamatan
Membuat panduan pengamatan
Melaksanakan pengamatan
Membuat analisis hasil pengamatan
Menyusun laporan hasil pengamatan
Pada pembahasan kali ini, saya akan menjelaskan bagaimana cara menentukan topik dan tujuan
pengamatan, menentukan objek pengamatan, dan menyusun laporan pengamatan.
a. Menentukan Topik dan Tujuan Pengamatan
Topik merupakan pokok persoalan yang melandasi kegiatan pengamatan. Topik utama yang
memiliki cakupan cukup luas perlu dirinci. Dari topik tersebut tentu kita akan mengetahui tujuan
dari pengamatan yang dilakukan
b. Menentukan Objek Pengamatan
Setelah mengetahui topik dan tujuan hal yang dilakukan selanjutnya adalah menentukan objek
pengamatan. Objek pengamatan merupakan hal atau sesuatu yang dijadikan sasaran pengamatan.
Penentuan objek harus tepat sesuai dengan topik dan tujuan pengamatan.
c. Menyusun Laporan Pengamatan
Menyusun laporan pengamatan sama halnya dengan menyusun laporan yang lain. Unsur yang
perlu diperhatikan dalam menyusun laporan pengamatan ialah kelengkaan sebuah laporan,
kesesuaian isi yang dipaparkan atau dideskripsikan pada setiap bagian, kedalaman isi yang
disajikan, keruntutan alur penyajian, dan susunan tata kalimat yang sesuai kaidah bahasa
Indonesia.
Untuk memperoleh gambaran mengenai apa saja yang harus kita susun dalam laporan
pengamatan, mari kita cermati hal-hal berikut ini :
Bagian Pendahuluan
Dalam bagian pendahuluan setidaknya ada tiga bagian, yaitu:
1. Latar belakang
Bagian ini memaarkan pentingnya dan sisi positif dari kegiatan itu. Bilamana perlu, ungkapkan
pula akibat-akibat yang mungkin terjadi jika kegiatan tersebut tidak dilakukan.
2. Tujuan
Bagian ini menjelaskan tujuan atau sasarran yang ingin dicapai setelah melakukan kegiatan
pengamatan.
3. Sistematika/Ruang Lingkup
Sistematika laporan mengungkapkan bagian-bagian yang dituangkan ke dalam laporan.
Hasil Pengamatan
Pada bagian ini, kita hendaknya mampu mendeskripsikan semua objek yang menjadi tujuan
pengamatan. Deskripsikan sampai pada al yang detail dehingga hhasil pendeskripsian tersebut
memberikan kejelasan kepada pembaca tentang objek engamatan. Salah satu teknik yang dapat
kita gunakan ialah teknik pengembangan berdasarkan urutan tempat, ruang, atau waktu.
Penutup
Di dalam bagian penutup biasanya terdapat dua sub bagian yaitu:
a. Kesimpulan
Bagian ini memaparkan pertanyaan-pertanyaan penting yang berupa simpulan atas fakta-fakta
yang berhubungan dengan objek pengamatan.
b. Saran
Saran yang dimaksud dalam laporan pengamatan adalah masukan-masukan yang diberikan
kepada pihak-pihak tertentu setela melakukan pengamatan.
2. Membuat dan Mengisi Panduan Pengamatan
Pengamatan adalah suatu pedoman atau patokan untuk melakukan pengamatan. Panduan
pengamatan sangat penting dibuat agar kegiatan yang dilakukan terarah sesuai dengan topik dan
tujuan yang ditetapkan sebelumnya.
Karena panduan pengamatan menjadi pedoman, maka hal-hal yang tercantum di dalamnya harus
memuat pokok-pokok yang akan diamati, lalu diisi oleh pengamat saat melakukan pengamatan.

4.1. KLASIFIKASI JALAN

Setiap jalan yang acap kita lewati sejatinya dibagi kedalam beberapa klasifikasi atau ada yang
menyebutnya dengan istilah hirarki jalan. Definisinya adalah pengelompokan jalan dengan
beberapa dasar, anatra lain berdasarkan administrasi pemerintahan atau berdasarkan fungsi jalan.
Selain itu ada pula klasifikasik dikelompokkan berdasarkan muatan sumbu, yang di dalamnya
ada faktor lain yang berhubungan dengan masalah dimensi dan berat kendaraan.
Dalam klasifikasi jalan masih ada pula ketentuan lain, yaitu terkait dengan volume kendaraan
yang melintas, besarnya kapasitas jalan raya, dan juga pembiayaan pembangunan serta
perawatannya.
Pengelompokan Jalan Berdasar Fungsi
1. Jalan arteri
adalah jalan umum yang fungsinya lebih pada pelayanan kendaraan dengan jarak tempuh
perjalanan jauh, oleh karenanya biasa berkecepatan tinggi.
2. Jalan kolektor
yaitu jalan raya yang berfungsi melayani kendaraan dengan perjalanan jarak sedang,
kecepatan melaju tentu juga sedang.
3. Jalan lokal
merupakan jalan raya yang digunakan demi melayani kendaraan lokal di suatu tempat,
ciri perjalanannyapun adalah jarak dekat, sementara kecepatannya juga rendah.
4. Jalan lingkungan
adalah jalan raya yang digunakan untuk melayani angkutan lingkungan yang
perjalanannya berjarak dekat, dan berkecepatanpun rendah.
5. Freeway dan Highway
adalah dua jenis jalan yang posisinya diatas jalan arteri
Tatkala kita bisa mengategorikan jalan berdasarkan fungsi sebagaimana tersebut di atas, maka
masih ada pula pengelompokan jalan yang didasari oleh administrasi pemerintahan, dengan
tujuan untuk mewujudkan kepastian hukum penyelenggaraan jalan, dimana kewenangan
pemerintah pusat pun pemerintah daerah sangat berperan disini.
Klasifikasi Jalan Berdasar Administarsi Pemerintahan
 Jalan nasional
yaitu jalan arteri dan juga jalan kolektor yang menghubungkan antara dua ibukota
provinsi serta jalan tol.
 Jalan provinsi
ymerupakan jalan kolektor yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota
kabupaten/kota, atau antara ibukota kabupaten/kota yang satu dengan ibukota
kabupaten/kota lainnya.
 Jalan kabupaten
adalah jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang tidak termasuk jalan yang
menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, antaribukota kecamatan,
ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan lokal, serta jalan
umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis
kabupaten.
 Jalan kota
merupakan jalan raya yang menghubungkan antarpusat pelayanan dalam kota,
menghubungkan pusat pelayanan dengan persil, menghubungkan antara persil satu
dengan persil lainnya, serta menghubungkan antarpusat permukiman yang berada di
dalam kota.
 Jalan desa
adalah jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau antara permukimansatu
dengan pemukiman lainnya dalam suatu desa.
Di atas adalah klasifikasi jalan yang didasarkan atas fungsi dan administarsi pemerintahan,
kenyataannya masih ada pula klasifikasi jalan yang didasarkan pada faktor muatan sumbu.
Pengelompokan jalan menurut muatan sumbu
 Jalan Kelas I
Jalan Kelas I merupakan jalan arteri yang dapat dilewati kendaraan angkut berukuran
lebar maksimal 2.500 milimeter (2,5 meter), dan panjang maksimal adalah 18.000
milimeter (18 meter). Sementara di Indonesia ini untuk muatan sumbu terberat yang
diizinkan lebih dari 10 ton.
 Jalan Kelas II
Untuk jalan kelas II merupakan jalan arteri yang bisa dilewati kendaraan bermotor
dengan ukuran lebarmaksimal adalah 2.500 milimeter (2,5 meter), sementara untuk
ukuran panjang maksimalnya adalah 18.000 milimeter (18 meter). Untuk muatan sumbu
terberat yang diizinkan adalah 10 ton, dimana jalan kelas ini biasanya merupakan jalan
yang digunakan untuk angkutan peti kemas.
 Jalan Kelas III A
Adalah jalan raya yang dapat dilalui angkutan berukuran lebar maksimal 2.500 milimeter
(2,5 meter), dan panjang maksimalnya adalah 18.000 milimeter (18 meter). Sementara
muatan sumbu terberat yang diizinkan adalah 8 ton.
 Jalan Kelas III B
Jalan kelas IIIB adalah jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk
muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak
melebihi 12.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 8 ton
 Jalan Kelas III C
Jalan kelas IIIC merupakan jalan lokal dan jalan lingkungan yang bisa dilewati kendaraan
bermotor termasuk kendaraan angkut berukuran lebar maksimal 2.100 milimeter (2,1
meter) dan panjangnya tidak boleh lebih dari 9.000 milimeter (9 meter). Sementara
muatan sumbu maksimalnya adalah 8 ton.
Dengan diklasifikasikan jalan dengan berbagai dasar tersebut tentunya agar masyarakat
pengguna jalan bisa menyadari perannya masing-masing, sehingga kerusakan jalan bisa
diminimalisir sedangkan pengguna jalan juga akan sedikit merasa aman, nyaman, dan jauh dari
kecelakaan.

4.2. KLASIFIKASI JEMBATAN

Jembatan merupakan suatu bangunan yang menghubungkan dari tempat satu ke tempat
lainnya yang terlangi oleh sungai, lembah dll. jembatan mempunyai beberapa klasifikasi
yang terbagi oleh beberapa faktor sebagai berikut :

* Menurut keberadaannya jembatan dapat diklasifikasikan sebagai berikut :


1. Jembatan tetap : yaitu jembatan permanen yang keberadaannya dapat dimanfaatkan terus
( Sesuai dengan umur perencanaan), jembatan ini sendiri terbagi dalam 8 macam sebagai
berikut :
a. jembatan kayu
b. jembatan baja
c. jembatan beton bertuang dengan balok T
d. jembatan prategang
e. jembatan pelat beton.
f. jembatan komposit
g. jembatan batan

2. Jembatan Gerak :Yaitu jembatan jembatan yang dapat gerakkan karena adanya lalu lintas
lain yang melewatinya dan jembatan ini umumnya terbuat dari baja dan komposit karena
sifat dan karakteristiknya mudah dalam proses pengoperasiannya. jembatan ini terbagi
menurut cara kerjanya sebagai berikut :
a. Jembatan yang dapt berputar di atas poros mendatar seperti jembatan angkat,baskul, dan
lipat stroos.
b. Jembatan yang dapat berputar di atas poros mendatar dan dapat berpindah secara sejajar.
c. jembatan yang dapat berputar diatas poros tegak atau jembatan putar.

* Menurut Fungsinya Jembatan dapat diklasifikasikan sebagai berikut :


1. Jembatan jalan Raya
2. Jembatan jalan rel kereta
3. jembatan pada waduk
4. jembatan untuk penyeberangan pipa pipa ( Air, Minyak, Gas, dll)

* Menurut Materialnya ( materian yang dipakai) dapat diklasifikasikan sebagai berikut :


1. Jembatan bambu
2. Jembatan kayu
3. jembatan beton
4. jembatan baja
5. jembatan komposit
6. jembatan pasangan batu kali

* Menurut Bentuk Struktur atas yang digunakan jembatan dapat diklasifikasikan sebagai
berikut :
1. jembatan balok
2. jembatan pelat
3. jembatan busur
4. jembatan rangka
5. jembatan gantung
6. jembatan cable stayed

* Menurut Daktilitasnya jembatan dapat diklasifikasikan menurut perilaku seismik


daktilitasnya ( tidak termasuk pangkal jembatan) dapat dibagi 4 jenis yaitu :
1. Jembatan jenis A : yaitu jembatan dengan daktilitas penuh dan monolit.
2. Jembatan Jenis B : Yaitu jembatan dengan daktilitas penuh dan terpisah.
3. Jembatan Jenis C : yaitu jembatan yang tidak daktail.
4. Selain jenis jembatan A,B,C yaitu jembatan yang tidak menghasilkan mekasnisme plastis
yang pasti, dan akan memerlukan analisis dinamik oleh ahli khusus.

4.3. JENIS DRAINASE JALAN DAN JEMBATAN

Sistem drainase merupakan serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan atau
membuang kelebihan air dari suatu kawasan ke badan air (sungai dan danau) atau tempat
peresapan buatan.

Dalam merencanakan sistem drainase jalan berdasarkan pada keberadaaan air permukaan dan
bawah permukaan, sehingga perencanaan drainase jalan dibagi menjadi:

 drainase permukaan (surface drainage)


 drainase bawah permukaan (sub surface drainage)

Secara umum, langkah perencanaan sistem drainase jalan dimulai dengan memplot rute jalan
yang akan ditinjau di peta topografi untuk mengetahui daerah layanan sehingga dapat
memprediksi kebutuhan penempatan bangunan drainase penunjang seperti saluran samping jalan,
fasilitas penahan air hujan dan bangunan pelengkap. Dalam merencanakan harus memperhatikan
pengaliran air yang ada di permukaan maupun yang ada di bawah permukaan dengan mengikuti
ketentuan teknis yang ada tanpa menggangu stabilitas konstruksi jalan.
Sistem drainase permukaan jalan berfungsi untuk mengendalikan limpasan air hujan di
permukaan jalan dan juga dari daerah sekitarnya agar tidak merusak konstruksi jalan akibat air
banjir yang melimpas di atas perkerasan jalan atau erosi pada badan jalan.

Sistem drainase bawah permukaan bertujuan untuk menurunkan muka air tanah dan mencegah
serta membuang air infiltrasi dari daerah sekitar jalan dan permukaan jalan atau air yang naik
dari subgrade jalan.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan drainase permukaan antara lain:

1. Plot rute jalan pada peta topografi

Plot rute ini untuk mengetahui gambaran/kondisi topografi sepanjang trase jalan yang akan
direncakanan sehingga dapat membantu dalam menentukan bentuk dan kemiringan yang akan
mempengaruhi pola aliran.

2. Inventarisasi data bangunan drainase.

Data ini digunakan untuk perencanaan sistem drainase jalan tidak menggangu sistem drainase
yang sudah ada.

3. Panjang segmen saluran


Dalam menentukan panjang segmen saluran berdasarkan pada kemiringan rute jalan dan ada
tidaknya tempat buangan air seperti sungai, waduk dan lain-lain.

4. Luas daerah layanan

Digunakan untuk memperkirakan daya tampung terhadap curah hujan atau untuk memperkirakan
volume limpasan permukaan yang akan ditampung saluran. Luasan ini meliputi luas setengah
badan jalan, luas bahu jalan dan luas daerah disekitarnya untuk daerah perkotaan kurang lebih 10
m sedang untuk luar kota tergantung topografi daerah tersebut.

5. Koefisien pengaliran

Angka ini dipengaruhi oleh kondisi tata guna lahan pada daerah layanan. Koefisien pengaliran
akan mempengaruhi debit yang mengalir sehingga dapat diperkirakan daya tampung saluran.
Oleh karena itu diperlukan peta topografi dan survey lapangan.

6. Faktor limpasan

Merupakan faktor/angka yang dikalikan dengan koefisien runoff, biasanya dengan tujuan supaya
kinerja saluran tidak melebihi kapasitasnya akibat daerah pengaliran yang terlalu luas.

7. Waktu konsentrasi

Yaitu waktu terpanjang yang diperlukan untuk seluruh daerah layanan dalam menyalurkan aliran
air secara simultan (runoff) setelah melewati titik-titik tertentu.

8. Analisa hidrologi dan debit aliran air

Menganalisa data curah hujan harian maksimum dalam satu tahun (diperoleh dari BMG) dengan
periode ulang sesuai dengan peruntukannya (saluran drainase diambil 5 tahun) untuk mengetahui
intensitas curah hujan supaya dapat menghitung debit aliran air.

4.4. SPESIFIKASI BAHAN PEKERAS JALAN


Uraian Umum

Bahan perkerasan aspal merupakan salah satu faktor utama dari beberapa faktor lainnya yang
menentukan kestabilan pekerjaan jalan. Bahan perkerasan yang diperlukan untuk konstruksi
perkerasan jalan dapat digolongkan sebagai berikut :
1. Perkerasan jalan lentur / Fleksible pavement memerlukan bahan :

 Agregat sebagai tulangan


 Aspal sebagai bahan pengikat

2. Perkerasan kaku / rigit pavement, memerlukan bahan –bahan sebagai berikut :

 Agregat sebagai tulangan


 Portland cement sebagai bahan pengikat.

Bahan-bahan perkerasan, baik untuk perkerasan lentur maupun perkerasan kaku, sebelum
digunakan harus melalui pemeriksaan terlebih dahulu di laboratorium.memeriksaan meliputi
beberapa hal antara lain :

 Jenis Bahan
 Keadaan fisik bahan
 Kualitas bahan.

Dengan melalui pemeriksaan tersebut diharapkan dapat terpenuhi salah satu factor untuk
mencapai kestabilan kontruksi perkerasan.
Karakteristik Agregat
Agregat adalah suatu bahan keras dan kaku yang digunakan sebagai bahan campuran
yang berupa berbagai jenis butiran atau pecahan yang termasuk di dalamnya abu (debu) agregat.
Agregat dalam campuran perkerasan pada umumnya merupakan komponen utama yang
mengandung 90 – 95 % agregat berdasarkan presentase (%) berat atau 75 – 85 % agregat
berdasarkan presentase (%) volume. Dengan demikian agregat merupakan bahan utama yang
turut menahan beban yang diterima oleh bagian perkerasan dimana digunakan bahan pengikat
aspal yang sangat dipengaruhi oleh mutu agregat.
Jenis-jenis Agregat

1. Agregat Kasar
Agregat kasar adalah agregat yang lolos pada saringan ¾ (19,1 mm) dan tertahan pada saringan
No. 4 (4,75 mm) terdiri dari batu pecah atau koral (kerikil pecah) berasal dari alam yang
merupakan batu endapan.
a. Sifat-sifat Agregat Kasar adalah :
1. Kekuatan dan Kekerasan
Stabilitas mekanis agregat harus mempunyai suatu kekerasan untuk menghindari
terjadinya suatu kerusakan akibat beban lalu lintas dan kehilangan kestabilan. Pemeriksaan
ketahanan terhadap abrasi dengan menggunakan mesin Los angles, jika dalam pemeriksaan ini
kehilangan berat lebih dari harga yang ditentukan, maka agregat tidak layak untuk digunakan
sebagai bahan perkerasan jalan.
2. Bentuk dan Tekstur Agregat
Bentuk dan tekstur agregat mempunyai kestabilan dari lapisan perkerasan yang dibentuk
oleh agregat tersebut.
Karakteristik dari lapisan perkerasan dapat dipengaruhi dari bentuk dan tekstur dari agregat
tersebut.
b. Partikel agregat kasar dapat berbentuk :
1. Bulat (Rounded)
Agregat yang dijumpai pada umumnya berbentuk bulat, partikel agregat bulat saling bersentuhan
dengan luas bidang kontak kecil sehingga menghasilkan daya interceling yang lebih kecil dan
lebih mudah tergelincir.
2. Lonjong (Elongated)
Partikel berbentuk lonjong dapat ditentukan di sungai-sungai atau bekas endapan sungai. Agregat
dikatakan panjang jika ukuran terpanjang 1,8 kali diameter rata-rata indeks kelonjongan
(Elongated Indeks) adalah perbandingan dalam persen dari berat agregat lonjong terdapat berat
total.
3. Kubus
Partikel berbentuk kubus merupakan bentuk agregat hasil dari mesin pemecah (Crusher Stone)
yang mempunyai bidang kontak yang lebih halus, berbentuk bidang rata sehingga memberi
Intercoling (saling mengunci yang lebih besar).
4. Pipih
Agregat berbentuk pipih mudah retak pada waktu pencampuran, pemadatan serta akibat beban
lalu lintas. Oleh karena itu banyak agregat pipih dibatasi dengan menggunakan nilai indeks
kepipihan yang di syaratkan.
5. Tidak beraturan (Irregular)
Besarnya gesekan dipengaruhi oleh jenis permukaan jenis permukaan agregat yang dapat
dibedakan atas agregat yang permukaannya keras, permukaan licin dan mengkilap (Classy)
agregat yang permukaannya berpori.
Pada kontruksi perkerasan jalan bentuk butiran mempunyai beberapa pengaruh langsung atau
tidak langsung antara lain :
- Mempengaruhi cara pengerjaan campuran
- Merupakan kemampuan pemadatan dalam mencapai kepadatan / density yang ditentukan.
- Mempengaruhi kekuatan perkerasan aspal.
2. Agregat Halus
Yang termasuk dalam fraksi agregat halus adalah yang lolos saringan No. 8 (2,38 mm)
dan tertahan pada saringan No. 200 (0,075 mm) terdari bahan-bahan berbidang kasar bersudut
tajam dan bersih dari kotoran atau bahan-bahan yang tidak dikehendaki.
Karakteristik agregat halus yang menjadi tumpuan bagi kekuatan campuran aspal terletak
pada jenis, bentuk dan tekstur permukaan dari agregat. Agregat halus memegang
peranan penting dalam pengontrolan daya tahan terhadap deformasi, tetapi penambahan daya
tahan ini diikuti pula dengan penurunan daya tahan campuran secara keseluruhan jika melebihi
proporsi yang disyaratkan

3. Filler
Filler yang artinya sebagai filler dapat dipergunakan debu, batu kapur, debu dolomite,
atau semen dan harus bebas dari setiap benda yang harus dibuang. Filler mempunyai ukuran
yang lolos 100 % lolos dari 0,60 mm dan tidak kurang dari 75 % berat partikel yang lolos
saringan 0,075 mm ( saringan basah ).
Perlu diperhatikan agar bahan tersebut tidak tercampur dengan kotoran atau bahan lain
yang dikehendaki dan bahan dalam keadaan kering ( kadar air maksiumum 1 %).
a. Jenis-jenis filler
Jenis filler yang dipergunakan adalah abu batu, semen Portland, debu dolomite dan kapur dan
lain-lain.
b. Syarat-syarat filler
Adapun syarat-syarat filler sebagai berikut :
1. Bahan filler terdiri dari abu batu, semen Portland, abu terbang, debu dolomite, kapur,dan
lain-lain.
2. Harus kering dan bebas dari pengumpulan dan bila diuji dengan pengayakan basah harus
mengandung bahan yang lolos saringan No. 200 tidak kurang dari 70 % beratnya.
3. Penggunaan kapur sebagai bahan pengisi dapat memperbaiki daya tahan campuran,
membantu penyelimutan dari partikel agregat.

4.5. SPESIFIKASI JEMBATAN

Jembatan merupakan suatu konstrusi yang dibangun untuk menghubungkan dua jalan
yang terputus karena adanya hambatan seperti aliran sungai, lembah yang curam, jurang, jalanan
yang melintang, jalur kereta api, waduk, saluran irigasi dan lainnya. Bisa dibilang jika jembatan
merupakan sarana transportasi yang sangat penting, karena dengan adanya jembatan dapat
menyingkat waktu tempuh ke suatu tempat atau wilayah.

Dalam pembangunan jembatan tentunya dibutuhkan pondasi yang kuat dengan tujuan untuk
menahan seluruh beban jembatan ke dasar tanah. Beberapa instrument yang biasa digunakan
dalam pembangunan pondasi jembatan yaitu piezometer, inclinometer, PDA, dan lainnya.

Jenis pondasi yang biasa digunakan untuk konstruksi jembatan yaitu steel pile, reinforced
concrete pile, precast prestressed concrete pile, composite piles, concrete cast in place. Dengan
pondasi yang kuat maka jembatan bisa berfungsi dengan layak dan bisa menahan beban yang
diterima.

Fungsi Jembatan
Berdasarkan fungsinya, jembatan terbagi menjadi beberapa macam yaitu :

Jembatan Jalan Raya (Highway Bridge)

Sesuai dengan namanya, jembatan ini dibangun untuk sarana transportasi berbagai kendaraan
seperti jembatan Ampera, Jembatan Suramadu, Jembatan Ampera dan lainnya.

Jembatan Jalan Kereta Api (Railway Bridge)

Jembatan ini dibangun khusus untuk jalur kereta api yang terhubung antar kota ataupun antar
pulau.

Jembatan Pejalan Kaki/Penyebrangan ( Pedestrian Bridge)

Contoh jembatan ini sering kali kita lihat di jalur penyebrangan ataupun di setiap halte busway.

Sedangkan bahan baku pembuatan jembatan terbagi menjadi beberapa macam yaitu beton, kayu,
beton prategang, baja dan komposit. Bahan konstruksi setiap jembatan disesuaikan dengan
fungsi dan tingkat beban yang akan diterima jembatan.

Struktur pada Jembatan


Jika dilihat dari tipe strukturnya, jembatan dapat dibedakan menjadi beberapa macam,
diantaranya adalah :

Jembatan Plat (slab bridge) : Elemen struktur horizontal yang berfungsi untuk menyalurkan
beban mati ataupun beban hidup menuju rangka pendukung vertical dari suatu sistem struktur.

Jembatan Plat Berongga (voided slab bridge) : plat beton prategang yang biasa digunakan untuk
bentangan yang lebih panjang pada jembatan.
Jembatan Gelagar (girder bridge) : terdiri dari I girder, box girder dan U/V Girder.

Jembatan Rangka (truss bridge) : menyusun tiang-tiang jembatan yang berupa rangka
membentuk segitig. Setiap sturktur truss yang terhubung harus ditekankan terhadap beban statis
dan beban dinamis yang diterima oleh jembatan.

Jembatan Pelengkung (Arch Bridge) : Sebuah jembatan yang terdapat struktur berbentuk
setengah lingkaran dengan abutmen pada kedua sisinya.

Jembatan Gantung (Suspension Bridge) : Berfungsi sebagai pemikul langsung beban lalu lintas
yang melewati jembatan tersebut. Seluruh beban yang lewat di atasnya ditahan oleh sepasang
kabel penahan yang bertumpu di atas 2 pasang menara dan 2 pasang blok angkur.

Jembatan Kabel ( Cable Stayed Bridge) : menggunakan kable baja yang kuat dan kokoh untuk
menahan setiap beban yang melewati jembatan.

Jembatan Cantilever (Cantilever Bridge) : Pada system ini balok jembatan dicor (cast insitu)
atau dipasang (precast), segmen demi segmen sebagai kantilever di kedua sisi agar saling
mengimbangi (balance) atau satu sisi dengan pengimbang balok beton yang sudah dilaksanakan
lebih dahulu.

Komponen yang Digunakan pada Jembatan

Bearing

Bantalan yang berfungsi untuk mengurangi gesekan pada benda yang bergerak secara linear
ataupun rotasi.

Expansion Joint

Komponen ini merupakan sambungan yang bersifat flexible sehingga saluran yang
disambungkan memiliki toleransi untuk bergerak.
Bentangan yang berada antara dua intermediate pendukung, material yang digunakan untuk
pembuatan span sangat beragam seperti beton, baja, kayu, dan lainnya tergantung dari jenis
beban yang diterima jembatan.

Struktur Atas Jembatan (Super Structures)


Trotoar

Jalur untuk pejalan kaki yang biasanya dibuat lebih tinggi tapi tetap sejajar dengan jalan utama,
tujuannya agar pejalan kaki lebih aman dan bisa dilihat jelas oleh pengendara yang melintas.

Girder

Bagian pada struktur atas yang berfungsi untuk menyalurkan beban kendaraan pada bagian atas
ke bagian bawah atau abutment.

Balok Diafgrama

Bagian penyangga dari gelagar-gelagar jembatan yang memanjang dan hanya berfungsi sebagai
balok penyangga biasa bukan sebagai pemikul beban plat lantai.

Struktur Bawah Jembatan (Sub Structures)

Abutment

Bagian bawah jembatan yang berada pada kedua ujung pilar-pilar jembatan, fungsi dari abutment
yaitu untuk menahan seluruh beban hidup (angin, hujan, kendaraan, dll) dan beban mati ( beban
gelagar, dll) pada jembatan.

Abutment terdiri dari beberapa bagian yaitu :

 Dinding belakang (back wall)


 Dinding penahan (breast wall)
 Dinding sayap (wing wall)
 Plat injak (approach slab)
 Konsol pendek untuk jacking ( corbel)
 Tumpuan bearing
 Pilar Jembatan
 Pondasi inti yang berada di bagian tengah jembatan, fungsinya sebagai penahan jembatan
dan menyalurkan beban ke tanah.
 Pier Head

Fungsinya untuk mengikat pile yang berperan sebagai pondasi bawah.

Konstruksi jembatan yang sudah selesai dibangun harus melewati tahap pengujian beban atau
load test, tujuannya untuk mengetahui tingkat maksimum beban yang bisa diterima oleh
jembatan. Selain itu, jembatan juga harus dipantau dengan structural health monitoring system
(SHMS) agar ketika terjadi keretakan ataupun pergeseran bisa langsung diketahui.

4.6. SPESIFIKASI TEKNIS DRAINASE

tangkapan,tanggul pemecah aliran,yang dibangun dengan pasangan batu atau pekerjaan batu
dengan Sarana drainase lain nya meliputi ding ding kepala,ding ding sayap,lapis bantaran,lubang
siar,beton bertulang,beton tidak bertulang atau bronjong yang mana ditentukan dalam kontrak.
Tahapan Pelaksanaan Pengukuran Detail Situasi Proyek Konstruksi Kesalahan Pengukuran
Proyek Konstruksi
Dalam pekerjaan Drainase konstruksi bangunan jalan dan jembatan prosesnya harus sesuai
dengan spesifikasi-spesifikasi yang berlaku. Hal ini untuk menjamin adanya control mutu
pengerjaan yang baik dan terstandar. Setelah sebelumnya kita telah membahas tentang
spesifikasi teknis mobililasi.

SPESIFIKASI TEKNIS MOBILISASI DALAM


KONSTRUKSI BANGUNAN

Pekerjaan drainase jalan yang dimaksud disini akan terdiri dari pembangunan saluran tepi jalan
,jalan air, gorong gorong serta sarana drainase lainnya. Adalah satu persyaratan umum bahwa
semua pekerjaan drainase tersebut harus diselesaikan dan harus sudah berfungsi sebelum
pelaksanaan struktur perkerasan dan bagu jalan.

Ruang lingkup pekerjaan drainase akan meliputi saluran saluran ,gorong gorong dan sarana
drainase lainnya yang dibangu sesuai dengan gambar rencana dan perencanaan ,garis batas
,ketinggian, dan ukuran ukuran yang ditunjukkan dan mematuhi spesifikasi.
Saluran akan merupakan saluran tanah terbuka baik dilapisi ataupuntidak dilapisi dengan
pasangan batu atau beton yang mana ditentukan dalam kontrak.

Gorong gorong berupa gorong gorong pipa bertulang atau gorong gorong pipa tidak bertulang
ataupun pipa baja bergelombang yang mana ditentukan dalam kontrak. Sarana drainase lain nya
meliputi ding ding kepala,ding ding sayap,lapis bantaran,lubang tangkapan,tanggul pemecah
aliran,yang dibangun dengan pasangan batu atau pekerjaan batu dengan siar,beton
bertulang,beton tidak bertulang atau bronjong yang mana ditentukan dalam kontrak.

REHABILITASIDRAINASETEPI JALAN.
Pekerjaan ini mencakup pembersihan tumbutumbuhan dan pembuangan benda benda dari
saluran tepi jalan atau pun dari kanal kanal yang ada,memotong kembali dan membentukulang
saluran tanah yang ada untuk perbaikan atau peningkatan kondisi asli dan juga perbaikan saluran
yang dilapisi dalam hal saluran pasangan batu atau beton.
SALURAN DILAPISI
Pekerjaan ini terdiri dari membangun saluran baru atau rekonstruksi saluran yang ada dan
memberikan satu lapisan pasangan batu sebagaimana ditunjukkan dalam gambar atau seperti
yang diperintahkan oleh Direksi Teknik Lapangan. Pekerjaan tersebut juga termasuk setiap
pemindahan atau penjagaan aliran air, kanal irigasi atau jalan air yang ada, yang terganggu
selama pelaksanaan pekerjaan kontrak.

Toleransi Ukuran
1. Ketinggian final dasar saluran tidak boleh berbeda lebih dari 1 cm dari yang ditentukan
pada setiap titik dan harus cukup halus serta bentuknya rata untuk menjamin aliran air
yang bebas
2. Alinemen aliran dan profil potongan melintang akhir (final) tidak boleh berbeda lebih
dari 5 cm dari yang ditentukan pada setiap titik.
3. Permukaan masing masing batu muka pasangan batu pelapisan tidak boleh berbeda lebih
dari 3 cm permukaan normal.
4. Ketebalan pasangan batu harus seperti yang ditunjukkan pada gambar standard dan tidak
boleh kurang dari 20 cm.

PELAKSANAAN PEKERJAAN
Lokasi, panjang, garis batas dan kemiringan yang diperlukan dari semua saluran saluran yang
harus digali dan dilapisi,bersama sama dengan semua lubang tangkapan dan kuala yang
berkaitan harus dipatok dilapangan oleh kontrakor sesuai dengan rincian pelaksanaan yang
ditunjukkan pada gambar rencana atau seperti yang diperintahkan oleh Direksi Teknis serta harus
diperiksa dan mendapat persetujuan Direksi teknik sebelum pelaksanaan pekerjaan dimulai.

Persiapan Pondasi
Ketinggian permukaan pondasi untuk saluran harus dipasang dan digali sampai kedalaman yang
ditunjukkan pada gambar rencana atau seperti diperintahkan oleh direksi teknik dilapangan untuk
menjamin bahwa satu permukaan yang baik dan memadai dapat diperoleh.
Bila diperintahkan demikian oleh direksi teknik bahan lantai kerja yang disetujui harus
diletakkan dan dipadatkan ditempatnya, kecuali ditentukan lain atau ditunjukkan pada gambar
rencana, dasar pondasi untuk pelapisan pekerjaan batu harus normal (tegak lurus) atau dipotong
bertangga tegak lurus pada permukaan dinding.
Bila ditunjukkan pada gambar rencana atau diminta lain oleh direksi teknik satu pondasi atau
alas pondasi dari beton akan diperlukan.
Pemasangan dan penyelesaian akhir pekerjaan Batu dengan Siar setelah disetujui penyiapan
pekerjaan pondasi,pelapisan pasangan batu dengan siar akan dibangun
Bahan Bahan
Urugan kembali yang digunakan sebagai bahan dasar dan perbaikan bagian dibawah pelapisan
pasangan batu harus dari pasir, kerikil berpasir,atau bahan berbutir bergradasi baik yang disetujui
lainnya dengan ukuran batu maksimum 20 mm.

Bahan Filter
Bahan bahan untuk membuat lapisan dasar menyerap air, kantong kantong filter ataupun lubang
pelepasan pada pelapisan pekerjaan batu yang disetujui harus keras,awet,bahan nerbutir yang
memenuhi persyaratan gradasi.

Pasangan Batu dengan Siar


Batu tersebut harus batu lapangan dengan permukaan kasar atau batu sumber (quari) kasar yang
keras dalam kondisi baik,awet dan mutunya padat,tahan terhadap daya perusakan air serta
sepenuhnya cocok digunakan sebagai pasangan batu

Adonan (mortar) terdiri dari semen Portland (pc) dicampur dengan agregat halus atau pasir kasar
dalam satu perbandingan 1 semen dan 3 agregat/pasir. Kelas beton k125 ,bila diperlukan beton
yang digunakan untuk dasar pasangan batu dari kelas K125.

4.7. JENIS KONTRUKSI PEKERASAN JALAN

Dulu orang merasa cukup dengan menggunakan jalan tanah yang dipadatkan sebagai sarana
transportasi. Dengan meningkatnya volume dan beban tonase lalulintas maka tanah yang
diperkeras saja sangat tidak mencukupi. Oleh karena itu maka dibuatlah konstruksi perkerasan.

Perkerasan adalah lapisan-lapisan bahan perkerasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang
dihamparkan diatas tanah dasar dan kemudian dipadatkan dengan persyaratan tertentu.

Jenis-jenis konstruksi perkerasan antara lain :

 Perkerasan lentur (flexible pavement)


 Perkerasan kaku (rigid pavement)
 Perkerasan modular
 Perkerasan komposit

Perkerasan lentur

perkerasan aspal
Perkerasan Kaku

Perkerasan beton
Penyebaran tegangan di dalam struktur perkerasan
Jenis-jenis perkerasan aspal :

1. Laburan aspal satu lapis (burtu)


2. Laburan aspal dua lapis (burda)
3. Lapis tipis aspal pasir (latasir)
4. Lapis penetrasi makadam (lapen)
5. Asphalt treated base (ATB)
6. Aspal campuran dingin (cold mix)
7. Lapis tipis aspal beton (lataston)
8. Beton aspal (hot mix)

Jika mutu material tidak memenuhi syarat maka :

1. Perkerasan Beton :
a. Kekuatan lentur (flexural strength) rendah, maka regangan tarik yang terjadi besar sehingga
umur berkurang.
b. Agregat agak lunak atau kotor, permukaan akan lepas-lepas sehingga umur menjadi
berkurang.
Jika mutu pelaksanaan tidak memenuhi syarat maka :
1. Perkerasan Beton :
a. Kerataan tidak memenuhi toleransi, kenyamanan pengendara ber-kurang dan umur
akan menurun.
b. Pemadatan yang kurang sempurna akan menimbulkan keropos dalam beton
sehingga mudah retak dan umur akan berkurang.
c. Air yang digunakan terlalu banyak, mutu beton menurun sehingga umur akan
berkurang.
2. Cement Treated Sub-Base (CTSB) :

Permukaan kasar dan tidak rata, bidang antara CTSB dan perkerasan beton tidak diberi plastik
atau membran, maka perkerasan beton akan retak di sembarang tempat bukan di daerah
dowel.

4.8. MENYAJIKAN BERBAGAI JENIS KONTRUKSI JEMBATAN

Jembatan merupakan suatu konstruksi penting yang menghubungkan antara satu tempat ke
tempat lainnya. Sudah banyak jembatan yang dibangun di dunia ini baik itu di daerah pedesaan
hingga di perkotaan besar. Bahkan saat ini sudah banyak dibangun jembatan yang membelah
lautan sehingga mampu menghubungkan antar negara.
Pembangunan jembatan memerlukan perencanaan yang tepat karena menyangkut kehidupan
banyak orang. Pemilihan material dan kekokohan konstruksi jembatan merupakan poin penting
yang perlu diperhatikan oleh para arsitek yang membangun, karena jika ada kesalahan sedikit
saja jembatan bisa roboh dan mencelakakan banyak orang.
Seiring perkembangan zaman yang semakin modern, kini material yang digunakan untuk
membuat jembatan tak terpaku lagi pada bahan-bahan konvensional. Kaca pun kerapi dipilih
sebagai bahan utama untuk membangun jembatan. Seperti jembatan kaca tertinggi di dunia yang
ada di Zhangjiajie National Park, China.
Begitu pentingnya jembatan dalam membantu kehidupan manusia, tahukah Anda sebenarnya ada
berbagai macam tipe konstruksi pembangunan jembatan. Bagi Anda yang belum tahu, berikut ini
tim Rumahku.com merangkum lima jenis konstruksi jembatan yang ada di dunia.
1. Beam Bridge
Beam bridge atau jembatan grider adalah desain konstruksi jembatan yang paling sederhana.
Terdiri dari balok-balok jalan memanjang secara horizontal yang ditumpu oleh balok-balok batu
vertikal di bagian bawahnya. Balok yang digunakan sebagai penumpu jalan horizontal umumnya
terbuat dari beton dan batang baja yang ditanamkan di dalam tanah utuk menjaga keseimbangan
dan kekuatan jembatan.
Model jembatan ini cocok untuk menghubungkan dua daerah yang dekat, seperti jalan yang
dipisahkan oleh sungai, atau dua desa yang terpisah jaraknya karena adanya aliran sungai. Bisa
juga digunakan untuk jalan kereta.
2. Truss Bridge

Truss bridge adalah desain versi lebih kokoh dibandingkan beam bridge. Hal ini disebabkan
karena karena adanya kerangka truss yang berbentuk triangular yang dibangun di atas jembatan.
Desain truss biasanya perpaduan dari berbagai bentuk segitiga yang dapat menciptakan kedua
struktur menjadi sangat kaku.
Fungsi truss ini tidak lain untuk mentransfer beban dari satu titik ke daerah yang jauh lebih luas
sehingga beban tidak tertumpu di satu titik.
3. Arch Bridge

Arch bridge ini memiliki desain yang melengkung menyerupai sebuah busur atau panahan di
bagian bawah jalan yang berbentuk horizontal. Pembuatannya lebih sedikit membutuhkan
material bangunan dibandingkan dengan model beam bridge. Meski begitu, jembatan dengan
desain seperti ini memiliki ketahanan yang lebih kuat dibandingkan dengan model truss bridge.
4. Suspension Bridge

Suspension bridge atau biasa disebut dengan jembatan gantung ini adalah desain jembatan yang
terdiri dari menara dan rangkaian tali yang menjadi sebuah sistem dalam mengurangi tegangan
dan kompresi pada jembatan. Umumnya, jembatan jenis ini membutuhkan minimal dua menara
atau tiang untuk menahan beban.
Pembangunan jembatan seperti ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit karena bentuknya
yang rumit, namun sekaligus menghasilkan jembatan yang indah yang bisa menjadi icon khas
sebuah negara.

5. Cantilever Bridge
Jembatan ini terbagi ke dalam tiga ruas yang masing-masing memiliki fungsi untuk menahan
tegangan dan kompresi yang diterima pada jembatan dengan sangat baik. Dua ‘lengan’ jembatan
memiliki peran untuk membawa beban secara vertikal. Meski desainnya rumit, namun
penampilan luarnya sangat unik dan cantik.

4.9. ALINYEMEN HORIZONTAL DAN VERTIKAL JALAN

Perencanaan geometrik adalah merupakan bagian dari perencanaan jalan keseluruhan.


Ditinjau secara keseluruhan perencanaan geometrik harus dapat menjamin keselamatan maupun
kenyamanan dari pemakai jalan. Untuk dapat menghasilkan suatu rencana jalan yang baik dan
mendekati keadaan yang sebenarnya diperlukan suatu data dasar yang baik pula.
Perencanaan geometrik jalan juga merupakan bagian dari perencanaan jalan yang dititik beratkan
pada perencanaan bentuk fisik sehingga dapat memenuhi fungsi dasar dari jalan yaitu
memberikan pelayanan yang optimal pada arus lalu-lintas. Jadi tujuan dari perencanaann
geometrik jalan adalah menghasilkan infrastruktur yang aman dan efisien pelayanan arus lalu
lintas serta memaksimalkan biaya pelaksananaan ruang, bentuk dan ukuran. Jalan dapat
dikatakan baik apabila dapat memberikan rasa aman dan nyaman kepada pemakai jalan.
Secara geometrik, perencanaan jalan dibagi menjadi 2, yaitu perencanaan alinyemen horisontal
dan alinyemen vertikal. Alinyemen horizontal atau trase suatu jalan adalah garis proyeksi sumbu
jalan tegak lurus pada bidang peta, yang biasa disebut tikungan atau belokan. Sedangkan
Alinyemen vertikal adalah garis potong yang dibentuk oleh bidang vertikal melalui sumbu jalan
dengan bidang permukan pengerasan jalan, yang biasa disebut puncak tanjakan dan lembah
turunan (jalan turun).
Tinjauan alinyemen horizontal secara keseluruhan
Ditinjau secara keseluruhan, penetapan alinyemen horizontal harus dapat menjamin keselamatan
maupun kenyamanan bagi pemakai jalan. Untuk mencapai tujuan ini antara lain perlu
diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
 Sedapatnya mungkin menghindari broken back, artinya tikungan searah yang hanya
dipisahkan oleh tangen yang pendek.
 Pada bagian yang relatif lurus dan panjang, jangan sampai terdapat tikungan yang tajam
yang akan mengejutkan pengemudi.
 Kalau tidak sangat terpaksa jangan sampai menggunakan radius minimum, sebab jalan
tersebut akan sulit mengikuti perkembangan-perkembangan mendatang.
 Dalam hal kita terpaksa menghadapi tikungan dengan lengkung majemuk harus
diusahakan agar R1 > 1,5 R2.
 Pada tikungan berbentuk S maka panjang bagian tangen diantara kedua tikungan harus
cukup untuk memberikan rounding pada ujung-ujung tepi perkerasan.
Menetapkan kecepatan rencana (design speed)
Untuk menetapkan alinyemen horizontal pada suatu rute, section ataupun segment dari suatu
jalan, perlu diketahui terlebih dahulu ‘Topography” yang akan dilalui oleh trase jalan yang akan
di design. Keadaan topograpi tersebut kemudian akan dijadikan dasar dalam menetapkan
besarnya kecepatan rencana dari jalan yang akan direncanakan, setelah kelas jalan tersebut
ditentukan.

Macam-macam kurva dalam alinyemen horizontal


Bentuk kurva dalam alinyemen horizontal terdiri atas :
 Full Circle – FC (Lengkung Penuh) yaitu, Lengkung yang hanya terdiri dari bagian
lengkung tanpa adanya peralihan. Yang dimaksud disini adalah hanya ada satu jari2
lingkaran pada lengkung tersebut. (lihat perbedaan dengan SCS)

 Spiral-Circle-Spiral – SCS yaitu, Lengkung terdiri atas bagian lengkungan (Circle)


dengan bagian peralihan (Spiral) untuk menghubungkan dengan bagian yang lurus FC.
Dua bagian lengkung di kanan-kiri FC itulah yg disebut Spiral. (lihat perbedaan dengan
FC).
 Spiral-Spiral – SSyaitu, Lengkung yg hanya terdiri dari spiral-spiral saja tanpa adanya
circle. Ini merupakan model SCS tanpa circle. Lengkung ini biasanya terdapat di
tikungan dengan kecepatan sangat tinggi. (lihat perbedaan dengan SCS)

Tinjauan alinyemen vertikal secara keseluruhan


Ditinjau secara keseluruhan alinyemn vertikal harus dapat memberikan kenyamanan kepada
pemakai jalan disamping bentuknya jangan sampai kaku. Untuk mencapai itu harus diperhatikan
hal-hal sebagai berikut :
 Sedapat mungkin menghindari broken back, grad line atinya jangan sampai kita
mendesaign lengkung vertikal searah (cembung maupun cekung) yang hanya dipisahkan
oleh tangen yang pendek.
 Menghindari hidden dip, artinya kalau kita mempunyai alinymen vertikal yang relatif
datar dan lurus, jangan sampai didalamnnya terdapat lengkung-lengkung cekung yang
pendek yang dari jauh kelihatannya tidak ada atau tersembunyi.
 Landai penurunan yang tajam dan panjang harus diikuti oleh pendakian agar secara
otomatis kecepatan yang besar dari kendaraan dapat dikurangi.
 Kalau pada suatu potongan jalan kita menghadapi alinyemen vertikal dengan kelandaian
yang tersususun dari prosentase kecil sampai besar, maka kelandaian yang paling curam
harus ditaruh pada bagian permulaan landai, berturut-turut kemudian kelandaian yang
lebih kecil. Sampai akhirnya yang paling kecil.
Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan
Alinyemen vertical direncanakan dengan mempertimbangkan antara lain hal-hal sebagai berikut :
 Kecepatan rencana
Kecepatan rencana yang diambil harus disesuaikan dengan ketetapan yang telah dipakai pada
alinyemen horizontal. Dengan demikian klasifikasi medan yang telah ditetapkan untuk
alinyemen horizontal berikut wilayah-wilayah kecepatan rencananya harus dijadikan pegangan
untuk menghitung tikungan-tikungan pada alinyemen vertikal. Kalau hal ini tidak dijaga akan
diperoleh ketidak seimbangan, misalnya disatu pihak kita mempunyai kecepatan rencana yang
tinggi untuk alinyemen horizontal, sedangkan alinyemen vertikalnya hanya mempunyai
kecepatan rencana yang lebih rendah atau sebaliknya. Ini berarti akan merugikan pemakai jalan
atau bahkan bias membahayakan pemakai jalan.
 Topography
Keadaan topography ini earat hubungannya dengan volume pekerjaan tanah. Untuk terrain yang
berat sering kita terpaksa harus menggunakan angka-angka kelandaian maximum pada
alinyemen vertikal agar volumem pekerjaan tanah dapat dikurangi. Pada perencanaan jalan baru
kita harus agak berhati-hati dalam menetapkan alinyemen vertikal. Sebab sekali kita kurang
bijaksana dalam menetapkan kelandaian jalan, perbaikannya akan menuntut biaya yang sangat
besar. Disamping itu penetapan kelandaian harus sedemikian sehingga tinggi galian atau
dalamnya timbunan masih dalam batas-batas kemampuan pelaksanaan
 Fungsi jalan
Dalam merencanakan jalan (terutama didaerah perkotan) sering kita hadapi bahwa rencana
jalan kita akan crossing dengan existing road. Sebelum menetapkan bentuk tersebut kita
harus mengetahui betul, apa sebetulnya fungsi jalan kita maupun fungsi jalan yang dicross
oleh kita jalan tersebut. Sehingga dengan demikian dapat kita tentukan bentuk-bentuk
crossing tersebut. Dari bentuk-bentuk crossing tersebut baru dapat kita tentukan alinyemen
vertikalnya.
 Tebal perkerasan yang diperhitungkan
Untuk design jalan baru, tebal perkerasan tidak mempengaruhi penarikan alinyemen vertikal.
Tapi untuk design yang sifatnya betterment, tebal perkerasan akan memegang peranan penting.
Dalam hal ini penarikan alinyemenvertikal harus sudah sedemikian sehingga kedudukannya
terhadap permukaan jalan lama mendekati atau sesuai dengan yang telah diperhitungkan.
 Tanah dasar
Kadang-kadang kita terpaksa membuat jalan diatas tanah dasar yang sering kena banjir. Disini
kita harus hati-hati artinya jangan sampai alinyemen vertikal kita tidak cukup tinggi. Kedudukan
alinyemen vertikal harus sedemikian sehingga : Permukaan air banjir tidak mencapai lapis-lapis
perkerasan. Cukup tinggi sampai kita dapat memasang culvert yang betul-betul bisa berfungsi.
Macam-macam contoh bentuk dalam alinyemen vertikal

4.10. DATA PETA POTOGRAFI


Data topografi lahan merupakan data penting yang sangat menentukan keber-fungsian jaringan
irigasi permukaan. Pengukuran dan pemetaan topografi merupakan kegiatan awal yang harus
dilakukan dalam perencanaan sistem irigasi permukaan. Pemetaan bisa didasarkan pada
pengukuran di lapangan secara penuh, sehingga dihasilkan peta topografi yang dilengkapi
dengan garis konturnya. Untuk sistem irigasi dengan luas lahan sekitar 10.000 ha atau lebih
biasanya didasarkan pada peta foto udara dengan dilengkapi detail topografinya.

Persyaratan untuk pembuatan peta topografi umum dirinci sebagai berikut, yaitu:
Potret bentuk tanah (landform) harus memiliki relief mikro dengan bentuk fisik yang jelas, hal
ini akan langsung menentukan tata letak dan lokasi saluran irigasi, saluran pembuang dan jalan.
Ketelitian ketinggian permukaan lahan.
Di daerah datar, kemiringan saluran sebaiknya kurang dari 10 cm/km. Ketepatan dalam hal
ketinggian adalah penting sekali karena hal ini akan menunjukkan apakah suatu layanan sistem
irigasi dan drainase (pembuangan) akan berfungsi.

Di daerah yang memiliki lahan curam, layanan sistem irigasi dan sistem drainase sangat
tergantung pada kemiringan lahan dan ketinggian, sesuai dengan interval garis kontur dengan
ketentuan, sebagai berikut :
o tanah datar < 2 % dengan interval 0,5 m
o tanah berombak dan landai 2-5 % dengan interval
Pengukuran Sungai dan Lokasi Bendung
Untuk perencanaan bangunan utama di sungai diperlukan informasi topografi mendetail
mengenai sungai dan lokasi bendung. Bersama-sama dengan pengukuran untuk peta
topografi umum, harus diukur pula beberapa titik di sungai. Hasil-hasilnya akan digunakan
dalam perencanaan pendahuluan jaringan irigasi. Pengukuran ini mencakup unsur-unsur
berikut :
Peta bagian sungai di mana bangunan utama akan dibangun. Skala peta ini adalah 1: 2.000
atau lebih besar yang meliputi 1 km ke hulu dan 1 km ke hilir bangunan utama dan melebar
hingga 250 m ke masing-masing sisi sungai. Daerah bantaran harus terliput semuanya.
Kegiatan pengukuran ini juga mencakup pembuatan peta daerah rawan banjir. Peta itu harus
dilengkapi dengan garis-garis kontur pada interval 1,0 m, kecuali di dasar sungai dimana
diperlukan garis-garis kontur pada interval 0,50 m. Peta itu juga harus memuat batas-batas
penting seperti batas-batas desa, sawah dan semua prasarananya.
Potongan memanjang sungai dengan potongan melintang setiap 50 m. Panjang potongan
memanjang serta skala horisontalnya harus dibuat sama dengan untuk peta sungai di atas skala
vertikalnya 1: 200 atau 1 : 500, bergantung kepada kecuraman medan. Skala. potongan
melintangnya 1 : 200 horisontal dan 1 : 200 vertikal. Panjang potongan melintang adalah 50 m
ke masing-masing sisi sungai. Elevasinya akan diukur pada jarak maksimum 25 m atau untuk
beda tinggi 0,25 m mana saja yang bisa dicapai lebih cepat.

Pengukuran detail lokasi bendung yang sebenarnya harus dilakukan, yang menghasilkan peta
berskala 1: 200 atau 1: 500 untuk areal seluas kurang lebih 50 ha (1000 x 500 m2). Peta ini akan
menunjukkan lokasi seluruh bagian bangunan utama termasuk lokasi kantong pasir dan tanggul
penutup. Peta ini akan dilengkapi dengan titik rincik ketinggian dan garis-garis kontur setiap
0,25 m

4.11. MENYAJIKAN HASIL KERJA KONSEP DASAR GAMBAR


KONTRUKSI JALAN DAN JEMBATAN

Menurut Kelas Jalan

Klasifikasi menurut kelas jalan & ketentuannya serta kaitannya dengan kasifikasi menurut fungsi
jalan dapat dilihat dalam Tabel (Pasal 11, PP. No.43/1993).

Muatan Sumbu Terberat


Fungsi Kelas
MST (ton)
Arteri I >10
II 10
IIIA 8
IIIA
Kolektor 8
IIIB

Menurut Medan Jalan

Medan jalan diklasifikasikan berdasarkan kondisi sebagian besar kemiringan medan yang diukur
tegak lurus garis kontur. Klasifikasi menurut medan jalan untuk perencanaan geometrik dapat
dilihat dalam Tabel.

No Jenis Medan Notasi Kemiringan Medan (%)


1. Datar D <3
2. Perbukitan B 3-25
3. Pegunungan G >25

C. Struktur (Konstruksi) Jalan

Struktur Macadam

Lapisan Penetrasi Macadam (lapen), merupakan lapis perkerasan yang terdiri dari agregat pokok
dan agregat pengunci bergradasi terbuka dan seragam yang diikat oleh aspal dengan cara
disemprotkan di atasnya dan dipadatkan lapis demi lapis. Di atas lapen ini biasanya diberi
laburan aspal dengan agregat penutup. Tebal lapisan bervariasi dari 4-10 cm.
Struktur Telford

Konstruksi Telford yaitu susunan batu pecah berukuran besar (10/15 dan 15/20) disusun berdiri
dengan batu pecah yang lebih kecil mengisi rongga diatasnya sehingga rata, kemudian
dipadatkan/digilas dengan mesin gilas, selanjutnya ditabur sirtu diseluruh permukaan untuk
dibabar basah.

Struktur Jalan Beton (Rigid Pavement)

Rigid Pavement atau Perkerasan Kaku adalah suatu susunan konstruksi perkerasan di mana
sebagai lapisan atas digunakan pelat beton yang terletak di atas pondasi atau di atas tanah dasar
pondasi atau langsung di atas tanah dasar (subgrade).

D. Perancangan (Design) Jalan

3) Perancangan ruang lalu lintas


 Peramalan volume dan pola lalu lintas
 Penentuan alinyemen vertikal (elevasi) jalan
 Penentuan trase dan alinyemen horizontal
4) Perancangan struktur jalan
 Perhitungan beban lalu lintas
 Perhitungan kondisi tanah
 Perancangan struktur jalan (tanah dasar, pondasi, dan perkerasan).

JEMBATAN

A. Pengertian Jembatan

Jembatan secara umum diartikan sebagai suatu konstruksi yang berfungsi untuk menghubungkan
dua bagian jalan yang terputus oleh adanya rintangan – rintangan seperti lembah yang dalam,
alur sungai, danau, saluran irigasi, kali, jalan kereta api, jalan raya yang melintang tidak sebidang
dan lain – lain.

B. Jenis – Jenis Jembatan

1. Berdasarkan fungsinya

 Jembatan jalan raya (highway bridge),


 Jembatan jalan kereta api (railway bridge),
 Jembatan pejalan kaki/penyebrangan (pedestrian bridge),

2. Berdasarkan lokasinya

 Jembatan di atas sungai atau danau,


 Jembatan di atas lembah,
 Jembatan di atas jalan yang ada (fly over),
 Jembatan di atas saluran irigasi/drainase (culvert),
 Jembatan di dermaga (jetty).

3.Berdasarkan bahan konstruksinya

 Jembatan kayu (log bridge),


 Jembatan beton (concrete bridge),
 Jembatan beton prategang (prestressed concrete bridge),
 Jembatan baja (steel bridge),
 Jembatan komposit (compossite bridge).

4.Berdasarkan tipe strukturnya

 Jembatan plat (slab bridge),


 Jembatan plat berongga (voided slab bridge),
 Jembatan gelagar (girder bridge),
 Jembatan rangka (truss bridge),
 Jembatan pelengkung (arch bridge),
 Jembatan gantung (suspension bridge),
 Jembatan kabel (cable stayed bridge),
 Jembatan cantilever (cantilever bridge),

C. Struktur Jembatan

Struktur Atas (Superstructures)

Struktur atas jembatan merupakan bagian yang menerima beban langsung yang meliputi berat
sendiri, beban mati, beban mati tambahan, beban lalu-lintas kendaraan, gaya rem, beban pejalan
kaki, dll.

Struktur atas jembatan umumnya meliputi :

1. Trotoar :
 Sandaran dan tiang sandaran,
 Peninggian trotoar (Kerb),
 Slab lantai trotoar.
2. Slab lantai kendaraan,
3. Gelagar (Girder),
4. Balok diafragma,
5. Ikatan pengaku (ikatan angin, ikatan melintang),
6. Tumpuan (Bearing).
Struktur bawah jembatan berfungsi memikul seluruh beban struktur atas dan beban lain yang
ditumbulkan oleh tekanan tanah, aliran air dan hanyutan, tumbukan, gesekan pada tumpuan dsb.
untuk kemudian disalurkan ke fondasi. Selanjutnya beban-beban tersebut disalurkan oleh fondasi
ke tanah dasar.

Struktur bawah jembatan umumnya meliuputi :

1. Pangkal jembatan (Abutment),


 Dinding belakang (Back wall),
 Dinding penahan (Breast wall),
 Dinding sayap (Wing wall),
 Oprit, plat injak (Approach slab)
 Konsol pendek untuk jacking(Corbel),
 Tumpuan (Bearing).
2. Pilar jembatan (Pier),
 Kepala pilar (Pier Head),
 Pilar (Pier), yg berupa dinding, kolom, atau portal,
 Konsol pendek untuk jacking(Corbel),
 Tumpuan (Bearing).

Fondasi

Fondasi jembatan berfungsi meneruskan seluruh beban jembatan ke tanah dasar. Berdasarkan
sistimnya, fondasi abutment atau pier jembatan dapat dibedakan menjadi beberapa macam jenis,
antara lain :

1. Fondasi telapak (spread footing)


2. Fondasi sumuran (caisson)
3. Fondasi tiang (pile foundation)
 Tiang pancang kayu (Log Pile),
 Tiang pancang baja (Steel Pile),
 Tiang pancang beton (Reinforced Concrete Pile),
 Tiang pancang beton prategang pracetak (Precast Prestressed Concrete Pile),
 Tiang beton cetak di tempat (Concrete Cast in Place),
 Tiang pancang komposit (Compossite Pile),

4.12. PERSYARATAN PENGGAMBARAN KONTRUKSI JALAN


DAN JEMBATAN

KONSTRUKSI JALAN DAN JEMBATAN


Jembatan adalah suatu struktur kontruksi yang memungkinkan route transfortasi melaluisungai,
danau, kali, jalan raya, jalan kereta api dan lain-lain.
Jembatan adalah suatu struktur konstruksi yang berfungsi untuk menghubungkan dua bagian
jalan yang terputus oleh adanyarintangan-rintangan seperti lembah yang dalam, alur sungai
saluran irigasi dan pembuang .
Berikut beberapa jenis jembatan :
1. Jembatan diatas sungai
2. Jembatan diatas saluran sungai irigasi/ drainase
3. Jembatan diatas lembah
4. Jembatan diatas jalan yang ada / viaduct
Bagian-bagian Konstruksi Jembatan terdiri dari :
1.Konstruksi Bangunan Atas (Superstructures)Konstruksi bagian atas jembatan meliputi :
a. Trotoir : - Sandaran + tiang sandaran-Peninggian trotoir / kerb-Konstruksi trotoir
b. Lantai kendaraan + perkerasan
c. Balok diafragma / ikatan melintang
d. Balok gelagar
e. Ikatan pengaku (ikatan angin, ikatan rem,ikatan tumbukan)
f. Perletakan (rol dan sendi)Sesuai dengan istilahnya, bangunan atas berada pada bagian
atas suatu jembatan, berfungsimenampung beban-beban yang ditimbulkan oleh suatu lintasan
orang, kendaraan, dll,kemudian menyalurkan pada bangunan bawah.
2.Konstruksi Bangunan Bawah (Substructures) Konstruksi bagian bawah jembatan meliuputi:
a. Pangkal jembatan / abutment + pondasi
b. Pilar / pier + pondasi
Bangunan bawah pada umumnya terletak disebelah bawah bangunan atas. Fungsinya untuk
menerima beban-beban yang diberikan bengunan atas dan kemudian menyalurkan kepondasi,
beban tersebut selanjutnya oleh pondasi disalurkan ke tanah.Pada umumnya suatu bangunan
jembatan terdiri dari empat bagian pokok, yaitu :
a. Bangunan atas
b. Landasan
c. Bangunan bawah
d. Pondasi
Pondasi adalah suatu bagian dari konstruksi bangunan yang berfungsi untuk menempatkan
bangunan dan meneruskan beban yang disalurkan dari struktur atas ke tanah dasar pondasi yang
cukup kuat menahannya tanpa terjadinya differential settlement pada sistem strukturnya.
Untuk memilih tipe pondasi yang memadai, perlu diperhatikan apakah pondasi itu cocok untuk
berbagai keadaan di lapangan dan apakah pondasi itu memungkinkan untuk diselesaikan secara
ekonomis sesuai dengan jadwal kerjanya.

4.13. MENGGAMBAR SITE PLAN JALAN DAN JEMBATAN

Site plan adalah rencana tapak. Pengertian Site plan adalah gambar dua dimensi yan
menunjukan detail dari rencana yang akan dilkukan terhadap sebauh kaveling tanah, baik
menyagkut rencana jalan, utilitas air bersih , listrik, dan air kotor, fasilitas umum dan fasilitas
sosial.
4.14. MENGGAMBAR DENAH JALAN DAN JEMBATAN

1. Buka program Corel Draw dan buatlah lembaran kerja baru dengan background bewarna
putih.
2. Pertama-tama, kita akan membuat alur jalan nya terlebih dahulu dengan cara klik Freehand
Tool dan Bezier Tool. Agar lebih mudah, alangkah baiknya jika Anda membuat coret-coretan
denahnya di kertas terlebih dahulu. Dan buatlah alur jalannya sesuai alur yang Anda inginkan.
3. Setelah itu, pertebal garis jalan tersebut dengan cara klik Objek Propetis pilih width 10px atau
8 px (semakin tinggi nilainya, maka garisnya akan semakin tebal). Kemudian tentukan pula
warna jalanya sesuai dengan keinginan Anda.

4. Setelah itu, kita masukan beberapa ikon tempat dengan cara klik Insert Character. Pada Font,
pilih webdings dengan Code Page: All. Pilih character sesuai dengan yang Anda butuhkan.
5. Pembahasan tentang cara membuat denah atau peta lokasi telah selesai. Anda bisa
menambahkan gambar sungai, jembatan dan sebagainya jika memang itu diperlukan.

4.15. MENGGAMBAR TAMPAK JALAN

1.1. Latar Belakang


Jembatan adalah suatu konstruksi yang gunanya untuk meneruskan jalan
melalui suatu rintangan yang berada lebih rendah. Rintangan ini biasanya jalan
lain (jalan air atau jalan lalu lintas biasa). Jembatan yang merupakan bagian dari
jalan, sangat diperlukan dalam sistem jaringan transportasi darat yang akan
menunjang pembangunan pada daerah tersebut. Perencanaan pembangunan
jembatan harus diperhatikan seefektif dan seefisien mungkin, sehingga
pembangunan jembatan dapat memenuhi keamanan dan kenyamanan bagi para
pengguna jembatan (Struyk, 1984).
Keamanan jembatan menjadi faktor utama yang harus diperhatikan dalam
perancangan jembatan. Beban primer, beban sekunder, dan beban khusus harus
diperhitungkan dalam perancangan jembatan agar memiliki ketahanan dalam
menopang beban – beban tersebut. Keselamatan dan keamanan pengguna
jembatan menjadi hal penting yang harus diutamakan.
Keberadaan jembatan saat ini terus mengalami perkembangan, dari bentuk
sederhana sampai yang paling kompleks, demikian juga bahan – bahan yang
digunakan mulai dari bambu, kayu, beton dan baja. Penggunaaan bahan baja
untuk saat – saat sekarang maupun di masa mendatang, untuk struktur jembatan
akan memberikan keuntungan yang berlebih terhadap perkembangan serta
kelancaran sarana transportasi antar daerah maupun antar pulau yang ada di
seluruh Indonesia (Siswanto, 1999).
Wilayah Yogyakarta sendiri sudah banyak melakukan pembangunan
proyek jembatan yang berguna untuk melancarkan transportasi yang ada, salah
satunya adalah Jembatan Randusongo yang berada di Dusun Randusongo, Desa
Donokerto, Kecamatan Turi, Sleman, Yogyakarta. Di wilayah ini banyak terdapat
sungai yang menyebabkan terganggunya transportasi darat pada khususnya.
Melihat permasalahan yang ada, maka pemerintah membangun jembatan untuk
mengatasi masalah tersebut.
Jembatan Randusongo sudah dibangun menggunakan beton pracetak
dengan panjang bentang 40 m dan lebar 1,0 + 7,0 + 1,0 m pada tahun 2009,
sebagaimana yang terlihat pada Gambar 1.1 dan Gambar 1.2. Melihat kondisi
tanahnya yang berpasir kasar, berkerikil, berbatu – batu dan sebagai mana
diketahui bahwa wilayah Yogyakarta sendiri masuk dalam zona gempa, maka
rawan pula terjadinya pergeseran tanah. Dengan mempertimbangkan kondisi
tanah dan wilayah Yogyakarta itu sendiri, maka apabila konstruksi Jembatan
Randusongo menggunakan beton pracetak akan dapat menimbulkan permasalahan
seperti retakan pada struktur jembatan tersebut. Hal ini dapat dilihat pada
kelemahan beton itu sendiri yang mana kuat tariknya diabaikan dalam
perencanaan. Disamping itu, perancangan jembatan beton memerlukan ruang
yang relatif besar pada lokasi konstruksi.
Dengan adanya beberapa bahan konstruksi lain seperti baja, maka perlu
dicoba merancang ulang jembatan dengan menggunakan material baja. Mengingat
beberapa keunggulan dari material baja itu sendiri dibandingkan dengan material
yang lain. Keunggulan dari material baja itu sendiri adalah sebagai berikut :
1. Mempunyai kekuatan yang tinggi, sehingga dapat mengurangi ukuran
struktur serta mengurangi pula berat sendiri dari struktur. Hal ini cukup
menguntungkan bagi struktur – struktur jembatan yang berada pada kondisi
tanah yang buruk.
2. Keseragaman dan keawetan yang tinggi, tidak seperti halnya material beton
bertulang yang terdiri dari berbagai macam bahan penyusun, material baja
jauh lebih seragam/homogeny serta mempunyai tingkat keawetan yang jauh
lebih tinggi jika prosedur perawatan dilakukan secara semestinya.
3. Keunggulan lain pemakaian baja sebagai material konstruksi adalah
kemudahan penyambungan antar elemen satu dengan lainnya menggunakan
alat sambung las atau baut. Pembautan baja melalui proses gilas panas
mengakibatkan baja menjadi mudah dibentuk menjadi penampang yang diinginkan. Kecepatan
pelaksanaan kontruksi baja juga menjadi suatu keunggulan material baja.
I.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka timbul permasalahan
sebagai kajian, dengan mempertimbangkan kondisi tanah dan wilayah Yogyakarta
yang masuk dalam zona gempa, maka apabila kontruksi Jembatan Randusongo
dirancang dengan menggunakan beton pracetak akan dapat menimbulkan
permasalahan seperti retakan pada struktur jembatan tersebut. Hal ini dapat dilihat
pada kelemahan beton yang mana kuat tariknya diabaikan dalam perencanaan Lokasi Jembatan-
Jembatan yang dirancang
1.3. Batasan Masalah
Penulisan tugas akhir ini akan dapat terarah dan terencana, bilamana
dibuat batasan masalah sebagai berikut :
1. Rangka jembatan dirancang dengan bahan konstruksi yang terbuat dari baja
dan lantai kendaraan terbuat dari beton bertulang.
2. Peraturan yang digunakan sebagai acuan untuk perancangan Jembatan
Randusongo ini adalah :
a. Pedoman Perencanaan Pembebanan Jembatan Jalan Raya (PPPJJR,1987).
b. Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan (Bridge Management
System,1992).
c. Peraturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia (PPBBI).
d. Revisi SNI 03-2833-1992, tentang Perencanaan Ketahanan Gempa untuk
Jembatan.
e. RSNI T-03-2005, tentang Perencanaan Struktur Baja untuk Jembatan.
3. Pembebanan pada jembatan adalah beban primer dan sekunder.
a. Pembebanan primer terdiri dari beban mati (berat sendiri pada struktur
jembatan baja), beban hidup/bergerak (beban lalu lintas), beban kejut dan
gaya akibat tekanan tanah.
b. Beban sekunder terdiri dari beban gempa, beban angin dan gaya rem.
4. Struktur yang dibahas dalam perancangan Jembatan Randusongo adalah :
a. Struktur atas : dimensi jembatan, pelat lantai, gelagar, struktur rangka
jembatan (baja), penahan geser gelagar dan perencanaan sambungan.
b. Struktur bawah : abutment dan fondasi.
5. Analisis struktur rangka baja dengan menggunakan SAP 2000.
1.4. Keaslian Tugas Akhir
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di lapangan, perancangan
Jembatan Randusongo yang ada di Sleman, Yogyakarta, belum pernah dilakukan
sebelumnya. Penulisan laporan tugas akhir yang berjudul ” Perancangan
Struktur Jembatan Randusongo Di Kabupaten Sleman, Propinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta ”, bukan duplikasi atau plagiat dari penulis lain.
1.5. Tujuan Tugas Akhir
Penyusunan tugas akhir ini bertujuan untuk merancang ulang struktur
Jembatan Randusongo di Sleman, Yogyakarta, yang dibangun dengan struktur
beton menjadi struktur baja, serta untuk memberikan penjelasan mengenai tata
cara perancangan jembatan rangka baja.
1.6. Manfaat Tugas Akhir
Manfaat dari penyusunan tugas akhir ini yaitu, dapat diperoleh
pengalaman, pengetahuan dan wawasan dalam perancangan struktur jembatan,

4.16. MENGGAMBAR POTONGAN JALAN DAN JEMBATAN

Kegiatan perencanaan teknis jalan dan jembatan sampai dengan penyiapan dokumenpelelangan
dilaksanakan oleh Konsultan Perencanaan Penyiapan Loan SRIP (
Project Preparation Consultant-
PPC-TA SRIP) yang dilanjutkan oleh
Core Team Consultant
(CTC)dimana koordinasi pelaksanaannya dilakukan oleh Subdit Teknik Jalan dan Subdit TeknikJembatan
Direktorat Bina Teknik. Kegiatan perencanaan teknis ini berdasarkan programpenanganan jalan
yang dikeluarkan oleh Direktorat Bina Program. Kegiatanperencanaan teknis untuk program penanganan
Tahun Pertama (Group-1) dilaksanakanoleh konsultan perencana lokal (di bawah kendali Dit. Bina
Teknik maupun SNVT P2JN)dan dikaji ulang oleh Konsultan Persiapan
Loan
(TA SRIP). Kaji ulang perencanaanmencakup aspek keselamatan jalan
(road safety)
dan review terhadappersimpangan/
intersection
. Sedangkan kegiatan perencanaan teknis dan review terhadapaspek keselamatan untuk program
penanganan Tahun Kedua dan Ketiga (Group-2 dan 3)akan dilaksanakan oleh
Core Team Consultant
(CTC).Standar dan pedoman yang digunakan untuk membuat dokumen pelelangan danperencanaan teknis
disiapkan oleh Direktorat Bina Teknik berdasarkan
Standard Bidding Document
(SBD) yang dikeluarkan oleh Bank Dunia. Didalam Perencanaan Teknis harusmemperhatikan
rekomendasi yang dihasilkan dalam Dokumen Lingkungan.
4.2 JENIS PENANGANAN JALAN DAN JEMBATAN
Jenis penanganan jalan dan jembatan yang termasuk dalam program SRIP ini mencakuppekerjaan
peningkatan kekuatan/struktur jalan (
Betterment
), peningkatan kapasitas jalan(
Capacity Expansion-Capex
), pembangunan jalan baru (
New Roads
), rehabilitasi jembatandan bangunan pelengkap, penggantian jembatan dan pembangunan jembatan
barutermasuk jalan layang (
Overpass
) dan
underpass
/terowongan jalan raya.
Bab 4 Prosedur Pelaksanaan Teknis dan Review Desain Jalan dan Jembatan
4 - 24.2.1 Jenis Penanganan Jalan yang memerlukan perencanaan teknis meliputi:Tipe 1 : Pekerjaan
Peningkatan jalan
(Betterment)
.Pekerjaan peningkatan struktur perkerasan jalan yang ada denganpenambahan beberapa lapis perkerasan.
Tipe 2 : Pekerjaan Peningkatan Kapasitas Jalan
(Capex)
Pekerjaan pelebaran jalan menjadi 4 (empat) lajur 2 (dua arah).
Tipe 3 : Pekerjaan Pembangunan Jalan Baru
(New Roads)
Pekerjaan pembuatan jalan baru termasuk pembangunan jalan
4.17. MENGGAMBAR DETAIL KONTRUKSI JALAN

Pembebanan pada konstruksi bangunan telah diatur diatur pada Peraturan Pembebanan Indonesia
Untuk Gedung (PPIUG) tahun 1983 ataupun pada
Peraturan Muatan Indonesia tahun 1970. Oleh karena itu lebih mendalam dalam
pemahaman tentang muatan/beban dan akan diuraikan sebagai berikut :
a. Muatan/Beban menurut bentuknya.
Dilihat dari bentuk beban / muatan pada konstruksi bangunan dapat dibagi
menjadi beberapa macam :
1) Muatan /beban terpusat atau muatan/beban titik.
Muaan titik adalah muatan yang luas singgung sangat kecil, misalnya
tekanan pada kereta api pada relnya atau tekanan ban mobil jalan.

Tekanan roda kereta api pada rel.

Tekanan ban mobil pada jalan raya.

Penulisan muatan/beban dan satuannya adalah : P = 200 kg


P = 5 ton
P = 10 KN dan seterusnya

2) Muatan/beban merata
Muatan merata adalah muatan yang luas singgungnya merata, dengan luas
singgung yang tak boleh diabaikan. Contoh : plat lantai, balok beton dan
tekanan tembok pada balok beton.

Penulisan muatan / beban dan seterusnya adalah :


Untuk lantau q = 200 kg/m2

Untuk balok q = 1 ton/m


q = 1 KN/m dan seterusnya

3) Muatan/beban tidak terbagi rata


Muatan tidak terbagi rata adalah muatan yang luas singgungnya merata tapi
muatannya tidak terbagi rata.

Contoh : muatan/beban dari tekan air pada dinding bak air atau tekanan air
pada pintu air.
Tekanan air pada dinding bak atau pada ointu air tidak terbagi rata
(merupakan tekanan segitiga) yang dimulai dari bagian atas kecil tak
terhingga dan semakin ke bawah semakin besar.
Penulisan muatan / bebandan satuannya adalah :
q = 2000 kg/m2
q = 2 ton/m2
q = 2 kn/m2

b. Muatan/beban menurut cara kerjanya dibedakan menjadi sebagai berikut :


1) Muatan.beban langsung, yaitu suatu beban yang bekerja langsung pada
suatu bagian konstruksi tanpa perantara konstruksi lain.
2) Muatan/beban tak langsung, yaiu suatu beban yang bekerja dengan
perantara konstruksi lain.
Contoh : rangka meja dari kayu/besi dengan beban P pada balok sandaran
kaki FF.

P bekerja langsung pada balok EF


P bekerja tak langsung pada balok AB dan CD
Penulisan muatan/beban satuannya adalah :
P = 200 kg atau P = 2000 N
c. Muatan atau beban menurut sifatnya dibedakan sebagai berikut :
1) Muatan/beban mati (tetap) yaitu semua muatan yang berasal dari berat
bangunan dan atau unsur bangunan termasuk segala unsur tamabah tetap
yang merupakan satu kesatuannya dengannya.
2) Muatan/beban hidup (berguna) yaitu muatan yang tidak tetap kecuali muatan
angin, muatan gempa dan engaruh-pengaruh khusus.
3) Muatan angin yaitu semua muatan pada bangunan dan atau unsur
bangunan yang disebabkan oleh selisih dalam tekanan udara (angin).
4) Muatan/beban gempa yaitu semua muatan/beban pada bangunan atau
unsur bangunan yang disebabkan oleh gempa.
5) Pengaruh-pengaruh khusus yaitu semua pengaruh terhadap bangunan dan
atau unsur bangunan yang diakibatkan oleh selisih suhu, pemasangan,
penurunan fondasi, sudut, gaya rem dan lain-lainnya.

Ketentuan-ketentuan tentang pembebanan :


1) Bangunan-bangunan harus diperhitungkan terhadap pembebanan-pembebanan
oleh :
Muatan mati dinyatakan dengan huruf a
Muatan hidup dinyatakan dengan huruf b
Muatan angin dinyatakan dengan huruf c
Muatan gempa dinyatakan dengan huruf d
Pengaruh-pengaruh khusus dinyatakan dengan huruf e.
2) Kombinasi pembebanan harus ditinjau sebagai berikut :
A. Kombinasi pembebanan tetap : atb
B. Kombinasi pembebanan sementara : a+b+c
a+b+d
C. Kombinasi pembebanan khusus : A+C
B+C
Berikut ini dicuplikkan beberapa beban / muatan pada bahan bangunan
1. Muatan mati
Bahan bangunan
- Pasir (kering udara) 1600 kg/m3
- Pasir (jenuh air) 1800 kg/m3
- Beton 2200 kg/m3
- Beton bertulang 2400 kg/m3
Konstruksi
- Dinding pasangan batu bata untuk :
- a. Satu batu 450 kg/m3
- b. Setengah batu 250 kg/m3
- Penutup atap genting dengan usuk, reng per m2 bidang atap 50 kg/m2
2. Muatan hidup
Atap bangunan :
- Atap rata dengan kemiringan tidak lebih 1 : 20 dan pelat luifel tidak digenngi
air, tidak datar 75/km2
- Dalam perhitungan reng, usuk/kasa, gording/gulung-gulung dan kuda-kuda
untuk semua atap harus diperhitungkan satu muatan terpusat sebesar
minimum 100 kg (berasal dari berat sedang pekerja)
Lantai bangunan :
- Lantai & tangga rumah tinggal 200 kg/m2
- Lanti sekolah, ruang kuliah 250 kg/m2
3. Muatan angin :
- Tekanan tiup diambil minimum 23 kg/m2
- Tekanan tiup di laut dan tepi laut sampai sejauh 5 km dari pantai, minimal 40
kg/m2

Contoh perhitungan beban :

1. Hitunglah berat seluruh balok beton bertulang dengan ukuran 20 cm + 30 cm


panjang 3 m yang terletak di atas tumpuan sendi dan rel seperti gambar di
bawah:

Jawaban :
- Berat sendiri beton bertulang q = 2400 kg/m3 (daftar)
- Berat seluruh balok beton bertulang = 0,20 m x 0,30 m x 3 m x 2400 kg/m3=
360 kg/m

2. Hitunglah berat sendiri balok beon bertulang dengan ukuran 30 cm x 50 cm.


Jawaban : berat sendiri balok = 0,30 m x 0,50 m x 240 kg/m3 = 3,6 KN/m= 360 kg/m3
Bila dikonversi ke dalam satuan internasional (SI) = 3600 N/m

Pada konstruksi bangunan, beban-beban yang diperhitungkan bukan hanya beban


mati saja seperti yang telah diuraikan di atas, tetapi dikombinasikan dengan beban
hidup yang disebut dengan pembebanan tetap, bahkan ada kombinasi yang lain
seperti dengan beban angin menjadi beban sementara.

Contoh :
Hitunglah beban yang bekerja pada balok beton bertulang dengan ukuran 30 cm x
50 cm, bila balok tersebut digunakan untuk menyangga ruang rumah tinggal
dengan luas lantai yang dipikul balok sebesar 2 m tiap panjang balok.
Catatan : beban lantai tidak dihitung.

Jawaban :

Beban akibat muatan hidup = 200 kg/m2 x 2 m = 400 kg/m


Berat sendiri balok = 0,30 m x 0,50 m x 2400 kg/m3 = 360 kg/m
Maka beban tetap yang bekerja pada balok adalah : 400 kg/m + 360 kg/m = 760
kg/m

4.18. MENGGAMBAR DETAIL KONTRUKSI JEMBATAN

Jembatan merupakan suatu konstrusi yang dibangun untuk menghubungkan dua jalan
yang terputus karena adanya hambatan seperti aliran sungai, lembah yang curam, jurang, jalanan
yang melintang, jalur kereta api, waduk, saluran irigasi dan lainnya. Bisa dibilang jika jembatan
merupakan sarana transportasi yang sangat penting, karena dengan adanya jembatan dapat
menyingkat waktu tempuh ke suatu tempat atau wilayah.

Dalam pembangunan jembatan tentunya dibutuhkan pondasi yang kuat dengan tujuan untuk
menahan seluruh beban jembatan ke dasar tanah. Beberapa instrument yang biasa digunakan
dalam pembangunan pondasi jembatan yaitu piezometer, inclinometer, PDA, dan lainnya.

Jenis pondasi yang biasa digunakan untuk konstruksi jembatan yaitu steel pile, reinforced
concrete pile, precast prestressed concrete pile, composite piles, concrete cast in place. Dengan
pondasi yang kuat maka jembatan bisa berfungsi dengan layak dan bisa menahan beban yang
diterima.

Fungsi Jembatan

Berdasarkan fungsinya, jembatan terbagi menjadi beberapa macam yaitu :

Jembatan Jalan Raya (Highway Bridge)


Sesuai dengan namanya, jembatan ini dibangun untuk sarana transportasi berbagai kendaraan
seperti jembatan Ampera, Jembatan Suramadu, Jembatan Ampera dan lainnya.

Jembatan Jalan Kereta Api (Railway Bridge)


Jembatan ini dibangun khusus untuk jalur kereta api yang terhubung antar kota ataupun antar
pulau.

Jembatan Pejalan Kaki/Penyebrangan ( Pedestrian Bridge)


Contoh jembatan ini sering kali kita lihat di jalur penyebrangan ataupun di setiap halte busway.

Sedangkan bahan baku pembuatan jembatan terbagi menjadi beberapa macam yaitu beton, kayu,
beton prategang, baja dan komposit. Bahan konstruksi setiap jembatan disesuaikan dengan
fungsi dan tingkat beban yang akan diterima jembatan.

Struktur pada Jembatan


Jika dilihat dari tipe strukturnya, jembatan dapat dibedakan menjadi beberapa macam,
diantaranya adalah :

Jembatan Plat (slab bridge) : Elemen struktur horizontal yang berfungsi untuk menyalurkan
beban mati ataupun beban hidup menuju rangka pendukung vertical dari suatu sistem struktur.

Jembatan Plat Berongga (voided slab bridge) : plat beton prategang yang biasa digunakan untuk
bentangan yang lebih panjang pada jembatan.
Jembatan Gelagar (girder bridge) : terdiri dari I girder, box girder dan U/V Girder.

Jembatan Rangka (truss bridge) : menyusun tiang-tiang jembatan yang berupa rangka
membentuk segitig. Setiap sturktur truss yang terhubung harus ditekankan terhadap beban statis
dan beban dinamis yang diterima oleh jembatan.

Jembatan Pelengkung (Arch Bridge) : Sebuah jembatan yang terdapat struktur berbentuk
setengah lingkaran dengan abutmen pada kedua sisinya.

Jembatan Gantung (Suspension Bridge) : Berfungsi sebagai pemikul langsung beban lalu lintas
yang melewati jembatan tersebut. Seluruh beban yang lewat di atasnya ditahan oleh sepasang
kabel penahan yang bertumpu di atas 2 pasang menara dan 2 pasang blok angkur.

Jembatan Kabel ( Cable Stayed Bridge) : menggunakan kable baja yang kuat dan kokoh untuk
menahan setiap beban yang melewati jembatan.

Jembatan Cantilever (Cantilever Bridge) : Pada system ini balok jembatan dicor (cast insitu) atau
dipasang (precast), segmen demi segmen sebagai kantilever di kedua sisi agar saling
mengimbangi (balance) atau satu sisi dengan pengimbang balok beton yang sudah dilaksanakan
lebih dahulu.

Komponen yang Digunakan pada Jembatan

Bearing
Bantalan yang berfungsi untuk mengurangi gesekan pada benda yang bergerak secara linear
ataupun rotasi.

Expansion Joint
Komponen ini merupakan sambungan yang bersifat flexible sehingga saluran yang
disambungkan memiliki toleransi untuk bergerak.
Span
Bentangan yang berada antara dua intermediate pendukung, material yang digunakan untuk
pembuatan span sangat beragam seperti beton, baja, kayu, dan lainnya tergantung dari jenis
beban yang diterima jembatan.

Struktur Atas Jembatan (Super Structures)

Trotoar
Jalur untuk pejalan kaki yang biasanya dibuat lebih tinggi tapi tetap sejajar dengan jalan utama,
tujuannya agar pejalan kaki lebih aman dan bisa dilihat jelas oleh pengendara yang melintas.
Girder
Bagian pada struktur atas yang berfungsi untuk menyalurkan beban kendaraan pada bagian atas
ke bagian bawah atau abutment.

Balok Diafgrama
Bagian penyangga dari gelagar-gelagar jembatan yang memanjang dan hanya berfungsi sebagai
balok penyangga biasa bukan sebagai pemikul beban plat lantai.

Struktur Bawah Jembatan (Sub Structures)

Abutment
Bagian bawah jembatan yang berada pada kedua ujung pilar-pilar jembatan, fungsi dari abutment
yaitu untuk menahan seluruh beban hidup (angin, hujan, kendaraan, dll) dan beban mati ( beban
gelagar, dll) pada jembatan.

Abutment terdiri dari beberapa bagian yaitu :


 Dinding belakang (back wall)
 Dinding penahan (breast wall)
 Dinding sayap (wing wall)
 Plat injak (approach slab)
 Konsol pendek untuk jacking ( corbel)
 Tumpuan bearing
 Pilar Jembatan
 Pondasi inti yang berada di bagian tengah jembatan, fungsinya sebagai penahan jembatan
dan menyalurkan beban ke tanah.
 Pier Head

Fungsinya untuk mengikat pile yang berperan sebagai pondasi bawah.

Konstruksi jembatan yang sudah selesai dibangun harus melewati tahap pengujian beban atau
load test, tujuannya untuk mengetahui tingkat maksimum beban yang bisa diterima oleh
jembatan. Selain itu, jembatan juga harus dipantau dengan structural health monitoring system
(SHMS) agar ketika terjadi keretakan ataupun pergeseran bisa langsung diketahui.

4.19. MENYEMPURNAKAN HASIL PENGGAMBARAN

Tugas Juru Gambar Pekerjaan Jalan Dan Jembatan – melaksanakan pekerjaan


penggambaran jalan dan jembatandalam rangka proses perencanaan, perancangan dan
pelaksanaan konstruksi sesuai dengan kerangka acuan kerja / spesifikasi teknis.

Tugas Juru Gambar Pekerjaan Jalan Dan Jembatan

Uraian Tugas Juru Gambar Pekerjaan Jalan Dan Jembatan


1. Mengambar / Plot Peta, Diagram Dan Profil. Adalah pengetahuan keterampilan untuk
mampu menggambar /plot peta, diagram dan profil menggunakan titik dan elevasi pada
penampang melintang dan situasi dari hasil survey

2. Membuat Draft Gambar Rinci Bangunan, instalasi dan Proyek Konstruksi. Pengetahuan
tentang keterampilan untuk mampu membuat darft gambar rinci bangunan, instalasi dan
proyek konstruksi seperti jalan raya, system drainase, tanggul dan jembatan

3. Mengaplikasikan Sketsa Kasar Gambar, Spesifikasi Dan Data Teknik Adalah


pengetahuan keterampilan untuk mampu mengaplikaskan sketsa kasar gambar,
spesifikasi dan data teknik lainnya yang dperoleh dari atasan langsung

4. Mengidentifikasi symbol-simbol yang terdapat pada survey Peta topografi Adalah


pengetahuan keterampilan untuk mampu menedintifikasi symbol-simbol yang terdapat
pada survey topografi

5. Menginput Data Topografi Hasil Survei/Rekayasa injineer) untuk diproses menjadi


Gambar/PETA Adalah pengetahuan keterampilan untuk mampu meginput data topografi
(Hasil/Survai/rekayasa injineer) untuk Proses menjadi gambar/peta)

6. Menginformasikan Kekurangan Data Gambar Konstruksi Untuk Revisi Gambar Kepada


Atasan Langsung Adalah pengetahuan keterampilan untuk mampu enginformasikan
kekurangan data gambar konstruksi untuk revisi gambar kepada atasan langsung.

7. Menyelesaikan, Menduplikaikan Dan Mendokumentasikan Gambar, Sesuai Dengan alat


Bantu Dan Spesiikasi Yang Dibutuhkan. Adalah pengetahuan keterampilan untuk mampu
menyelesaikan, menduplikasikan dan mendokumentasikan gambar, sesuai dengan alat
bantu dan spesifikasi yang dibutuhkan.

4.20. MEMBUAT MAKET JALAN DAN JEMBATAN

Maket Jembatan 2016


Berikut beberapa Gallery Maket Jembatan ,Maket Miniatur Jembatan ,Maket miniatur Jembatan
sebagai referensi Konsumen Maket Miniatur dan portofolio polakaryakreasindo.com sebagai
Produsen dan penyedia Jasa Pembuatan Maket Miniatur Jembatan Profesional dan terbaik di
Indonesia

Gallery Berikut maket Miniatur Jembatan yang kami Kerjakan


4.21. MEMBUAT LAPORAN

1. Mengenali Prosedur Pengamatan


Sebelum melakukan pengamatan, sebaiknya kita mengetahui dahulu prosedurnya. Dengan
mengetaui rosedur, kegiatan pengamatan akan terarah dan sistematis.
Prosedur pengamatan yang dimaksud adalah:

 Menentukan topik pengamatan


 Menentukan tujuan pengamatan
 Menentukan objek pengamatan
 Membuat panduan pengamatan
 Melaksanakan pengamatan
 Membuat analisis hasil pengamatan
 Menyusun laporan hasil pengamatan
Pada pembahasan kali ini, saya akan menjelaskan bagaimana cara menentukan topik dan
tujuan pengamatan, menentukan objek pengamatan, dan menyusun laporan pengamatan.
a. Menentukan Topik dan Tujuan Pengamatan
Topik merupakan pokok persoalan yang melandasi kegiatan pengamatan. Topik utama yang
memiliki cakupan cukup luas perlu dirinci. Dari topik tersebut tentu kita akan mengetahui
tujuan dari pengamatan yang dilakukan
b. Menentukan Objek Pengamatan
Setelah mengetahui topik dan tujuan hal yang dilakukan selanjutnya adalah menentukan
objek pengamatan. Objek pengamatan merupakan hal atau sesuatu yang dijadikan sasaran
pengamatan. Penentuan objek harus tepat sesuai dengan topik dan tujuan pengamatan.
c. Menyusun Laporan Pengamatan
Menyusun laporan pengamatan sama halnya dengan menyusun laporan yang lain. Unsur yang
perlu diperhatikan dalam menyusun laporan pengamatan ialah kelengkaan sebuah laporan,
kesesuaian isi yang dipaparkan atau dideskripsikan pada setiap bagian, kedalaman isi yang
disajikan, keruntutan alur penyajian, dan susunan tata kalimat yang sesuai kaidah bahasa
Indonesia.
Untuk memperoleh gambaran mengenai apa saja yang harus kita susun dalam laporan
pengamatan, mari kita cermati hal-hal berikut ini :
Bagian Pendahuluan
Dalam bagian pendahuluan setidaknya ada tiga bagian, yaitu:
1. Latar belakang
Bagian ini memaarkan pentingnya dan sisi positif dari kegiatan itu. Bilamana perlu,
ungkapkan pula akibat-akibat yang mungkin terjadi jika kegiatan tersebut tidak dilakukan.
2. Tujuan
Bagian ini menjelaskan tujuan atau sasarran yang ingin dicapai setelah melakukan kegiatan
pengamatan.
3. Sistematika/Ruang Lingkup
Sistematika laporan mengungkapkan bagian-bagian yang dituangkan ke dalam laporan.
Hasil Pengamatan
Pada bagian ini, kita hendaknya mampu mendeskripsikan semua objek yang menjadi tujuan
pengamatan. Deskripsikan sampai pada al yang detail dehingga hhasil pendeskripsian
tersebut memberikan kejelasan kepada pembaca tentang objek engamatan. Salah satu teknik
yang dapat kita gunakan ialah teknik pengembangan berdasarkan urutan tempat, ruang, atau
waktu.
Penutup
Di dalam bagian penutup biasanya terdapat dua sub bagian yaitu:
a. Kesimpulan
Bagian ini memaparkan pertanyaan-pertanyaan penting yang berupa simpulan atas fakta-
fakta yang berhubungan dengan objek pengamatan.
b. Saran
Saran yang dimaksud dalam laporan pengamatan adalah masukan-masukan yang diberikan
kepada pihak-pihak tertentu setela melakukan pengamatan.
2. Membuat dan Mengisi Panduan Pengamatan
Pengamatan adalah suatu pedoman atau patokan untuk melakukan pengamatan. Panduan
pengamatan sangat penting dibuat agar kegiatan yang dilakukan terarah sesuai dengan topik
dan tujuan yang ditetapkan sebelumnya.
Karena panduan pengamatan menjadi pedoman, maka hal-hal yang tercantum di dalamnya
harus memuat pokok-pokok yang akan diamati, lalu diisi oleh pengamat saat melakukan
pengamatan.

Anda mungkin juga menyukai