Anda di halaman 1dari 59

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Jalan mempunyai peran sangat penting dalam transportasi darat, yang

diantaranya untuk mengangkut barang atau orang pada daerah tertentu. Mengingat
jalan Penyangkak - Lubuk Durian Kabupaten Bengkulu Utara dari tahun ke tahun
perkembangan pertumbuhan arus lalu lintas meningkat dan kerdaraan yang
melewati jalan Penyangkak - Lubuk Durian Kabupaten Bengkulu Utara ada yang
melebihi tonase yang ada sehingga menimbulkan kerusakan-kerusakan yang
terjadi pada badan jalan. Dengan kondisi ini kami sebagai mahasiswa Sekolah
Tinggi Ilmu Teknik Trisula Bengkulu tertarik untuk membuat Tugas Akhir pada
Jalan Penyangkak - Lubuk Durian Kabupaten Bengkulu Utara dengan
pertumbuhan arus lalu lintas sekarang. Dengan data-data yang ada, kami mencoba
membuat Tugas Akhir dengan judul Tinjauan Perencanaan Tebal Perkerasan ACBC jalan Penyangkak - Lubuk Durian Kabupaten Bengkulu Utara.
Dalam tinjauan ini dipakai Methoda Analisis Komponen atau Methoda
Bina Marga dengan Umur Rencana 10 Tahun, dimana pertumbuhan lalu lintas
selama pelaksanaan diambil 7 % sedangkan pertumbuhan lalu lintas 8 % dengan
data-data Lalu Lintas Harian Rata-rata (LHR) diambil pada tahun 2015.
Pemerintah daerah melalui Dinas Pekerjaan Umum Sub Bidang Bina
Marga Provinsi Bengkulu dengan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD)
telah meningkatkan jalan tersebut, sehingga transportasi jalan Penyangkak -

Lubuk Durian Kabupaten Bengkulu Utara berjalan dengan lancar. Untuk menjaga
kerusakan-kerusakan pada jalan Penyangkak - Lubuk Durian Kabupaten
Bengkulu

Utara

tersebut

mempunyai

perlengkapan-perlengkapan

untuk

menghindari rintangan-rintangan dari lalu lintas yang akan melewati jalan


Penyangkak - Lubuk Durian Kabupaten Bengkulu Utara tersebut.
Dengan adanya peningkatan jalan Penyangkak - Lubuk Durian
Kabupaten Bengkulu Utara nantinya supaya arus lalu lintas yang melewati
berjalan dengan lancar tanpa hambatan apapun sehingga perputaran ekonomi
dapat berjalan dengan lancar, pada bagian jalan yang perlu mendapat perhatian
khusus adalah lapisan permukaan, karena lapisan permukaan langsung
berhubungan dengan lalu lintas. Lapisan permukaan dituntut untuk memberikan
pelayanan yang tinggi sesuai dengan fungsi jalan. Arus lalu lintas semakin lama
semakin banyak jumlahnya, perlu diimbangi dengan memperhatikan kwalitas dari
pelaksanaanya

yang

umum

sangat

dipengaruhi

oleh

kwalitas

bahan

penyusunannya, misalnya susunan butir atau gradasi, kandungan bahan pengikat


dan kepadatan jalan tersebut.

1.2

Maksud dan Tujuan Penulisan Tugas Akhir


Maksud dan tujuan dalam Penulisan Tugas Akhir ini adalah Menghitung

kembali tebal perkerasan jalan Penyangkak - Lubuk Durian Kabupaten Bengkulu


Utara untuk menjadi bahan perbandingan apakah jalan yang ada sudah sesuai
dengan perencanaan yang telah di buat.

1.3

Batasan Masalah.
Batasan permasalahan yang akan dibahas dalam Tugas Akhir ini adalah

Tinjauan Perencanaan Tebal Perkerasan Jalan Penyangkak - Lubuk Durian


Kabupaten Bengkulu Utara dengan umur rencana 10 Tahun.

1.4

Sistematika Penulisan Tugas Akhir


BAB I Pendahuluan
Pendahuluan yang berisikan beberapa sub bab yaitu Latar Belakang
Penulisan Tugas Akhir, Maksud dan Tujuan Tugas Akhir, Batasan
Masalah yang akan dibahas dalam Tugas Akhir ini dan Sistematikan
Penulisan Tugas Akhir.
BAB II Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka membahas masalah Struktur Perkerasan Jalan secara
pustaka yang membahas masalah perkerasan jalan.
BAB III Landasan Teori
Landasan Teori mambahas masalah rumus-rumus yang digunakan dalam
perhitungan Tebal Perkerasan Jalan.
BAB IV Perhitungan Tebal Perkerasan
Bab ini penulisan meninjau perhitungan tebal perkerasan AC-BC dengan
umur rencana 10 Tahun dengan Methoda Bina Marga.
BAB IV Simpulan dan Saran
Dalam bab ini yang berisikan tentang simpulan dan saran sebagai bahan
penutup dari Tugas Akhir ini.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Perkerasan jalan raya terbentuk dari berbagai lapisan, tiap lapisan terdiri
dari berbagai bahan-bahan yang berbeda pula. Lapisan teratas dipakai bahan yang
paling baik mutunya, perkerasan jalan raya harus dapat menampung dan menahan
beban berat yang ada diatasnya yaitu berupa beban lalu lintas kendaraan dan dapat
ditahan tanah dasar dalam batas-batas daya dukungnya. Selain itu tergantung
beberapa faktor yaitu : keadaan iklim dan cuaca serta faktor tanah dasar itu sendiri
yang akan dibuat jalan.
Selain itu ditinjau dari segi ekonominya dalam pemakaian bahan-bahan
yang akan digunakan untuk lapisan perkerasan, apakah bahan-bahan tersebut
mudah didapat disekitar tempat atau lokasi proyek, yaitu : batu pecah, kerikil,
pasir serta alat angkut/transportasi yang mengangkut bahan-bahan tersebut.
Syarat-syarat penting yang perlu diperhatikan dalam perencanaan perkerasan
dibagi dalam dua golongan yaitu syarat-syarat fungsional dan syarat-syarat
struktural.
Syarat-syarat berlalu lintas (Fungsional)
Konstruksi perkerasan dipandang dari keamanan dan kenyamanan berlalu
lintas haruslah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Permukaan yang rata, tidak bergelombang, tidak melendut dan tidak
berlubang.
2. Permukaan cukup kaku, hingga tidak mudah berubah bentuk akibat
beban yang dikerjakan diatasnya.

3. Permukaan cukup kesat, memberikan gesekan yang baik antara ban


dan permukaan jalan sehingga tidak mudah selip.
4. Permukaan tidak mengkilap, tidak silau jika kena sinar mata hari.
Syarat-syarat Kekuatan (Struktural)
Konstruksi perkerasan dipandang dari segi kemampuan memikul dan
menyebarkan beban, haruslah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Ketebalan yang cukup sehingga mampu menyebarkan beban/muatan
lalu lintas ketanah dasar.
2. Kedap terhadap air, sehingga air tidak mudah meresap pelapisan
dibawahnya.
3. Permukaan badan jalan mengalirkan air hujan yang mengalir
diatasnya.
4. Kekuatan untuk memikul beban yang bekerja tanpa menimbulkan
deformasi yang berat.
Agar terpenuhi hal-hal tersebut diatas, perencanaan dan pelaksanaan
konstruksi perkerasan jalan haruslah mencakup :
1. Perencanaan tebal masing-masing lapisan perkerasan.
Dengan memperhatikan daya dukung tanah dasar beban lalu lintas
yang akan dipikulnya, keadaan lingkungan, jenis lapisan yang dipilih
dapatlah ditentukan tebal masing-masing lapisan, berdasarkan
beberapa metode yang ada.
2. Analisa Campuran Bahan.
Dengan memperhatikan mutu dan jumlah bahan setempat yang
tersedia, direncanakan satu susunan campuran tertentu sehingga
terpenuhi spesifikasi dari jenis lapisan yang terpilih.
3. Pengawasan pelaksanaan pekerjaan
Perencanaan tebal perkerasan yang terbaik, susunan butiran yang
memenuhi

persyaratan.

Tidak

menjamin

dihasilkan

lapisan

perkerasan yang memenuhi persyaratan jika tidak dilakukan


pengawasan pelaksanaan yang cermat mulai dari tahap penyiapan
lokasi dan bahan sampai tahap pencampuran atau penghamparan dan
akhirnya tahap pemadatan dan pemeliharaan.
Berdasarkan

bahan

pengikat

konstruksi

perkerasan

jalan

dapat

dibebankan atas : Konstruksi Perkerasan Kaku (Rigid Pavement) dan Konstruksi


perkerasan Lentur (Flexibel Pavement).
2.1.

Perkerasan Kaku (Rigid Pavement)


Konstruksi perkerasan kaku merupakan perkerasan yang bahan

pengikatnya semen (Portland Cement) dan terdiri dari dua lapisan bahan saja.
Lapisan pertama merupakan permukaan (Surface) yang dibentuk dari konstruksi
beton bertulang yang diletakan diatas pondasi dimana pondasi itu diletak diatas
tanah sadar yang dipadatkan.
Pada konstruksi perkerasan ini kekuatan tergantung dari pada ketebalan
lapisan beton dan mutu dari beton yang digunakan, dengan demikian muatan lalu
lintas langsung dipikul atau diterima oleh lapisan beton sendiri.
2.2.

Perkerasan Lentur (Felxibel Pavement)


Konstruksi perkerasan lentur (Flexibel Pavement) yaitu perkerasan yang

menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Konstruksi ini terdiri dari lapisanlapisan yang terletak diatas tanah dasar atau badan jalan yang telah dipadatkan
dan kedudukan stabil. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban
lalu lintas dan menyebabkan kelapisan dibawahnya. Pada gambar 2.1. terlihat
bahwa badan kendaraan dilimpahkan ke perkerasan jalan melalui bidang kontak
roda berupa beban terbagi rata (P0). Beban tersebut diterima oleh lapisan

permukaan dan disebarkan ketanah dasar menjadi (P1) yang lebih kecil dari daya
dukung tanah dasar.

Gambar 2.1.
Penyebaran Beban pada Perkerasan Lentur (Flexibel Pavement)

Badan jalan harus kuat mendukung lapisan perkerasan dimana badan


jalan ini dibuat. Pemadatan tanah dasar dapat meningkatkan daya dukung yang
diinginkan atau dapat pula diambil tanah lain yang kemudian dipadatkan.
Pengambilan tanah lain untuk badan jalan harus diuji terlebih dahulu
dilaboratorium sampai didapatkan daya dukung yang sesuai.
Kontsruksi perkerasan lentur terdiri dari tiga lapisan bahan, dimana tiap
bahan terdiri dari lapisan yang mempunyai bahan yang berbeda dan tebal yang
berbeda pula. Susunan dari perkerasan lentur terdiri dari : Lapisan permukaan
(surface coustde), Lapisan Pondasi Atas (base course) dan Lapisan Pondasi
Bawah (sub base course). Untuk jelasnya bagian-bagian dari pada konstruksi
perkerasan lentur dapat dilihat pada gambar 2.2.

Gambar 2.2.
Susunan Lapisan Konstruksi Perkerasan Lentur

2.2.1

Lapisan Permukaan (Surface Course)

Lapisan permukaan perkerasan merupakan lapisan yang terletak paling


atas, berfungsi sebagai :
a. Sebagai bagian perkerasan untuk menahan beban roda.
b. Sebagai lapisan kedap air untuk melindungi lapisan bawahnya dari
kerusakan akibat cuacu.
c. Sebagai lapisan aus (wearing course), lapisan yang langsung
menderita gesekan rem kendaraan sehingga mudah menjadi aus.
Bahan untuk lapisan permukaan umumnya adalah sama dengan bahan
untuk lapisan pondasi, tapi persyaratannya lebih tinggi. Penggunaan bahan aspal
diperlukan agar lapisan dapat bersikap kedap air, disamping itu bahan aspal
sendiri memberikan bantuan tegangan tarik yang berarti mempertinggi daya
dukung lapisan terhadap beban roda lalu lintas.
Pemilihan bahan untuk lapisan permukaan perlu dipertimbangkan
kegunaannya, umur rencana serta pentahapan konstruksi, agar dicapai manfaat
yang sebesar-besarnya dari biaya yang dikeluarkan.

2.2.2

Lapisan Pondasi Atas (Base Course)

Lapisan pondasi atas adalah lapisan yang terletak diantara lapisan


permukaan dan lapisan pondasi bawah dari perkerasan jalan. Lapisan pondasi ini
berfungsi antara lain :
a. Sebagai bagian dari konstruksi perkerasan untuk memikul beban
roda dan menyebarkan beban kelapisan bawahnya.
b. Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah.
c. Memberikan bantuan terhadap lapisan permukaan.
Bahan-bahan yang digunakan untuk lapisan ini harus cukup kuat dan
awet sehingga dapat menahan beban roda. Menentukan suatu bahan yang
digunakan sebagai bahan pondasi hendaknya dilakukan penyelidikan dan
pertimbangan sebaik-baiknya sesuai dengan persyaratan teknik.
Macam-macam bahan alam / bahan setempat (CBR > 50, P1 < 4%) yang
digunakan sebagan bahan lapisan pondasi antara lain : batu pecah, kerikil pecah,
stabilitas tanah dengan tanah semen dan kapur.

2.2.3

Lapisan Pondasi Bawah (Sub Base Course)

Lapisan pondasi bawah merupakan perkerasan yang terletak diantara


lapisan pondasi atas dan tanah dasar. Lapisan dasar ini berfungsi sebagai :
a. Sebagai bagian dari konstruksi perkerasan untuk mendukung dan
menyebarkan beban roda ketanah dasar.
b. Mencapai efesiensi penggunaan material yang relatif murah agar
lapisan-lapisan selebihnya dapat dikurangi tebalnya (penghematan
biaya konstruksi).
c. Lapisan peresapan, agar air tanah tidak berkumpul dipondasi atas
maupun ditanah dasar.

Hal ini sehubungan terlalu lemahnya daya dukung tanah dasar terhadap
roda alat-alat berat atau karena kondisi lapangan yang memaksa harus segera
menutup tanah dasar dari pengaruh cuaca.
Umumnya macam-macam tipe tanah setempat (CBR>20% P1 > 10%)
relatif lebih baik dari tanah dasar, dapat digunakan sebagai bahan lapisan pondasi
bawah. Campuran-campuran tanah dengan kapur atau semen akan meningkatkan
kestabilan konstruksi perkerasan.
2.2.4

Tanah Dasar (Sub Grade)

Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung


pada sifat dan daya dukung tanah dasar. Tanah dasar dapat terjadi dari permukaan
tanah asli, permukaan galian atau permukaan tanah timbunan. Permukaan tanah
dasar dipadatkan agar dapat daya dukung yang sesuai dan sebagai lapisan
perkerasan. Mahal tidaknya pembuatan suatu jalan tergantung pada tanah
dasarnya sendiri.
Cara pemeriksaan yang umum dipakai menentukan kekuatan tanah dasar,
adalah cara CBRsedangkan persoalan yang menyangkut tanah dasar adalah :
a. Perubahan bentuk tanah (deformasi permanen) dari macam tanah
tertentu akibat bebal lalu lintas.
b. Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat
perubahan kadar air.

10

BAB III
LANDASAN TEORI

3.1.

Perencanaan Perkerasan Jalan


Hal-hal yang harus diperhatikan dalam perencanaan perkerasan jalan

raya adalah sebagai berikut :

3.1.1

Umur Rencana Perkerasan Jalan

Umur rencana perkerasan jalan merupakan jumlah dari tahun saat jalan
itu dibuka untuk lalu lintas kendaraan sampai diperlukan lagi sesuatu perbaikan
yang bersifat struktur (sampai diperlukan Overlay lapisan perkerasan). Selama
umur rencana tersebut pemeliharaan perkerasan jalan tetap harus dilakukan,
seperti lapisan struktur yang berfungsi sebagai lapisan aus. Perencanaan
perkerasan jalan baru diambil 20 tahun dan untuk peningkatan jalan baru diambil
10 tahun. Umur rencana yang lebih besar dari 20 tahun tidak ekonomis karena
perkembangan jalan lalu lintas yang terlalu besar dan sukar mendapat ketelitian
yang memadai.

3.1.2

Volume Lalu Lintas

Tebalnya lapisan perkerasan jalan tergantung dari beban yang dipikul


atau tergantung dari arus lalu lintas atau volume lalu lintas yang akan melewati
jalan tersebut, untuk mengetahui besarnya lalu lintas biasanya dilakukan dengan

11

cara analisa lalu lintas yang ada saat ini, sehingga akan diperoleh data-data
mengenai :
1.
2.
3.
4.

3.1.3

Jumlah kendaraan yang hendak memakai jalan.


Jenis kendaraan beserta jumlah tiap jenisnya.
Konsfigurasi sumbu dari tiap kendaraan.
Beban masing-masing sumbu kendaraan.

Sifat Tanah Dasar

Sub Grade atau lapisan tanah dasar merupakan lapisan tanah yang paling
bawah, dimana diletakan tanah dengan lapisan material yang lebih baik. Sifat
tanah dasar dapat mempengaruhi ketahanan lapisan diatasnya dan mutu jalan
secara keseluruhan. Di Indonesia daya dukung tanah dasar untuk keperluan
perencanaan tebal perkerasan ditentukan dengan mempergunakan pemeriksaan
CBR.
Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam penggunaan CBR rencana
untuk perkerasan jalan adalah sebagai berikut :
1. Pada perencanaan tanah baru dimana tanah dasarnya adalah tanah
galian, maka perencanaan tebal perkerasan harus mempergunakan
CBR yang diperoleh dari hasil contoh tanah yang diambil dengan
menggunakan alat bor tanah. Pengontrolan CBR yang diperoleh pada
saat pelaksanaan dan hubungannya tebal perkerasan rencana
diatasnya harus diambil dengan teliti.
2. Pada perencanaan jalan baru dimana tanah dasar merupakan tanah
timbunan,

maka

perencanaan

dari

tebal

perkerasaan

harus

menggunakan CBR yang diperoleh dari contoh tanah bakal tanah

12

timbunan (borrow material) kontrol yang diteliti dari hasil selama


pelaksanaan dan perbandingan dengan nilai rencana harus selalu
dilakukan.
3. Pada lokasi rencana jalan yang mempunyai intensitas hujan yang
tinggi, maka perhatikan terhadap drainase harus dapat ditingkatkan.
4. Banyak dan ketelitian data yang diperoleh untuk suatu lokasi jalan
mempengaruhi hasil perencanaan. Hasil dari perencanaan bisa
kurang memenuhi ketebalan lapisan yang dibutuhkan (under design)
hasil bisa mengakibatkan biaya pertama lebih besar.

3.1.4

Kondisi Lingkungan

Lapisan perkerasan jalan dan tanah dasar akan berpengaruh pada saat
dilakukan pembangunan jalan. Pengaruh tersbut antara lain :
1. Pengaruh terhadap sifat teknis konstruksi perkerasan dan sifat dari
komponen material lapisan perkerasan.
2. Mempengaruhi penurunan tingkat kenyamanan dari perkerasan jalan.
3. Pelapukan bahan material
Faktor utama yang mempengaruhi konstruksi perkerasan jalan adalah air
yang berasal dari hujan dan pengaruh perubahan temperatur akibat
perubahan cuaca.
3.2.

Data-Data Lalu Lintas


Beban yang langsung diterima oleh konstruksi jalan adalah beban dari

lalu lintas yang lewat, dimana besarnya ditentukan oleh jumlah dan jenis
kendaraan. Beban lalu lintas ini harus diketahui sepanjang waktu yang lalu,
sekarang dan yang akan datang. Jumlah lalu lintas yang diperoleh dengan cara

13

mencatat langsung setiap kendaraan yang melewati arus jalan tersebut, hal ini
dilaksanakan pada beberapa pos pengamatan yang diperkirakan akan dilewati lalu
lintas terbanyak.
Kendaraan yang ringan sampai yang besar dicatat selama 24 jam, mulai
dari pukul 06.00 WIB pagi sampai dengan 06.00 WIB pagi hari berikutnya.
Pencatatan selama 24 jam tersebut merupakan standar penentuan lalu lintas harian
rata-rata (LHR). Jika pencatatan dilakukan selama satu bulan penuh, maka artinya
jumlah lalu lintas dalam satu bulan dibagi jumlah hari dalam satu bulan (30 hari).
Hal yang sama untuk survey selama satu tahun harus dibagi jumlah hari dalam
satu tahun (365 hari).
Pengaruh lain harus juga diperhatikan perkembangan dari volume lalu
lintas yang lewat. Peningkatan ini akan berpengaruh langsung terhadap pelayanan
luas jalan tersebut dan perlu ditinjau terhadap perkembangan dari volume lalu
lintas pada tahun rencana, dengan melakukan perhitungan berdasarkan data LHR
pada tahun-tahun sebelumnya. Besar pertumbuhan prosentase lalu lintas dihitung
dengan rumus sebagai berikut :

(LHR)n = (LHR)0 x (1 +i)n ................................................................. (3.1)


Keterangan :
(LHR) n

= Lalu Lintas harian rata-rata tahun ke-n

(LHR) 0

= Lalu Lintas harian rata-rata pada tahun permulaan

= Tingkat pertumbuhan lalu lintas dinyatakan dalam persen

14

= Tahun Rencana

batas akhir dari pelayanan suatu konstruksi biasanya disesuaikan dengan


material pembentukan konstruksi.
Volume lalu lintas terdiri dari beberapa jenis kendaraan, antara lain
kendaraan cepat, kendaraan berat, kendaraan ringan atau kendaraan tak bermotor
pengaruh dari setiap jenis kendaraan terhadap pengaruh dari Satuan Mobil
Penumpang (SMP) menurut (Highway Capacity Manual), digunakan table
Koefisien kendaraan menurut jenisnya.

3.2.1
Jumlah Jalur Lalu Lintas
Jumlah jalur atau yang biasa diebut sebagai jalur rencana, dapat
merupakan satu jalur jalan atau beberapa jalur lalu lintas dari suatu ruas jalan
raya, yang menampung lalu lintas terbesar. Jika jalan tidak memiliki tanda batas
jalur jalan, maka jumlah jalur jalan ditentukan dari lebar perkerasan menurut
daftar dinawah ini :

Lebar Perkerasan (L)


L<5,50 m
5,50 m L < 8,25 m
8,25 m L < 11,25 m
11,25 m L < 11,50 m
11,50 m L < 18,75 m
11,75 m L < 22,00

Jumlah Jalur (n)


1 Jalur
2 Jalur
3 Jalur
4 Jalur
5 Jalur
6 Jalur

Tabel 3.1 : Jumlah jalur menurut lebar perkerasan.


Sumber : Pedoman Penentuan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya

15

3.2.2

Koefisien Distribusi Kendaraan (C)

Koefisien Distribusi Kendaraan (C) untuk kendaraan ringan dan berat


yang lewat pada jalur rencana ditentukan menurut tabel di bawah ini :
Jumlah Jalur
1 Jalur
2 Jalur
3 Jalur
4 Jalur
5 Jalur
6 Jalur

Kendaan Ringan*
1 Arah
2 Arah
1,00
1,00
0,60
0,50
0,40
0,40
0,30
0,25
0,20

Kendaraan Berat**
1 Arah
2 Arah
1,00
1,00
0,70
0,50
0,50
0,475
0,45
0,425
0,40

Tabel 3.2 : Koefisien Distribusi Kendaraan (C)


Sumber : Pedoman Penentuan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya

Catatan :

* Berat Total < 5 ton misalnya : mobil penumpang pick up,


mobil hantaran
** Berat Total 5 ton, Misalnya : Bus Truck, Tractor, Semi
Trailer, Trailer

3.2.3

Angka Ekivalen (E)

Angka ekivalen (E) masing-masing golongan beban sumbu (setiap


kendaraan) ditentukan menurut rumus dibawah ini.
Angka Ekivalen Sb. Tunggal

Angka Ekivalen Sb. Tunggal

Beban 1 sumbu tunggal dalam kg


( ------------------------------------------------)4
8160
Beban 1 sumbu ganda dalam kg
0,086 ( ----------------------------------------)4
16

8160
Beban Sumbu
Kg
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
8160
9000
10000
11000
12000
13000
14000
15000
16000

Beban Sumbu
Lbs
2205
4409
6614
8818
11023
13228
15432
17637
18000
19841
22046
24251
26455
28660
30864
33069
35276

Angka Ekivalen
Sumbu Tunggal
0,0002
0,0036
0,0183
0,0577
0,1410
0,2923
0,5415
0,9238
1,0000
1,4798
2,2555
3,3022
4,6770
6,4419
8,6647
11,4184
14,7815

Angka Ekivalen
Sumbu Ganda
0,0003
0,0016
0,0050
0,01221
0,0251
0,0466
0,0794
0,0860
0,1273
0,1940
0,2840
0,4022
0,5540
0,7452
0,9820
1,2712

Tabel 3.3 : Angka Ekivalen (E)


Sumber : Pedoman Penentuan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya

3.2.4
Lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR)
a. Lalu lintas harian rata-rata (LHR) setiap jenis kendaraan ditentukan
pada awal umur rencana, yang dihitung untuk dua arah pada jalan
tanpa median atau masing-masing arah pada jalan media.
b. Lintas Ekivalen Permulaan (LEP) dihitung dengan rumus sebagai
berikut :
LEP = LHR j x Cj x Ej ............................................................ (3.2)
c. Lintas Ekivalen Akhir (LEA) dihitung dengan rumus sebagai
berikut :
LEA = LHR j (1 + i) x Cj x Ej ................................................ (3.3)

17

d. Lintas Ekivalen Tengah (LET) dihitung dengan rumus sebagai


berikut :
LET = LEP + LEA/2 ................................................................... (3.4)
e. Lintas Ekivalen Rencana (LER) dihitung dengan rumus sebagai
berikut :
LER = LET + FP ......................................................................... (3.5)
f. Faktor Penyesuaian (FP) tersebut diatas ditentukan dengan rumus:
FP = UR / 10 ............................................................................... (3.6)

3.3.

Daya Dukung Tanah Dasar (DDT)


Daya Dukung Tanah Dasar (DDT) ditetapkan berdasarkan grafil korelasi,

yang dimaksud dengan harga CBR disini adalah CBR lapangan atau CBR
laboratorium. Jika digunakan CBR lapangan maka pengambilan contoh tanah
dasar dilakukan dengan tabung (undistrub), kemudian direndam dan diperiksa
harga

CBRnya.

Dapat

juga

mengukur

langsung

dilapangan

(musim

hujan/direndam), CBR lapangan biasanya untuk perencanaan lapis tambahan


(overlay). Jika digunakan CBR laboratorium maka cara pemadatannya dapat
dilakukan sesuai PB-0111-76 (standar) untuk tanah dasar kohesif, atau PB-0112776 (modified) untuk tanah dasar kosehif.
CBR laboratorium biasanya dipakau perencanaan pembangunan baru.
Sementara ini dianjurkan untuk mendasarkan daya dukung tanah dasar hanya
kepada pengukuran nilai CBR, cara-cara lain hanya digunakan bila telah disertai
data-data yang dapat dipertanggungjawabkan. Cara-cara lain tersebut dapat berupa
; Group Index, Plate Bearing Test atau Revalue.

18

Dalam menentukan harga rata-rata nilai CBR dari sejumlah harga CBR
yang dilaporkan, maka harga CBR rata-rata ditentukan sebagai berikut :
a. Tentukan harga CBR terendah.
b. Tentukan berapa banyak harga CBR yang sama dan yang lebih besar
dari masing-masing nilai CBR.
c. Angka jumlah terbanyak dinyatakan sebagai 100% jumlah lainnya
merupakan presentase dari 100%.
d. Dibuat grafik hubungan anttara harga CBR dan presentase jumlah
tadi.
e. Nilai CBR rata-rata adalah yang didapat dari angka presentase 90%.
Untuk mendapatkan nilai CBR rata-rata yang tidak terlalu merugikan
maka disarankan agar dalam merencanakan perkerasan suatu ruas jalan, perlu
dibuat segmen-segmen dimana beda atau variasi CBR dari satu segmen tidak
besar.

3.4.

Faktor Regional (FR)


Faktor regional adalag faktor setempat yang menyangkut keadaan

lapangan dan iklim yang dapat mempengaruhi keadaan pembebanan, dayau


dukung tanah dasar dan perkerasan. Keadaan lapangan mencakup permebilitas
tanah, perlengkapan drainase, bentuk alinyemen serta persentase kendaraan
dengan berat 13.000 kg dan kendaraan yang berhenti, sedangkan iklim mencakup
curah hujan rata-rata pertahun. Dalam penentuan perkerasan menurut Bina Marga,
faktor regional hanya dipengaruhi oleh bentuk alinyemen (kelandaian dan
tikungan), persentase kendaraan berat dan yang berhenti serta iklim (curah hujan),
sebagai berikut :

19

Kelandaian I
Kategori

(<6%) %

Iklim

kendaraan
berat 30%

Kelandaian
I (<6%) %
kendaraan
berat >
30%

Kelandaian

Kelandaian

Kelandaia

Kelandaia

II (6-10%)

II (6-10%)

n III

n III

(>10%) %

(>10%) %

kendaraan

kendaraan

kendaraan

kendaraan

berat

berat >

berat

berat >

30%

30%

30%

30%

Iklim I <
900

0,5

1,0 1,5

1,0

1,5 - 2,0

1,5

2,0 2,5

1,5

2,0 2,5

2,0

2,5 - 3,0

2,5

3,0 3,5

mm/th
Iklim II
900
mm/th

Tabel 3.4 : Faktor Regional (FR)


Sumber : Pedoman Penentuan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya
Cacatan :
Pada bagian-bagian jalan tertentu seperti persimpangan, pemberhentian atau
tikungan tajam (jari-jari 30) harga FR ditambah dengan 0,5. Pada daerah rawarawa harga FR ditambah dengan 1,0
3.5.

Indeks Permukaan (IP)


Umur rencana suatu jalan ditentukan dengan perhitungan segi keamanan

konstruksi maupun dari segi ekonomisnya. Tingkat pelayanan bagi lalu lintas
yang lewat dengan satuan angka yang menyatakan kerataan dan kehalusan serta
kekokohan jalan.
Besar dari atas disebut indeks permukaan (IP) yang artinya dapat
dijelaskan sebagai berikut :
1. IP = 1,0
Menyatakan permukaan jalan dalam keadaan rusak berat sehingga
sangat mengganggu lalu lintas kendaraan.
2. IP = 1,5

20

Adalah tingkat pelayanan terendah yang masih mungkin (jalan tidak


terputus)
3. IP = 2,0
Adalah tingkat pelayanan terendah bagi jalan yang masih mantap
4. IP = 2,5
Menyatakan permukaan jalan masih cukup stabil dan baik.
Penentuan Indek Permukaan (IP) pada akhir umur rencana, perlu
mempertimbangkan faktor-faktor klafikasi penggunaan jalan dan jumlah lalu
lintas Ekivalen Rencana (LER) menurut tabel indek permukaan pada akhir umur
rencana (IP).
Penentuan Indek Permukaan (IP) awal umur rencana (IPo), perlu
diperhatikan jenis lapisan permukaan jalan yaitu keadaa kerataan dan kehalusan
dan kekokohan pada umur rencana.
Alat pengukur Rouhness yang dipakai adalah Rouhness NAASRA yang
dipasang pada kendaraan standar Datsun 1500 Station Wagon, dengan kecepatan
kendaraan lebih kurang 32 km/jam. Gerakan sumbu belakang dalam arah vertikal
dipindahkan pada alat Rouhometer melalui kabel yang dipasang ditengah-tengah
sumbu belakang kendaraan yang selanjutnya dipindahkan kepada Counter melalui
Flexible Drive. Setiap putaran Counter adalah sama dengan 15,2 mm gerakan
vertical antara sumbu belakang dan body kendaraan.
Alat

pengukur

Rouhness

type

lain

dapat

digunakan

dengan

mengkalibrasikan hasil yang diperoleh terhadap Roughometer NAASRA.


LER = Lintas
Ekivalen
Rencana *)
< 10

Klasifikasi Jalan
Lokal
1,0 1,5

Klasifikasi
Jalan
Kolektor
1,5

Klasifikasi

Klasifikasi

Jalan Arteri

Jalan Tol

1,5 2,0

21

10 100
1,5
1,5 2,0
2,0
100 1000
1,5 2,0
2,0
2,0 2,5
> 1000
2,0 2,5
2,5
Tabel 3.5 : Indeks Permukaan Pada Akhir Umur Rencana (IP)

2,5

Sumber : Pedoman Penentuan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya


Cacatan :
Pada proyek-proyek penunjang jalan, JAPAT/jalan murah atau jalan darurat maka
IP dapat diambil 1,0
*) LER dalam satuan angka ekivalen 8,16 ton beban sumbu tunggal
Jenis Lapis Perkerasan
IPo
Roughness
LASTON
4
1000
3,9 - 3,5
> 1000
Asbuton / HRA
3,9 3,5
2000
3,4 3,0
< 2000
BURDA
3,9 3,5
200
BURTU
3,4 3,0
> 2000
LAPEN
3,4 3,0
3000
2,9 2,5
> 3000
Lapis Pelindung
2,9 2,5
Jalan Tanah
2,4
Jalan Kerikil
2,4
Tabel 3.6 : Indeks Permukaan Pada Awal Umur Rencana (IP)
Sumber : Pedoman Penentuan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya
3.6.

Indeks Tebal Perkerasan (ITP)


Indeks tebal perkerasan adalah suatu angka yang menyatakan tebal suatu

perkerasan yang diperoleh dari nomogram-nomogram.


Besar nilai indeks tebal perkerasan tergantung dari besarnya harga DDT
(daya dukung tanah). LER (Lintas ekivalen rencana) dan FR (Faktor regional).
Perhitungan tebal perkerasan dinyatakan dalam ITP, dengan rumus
sebagai berikut :
ITP = a1 x D1 + a2 x D2 + a3 x D3 + .....................
Keterangan :
a1, a2, a3, ........ = Koefisien kekuatan relative bahan-bahan perkerasan
D1, D2, D3, ..... = tebal masing-masing lapisan perkerasan (Cm)

22

Gambar 3.1.
Susunan Lapis Perkerasan

3.7.

Koefisien Kekuatan Relatif (A)


Koefisien Kekuatan Relatif (A) masing-masing bahan dan kegunaannya

sebagai lapis permukaan, pondasi, pondasi bawah ditentukan secara korelasi


sesuai nilai Marshall Test (untuk bahan dengan aspal), kuat tekan (untuk bahan
yang distabilisasi dengan semen atau kapur), atau CBR (untuk bahan lapis pondasi
atau pondasi bawah).
Koefisien

Kekuatan

Relati
f

Kekuatan

Kt
a1

a2

a3

MS (kg)

(kg/cm2
)

0,40
0,35
0,32
0,30
0,35
0,31
2,28
0,26
0,30
0,26
0,25
0,20

744
592
454
340
744
590
454
340
340
340
0,28
0,26
0,24
0,23
0,19
0,15
0,13

Jenis Bahan

Bahan
CB
R%

Laston
Asbuton

Hot Rolled Asphalt


Lapen (mekanis)
Lapen (manual)

590
454
340

Laston Atas

22
18

Lapen (mekanis)
Lapen (manual)
Stab. Tanah dg
Stab. Tanah dg semen

23

0,15
0,13
0,14
0,12
0,14
0,13
0,12

22
18

Stab. Tanah dg kapur


100
60
100
80
60
70
50
30
20

0,13
0,12
0,11
0,10

Pond. Macadam basah


Pond. Macadam kering
Batu Pecah A
Batu Pecah B
Batu Pecah C
Sirtu/Pitrun A
Sirtu/Pitrun B
Sirtu/Pitrun C
Tanah / lempung kepasiran

Tabel 3.7 : koefisien Kekuatan Relatif (A)


Sumber : Pedoman Penentuan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya
3.8.

Batas-batas Minimum Tebal Lapisan


a. Lapisan Permukaan
Tebal minimum

ITP

(cm)

< 3,00

3,00 6,70
6,71 7,49

7,5

7,50 9,99
10,00

7,5
10

Bahan
Lapis pelindung,
Buras/Burtu/Burda
Lapen/aspal, macadam, HRA,
Asbuton, Laston
Lapen/aspal, macadam, HRA,
Asbuton, Laston
Asbuton, Laston
Laston

b. Lapisan Pondasi
ITP
< 3,00

Tebal minimum
(cm)
15

Bahan
Batu pecah, stab tanah dg semen dan

24

3,00 7,49

20*)
10

7,50 9,99

20
15

10,00 12,24

20

12,25

25

kapur
Batu pecah, stab tanah dg semen dan
kapur
LASTON ATAS
Batu pecah, stab tanah dg semen kapur,
pondasi mac.
LASTON ATAS
Batu pecah, stab tanah dg semen kapur,
pond. Macadam, lapen, laston atas
Batu pecah, stab tanah dg semen kapur,

pond. Macadam, lapen, laston atas


Tabel 3.8 : Batas-batas Minimum Tebal Lapisan

Sumber : Pedoman Penentuan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya

c. Lapis Pondasi Bawah


Untuk setiap nilai ITP bila digunakan pondasi bawah tebal minimum
adalah 10 cm.
3.9.

Lapisan Tambahan
Lapisan tambahan ialah tambahan (overlay) kondisi perkerasan jalan

lama (existing pavement) dinilai sesuai daftar dibawah ini :

1. Lapisan Permukaan
Umumnya tidak crack, hanya sedikit deformasi pada
jalur roda
Terlihat crack halus, sedikit deformasi pada jalur roda
namun masih tetap stabil
Crack sedang, beberapa defromasi pada jalur roda, pada
dasarnya masih menunjukan kestabilan
Crack banyak, demikian juga deformasi pada jalur roda,
menunjukan gejala ketidak stabilan

90% - 100%
70% - 90%
50% - 70%
30% - 50%

25

2. Lapisan Pondasi
a. Pondasi aspal beton atau penetrasi macadam :
Umunya tidak crack
Terlihat crack halus, namun masih tetap stabil
Crack sedang, pada dasarnya masih menunjukan
kestabilan
Crack banyak, menunjukan gejala ketidak stabilan
b. Stabilisasi tanah dengan semen atau kapur :
Plastisitas Index (PI) 10
c. Pondasi macadam atau batu pecah :
Plastisitas Index (PI) 6

90% - 10%
70% - 90%
50% - 70%
30% - 50%
70% - 10%
80% - 100%

3. Lapis Pondasi Bawah


Plastisitas Index (PI) 6
Plastisitas Index (PI) > 6
Tabel 3.9 : Nilai Kondisi Perkerasan Jalan

90% - 100%
70% - 90%

Sumber : Pedoman Penentuan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya

BAB IV
PERHITUNGAN TEBAL PERKERASAN

4.1 Teori Perhitungan


Dalam melaksanakan pengambilan data lalu lintas jalan Penyangkak Lubuk Durian Kabupaten Bengkulu Utara penulis tidak melaksanaknnya sendiri.
Data lalu lintas dan pertumbuhan pada ruas jalan Penyangkak - Lubuk Durian
Kabupaten Bengkulu Utara didapatkan dari data yang ada di pihak proyek.
Pertumbuhan lalu lintas selama pelaksanaan 7% pertahun, sedangkan
untuk 10 tahun pertumbuhan lalu lintas 8%. Adapun lalu lintas jalan Penyangkak Lubuk Durian Kabupaten Bengkulu Utara ini seperti yang ditunjukan pada tabel

26

4.1 yaitu data lalu lintas jalan Penyangkak - Lubuk Durian Kabupaten Bengkulu
Utara.

a.
b.
c.
d.

Jenis Kendaraan
Kendaraan ringan 2 ton
Pick Up 3 ton (1 + 2)
Bus 8 ton (3 + 5)
Truk 2 As 13 Ton (5 + 8)

Kendaraan / Hari
986
532
8
125
Tabel 4.1

Data lalu lintas jalan Penyangkak - Lubuk Durian Kabupaten Bengkulu Utara

27

4.2 Perhitungan Lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR)


Menentukan lalu lintas Harian Rata-Rata (LHR) dengan rumus : (1 + i)n
Lalu lintas Harian Rata-Rata untuk jenis Kendaraan Ringan :
LHR awal umur rencana
LHR tahun ke 10

=
=
=
=

986 x (1.00 + 0.07)1


1055 kendaraan / hari
1055 x (1.00 + 0.08)10
2277,71 kendaraan / hari

Lalu lintas Harian Rata-Rata untuk jenis Kendaraan Pick Up :


LHR awal umur rencana
LHR tahun ke 10

=
=
=
=

532 x (1.00 + 0.07)1


569,24 kendaraan / hari
569,24 x (1.00 + 0.08)10
1228,95 kendaraan / hari

Lalu lintas Harian Rata-Rata untuk jenis Kendaraan Bus :


LHR awal umur rencana
LHR tahun ke 10

=
=
=
=

8 x (1.00 + 0.07)1
8,56 kendaraan / hari
8,56 x (1.00 + 0.08)10
18,48 kendaraan / hari

Lalu lintas Harian Rata-Rata untuk jenis Kendaraan Truck 2 As :


LHR awal umur rencana
LHR tahun ke 10

=
=
=
=

125 x (1.00 + 0.07)1


133,75 kendaraan / hari
133,75 x (1.00 + 0.08)10
288,76 kendaraan / hari

Untuk lebih jelas hasil perhitungan lalu lintas Harian Rata-rata tersebut
direngkum dalam tabel seperti yang ditunjukan dalam tabel dibawah ini:
a.
b.
c.
d.

Jenis Kendaraan
Kendaraan ringan 2 ton ( 1 + 1)
Pick Up 3 ton (1 + 2)
Bus 8 ton (3 + 5)
Truck 2 As 13 Ton (5 + 8)

Awal Umur Rencana


1055 kendaraan / hari
569,24 kendaraan / hari
8,56 kendaraan / hari
133,75 kendaraan / hari

Tahun ke-10
2277,71 kendaraan / hari
1228,95 kendaraan / hari
18,48 kendaraan / hari
288,76 kendaraan / hari

4.3 Daya Dukung Tanah Dasar

28

Daya Dukung Tanah Dasar (DDT) ditentukan berdasarkan grafik korelasi


dengan harga CBR, harga CBR disini adalah harga CBR lapangan karena jalan
yang dibangun adalah jalan lama yang ditingkatkan. Data-data CBR lapangan
diketahui dengan memakai alat ukur Penetrometer DCP. Hasil dari percobaan
Penetrometer DCP dapat dilihat dalam tabel dibawah ini :

Tabel IV.3 Perhitungan CBR Rencana

No

STA

CBR

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

0+000
0+100
0+105
0+140
0+142
0+150
0+225
0+335
0+400
0+655
0+865
0+895
1+000
1+065

1,36
1,38
1,42
1,44
1,45
1,50
1,51
1,57
1,61
1,70
2,36
2,55
2,74
3,10

Jumlah yang
sama atau lebih
besar
14
13
12
11
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1

Persen (%) yang sama


atau lebih besar
14/14 x 100% = 100 %
13/14 x 100% = 92,86 %
12/14 x 100% = 85,71 %
11/14 x 100% = 78,57 %
10/14 x 100% = 71,43 %
9/14 x 100% = 64,29 %
8/14 x 100% = 57,14 %
7/14 x 100% = 50 %
6/14 x 100% = 42,85 %
5/14 x 100% = 35,71 %
4/14 x 100% = 28,57 %
3/14 x 100% = 21,43 %
2/14 x 100% = 14,29 %
1/14 x 100% = 7,15 %

Tabel Nilai R Untuk CBR Segmen

29

Dari data diatas diperoleh nilai CBR sebagai berikut :


1,36, 1,38, 1,42, 1,44, 1,45, 1,50, 1,51, 1,57, 1,61, 1,70, 2,36, 2,55, 2,74,
dan 3,10 %
Cara Analisis
CBR ratarata=

1,36+1,38+1,42+1,44+ 1,45+ 1,50+1,51+ 1,57+1,61+1,70+2,36+2,55+2,7


14

CBR ratarata=1,84
CBR min=1,36
CBR maks=3,10
Jumlah titik : n = 14
Didapat nilai R = 3,18
CBR Segmen=CBR ratarata

CBR Segmen=1,84

CBR Mak CBR Min


R

3,10 1,36
3,18

CBR Segmen=1,29
Dari analisis diatas didapat CBR Rencana = 1,29 %
4.4 Perhitungan Tebal Perkerasan AC-BC Jalan Penyangkak - Lubuk
Durian Kabupaten Bengkulu Utara
1. Data - Data

30

Kendaraan Ringan 2 Ton (1 + 1)


Pick Up 3 Ton ( 1 + 2 )
Bus 8 ton (3 + 5)
Truck 2 As 13 Ton (5 + 8)

=
=
=
=

986 kendaraan / hari


532 kendaraan / hari
8 kendaraan / hari
125 kendaraan / hari

Tingkat Perkembangan lalu lintas (i)


Selama pelaksanaan
Untuk 10 tahun

=
=

7 % pertama
8 % pertahun

Bahan Perkerasan
AC - WC
= 4 Cm
AC BC
= 6 Cm
Agregat kelas A (CBR 100 %)
Agregat kelas B (CBR 80 %)

a1= 0.40 (tabel 3.7)


a2= 0.35 (tabel 3.7)
a3= 0.14 (tabel 3.7)
a4= 0.13 (tabel 3.7)

Perhitungan Tebal Lapis Permukaan


LHR pada awal umur rencana, dengan rumus : (1 + i)n
Kendaraan Ringan 2 Ton ( 1 + 1)
Pick Up 3 Ton ( 1 + 2 )
Bus 8 ton (3 + 5)
Truck 2 As 13 ton (5 + 8)

=
=
=
=

1055 kendaraan / hari


569,24 kendaraan / hari
8,56 kendaraan / hari
133,75 kendaraan / hari

LHR tahun ke 10 umur rencana, dengan rumus : (1 + i)n


Kendaraan Ringan 2 Ton ( 1 + 1)
Pick Up 3 Ton ( 1 + 2 )
Bus 8 ton (3 + 5)
Truck 2 As 13 ton ( 5 + 8)

=
=
=
=

2277,71 kendaraan / hari


1228,95 kendaraan / hari
18,48 kendaraan / hari
288,76 kendaraan / hari

31

Menghitung angka akivalen (E) masing-masing kendaraan

Tabel 4.4. Angka Akivalen Per Sumbu

Kendaraan Ringan 2 Ton ( 1 + 1)


Pick Up 3 Ton ( 1 + 2 )
Bus 8 ton (3 + 5)
Truck 2 As 13 ton ( 5 + 8)

=
=
=
=

0,0002 + 0,0002
0,0002 + 0,0036
0,0183 + 0,1410
0,1410 + 0,9238

= 0,0004
= 0,0038
= 0,1593
= 1,0648

32

Menghitung LEP (Lintas Ekivalen Permukaan)


LEP = C x LHR x E
Kendaraan Ringan 2 Ton ( 1 + 1)
Pick Up 3 Ton ( 1 + 2 )
Bus 8 ton (3 + 5)
Truck 2 As 13 ton ( 5 + 8)

=
=
=
=

0,5 x 1055 x 0,0004


0,5 x 569,24 x 0,0038
0,5 x 8,56 x 0,1593
0,5 x 133,75 x 1,0648
LEP

= 0,2110
= 1,0816
= 0,6818
= 71,2085
= 73,1829

Menghitung LEA (Lintas Ekivalen Akhir) 10 Tahun


LEA = C x LHR x E
Kendaraan Ringan 2 Ton ( 1 + 1)
Pick Up 3 Ton ( 1 + 2 )
Bus 8 ton (3 + 5)
Truck 2 As 13 ton ( 5 + 8)

=
=
=
=

0,5 x 2277,71 x 0,0004


0,5 x 1228,95 x 0,0038
0,5 x 18,48 x 0,1593
0,5 x 288,76 x 1,0648
LEA10

= 0,4555
= 2,3350
= 1,4720
= 153,7338
= 157,9963

Menghitung LET (Lintas Ekivalen Tengah)


LET10

=
=
=

(LEP + LEA10)
(73,1829 + 157,9963)
115,5896

Menghitung LER (Lintas Ekivalen Rencana)


LER10

=
=
=

LET 10 x UR / 10
115,5896 x 10 / 10
115,5896

Faktor Regional
Faktor regional (FR) adalah faktor koreksi sehubungan dengan adanya
perbedaan kondisi dengan kondisi percobaan AASHTO Road Test dan
disesuaikan denga keadaan Indonesia. FR dipengaruhi oleh bentuk
elemen, persentase kendaraan berat yang berhenti serta iklim, penentuan
FR menggunakan Tabel dibawah ini
Curah Hujan

Kelandaian I (< 6%)


% Kendaraan Berat

Kelandaian II (< 6%-10%)


% Kendaraan Berat

Kelandaian III (> 10%)


% Kendaraan Berat

33

Iklim I < 900


mm/tahun
Iklim I 900
mm/tahun

30 %

> 30%

30 %

> 30%

30 %

> 30%

0,5

1,0 1,5

1,0

1,5 2,0

1,5

2,0 2,5

1,5

2,0 2,5

2,0

2,5 3,0

2,5

3,0 3,5

Dari data : Jalan Penyangkak - Lubuk Durian Kabupaten Bengkulu Utara


dengan data hujan rata-rata/tahun 750 mm, kelandaian rata-rata 6%
Dari tabel faktor regional maka FR = 1,5

Indeks Permukaan (IP)


Indeks permukaan adalah nilai kerataan/ kehalusan serta kekokohan
permukaan yang bertalian dengan tingkat pelayanan bagi lalulintas yang
lewat. Nilai Indeks permukaan beserta artinya adalah sebagai berikut :
a. IP = 1,0 menyatakan permukaan jalan dalam keadaan rusak berat
sehingga menganggu lalu lintas kendaraan.
b. IP = 1,5 menyatakan tingkat pelayanan rendah yang masih mungkin
( jalan tidak terputua )
c. IP = 2 menyatakan tingkat pelayanan rendah bagi jalan yang masih
cukup.
d. IP = 2,5 menyatakan permukaan jalan masih cukup stabil dan baik.
Dalam menentukan IP pada akhir umur rencana, perlu dipertimbangkan
faktor faktor klasifikasi fungsional jalan dan jumlah lintas ekivalen
rencana ( LER ) seperti ditunjukkan pada dibawah ini
Klasifikasi Jalan
Lokal
Kolektor
Arteri
< 10
1,0 1,5
1,5
1,5 2,0
10 - 100
1,5
1,5 2,0
2,0
100 - 1000
1,5 2,0
2,0
2,0 2,5
> 1000
2,0 2,5
2,5
Dari : SKBI 2.3.26.1987/SNI 03-1732-1989
LER

Tol
2,5

34

35

Dalam menentukan Indeks permukaan pada awal umur rencana ( IPo )


perlu diperhatikan jenis lapis permukaan jalan ( kerataan/ kehalusan serta
kekokohan ) pada awal umur rencana seperti yang tercantum dalam tabel
dibawah ini
IPo

Roughness *)
( mm/km )

1000

3,9 3,5

> 1000

3,9 3,5

2000

3,4 3,0

> 2000

3,9 3,5

2000

3,4 3,0

> 2000

BURDA

3,9 3,5

< 2000

BURTU

3,4 3,0

< 2000

LAPEN

3,4 3,0

3000

2,9 2,5

> 3000

Jenis Lapis Perkerasan


LASTON

LASBUTAG
HRA

LATASBUM

2,9 2,5

BURAS

2,9 2,5

LATASIR

2,9 2,5

JALAN TANAH

2,4

JALAN KERIKIL

2,4

Dari : SKBI 2.3.26.1987/SNI 03-1732-1989


Indeks Permukaan pada awal umur rencana (IP0)

36

Daya Dukung Tanah Dasar (DDT)


DDT = 4,3 Log CBR + 1,7
DDT = 4,3 Log (1,29) + 1,7
DDT = 4,3 . 0,110590 + 1,7
DDT = 2,18

37

Mencari ITP (Indeks Tebal Perkerasan)


CBR

= 1,29 % dari hasil korelasi CBR dan DDT

Didapat DDT

= 2,18 %

IP

= 2,0

FR

= 1,5

Ipo

= 4

LER10

= 115,5896

Dari data diatas didapat ITP dapat dilihat dengan nomogram (grafik
alignment) di bawah ini :

Berdasarkan nomogram 1 diatas maka didapat nilai ITP sebesar 10,5

38

Menetapkan tebal perkerasan


Koefisien Kekuatan Relatif
AC WC
= 4 Cm
AC BC
= 6 Cm
Agregat kelas A (CBR 100 %)
Agregat kelas B (CBR 80 %)

a1= 0.40 (tabel 3.7)


a2= 0.35 (tabel 3.7)
a3= 0.14 (tabel 3.7)
a4= 0.13 (tabel 3.7)

Rencana Tebal Perkerasan


AC WC
AC BC
Agregat kelas A (CBR 100 %)
Agregat kelas B (CBR 80 %)

D1 = 4 Cm
D2 = 6 Cm
D3 = 15 Cm
D4 = Dicari

ITP

= a1 x D1 + a2 x D2 + a3 x D3 + a4 x D4

D4

= Dicari..??

10,5

= (0,40 x 4) + (0,35 x 6) + (0,14 x 15) + (0,13 x D4)

10,5

= 1,60 + 2,10 + 2,10 + 0,13 x D4

10,5

= 5,8 + 0,13 x D4

D 4=

10,55,8
0,13

D 4=36,15 cm 36 cm

ITP

= a1 x D1 + a2 x D2 + a3 x D3 + a4 x D4

D3

= Dicari..??

10,5

= (0,40 x 4) + (0,35 x 6) + (0,14 x D3) + (0,13 x 36)

39

10,5

= 1,60 + 2,10 + 0,14 x D3 + 4,68

10,5

= 8,38 + 0,14 x D3

D3=

10,58,38
0,14

D3=15,14 cm 15 cm

ITP

= a1 x D1 + a2 x D2 + a3 x D3 + a4 x D4

D2

= Dicari..??

10,5

= (0,40 x 4) + (0,35 x D2) + (0,14 x 15) + (0,13 x 36)

10,5

= 1,60 + 0,35 x D2 + 2,10 + 4,68

10,5

= 8,38 + 0,35 x D2

D 2=

10,58,38
0,35

D 2=6 cm

ITP

= a1 x D1 + a2 x D2 + a3 x D3 + a4 x D4

D1

= Dicari..??

10,5

= (0,40 x D1) + (0,35 x 6) + (0,14 x 15) + (0,13 x 36)

10,5

= 0,40 x D1 + 2,10 + 2,10 + 4,68

10,5

= 8,88 + 0,40 x D1

D1=

10,58,88
0,40

D1=4 cm

40

CBR = 1,29 %
Susunan Tebal Perkerasan

41

Daya Dukung Tanah Dasar (DDT) SAT 0+000 CBR 1,36


DDT = 4,3 Log CBR + 1,7
DDT = 4,3 Log (1,36) + 1,7
DDT = 4,3 . 0,133539 + 1,7
DDT = 2,27

42

Mencari ITP (Indeks Tebal Perkerasan) STA 0+000


CBR

= 1,36 % dari hasil korelasi CBR dan DDT

Didapat DDT

= 2,27 %

IP

= 2,0

FR

= 1,5

Ipo

= 4

LER10

= 115,5896

Dari data diatas didapat ITP dapat dilihat dengan nomogram (grafik
alignment) di bawah ini :

Berdasarkan nomogram 1 diatas maka didapat nilai ITP sebesar 10,3

43

Menetapkan tebal perkerasan STA 0+000


Koefisien Kekuatan Relatif
AC WC
= 4 Cm
AC BC
= 6 Cm
Agregat kelas A (CBR 100 %)
Agregat kelas B (CBR 80 %)

a1= 0.40 (tabel 3.7)


a2= 0.35 (tabel 3.7)
a3= 0.14 (tabel 3.7)
a4= 0.13 (tabel 3.7)

Rencana Tebal Perkerasan


AC WC
AC BC
Agregat kelas A (CBR 100 %)
Agregat kelas B (CBR 80 %)

D1 = 4 Cm
D2 = 6 Cm
D3 = 15 Cm
D4 = Dicari

ITP

= a1 x D1 + a2 x D2 + a3 x D3 + a4 x D4

D4

= Dicari..??

10,3

= (0,40 x 4) + (0,35 x 6) + (0,14 x 15) + (0,13 x D4)

10,3

= 1,60 + 2,10 + 2,10 + 0,13 x D4

10,3

= 5,8 + 0,13 x D4

D 4=

10,35,8
0,13

D 4=34,62 cm 35 cm

ITP

= a1 x D1 + a2 x D2 + a3 x D3 + a4 x D4

D3

= Dicari..??

10,3

= (0,40 x 4) + (0,35 x 6) + (0,14 x D3) + (0,13 x 36)

44

10,3

= 1,60 + 2,10 + 0,14 x D3 + 4,68

10,3

= 8,38 + 0,14 x D3

D3=

10,38,38
0,14

D3=13,71 cm 14 cm

ITP

= a1 x D1 + a2 x D2 + a3 x D3 + a4 x D4

D2

= Dicari..??

10,3

= (0,40 x 4) + (0,35 x D2) + (0,14 x 15) + (0,13 x 36)

10,3

= 1,60 + 0,35 x D2 + 2,10 + 4,68

10,3

= 8,38 + 0,35 x D2

D 2=

10,38,38
0,35

D 2=5,49 cm 5 cm

ITP

= a1 x D1 + a2 x D2 + a3 x D3 + a4 x D4

D1

= Dicari..??

10,3

= (0,40 x D1) + (0,35 x 6) + (0,14 x 15) + (0,13 x 36)

10,3

= 0,40 x D1 + 2,10 + 2,10 + 4,68

10,3

= 8,88 + 0,40 x D1

D1=

10,38,88
0,40

D1=3,55 cm 4 cm

45

CBR = 1,36 % STA 0+000


Susunan Tebal Perkerasan

46

Daya Dukung Tanah Dasar (DDT) SAT 0+100 CBR 1,38


DDT = 4,3 Log CBR + 1,7
DDT = 4,3 Log (1,38) + 1,7
DDT = 4,3 . 0,139879 + 1,7
DDT = 2,3

47

Mencari ITP (Indeks Tebal Perkerasan) STA 0+100


CBR

= 1,38 % dari hasil korelasi CBR dan DDT

Didapat DDT

= 2,3 %

IP

= 2,0

FR

= 1,5

Ipo

= 4

LER10

= 115,5896

Dari data diatas didapat ITP dapat dilihat dengan nomogram (grafik
alignment) di bawah ini :

Berdasarkan nomogram 1 diatas maka didapat nilai ITP sebesar 10,2

48

Menetapkan tebal perkerasan STA 0+100


Koefisien Kekuatan Relatif
AC WC
= 4 Cm
AC BC
= 6 Cm
Agregat kelas A (CBR 100 %)
Agregat kelas B (CBR 80 %)

a1= 0.40 (tabel 3.7)


a2= 0.35 (tabel 3.7)
a3= 0.14 (tabel 3.7)
a4= 0.13 (tabel 3.7)

Rencana Tebal Perkerasan


AC WC
AC BC
Agregat kelas A (CBR 100 %)
Agregat kelas B (CBR 80 %)

D1 = 4 Cm
D2 = 6 Cm
D3 = 15 Cm
D4 = Dicari

ITP

= a1 x D1 + a2 x D2 + a3 x D3 + a4 x D4

D4

= Dicari..??

10,2

= (0,40 x 4) + (0,35 x 6) + (0,14 x 15) + (0,13 x D4)

10,2

= 1,60 + 2,10 + 2,10 + 0,13 x D4

10,2

= 5,8 + 0,13 x D4

D 4=

10,25,8
0,13

D 4=33,85 cm 34 cm

ITP

= a1 x D1 + a2 x D2 + a3 x D3 + a4 x D4

D3

= Dicari..??

10,2

= (0,40 x 4) + (0,35 x 6) + (0,14 x D3) + (0,13 x 36)

49

10,2

= 1,60 + 2,10 + 0,14 x D3 + 4,68

10,2

= 8,38 + 0,14 x D3

D3=

10,28,38
0,14

D3=13 cm

ITP

= a1 x D1 + a2 x D2 + a3 x D3 + a4 x D4

D2

= Dicari..??

10,2

= (0,40 x 4) + (0,35 x D2) + (0,14 x 15) + (0,13 x 36)

10,2

= 1,60 + 0,35 x D2 + 2,10 + 4,68

10,2

= 8,38 + 0,35 x D2

D 2=

10,28,38
0,35

D 2=5,20 cm 5 cm

ITP

= a1 x D1 + a2 x D2 + a3 x D3 + a4 x D4

D1

= Dicari..??

10,2

= (0,40 x D1) + (0,35 x 6) + (0,14 x 15) + (0,13 x 36)

10,2

= 0,40 x D1 + 2,10 + 2,10 + 4,68

10,2

= 8,88 + 0,40 x D1

D1=

10,28,88
0,40

D1=3,3 cm 3 cm

50

CBR = 1,38 % STA 0+100


Susunan Tebal Perkerasan

51

Daya Dukung Tanah Dasar (DDT) SAT 0+140 CBR 1,44


DDT = 4,3 Log CBR + 1,7
DDT = 4,3 Log (1,44) + 1,7
DDT = 4,3 . 0,158362 + 1,7
DDT = 2,38

52

Mencari ITP (Indeks Tebal Perkerasan) STA 0+140


CBR

= 1,44 % dari hasil korelasi CBR dan DDT

Didapat DDT

= 2,38 %

IP

= 2,0

FR

= 1,5

Ipo

= 4

LER10

= 115,5896

Dari data diatas didapat ITP dapat dilihat dengan nomogram (grafik
alignment) di bawah ini :

Berdasarkan nomogram 1 diatas maka didapat nilai ITP sebesar 9,8

53

Menetapkan tebal perkerasan STA 0+140


Koefisien Kekuatan Relatif
AC WC
= 4 Cm
AC BC
= 6 Cm
Agregat kelas A (CBR 100 %)
Agregat kelas B (CBR 80 %)

a1= 0.40 (tabel 3.7)


a2= 0.35 (tabel 3.7)
a3= 0.14 (tabel 3.7)
a4= 0.13 (tabel 3.7)

Rencana Tebal Perkerasan


AC WC
AC BC
Agregat kelas A (CBR 100 %)
Agregat kelas B (CBR 80 %)

D1 = 4 Cm
D2 = 6 Cm
D3 = 15 Cm
D4 = Dicari

ITP

= a1 x D1 + a2 x D2 + a3 x D3 + a4 x D4

D4

= Dicari..??

9,8

= (0,40 x 4) + (0,35 x 6) + (0,14 x 15) + (0,13 x D4)

9,8

= 1,60 + 2,10 + 2,10 + 0,13 x D4

9,8

= 5,8 + 0,13 x D4

D 4=

9,85,8
0,13

D 4=30,77 cm 31 cm

ITP

= a1 x D1 + a2 x D2 + a3 x D3 + a4 x D4

D3

= Dicari..??

9,8

= (0,40 x 4) + (0,35 x 6) + (0,14 x D3) + (0,13 x 36)

54

9,8

= 1,60 + 2,10 + 0,14 x D3 + 4,68

9,8

= 8,38 + 0,14 x D3

D3=

9,88,38
0,14

D3=10,14 cm 10 cm

ITP

= a1 x D1 + a2 x D2 + a3 x D3 + a4 x D4

D2

= Dicari..??

9,8

= (0,40 x 4) + (0,35 x D2) + (0,14 x 15) + (0,13 x 36)

9,8

= 1,60 + 0,35 x D2 + 2,10 + 4,68

9,8

= 8,38 + 0,35 x D2

D 2=

9,88,38
0,35

D 2=4,6 cm 5 cm

ITP

= a1 x D1 + a2 x D2 + a3 x D3 + a4 x D4

D1

= Dicari..??

9,8

= (0,40 x D1) + (0,35 x 6) + (0,14 x 15) + (0,13 x 36)

9,8

= 0,40 x D1 + 2,10 + 2,10 + 4,68

9,8

= 8,88 + 0,40 x D1

D1=

9,88,88
0,40

D1=2,3 cm 2 cm

55

CBR = 1,44 % STA 0+140


Susunan Tebal Perkerasan

56

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

5.1

Simpulan
1. Dari hasil perhitungan tebal perkerasan pada ruas jalan Penyangkak Lubuk Durian Kabupaten Bengkulu Utara, maka dapat diambil
simpulan sebagai berikut :
Hasil perhitungan penulis :
AC WC
AC BC
Agregat kelas A (CBR 100 %)
Agregat kelas B (CBR 80 %)

4 Cm
6 Cm
15 Cm
36 cm

Sedangkan data yang ada adalah :


AC WC
AC BC
Agregat kelas A (CBR 100 %)
Agregat kelas B (CBR 80 %)

4 Cm
6 Cm
15 Cm
20 cm

Dari hasil perhitungan tersebut diatas ada perbedaan antara


perhitungan penulis dengan data yang ada yaitu Agregat Kelas B
selisih 16 cm.
Hasil perhitungan STA 0+000 :
AC WC
AC BC
Agregat kelas A (CBR 100 %)
Agregat kelas B (CBR 80 %)
Hasil perhitungan STA 0+100 :

4 Cm
5 Cm
13 Cm
35 cm

AC WC
AC BC
Agregat kelas A (CBR 100 %)
Agregat kelas B (CBR 80 %)
Hasil perhitungan STA 0+140 :

3 Cm
5 Cm
13 Cm
34 cm

57

AC WC
AC BC
Agregat kelas A (CBR 100 %)
Agregat kelas B (CBR 80 %)

2 Cm
5 Cm
10 Cm
31 cm

2. Metode analisis komponen merupakan metode yang sangat mudah dan


akan menghasilkan perencanaan yang sesuai dengan kondisi di
lapangan.
5.2

Saran
1. Di dalam perhitungan hendaknya data-data yang digunakan betulbetul data yang akurat agar perhitungan tepat dan rumus-rumus yang
digunakan harus benar, jangan sampai rumus yang digunakan dalam
perhitungan tidak sesuai dengan literatur yang ada.
2. Di dalam perhitungan metode yang dipakai harus lah metode yang
gampang dimengerti agar nanti di dalam pengambilan nilai-nilai yang
akan dimasukan dalam rumus mudah di mengerti. Perhitungan dalam
Tugas Akhir ini menggunakan Metode Analisis Komponen atau Bina
Marga.

58

DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Bina Marga (1987) Petunjuk
Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisis
Componen
Badan Standarisasi Nasional (2011) Cara Uji Lendutan Perkerasan Lentur
Dengan Alat Bengkelmen Beam
Direktorat Jendral Bina Marga (1990) Petunjuk Lokasi dan Standar Spesifikasi
Bangunan Pengaman Tepi Jalan Yayasan Badan Penerbit Pekerjaan Umum
Jakarta
Direktorat Jendral Bina Marga (1980) Perhitungan Overlay Penytelidikan Jalan
Dengan Alat Bengkelman Beam
Direktorat Jendral Bina Marga (1983) Manual Pemeliharaan Jalan
Direktorat Jendral Bina Marga (1988) Pengambilan Data Lapangan Untuk
Rencana Teknis Pemeliharaan Berkala
Djoko Untung Soedarsono, Ir (1975) Konstruksi Jalan Raya Yayasan Badan
Penerbit Pekerjaan Umum Jakarta
Nursyah Effendi, Ir Mekanika Tanah Dosen Jurusan Teknik Sipil Sekolah
Tinggi Ilmu Teknik Trisula Bengkulu
Syahirman Tamid, Ir (Alm) Rekayasa Jalan Raya II Dosen Jurusan Teknik
Sipil Sekolah Tinggi Ilmu Teknik Trisula Bengkulu

59

Anda mungkin juga menyukai