TINJAUAN PUSTAKA
B. Klasifikasi Jalan
18
2. Klasifikasi menurut kelas jalan
Klasifikasi menurut kelas jalan berkaitan dengan kemampuan
jalan untuk menerima beban lalu lintas, dinyatakan dalam muatan
sumbu terberat (MST) dalam satuan ton. Klasifikasi menurut kelas
jalan dan ketentuannya serta kaitannya dengan klasifikasi menurut
fungsi jalan dapat dilihat dalam tabel 1
Tabel 1. Klasifikasi menurut kelas jalan.
Kemiringan medan
No. Jenis medan Notasi
(%)
1. Datar D <3
2. Perbukitan B 3-25
3. Pegunungan G > 25
(Sumber: TPGJAK-No.038/T/BM/97)
19
4. Klasifikasi menurut wewenang pembinaan jalan
Klasifikasi jalan menurut wewenang pembinaannya yaitu, jalan
nasional, jalan propinsi, jalan kabupaten/kotamadya, jalan desa dan
jalan khusus.
20
Masing-masing elemen lapisan di atas termasuk tanah dasar
secara bersama-sama memikul beban lalu lintas. Tebal struktur
perkerasan dibuat sedemikian rupa sampai batas kemampuan tanah
dasar memikul beban lalu lintas, atau dapat dikatakan tebal struktur
perkerasan sangat tergantung pada kondisi atau daya dukung tanah
dasar.
21
1) Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dari macam tanah
tertentu akibat beban.
2) Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat
perubahan kadar air.
3) Daya dukung tanah yang tidak merata dan sukar ditentukan
secara pasti pada daerah dengan macam tanah yang sangat
berbeda sifat dan kedudukannya, atau akibat pelaksanaan.
4) Lendutan dan lendutan balik selama dan sesudah pembebanan
lalu lintas dari macam tanah tertentu.
5) Tambahan pemadatan akibat pembebanan lalu lintas dan
penurunan yang diakibatkannya, yaitu pada tanah berbutir kasar
(granular soil) yang tidak dipadatkan secara baik pada saat
pelaksanaan.
Tidak semua jenis tanah dapat digunakan sebagai tanah dasar
pendukung badan jalan secara baik, karena harus dipertimbangkan
beberapa sifat yang penting untuk kepentingan struktur jalan.
Pemilihan jenis tanah yang dapat dijadikan tanah dasar melalui
penyelidikan tanah menjadi penting karena tanah dasar akan sangat
menentukan tebal lapis perkerasan di atasnya, sifat fisik perkerasan
dikemudian hari dan kelakuan perkerasan seperti deformasi
permukaan dan lain sebagainya.
Secara umum sistim klasifikasi tanah yang sering digunakan
dalam teknik jalan raya ada dua, yaitu (Sukirman, 1999:17-28) :
1) Sistim klasifikasi unified
Sistim ini dikembangkan oleh Casagrande yang pada garis
besarnya membedakan tanah atas tiga kelompok besar, yaitu :
a. Tanah berbutir kasar, < 50% lolos saringan nomor 200, secara
visuil butir-butir tanah berbutir kasar dapat dilihat oleh mata.
b. Tanah berbutir halus, > 50% lolos saringan nomor 200, secara
visuil butir-butir tanah berbutir halus tidak dapat dilihat oleh
mata.
22
c. Tanah organik, dapat dikenal dari warna, bau dan sisa
tumbuh-tumbuhan yang terkandung didalamnya.
2) Sistim klasifikasi AASHTO
Sistim ini pertama kali diperkenalkan oleh Hogento gler dan
Tarzaghi, yang akhirnya diambil oleh Bureau of Public Roads.
Sistim ini mencoba mengelompokkan tanah berdasarkan sifatnya
terhadap beban roda. Setelah mengalami beberapa kali perbaikan
kemudian diambil oleh AASHTO.
Pada garis besarnya tanah dikelompokkan menjadi dua
kelompok besar, yaitu :
a. Tanah berbutir kasar (< 35% lolos saringan nomor 200).
b. Tanah berbutir halus (> 35% lolos saringan nomor 200).
24
digunakan sebagai lapis pondasi atas. Jenis lapis pondasi atas yang
umum dipergunakan di Indonesia antara lain :
1) Pondasi atas yang menggunakan material pondasi telford.
2) Pondasi atas yang menggunakan material agregat.
3) Pondasi atas yang menggunakan material ATB (Asphalt Treated
Base) atau disebut laston (lapis aspal beton) atas.
4) Pondasi atas menggunakan stabilisasi material.
5) Pondasi atas menggunakan penetrasi macadam (lapen).
Konstruksi perkerasan
Lapisan perkerasan
45º
2) Lapis kedap air, sehingga air hujan yang jatuh di atasnya tidak
meresap ke lapisan di bawahnya dan melemahkan lapisan-lapisan
tersebut.
25
3) Lapis aus (wearing course), lapisan yang langsung menderita
gesekan akibat rem kendaraan sehingga mudah menjadi aus.
4) Lapis yang menyebarkan beban ke lapisan bawah, sehingga
dapat dipikul oleh lapisan lain yang mempunyai daya dukung yang
lebih jelek.
Bahan untuk lapis permukaan umumnya adalah campuran
bahan agregat dan aspal, dengan persyaratan bahan yang memenuhi
standar. Penggunaan bahan aspal diperlukan sebagai bahan pengikat
agregat dan agar lapisan dapat bersifat kedap air, disamping itu
bahan aspal sendiri memberikan bantuan tegangan tarik, yang berarti
mempertinggi daya dukung lapisan terhadap beban roda lalu lintas.
Pemilihan bahan untuk lapis permukaan perlu dipertimbangkan
kegunaan, umur rencana, serta pentahapan konstruksi, agar dicapai
manfaat yang sebesar-besarnya dari biaya yang dikeluarkan.
Jenis lapis permukaan yang umum dipergunakan di Indonesia
antara lain (Sukirman, 1999:9) :
1) Lapisan yang bersifat nonstruktural, yang berfungsi sebagai
lapisan aus dan kedap air antara lain :
a. Burtu (laburan aspal satu lapis), merupakan lapis penutup
yang terdiri dari lapisan aspal yang ditaburi dengan satu lapis
agregat bergradasi seragam, dengan tebal maksimum 2 cm.
b. Burda (Laburan aspal dua lapis), merupakan lapis penutup
yang terdiri dari lapisan aspal ditaburi agregat yang dikerjakan
dua kali secara berurutan dengan tebal maksimum 4 cm.
c. Latasir (lapis tipis aspal pasir), merupakan lapis penutup yang
terdiri dari lapisan aspal dan pasir alam bergradasi menerus
dicampur, dihampar dan dipadatkan pada suhu tertentu
dengan tebal padat 1−2 cm.
d. Buras (laburan aspal), merupakan lapis penutup terdiri dari
lapisan aspal taburan pasir dengan ukuran butir maksimum
3/8 inchi.
26
e. Latasbum (lapis tipis asbuton murni), merupakan lapis
penutup yang terdiri dari campuran asbuton dan bahan
pelunak dengan perbandingan tertentu yang dicampur secara
dingin dengan tebal padat maksimum 1 cm.
f. Laston (lapis tipis aspal beton), dikenal dengan nama Hot Roll
Sheet (HRS), merupakan lapis penutup yang terdiri dari
campuran antara agregat bergradasi timpang, mineral pengisi
(filler) dan aspal keras dengan perbandingan tertentu, yang
dicampur dan dipadatkan dalam keadaan panas, dengan tebal
padat antara 2,5−3 cm.
Jenis lapisan permukaan tersebut di atas walaupun bersifat
nonstruktural, dapat menambah daya tahan perkerasan terhadap
penurunan mutu, sehingga secara keseluruhan menambah masa
pelayanan dari konstruksi perkerasan. Jenis perkerasan ini
terutama digunakan untuk pemeliharaan jalan.
2) Lapisan bersifat struktural, berfungsi sebagai lapisan yang
menahan dan menyebarkan beban roda antara lain :
a. Penetrasi macadam (lapen), merupakan lapis perkerasan
yang terdiri dari agregat pokok dan agregat pengunci
bergradasi terbuka dan seragam yang diikat oleh aspal
dengan cara disemprotkan di atasnya dan dipadatkan lapis
demi lapis. Di atas lapen ini biasanya diberi laburan aspal
dengan agregat penutup. Tebal lapisan satu lapis dapat
bervariasi dari 4–10 cm.
b. Lasbutag merupakan suatu lapisan pada konstruksi jalan yang
terdiri dari campuran antara agregat, asbuton dan bahan
pelunak yang diaduk, dihampar dan dipadatkan secara dingin.
Tebal padat tiap lapisannya antara 3–5 cm.
27
c. Laston (lapis aspal beton),adalah merupakan suatu lapisan
pada konstruksi jalan yang terdiri dari agregat kasar,agregat
halus,filler dan aspal keras yang di campur,di hampar dan
dipadatkan dalam keadan panas pada suhu 150 ͦ ,dengan
tebal padat antara 4 cm.
5. Lapis resap pengikat (prime coat)
Lapis resap pengikat merupakan bagian dari struktur
perkerasan lentur yang tidak mempunyai nilai struktur akan tetapi
mempunyai fungsi yang sangat besar terhadap kekuatan dan
keawetan struktur terutama untuk menahan gaya lateral atau gaya
rem.
Lapis resap pengikat dilaburkan diantara lapisan material tidak
beraspal dengan lapisan beraspal yang berfungsi untuk menyelimuti
permukaan lapisan tidak beraspal. Sebelum pelapisan dengan
material beraspal di atasnya dan kondisi sudah stabil (lapis resap
pengikat sudah kering 24 jam) sudah dapat dilalui oleh lalu lintas
(khususnya lalu lintas proyek) tanpa akibat perubahan kondisi
permukaan yang berarti.
29
Untuk tinjauan konstruksi jalan ada beberapa aspek yang
menjadi perhatian khusus untuk pelaksanaan konstruksi jalan yaitu :
1) Nilai CBR,
2) Potensi kembang susut (swelling),
3) Sifat mengalir air (drainase),
4) Tingkat kepadatan,
5) Kapileritas (penting untuk tanah ekspansip)
Fungsi kekuatan dinyatakan dalam angka CBR, pendekatan
nilai sebagaimana tabel 3.
Tabel 3. Pendekatan kekuatan 1 CBR
CBR
Jenis Tanah
Soaked Unsoaked
Lempung 2 10+
Lanau 3 10+
Pasir 8 20+
Kerikil 60+ 80
Tanah agregat 100+ 130+
Gradasi baik
(Sumber: Konstruksi Jalan Raya, No.153/2004)
30
Tabel 4. Sifat umum bahan untuk lapis pondasi bawah dan bahu
CBR
Jenis Tanah
Soaked Unsoaked
Pasir kelanauan berkerikil 25 35
Pasir kerikilan 30 50
Laterit 15:30 30+
(Sumber: Konstruksi Jalan Raya, No.154/2004)
2. Pasir
Pasir digunakan situasional, misalnya sebagai material terpilih
lapis pondasi bawah, atau sebagai bahan utama perkerasan untuk
fungsi drainase (sebagai fungsi filter pada drainase bawah
permukaan, seperti subdrain, bahan filtrase pada badan jalan dalam
situasi muka air tanah yang tinggi), lapis penutup sesudah
penghamparan beberapa jenis lapis permukaan, bahan tambahan
suatu campuran aspal hotmix. Difungsikan juga sebagai bahan utama
pada struktur perkerasan kaku, sebagai bahan dasar pembetonan.
1) Dapat berupa pasir sungai, pasir laut atau pasir vulkanis, dengan
syarat yang harus dipenuhi sebagai bahan perkerasan.
2) Pasir dengan gradasi baik, dapat digunakan sebagai lapis
pondasi bawah, terutama bila tata salir (filler) diperlukan untuk
drainase
3) Kadangkala digunakan sebagai lapis antara tanah dasar yang
lunak dengan lapis pondasi bawah.
4) Sabagai bahan pencampur hot-mix, terutama pasir halus sampai
sedang yang bersih, dibatasi maksimum 30% total campuran.
3. Aspal
Aspal didefenisikan sebagai material berwarna hitam atau
cokelat tua, pada temperatur ruang berbentuk padat sampai agak
31
padat. Jika dipanaskan sampai suatu temperatur tertentu aspal dapat
menjadi lunak/cair sehingga dapat membungkus partikel agregat pada
waktu pembuatan aspal beton atau dapat masuk kedalam pori-pori
yang ada pada penyemprotan/penyiraman pada perkerasan
macadam ataupun pelaburan. Jika temperatur mulai turun, aspal akan
mengeras dan mengikat agregat pada tempatnya (sifat termoplastis).
Sebagai salah satu material konstruksi perkerasan lentur, aspal
merupakan salah satu komponen kecil, umumnya hanya 4–10%
berdasarkan berat atau 10–15% berdasarkan volume, tetapi
merupakan komponen yang relatif mahal (Sukirman, 1999:60).
Hydrocarbon adalah bahan dasar utama dari aspal yang umum
disebut bitumen, sehingga aspal sering juga disebut bitumen. Aspal
yang umum digunakan saat ini terutama berasal dari salah satu hasil
proses destilasi minyak bumi dan disamping itu mulai banyak pula
dipergunakan aspal alam yang berasal dari pulau buton.
Berdasarkan cara diperolehnya aspal dapat dibedakan atas :
1) Aspal alam, yaitu aspal yang didapat disuatu tempat di alam, dan
dapat digunakan sebagaimana diperolehnya atau dengan sedikit
pengolahan. Berikut ini ada beberapa contoh yang tegolong aspal
alam, yaitu :
a. Aspal gunung (rock asphalt), contohnya aspal dari pulau
Buton. Jenis aspal ini sering juga disebut BUTAS (buton
aspal), yang terdapat pada batu-batu karang sehingga
bercampur dengan kapur (CaCo 3). Umumnya berupa
susunan bahan 35% bahan bitumen, 60% bahan mineral dan
5% bahan lainnya. Proses terjadinya rock asphalt adalah
terjadi pada daerah yang mengandung minyak bumi dan
aspal.
b. Aspal danau (lake asphalt), contohnya aspal dari Bermudez,
Trinidad.
32
2) Aspal buatan, yaitu aspal yang berasal dari hasil destilasi atau
penyulingan minyak bumi. Berikut ini ada beberapa contoh yang
tergolong aspal buatan, yaitu :
a. Ter, yaitu merupakan hasil penyulingan batu bara. Jenis ini
tidak umum digunakan untuk perkerasan jalan karena lebih
cepat mengeras, peka terhadap perubahan temperatur dan
beracun.
b. Aspal minyak (petroleum asphalt), yaitu aspal jenis ini
diperoleh dari hasil destilasi atau penyulingan minyak bumi
sehingga sering disebut aspal minyak dan aspal inilah yang
umum digunakan, karena berasal dari bahan baku minyak
bumi dengan kandungan parafin yang rendah. Aspal minyak
dengan bahan dasar aspal dapat dibedakan atas :
a) Aspal keras/panas (asphalt cement, AC)
Aspal semen adalah aspal yang digunakan dalam
keadaan cair dan panas. Aspal ini berbentuk padat pada
keadaan penyimpanan (temperatur ruang 25 0-300 C). Aspal
ini terdiri dari beberapa jenis tergantung dari proses
pembuatannya dan jenis minyak bumi asalnya.
Pengelompokkan aspal semen dapat dilakukan berdasarkan
nilai penetrasi pada temperatur 25 0 C ataupun berdasarkan
nilai viskositasnya. Di Indonesia, aspal semen biasanya
dibedakan berdasarkan nilai penetrasinya yaitu :
a. AC pen 40/50, yaitu AC dengan penetrasi antara 40–50.
b. AC pen 60/70, yaitu AC dengan penetrasi antara 60–70.
c. AC pen 85/100, yaitu AC dengan penetrasi antara 85-
100.
d. AC pen 120/150, yaitu AC dengan penetrasi antara 120–
150.
e. AC pen 200/300, yaitu AC dengan penetrasi antara 200–
300.
33
Aspal semen dengan penetrasi rendah digunakan
didaerah bercuaca panas atau lalu lintas dengan volume
tinggi, sedangkan aspal semen dengan penetrasi tinggi
digunakan untuk daerah bercuaca dingin atau lalu lintas
dengan volume rendah. Di Indonesia pada umumnya
dipergunakan aspal semen dengan penetrasi 60/70 dan
80/100.
b) Aspal cair (cut back asphalt)
Aspal cair adalah campuran antara aspal semen dengan
bahan pencair dari hasil penyulingan minyak bumi. Dengan
demikian cut back asphalt berbentuk cair dalam temperatur
ruang. Berdasarkan bahan pencairnya dan kemudahan
menguap bahan pelarutnya, aspal cair dapat dibedakan atas :
a. RC (Rapid Curing cut back ), merupakan aspal semen
yang dilarutkan dengan bensin atau premium. RC
merupakan cut back aspal yang paling cepat menguap
(RC0–RC5).
b. MC (Medium Curing cut back), merupakan aspal semen
yang dilarutkan dengan bahan pencair yang lebih kental
seperti minyak tanah (MC0–MC5).
c. SC (Slow Curing cut back), merupakan aspal semen
yang dilarutkan dengan bahan yang lebih kental seperti
solar. Aspal jenis ini merupakan cut back aspal yang
paling lama menguap (SC0–SC5).
c) Aspal emulsi (emulsion asphalt)
Aspal emulsi adalah suatu campuran aspal dengan air
dan bahan pengemulsi. Berdasarkan muatan listrik yang
dikandungnya, aspal emulsi dapat dibedakan atas :
a. Kationik disebut juga aspal emulsi asam, merupakan
aspal emulsi yang bermuatan arus listrik positip.
34
b. Anionik disebut juga aspal emulsi alkali, merupakan
aspal emulsi yang bermuatan negatip.
c. Nonionik merupakan aspal emulsi yang tidak
mengalami ionisasi, berarti tidak mengantarkan listrik.
Yang umum dipergunakan sebagai bahan perkerasan jalan
adalah aspal emulsi anionik dan kationik.
Berdasarkan kecepatan pengerasannya aspal emulsi
dapat dibedakan atas :
a. Rapid Setting (RS), aspal yang mengandung sedikit
bahan pengemulsi sehingga pengikatan yang terjadi
cepat.
b. Medium Setting (MS).
c. Slow Setting (SS), jenis aspal emulsi yang paling
lambat menguap.
4. Agregat Pecah (Crushed Agregate)
Agregat merupakan salah satu bahan perkerasan jalan selain
aspal. Agregat terdiri dari 2 jenis yaitu agregat alam berupa pasir,
kerikil dan batu pecah serta agregat buatan yang berupa terak (hasil
dari pabrik pencarian besi) dan hasil sampingan pabrik semen dan
mesin pemecah batu (Suryadharma, 2008:46)
1) Agregat berbutir kasar
Agregat merupakan elemen perkerasan jalan yang mempunyai
kandungan 90-95% acuan berat, dan 75-85% acuan volume dari
komposisi perkerasan, sehingga otomatis menyumbangkan faktor
kekuatan utama dalam perkerasan jalan. Berfungsi sebagai
penstabil mekanis, agregat harus mempunyai suatu kekuatan dan
kekerasan, untuk menghindarkan terjadinya kerusakan akibat
beban lalu lintas.
2) Agregat berbutir halus
Agregat berbutir halus adalah bahan yang lewat saringan no. 4
dan tertahan saringan no. 200, biasanya berupa pasir murni, hasil
35
screening dari mesin pemecah batu, atau kombinasi dari
keduanya. Persayaratan agregat halus dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5. Persayaratan agregat halus
36
mempunyai tekstur yang paling halus dibandingkan dengan jenis laston
lainnya.
Lapisan ini merupakan lapisan perkerasan yang terletak dibawah
lapisan aus (wearing course) dan di atas lapisan pondasi (base course).
Lapisan ini tidak berhubungan langsung dengan cuaca, tetapi harus
mempunyai ketebalan dan kekauan yang cukup untuk mengurangi
tegangan/regangan akibat beban lalu lintas yang akan diteruskan ke
lapisan di bawahnya yaitu base dan sub grade (tanah dasar). Karakteristik
yang terpenting pada campuran ini adalah stabilitas.
37
11. Jumlah berat aggregate masing masing Hot Bin sesuai
dengan RCK (AMF) yang telah disetujui.
12. Pencampuran aggregate dengan waktu yang cukup untuk
mendapatkan homogenitas yang baik.
13. Timbang Asmin sesuai jumlah kebutuhan, rujuk RCK (AMF).
14. Tuang Asbuton pada campuran aggregate (campuran
kering).
15. Catat waktu pencampuran Asmin+Additif pada aggregate.
16. Loading ke DT, gunakan DT yg telah ditimbang(12) ambil
sample untuk Marshal tes.
17. Timbang DT Kosong.
18. Pastikan campuran homogen, terselimuti bitumen dan suhu
sesuai persyaratan, jika tidak memenuhi, maka lakukan
rekomendasi penolakan dan buang produk ).
19. Hanya produk yang memenuhi kriteria pada pengecekan,
yang direkomendasikan untuk Diangkut kelokasi
penghamparan.
20. Ambil Sampel (Marshal Tes).
21. Hanya produk yang memenuhi kriteria pada pengecekan.
22. Rekomendasi Pembayara.
23. Pastikan campuran homogen, terselimuti bitumen dan suhu
sesuai persyaratan, jika tidak memenuhi, maka lakukan
Rekomendasi penolakan dan buang produk.
24. Ketidaksesuaian dari hasil pengecekan visual pada
verifikasi maupun, hasil Marshal test harus ditindak lanjuti
dgn pengendalian Produk Tidak Sesuai sebagaimana yang
diatur dalam Petunjuk Pelaksanaan Hasil Pekerjaan Tidak
Sesuai.
25. Harus ada bukti telah dilakukan tindakan perbaikan atas
produk tidak sesuai, dengan meng- gunakan tatacara yang
diatur dalam Petunjuk Pelaksanaan HPTS Daftar Simak
Laporan Hasil Pekerjaan Tidak Sesuai (HPTS). (20)
Penetrasi
SNI 06-2456-
1. pada 25°C 60/70 40–55 50-70 Min 40
1991
(dmm)
Indeks
4. - ≥ -1,0 ≥ -0,5 ≥ 0,0 ≥ 0,4
penetrasi
Daktilitas
SNI 06-2432-
5. pada 25°C ≥ 100 ≥ 100 ≥ 100 ≥ 100
1991
(cm)
40
Titik nyala SNI 06-2433-
6. ≥ 232 ≥ 232 ≥ 232 ≥ 232
(°C) 1991
Kelarutan
ASTM D
7. dalam ≥ 99 ≥ 90 ≥ 99 ≥ 99
5546
toluene (%)
SNI 06-2441-
8. Berat jenis ≥ 1,0 ≥ 1,0 ≥ 1,0 ≥ 1,0
1991
Stabilitas
ASTM D
9. penyimpana - ≤ 2,2 ≤ 2,2 ≤ 2,2
5976 part 6.1
n (°C)
Penetrasi
SNI 06-2456-
11. pada 25°C ≥ 54 ≥ 54 ≥ 54 ≥ 54
1991
(%)
Indeks
12. - ≥ -1,0 ≥ 0,0 ≥ 0,0 ≥ 0,4
Penetrasi
Keelastisan
Setelah AASHTO T
13 - - ≥ 45 ≥ 60
Pengembali 301-98
an (%)
Daktilitas
SNI 06-2432-
14. Pada 25°C ≥ 100 ≥ 50 ≥ 50 -
1991
(cm)
Partikel
Yang Lebih
15. Halus Dari - - Min. 95 Min. 95 Min. 95
150 Micron
(µm) (%)
41
Kerangka pikir merupakan langkah awal dalam penyusunan
laporan kerja praktek dimana kerangka pikir (matriks) memuat judul-judul
yang terdapat dalam setiap bab. Berikut adalah isi dari kerangka pikir
(matriks) :
1. Latar belakang
2. Rumusan masalah
3. Tujuan kerja praktek
4. Tinjauan pustaka
5. Teknis analisis
6. Target hasil kerja praktek
42
PELAKSANAAN PEKERJAAN LASTON (AC-WC)
PADA PROYEK PENINGKATAN JALAN DALAM RUSA KENCANA-HGU
40