Anda di halaman 1dari 27

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Sejarah dan Pengertian Jalan Raya

Sejarah perkerasan jalan dimulai bersamaan dengan sejarah umat


manusia itu sendiri yang selalu berhasrat untuk mencari kebutuhan hidup
dan berkomunikasi dengan sesama. Dengan demikian perkembangan
jalan saling berkaitan dengan perkembangan umat manusia.
Pada awalnya jalan hanyalah berupa jejak manusia yang mencari
kebutuhan hidup ataupun sumber air. Setelah manusia mulai hidup
berkelompok jejak-jejak itu berubah menjadi jalan setapak. Dengan mulai
dipergunakannya hewan sebagai alat transportasi, jalan mulai dibuat rata.
Jalan yang diperkeras yang pertama kali ditemukan di Mesopotamia
berkaitan dengan ditemukannya roda sekitar 3500 tahun sebelum masehi.
Konstruksi perkerasan jalan berkembang pesat pada zaman
keemasan Romawi. Pada saat itu telah mulai dibangun jalan-jalan yang
terdiri dari beberapa lapis perkerasan. Perkembangan konstruksi
perkerasan jalan seakan terhenti dengan mundurnya kekuasaan Romawi
sampai awal abad ke 18. Pada abad ke-18 baru ditemukan bentuk
perkerasan oleh Thomas Telford yaitu strukur Telford dan oleh Jhon
Londer Macadam berupa struktur Makadam, sedangkan perencanaan
geometrik jalan raya baru dikenal pada tahun1960. Struktur perkerasan
dengan menggunakan campuran panas (hot mix) dikenal pada tahun
1975, dan perkerasan dengan aspal emulsi pada tahun 1980.
Di indonesia tercatat dalam sejarah, jalan dari Anyer ke Panarukan
yang dibuat oleh Belanda namun belum direncanakan secara teknis baik
geometriknya maupun lapis perkerasannya. (Suryadharma, 1999:1). Di
luar pulau Jawa pembangunan jalan hampir tidak berarti, kecuali di sekitar
daerah tanam paksa di Sumatera Tengah dan Utara. Awal tahun 1970
Indonesia mulai membangun jalan-jalan dengan klasifikasi yang lebih
17
baik, hal ini ditandai dengan diresmikannya jalan tol pertama pada tanggal
9 Maret 1978 sepanjang 53,0 km, yang menghubungkan kota Jakarta–
Bogor–Ciawi dan terkenal dengan nama tol jagorawi (Sukirman, 1999:4).
Jalan raya adalah jalur-jalur tanah diatas permukaan bumi yang
sengaja dibuat oleh manusia dengan bentuk, ukuran-ukuran dan
konstruksinya sehingga dapat digunakan untuk menyalurkan lalu lintas
orang, hewan dan kendaraan-kendaraan yang menyangkut barang-
barang dari tempat yang satu ketempat yang lainnya dengan mudah dan
cepat (Sutjipto,1979:1). Perkerasan jalan adalah bagian dari jalur lalu
lintas, yang bila kita perhatikan secara strukturil pada penampang
melintang jalan, merupakan penampang struktur dalam kedudukan yang
paling sentral dalam suatu badan jalan (Saodang, 2005:1)

B. Klasifikasi Jalan

1. Klasifikasi menurut fungsi jalan


Klasifikasi menurut fungsi jalan sesuai Tata cara Perencanaan
Geometrik Jalan Antar Kota (TPGJAK) No.038/T/BM/1997, terbagi
atas :
1) Jalan arteri, yaitu jalan yang melayani angkutan utama dengan
ciri-ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan
jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien.
2) Jalan kolektor, yaitu jalan yang melayani angkutan
pengumpul/pembagi dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang,
kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi.
3) Jalan lokal, yaitu jalan yang melayani angkutan setempat dengan
ciri-ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan
jumlah jalan masuk tidak dibatasi.

18
2. Klasifikasi menurut kelas jalan
Klasifikasi menurut kelas jalan berkaitan dengan kemampuan
jalan untuk menerima beban lalu lintas, dinyatakan dalam muatan
sumbu terberat (MST) dalam satuan ton. Klasifikasi menurut kelas
jalan dan ketentuannya serta kaitannya dengan klasifikasi menurut
fungsi jalan dapat dilihat dalam tabel 1
Tabel 1. Klasifikasi menurut kelas jalan.

Muatan Sumbu Terberat


Fungsi Kelas
MST (ton)
I >10
Arteri II 10
III A 8
III A
Kolektor 8
III B
(Sumber: TPGJAK No.038/T/BM/1997)

3. Klasifikasi menurut medan jalan


Medan jalan diklasifikasikan berdasarkan kondisi sebagian
besar kemiringan medan yang diukur tegak lurus garis kontur.
Klasifikasi medan jalan dapat dilihat dalam tabel 2.
Tabel 2. Klasifiksi menurut medan jalan

Kemiringan medan
No. Jenis medan Notasi
(%)
1. Datar D <3
2. Perbukitan B 3-25
3. Pegunungan G > 25
(Sumber: TPGJAK-No.038/T/BM/97)

19
4. Klasifikasi menurut wewenang pembinaan jalan
Klasifikasi jalan menurut wewenang pembinaannya yaitu, jalan
nasional, jalan propinsi, jalan kabupaten/kotamadya, jalan desa dan
jalan khusus.

C. Konstruksi Perkerasan Jalan

Berdasarkan bahan pengikatnya konstruksi perkerasan jalan dapat


dibedakan atas (Sukirman, 1999:4) :
1. Konstruksi perkerasan lentur (Flexible Pavement), yaitu perkerasan
yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Lapisan-lapisan
perkerasannya bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas
ke tanah dasar.
2. Konstruksi perkerasan kaku (Rigid Pavement ), yaitu perkerasan yang
menggunakan semen (portland cement) sebagai bahan pengikat.
Pelat beton dengan atau tanpa tulangan diletakkan di atas tanah
dasar dengan atau tanpa lapisan pondasi bawah. Beban lalu lintas
sebagian besar dipikul oleh pelat beton.
3. Konstruksi perkerasan komposit (Composite Pavement), yaitu
perkerasan kaku yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur
dapat berupa perkerasan lentur di atas perkerasan kaku, atau
perkerasan kaku di atas perkerasan lentur.

D. Elemen Struktur Perkerasan Lentur

Struktur perkerasan jalan lentur dibuat secara berlapis terdiri dari


elemen perkerasan seperti : tanah dasar (sub grade), lapisan pondasi
bawah (sub base course), lapisan pondasi atas (base course), lapisan
permukaan (surface course), Lapis resap pengikat (prime coat) dan lapis
perekat (tack coat).

20
Masing-masing elemen lapisan di atas termasuk tanah dasar
secara bersama-sama memikul beban lalu lintas. Tebal struktur
perkerasan dibuat sedemikian rupa sampai batas kemampuan tanah
dasar memikul beban lalu lintas, atau dapat dikatakan tebal struktur
perkerasan sangat tergantung pada kondisi atau daya dukung tanah
dasar.

Gambar 5. Struktur lapis perkerasan lentur (Sumber : Saodang , 2005:34)

1. Elemen tanah dasar (sub grade)


Lapisan tanah setebal 50–100 cm di atas mana akan diletakkan
lapisan pondasi bawah dinamakan lapisan tanah dasar. Lapisan tanah
dasar dapat berupa tanah asli yang dipadatkan jika tanah aslinya baik,
tanah yang didatangkan dari tempat lain dan dipadatkan atau tanah
yang distabilisasi dengan kapur atau bahan lainnya. Pemadatan yang
baik diperoleh jika dilakukan pada kadar air optimum dan diusahakan
kadar air tersebut konstan selama umur rencana. Hal ini dapat dicapai
dengan perlengkapan drainase yang memenuhi syarat.
Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat
tergantung dari sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar. Umumnya
persoalan yang menyangkut tanah dasar adalah sebagai berikut
(Saodang, 2005:34) :

21
1) Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dari macam tanah
tertentu akibat beban.
2) Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat
perubahan kadar air.
3) Daya dukung tanah yang tidak merata dan sukar ditentukan
secara pasti pada daerah dengan macam tanah yang sangat
berbeda sifat dan kedudukannya, atau akibat pelaksanaan.
4) Lendutan dan lendutan balik selama dan sesudah pembebanan
lalu lintas dari macam tanah tertentu.
5) Tambahan pemadatan akibat pembebanan lalu lintas dan
penurunan yang diakibatkannya, yaitu pada tanah berbutir kasar
(granular soil) yang tidak dipadatkan secara baik pada saat
pelaksanaan.
Tidak semua jenis tanah dapat digunakan sebagai tanah dasar
pendukung badan jalan secara baik, karena harus dipertimbangkan
beberapa sifat yang penting untuk kepentingan struktur jalan.
Pemilihan jenis tanah yang dapat dijadikan tanah dasar melalui
penyelidikan tanah menjadi penting karena tanah dasar akan sangat
menentukan tebal lapis perkerasan di atasnya, sifat fisik perkerasan
dikemudian hari dan kelakuan perkerasan seperti deformasi
permukaan dan lain sebagainya.
Secara umum sistim klasifikasi tanah yang sering digunakan
dalam teknik jalan raya ada dua, yaitu (Sukirman, 1999:17-28) :
1) Sistim klasifikasi unified
Sistim ini dikembangkan oleh Casagrande yang pada garis
besarnya membedakan tanah atas tiga kelompok besar, yaitu :
a. Tanah berbutir kasar, < 50% lolos saringan nomor 200, secara
visuil butir-butir tanah berbutir kasar dapat dilihat oleh mata.
b. Tanah berbutir halus, > 50% lolos saringan nomor 200, secara
visuil butir-butir tanah berbutir halus tidak dapat dilihat oleh
mata.
22
c. Tanah organik, dapat dikenal dari warna, bau dan sisa
tumbuh-tumbuhan yang terkandung didalamnya.
2) Sistim klasifikasi AASHTO
Sistim ini pertama kali diperkenalkan oleh Hogento gler dan
Tarzaghi, yang akhirnya diambil oleh Bureau of Public Roads.
Sistim ini mencoba mengelompokkan tanah berdasarkan sifatnya
terhadap beban roda. Setelah mengalami beberapa kali perbaikan
kemudian diambil oleh AASHTO.
Pada garis besarnya tanah dikelompokkan menjadi dua
kelompok besar, yaitu :
a. Tanah berbutir kasar (< 35% lolos saringan nomor 200).
b. Tanah berbutir halus (> 35% lolos saringan nomor 200).

2. Elemen lapisan pondasi bawah (sub base course)


Lapis pondasi bawah (sub base) adalah suatu lapisan
perkerasan jalan yang terletak antara lapis tanah dasar dan lapis
pondasi atas (base), yang berfungsi sebagai bagian perkerasan yang
meneruskan beban diatasnya, dan selanjutnya menyebarkan
tegangan yang terjadi ke lapis tanah dasar.
Lapis pondasi bawah dibuat di atas tanah dasar yang berfungsi
diantaranya sebagai :
1) Sebagai bagian dari konstruksi perkerasan untuk mendukung dan
menyebarkan beban roda.
2) Menjaga efisiensi penggunaan material yang relatif murah agar
lapisan-lapisan selebihnya dapat dikurangi ketebalannya
(penghematan biaya konstruksi).
3) Untuk mencegah tanah dasar masuk ke dalam lapis pondasi.
4) Sebagai lapis pertama agar pelaksanaan dapat berjalan lancar.
Bermacam-macam material setempat (CBR > 20%, dan
Plastisitas Indeks (PI) ≤ 10%) yang relatif lebih baik dari tanah dasar
dapat digunakan sebagai bahan pondasi bawah.
23
Ada berbagai jenis lapis pondasi bawah yang sering
dilaksanakan, yaitu :
1) Pondasi bawah yang menggunakan batu pecah, dengan balas
pasir.
2) Pondasi bawah yang menggunakan sirtu yang mengandung
sedikit tanah.
3) Pondasi bawah yang menggunakan tanah pasir.
4) Pondasi bawah yang menggunakan agregat.
5) Pondasi bawah yang menggunakan material ATSB (Asphalt
Treated Sub Base) atau disebut laston bawah (lapis aspal beton)
6) Pondasi bawah menggunakan stabilisasi tanah.

3. Elemen lapisan podasi atas (base course)


Lapis pondasi atas (LPA) adalah suatu lapisan perkerasan jalan
yang terletak antara lapis permukaan dan lapis pondasi bawah (sub
base), yang berfungsi sebagai bagian perkerasan yang mendukung
lapis permukaan dan beban-beban roda yang bekerja di atasnya dan
menyebarkan tegangan yang terjadi ke lapis pondasi bawah,
kemudian ke lapis tanah dasar.
Lapis pondasi atas dibuat di atas lapis pondasi bawah yang
berfungsi diantaranya :
1) Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda
dan menyebarkan beban ke lapisan di bawahnya.
2) Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah.
3) Bantalan terhadap lapisan permukaan.
Material yang akan digunakan untuk lapis pondasi atas adalah
material yang cukup kuat. Untuk lapis pondasi atas tanpa bahan
pengikat umumnya menggunakan material dengan CBR > 50% dan
plastisitas indeks (PI) < 4%. Bahan-bahan alam seperti batu pecah,
kerikil pecah, stabilisasi tanah dengan semen dan kapur dapat

24
digunakan sebagai lapis pondasi atas. Jenis lapis pondasi atas yang
umum dipergunakan di Indonesia antara lain :
1) Pondasi atas yang menggunakan material pondasi telford.
2) Pondasi atas yang menggunakan material agregat.
3) Pondasi atas yang menggunakan material ATB (Asphalt Treated
Base) atau disebut laston (lapis aspal beton) atas.
4) Pondasi atas menggunakan stabilisasi material.
5) Pondasi atas menggunakan penetrasi macadam (lapen).

4. Elemen lapisan permukaan (surface course)


Lapisan yang terletak paling atas disebut lapisan permukaan
(surface course), dan berfungsi sebagai :
1) Lapis perkerasan penahan beban roda, lapisan mempunyai
stabilitas tinggi untuk menahan beban roda selama masa
pelayanan.
Beban W

Konstruksi perkerasan

Lapisan perkerasan
45º

Tanah dasar (sub grade)

Gambar 6. Penyebaran beban roda melalui lapisan perkerasan jalan


(Sumber: Perkerasan lentur jalan raya, Sukirman, 1999:7)

2) Lapis kedap air, sehingga air hujan yang jatuh di atasnya tidak
meresap ke lapisan di bawahnya dan melemahkan lapisan-lapisan
tersebut.

25
3) Lapis aus (wearing course), lapisan yang langsung menderita
gesekan akibat rem kendaraan sehingga mudah menjadi aus.
4) Lapis yang menyebarkan beban ke lapisan bawah, sehingga
dapat dipikul oleh lapisan lain yang mempunyai daya dukung yang
lebih jelek.
Bahan untuk lapis permukaan umumnya adalah campuran
bahan agregat dan aspal, dengan persyaratan bahan yang memenuhi
standar. Penggunaan bahan aspal diperlukan sebagai bahan pengikat
agregat dan agar lapisan dapat bersifat kedap air, disamping itu
bahan aspal sendiri memberikan bantuan tegangan tarik, yang berarti
mempertinggi daya dukung lapisan terhadap beban roda lalu lintas.
Pemilihan bahan untuk lapis permukaan perlu dipertimbangkan
kegunaan, umur rencana, serta pentahapan konstruksi, agar dicapai
manfaat yang sebesar-besarnya dari biaya yang dikeluarkan.
Jenis lapis permukaan yang umum dipergunakan di Indonesia
antara lain (Sukirman, 1999:9) :
1) Lapisan yang bersifat nonstruktural, yang berfungsi sebagai
lapisan aus dan kedap air antara lain :
a. Burtu (laburan aspal satu lapis), merupakan lapis penutup
yang terdiri dari lapisan aspal yang ditaburi dengan satu lapis
agregat bergradasi seragam, dengan tebal maksimum 2 cm.
b. Burda (Laburan aspal dua lapis), merupakan lapis penutup
yang terdiri dari lapisan aspal ditaburi agregat yang dikerjakan
dua kali secara berurutan dengan tebal maksimum 4 cm.
c. Latasir (lapis tipis aspal pasir), merupakan lapis penutup yang
terdiri dari lapisan aspal dan pasir alam bergradasi menerus
dicampur, dihampar dan dipadatkan pada suhu tertentu
dengan tebal padat 1−2 cm.
d. Buras (laburan aspal), merupakan lapis penutup terdiri dari
lapisan aspal taburan pasir dengan ukuran butir maksimum
3/8 inchi.
26
e. Latasbum (lapis tipis asbuton murni), merupakan lapis
penutup yang terdiri dari campuran asbuton dan bahan
pelunak dengan perbandingan tertentu yang dicampur secara
dingin dengan tebal padat maksimum 1 cm.
f. Laston (lapis tipis aspal beton), dikenal dengan nama Hot Roll
Sheet (HRS), merupakan lapis penutup yang terdiri dari
campuran antara agregat bergradasi timpang, mineral pengisi
(filler) dan aspal keras dengan perbandingan tertentu, yang
dicampur dan dipadatkan dalam keadaan panas, dengan tebal
padat antara 2,5−3 cm.
Jenis lapisan permukaan tersebut di atas walaupun bersifat
nonstruktural, dapat menambah daya tahan perkerasan terhadap
penurunan mutu, sehingga secara keseluruhan menambah masa
pelayanan dari konstruksi perkerasan. Jenis perkerasan ini
terutama digunakan untuk pemeliharaan jalan.
2) Lapisan bersifat struktural, berfungsi sebagai lapisan yang
menahan dan menyebarkan beban roda antara lain :
a. Penetrasi macadam (lapen), merupakan lapis perkerasan
yang terdiri dari agregat pokok dan agregat pengunci
bergradasi terbuka dan seragam yang diikat oleh aspal
dengan cara disemprotkan di atasnya dan dipadatkan lapis
demi lapis. Di atas lapen ini biasanya diberi laburan aspal
dengan agregat penutup. Tebal lapisan satu lapis dapat
bervariasi dari 4–10 cm.
b. Lasbutag merupakan suatu lapisan pada konstruksi jalan yang
terdiri dari campuran antara agregat, asbuton dan bahan
pelunak yang diaduk, dihampar dan dipadatkan secara dingin.
Tebal padat tiap lapisannya antara 3–5 cm.

27
c. Laston (lapis aspal beton),adalah merupakan suatu lapisan
pada konstruksi jalan yang terdiri dari agregat kasar,agregat
halus,filler dan aspal keras yang di campur,di hampar dan
dipadatkan dalam keadan panas pada suhu 150 ͦ ,dengan
tebal padat antara 4 cm.
5. Lapis resap pengikat (prime coat)
Lapis resap pengikat merupakan bagian dari struktur
perkerasan lentur yang tidak mempunyai nilai struktur akan tetapi
mempunyai fungsi yang sangat besar terhadap kekuatan dan
keawetan struktur terutama untuk menahan gaya lateral atau gaya
rem.
Lapis resap pengikat dilaburkan diantara lapisan material tidak
beraspal dengan lapisan beraspal yang berfungsi untuk menyelimuti
permukaan lapisan tidak beraspal. Sebelum pelapisan dengan
material beraspal di atasnya dan kondisi sudah stabil (lapis resap
pengikat sudah kering 24 jam) sudah dapat dilalui oleh lalu lintas
(khususnya lalu lintas proyek) tanpa akibat perubahan kondisi
permukaan yang berarti.

6. Lapis perekat (tack coat)


Sama halnya dengan lapis resap pengikat, lapis perekat
dilaburkan diantara lapis beraspal lama dengan lapis beraspal yang
baru (yang akan dihampar di atasnya), yang berfungsi sebagai
perekat diantaranya.
Kegagalan konstruksi akibat lapis perekat dapat terlihat
langsung pada lapis permukaan berupa (Saodang, 2005:57):
1) Retak selip (slipery crack) yang diakibatkan oleh :
a. Permukaan lapisan lama kotor
b. Pelaburan tidak merata
c. Perekatan kurang sempurna
d. Kuantitas pelaburan yang kurang
28
e. Kombinasi diantaranya
2) Kegemukan (bleeding) yang diakibatkan oleh kuantitas pelaburan
yang terlalu banyak.
E. Bahan-Bahan Perkerasan Jalan

Dalam proses perancangan perkerasan jalan, bahan perkerasan


jalan merupakan bagian yang diutamakan didalam pertimbangan analisis
parameter perancangan, karena salah satu parameter kekuatan
konstruksi jalan terletak pada pemilihan yang tepat dari material yang
akan digunakan didalam suatu rancangan perkerasan jalan
Material yang utama didalam bahan perkerasan lentur terdiri dari
bahan : .
1. Tanah
Tanah yang umumnya dominan pada elemen perkerasan tanah
dasar (subgrade) badan elemen bahu jalan dan dapat pula digunakan
pada elemen lapis pondasi bawah (subbase) umumnya dalam hal
penggunaan metoda pelaksanaan stabilitas, ataupun pada struktur
perkerasan dengan berbasis low cost road (jalan dengan biaya
rendah). Tanah dasar (subgrade) akan selalu menjadi pondasi dari
suatu perkerasan apakah struktur lentur ataupun struktur kaku.
Batuan keras ataupun batuan lunak biasanya secara teknis tidak
memerlukan suatu pemilihan atau perbaikan kekuatan material yang
berarti.
Ada 3 kondisi yang akan ditemui dilapangan untuk penyiapan
tanah dasar, yaitu :
1) Kondisi tanah asli,
2) Tanah dasar berasal dari timbunan, atau
3) Tanah dasar berasal dari galian.

29
Untuk tinjauan konstruksi jalan ada beberapa aspek yang
menjadi perhatian khusus untuk pelaksanaan konstruksi jalan yaitu :
1) Nilai CBR,
2) Potensi kembang susut (swelling),
3) Sifat mengalir air (drainase),
4) Tingkat kepadatan,
5) Kapileritas (penting untuk tanah ekspansip)
Fungsi kekuatan dinyatakan dalam angka CBR, pendekatan
nilai sebagaimana tabel 3.
Tabel 3. Pendekatan kekuatan 1 CBR

CBR
Jenis Tanah
Soaked Unsoaked
Lempung 2 10+
Lanau 3 10+
Pasir 8 20+
Kerikil 60+ 80
Tanah agregat 100+ 130+
Gradasi baik
(Sumber: Konstruksi Jalan Raya, No.153/2004)

Sifat umum karakteristik tanah untuk Lapis Pondasi Bawah


(bila digunakan tanah campur pasir) dan bahu hampir sama, dapat
dilihat pada tabel 4.
Sifat utama seperti Indeks Plastis berkisar 4:10 dan lolos saringan No.
200, maksimum 20%.

30
Tabel 4. Sifat umum bahan untuk lapis pondasi bawah dan bahu

CBR
Jenis Tanah
Soaked Unsoaked
Pasir kelanauan berkerikil 25 35
Pasir kerikilan 30 50
Laterit 15:30 30+
(Sumber: Konstruksi Jalan Raya, No.154/2004)

2. Pasir
Pasir digunakan situasional, misalnya sebagai material terpilih
lapis pondasi bawah, atau sebagai bahan utama perkerasan untuk
fungsi drainase (sebagai fungsi filter pada drainase bawah
permukaan, seperti subdrain, bahan filtrase pada badan jalan dalam
situasi muka air tanah yang tinggi), lapis penutup sesudah
penghamparan beberapa jenis lapis permukaan, bahan tambahan
suatu campuran aspal hotmix. Difungsikan juga sebagai bahan utama
pada struktur perkerasan kaku, sebagai bahan dasar pembetonan.
1) Dapat berupa pasir sungai, pasir laut atau pasir vulkanis, dengan
syarat yang harus dipenuhi sebagai bahan perkerasan.
2) Pasir dengan gradasi baik, dapat digunakan sebagai lapis
pondasi bawah, terutama bila tata salir (filler) diperlukan untuk
drainase
3) Kadangkala digunakan sebagai lapis antara tanah dasar yang
lunak dengan lapis pondasi bawah.
4) Sabagai bahan pencampur hot-mix, terutama pasir halus sampai
sedang yang bersih, dibatasi maksimum 30% total campuran.

3. Aspal
Aspal didefenisikan sebagai material berwarna hitam atau
cokelat tua, pada temperatur ruang berbentuk padat sampai agak
31
padat. Jika dipanaskan sampai suatu temperatur tertentu aspal dapat
menjadi lunak/cair sehingga dapat membungkus partikel agregat pada
waktu pembuatan aspal beton atau dapat masuk kedalam pori-pori
yang ada pada penyemprotan/penyiraman pada perkerasan
macadam ataupun pelaburan. Jika temperatur mulai turun, aspal akan
mengeras dan mengikat agregat pada tempatnya (sifat termoplastis).
Sebagai salah satu material konstruksi perkerasan lentur, aspal
merupakan salah satu komponen kecil, umumnya hanya 4–10%
berdasarkan berat atau 10–15% berdasarkan volume, tetapi
merupakan komponen yang relatif mahal (Sukirman, 1999:60).
Hydrocarbon adalah bahan dasar utama dari aspal yang umum
disebut bitumen, sehingga aspal sering juga disebut bitumen. Aspal
yang umum digunakan saat ini terutama berasal dari salah satu hasil
proses destilasi minyak bumi dan disamping itu mulai banyak pula
dipergunakan aspal alam yang berasal dari pulau buton.
Berdasarkan cara diperolehnya aspal dapat dibedakan atas :
1) Aspal alam, yaitu aspal yang didapat disuatu tempat di alam, dan
dapat digunakan sebagaimana diperolehnya atau dengan sedikit
pengolahan. Berikut ini ada beberapa contoh yang tegolong aspal
alam, yaitu :
a. Aspal gunung (rock asphalt), contohnya aspal dari pulau
Buton. Jenis aspal ini sering juga disebut BUTAS (buton
aspal), yang terdapat pada batu-batu karang sehingga
bercampur dengan kapur (CaCo 3). Umumnya berupa
susunan bahan 35% bahan bitumen, 60% bahan mineral dan
5% bahan lainnya. Proses terjadinya rock asphalt adalah
terjadi pada daerah yang mengandung minyak bumi dan
aspal.
b. Aspal danau (lake asphalt), contohnya aspal dari Bermudez,
Trinidad.

32
2) Aspal buatan, yaitu aspal yang berasal dari hasil destilasi atau
penyulingan minyak bumi. Berikut ini ada beberapa contoh yang
tergolong aspal buatan, yaitu :
a. Ter, yaitu merupakan hasil penyulingan batu bara. Jenis ini
tidak umum digunakan untuk perkerasan jalan karena lebih
cepat mengeras, peka terhadap perubahan temperatur dan
beracun.
b. Aspal minyak (petroleum asphalt), yaitu aspal jenis ini
diperoleh dari hasil destilasi atau penyulingan minyak bumi
sehingga sering disebut aspal minyak dan aspal inilah yang
umum digunakan, karena berasal dari bahan baku minyak
bumi dengan kandungan parafin yang rendah. Aspal minyak
dengan bahan dasar aspal dapat dibedakan atas :
a) Aspal keras/panas (asphalt cement, AC)
Aspal semen adalah aspal yang digunakan dalam
keadaan cair dan panas. Aspal ini berbentuk padat pada
keadaan penyimpanan (temperatur ruang 25 0-300 C). Aspal
ini terdiri dari beberapa jenis tergantung dari proses
pembuatannya dan jenis minyak bumi asalnya.
Pengelompokkan aspal semen dapat dilakukan berdasarkan
nilai penetrasi pada temperatur 25 0 C ataupun berdasarkan
nilai viskositasnya. Di Indonesia, aspal semen biasanya
dibedakan berdasarkan nilai penetrasinya yaitu :
a. AC pen 40/50, yaitu AC dengan penetrasi antara 40–50.
b. AC pen 60/70, yaitu AC dengan penetrasi antara 60–70.
c. AC pen 85/100, yaitu AC dengan penetrasi antara 85-
100.
d. AC pen 120/150, yaitu AC dengan penetrasi antara 120–
150.
e. AC pen 200/300, yaitu AC dengan penetrasi antara 200–
300.
33
Aspal semen dengan penetrasi rendah digunakan
didaerah bercuaca panas atau lalu lintas dengan volume
tinggi, sedangkan aspal semen dengan penetrasi tinggi
digunakan untuk daerah bercuaca dingin atau lalu lintas
dengan volume rendah. Di Indonesia pada umumnya
dipergunakan aspal semen dengan penetrasi 60/70 dan
80/100.
b) Aspal cair (cut back asphalt)
Aspal cair adalah campuran antara aspal semen dengan
bahan pencair dari hasil penyulingan minyak bumi. Dengan
demikian cut back asphalt berbentuk cair dalam temperatur
ruang. Berdasarkan bahan pencairnya dan kemudahan
menguap bahan pelarutnya, aspal cair dapat dibedakan atas :
a. RC (Rapid Curing cut back ), merupakan aspal semen
yang dilarutkan dengan bensin atau premium. RC
merupakan cut back aspal yang paling cepat menguap
(RC0–RC5).
b. MC (Medium Curing cut back), merupakan aspal semen
yang dilarutkan dengan bahan pencair yang lebih kental
seperti minyak tanah (MC0–MC5).
c. SC (Slow Curing cut back), merupakan aspal semen
yang dilarutkan dengan bahan yang lebih kental seperti
solar. Aspal jenis ini merupakan cut back aspal yang
paling lama menguap (SC0–SC5).
c) Aspal emulsi (emulsion asphalt)
Aspal emulsi adalah suatu campuran aspal dengan air
dan bahan pengemulsi. Berdasarkan muatan listrik yang
dikandungnya, aspal emulsi dapat dibedakan atas :
a. Kationik disebut juga aspal emulsi asam, merupakan
aspal emulsi yang bermuatan arus listrik positip.

34
b. Anionik disebut juga aspal emulsi alkali, merupakan
aspal emulsi yang bermuatan negatip.
c. Nonionik merupakan aspal emulsi yang tidak
mengalami ionisasi, berarti tidak mengantarkan listrik.
Yang umum dipergunakan sebagai bahan perkerasan jalan
adalah aspal emulsi anionik dan kationik.
Berdasarkan kecepatan pengerasannya aspal emulsi
dapat dibedakan atas :
a. Rapid Setting (RS), aspal yang mengandung sedikit
bahan pengemulsi sehingga pengikatan yang terjadi
cepat.
b. Medium Setting (MS).
c. Slow Setting (SS), jenis aspal emulsi yang paling
lambat menguap.
4. Agregat Pecah (Crushed Agregate)
Agregat merupakan salah satu bahan perkerasan jalan selain
aspal. Agregat terdiri dari 2 jenis yaitu agregat alam berupa pasir,
kerikil dan batu pecah serta agregat buatan yang berupa terak (hasil
dari pabrik pencarian besi) dan hasil sampingan pabrik semen dan
mesin pemecah batu (Suryadharma, 2008:46)
1) Agregat berbutir kasar
Agregat merupakan elemen perkerasan jalan yang mempunyai
kandungan 90-95% acuan berat, dan 75-85% acuan volume dari
komposisi perkerasan, sehingga otomatis menyumbangkan faktor
kekuatan utama dalam perkerasan jalan. Berfungsi sebagai
penstabil mekanis, agregat harus mempunyai suatu kekuatan dan
kekerasan, untuk menghindarkan terjadinya kerusakan akibat
beban lalu lintas.
2) Agregat berbutir halus
Agregat berbutir halus adalah bahan yang lewat saringan no. 4
dan tertahan saringan no. 200, biasanya berupa pasir murni, hasil
35
screening dari mesin pemecah batu, atau kombinasi dari
keduanya. Persayaratan agregat halus dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5. Persayaratan agregat halus

Jenis Agregat Berbutir Halus % Lolos Saringan 200


Pasir murni Max 5%
Hasil Screening batu kapur Max 20%
Hasil Screening batuan lain Max 15%
(Sumber: Konstruksi Jalan Raya, No.157/2004)
3) Mineral filler
Mineral filler adalah agregat halus yang lolos saringan no. 200
beruapa abu (Idust). Abu kapur atau abu semen diyakini dapat
memperbaiki adhesi antara aspal dan agregat. Untuk
persyaratan mineral filler, apakah abu kapur atau lainnya,
digunakan tabel 6.
Tabel 6. Persayaratan mineral filler

Kadar Air Max 1%


Sifat Umum Gumpalan Partikel Tidak ada
Bukaan Saringan % Lolos Saringan
0,6 100
Gradasi 0,15 90-100
0,074 70-100
(Sumber: Konstruksi Jalan Raya, No.158/2004)

F. Laston Lapis Aus (Asphalt Concrete-Wearing Course atau AC-WC)

Laston Lapis Aus ( Asphalt Concrete-Wearing Course atau AC-


WC),  sphalt Concrete -Wearing Course (AC-WC) merupakan lapisan
perkerasan yang terletak paling atas dan berfungsi sebagai lapisan aus.
Walaupun bersifat non struktural, AC-WC dapat menambah daya tahan
perkerasan terhadap penurunan mutu sehingga secara keseluruhan
menambah masa pelayanan dari konstruksi perkerasan. AC-WC

36
mempunyai tekstur yang paling halus dibandingkan dengan jenis laston
lainnya. 
Lapisan ini merupakan lapisan perkerasan yang terletak dibawah
lapisan aus (wearing course) dan di atas lapisan pondasi (base course).
Lapisan ini tidak berhubungan langsung dengan cuaca, tetapi harus
mempunyai ketebalan dan kekauan yang cukup untuk mengurangi
tegangan/regangan akibat beban lalu lintas yang akan diteruskan ke
lapisan di bawahnya yaitu base dan sub grade (tanah dasar). Karakteristik
yang terpenting pada campuran ini adalah stabilitas. 

Laston Lapis Pondasi (Asphalt Concrete- Base atau AC-Base)


Menurut Departemen Pekerjaan Umum (1983) Laston Atas atau lapisan
pondasi atas (AC- Base) merupakan pondasi perkerasan yang terdiri dari
campuran agregat dan aspal dengan perbandingan tertentu dicampur dan
dipadatkan dalam keadaan panas. Lapisan ini terletak di bawah lapis
pengikat (AC- BC), perkerasan tersebut tidak berhubungan langsung
dengan cuaca, tetapi perlu memiliki stabilitas untuk menahan beban lalu
lintas yang disebarkan melalui roda kendaraan. Lapis Pondasi (AC- Base)
berfungsi untuk memberi dukungan lapis permukaan, mengurangi
regangan dan tegangan, menyebarkan dan meneruskan beban konstruksi
jalan di bawahnya (sub grade).

Persiapan dan Proses Produksi Hot mix:

1. Pastikan Request Pekerjaan Aspal telah tersedia, berikut


hasil pengecekan formula disain (AMF) dan formula rumusan
kerja (AMF)
2. Cek stock Asmin cukup untuk produksi, dan di panaskan
pada suhu yang memadai.
3. Cek Stock Additif cukup untuk produksi.
4. Additif ditakar sesuai kebutuhan produksi (AMF).
5. Jika menggunakan modifikasi asbuton Stock Asbuton harus
pada kemasan, dengan jumlah yang mencukupi untuk
produksi saat itu
6. Suplai Asbuton ke Filler Bin dengan jumlah kg / Menit sesuai
kebutuhan, dan hindari over suplai Rujuk hasil kalibrasi
7. Jumlah Asbuton butir harus sesuai kebutuhan berdasarkan
RCK (AMF).
8. Suplai aggregate pada masing-masing Cold Bin harus sesuai
dengan kalibrasi Cold Bin, untuk mencegah penyimpangan
gradasi dan overflow
9. Filler ditakar sesuai kebutuhan prosuksi (AMF).
10. Pemanasan aggregate pada Drier harus memenuhi, untuk
mendapatkan suhu campuran yang di syaratkan.

37
11. Jumlah berat aggregate masing masing Hot Bin sesuai
dengan RCK (AMF) yang telah disetujui.
12. Pencampuran aggregate dengan waktu yang cukup untuk
mendapatkan homogenitas yang baik.
13. Timbang Asmin sesuai jumlah kebutuhan, rujuk RCK (AMF).
14. Tuang Asbuton pada campuran aggregate (campuran
kering).
15. Catat waktu pencampuran Asmin+Additif pada aggregate.
16. Loading ke DT, gunakan DT yg telah ditimbang(12) ambil
sample untuk Marshal tes.
17. Timbang DT Kosong.
18. Pastikan campuran homogen, terselimuti bitumen dan suhu
sesuai persyaratan, jika tidak memenuhi, maka lakukan
rekomendasi penolakan dan buang produk ).
19. Hanya produk yang memenuhi kriteria pada pengecekan,
yang direkomendasikan untuk Diangkut kelokasi
penghamparan.
20. Ambil Sampel (Marshal Tes).
21. Hanya produk yang memenuhi kriteria pada pengecekan.
22. Rekomendasi Pembayara.
23. Pastikan campuran homogen, terselimuti bitumen dan suhu
sesuai persyaratan, jika tidak memenuhi, maka lakukan
Rekomendasi penolakan dan buang produk.
24. Ketidaksesuaian  dari  hasil  pengecekan visual pada
verifikasi maupun, hasil Marshal test harus  ditindak  lanjuti
dgn  pengendalian Produk Tidak Sesuai sebagaimana  yang
diatur dalam  Petunjuk  Pelaksanaan  Hasil Pekerjaan Tidak
Sesuai.
25. Harus ada  bukti telah  dilakukan tindakan perbaikan atas
produk tidak sesuai, dengan meng- gunakan tatacara yang 
diatur dalam Petunjuk Pelaksanaan HPTS Daftar Simak
Laporan Hasil Pekerjaan Tidak Sesuai (HPTS). (20)

Hot Roller Sheet (HRS) merupakan campuran aspal yang


mempunyai komposisi bahan agregat bergradasi timpang (gap-graded)
dengan maksud agar dapat mengakomodasi kadar aspal yang relatif lebih
tinggi dari pada gradasi menerus (continuous-graded), sehingga lebih
fleksibel, namun masih cukup stabil untuk menahan lalu lintas yang relatif
berat. Bahan dalam pembuatan campuran Hot Roller Sheet (HRS) terdiri
38
atas agregat kasar, agregat halus, filler dan aspal dengan perbandingan
tertentu. Persentase agregat kasar berkisar 30-50%, sebagian besar
campuran diisi agregat halus dan bahan pengisi. Hot Roller Sheet (HRS)
mempunyai ketebalan 2,5 sampai 3 cm.
Campuran yang mempunyai gradasi senjang ini bersifat tahan
terhadap keausan, lebih lentur tanpa mengalami retak akibat kelelahan
serta mempunyai ketahanan terhadap cuaca dan kemudahan dalam
pengerjaannya. Hal ini dimaksudkan agar penggunaan agregat kasar
pada Hot Roller Sheet (HRS) berfungsi sebagai bahan tambahan yang
dapat memberikan nilai stabilitas pada mortarnya. Faktor utama yang
mempengaruhi kekuatan dan deformasi plastis dari campuran aspal Hot
Roller Sheet (HRS) adalah kadar aspal, temperatur serta viskositas aspal
jumlah dan jenis dari agregat kasar, agregat halus dan filler dan tingkat
pemadatan atau jumlah tumbukan yang diberikan.
Asparini (2006) dalam Sugianto (2012;24) mengemukan didalam
penelitiannya Hot Roller sheet (HRS) yang dipakai di Indonesia dibagi 2
(dua) kelas yaitu : HRS-A untuk jalan dengan beban lalu lintas ringan
sampai sedang dengan karakteristik perkerasan yang diutamakan adalah
keawetan, fleksibilitas dan daya tahan terhadap fatique (kelelahan), HRS-
B untuk jalan dengan beban lalu lintas sedang sampai berat dengan
karakteristik perkerasan yang diutamakan stabilitas selain fleksibilitas dan
daya tahan terhadap fatique (kelelahan).
Secara umum material/bahan penyusun aspal beton (laston) terdiri
dari agregat kasar, agregat halus, bahan pengisi (filler), aditif dan aspal
sebagai bahan pengikat. Dimana bahan-bahan tersebut sebelum
digunakan harus diperiksa di Laboratorium. Agregat yang akan
dipergunakan sebagai material campuran perkerasan jalan haruslah
memenuhi persyaratan sifat dan gradasi agregat seperti yang ditetapkan
dalam buku spesifikasi pekerjaan jalan atau ditetapkan oleh badan yang
berwenang. Koefisien kekuatan (Strength Coefficients) lapis perkerasan
lentur dapat dilihat pada tabel 7.
39
Tabel 7. Koefisien kekuatan (Strength Coefficients) lapis perkerasan
lentur

MATERIAL PERKERASAN KOEFISIEN KEKUATAN


Lapis permukaan HRS 0,28
Stabilitas Marshall 450:850 kg (990:1875)
Lapis pondasi atas beraspal (ATB) 0,25
Stabilitas Marshall 450 kg (990 lbs)
Lapis pondasi atas agregat 0,14
CBR = 110%
Lapis pondasi atas agregat 0,125
CBR = 80%
Lapis pondasi atas agregat 0,10
CBR = 25%
Lapis pondasi atas Soil-Cement 0,164
UCS = 24 kg/cm2 (340 psi)
Lapis pondasi atas Soil-Cement 0,14
UCS > 7 kg/cm2
(Sumber: World Bank, HDM-III Model)

Tabel 8. Ketentuan-ketentuan untuk aspal keras


Tipe II Aspal Yang Modifikasi
Tipe
Jenis Metode Aspal A B C
No.
Pengujian Pengujian PEN.
60/70 Asbuton yg Elastomer Elastomer
diproses alam (Latex) sinetis

Penetrasi
SNI 06-2456-
1. pada 25°C 60/70 40–55 50-70 Min 40
1991
(dmm)

Viscositas SNI 06-6441-


2. 385 385–2000 ≤ 2000 ≤ 3000
135°C (eSt) 2000

Titik lembek SNI 06-2434-


3. ≥ 48 - - ≥ 54
(°C) 1991

Indeks
4. - ≥ -1,0 ≥ -0,5 ≥ 0,0 ≥ 0,4
penetrasi

Daktilitas
SNI 06-2432-
5. pada 25°C ≥ 100 ≥ 100 ≥ 100 ≥ 100
1991
(cm)

40
Titik nyala SNI 06-2433-
6. ≥ 232 ≥ 232 ≥ 232 ≥ 232
(°C) 1991

Kelarutan
ASTM D
7. dalam ≥ 99 ≥ 90 ≥ 99 ≥ 99
5546
toluene (%)

SNI 06-2441-
8. Berat jenis ≥ 1,0 ≥ 1,0 ≥ 1,0 ≥ 1,0
1991

Stabilitas
ASTM D
9. penyimpana - ≤ 2,2 ≤ 2,2 ≤ 2,2
5976 part 6.1
n (°C)

Pengujian Residu Hasil TFOT atau RTFOT :

Berat Yang SNI 06-2441-


10. ≤ 0,8 ≤ 0,8 ≤ 0,8 ≤ 0,8
Hilang (%) 1991

Penetrasi
SNI 06-2456-
11. pada 25°C ≥ 54 ≥ 54 ≥ 54 ≥ 54
1991
(%)

Indeks
12. - ≥ -1,0 ≥ 0,0 ≥ 0,0 ≥ 0,4
Penetrasi

Keelastisan
Setelah AASHTO T
13 - - ≥ 45 ≥ 60
Pengembali 301-98
an (%)

Daktilitas
SNI 06-2432-
14. Pada 25°C ≥ 100 ≥ 50 ≥ 50 -
1991
(cm)

Partikel
Yang Lebih
15. Halus Dari - - Min. 95 Min. 95 Min. 95
150 Micron
(µm) (%)

(Sumber: Laporan Praktikum Jalan Raya-No.82/2014)

G. Kerangka Pikir Kerja Praktek

41
Kerangka pikir merupakan langkah awal dalam penyusunan
laporan kerja praktek dimana kerangka pikir (matriks) memuat judul-judul
yang terdapat dalam setiap bab. Berikut adalah isi dari kerangka pikir
(matriks) :
1. Latar belakang
2. Rumusan masalah
3. Tujuan kerja praktek
4. Tinjauan pustaka
5. Teknis analisis
6. Target hasil kerja praktek

Dari poin-poin ini kemudian diuraikan pokok-pokok pikiran yang


menjelaskan tentang judul tersebut yang akan digunakan nantinya dalam
penyusunan Laporan Kerja Praktek. Untuk lebih jelasnya kerangka pikir
kerja praktek dapat dilihat pada gambar 6.

42
PELAKSANAAN PEKERJAAN LASTON (AC-WC)
PADA PROYEK PENINGKATAN JALAN DALAM RUSA KENCANA-HGU

LATAR BELAKANG RUMUSAN TUJUAN KERJA TINJAUAN TEKNIK TARGET HASIL


MASALAH PRAKTEK PUSTAKA ANALISIS KERJA PRAKTEK
(1) (2) (3) (4) (5) (6)

1. Jaringan jalan merupakan


infrastruktur terpenting bagi moda
transportasi darat guna
menunjang kelancaran transportsi
1. Dapat
dan meningkatkan perekonomian 1. sejarah dan
mengetahui tata
pengertian jalan
cara
raya
2. pentingnya akan sistem jaringan pelaksanaan
2. klasifikasi jalan
jalan raya sebagai prasarana untuk mengetahui Laston (AC-WC)
“Bagaimana tata 3. konstruksi
pendukung bagi kelancaran tata cara pada proyek
cara pelaksanaan perkerasan jalan
transportasi darat pelaksanaan peningkatan ruas
pekerjaan Laston 4. elemen struktur
pekerjaan Laston DESKRIPTIF jalan dalam Rusa
(AC-WC) pada perkerasan lentur
(AC-WC) pada Kencana-Hgu
proyek 5. bahan-bahan
3. Kec.Toili tidak terlepas dari proyek
peningkatan ruas perkerasan KUALITATIF
permasalahan jalan raya yang peningkatan ruas
jalan dalam Rusa 6. laston(hot roller
merupakan infrastruktur terpenting jalan dalam Rusa
Kencana-Hgu ?” sheet, HRS)
bagi transportasi darat Kencana-Hgu. 7. ketentuan dan
syarat material
4. Pemanfaatan aspal dalam penyusun lapis
program pembinaan jalan 2. Sebagai bahan
aspal beton
referensi untuk
(laston)
penelitian
selanjutnya

Gambar 6. Kerangka pikir kerja praktek (Sumber : Hasil Analisis)

40

Anda mungkin juga menyukai