Anda di halaman 1dari 19

PEMBEBANAN PADA JEMBATAN

1. Beban permanen
Beban permanen adalah beban yang bersifat tetap dan merupakan beban utama dalam perhitungan
perencanaan jembatan (SNI 1725:2016).
Yang dimaksud beban pemanen adalah:
a. Beban mati (MS)
Beban mati adalah beban berat sendiri bagian bangunan tersebut dan elemen – elemen struktur
lain yang dipikulnya termaksud dalam hal ini adalah berat bahan dan bagian jembatan yang
merupakan elemen struktural, ditambah dengan elemen non struktural yang dianggap tetap (SNI
1725:2016).
Adapun faktor beban yang digunakan untuk berat sendiri dapat dilihat pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2. Faktor beban untuk berat sendiri
Faktor beban (ɣMS)
Tipe beban Keadaan batas layan (ɣSMS) Keadaan batas ultimit (ɣUMS)
Bahan Biasa Terkurangi
Baja 1,00 1,10 0,90
Aluminium 1,00 1,10 0,90
Beton pracetak 1,00 1,20 0,85
Tetap
Beton cor di
1,00 1,30 0,75
tempat
Kayu 1,00 1,40 0,70
Sumber : SNI 1725:20116
Besarnya kerapatan massa dan berat isi untuk berbagai macam bahan diberikan dalam Tabel 3.3.
Tabel 3.3. Berat isi untuk beban mati
Berat isis Kerapatan massa
Bahan (kN/m3) (kN/m3)

Lapisan permukaan beraspal 22,0 2245

Timbunan tanah dipatkan 17,0 1755

Beton ringan 12,25 – 19,6 1250 – 2000

Beton fc’ < 35 Mpa 22,0 – 25,0 2320

Beton 35 < fc’ < 105 Mpa 22 +0,002 fc’ 2240 + 2,29 fc’

Baja 78,5 7850

Kayu 7,8 800

Kayu keras 11,0 1125


Sumber : SNI 1725:2016
1) Beban mati tambahan/utilitas (MA)
Beban mati tambahan adalah berat semua elemen tidak struktural yang dapat bervariasi
selama umur jembatan seperti:
a) Pelapisan ulang dianggap sebesar 50 mm aspal beton (hanya digunakan dalam
kasus menyimpang dan nominal 22 kN/m3) dalam SLS (Bridge Management System
(BMS) 1992)
b) Sandaran, pagar pengaman dan penghalang beton
c) Tanda-tanda (rambu)
d) Perlengkapan umum seperti pipa air dan penyaluran (dianggap kosong atau penuh)

III-1
Beban mati tambahan dapat dilihat dari tabel di bawah ini:
Tebel 3.4. Faktor beban untuk beban mati tambahan
Faktor beban (ɣMA)
Tipe
Keadaan batas layan (ɣSMA) Keadaan batas ultimit (ɣUMA)
beban
Bahan Biasa Terkurangi
Umum 1,00 (1) 2,00 0,70
Tetap
Khusus (terefasi) 1,00 1,40 0,80
Catatan (1): Faktor beban layan sebesar 1,3 digunakan untuk berat utilitas
Sumber : SNI 1725:2016
b. Beban akibat tekanan tanah (TA)
Koefisien tekanan tanah nominal harus dihitung dari sifat-sifat tanah. Sifat-sifat tanah
(kepadatan, kadar kelembaban, kohesi sudut geser dalam dan lain sebagainya) harus diperoleh
dari hasil pengukuran dan pengujian tanah baik di lapangan ataupun di laboratorium. Bila tidak
diperoleh data yang cukup maka karateristik tanah dapat ditetukan sesuai denga ketentuan pada
pasal ini. Tekanan tanah lateral mempunyai hubungan yang tidak linier dengan sifat-sifat
bahan tanah. Tekanan tanah lateral daya layan dihitung berdasarkan harga nominal dari ws, c
dan φ.
Tekanan tanah lateral ultimit dihitung dengan menggunakan harga nominal dari ws dan harga
rencana dari c dan φ. Harga-harga rencana dari c dan φ diperoleh dari nilai nominal
dengan menggunakan faktor reduksi kekuatan. Kemudian tekanan tanah lateral yang diperoleh
masih nilai nominal dan selanjutnya harus dikalikan dengan faktor beban yang sesuai seperti
yang tercantum pada Tabel 3.5
Tabel 3.5. Faktor beban akibat tekanan tanah
Faktor beban (ɣTA)
Tipe
Kondisi batas layan (ɣSTA) Keadaan batas ultimit (ɣUTA)
beban
Tekanan tanah Biasa Terkurangi
Tekanan tanah vertikal 1,00 (1) 1,25 0,80
Tekanan tanah lateral
-Aktif 1,00 1,25 0,80
Tetap
-Pasif 1,00 1,40 0,70
-Diam 1,00 (1)

Catatan (1): Tekanan tanah lateral dalam keadaan diam biasanya tidak
diperhitungkan pada keadaan batas ultimit
Sumber : SNI 1725:2016
Tanah dibelakang dinding penahan biasanya mendapatkan beban tambahan yang bekerja
apabila beban lalu lintas bekerja pada bagian daerah keruntuhan aktif teoritis. Besarnya beban
tambahan ini adalah setara dengan tanah setebal 0,7 m yang bekerja secara merata pada bagian
tanah yang dilewati oleh beban lalu lintas tersebut. Beban tambahan ini hanya diterapkan untuk
menghitung tekanan tanah dalam arah lateral saja, dan faktor beban yang digunakan harus sama
seperti yang telah ditentukan dalam menghitung tekanan tanah arah lateral. Faktor
pengaruh pengurangan dari beban tambahan ini tidak perlu diperhitungkan.
Tekanan tanah lateral dalam keadaan diam umumnya tidak diperhitungkan pada
keadaan batas ultimit. Apabila keadaan demikian timbul, maka Faktor Beban Ultimit yang

III-2
digunakan untuk menghitung harga rencana dari tekanan tanah dalam keadaan diam harus
sama seperti untuk tekanan tanah dalam keadaan aktif. Faktor beban daya layan untuk tekanan
tanah dalam keadaan diam adalah 1,0, tetapi dalam pemilihan harga nominal yang memadai
untuk tekanan harus hati-hati.

Koofisien tekanan tanah aktif, pasif dan koefisien tekanan tanah diam dapat dituliskan dengan
rumus:
1) Koefisien tekanan aktif Rankine
ϕ
Ka = tag ² �45˚- 2� (3.3)
Sumber: BRAJA M.DAS

2) Koefisien tekanan pasif Rankine


ϕ
Kp = tag ² �45˚+ 2� (3.4)
Sumber: BRAJA M.DAS

3) Koefisien tekanan tanah diam


Ko =1-sin ϕ (3.5)
Sumber: BRAJA M.DAS

4) Tekanan tanah lateral pada kedaalaman H adalah:


a) Pa = G.H. Ka (kN/m2) (3.6)
b) Pp = G.H. Kp (kN/m2) (3.7)
5) Jika terdapat beban di atas permukaan tanah berupa beban q maka pengaruh beban q harus
diperhitungkan, dengan rumus:
a) Pa = q+G.H. Ka (kN/m2) (3.8)
b) Pp = q+G.H. Kp (kN/m2) (3.9)
Keterangan:
ϕ : Sudut geser tanah
H : Tinggi dinding (m)
G : Berat jenis tanah (kN/m3)
Pa : Tekanan tanah aktif (kN/m2)
Pp : Tekanan tanah pasif (kN/m2)
Selain tekanan tanah yang terjadi pada Jembetan Box Culvert, yang harus diperhitungkan juga
pada Jembatan Box Culvert adalah pengaruh daya dukung tanah yang bekerja pada fondasi
Jembatan Box Culvert.
1) Daya dukung tanah
Daya dukung tanah adalah kemampuan tanah untuk menahan tekanan atau beban
bangunan pada tanah dengan aman tampa menimbulkan keruntuhan geser dan penurunan
yang berlebihan. Data primer yang merupakan hasil penyelidikan tanah mengunakan alat
sondir (CPT) Cone Penetrometer Test. Hasil penyelidikan didapatkan nilai konus (q c )
yang akan digunakan untuk perhitungan data dukung tanah. Untuk mendapatkan kapasitas
daya dukung tanah, dengan cara memasukan nilai penetrasi konus (q c ) dari hasil
pengujian dilapangan dengan rumus yang diusulkan oleh Mayerhof (1956) yang
menganggap bahwa penurunan yang ijinkan sebesar 1” (2,54 cm). Persamaan ini

III-3
didasarkan kurva Tersaghi dan Peck (1943) diterapkan untuk fondasi telapak atau fondasi
memanjang.
a) Kapasitas daya dukung fondasi persegi (BxL)
q ult = q c /50*[(L+0,30)/B)] 2 (kN/cm2) (3.10)
Daya dukung ijin tanah (q all ) akan di kontrol terhadap berat tanah di atas fondasi (Q).
Rumus daya dukung ijin tanah (q all ) adalah:
qult
qall = FS kN/cm2 (3.11)

Nilai FS tidak ada batasannya, namun karna banyak ketidakpastian nilai ϕ dan c, maka
secara umum FS diambil minimum = 3 dengan pertimbangan tanah tidak homogen, dan
tidak isotropik. Nilai FS akan dikontrol kembali terhadap nilai faktor keamanan (FS)
yang ditentukan.
qult
FS = ≤3 (3.12)
Q

Keterangan:

Q : Adalah berat total dinding Jembatan Box Culvert yang


akan dibahagi dengan luasan fondasi
c. Penurunan (ES)
Tabel 3.6. Faktor beban akibat penurunan
Tipe Faktor beban (ɣES)
beban Keadaan batas layan (ɣSES) Keadaan batas ultimit (ɣUES)
Permanen 1,00 N/A
Sumber : SNI 1725:2016
Jembatan harus direncanakan untuk bisa menahan terjadinya penurunan yang diperkirakan
termasuk perbedaan penurunan, sebagai aksi daya layan. Pengaruh penurunan dikurangi dengan
adanya rangkak dan interaksi pada struktur tanah. Faktor beban untuk penurunan dapat
digunakan sesuai denga Tabel 3.6.
Penurunan dapat diperkirakan dari pengujian yang dilakukan terhadap lapisan tanah. Apabila
perencana memutuskan untuk tidak melakukan pengujian tebal besarnya penurunanan diambil
sebagai suatu anggapan, maka nilai anggapan tersebut merupakan batas atas dari penurunan
yang bakan terjadi. Apabila nilai penurunan ini besar, perencanaan bagunan bawah dan
bangunan atas jembatan harus memuat ketentuan khusus untuk mengatasi penurunan tersebut.
Rumus penurunan yang terjadi pada fondasi dituliskan sebagai berikut:
B.qo
Se = Es
(1-μ2 ).α ≤ 2,54 cm (m) (3.13)

Keterangan:
Se : Penurunan seketika (m)
B : Lebar fondasi (m)
qo : Tekanan bersih yang dibebankan (kN/m2)
Es : Modulus elastisitas tanah (kN/m2) (Modulus Young) Tabel 3.7
μ : Angka poison (Tabel 3.8)
α : Faktor pengaruh yang tergantung dari bentuk fondasi (Gambar 3.8)

III-4
Tabel 3.7. Perkiraan modulus elastisitas (E)
Macam tanah E (kN/m2)
Lempung
Sangat lunak 300-3000
Lunak 2000-4000
Sedang 4500-9000
Keras 7000-2000
Berpasir 3000-42500
Pasir
Berlanau 5000-20000
Tidak padat 10000-25000
Padat 50000-100000
Pasir dan kerikil
Padat 80000-200000
Tidak padat 50000-140000
Lanau 200-20000
Loess 15000-60000
Serpih 140000-1400000
Sumber : Teknik Pondasi 1, Hary Christady Hardiyatmo
Tabel 3.8. Perkiraan angka poison (μ)
Macam tanah μ
Lempung jenuh 0,4-0,5
Lempung tak jenuh 0,1-0,3
Lempung berpasir 0,2-0,3
Lanau 0,3-0,35
Pasir padat 0,2-0,4
Pasir kasar (angka pori, = 0,4-0,7) 0,15
Pasir halus (angka pori, = 0,4-0,7) 0,25
Batu (agak tergantung dari macamnya) 0,1-0,4
Loess 0,1-0,3
Sumber : Teknik Pondasi 1, Hary Christady Hardiyatmo

Gambar: 3.8. Hubungan nilai α, α av dan α r


Sumber : Buku Ajar Teknik Pondasi Negri Malang

III-5
2. Beban transien
a. Beban hidup
Beban hidup adalah semua beban yang berasal dari berat kendaraan – kendaraan bergerak/lalu
lintas dan/atau pejalan kaki yang dianggap bekerja pada jembatan (SNI 1725:2016). Beban lalu
lintas terbagi atas dua yaitu:
1) Beban lajur “D” (TD)
Beban lajur “D” terdiri dari beban tersebar merata (BTR) yang digabung dengan beban garis
(BGT) seperti terlihat dalam Gambar 3.9;
Adapun faktor beban yang digunakan untuk beban lajur “D” seperti pada Tabel 3.9.
Tabel 3.9. Faktor beban untuk beban lajur “D”
Faktor beban (ɣTD)
Tipe
Jembatan Keadaan batas layan Keadaan batas ultimit
beban
(ɣSTD) (ɣUTD)
Beton 1,00 1,80
Transien Boks Gider
1,00 2,00
Baja
Sumber : SNI 1725:2016
a) Intensitas beban lajur “D”
Beban terbagi rata (BRT) menpunyai intensitas q kPa dimana besarnya q tergantung
pada panjang total yang dibebani L
seperti berikut:
L ≤ 30 m : q = 9,0 kPa (3.14)
L > 30 m : q = 9,0 (0,5 +15/L) kPa (3.15)
Keterangan:
q : Intensitas beban terbagi rata (BTR) dalam arah
memanjang jembatan
L : Adalah panjang total jembatan yang dibebani (meter)
Beban garis (BGT) dengan intensitas p kN/m harus ditempatkan tegak lurus terhadap
arah lalu lintas pada jembatan. Besarnya intensitas p adalah 49,0 kN/m. Untuk
mendapatkan momen lentur negatif maksimum pada jembatan menerus, BGT kedua
yang identik harus ditempatkan pada posisi dalam arah melintang jembatan pada
bentang lainya.

Gambar: 3.9. Beban lajur “D”


Sumber : SNI 1725:2016

III-6
Tabel 3.10. Jumlah lajur lalu lintas rencana
Tipe Jumlah lajur lau
Lebar jalur kendaraan
jembatan lintas
(mm) (2)
(1) rencana (n 1 )
Satu jalur 3000 ≤ w ≤ 5250 1

Dua arah, 5250 ≤ w < 7500 2


7500 ≤ w < 10,000 3
tampa 10,000 ≤ w < 12,500 4
median 12,500 ≤ w < 15,250 5
w ≥15,250 6
Dua arah, 5500 ≤ w < 8000 2
8250 ≤ w < 10,750 3
dengan 11,000 ≤ w < 13,500 4
median 13,750 ≤ w < 16,250 5
w ≥16,500 6
Catatan(1): Untuk jembatan tipe lain, jumlah lajur lalu lintas
rencana harus ditentukan oleh instansi yang berwenang.
Catatan(2): Lebar lajur kendaraan adalah jarak minimum
antara kerb atau rintangan untuk satu arah atau jarak antara
kerb/rintangan/median dengan median untuk banyak arah.

Sumber : SNI 1725:2016


2) Beban truk “T” (TT)
Selain beban “D”, terdapat beban lalu lintas lainnya yeitu beban truk “T”. Beban truk “T”
tidak dapat digunakan bersamaan dengan beban lajur “D”. Beban truk dapat digunakan
untuk perhitungan lantai. Adapun faktor beban “T’ seperti terlihat pada Tabel 3.11.
Tabel 3.11. Faktor beban untuk beban truk “T”
Faktor beban (ɣTT)
Tipe
Jembatan Keadaan batas layan Keadaan batas ultimit
beban
(ɣSTT) (ɣUTT)
Beton 1,00 1,80
Transien Boks Gider
1,00 2,00
Baja
Sumber : SNI 1725:2016

a) Besarnya penyebaran truk “T”

CIVIL ENGINEERING
TADULAKO UNIVERSITY

5m 4-9m 0,5m 1,75m 0,5m

50 kN 255 kN 255 kN
2,75m

25 kN 112,5 kN 112,5 kN

150 mm 750 mm 750 mm

250 mm 250 mm 250 mm


2,75m
250 mm 250 mm
250 mm

750 mm 750 mm
150 mm
25 kN 112,5 kN 112,5 kN

Gambar: 3.10. Beban truk “T” (500 kN)


Sumber : SNI 1725:2016
Pembebanan truk “T” terdiri dari kendaraan semi – trailer yang mempunyai susunan
dan berat as seperti terlihat pada Gambar 3.10. Berat dari masing masing as disebarkan
menjadi dua beban merata sama besar yang merupakan bidang kontak antara roda
dengan permukaan lantai. Jarak antara 2 as tersebut bisa diubah – ubah antara 4

III-7
sampai 9 m untuk mendapatklan pengaruh terbesar pada arah memanjang jembatan
(SNI 1725:2016).
b) Posisi dan penyebaran pembebanan truk “T” dalam arah melintang. Terlepas dari
panjang jembatan atau susunan bentang, hanya ada satu kendaraan truk “T” yang bisa
ditempatkan dalam satu lajur lalu lintas rencana. Kendaraan truk “T” ini harus di
tempatkan di tengah – tengah lajur lalu lintas rencana seperti terlihat dalam Gambar 3.7.
Hanya jumlah lajur lalu lintas rencana dalam nilai bulat harus digunakan. Lajur lalu
lintas rencana bisa di tempatkan dimana saja pada lajur jembatan.
c) Penerapan beban hidup kendaraan
Kecuali ditentukan lain, pengaruh beban hidup pada waktu menentukan momen positif
harus diambil nilai yang terbesar dari:
Penagaruh beban truk dikalikan dengan FBD, atau pengaruh beban terdistribusi “D” dan
beban garis KEL dikalikan FBD.
Untuk momen negatif, beban truk dikerjakan pada dua bentang yang berdampingan
dengan jarak gandar tengah truk terhadap gandar depan truk debelakangnya adalah 15
m (Gambar 3.11), dengan jarak antar gandar tengah dan gandar belakang adalah 4 m
15 m

5m 4m 5m 4m

Gambar: 3.11. Penempatan beban truk untuk kondisi momen negatif


Sumber : SNI 1725:2016
3) Faktor beban dinamis
Faktor beban dinamis (FBD) merupakan hasil interaksi antara kendaraan yang bergerak
dengan jembatan. Besarnya FBD tergantung pada frekuensi dasar dari suspensi kendaraan,
biasanya antara 2 sampai 5 Hz untuk kendaraan berat, dan frekuensi dari getaran lajur
jembatan. Untuk perencanaan, FBD dinyatakan sebagai beban statis ekuivalen.
Besarnya BGT dari pembebanan lajur “D” dan beban roda dari Pembebanan Truk “T” harus
cukup untuk memberikan terjadinya interaksi antara kendaraan yang bergerak dengan
jembatan dengan dikali FBD. Besarnya nilai tambah dinyatakan dalam fraksi dari beban
statis. FBD ini terapkan pada keadaan batas daya layang dan batas ultimit. BTR dari
pembebanan lajur “D” tidak dikalikan dengan FBD. Untuk pembebanan “D”: FBD
merupakan fungsi panjang bentang ekuivalen seperti tercantum dalam Gambar 3.12. Untuk
bentang tunggal panjang bentang ekuivalen diambil sama dengan bentang sebenarnya.
Untuk bentang menerus panjang bentang ekuivalen L E diberikan dengan rumus:
𝐿𝐿E = √Lav.Lmax (m) (3.16)
Keterangan:
L av : Panjang bentang rata – rata dari kelompok bentang yang
disambungkan secara menerus (m).
L max : Panjang bentang maksimum dalam kelompok bentang
yang disambung secara menerus (m).
Untuk pembebanan truk “T”. FBD diambil 30%. Harga FBD yang dihitung digunakan pada
seluruh bagian bangunan yang berada di atas permukaan tanah. Untuk bagian bangunan

III-8
bawah dan fondasi yang berada di bawah garis permukaan, harga FBD harus diambil
sebagai peralihan linier dari harga pada garis permukaan tanah sampai nol pada kedalaman
2 meter.

Gambar: 3.12. Faktor beban dinamis untuk beban “T” dan


pembebanan lajur “D”
Sumber : SNI 1725:2016
b. Beban angin (EW)
1) Tekanan angin horizontal
Tekanan angin yang ditentukan diasumsikan disebabkan oleh angin rencana dengan
kecepatan dasar (V B ) sebesar 90 hingga 126 km/jam
2) Beban angin pada struktur (EW s )
Jika dibenarkan oleh kondisi setempat, perencanaan dapat menggunakan kecepatan angin
rencana dasar yang berbeda untuk kombinasi pembebanan yang tidak melibatkan kondisi
beban angin yang bekerja pada kendaraan. Arah angin rencana harus diasumsikan
horizontal. Dengan tidak adanya data yang lebih tepat, tekanan angin rencana dalam Mpa
dapat ditetapkan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
VDZ 2
PD = PB � VB � (Mpa) (3.17)

Keterangan:
PB : Tekanan angin dasar seperti yang ditentukan dalam Tabel
3.12 (Mpa).
Tabel 3.12. Tekanan angin dasar
Komponen bangunan atas Angin tekan (Mpa) Angin hisap (Mpa)
Rangka, kolom dan pelengkung 0,0024 0,0012
Balok 0,0024 N/A
Permukaan datar 0,0019 N/A
Sumber : SNI 1725:2016
V DZ : Kecepatan angin rencana pada elevasi rencana, Z
(km/jam)
VB : Kecepatan angin rencana yaitu 90 hingga 126 km/jam
pada elevasi 1000 mm.
Gaya total beban angin tidak boleh diambil kurang dari 4,4 kN/mm pada bidang tekan dan
2,2 kN/mm pada bidang hisap pada struktur rangka dan pelengkung, serta tidak kurang dari
4,4 kN/mm pada balok atau gelagar.

III-9
3) Gaya angin pada kendaran (EW L )
Tekanan angin rencana harus dikerjakan baik pada struktur jembatan maupun pada
kendaraan yang melintasi jembatan. Jembatan harus direncanakan memikul gaya akibat
tekanan angin pada kendaraan, dimana tekanan tersebut harus diasumsikan sebagai tekanan
menerus sebesar 1,46 N/mm, tegak lurus dan bekerja 1800 mm di atas permukaan jalan.
Kecuali jika ditentukan angin yang bekerja tidak tegak lurus struktur, maka komponen yang
bekerja tegak lurus maupun paralel terhadap kendaraan sudut serang dapat diambil seperti
yang ditentukan dalam Tabel 3.13 dimana arah sudut serang ditentukan tegak lurus terhadap
arah permukaan kendaraan.
Tabel 3.13. Komponen beban angin yang bekerja pada kendaraan
Sudut Komponen tegak lurus Komponen sejajar
Derajat N/mm N/mm
0 1,46 0,00
15 1,28 0,18
30 1,20 0,35
45 0,96 0,47
60 0,50 0,55
Sumber : SNI 1725:2016
c. Gaya rem (TB)
Gaya rem harus diambil yang terbesar dari:
1) 25% dari berat gandar truk desain atau
2) 5% dari berat truk rencana ditambah beban lajur terbagi rata BTR
Gaya rem tersebut harus ditempatkan disemua lajur rencana yang dimuati sesuai dengan
lajur lalu lintas rencana dan yang berisi lalu lintas dengan arah yang sama. Gaya ini harus
diasumsikan untuk bekerja secara horizontal pada jarak 1800 mm diatas permukaan jalan
pada masing – masing arah longitudinal dan dipilih yang paling menentukan. Untuk
jembatan yang dimasa depan akan diubah menjadi satu arah, maka semua lajur rencana
harus dibebani secara simultan pada saat menghitung besarnya gaya rem. Faktor kepadatan
lajur yang ditentukan berlaku untuk menghitung gaya rem.
d. Pembebanan untuk pejalan kaki (TP)
Semua komponen trotoar yang lebih besar dari 600mm harus direncanakan untuk memikul
beban pejalan kaki dengan intensitas 5 kPa dan dianggap bekerja secara bersamaan dengan
beban kendaraan pada masing – masing lajur kendaraan. Jika trotoar dapat dinaiki maka beban
pejalan kaki tidak perlu dianggap bekerja secara bersamaan dengan beban kendaraan. Jika ada
kemungkinan trotoar berubah fungsi dimasa depan menjadi lajur lajur kendaraan, maka beban
hidup kendaraan harus diterapkan pada jarak 250 mm dari tepi dalam parapet untuk
perencanaan komponen lainnya. Dalam hal ini, faktor beban dinamis tidak perlu
dipertimbangkan.
e. Gaya – gaya akibat gempa bumi (EQ)
Jembatan harus direncanakan agar memiliki kemungkinan kecil untuk rentuh namun dapat
mengalamin kerusakan yang signifikan dan agnguan terhadap pelayanan akibat gempa.

III-10
Penggantin secara parsial atau lengkap pada struktur diperlukan untuk beberapa kasus. Kinerja
yang lebih tinggi seperti kenerja operasional dapat ditetapkan oleh pihak yang berwenang.
Beban gempa diambil sebagai gaya horizontal yang ditentukan berdasarkan perkalian antara
koefisien respon elastik (C sm ) dengan berat struktur ekivalen yang kemudian dimodifikasi
dengan faktor modifikasi respons (R d ) dengan formulasi sebagai berikut:
Csm
EQ = Rd
x Wt (kN) (3.18)

Keterangan:
EQ : Gaya gempa horizontal statis (kN)
C sm : Koefisien respon gempa elastis
Rd : Faktor modifikasi respons
Wt : Berat total struktur terdiri dari beban mati dan beban hidup yang
sesuai (kN).
Koefisien respon elastik C sm diperoleh dari peta percepatan batuan dasar dan spektra percepatan
sesuai dengan daerah gempa dan periode ulang gempa rencana. Koefisien percepatan yang
diperoleh berdasarkan peta gempa dikalikan dengan suatu faktor amplifikasin sesuai dengan
keadaan tanah sampai kedalaman 30 m dibawah struktur jembatan.
Ketentuan pada standar ini berlaku untuk jembatan konvensional. Pemilik perusahaan harus
menentukan dan menyetujui ketentuan yang sesuai untuk jembatan nonkonvensional.
Ketentuan ini tidak perlu digunakan untuk struktur bawah tanah, kecuali ditentukan lain oleh
pemilik pekerjaan. Pengaruh gempa terhadap gorong – gorong persegi dan bangunan bawah
tanah tidak perlu diperhitungakan kecuali struktur tersebut melewati patahan aktif. Pengaruh
ketidak stabilan keadaan tanah (misalnya : likuifaksi, longsor dan perpindahan patahan)
terhadap fungsi jembatan harus diperhitungkan.
Menurut SNI 2833:2008 yang merupakan rujukan dari SNI 1725:2016 bahwa koefisien dasar
elastis (A.R.S) diturunkan untuk percepatan /akselerasi puncak (PGA) wilayah gempa indonesia
dari respon spektra “Shake” sesuai konfigurasi tanah (lihat Gambar 4). Perkalian tiga faktor A,
R dan S menghasilkan spektra elastis dengan 5% redaman. Konfigurasi tanah terbagi dalam tiga
jenis: tanah teguh dengan kedalaman batuan (0 m sampai dengan 3 m), tanah sedang dengan
kedalaman batuan (3 m sampai dengan 25 m), tanah lembek dengan kedalaman batuan melebihi
25 m. Fondasi pada tanah lembek harus direncakan lebih aman dari fondasi dari tanah baik
(lihat Tabel 3.14).
Tabel 3.14. Koefisien tanah
S S S
(tanah teguh) (tanah sedang) (tanah lembek)
S1=1,0 S2=1,2 S3=1,5
Sumber : SNI 2833.2008
Koefisien geser dasar elastis dan plastis berdasarkan program ‘Shake’ dari California
Transportation Code ditentukan dengan rumus sebagai berikut:
Celastis=A.Rd.S (3.19)
A.Rd.S
Cplastis = Z
(3.20)

III-11
Keterangan:
C elastis : Koefisien geser dasar tampa faktor daktilitas dan resiko (Z) (lihat Gambar 3.13);
C plastis : Koefisien geser dasar termasud faktor daktilitas dan resiko (Z)
A : Percepatan/akselerasi puncak PGA di batuan dasar (g) (lihat Tabel 3.15)
R : Faktor modifikasi respon (lihat Tabel 3.16)
S : Modifikasi di permukaan sesuai tipe tanah (lihat Tabel 3.14)
Z : Faktor reduksi sehubungan daktilitas dan resiko

Sumber : SNI 2833:2008


Gambar: 3.13. Koefisien geser dasar (C) elastis untuk analisis dinamis, periode ulang 500 tahun
Tabel 3.15. Akselerasi puncak PGA dibatuan dasar sesuai periode ulang
PGA 50 tahun 100 tahun 200 tahun 500 tahun 1000 tahun
Wilayah 1 0,34-0,38 0,40-0,46 0,47-0,53 0,53-0,60 0,59-0,67
Wilayah 2 0,29-0,32 0,35-0,38 0,40-0,44 0,46-0,50 0,52-0,56
Wilayah 3 0,23-0,26 0,27-0,30 0,32-0,35 0,36-0,40 0,40-0,45
Wilayah 4 0,17-0,19 0,20-0,23 0,23-0,26 0,26-0,30 0,29-0,34
Wilayah 5 0,10-0,13 0,11-0,15 0,13-0,18 0,15-0,20 0,17-0,22
Wilayah 6 0,03-0,06 0,04-0,08 0,04-0,08 0,05-0,10 0,06-0,11
Sumber : SNI 2833.2008
Tabel 3.16. Faktor modifikasi respon (Rd) untuk kolom dan hubungan
dengan bangunan bawah
Penghubung (connection) bangunan atas pada
Kolom atau pilar Kepala jembatan Kolom, pilar atau Sambungan dibatasi
(b) tiang (c)
Pilar tipe dinding 2 (sumbu kuat)
(a) 3 (sumbu kuat)
Kolom tunggal 3-4 0,8 1,0 0,8
Kolom majemuk 5-6
Pile cap beton 2-3
Catatan:
a. pilar tipe dinding dapat direncanakan sebagai kolom tunggal dalam arah sumbu
lemah pilar
b. Untuk jembatan bentang tunggal digunakan faktor Rd= 2,5 untuk hubungan pada
kepala jembatan
c. Sebagai alternatif hubungan kolom dapat direncanakan untuk gaya maksimum
yang dikembangkan oleh sendi plastis kolom
Sumber : SNI 2833.2008

III-12
Gaya seismik rencana ditentukan dengan membagi gaya elastis dengan faktor modifikasi respon
Rd sesuai tingkat daktilitas (lihat Tabel 3.16). Untuk pilar kolom majemuk Rd = 5 untuk kedua
sembu ortogonal. Faktor Rd = 0,8 untuk hubungan bangunan atas pada kepala jembatan, Rd =
1,0 untuk hubungan kolom pada cap atau bangunan atas dan kolom pada fondasi. Untuk
direncanakan fondasi digunakan setengah faktor Rd tetapi untuk tipe pile cap digunakan faktor
Rd.

III-13
Sumber : Peta Gempa Indonesia 2010
Gambar: 3.14. Wilayah gempa indonesia untuk periode ulang 500 tahun

III-14
1) Tekanan tanah lateral akibat gaya gempa
Beban gempa merupakan salah satu jenis pembebanan yang dapat mempengaruhi struktur
penahan tanah terutama untuk struktur galian dalam. Hal ini disebabkan adanya
penambahan nilai tegangan lateral pada saat terjadinnya gempa sehingga disebut tegangan
lateral total. Tegangan total ini terdiri dari tegangan lateral tanah mula-mula (sebelum
terjadi gempa) dan tegangan lateral tanah yang disebabkan oleh gempa.
Beberapa pendekatan telah dikembangkan untuk memecahkan permasalahan-permasalahan
yang disebabkan saat terjadi gempa. Salah satunya adalah Metode Mononobe-Okabe (1924)
Koefisien tekanan tanah aktif pada saat gempa dihitung dengan rumus sebagai berikut:
cos²(ϕ¹-θ)
KaG = (3.21)
�sin ϕ¹.sin(ϕ¹-θ)
cos² θ x�1+ cos θ

QEQ

KAG

Gambar: 3.15. Tekana tanah lateral akibat gaya gempa pada Box Culvert
Ketrangan:
θ = tan-1 (Kh) (3.22)
ϕ : Sudut geser dalam tanah
Kh : Koefisien kecepatan horizontal gempa = C.S (3.23)
C : Koefisien geser dasar untuk wilayah gempa, waktu getar dan
kondisi tanah
Menurut RSNI T-02-2005 faktor tipe struktur S untuk perhitungan Kh harus diambil sama
dengan 1,0.
Δk Ag = K aG - K a (3.24)
Q EQ = H x Ws x Δk aG (kN/m) (3.25)
f. Gaya aliran air dan timbunan benda – benda hanyutan (EF)
Gaya seret nominal ultimit dan daya layan pada pilar akibat aliran air tergantung pada
kecepatan air rata – rata sesuai dengan persamaan 3.26. Faktor beban untuk perhitungan gaya
akibat aliran air dapat digunakan sesuai dengan Tabel 3.18.

III-15
T FF = 0,5.C D .(V S )2.Ad (kN) (3.26)
Keterangan:
VS : Kecepatan aliran rata – rata berdasarkan pengukuran di lapangan
(m/s).
CD : Koefisien seret (lihat Tabel 3.17).
Ad : Luas proyeksi pilar tegak lurus arah aliran dengan tinggi sama
dengan kedalaman aliran (lihat Gambar 3.16).
Tabel 3.17. Koefisien seret (CD) dan angkat (CL) untuk berbagai bentuk pilar

Sumber : SNI 1725:2016

Tabel 3.18. Faktor beban akibat aliran air, benda hanyutan dan tumbukan
dengan batang kayu
Faktor beban (ɣEF)
Tipe beban
Kondisi batas layan (ɣSEF) Keadaan batas ultimit (ɣUEF)
Transien 1,0 Lihat Tabel 3.19
Sumber : SNI 1725:2016

Gambar: 3.16. Luas proyeksi pilar untuk gaya akibat aliran air
Sumber : SNI 1725:2016

III-16
Bila pilar tipe dinding mebuat sudut dengan arah aliran, gaya angkat melintang akan semakin
meningkat. Nilai nominal dari gaya angkat dalam arah tegak lurus gaya seret, adalah:
T EF = 0,5 C L V S 2 A L (kN) (3.27)
Keterangan:
CL : Koefisien angkat (lihat Tabel 3.17)
AL : Luas proyeksi pilar sejajar arah aliran dengan tinggi sama dengan
kedalaman aliran (lihat Gambar 3.16) (m2)
Tabel 3.19. Periode ulang banjir untuk kecepatan rencana air
Kondisi Periode Ulang Faktor Beban
Daya layan – untuk semua jembatan 20 tahun 1,0
Untilmit:
Jembatan besar dan penting (1) 100 tahun 2,0
Jembatan permanen 50 tahun 1,5
Gorong – gorong (2) 50 tahun 1,0
Jembatan sementara 20 tahun 1,5
Catatan(1) Jembatan besar dan penting harus ditentukan oleh instansi
yang berwenang
Catatan(2) Gorong – gorong untuk mencakup bangunan drainase
Sumber : SNI 1725:2016
Apabila bangunan atas jembatan terendam, koefisien seret (C D ) yang dikerjakan di sekiling
bangunan atas, yang diproyeksikan tegak lurus arah aliran bisa diambil sebesar 2,2 kecuali
apabila data yang lebih tepat tersedia, untuk jembatan yang terendam gaya angkat akan
meningkat dengan cara yang sama seperti pada pilar tipe dinding. Perhitungan untuk gaya –
gaya angkat tersebut adalah sama, kecuali bila besarnya A L diambil sebagi luas adari daerah
lantai jembatan.
Gaya akibat benda hanyutan dihitung menggunakan Persamaan 3.24 dengan:
C D = 1,04
Jika tidak ada data yang lebih tepat, luas proyeksi benda hanyutan bisa hitung seperti berikut:
1) Untuk jembatan yang permukaan airnya terletak dibagian bawah bangunan atas, luas benda
hanyutan yang bekerja pada pilar dihitung dengan menganggap bahwa kedalaman
minimum dari benda hanyuta adalah 1,2 m dibawah permukaan air banjir. Panjang
hamparan dari benda hanyutan diambil setengahnya dari jumlah bentang yang berdekatan
atau 20 m diambil yang terkecil dari kedua nilai ini.
2) Untuk jembatan dimana bangunan atas terendam, kedalaman benda hanyutan diambil sama
dengan kedalaman bangunan atas termasuk sandaran atau penghalang lau lintas diambil
minimal 1,2 m. Kendaraan maksimum benda hanyutan boleh diambil 3 m kecuali apabila

III-17
menurut pengalaman setempat menujukan bahwa hamparan dari benda hanyutan yang
bekerja pada pilar diambil setengah dari jumlah bentang yang berdekatan.
Gaya akibat tumbukan dengan batang kayu dihitung dengan menganggap bahwa batang dengan
massa minimun sebesar 2 ton hanyutan pada kecepatan aliran rencana harus bisa ditahan
dengan gaya maksimum berdasarkan lendutan elastis ekuivalen dari pilar dengan rumus
sebagai berikut:
M.(Va)2
TEF = (kN) (3.28)
d

Keterangan:
M : Massa bantang kayu sebesar ± 2 ton
Va : Keceptan air permukaan (m/dt) pada keadaan batas yang ditinjau.
Dalam hal ini tidak adanya penyelidikan yang terperinci
mengenai bentuk diagram kecepatan dilokasi jembatan, Va bisa
diambil 1,4 kali kecepatan rata – rata (Vs).
d : Lendutan elastis ekuivalen (m) (lihat Tabel 3.20)
Tabel 3.20. Lendutan ekuivalen untuk tumbukan batang kayu
Tipe pilar d (m)
Pilar beton masif 0,075
Tiang beton perancah 0,150
Tiang kayu perancah 0,300
Sumber : SNI 1725:2016
Gaya akibat tumbukan kayu dan benda hanyutan lainya jangan diambil secara bersamaan.
Tumbukan batang kayu harus ditinjau secara bersamaan dengan gaya angkat dan gaya seret.
Untuk kombinasi pembebanan, tumbukan batang kayu harus ditinjau sebagai aksi transien.
Tekanan yang diakibatkan benda – benda hanyutan dapat mengkibatkan jembatan Box Culvert
mengalami guling dan geser. Rumus untuk menentukan stabilitas terhadap guling dan geser
diformulasikan sebagai berikut:
1) Stabilitas Jembatan Box Culvert terhadap guling (overtuning)
ΣMR
FS= ΣMO ≥ 2 (3.29)

Keterangan:
ƩM O : Jumlah momen yang menyebabkan guling
ƩM R : Jumlah momen yang melawan guling
ƩM O = Ph.(H/3) (kN.m) (3.30)

(Sumber : Buku Braja M Das Principles-of-Foundation-Engineering, Hal.382)


2) Stabilitas Jembatan Box Culvert terhadap geser (sliding)

III-18
ΣVtan (K1.φ)+B.K2.C2+Pp
FS = Ph
> 1,5 (3.31)

Keterangan:
ƩV : Gaya penahan geser (kN)
Ph : Gaya horisontal yang bekerja pada struktur (kN)
Pp : Tekanan tanah pasif (kN/m2)
Dimana, K 1 dan K 2 = (1/3 sd 2/3)
(Sumber : Buku Braja M Das Principles-of-Foundation-Engineering, Hal.382)
g. Tekanan hidrostatis dan gaya apung (EU)
Permukaan air rendah dan tinggi harus ditentukan selama umur bangunan untuk menghitung
tekanan hidrostatis gaya apung. Dalam menghitung pengaruh tekanan hidrostatis, kemungkinan
adanya gradien hidrolis yang melintang bangunan harus diperhitungkan.
Tabel 3.21. Faktor beban akibat tekanan hidrostatis dan gaya apung
Faktor beban (ɣEU)
Tipe beban Keadaan batas ultimit (ɣUEU)
Kondisi batas layan (ɣSEU)
Biasa Terkurangi
Transien 1,00 1,0 (1,1)(1) 1,0 (0,9)(1)
Catatan (1). Angka yang ditunjukan dalam tanda kurang digunakan untuk
bangunan penahan air atau bangunan lainnya dengan gaya apung dan
hidrostatis sangat dominan.
Sumber : SNI 1725:2016
Tekanan hidrostatis dapat tuliskan dengan rumus sebagai berikut:
Ph = ρ.g.h (kN/m2) (3.32)
Keterangan :
Ph : Tekanan hidrostatis, satuannya pascal (Pa atau N/m2)
g : Percepatan gravitasi bumi, nilainya 9,8 m/s2 atau 10 m/s2
ρ : Massa jenis zat cair, satunnya kg/m3
h : Kedalaman zat cair dari permukaan, satuannya meter

III-19

Anda mungkin juga menyukai