Anda di halaman 1dari 44

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Lereng

Lereng adalah suatu permukaan tanah yang miring dan membentuk sudut
tertentu terhadap suatu bidang horizontal dan tidak terlindungi (Das: 1985).
Lereng yang ada secara umum dibagi menjadi dua kategori lereng tanah, yaitu
lereng alami dan lereng buatan. Lereng alami terbentuk secara alamiah yang
biasanya terdapat didaerah perbukitan, sedangkan lereng buatan terbentuk oleh
manusia biasanya untuk keperluan konstruksi, seperti tanggul sungai, bendungan
tanah, tanggul untuk badan jalan kereta api. Lereng alami maupun buatan masih
dibagi lagi dalam dua jenis (Soepandji: 1995), yaitu:

1. Lereng dengan panjang tak terhingga (Infinite Slopes).


2. Lereng dengan pajang hingga (Finite Slopes)

Keruntuhan pada lereng bisa terjadi akibat gaya dorong yang timbul
karena beban pada tanah, Lereng secara alami memiliki kekuatan geser tanah dan
akar tumbuhan yang digunakan sebagai gaya penahan. Apabila gaya penahan
lebih kecil dibandingkan gaya pendorong maka akan timbul keruntuhan pada
lereng.

2.2 Stabilitas Lereng

Pada permukaan tanah yang tidak horizontal atau miring, komponen


gravitasi cenderung untuk menggerakkan tanah ke bawah. Jika komponen
gravitasi sedemikian besar sehingga perlawanan terhadap geseran yang dapat
dikerahkan oleh tanah pada bidang longsornya terlampaui, maka akan terjadi
kelongsoran lereng. Analisis stabilitas pada permukaan tanah yang miring ini
disebut analisis stabilitas lereng (Hardiyatmo: 2006: 162).

7
8

Analisis stabilitas lereng umumnya didasarkan pada konsep keseimbangan


plastis batas ( limit Plastic equilibrium). Maksud dari analisis stabilitas adalah
untuk menentukan faktor aman dari bidang longsor yang potensial. Dalam anaisis
stabilitas lereng, beberapa anggapan dibuat yaitu:

1. Kelongsoran lereng terjadi disepanjang permukaan bidang longsor tertentu


dan dapat dianggap sebagai masalah bidang dua dimensi.
2. Massa tanah yang longsor dianggap sebagai benda massif.
3. Tahanan geser dari massa tanah, di sembarang titik sepanjang bidang
longsor tidak tergantung dari orientasi permukaan longsor, atau dengan
kata lain, kuat geser tanah dianggap isotropis.
4. Faktor aman didefinisikan dengan memperhatikan tegangan geser rata-rata
sepanjang bidang longsor potensial, dan kuat geser tanah rata-rata
sepanjang permukaan longsoran. Jadi kuat geser tanah mungkin
terlampaui di titik-titik tertentu pada bidang longsornya, padahal faktor
aman hasil hitungan lebih besar dari 1.

Faktor aman didefinisikan sebagai nilai banding antara gaya yang


menahan dan gaya yang menggerakkan, atau:

τ
F = τ …………….……………………………………………………
d

(2.1)

Dengan τ adalah tahan geser maksimum yang dapat dikerahkan oleh tanah (atau
kuat geser yang tersedia), τ d adalah tegangan geser yang terjadi akibat gaya berat
tanah yang akan longsor (atau kuat geser yang dimobilisasi oleh tanah untuk
menjaga keseimbangan), dan F adalah faktor aman. (Hardiyatmo: 2006c: 165)

2.3 Perhitungan Kestabilan Lereng

Salah satu yang menentukan kestabilan lereng adalah kekuatan geser


tanah, karena kuat geser tanah merupakan gaya yang mempertahankan kestabilan
lereng. Kekuatan geser tanah terdiri dari dua bagian atau komponen, yaitu:
9

1. Geser dalam, yang sebanding dengan tegangan efektif yang bekerja pada
bidang geser.
2. Kohesi, yang bergantung pada jenis tanah dan kepadatannya.

Tanah pada umumnya digolongkan sebagai berikut:

a. Tanah kohesi atau berbutir halus (lempung).


b. Tanah tidak berkohesi atau berbutir kasar (pasir).
c. Tanah berkohesi gesekan, ada c dan 𝜙 (lanau)

Hipotesa mengenai kekuatan geser tanah diajukan oleh Coulumb (1773),


yaitu:

S = c + σ tan 𝜙………………………………………………………………..(2.2)

Dimana:

S = kuat geser tanah

c = kohesi tanah

σ = tegangan normal

𝜙 = sudut geser dalam

Dalam tanah tidak berkohesi, kekuatan gesernya hanya terletak pada


gesekan atar butiran tanah saja (c = 0), sedangkan pada tanah berkohesi dalam
kondisi jenuh, maka 𝜙 = 0 dan S = c.

Kemudian rumus dari coulomb dirubah menjadi Terzaghi (1925) dengan


memasukan unsur tegangan air pori dan dibuktikan pula oleh Hvorslev (1937),
oleh karena itu persamaan yang sudah tersebut dikenal sebagai persamaan
Coulomb-Hvorslev.

S = c ' + σ ' tan ϕ ' ……………………………………………………….. (2.3)

Dimana:

c ' = kohesi tanah

σ ' = tegangan normal efektif = σ – U

ϕ ' = sudut geser tanah


10

2.3.1 Beban Pada Lereng

Pembebanan yang terjadi pada lereng harus diperhitungkan. terutama


beban yang terletak pada bagian atas lereng, karena beban tersebut akan sangat
berpengaruh terhadap kestabilan suatu lereng.

Tabel 2.1 Beban lalulintas untuk analisis stabilitas (DPU, 2001) dan beban diluar
jalan

Kelas Jalan Beban Lalulintas (kPa) Beban Diluar Jalan (kPa)

I 15 10
II 15 10
III 12 10
SNI Geoteknik, 2017: 7.5.1.2 Beban lalu lintas

2.3.2 Korelasi Berdasarkan Standart Penetration Test (N-SPT) dan Jenis


Tanah

Kekuatan tanah yang diuji dengan tes penetrasi dinyatakan dalam N-SPT.
Tahanan penetrasi (N-SPT) yaitu banyaknya pukulan yang diperlukan untuk
memasukkan Split tube sampler dengan menggunakan hammer yang dijatuhkan
dari ketinggian tertentu. Dari hasil N-SPT dapat diketahui berbagai data properti
tanah yang dibutuhkan dengan menggunakan cara korelasi.
Cara korelasi sendiri tentunya tidak semua memiliki angka-angka pasti
terkait data properti tanah yang dibutuhkan, tetapi ada nilai minimum dan
maksimum atau range nilai dari data yang kita butuhkan. Untuk itu dapat
digunakan rumus untuk mendapatkan angka yang pasti terkait data properti tanah
yang kita butuhkan. Berikut ini tabel-tabel berupa data properti tanah yang dapat
dikorelasikan:
A. Berat Jenis Tanah ( γ ¿
Nilai hubungan N-SPT untuk menentukan berat jenis tanah (γ) dan
berat jenis tanah jenuh (γsat) pada tanah kohesif dan non kohesif dapat
11

dilihat pada tabel 2.1, tabel 2.2, tabel 2.3, serta rumus untuk mencari nilai
γ dan γsat oleh Peck (1974) dan Bowles (1977) adalah sebagai berikut:
 Untuk tanah kohesif;
γ sat =16,8+0.15 N (kN /m3 )…………………………….....(2.4)
 Untuk tanah non-kohesif;
3
γ=16 +0.1 N (kN / m )…………………………………….(2.5)
dimana:
N = Nilai SPT
Tabel 2.2 Korelasi Berat Jenis Tanah (γ) Untuk Tanah Non Kohesif &
Kohesif.
Cohesionless Soil
N (blows) 0-3 4-10 11-30 31-50 >50
γ (kN/m3) - 12-16 14-18 16-20 18-23
𝜙 (˚) - 25-32 28-36 30-40 > 40
State Very Loose Loose Medium Dense Very Dense
Dr (%) 0-15 15-35 35-65 65-85 85-100
Cohesive Soil
N (blows) <4 4-6 6-15 16-25 >25
γ (kN/m3) 14-18 16-18 16-18 16-20 > 20
C
(KPa) < 25 20-25 30-60 20-200 > 200
u
Consistency Very Soft Soft Medium Stiff Hard
( J.E Bowles, 1984)

Tabel 2.3 Korelasi empiris antara nilai N-SPT dengan unconfined


compressive strength dan berat jenis tanah jenuh ( γ sat ) untuk tanah kohesif.
12

(Soil Mechanics, Lambe & Whitman, from Terzaghi and Peck 1948,
Internasional Edition 1969).

Tabel 2.4 Korelasi Berat Jenis Tanah Jenuh ( γ sat ) Untuk Tanah Non Kohesif.

(Soil Mechanics, Whilliam T., Whitman ,Robert V., 1962)

B. Sudut Geser (ϕ ) dan Kohesi ( c )


Kekuatan geser dalam mempunyai variabel kohesi dan sudut geser
dalam. Sudut geser dalam bersamaan dengan kohesi menentukan
ketahanan tanah akibat tegangan yang bekerja berupa tekanan lateral
tanah. Nilai ini juga didapatkan dari pengukuran engineering properties
tanah berupa Triaxial Test dan Direct Shear Test. Hubungan antara sudut
geser dalam dan jenis tanah ditunjukkan pada Tabel 2.4
Kohesi merupakan gaya tarik menarik antar partikel tanah.
Bersama dengan sudut geser dalam, kohesi merupakan parameter kuat
geser tanah yang menentukan ketahanan tanah terhadap deformasi akibat
tegangan yang bekerja pada tanah dalam hal ini berupa gerakan lateral
tanah.. Nilai kohesi dapat ditentukan dari jenis tanah seperti pada tabel 2.5

Nilai sudut geser (ϕ ¿ dan kohesi ( c ) bisa didapat dengan


menggunakan Analisis Balik, dimana nilai (ϕ ¿ dan ( c ) diperkirakan
hingga faktor keamanan lereng = 1 atau mendekati 1, Analisis balik
dilakukan pada longsoran yang telah terjadi dengan mengunakan geometri
lereng sebelum longsor terjadi. analisis balik juga menggunakan bidang
gelincir yang disesuaikan dengan kondisi bidang gelincir lereng yang telah
mengalami longsor.
13

Tabel 2.5 Hubungan Antara Sudut Geser (ϕ ¿ dengan Jenis Tanah

Soil friction angle [°]


Description USCS Specific
min max
value
Well graded gravel, sandy gravel,
GW 33 40
with little or no fines
Poorly graded gravel, sandy
GP 32 44
gravel, with little or no fines
Sandy gravels – Loose (GW, GP) 35
Sandy gravels – Dense (GW, GP) 50
Silty gravels, silty sandy gravels GM 30 40
Clayey gravels, clayey sandy
GC 28 35
gravels
Well graded sands, gravelly sands,
SW 33 43
with little or no fines
Well-graded clean sand, gravelly
SW - - 38
sands – Compacted
Well-graded sand, angular grains –
(SW) 33
Loose
Well-graded sand, angular grains –
(SW) 45
Dense
Poorly graded sands, gravelly
SP 30 39
sands, with little or no fines
Poorly-garded clean sand –
SP - - 37
Compacted
Uniform sand, round grains –
(SP) 27
Loose
Uniform sand, round grains –
(SP) 34
Dense
Sand SW, SP 37 38
Loose sand (SW, SP) 29 30
Medium sand (SW, SP) 30 36
14

Soil friction angle [°]


Description USCS Specific
min max
value
Dense sand (SW, SP) 36 41
Silty sands SM 32 35
Silty clays, sand-silt mix –
SM - - 34
Compacted
Silty sand – Loose SM 27 33
Silty sand – Dense SM 30 34
Clayey sands SC 30 40
Calyey sands, sandy-clay mix –
SC 31
compacted
Loamy sand, sandy clay Loam SM, SC 31 34
Inorganic silts, silty or clayey fine
ML 27 41
sands, with slight plasticity
Inorganic silt – Loose ML 27 30
Inorganic silt – Dense ML 30 35
Inorganic clays, silty clays, sandy
CL 27 35
clays of low plasticity
Clays of low plasticity –
CL 28
compacted
Organic silts and organic silty
OL 22 32
clays of low plasticity
Inorganic silts of high plasticity MH 23 33
Clayey silts – compacted MH 25
Silts and clayey silts - compacted ML 32
Inorganic clays of high plasticity CH 17 31
Clays of high plasticity –
CH 19
compacted

Organic clays of high plasticity OH 17 35

ML, OL,
Loam 28 32
MH, OH
ML, OL,
Silt Loam 25 32
MH, OH
15

Soil friction angle [°]


Description USCS Specific
min max
value
ML, OL,
Clay Loam, Silty Clay Loam CL, MH, 18 32
OH, CH
OL, CL,
Silty clay 18 32
OH, CH
CL, CH,
Clay 18 28
OH, OL
Peat and other highly organic soils Pt 0 10
(Carter, M. and Bentley, S., 1991. Correlations of soil properties.
Penetech Press Publishers, London.)

Tabel 2.6 Nilai Kohesi ( c ) Berdasarkan Jenis Tanah

Soil Cohesion
Cohesion [kPa]
Description USCS min Specific
max
value
Well graded gravel, sandy gravel, with little or no
GW - - 0
fines
Poorly graded gravel, sandy gravel, with little or no
GP - - 0
fines
Silty gravels, silty sandy gravels GM - - 0
Clayey gravels, clayey sandy gravels GC - - 20
Well graded sands, gravelly sands, with little or no
SW - - 0
fines
Poorly graded sands, gravelly sands, with little or no
SP - - 0
fines
Silty sands SM - - 22
Silty sands - Saturated compacted SM - - 50
Silty sands – Compacted SM - - 20
Clayey sands SC - - 5
Clayey sands – Compacted SC - - 74
16

Soil Cohesion
Cohesion [kPa]
Description USCS Specific
min max
value
Clayey sands -Saturated compacted SC - - 11
Loamy sand, sandy clay Loam – compacted SM, SC 50 75
Loamy sand, sandy clay Loam – saturated SM, SC 10 20
Sand silt clay with slightly plastic fines - compacted SM, SC - - 50
Sand silt clay with slightly plastic fines - saturated
SM, SC - - 14
compacted
Inorganic silts, silty or clayey fine sands, with slight
ML - - 7
plasticity
Inorganic silts and clayey silts – compacted ML - - 67
Inorganic silts and clayey silts - saturated compacted ML - - 9
Inorganic clays, silty clays, sandy clays of low
CL - - 4
plasticity
Inorganic clays, silty clays, sandy clays of low
CL - - 86
plasticity – compacted
Inorganic clays, silty clays, sandy clays of low
CL - - 13
plasticity - saturated compacted
Mixture if inorganic silt and clay - compacted ML-CL - - 65
Mixture if inorganic silt and clay - saturated
ML-CL - - 22
compacted
Organic silts and organic silty clays of low plasticity OL - - 5
Inorganic silts of high plasticity  - compactd MH - - 10
Inorganic silts of high plasticity - saturated
MH - - 72
compacted
Inorganic silts of high plasticity MH - - 20
Inorganic clays of high plasticity CH - - 25
Inorganic clays of high plasticity - compacted CH - - 103
Inorganic clays of high plasticity - satrated
CH - - 11
compacted
Organic clays of high plasticity OH - - 10
Loam – Compacted ML, OL, 60 90
17

Soil Cohesion
Cohesion [kPa]
Description USCS Specific
min max
value
MH, OH
ML, OL,
Loam – Saturated 10 20
MH, OH
ML, OL,
Silt Loam – Compacted 60 90
MH, OH
ML, OL,
Silt Loam – Saturated 10 20
MH, OH
ML, OL,
Clay Loam, Silty Clay Loam – Compaced CL, MH, 60 105
OH, CH
ML, OL,
Clay Loam, Silty Clay Loam – Saturated CL, MH, 10 20
OH, CH
OL, CL,
Silty clay, clay – compacted 90 105
OH, CH
OL, CL,
Silty clay, clay – saturated 10 20
OH, CH
Peat and other highly organic soils Pt - -
(Sumber: Swiss Standard SN 670 010b, Characteristic Coefficients of soils,
Association of Swiss Road and Traffic Engineers)

C. Poisson Ratio (v)


Nilai poisson ratio ditentukan sebagai rasio kompresi poros
terhadap regangan permuaian lateral. Nilai poisson ratio dapat ditentukan
berdasar jenis tanah seperti yang terlihat pada Tabel 2.6 di bawah ini.

Tabel 2.7 Hubungan Antara Jenis Tanah dan Poisson Ratio

Macam Tanah ( v)

Lempung Jenuh 0,40 - 0,50


18

Lempung Tak Jenuh 0,10 - 0,30


Lempung Berpasir 0,20 - 0,30
Lanau 0,30 - 0,35
Pasir Padat 0,20 - 0,40
Pasir Kasar (e = 0,4 -0,7) 0,15
Pasir Halus (e = 0,4 -0,7) 0,25
Batu 0,10 - 0,40
Loess 0,10 - 0,30
Beton 0,15
(Sumber: Hary Christady Hardiyatmo, 2010)

D. Modulus Elastisitas ( E )
Besarnya nilai elastisitas tanah yang merupakan perbandingan
antara tegangan yang terjadi terhadap regangan. Nilai ini bisa didapatkan
dari Traxial Test. Nilai Modulus Elastisitas ( Es ) secara empiris dapat
ditentukan dari jenis tanah serta konsistensi dari jenis tanah tersebut,
seperti pada tabel 2.7 berikut

Tabel 2.8 Perkiraan Modulus Elastisitas

Macam Tanah
E ¿)
Lempung:

sangat lunak 300-3000

Lunak 2000-4000

Sedang 4500-9000

Keras 7000-20000

Berpasir 30000-42500

Pasir:

Berlanau 5000-20000
19

Tidak padat 10000-25000

Padat 50000-100000

Pasir dan Kerikil:

Padat 80000-200000

Tidak padat 50000-140000

Lanau 2000-20000

Loess 15000-60000

Serpih (shales) 140000-1400000

(Bowles, 1977)

2.3.3 Timbunan Konstruksi

Tanah timbunan adalah tanah yang mengisi bagian permukaan yang digali
dan dapat juga untuk menyamakan tinggi (elevasi) suatu permukaan dengan
material tanah dan dengan spesifikasi, klasifikasi serta gradasi tertentu sesuai
dengan kebutuhan konstruksi.

Material pengisi ruang galian disekeliling pondasi, turap, ujung penahan


tanah yang harus diisi lapis demi lapis dengan ketebalan ± 20cm dan dipadatkan
sesuai tanah asli disebut dengan timbunan konstruksi. Pada penelitian ini
direncanakan tanah timbunan dengan parameter tanah sebagai berikut.

Tabel 2.9 Nilai Parameter Sifat Fisik dan Mekanik Tanah Timbunan

Parameter Nilai

ϕ ° 28

c kPa 2

γ t/m³ 1,539
20

Sumber : Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, 2018

2.3.4 Perhitungan Faktor Keamanan dengan Metode Irisan (Slice Method)

Gaya normal yang bekerja pada suatu titik dilingkaran bidang longsor,
terutama dipengaruhi oleh berat tanah di atas titik tersebut . Dalam metoda irisan,
massa tanah yang longsor dipecah-pecah menjadi beberap irisan vertikal
(Gambar 2.1a). Kemudian , keseimbangan dari tiap-tiap irisan diperhatikan.
Gambar 2.1b memperlihatkan satu irisan dengan gaya-gaya yang bekerja
padanya. Gaya-gaya ini terdiri dari gaya geser (Xr dan X1) dan gaya normal
efektif (Er dan E1) di sepanjang sisi irisannya, dan juga resultan gaya geser efektif
(Ti) dan resultan gaya normal efektif (Ni) yang bekerja di sepanjang dasar irisan.
Tekanan air pori Ui dan Ur bekerja di kedua sisi irisan, dan tekanan air pori Ui
bekerja pada dasarnya. Dianggap tekanan air pori sudah diketahui sebelumnya
(Hardiyatmo: 2006c: 196).

Gambar 2.1 Gaya-gaya yang bekerja pada irisan (Hardiyatmo, 2006c).

2.3.4.1 Metoda Bishop Disederhanakan (Simplified Bishop Method)


21

Metoda Bishop disederhanakan (Bishop, 1955) menganggap bahwa gaya-


gaya yang bekerja pada sisi-sisi irisan mempunyai resultan nol pada arah vertikal.

Persamaan kuat geser dalam tinjauan tegangan efektif yang dapat


dikerahkan tanah, hingga tercapainya kondisi keseimbangan batas dengan
memperhatikan faktor aman, adalah:

C' tgφ '


τ= + ( σ −u ) ………………………......……………………(2.6)
F F

dengan σ adalah tegangan normal total pada bidang longsor dan u adalah tekanan
air pori.

Untuk irisan ke-i, nilai Ti = τ . ai , yaitu gaya geser yang dikerahkan tanah
pada bidang longsor untuk keseimbangan batas . Karena itu:

c ' ai tgφ '


T= +(N i−ui ai ) ………………………………………..(2.7)
F F

Kondisi keseimbangan momen dengan pusat rotasi O antara berat massa


tanah yang akan longsor dengan gaya geser total yang dikerahkan tanah pada
dasar bidang longsor (Gambar, 2.1), dinyatakan oleh persamaan:

∑ W i x i=∑ T i R …………………………………..…………………(2.8)
dengan x i adalah jarak W i ke pusat rotasi O. Dari persamaan (2.6) dan (2.8),
dapat diperoleh:

i=n

∑ [c ' ai ¿ +( N i−ui ai ) tg φ ' ]


F=R i =1 i=n
¿ ……………………….…………..….
∑ W i xi
i=1

(2.9)

Pada kondisi keseimbangan vertikal, jika X 1 =X i dan X r=X i+1:

N i cos θi +T i sin θi =W i + X i− X i+1


22

W i + X i−X i +1−T i sin θi


N i= ……………………………………....…...
cos θi
(2.10)

Dengan N 'i=N i −ui ai, subtitusi Persamaan (2.7) ke Persamaan (2.10), dapat
diperoleh persamaan:

W i + X i−X i +1−ui ai cos θi−c ' a i sinθ i / F


N i= ………………………….....
cos θi +sinθ i tg φ' / F
(2.11)

Subtitusi Persamaan (2.11) ke Persamaan (2.9), diperoleh:

( W i+ X i−X i+1−ui ai cos θi −c ' ai sinθ i / F


)
i=n
R ∑ c ' ai +tg φ '
i =1 cos θi + sinθ i tg φ ' /F
F= i=n

∑ W i xi
i=1

……………...(2.12)

Untuk penyederhanaan dianggap X i −X i+1 =0 dan dengan mengambil:

X i =R sinθ i ……………………………………………………......(2.13)

b i=ai sin θi ……………………………………………………......(2.14)

Subtitusi Persamaan (2.13) dan Persamaan (2.14) ke Persamaan (2.12),


diperoleh persamaan faktor aman metoda Bishop disederhanakan:

i=n
F=∑ [ c ' bi +( X i−u i bi )tg φ ' ] ¿ ¿ ¿ …………………….(2.15)
i=1

dengan:

F = faktor aman
c ' = kohesi tanah efektif (kN/m2)
φ ' = sudut geser dalam tanah efektif (° ¿
b i = lebar irisan ke-i (m)
W i = berat irisan tanah ke-i (kN/m2)
23

θi = sudut yang didefinisikan dalam Gambar 2.1 (° ¿


ui = tekanan air pori pada irisan ke-i (kN/m2)

Rasio tekanan air pori (pore pressure ratio) didefinisikan sebagai:

ub u
ru = = ……………………………………………….………..(2.16)
W γh

dimana:

r u = rasio tekanan air pori


u = tekanan air pori (kN/m2)
b = lebar irisan (m)
γ = berat volume tanah (kN/m2)
h = tinggi irisan rata-rata (m)

Dari subtitusi Persamaan (2.16) dan Persamaan (2.15) bentuk lain dari
persamaan faktor aman untuk analisis stabilitas lereng cara Bishop:

i=n
F=∑ [ c ' bi +W i (1−r u )tg φ ' ] ¿ ¿ ¿ …………………….(2.17)
i=1

Persamaan faktor aman Bishop ini lebih sulit pemakaiannya dibandingkan


metoda lain seperti Fellinius. Lagi pula membutuhkan cara coba-coba (trial and
error), karena nilai faktor aman F nampak dikedua sisi persamaannya.

Akan tetapi, cara ini telah terbukti menghasilkan nilai faktor aman yang
mendekati hasil hitungan dengan cara lain yang lebih teliti. Untuk mempermudah
hitungan secara manual, Gambar 2.2 dapat digunakan untuk menentukan nilai
fungsi M i, dengan:

M i=cos θ i ¿ ) ……………………………... (2.18)


24

Gambar 2.2 Diagram untuk menentukan M i, (Janbu dkk., 1956)

Lokasi lingkaran longsor kritis dari metoda Bishop (1955), biasanya


mendekati hasil pengamatan di lapangan. Karena itu, walaupun ada metode yang
lebih mudah seperti Fellinius, metoda Bishop (1955) lebih banyak digunakan,
terutama dalam program-program komputer.

2.3.4.2 Metode Numerik Elemen Hingga

Teknologi di bidang konstruksi bangunan telah mengalami perkembangan


dengan pesat, tak terkecuali teknologi dalam bidang geoteknik. Sudah menjadi
salah satu metode bahwa untuk mempercepat dalam perhitungan dan untuk
meminimalisir kesalahan pada saat menhitung kestabilan lereng maupun
konstruksi perkuatannya bisa menggunakan beberapa program bantu berikut:

1. Plaxis

Plaxis merupakan program computer berdasarkan metode elemen hingga


dua dimensi yang digunakan secara khusus melakukan analisis deformasi dan
stabilitas untuk berbagai aplikasi dalam bidang geoteknik. Program ini merupakan
metode antarmuka grafis yang mudah digunakan sehingga pengguna dapat dengan
25

cepat membuat model geometri dan jaringan elemen berdasarkan penampang


melintang dari kondisi lereng yang akan dianalisis (Plaxis, 2012).

2. GeoStudio

GeoStudio Office adalah sebuah paket aplikasi untuk pemodelan geoteknik


dan geo-lingkungan. Software ini melingkupi SLOPE/W, SEEP/W, SIGMA/W,
QUAKE/W, TEMP/W, dan CTRAN/W yang sifatnya terintegrasi sehingga
memungkinkan untuk menggunakan hasil dari satu produk ke produk yang lain
(Pradana 2012).
Fitur ini cukup unik dan memberikan fleksibilitas untuk digunakan baik
dikalangan akademisi maupun profesional dalam menyelesaikan berbagai macam
permasalahan geoteknik dan geo-lingkungan seperti tanah longsor, pembangunan
bendungan, penambangan dan lain-lainnya. SLOPE/W merupakan produk
perangkat lunak untuk menghitung faktor keamanan tanah dan kemiringan batuan.
SLOPE/W dapat dilakukan analisis masalah baik secara sederhana maupun
kompleks dengan menggunakan salah satu dari delapan metode kesetimbangan
batas untuk berbagai permukaan yang miring, kondisi tekan pori air, sifat tanah
dan beban terkonsentrasi. Selain itu dapat juga digunakan elemen tekan pori air
yang terbatas, tegangan statis atau tegangan dinamik pada analisis kestabilan
lereng serta dapat juga dikombinasikan dengan analisis probabilistik (Hidayah dan
Gratia 2012). Software GeoStudio SLOPE/W sudah banyak diaplikasikan pada
penelitian dan analisis kestabilan lereng, khususnya dengan menggunakan
Slope/W.

2.4 Pengertian Longsoran (slides)

Longsoran (slides) adalah gerakan material pembentuk lereng yang


diakibatkan oleh terjadinya kegagalan geser, disamping satu atau lebih bidang
longsor. Massa tanah yang bergerak bisa menyatu atau terpecah-pecah (Varnes,
1958).

Berdasarkan geometri bidang gelincirnya, longsoran dibedakan dalam dua


jenis, yaitu:
26

1. Longsoran dengan bidaang longsor lengkung atau longsoran rotasional


(rotational slides).
2. Longsoran dengan bidang gelincir datar atau longsoran translasional
(translational slides).

Longsoran rotasional dan translasional dapat dilihat pada Gambar 2.3 berikut ini.

Gambar 2.3 Longsoran rotasional dan translasional (Broms, 1957)

Terdapat beda pengertian antara keruntuhan translasional dan rotasional.


Sistem gaya-gaya yang memicu longsoran rotasional atau slump berkurang
dengan bertambahnya deformasi, akibatnya massa tanah yang bergerak miring ke
-belakang. Sedangkan, pada longsoran translasional, sistem gaya-gaya yang
menyebabkan keruntuhan konstan (Broms, 1957).

2.5 Faktor Terjadinya Longsor

2.5.1. Berdasarkan Peristiwa

Faktor penyebab terjadinya gerakan tanah atau terjadinya longsoran


bedakan menjadi:

A. Gangguan dari luar, antara lain:

1. Getaran
Getaran yang terjadi dapat disebabka oleh; gempa bumi, ledakan, jalur
kerata api.
2. Pembebanan Tambahan
27

Pembebanan tambahan terutama disebabkan oleh aktivitas manusia.


3. Hilangnya Penahan Lateral
Hilangnya penahan lateral dapat disebabkan antara lain oleh pengikisan
(erosi sungai dan pantai) dan aktivitas manusia (penggalian).
4. Hilangnya Tumbuhan Penutup
Hilangnya tumbuhan penutup dapat menyebabkan timbbulnya alur pada
daerah tertentu. Erosi semakin meningkat dan khirnya terjadi gerakkan
tanah.
B. Gangguan dari dalam, antara lain:
1. Naiknya Berat Massa Tanah
Masuknya air kedalam tanah menyebabkan teririsnya rongga antar butir
sehingga massa tanah akan bertambah.
2. Hilangnya ikatan antar butir tanah
3. Naiknya Muka Air Tanah
Muka air tanah dapat naik karena rembesan yang masuk pada pori antar
butir tanah, sehingga tekanan air pori yang naik menyebabkan kekuatan
geser tanah menurun.
4. Tanah Mengembang
Rembesan air dapat menyebabkan tanah mengembang terutama untuk
tanah lempung tertentu, jika lempung tersebut terdapat di bawa lapisan
tanah lain, tanah akan terganggu.

2.5.2 Berdasarkan Konsepsi Faktor Keamanan

Faktor penyebab yang dapat mempengaruhi terjadinya longsoran


ditentukan oleh menurunnya faktor keamanan atau keamantapan lereng sehingga
menjadi kurang dari batas keseimbangan. Dasar pemikiran batas keseimbangan
adalah faktor keamanan (F), lereng terhadap longsoran bergantung pada angka
perbandingan kuat geser tanah (τ) dan tegangan geser yang bekerja (τ d ),
dinyatakan dengan persamaan:

τ
F = τ .............................................................................................2.20
d

dengan:
28

F = faktor keamanan terhadap longsoran

Adapun nilai Faktor keamanan berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI)


seperti pada tabel 2.10 berikut

Tabel 2.10 Nilai faktor keamanan untuk lereng tanah

Tingkat ketidakpastian
Biaya dan konsekuensi dari kegagalan lereng kondisi analisis
Rendah ( a ) Tinggi ( b )
Biaya perbaikan sebanding dengan biaya
tambahan untuk merancang lereng yang lebih 1,25 1,5
konservatif.
Biaya perbaikan lebih besar dari biaya
tambahan untuk merancang lereng yang lebih 1,5 ≥2
konservatif.
a) Tingkat ketidakpastian kondisi analisis dikategorikan rendah, jika kondisi
geologi dapat dipahami, kondisi tanah seragam, penyelidikan tanah
konsisten, lengkap dan logis terhadap kondisi di lapangan.
b) Tingkat ketidakpastian kondisi analisis dikategorikan tinggi, jika kondisi
geologi sangat kompleks, kondisi tanah bervariasi, dan penyelidikan tanah
tidak konsisten dan tidak dapat diandalkan.

Sumber: SNI Geoteknik, 2017: 7.5.5 Kriteria faktor keamanan

2.6. Mengatasi Kelongsoran Lereng

Dalam menghadapi persoalan bagaimana caranya memperbaiki atau


menstabilkan lereng pada suatu daerah yang terjadi kelongsoran. Menurut
(Wesley, 1977) ada dua cara untuk membuat lereng supaya menjadi lebih aman
dan mantap, yaitu :

A. Memperkecil gaya penggerak atau momen penggerak, yaitu dengan mengubah


bentuk lereng. Cara yang dilakukan yaitu :

1. Membuat lereng lebih datar, yaitu dengan mengurangi sudut kemiringan,


seperti terlihat pada Gambar 2.4.
29

2. Memperkecil ketinggian lereng, lihat Gambar 2.4. Cara ini hanya dapat
dipakai pada lereng yang ketinggiannya terbatas, yaitu dalam hal
kelongsoran yang bersifat rational slide.

Gambar 2.4. Memperkecil sudut kemiringan lereng (Wesley, 1977).

Gambar 2.5. Memperkecil ketinggian lereng (Wesley, 1977).

B. Memperbesar gaya melawan, yang dapat dilakukan dengan beberapa cara,


yaitu :

1. Dengan memakai counterweight yaitu tanah timbunan pada kaki lereng,


lihat Gambar 2.6.
30

2. Dengan mengurangi tegangan air pori di dalam lereng, seperti terlihat pada
Gambar 2.7

Gambar 2.6 Penanganan dengan Counterweight (Wesley, 1977).

Gambar 2.7. Mengurangi tegangan air pori (Wesley, 1977).

3. Dengan cara injeksi, yaitu dengan menambah tanah timbunan pada kaki
lereng, membuat selokan secara teratur pada lereng dengan mengurangi
tegangan air pori pada tanah, dengan menambahn bahan kimia atau semen
dipompa melalui pipa suapaya masuk ke dalam lereng.
4. Dengan cara mekanis, yaitu dengan membuat dinding penahan atau
dengan memancang tiang. Cara ini dilakukan jika lereng tersebut
mempunyai tingkat kelongsoran yang kecil.
31

2.7 Dinding Penahan Tanah

Dinding penahan tanah (DPT) adalah suatu bangunan yang dibangun


untuk mencegah keruntuhan tanah yang curam atau lereng yang dibangun di
tempat di mana kemantapannya tidak dapat dijamin oleh lereng tanah itu sendiri,
dipengaruhi oleh kondisi gambaran topografi tempat itu, bila dilakukan pekerjaan
tanah seperti penanggulan atau pemotongan tanah.

Secara umum fungsi dari DPT (Dinding Penahan Tanah) adalah untuk
menahan besarnya tekanan tanah akibat parameter tanah yang buruk sehingga
longsor bisa dicegah, serta untuk melindungi kemiringan tanah dan melengkapi
kemiringan dengan pondasi yang kokoh .

2.7.1 Tipe Dinding Penahan Tanah

Gambar 2.8 Tipe Dinding Penahan Tanah

1. Dinding penahan beton tipe gravitasi dan tipe semi gravitasi.


32

Dinding penahan tanah gravitasi terbuat dari pasangan batu kali atau beton
tidak bertulang, yang mengandalkan bobotnya sendiri untuk menjaga
stabilitasnya. Dinding penahan tanah tipe gravitasi ini tidak ekonomis untuk
menahan tanah yang tinggi.

Pada banyak kasus, sejumlah kecil pembesian diberikan untuk


meminimalkan ukuran daridinding penahan tanah ini. Dinding penahan tanah
dengan dimensi yang lebih kecil, dan dengan sedikit pembesian ini lazim disebut
dinding penahan tanah semi gravitasi, seperti pada Gambar 2.8 a berikut ini.
(SNI Geoteknik, 2017 : 10.2.4.1 Dinding penahan tanah tipe gravitasi dan semi
gravitasi)

2. Dinding penahan tanah tipe kantilever

Dinding penahan tanah kantilever dibuat dari beton bertulang, karena itu
dimensi stem dan base slab menjadi relatif tipis. Selain bobotnya sendiri, dinding
penahan tanah kantilever ini mengandalkan pada bobot masa tanah yang berada di
atas base slab, untuk menjaga stabilitasnya. Dinding penahan tanah ini cocok
untuk menahan tanah yang tinggi, hingga 8m.

Seringkali kaki dinding penahan tanah ini masih duduk di atas tanah yang jelek,
karena itu terkadang diperlukan perkuatan/perbaikan tanah untuk memperbaiki
daya dukungnya. Perkuatan tanah yang sering digunakan adalah dengan
memancang tiang-tiang pendek, khususnya di bagian mukanya, tanpa disambung
dengan base slab-nya, agar tiang tidak mengalami kegagalan geser. seperti pada
Gambar 2.8b berikut ini. ( SNI Geoteknik, 2017 : Dinding penahan tanah tipe
kantilever )

3. Dinding Penahan Tipe Kantilever dengan Pengaku (Buttress)

Untuk menahan tanah yang tinggi dengan tetap menjaga dinding vertikal
yang tipis, maka stem dinding penahan tanah kantilever perlu diperkuat dengan
rib-rib beton yang dipasang pada jarak-jarak tertentu. Bila rib-rib tersebut berada
di belakang dinding (akan tertutup tanah) maka pengaku tersebut dinamakan
counterfort, sedangkan bila berada di muka dinding, dinamakan buttress., seperti
pada Gambar 2.8c

2.8 Persyaratan Teknis Dinding Penahan Tanah


33

2.8.1 Kriteria Dinding Penahan Tanah

Setiap dinding penahan tanah harus diperiksa stabilitasnya terhadap


guling, geser lateral, dan daya dukung.

Faktor keamanan yang disyaratkan adalah sebagai berikut:

a) Faktor keamanan terhadap guling minimum 2.

b) Faktor keamanan terhadap geser lateral minimum 1,5.

c) Faktor keamanan terhadap daya dukung minimum 3.

(SNI Geoteknik, 2017: 10.2.5.3 Pemeriksaan stabilitas dinding dan faktor


keamanan minimum.)

2.8.2 Tekanan Tanah

Lereng tanah vertikal atau hampir vertikal yang didukung oleh dinding
penahan, lembaran kantilever, dinding tiang pancang, sekat tiang pancang,
potongan bresing, dan struktur serupa lainnya. Desain struktur tersebut
membutuhkan estimasi tekanan tanah lateral yang tepat, yang merupakan fungsi
dari beberapa faktor, seperti (a) jenis dan jumlah gerakan dinding, (b) kekuatan
geser parameter tanah, (c) berat unit tanah, dan (d) kondisi drainase dibelakang
dinding. Gambar 2.15 menunjukkan dinding penahan ketinggian H. Untuk jenis
pengurukan yang serupa, (Das, 2016)

Gambar 2.9 Sifat tekanan tanah lateral pada dinding penahan (Das, 2016)

a) Jika dinding penahan tidak bergerak (Gambar 2.9a). Tekanan tanah


lateral pada dinding dengan kedalaman H disebut tekanan tanah diam (K 0 )
.
34

b) Jika dinding bergerak miring menjauhi tanah yang ditahan (Gambar


2.9b). Dengan dinding yang cukup miring, irisan tanah segitiga dibelakang
dinding akan runtuh, keadaan tekanan tanah lateral ini disebut tekanan
tanah aktif ( K a ).
c) Jika dinding terdorong mendekati tanah yang ditahan (Gambar 2.9b).
Dengan pergerakan dinding yang cukup, irisan tanah akan runtuh, keadaan
tekanan tanah lateral ini disebut tekanan tanah pasif (K p ).

A. Tekanan Tanah Aktif (Ka) Menurut Rankine

Jika dinding cenderung bergerak menjauh dari tanah dengan jarak ∆ x ,


seperti pada Gambar 2.10a, maka disebut sebagai tekanan tanah aktif (Ka).
35

Gambar 2.10 Tekanan tanah aktif Rankine (Das, 2016)

Keruntuhan tanah mengikuti prinsip lingkar Mohr (mohr-Coulumb) pada


Gambar 2.10b, dan pergerakan dinding membuat ∆ x semakin besar, maka pada
akhirnya lingkaran Mohr akan menyentuh garis keruntuhan (Menurut Rankine,

massa tanah yang runtuh akan membentuk sudut ±(45° + )) pada horizontal
2
seperti yang terlihat pada Gambar 2.10a, sehinggaa keruntuhan akan terjadi.
Tahanan geser tanah memiliki persmaaan sebagai berikut:

' '
s=c + σ tan ∅ ' ……………………………………………………(2.19)
36

dimana:

s = Tahanan geser tanah


'
c = Kohesi tanah
'
σ = Tegangan normal efektif
'
∅ = Sudut geser efektif

Untuk lingkaran Mohr c pada Gambar 2.10b,


tekanan efektif tanah, σ ' 1=σ ' 0
dan
tekanan lateral tanah, σ ' 3=σ ' a
kemudian,

σ ' 0=σ ' a tan 2 45+ ( ∅'


2 ) ( ∅'
)
+2 c ' tan ⁡ 45+ ……….(2.20)
2

σ '0 2c '
σ ' a= −
( ) ( )
'
2 ∅ ∅' ……………….…(2.21)
tan 45+ tan 45+
2 2
atau,

( ) ( )
' '
2 ∅ ∅
σ ' h=σ ' o tan 45− −2 c ' tan 45+
2 2
σ ' h=¿ σ ' o Ka−2 c ' √ Ka …………………………....(2.22)
dimana:

( )
'

Ka = tan 2 45− = koefisian tekanan tanah aktif Rankine
2
σ ' h = tekanan tanah aktif
σ ' o = tekanan efektif tanah
c’ = kohesi tanah
'
∅ = sudut geser efektif

Total tekanan tanah yang bekerja seperti pada Gambar 2.10c, dirumuskan
sebagai berikut:
Pa = 0,5( H −Zc )(γ . H . Ka−2 c √ K a )………………………………(2.23)
atau
37

2c'
Pa = 0,5(H − )(γ . H . Ka−2 c √ K a )…………………………….
γ √ Ka
(2.24)
dimana:
Pa = total tekanan tanah
H = tinggi dinding penahan
γ = massa tanah
c = kohesi

(
Ka = tan 2 45−
∅'
2 )
= koefisian tekanan tanah aktif Rankine.

Namun, penting untuk disadari bahwa kondisi tekanan tanah aktif akan
tercapai hanya jika dinding "menyerah" secara memadai. Jumlah yang diperlukan
dari luar perpindahan dinding sekitar 0,001H ke 0,004H untuk pengurukan tanah
granular dan sekitar 0,01H hingga 0,04H untuk penimbunan kembali tanah yang
kohesif.
Jika permukaan tanah yang ditahan, pada permukaan atas elevasinya
meningkat dan membentuk sudut α seperti pada Gambar 2.11, maka rumus
mencari Ka adalah sebagai berikut:
cos α −√ cos2 α −cos 2 ∅ '
Ka=cos α ………………………………............
cos α + √ cos2 α −cos2 ∅ '
(2.25)
dimana:
∅ ' = sudut geser tanah
α = sudut elevasi tanah di permukaan dinding

( )
'

Ka = tan 2 45− = koefisian tekanan tanah aktif Rankine
2
38

Gambar 2.11 Dinding Penahan Tanah dengan Permukaan Atas Yang


Meningkat Elevasinya (Das,2016)

Total tekanan tanah yang bekerja dirumuskan sebagai berikut:


Pa = 0,5 γ . H 2 . Ka…………………………………………………….(2.26)
dimana:
Pa = total tekanan tanah aktif
H = tinggi dinding penahan tanah

(
Ka = tan 2 45−
2)
∅'
= koefisian tekanan tanah aktif Rankine

B. Tekanan Tanah Pasif (Kp) menurut Rankine

Jika dinding cenderung bergerak ke arah tanah dengan jarak ∆ x , seperti


pada Gambar 2.12a, maka disebut sebagai tekanan tanah pasif (Kp).
39

Gambar 2.12 Tekanan tanah pasif Rankine (Das, 2016)

Keruntuhan tanah mengikuti prinsip lingkaran Mohr (Mohr-Coulomb) seperti


pada Gambar 2.12b. jika pergerakan dinding membuat ∆ x semakin membesar,
maka pada akhirnya lingkaran Mohr akan menyentuh garis keruntuhan. Tahanan
geser mengikuti persamaan 2.20.

Untuk lingkaran Mohr c pada Gambar 2.12b

( ) ( )
' '
∅ ∅
σ ' p=σ ' o tan 2 45+ +2 c ' tan ⁡ 45+ ……………………….(2.27)
2 2

Kp = koefisian tekanan tanah pasif Rankine


40

( )
'

= tan 2 45+ ………………………………………………(2.28)
2

kemudian, subtitusikan persamaan 2.28 ke persamaan 2.27, maka:

σ ' p=σ ' o Kp+2 c ' √ Kp ……………………………………………..(2.29)

dimana:

σ ' p = tekanan lateral pasif


σ ' o = tekanan efktif tanah
c’ = kohesi tanah
'
∅ = sudut geser efektif

( )
'

Kp = tan 2 45+ = koefisian tekanan tanah pasif Rankine
2

Total tekanan tanah yang bekerja seperti pada Gambar 2.12c, dirumuskan
sebagai berikut:

Pp = 0,5 γ . H 2 . Kp+ 2c ' H √ Kp ……………………………………...(2.30)

dimana:

Pp = total tekanan tanah pasif


H = tinggi dinding penahan tanah
γ = massa tanah
c’ = kohesi

(
Kp = tan 2 45+
∅'
2 )= koefisian tekanan tanah pasif Rankine

Jika permukaan tanah yang ditahan, pada permukaan atas elevasinya meningkat
dan membentuk sudut α seperti pada Gambar 2.13, maka rumus mencari Kp
adalah sebagai berikut:

cos α + √ cos α −cos ∅ '


2 2
Kp=cos α ………………………………............
cos α −√ cos α −cos ∅ '
2 2

(2.31)
41

diamana:

'
∅ = sudut geser tanah
α = sudut elevasi tanah di permukaan dinding

(
Kp = tan 2 45+
∅'
2 )= koefisian tekanan tanah pasif Rankine

Total tekanan tanah yang bekerja dirumuskan sebagai berikut:


Pp = 0,5 γ . H 2 . Kp…………………………………………………….(2.32)
dimana:
Pa = total tekanan tanah aktif
H = tinggi dinding penahan tanah

2
Kp = tan 45+ (
∅'
2 )
= koefisian tekanan tanah pasif Rankine

2.8.3 Menaksir Dimensi Dinding Penahan Tanah Kantilever (DPT)

Dalam merancang dinding penahan, seorang insinyur harus


mengasumsikan beberapa dimensinya., asumsi semacam itu disebut proporsional,
memungkinkan insinyur untuk memeriksa bagian percobaan dari stabilitas
dinding. Jika pemeriksaan stabilitas menghasilkan hasil yang tidak diinginkan,
bagian dapat diubah dan periksa kembali. Gambar 2.14 menunjukkan proporsi
umum berbagai komponen dinding penahan yang dapat digunakan untuk
pemeriksaan awal.

Perhatikan bahwa bagian atas batang dari dinding penahan tidak boleh
kurang dari sekitar 0,3 m. untuk penempatan beton yang tepat. Kedalaman, D, ke
bawah pelat dasar harus minimal 0,6 m. Namun, alas slab bagian bawah harus
ditempatkan di bawah garis beku musiman. Untuk dinding penahan tandingan,
proporsi umum batang dan pelat dasar sama seperti untuk dinding kantilever.
Namun, pelat tandingan mungkin sekitar 0,3 m dan lebar telapak 0.5H-0.7H.
(Das,2016).
42

Dinding penahan tanah kantilever dibuat dari beton bertulang, karena itu
dimensi stem dan base slab menjadi relatif tipis. Selain bobotnya sendiri, dinding
penahan tanah kantilever ini mengandalkan pada bobot masa tanah yang berada di
atas base slab, untuk menjaga stabilitasnya. Dinding penahan tanah ini cocok
untuk menahan tanah yang tinggi, hingga 8m.

Seringkali kaki dinding penahan tanah ini masih duduk di atas tanah yang
jelek, karena itu terkadang diperlukan perkuatan/perbaikan tanah untuk
memperbaiki daya dukungnya. Perkuatan tanah yang sering digunakan adalah
dengan memancang tiang-tiang pendek, khususnya di bagian mukanya, tanpa
disambung dengan base slab-nya, agar tiang tidak mengalami kegagalan geser.
(SNI Geoteknik, 2017: 10.2.4.2 Dinding penahan tanah tipe kantilever).

Gambar 2.14 Perkiraan dimensi untuk berbagai komponen dinding penahan


untuk stabilitas awal. (Das, 2016).
43

2.8.4 Stabilitas Dinding Penahan Tanah

A. Cek Terhadap Guling

Gambar 2.15 Cek Terhadap Guling dengan Tekanan Tanah Menurut Rankine.
(Das, 2016)

Gambar 2.15 . menunjukkan gaya yang bekerja pada penopang dan


dinding penahan tanah, berdasarkan asumsi bahwa tekanan aktif Rankine bekerja
di sepanjang bidang vertikal yang ditarik AB melalui tumit struktur. melalui tumit
struktur. Pp adalah tekanan pasif Rankine berdasarkan persamaan 2.30.

Pp = 0,5 Kp . γ 2 . D 2+2 c ' 2 . √ Kp. D ……………………………….....(2.33)

dimana:

γ 2=¿ satuan berat tanah di depan tumit dan di bawah pelat dasar

(
Kp=¿ tan 2 45+
2 )
∅ '2
= koefisian tekanan tanah pasif Rankine\

' '
c 2 , ∅ 2=¿ kohesi dan sudut gesekan tanah yang efektif
44

Faktor aman Terhadap Guling berdasarkan Gambar 2.15, didapat persamaan:

FS (Guling) =
∑ M R ………………………………………………………
∑ Mo
(2.34)

dimana:

∑ M o =¿ Momen total penguling


∑ M R=¿ Momen total lawan penguling
Persamaan Momen Penggulingnya adalah:
'
∑ M o =Ph ( H3 )………………………………………………….……
(2.35)

dimana :

Ph=P a cos α

dan juga terdapat komponen tekana aktif vertikal Pv :

Pv =P a cos α

Momen tekanan tanah Pv , adalah:

M v =P v . B=Pv . sin α B ……………………………………...……(2.36)

dimana B adalah lebar telapak dinding penahan

Jika ∑ M R sudah diketahui, maka faktor keamanannya dapat dihitung sebagai:

M 1 + M 2 + M 3+ M 4 + M 5
FS(Guling) =
P a cos α ( )
H'
3
−Mv
………………………………...…...

(2.37)

B. Cek Terhadap Geser

Faktor keamanan terhadap geser dapat dinyatakan oleh persamaan:

∑ FR
'

FS (geser) = ……………………………………………………….
∑ Fd
(2.38)
45

dimana:

∑ F R =¿ jumlah gaya penahan horizontal


'

∑ F d =¿ jumlah kekuatan penggerak horizontal


Pada Gambar 2.16 menunjukkan bahwa kekuatan geser tanah tepat di bawah alas
slab dapat direpresentasikan sebagai berikut:

s=σ ' tan δ ' +¿ C ' a ¿ …………………………………………………(2.39)

dimana:

δ ' =¿ sudut gesekan antara tanah dan pelat dasar


C ' a=¿ adhesi antara tanah dan pelat dasar

Gambar 2.16 Cek terhadap geser sepanjang dasar (Das, 2016)

Dengan demikian, gaya penahan maksimum yang dapat diturunkan dari


tanah per satuan panjang dinding di sepanjang bagian bawah pelat dasar adalah:

' '
R =s( luas penampang) = s ( B × 1 )=B σ tan δ +¿ BC ' a ¿
'

untuk B σ ' = total tekanan vertikal = ∑ V


46

Satu-satunya gaya horisontal yang cenderung menyebabkan dinding tergelincir


(kekuatan pendorong) adalah komponen horisontal dari gaya aktif Pa, maka:

∑ F d =(∑ V ) tan δ' +¿ BC ' a + P p ¿…………………………………...(2.40)


Dibanyak kasus, tekanan pasif (Pp) diabaikan dalam perhitungan faktor
keamanan geser. Pada umumnya kita bisa menulis δ ' =k 1 ∅ ' 2 dan C ' a=k 2 c ' 2 .
1 2
Pada kebanyakan kasus k 1 dan k 2 bernilai mulai dari hingga , maka:
2 3

' '
δ +¿ B C a+ P p
FS (geser) = ( ∑ V ) tan P a cos α
¿

………………………………………..(2.41)

dimana:

P p=0,5. γ 2 . D1 . K p +2 c2 . D1 . √ K p……………………………(2.42)
2 '

dimana:

( )
'
2 ∅2
K p =tan 45+
2

C. Cek Terhadap Daya Dukung

Tekanan vertikal yang ditransmisikan ke tanah oleh pelat dasar dinding


penahan seharusnya diperiksa terhadap daya dukung utama tanah. Sifat variasi
dari Tekanan vertikal yang ditransmisikan oleh pelat dasar ke dalam tanah
ditunjukkan pada Gambar 2.16. Catatan bahwa q toedan q heel adalah tekanan
maksimum dan minimum yang terjadi di ujung bagian kaki dan tumit, masing-
masing. Besarnya q toedan q heel dapat ditentukan dalam dengan cara berikut:

Jumlah gaya vertikal yang bekerja pada pelat dasar adalah ∑ V dan
tekanan horizontal Ph adalah Pa cos α , maka:

R=∑ V + Ph…………………………………………………...(2.43)

jadi kekuatan yang dihasilkan. Momen bersih dari gaya-gaya ini pada titik C
dijelaskan pada Gambar 2.23 adalah
47

M net =∑ M R −√ M o………………………………………………..(2.44)

Biarkan garis aksi R yang dihasilkan memotong garis dasar di E. Lalu jaraknya
ialah

M net
CE= X= ……………………………………………………….(2.45)
∑V

Gambar 2.16 Cek Terhadap Daya Dukung (Das, 2016)

Oleh karena itu, eksentrisitas dari R yang dihasilkan dapat dinyatakan sebagai

B
e= −CE………………………………………………….………..(2.46)
2

Distribusi tekanan di bawah slab dasar dapat ditentukan dengan menggunakan


sprinsip-prinsip sederhana dari mekanisme material. Pertama:

q=
∑ V ± M net y ……………………………………………………….
A I
(2.47)

dimana:
48

M net = momen = (∑ V )e
1 3
I = momen inersia per satuan panjang bagian dasar; .1. B
12

Untuk nilai tekanan minimum dan maksimum, nilai y = B/2, subtitusikan


persamaan 2.43, maka:

q max =qtoe =
∑ V +e ¿ ¿……………………(2.48)
B .1

kesamaan:

∑V
q min =qheel =
B (1− 6be )……………………………………(2.49)
Mengingat bahwa ∑ V termasuk daripada berat tanah, dan saat nilai eksentrisitas
e lebih bessar dari B/6, q min menjadi negatif, Dengan demikian, akan ada beberapa
tegangan tarik di ujung bagian tumit. tekanan in tidak diinginkan, karena tegangan
tarik pada tanah sangat kecil. Jika analisi dari desain menunjukan bahwa e>B/6,
maka desain harus merubah kembali dimensi dan menghitung ulang atau dapat
menggunakan rumus Qmax untuk e>B/6 berdasarkan metode Meyerhof (1953).

4 x∑ V
Qmax = ………………………………………………...
3. L( B−2. e )
(2.50)

Hubungan yang berkaitan dengan daya dukung ultimate dari pondasi


dangkal dibahas dalam persamaan berikut:

Qult =C . Nc . Fcd . Fcs+q . Nq . Fqs . Fqd+0,5. γ . B . Nγ . Fγs . Fγd .(2.51)

dimana:

q=γ 2 D
1−Fqd
Fcd=Fqd−
Nc . tan ∅
49

' D
F qd=1+2 tan ∅2 ¿.
B'
F γd =1
B Nq
Fcs=1+ x
L Nc
B
Fγs=1−0.4 x
L
B
Fqs=1+ x tan ϕ
L
Setelah daya dukung utama tanah telah dihitung dengan
menggunakan persamaan 2.51, faktor keamanan terhadap daya dukung
dapat ditentukan

qu
FS( dayadukung )= ……………………………..……….(2.52)
q max

Secara umum, kami mencatat bahwa daya dukung utama kapasitas pondasi
dangkal terjadi pada penyelesaian sekitar 10% dari lebar pondasi. dalam hal
dinding penahan, lebar B. Oleh karena itu, qu load utama akan terjadi pada
penyelesaian pondasi yang cukup besar. Faktor keamanan 3 terhadap kegagalan
daya dukung mungkin tidak memastikan bahwa penyelesaian struktur akan berada
dalam batas toleransi dalam semua kasus. Maka, situasi ini perlu diselidiki lebih
lanjut. (Das,2016)

2.9 Penelitian Sebelumnya yang Serupa

Landasan penelitian ini adalah sumber yang berupa penelitian yang pernah
dilakukan sebelumnya yang akan digunakan sebagai referensi tetapi tanpa
melakukan plagiasi terhadap hasil-hasil penelitian terdahulu tersebut, berikut ini
beberapa landasan penelitian yang digunakan dalam membantu penyusunan
penelitian ini :

1. Penelitian pertama oleh M. Naufal Agatha, mahasiswa jurusan teknik


sipil, fakultas teknik, Universitas Lampung tahun 2017, dengan judul
penelitian “PERENCANAAN SHEET PILE DENGAN
MENGGUNAKAN PROGRAM PLAXIS (Study Kasus : Jalan Padang
Tambak – Liwa KM.227+400) “ penelitian ini membahas tentang
kelongsoran jalan yang terjadi pada daerah yang tersebut, dengan
50

menganalisa faktor keamanan lerengnya serta memberikan


penanggulangan berupa perencanaan sheet pile yang di bantu oleh
program Plaxis.
2. Penelitian kedua oleh Fastiwi Apriani, mahasiswa jurusan teknik sipil,
fakultas teknik, Universitas Tanjungpura 2019, dengan judul penelitian
“ANALISA KESTABILAN OPRIT PADA PROYEK PEMBANGUNAN
DUPLIKASI JEMBATAN LANDAK PONTIANAK“ penelitian ini
membahas tentang mencari faktor keamanan lereng oprit pada jembatan
duplikat landak dengan menambah perkuatan pada lereng optir berupa
dinding penahan tanah dan dianalisa faktor keamanannya dengan bantuan
program Geostudio dengan metode yang telah disediakan pada program
tersebut.

Anda mungkin juga menyukai