Anda di halaman 1dari 17

REKAYASA FONDASI II

Dosen ; Monika Datu Mirring, ST, MT

Disusun Oleh :
1. Roby parrang 6160505160136
2. Feri prayudi 6160505160045
3. Ayuliana allo linngi 6160505150319
DAYA DUKUNG TIANG PADA TANAH GRANULAR DAN KOHESIF
OLEH MAYERHOFF, JANBU DAN VESIC

Fondasi adalah suatu konstruksi bagian dasar bangunan yang berfungsi


meneruskan beban dari struktur atas ke lapisan tanah di bawahnya. Tiang (Pile)
adalah bagian dari suatu bagian konstruksi pondasi yang berbentuk batang langsing
yang dibuat tertanam dalam tanah dan berfungsi untuk menyalurkan beban dari
struktur atas melewati tanah lunak dan air kedalam pendukung tanah yang keras yang
terletak cukup dalam. Penyaluran beban oleh tiang ini dapat dilakukan melalui
lekatan antara sisi tiang dengan tanah tempat tiang dipancang (tahanan samping),
dukungan tiang oleh ujung tiang (end bearing).
Hal- hal yang perlu dihindari dalam perencanaan fondasi adalah keruntuhan geser dan
deformasi yang berlebihan. Pada perencanaan fondasi juga harus memperhatikan hal-
hal berikut ini :
a. Daya dukung fondasi harus lebih besar daripada beban yang bekerja pada fondasi
baik beban statik maupun beban dinamiknya.
b. Penurunan yang terjadi akibat pembebanan tidak melebihi dari penurunan yang
diijinkan.
Besar kapasitas tahanan ujung dan tahanan samping akan bergantung dari :
a. Kondisi pelapisan tanah dasar pendukung tempat fondasi bertumpu beserta
parameter tiap lapisan tanahnya masing-masing. Parameter tanah dasar yang
mendukung daya dukung fondasi adalah :
i. Index properties:
- Berat volume
- Angka pori
- Porositas
- Kadar air
- Derajat kejenuhan
- Atterberg Limit: LL, PL, dan PI
ii.Engineering Properties:
- Sudut geser dalam: φ
- Kohesi: C
- Koefisien konsolidasi: Cc
b. Bentuk geometri fondasi: bentuk, dimensi, dan elevasi
c. Beban Fondasi

Penyelidikan tanah dasar dalam mendesain bangunan geoteknik sangat


penting sebab seorang engineer harus memahami kondisi geologi tanah, sifat tanah
dan kekuatan tanah setempat. Jenis investigasi disesuaikan dengan jenis proyek,
kepentingan proyek, dan kondisi tanah asli dan tes lapangan menjadi sangat penting
bila dilakukan pada tanah yang sangat sensitif terhadap gangguan. Jenis penyelidikan
tanah yang biasanya dilakukan dalam merencanakan suatu sistem fondasi adalah :
a. Boring Investigasi (tangan atau mesin)
b. CPT (sondir)
c. SPT (Standard Penetration Test)
d. Vane Shear
e. Sampling: Undisturbed Sample (UDS) dan Disturbed Sample (DS)
f. Uji laboratorium: untuk menentukan parameter index dan engineering properties

Selain itu, faktor lokasi dan tipe bangunan yang akan dibangun juga
menentukan jenis fondasi yang akan digunakan. Pada studi kasus tugas akhir ini
mengkaji fondasi untuk bangunan jembatan di atas laut. Untuk bangunan yang
dibangun pada perairan dalam digunakan fondasi dalam berupa tiang bor yang dapat
digunakan untuk tanah yang keras hingga tanah yang sangat keras. Dalam hal ini,
penggunaan tiang pancang tidak begitu menguntungkan dalam penggunaannya
karena bobot tiang yang terlalu besar sehinggga susah saat dipancangkan dan kondisi
tanah berdasarkan hasil SPT menunjukkan bahwa tanah keras pada kedalaman 20 m
sehingga tiang sulit dipancang. Tiang pipa dipilih karena tiang pipa akan menerima
gaya friksi (drag forces akibat gelombang dan arus) yang lebih kecil. Fondasi caisson
pada proyek ini dikonstruksikan dari secant pile yang melingkar membentuk dua
fondasi caisson. Secant pile ini merupakan urutan fondasi tiang bor yang dibuat
berselang-seling antara tiang bor bertulangan dan tiang bor tanpa tulangan. Oleh
karena itu tinjauan pustaka dilakukan untuk menganalisis fondasi tiang tunggal yang
menyusun fondasi caisson pada Jembatan Ir. Soekarno, Menado.

2.2 DAYA DUKUNG AKSIAL TIANG TUNGGAL


Seperti kita ketahui bahwa daya dukung aksial suatu fondasi dalam pada umumnya
terdir atas dua bagian yaitu daya dukung akibat gesekan sepanjang tiang dan daya
dukung ujung (dasar) tiang. Secara umum kapasitas ultimit pondasi tiang terhadap
beban aksial dapat dihitung dengan persamaan sederhana yang merupakan
penjumlahan tahanan keliling dengan tahanan ujung, yaitu:
Qu=Qs+Qp (2.1)
dan Qall = Qult / SF (2.2)
dengan,
Qu = kapasitas ultimit tiang terhadap beban aksial
Qp = kapasitas ultimit tahanan ujung (end bearing)
Qs = kapasitas ultimit geser selimut (skin friction)
Qall = Daya dukung ijin
SF = Faktor keamanan = 2,5 – 4,0

2.2.1 TAHANAN GESER SELIMUT (SKIN FRICTION)


Tahanan geser selimut tiang pada tanah c-φ dapat dinyatakan dengan persamaan:
Q s = Q sc + Q sφ (2.3)
dengan,
Qs = kapasitas keliling tiang ultimate
Qsc = kontribusi kohesi tanah, c
Qsφ = kontribusi sudut geser dalam tanah, φ
Secara umum, pada tanah homogen seperti pada gambar 2.1, tahanan geser selimut
fondasi tiang dapat dihitung sebagai berikut :
QS = AS . f = p . L . f (2.6)
dengan,
As = Luas selimut tiang
P = Keliling penampang
L = Panjang tiang
f = tahanan friksi

Gambar 2.1. Fondasi tiang pada tanah pasiran. (Braja M.Das, 1990)
Sedangkan pada tanah berlapis, dapat digunakan persamaan berikut :
QS = Σ(p . ΔL . f)
QS = p . Σ(ΔL . f ) (2.7)

Gambar 2.2. Fondasi tiang pada tanah berlapis. (Braja M.Das, 1990)
Dengan f adalah gaya gesekan antara tanah dengan tiang sedangkan As adalah luas
badan selimut tiang.

2.2.1.1 TAHANAN GESER SELIMUT PADA TANAH KOHESIF

Untuk tanah lempung, biasanya koefisien gesekan ini diperkirakan dengan


menggunakan beberapa cara diantaranya metoda Alpha (α), metoda Lamda (λ) dan
Metoda Betha (β).
Berikut ini adalah beberapa metode untuk menentukan koefisien tahanan geser
selimut (φ) tiang bor di tanah kohesif.
a. Metoda Alpha (α)
Perkiraan besar gaya gesekan dengan menggunakan metoda alpha ini merupakan
metoda paling sering digunakan dengan menggunakan rumusan sebagai berikut :
f = α . Cu (2.8)
dimana, α = faktor adhesi empiris, nomogram untuk tanah NC dengan Cu<50 kN/m2,
α = 1 Di dalam literatur geoteknik terdapat banyak rekomendasi nilai alpha (α) yang
biasanya selalu dihubugkan dengan nilai kekuatan geser undrained tanah. Antara lain
kurva yang dikeluarkan oleh American Petrolium Institute (API, 1984) . Ada juga
literatur yang menunjukkan nilai alpha yang diberikan oleh B.M. Das (Das, 1990).
Banyak para ahli yang melakukan penyelidikan untuk menentukan nilai alpha (α)
antara lain Simons dan Menzies, 1977 yang merekomendasikan nilai (α) sebesar 0,45
untuk lempung yang over consolidated. Pada umumnya nilai (α) ini bervariasi antara
0,30 hingga 1,50 yang tergantung kepada keadaan tanah dan jenis tiang yang
digunakan. Faktor adhesi α yang paling cocok untuk perhitungan geser selimut untuk
tiang bor pada tanah kohesif digunakan nilai α dari Kulhawy dan Reese.
i. Reese & Wright (1977)
Berdasarkan hasil penyelidikan tanah yang dilakukan oleh Reese &Wright (1977),
besarnya nilai faktor adhesi (α) untuk tiang bor adalah 0.55
ii. Kulhawy (1977)
Dalam metode ini, besarnya nilai faktor adhesi tergantung dari harga kuat geser tanah
undrained (cu).
iii. Reese dan O’Neill (1988)
Berdasarkan Reese dan O’Neill (1988), besarnya nilai faktor adhesi α dapat dilihat
dalam Tabel 2.1 dibawah ini.
Tabel 2.1 Faktor adhesi α menurut Reese dan O’Neil (1988)

Undrained Shear Strength(Su) Value of α


< 2 tsf 0.55
2 - 3 tsf 0.49
3 - 4 tsf 0.42
4 - 5 tsf 0.38
5 - 6 tsf 0.35
6 - 7 tsf 0.33
7 - 8 tsf 0.32
8 - 9 tsf 0.31
> 9 tsf treat as rock

b. Metoda Lamda (λ)


Methoda Lambda diperkenalkan oleh Vijayvergiya dan Focht (1972). Metoda ini
mengasumsikan bahwa perpindahan tanah akibat pemancangan tiang menghasilkan
tekanan lateral passip pada setiap kedalaman tanah. Rata-rata tahanan geser dapat
dituliskan sebagai berikut :
f = λ (σv’ + 2. Cu) (2.9)
dimana,
σv’ = Tekanan vertikal efektif
Cu = undrained shear strength
λ = f(L), dibaca dari nomogram

c. Metoda Betha (β)


Metoda Betha (β) dikembangkan oleh Burland (1973, 1993) dengan menggunaka
asumsi sebagai berikut :
i. Permukaan tiang, paling tidak pada skala kecil (mikroskopik) adalah kasar.
ii. Pada bidang kontak antara tiang dengan tanah, tanah hingga derajat tertentu selalu
dalam keadaan terganggu, sehingga menghilangkan kohesi (cohesion intercept) yang
diturunkan dari lingkaran Mohr hingga nol.
iii. Tegangan vertikal efektif yang bekerja pada permukaan tiang setelah tegangan air
pori yang timbul akibat pemancangan tiang terdisipasi, sehingga setidaknya kondisi
tanah adalah at rest (Ko) sebelum tiang dipasang.
iv. Pada umumnya tiang dipasang sebelum beban bekerja dan biasanya beban
pembebanan akan terjadi dalam proses yang lambat sehingga tegangan air pori yang
timbul saat pemancangan tiang sudah hampir terdisipasi seluruhnya, sehingga akan
cukup realistik bila pada saat beban bekerja penuh, dianggap tanah dalam keadaan
drained dan bukan undrained. Dalam metoda Betha (β) ini besar gaya gesekan
dihitung dengan menggunakan rumusan sebagai berikut :
1. Untuk tanah lempung yang terkonsolidasi normal (Normally Consolidated)
f = β . σv’ (2.10)
dengan,
σv’ = tegangan vertikal efektif
β = K . tanφR
φR = drained friction angle of remolded clay
K = 1 – sinφR

2. Untuk tanah lempung yang sudah terkonsolidasi (Over Consolidated)


K = (1 - sinφR) (OCR)0,5 (2.11)

Dengan nilai (β) ini sebesar 0,30 ± 0,10, OCR adalah rasio konsolidasi (Over
consolidated).
3. Untuk tanah pasir, nilai koefisien daya dukung gesekan ini dihitung dengan
menggunakan rumusan sebagai berikut :
f = β . σv’ . tan δ (2.12)
dengan,
K = koefisien tekanan tanah lateral pada tiang pancang,
σv’ = tegangan vertikal efektif yang bekerja pada tanah
δ = sudut gesekan antara tiang dengan tanah
Nilai K pada rumusan ini bergantung kepada cara pelaksanaan tiang. Sebelum ada
tiang, koefisien tekanan tanah sama dengan koefisien koefisien tekanan tanah dalam
keadaan diam, yaitu Ko. Untuk jenis tiang pancang yang mendesak tanah
(displacement pile), pada saat tiang dipancang, nilai K akan lebih besar dari Ko,
sedangkan untuk tiang bor nilai K akan lebih kecil dari Ko. Dengan kata lain untuk
tiang pancang Ko merupakan batas bawah, sedangkan untuk tiang bor Ko merupakan
batas atas dari kapasitas tiang. Nilai Ko ini biasanya dihitung dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut :

Ko = 1 – sin φ
dengan φ adalah sudut geser tanah.
Nilai δ ini tergantung kepada kekasaran material tiang yang digunakan dan biasanya
dihubungkan dengan sudut gesek dalam tanah (φ) sebagai patokan dapat
dipergunakan nilai δ sebagai berikut :
- Untuk tiang baja, δ = 200
- Untuk tiang beton, δ = 0,75 φ
- Untuk tiang kayu, δ = 2/3 φ
2.2.1.2 TAHANAN GESER SELIMUT PADA TANAH KOHESIF DENGAN
DATA UJI LAPANGAN
Berdasarkan sumber data yang digunakan pada dasarnya terdapat dua cara
untuk memperkirakan daya dukung aksial tiang. Cara pertama adalah dengan
menggunakan
parameter-parameter kuat geser tanah, yaitu yang didapat dari hasil pengujian di
laboratorium yaitu nilai kohesi (c) dan sudut geser dalam φ. Cara kedua yaitu dengan
menggunakan data uji lapangan, uji lapangan yang banyak digunakan untuk
memperkirakan daya dukung suatu tiang pancang antara lain adalah : Standard
Penetration Test (SPT), Sondir (Cone Penetration Test) dan Pressuremeter test
(PMT). Di dalam aplikasinya, ketepatan perkiraan daya dukung menggunakan cara-
cara diatas sangat tergantung kepada keakuratan data yang diperoleh dari hasil
penyelidikan tanah serta parameter-parameter empiris yang digunakan.
a. Penentuan Kuat Geser Tanah Cu dari harga N-SPT
Besarnya undrained shear strength tanah kohesif dapat dihitung berdasarkan
korelasi empiris dari N-SPT (Standard Pentration Test) dari hasil investigasi
lapangan sebagaimana terlihat dalam Gambar 2.5
Gambar 2.5 Korelasi antara N-SPT dengan Cu (Terzaghi )
Dari gambar diatas, besarnya Cu dapat diperoleh dari harga N-SPT yang umumnya
diambil sebesar berikut ini: Cu = 2/3 * N–SPT (Cu dalam ton/m2) Harga N-SPT
diatas adalah harga N-SPT yang efisiensi energi hammer-nya sudah dikoreksi atau
dikalibrasikan dengan energi hammer free falling
2.2.1.3 TAHANAN GESER SELIMUT PADA TANAH GRANULAR
Untuk perhitungan tahanan geser selimut pada tanah granular, yang
memberikan pengaruh paling besar adalah parameter sudut geser dalamnya.
Kontribusi dari sudut geser dalam tanah, φ, dari tanah granular terhadap geser selimut
dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: ( pdf )
Karena kesulitan yang timbul dalam menentukan besarnya harga sudut geser dalam,
φ, di lapangan, maka untuk perhitungan tahanan geser selimut digunakan beberapa
metoda berdasarkan nilai N-SPT. Pada tanah non-kohesif biasanya digunakan hasil
SPT (Standard Penetration Test) untuk menentukan kekuatan geser tanah. Berikut ini
adalah beberapa metoda perhitungan tahanan geser selimut tiang bor berdasarkan
nilai N-SPT.

a. Touma and Reese (1974)


Qs = K .σv '. tanφ ' (2.15)
Qs < 2.5 tsf
dimana,
K = load transfer factor
K = 0.7 untuk Db ≤ 25 ft
K = 0.6 untuk 25 ft < Db ≤ 40 ft
K = 0.5 untuk Db > 40 ft
σv = tegangan efektif vertikal
φ = sudut geser dalam tanah pasir
Db = embedment of drilled shaft in sand bearing layer

b. Meyerhof (1976)
𝑁
Qs = tsf (2.16)
100

dengan,
N = nilai SPT yang belum dikoreksi

c. Quiros and Reese (1977)


Qs = 0.026.N < 2 tsf (2.17)
dengan,
N = nilai SPT yang belum dikoreksi
d. Reese and Wright (1977)
34
N
𝑁
Qs = 34 tsf untuk N ≤ 53 (2.18)
𝑁−53
Qs = + 1,6 tsf (2.19)
450

untuk 53 < N ≤ 100 dengan,


N = nilai SPT yang belum dikoreksi

2.2.1.4 TAHANAN UJUNG (END BEARING)


Secara umum daya dukung ujung tiang pancang maupun tiang bor pada lapisan tanah
c-φ dapat dinyatakan sebagai berikut:
Qp = Ap (c Nc* + q’ Nq*) (2.22)
dengan,
Qp = daya dukung ujung tiang ultimate
Ap = luas ujung tiang
c = kohesi tanah tempat ujung tiang tertanam
q’ = tekanan vertikal efektif tanah pada ujung tiang
Nc*, Nq* = faktor-faktor daya dukung pondasi
Berikut disajikan beberapa metode untuk penentuan faktor daya dukung fondasi
untuk perhitungan tahanan ujung fondasi tiang bor :
a. Berdasarkan Nilai φ dan Cu
i. Meyerhof (1976)
Variasi harga maksimum dari Nc* dan Nq* berdasarkan sudut geser dalam tanah, φ,
dapat dilihat dalam Gambar 2.6.
Gambar 2.6 Beragam nilai Nc* dan Nq* berdasarkan φ menurut Meyerhof (1976)
ii. Vesic (1977)
Vesic (1977) mengusulkan suatu metoda untuk menghitung besarnya kapasitas
daya dukung tiang berdasarkan teori “expansion of cavities”. Menurut teori ini,
berdasarkan parameter tegangan efektif maka daya dukung dapat dituliskan dalam
persamaan sebagai berikut:

Qp = Ap (c Nc* + q’ Nq*) (2.23)


dengan:
q’ = tegangan normal efektif tanah pada ujung tiang
Ko = koefisien tekanan tanah lateral = 1 – sin φ
Nc*, Nq* = faktor daya dukung
Besarnya harga Nc* dapat ditentukan berdasarkan persamaan sebagai berikut:
Nc* = (Nq* - 1) cot φ (2.24)
Menurut Vesic:
Nq* = f (Irr) (rumus pdf) (2.25)

Dengan
Irr = index pengurang kekakuan tanah
Ir = index kekakuan =
Es = modulus Young tanah
μs = Poisson’s ratio tanah
Gs = modulus geser tanah
Δ = volumetric strain rata-rata pada zona plastis dibawah ujung tiang
Untuk kondisi dimana tidak terjadi perubahan volume (misal pada pasir padat
atau lempung jenuh), Δ = 0. Sehingga:
Ir = Irr
Untuk φ = 0 (kondisi undrained)
Nq* = 4/3 ln (Irr + 1) + π/2 +1 (2.26)
Nilai Ir dapat dihitung berdasarkan pengujian konsolidasi dan triaxial di
laboratorium. Sedangkan untuk penentuan awal dari nilai Ir dapat direkomendasikan
penggunaan nilai seperti yang terlihat pada Tabel 2.3
berikut ini:
Tabel 2.3 Rekomendasi nilai Ir dari Vesic (1977)
iii. Janbu (1976)
Janbu (1976) mengusulkan metoda untuk menghitung kapasitas daya dukung
ujung sebagai berikut:
Qp = Ap (c Nc* + q’ Nq*) (2.27)
Faktor kapasitas daya dukung Nc* dan Nq* dihitung dengan menggunakan asumsi
bahwa bidang runtuh dari tanah pada ujung tiang adalah sama. Faktor daya dukung
dapat diuraikan seperti yang terlihat pada persamaan sebagai
berikut: (difoto)
Besarnya sudut η* dapat dilihat pada Gambar 2.7 yang menunjukan variasi dari Nc*
dan Nq* terhadap φ dan η*. Sudut η* bervariasi mulai dari 700 untuk lempung lunak
hingga 1050 untuk tanah berpasir.
Gambar 2.7. Beragam nilai Nc* dan Nq* terhadap φ dan η*menurut Janbu (1976)
b. Berdasarkan harga Cu untuk tanah kohesif.
Tahanan ujung pada tiang dihitung berdasarkan nilai undrained shear strength Cu.
Harga Cu ini dapat diperoleh baik dari test laboratorium triaxial ataupun korelasi dari
test lapangan seperti N-SPT maupun qc sondir.
i. Tanah kohesif.
Untuk tanah kohesif, besarnya tahanan ujung untuk tiang pancang maupun tiang bor
dihitung dengan mengasumsikan φ = 0 pada rumus-rumus diatas. Besarnya tahanan
ujung tiang menurut beberapa ahli pada tanah kohesif adalah:
- Meyerhof (1976)
Qp = Ap . c . Nc’ (2.30)
- Terzaghi
Qp=Ap.qult (2.31)
qult = 1,3 c Nc + q Nq
- Tomlinson (1995)
Qp = Ap . c . Nc’ (2.32)
dengan,
Qp = daya dukung ujung tiang ultimate
Ap = Luas penampang tiang
c = nilai undrained shear strength tanah di ujung tiang
Nc’ = Faktor daya dukung (≈ 9)
Nq = Faktor daya dukung, bila φ = 0 maka Nq = 1
Nilai perlawanan ujung dengan gesekan selimut ini dapat memberikan
indikasi jenis tanah dana beberapa parameter tanah seperti konsistensi tanah
lempung, kuat geser, kepadatan relatif dan sifat kemampatan tanah meskipun
hanya didasarkan pada korelasi empiris.

ii. Tanah Granular


Besarnya tahanan ujung tiang menurut beberapa ahli pada tanah granular adalah:
- Meyerhof (1976)
Qp = Ap . qp = Ap ( c. Nc + q . Nq) (2.33)
Karena c = 0
Qp = Ap . qp = Ap . q . Nq ≤ Ap . ql
ql = 50 . Nq. tanφ
Qp max. = Ap . ql = Ap . 50 . Nq . tanφ
- Terzaghi
Qp = Ap q Nq (2.34)
- Tomlinson (1995)
Q = Ap (q Nq aq + γ B Nγ aγ) (2.35)
dengan,
γ = berat volume tanah di ujung tiang
aq & aγ = Faktor penampang
aq = 1 untuk penampang persegi dan bulat
aγ = 0,4 untuk penampang persegi
aγ = 0,3 untuk penampang bulat
Karena metode konstruksi dari tiang bor memerlukan pengawasan mutu yang
lebih baik di ujung bawah, maka untuk menghindarkan resiko settlement akibat
pemampatan dan rusaknya lapisan tanah di bawah ujung tiang bor, tahanan ujung
tiang bor dibatasi seperti ditunjukkan pada beberapa formula perhitungan di atas.
d. Ketebalan Tanah Minimum yang Harus Diperhitungkan dalam Memikul
Daya
Dukung Ujung
Dalam perencanaan pondasi tiang, diperlukan parameter tanah yang cukup
akurat dari permukaan tanah hingga daerah dibawah ujung tiang yang masih memikul
tahanan ujung. Penentuan parameter tersebut dilakukan berdasarkan hasil
penyelidikan tanah lapangan maupun laboratorium. Minimum kedalaman
penyelidikan tanah adalah sampai 4 kali diameter tiang atau 5 meter di bawah dasar
fondasi. Tebal parameter tanah yang digunakan harus memenuhi persyaratan
kedalaman dari pondasi tersebut
dapat dilihat pada Gambar 2.8 adalah :

2.2.1.5 ANGKA KEAMANAN


Dalam desain fondasi dalam dikenal adanya angka keamanan (safety factor),
angka keamanan adalah nilai pembagi dari nilai ultimate bearing capacity sehingga
menjadi kapasitas ijin (allowable bearing capacity). Adapun rumusan dari angka
keamanan adalah sebagai berikut:
SafetyFactor SF
Allowable BearingCapacity Ultimated BearingCapacity ult all
σ= →σ = (2.42)
Nilai angka kemanan menurut beberapa ahli bervariasi antara nilai 2 – 4, Tomlinson
merekomendasikan angka keamanan minimum untuk fondasi tiang pancang adalah
2,50 .Hal tersebut dilakukan untuk mengantisipasi adanya variasi lapisan tanah di
sekitar lokasi penyelidikan tanah dan pengawasan mutu pelaksanaan.

2.2.2 KAPASITAS AKSIAL TIANG MENGGUNAKAN METODE KURVA T-


Z
Teori Kurva t-z Langkah-langkah pembuatan kurva hubungan antara tegangan geser
pada selimut tiang (transfer beban t) dan penurunan z sepanjang tiang. Langkah-
langkah yang umum digunakan adalah metode empiris dan berdasarkan data hasil
pengujian pada tiang pendek, biasanya digunakan tiang dengan kedalaman 30 m dan
diameter 0,5 m. Diameter tiang, kekakuan aksial tiang, dan distribusi dari kekuatan
tanah. Data dari hasil pengujian tiang yang diinstrumentasi menunjukkan tidak
adanya keragaman kondisi yang cukup banyak untuk membentuk suatu basis data
yang komprehensif untuk memenuhi seluruh variabel di dalam teori. Kraft, Ray, dan
Kagawa mempertimbangkan secara terpisah kurva t-z pre-failure dan postfailure
yang membentuk kurva t-z yang rasional. Hubungan t-z pre-failure digambarkan oleh
model teoritis berdasarkan elastisitas. Sedangkan hubungan t-z post-failure
dimodelkan dengan mempertimbangkan perilaku deformasi tegangan sisa (residual
stress deformation) pada interface tiang-tanah. Kurva t-z pre-failure Formula teoritis
di bawah ini menggunakan pendekatan silinder konsentris dan mengikuti aturan
Randolph dan Wroth. Persamaan serupa bisa didapatkan untuk tanah dengan perilaku
tegangan-regangan yang dijelaskan oleh model Ramberg-Osgood. Persamaan (2.45)
dapat digunakan untuk membuat kurva t-z pre-failure. Jika suatu situasi muncul
dengan keberagaman secara radial akibat pengaruh pemasangan dan kesamaan
kepentingan dari kenonlinearan tegangan-regangan, keduanya dapat digabungkan
sesuai yang telah didiskusikan sebelumnya oleh Kraft, Ray, dan Kagawa. Kurva t-z
Post-Failure Untuk membentuk model analitik dari kurva t-z, diperlukan peninjauan
terhadap beberapa permasalahan yang berhubungan dengan perilaku kurva t-z saat
dan setelah terjadi keruntuhan, yaitu:
a. gesekan maksimal selimut tiang
b. displacement tiang (atau regangan) saat terjadi gesekan maksimal
c. gesekan selimut residual pada displacement besar dari tiang
d. perilaku displacement antara tegangan maksimal dan residual
Suatu pendekatan untuk perilaku setelah keruntuhan adalah dengan memodelkan
sebuah bagian dari sistem tanah dan tiang menggunakan uji geser langsung atau
simulasi laboratorium lainnya. Data untuk uji geser langsung pada tanah dan beton
menunjukkan kekuatan geser sisa pada pasir sekitar 0,8 sampai 1,0 dari kuat geser
maksimal. Tahanan sisa untuk lempung tidak terganggu menunjukkan kurang dari 0,6
sampai 1,0 dari tahanan maksimal. Besarnya penurunan regangan dari daerah tipis
pada material remolded immediately adjecant pada sebuah tiang dapat berbeda dari
material tidak terganggu. Besarnya penurunan dapat juga dipengaruhi oleh jenis
pengujian. Uji geser langsung bukanlah sebuah simulasi sempurna dari perilaku
transfer loaddisplacement pada sebuah segmen dari tiang. Tegangan normal total
dijaga tetap selama uji geser langsung. Kondisi batas dari tegangan ini berbeda dari
kondisi batas untuk displacement (pergerakan radial mendekati 0) pada saat
pembebanan tiang. Penumpukan tegangan disebabkan oleh bidang sentuh yang kecil
pada uji laboratorium dan jarak antara kotak geser juga berpengaruh pada perbedaan
antara simulasi dan prototipe. Lebih jauh lagi, kurva stress-displacement dibentuk
dari uji geser langsung yang hanya mensimulasikan kondisi sepanjang bidang runtuh
seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.9 dan tidak termasuk regangan elastik yang
terjadi pada tanah beberapa jauh dari tiang.
Gambar 2.9 Perpindahan di Pertemuan Tiang-Tanah yang Diperbesar (Focht and
Kraft, 1972) Displacement δz yang terjadi dalam perpindahan dari tegangan
maksimal menjadi tegangan sisa dalam uji geser langsung dapat dibandingkan dengan
displacement t-z Δz yang terjadi pada perubahan dari nilai transfer beban maksimal
menjadi nilai transfer beban sisa untuk suatu segmen tiang seperti yang ditunjukkan
pada gambar 2.9. Segmen tiang dan tanah yang menempel exhibits karakteristik t-z
sampai titik runtuh seperti yang digambarkan pada persamaan (2.42). Begitu
keruntuhan tercapai, kurva t-z dari segmen tiang ditentukan oleh hasil uji geser
langsung dan oleh persamaan (2.42) untuk tanah yang jauh dari bidang runtuh.
Hal ini menunjukkan bahwa ketika keruntuhan terjadi dan transfer beban berkurang
dengan displacement tiang yang tetap berlanjut, tanah di luar bidang runtuh akan
“melawan/mengasilkan rebound” dalam jumlah kecil Δze, seiring energi elastis
dilepaskan. Aksi ini meningkat dengan displacement relatif sepanjang bidang longsor
dan menyebabkan tanah mencapai tingkat sisa (residual) pada suatu displacemnet
tingan lebih kecil dari yang diberikan oleh hasil uji geser langsung. Pengaruh dari
“perlawanan” meningkat dengan peningkatan diameter tiang, tetapi untuk diameter
kurang dari 0,5 m, pengaruh ini biasanya dapat diabaikan. Langkah-Langkah
Pembuatan Kurva t-z Teoritis Konsep dasar pembuatan kurva t-z untuk pembebanan
monotonik pada tiang dirangkumdalam gambar 2.10. Perilaku t-z sebelum
keruntuhan untuk seuatu respons teganganregangan yang hiperbolik ditentukan oleh
persamaan (2.45). Persamaan ini fleksibel dan dapat digunakan untuk
mensimulasikan perubahan modulus geser dengan regangan dan perubahan modulus
geser dengan jarak radial.
Gambar 2.10 Pembuatan Kurva T-Z (Focht and Kraft, 1972)
Sesaat setelah tegangan runtuh dicapai, perilaku setelah keruntuhan dapat
diperkirakan dari hasil uji geser langsung atau test lain yang mensimulasikan kondisi
setelah keruntuhan. Data yang sangat terbatas menunjukkan deformasi yang terjadi
dalam perubahan dari tmax menuju tres adalah sekitar 2,5 mm. Beberapa data dari
shear ring, mengindikasikan bahwa deformasi sekitar 2,5 cm mungkin sajau
dibutuhkan untuk berubah dari tmax menjadi tres. Perkembangan kurva t-z untuk
merepresentasikan urutan pembebanan tiang untuk kondisi lepas pantai harus
berpegangan kepada keputusan yang didukung oleh data yang yang sangat terbatas
pada pengaruh dari tingkat pembebanan, beban siklis, dan beban yang lebih besar.
Respons Q-z pada Ujung Tiang Kurva Q-z pada ujung tiang digunakan dalam
pendekatan subgrade reaction yanh telah dikembangkan dari hasil pengujian dengan
tiang yang diinstrumentasi dan uji model laboratorium. Pengembangan hasil
pengujian untuk melihat kinerja beban-penurunan secara keseluruhan juga
membutuhkan pendekatan secara teoritis untuk mempelajari faktor-faktor penting
yang mempengaruhi perilaku dari kurva Q-z dan untuk mengaplikasikan konsep Q-z
untuk kondisi di luar langkah-langkah empiris yang telah dikembangkan. Solusi
elastik dapat dituliskan sebagai berikut untuk model Q-z:
Modulus Young dibutukan menentukan nilai z. Modulus geser berkurang dengan
adanya peningkatan mobilisasi tahanan geser. Pada tanah pasir, perilaku nonlinear ini
tidak secara langsung diberikan oleh hasil pengujian di laboratorium yang dilakukan
di bawah tegangan pengekang yang konstan karena tanah di bawah ujung tiang
kemungkinan terpadatkan selama pemancangan dan tekanan pengekang efektif dapat
meningkat seiring dengan ujung tiang masuk ke dalam tanah pasir. Untuk suatu rigid
punch pada sebuah elastic half-space, nilai dari Ib adalah 0,78. Hasil studi oleh
Randolph dan Wroth, dan juga dari Vesic, menunjukkan bahwa Ib dikurangi dengan
pengaruh dari kedalaman dengan nilai tipikal antara 0,5 sampai 0,78.

Anda mungkin juga menyukai