Anda di halaman 1dari 40

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Jalan


Jalan umum membentuk jaringan jalan yang saling menghubungkan dan
mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam pengaruh
pelayanannya, oleh karena itu jalan umum dapat dikelompokan berdasarkan sistem
jaringan jalan, fungsi jalan, kelas jalan, medan jalan dan wewenang pembinaan
jalan.

2.1.1 Klasifikasi Menurut Sistem Jaringan Jalan


Menurut UU No. 38 tahun 2004 pasal 7 klasifikasi menurut sistem jaringan
jalan terbagi atas:
1. Sistem jaringan jalan primer merupakan sistem jaringan jalan dengan
peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua
wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa
distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan.
2. Sistem jaringan jalan sekunder merupakan sistem jaringan jalan dengan
peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam
kawasan perkotaan.

2.1.2 Klasifikasi Menurut Fungsi Jalan


Menurut UU No. 38 tahun 2004 pasal 8 jalan umum dikelompokan menurut
fungsi jalannya yang terbagi atas:
1. Jalan arteri adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama
dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah
jalan masuk dibatasi secara berdaya guna.
2. Jalan kolektor adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan
rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi.

4
Institut Teknologi Nasional
5

3. Jalan lokal adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat
dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah
jalan masuk tidak dibatasi.
4. Jalan lingkungan adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan
lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat dan kecepatan rata-rata
rendah.

2.1.3 Klasifikasi Menurut Kelas Jalan


Sesuai SNI tahun 2004 klasifikasi menurut kelas jalan berhubungan dengan
kemampuan jalan untuk menerima beban lalu lintas yang dinyatakan muatan sumbu
terberat (MST) dalam satuan ton, dan kemampuan jalan tersebut dalam
menyalurkan kendaraan dengan dimensi maksimum tertentu. Klasifikasi kelas
jalan, fungsi jalan dan dimensi kendaraan maksimum dapat dilihat dalam Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Klasifikasi Jalan Secara Umum
Dimensi Kendaraan Muatan
Kelas maksimum Sumbu
Fungsi Jalan
Jalan Lebar Terberat
Panjang (m)
(m) (ton)
I 18 2,5 > 10
II Arteri 18 2,5 10
III A 18 2,5 8
III A 18 2,5 8
Kolektor
III B 12 2,5 8
III C Lokal 9 2,1 8
Sumber: SNI, 2004

2.1.4 Klasifikasi Menurut Medan Jalan


Medan jalan diklasifikasikan berdasarkan kondisi dari kemiringan medan
diukur tegak lurus pada garis kontur. Keseragaman kondisi medan harus
mempertimbangkan keseragaman kondisi medan menurut rencana trase jalan
dengan mengabaikan perubahan-perubahan pada bagian kecil dari segmen rencana
jalan tersebut (Pusbin-KPK, 2005). Klasifikasi menurut medan jalan dapat dilihat
pada Tabel 2.2.

Institut Teknologi Nasional


6

Tabel 2.2 Klasifikasi Menurut Medan Jalan


Kemiringan
No Jenis Medan Notasi
Medan (%)
1 Datar D <3
2 Perbukitan B 3-25
3 Pegunungan G > 25
Sumber: Pusbin-KPK, 2005

2.2 Penampang Melintang Jalan


Penampang melintang jalan adalah gambar potongan melintang tegak lurus
pada sumbu jalan (Sukirman, 2015). Menurut SNI tahun 2004 potongan melintang
jalan terdiri dari bagian-bagian seperti jalur lalulintas, bahu jalan, saluran samping,
median, trotoar, jalur sepeda, jalur hijau, jalur lambat, dan lereng.

2.2.1 Jalur Lalu Lintas


Jalur lalu lintas adalah keseluruhan bagian pada perkerasan jalan yg
dikhususkan untuk melintasnya suatu kendaraan (Sukirman, 2015).

2.2.2 Lebar Lajur dan Jalur Lalu Lintas


Lebar lajur lalu lintas adalah lebar kendaraan dengan kebebasan samping
kiri dan kanan pada satu lajur sedangkan lebar jalur lalu lintas ditentukan oleh
jumlah lajur dan lebar masing-masing lajur tersebut, lebar jalur minimum adalah
4,5 m, sehingga memungkinkan 2 kendaraan saling berpapasan dengan lebar
maksimum dua kendaraan 2,5 m (SNI, 2004). Lebar lajur jalan dapat dilihat pada
Tabel 2.3
Tabel 2.3 Lebar Lajur Jalan dan Bahu Jalan
Lebar Lajur (m) Lebar Bahu Sebelah Luar (m)
Kelas Jalan Tanpa Trotoar Ada Trotoar
Disarankan Minimum
Disarankan Minimum Disarankan Minimum
I 3,6 3,5 2,5 2 1 0,5
II 3,6 3 2,5 2 0,5 0,25
III A 3,6 2,75 2,5 2 0,5 0,25
III B 3,6 2,75 2,5 2 0,5 0,25
III C 3,6 *) 1,5 0,5 0,5 0,25
Keterangan: *) = jalan 1-jalur-2 arah, lebar 4,5 m
Sumber: SNI, 2004

Institut Teknologi Nasional


7

2.2.3 Kemiringan Melintang Jalan


Kemiringan melintang pada jalan berfungsi untuk kebutuhan drainase jalan
sehingga air yang jatuh pada permukaan jalan akan mengalir langsung ke saluran
pembuangan samping (Sukirman, 2015). Menurut SNI tahun 2004 besar
kemiringan melintang normal sebagai berikut (lihat Gambar 2.1)
1. Untuk perkerasan aspal dan perkerasan beton/semen, kemiringan melintang
2%-3%.
2. Pada jalan berlajur lebih dari 2, kemiringan melintang ditambah 1% ke arah
yang sama.
3. Untuk jenis perkerasan yang lain, kemiringan melintang disesuaikan dengan
karakteristik permukaannya.

2.2.4 Bahu Jalan


Bahu jalan merupakan bagian jalan yang terletak di antara tepi jalan lalu
lintas dengan tepi saluran yang berfungsi sebagai berikut:
1. Tempat berhenti sementara kendaraan yang mogok, pengemudi yang ingin
beristirahat, dan lajur lalu lintas darurat;
2. ruang untuk menghindari diri dari kecelakaan;
3. ruang untuk memberi keleluasaan pada pengemudi sehingga dapat
meningkatkan kinerja jalan.
Kemiringan melintang normal pada bahu jalan harus lebih besar dari
kemiringan melintang pada jalur perkerasan jalan sebesar 3%-5% karena bedanya
sifat kedap air pada bahu jalan dengan lajur lalu lintas (SNI, 2004). Gambar bahu
jalan dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Sumber: SNI, 2004


Gambar 2.1 Tipikal kemiringan melintang jalan dan bahu jalan

Institut Teknologi Nasional


8

2.2.5 Median
Median merupakan bangunan pemisah arus lalu lintas yang terletak di
tengah-tengah jalan (Sukirman, 2015). Fungsi median jalan menurut SNI tahun
2004 sebagai berikut:
1. Memisahkan dua aliran lalu lintas yang berlawanan arah;
2. mencegah kendaraan belok kanan;
3. lapak tunggu penyeberang jalan;
4. penempatan fasilitas untuk mengurangi silau dari sinar lampu kendaraan
dari arah yang berlawanan;
5. penempatan fasilitas pendukung jalan;
6. cadangan lajur (jika cukup luas);
7. tempat prasarana kerja sementara;
8. dimanfaatkan untuk jalur hijau.
Lebar median disesuaikan dengan fungsi, status jalan, dan tersedianya
lahan. Lebar median dapat dilihat pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4 Lebar Median Jalan dan Lebar Jalur Tepian

Lebar Median Jalan (m) Lebar Jalur Tepian


Kelas Jalan Minimum Khusus
Minimum Minimum (m)
*)
I, II 2,5 1 0,25
III A, III B, 1
1,5 0,25
III C 0,4 (median datar)
Catatan: *) digunakan pada jembatan bentang ≥ 50 m, terowongan, atau lokasi Damaja terbatas.
Sumber: SNI, 2004

2.2.6 Trotoar
Trotoar adalah jalur pejalan kaki yang terletak bersebelahan dengan jalur
lalu lintas (Gambar 2.1). Demi keamanan bagi pejalan kaki trotoar maka trotoar
dibuat lebih tinggi dari permukaan jalan.
Lebar trotoar yang biasa dibuat adalah 1,5 m – 3 m, namun pembuatan
trotoar harus memperhatikan besarnya volume pejalan kaki, fungsi jalan, dan
tingkat kecelakaan antara lendaraan dengan pejalan kaki (Sukirman, 2015).

Institut Teknologi Nasional


9

2.2.7 Saluran Tepi Jalan (Drainase)


Saluran tepi jalan merupakan bangunan pelengkap pada ruas jalan yang
berfungsi untuk mengalirkan air sehingga jalan tidak tergenang oleh air dan tidak
mengganggu pengguna jalan. Dinding saluran dapat dibuat menggunakan pasangan
batu kali atau tanah asli dan pada umumnya saluran tepi jalan berbentuk persegi
panjang atau trapesium.
Lebar dasar saluran tepi dibuat dengan menyesuaikan besar debit aliran
pada saluran tersebut, minimum sebesar 30 cm. Kelandaian dasar saluran biasanya
mengukuti kelandaian dari jalan (Sukirman, 2015). Dapat dilihat pada Gambar 2.1
Menggambarkan contoh saluran tepi jalan pada umumnya.

Sumber: SNI, 2004


Gambar 2.2 Tipikal penempatan trotoar dan saluran tepi

2.3 Bagian Jalan


Secara umum bagian-bagian jalan meliputi ruang manfaat jalan, ruang milik
jalan, ruang pengawasan jalan.

2.3.1 Ruang Manfaat Jalan


Ruang manfaat jalan merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh
lebar, tinggi, dan kedalaman tertentu yang berfungsi untuk badan jalan, saluran tepi
jalan, dan ambang pengamannya (Perda No.6, 2017).
Besar nilai batasan-batasan berikut adalah:
1. Lebar antara ambang pengaman konstruksi jalan dikedua sisi jalan
2. tinggi 5 meter di atas permukaan perkerasan pada sumbu jalan
3. Kedalaman ruang bebas 1,5 meter di bawah muka jalan

Institut Teknologi Nasional


10

2.3.2 Ruang Milik Jalan


Ruang milik jalan adalah ruang manfaat jalan dan sejalur tanah tertentu di
luar manfaat jalan yang diperuntukan bagi ruang manfaat jalan, pelebaran jalan,
penambahan jalur lalu lintas dimasa depan (Perda No.6, 2017).
Ruang milik jalan dibatasi dengan lebar yang sama dengan ruang manfaat
jalan ditambahkan dengan ambang pengaman konstruksi jalan dengan tinggi 5
meetr dan kedalaman 1,5 meter.

2.3.3 Ruang Pengawasan Jalan


Ruang pengawasan jalan adalah ruang tertentu yang berada diluar ruang
milik jalan yang penggunaannya diawasi oleh penyelenggara jalan agar tidak
mengganggu pandangan bebas pengemudi, konstruksi jalan, dan juga fungsi jalan
(Perda No.6, 2017).
Ruang pengawasan jalan dibatasi oleh tinggi dan lebar yang diukur dari
sumbu jalan sebagai berikut:
1. Jalan lokal minimum 10 m
2. Jalan kolektor minimum 15 m
3. Jalan arteri 20 m
Untuk ruang manfaat jalan, ruang milik jalan, dan ruang pengawasan jalan
dapat dilihat pada gambar 2.3.

Sumber: PP No.34, 2006


Gambar 2.3 Bagian-bagian jalan

Institut Teknologi Nasional


11

2.4 Kriteria Perencanaan


Parameter perencanaan yang digunakan dalam desain geometrik jalan
diantaranya adalah kendaraan rencana dan kecepatan rencana.

2.4.1 Kendaraan Rencana


Kendaraan rencana merupakan kendaraan yang dimensi dan radius putarnya
dipakai sebagai acuan dalam mendesain geometrik jalan (Pusbin-KPK,2005).
Kendaraan rencana dikelompokan kedalam 3 kategori:
1. Kendaraan kecil, diwakili oleh mobil penumpang.
2. Kendaraan sedang, diwakili oleh truk 3 as tandem atau oleh bus besar 2 as.
3. Kendaraan besar, diwakili oleh truk-semi-traller.
Dimensi dasar untuk setiap kategori kendaraan rencana dapat dilihat dalam
Tabel 2.5 dan Gambar 2.4 hingga Gambar 2.9.
Tabel 2.5 Dimensi Kendaraan Rencana

Jenis Dimensi Kendaraan Dimensi Tonjolan Radius


Kendaraaan (m) (m) Putar
Rencana Tinggi Lebar Panjang Depan Belakang Minimum
(m)
Mobil
Penumpang 1,3 2,1 5,8 0,9 1,5 7,31
Bus 3,2 2,4 10,9 0,8 3,7 11,86
Truk 2 as 4,1 2,4 9,2 1,2 1,8 12,80
Truk 3 as 4,1 2,4 12,0 1,2 1,8
Truk 4 as 4,1 2,4 13,9 0,9 0,8 12,20
Truk 5 as 4,1 2,5 16,8 0,9 0,6 13,72
Sumber: Bina Marga, 2009

Sumber: Bina Marga, 2009


Gambar 2.4 Dimensi mobil penumpang

Institut Teknologi Nasional


12

Sumber: Bina Marga, 2009


Gambar 2.5 Dimensi bus

Sumber: Bina Marga, 2009


Gambar 2.6 Kendaraan truk 2 as

Sumber: Bina Marga, 2009


Gambar 2.7 Kendaraan truk 3 as

Institut Teknologi Nasional


13

Sumber: Bina Marga, 2009


Gambar 2.8 Kendaraan truk 4 as

Sumber: Bina Marga, 2009


Gambar 2.9 Kendaraan truk 5 as

2.4.2 Kecepatan Rencana


Kecepatan rencana (speed design) merupakan kecepatan kendaraan yang
mendasari perencanaan teknis jalan yaitu kecepan yang dapat dicapai apabila
kendaraan berjalan tanpa gangguan dan aman (Sukirman, 2015). Penetapan
kecepatan rencana ditentukan oleh beberapa pertimbangan yaitu seperti biaya
pembangunan jalan, medan yang dilalui, fungsi jalan, besarnya perkiraan arus lalu
lintas, keselamatan, dan penggunaan energi, oleh karena itu penetapan kecepatan
rencana dapat mempengaruhi elemen desain jalan seperti lengkung horizontal,
besar kemiringan pada tikungan, lebar bahu, lebar lajur, dan jarak pandang.
Nilai kecepatan rencana sesuai dengan fungsi jalan dapat dilihat pada Tabel
2.6.

Institut Teknologi Nasional


14

Tabel 2.6 Kecepatan Rencana Sesuai Fungsi Jalan

Kecepatan Rencana (VR), km/jam


Fungsi Jalan
Datar Perbukitan Pegunungan
Jaringan Jalan Primer
Jalan bebas hambatan 80-120 70-110 60-100
Jalan raya 60-120 50-100 40-80
Jalan sedang 60-80 50-80 30-80
Jalan kecil 30-60 25-50 20-40
Jaringan Jalan Sekunder
Jalan bebas hambatan 80-120
Jalan raya 40-100
Jalan sedang 40-80
Jalan lokal,
30-60
lingkungan
Sumber: Pemen PU No.19/PRT/M/2011

2.5 Alinyemen Horozontal


Alinyemen horizontal atau biasa disebut trase jalan merupakan proyeksi
sumbu jalan tegak lurus dengan bidang gambar. Alinyemen horizontal terdiri dari
dua bagian yaitu bagian lurus sebagai penunjuk jalan lurus atau disebut tangen
horizontal dan bagian lengkung sebagai penunjuk belok kiri atau belok kanan atau
disebut lengkung horizontal.

2.5.1 Pemilihan Trase Jalan


Trase jalan merupakan garis-garis lurus yang berhubungan terdapat pada
peta topografi muka tanah dalam perencanaan jalan baru dan trase-trase tersebut
harus memenuhi syarat suatu perencanaan jalan. Trase jalan berfungsi sebagai
acuan untuk membentuk lengkung jalan hingga perkerasan jalan.
Dalam pemilihan trase ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebagai
berikut:
1. Karakteristik lapisan tanah pada rencana lokasi jalan;
2. tinggi muka air banjir harus dibawah muka jalan;
3. fungsi jalan diwakili oleh kecepatan rencana;

Institut Teknologi Nasional


15

4. fungsi lingkungan yang telah ada sebelum jalan dibangun (sekolah,


kuburan, perumahan, lahan militer) yang perlu dihindari;
5. potensi longsor, patahan;
6. diusahakan tidak memotong garis kontur agar jalan tidak terlalu curam;
7. trase diusahakan jalur terpendek;
8. diusahakan mendapat volume galian dan timbunan seminimum mungkin.

2.5.2 Jarak Antara Dua Titik Potong Tangen Horizontal


Titik potong dari kedua tangen diberi nama PI (Point of Intersection), jarak
antara 2 titik PI ditentukan oleh koordinat tiik PI. Sebagai contoh dapat dilihat pada
Gambar 2.10.

PI2(x3,y3)
A(x1,y1)
d2 d3
d1

PI1(x2,y2) B(x4,y4)

Gambar 2.10 Contoh rencana garis sumbu jalan

Jarak yang perlu dihitung setelah mengetahui koodinat adalah:


d1 = Jarak titik A – titik PI1
d2 = Jarak titik PI1 – titik PI2
d3 = Jarak titik PI2 – titik B
Jarak-jarak tersebut diperhitungkan dengan menggunakan persamaan
sebagai berikut:

d1 =√(x2 -x1 )2 +(y2 -y1 )2 (2.1)

d2 =√(x3 -x2 )2 +(y3 -y2 )2

Institut Teknologi Nasional


16

2.5.3 Sudut Azimuth dan Delta


Sudut azimuth (Az) adalah sudut yang didasarkan oleh arah utara
(Sukirman, 2015), besar sudut azimuth diperhitungkan dari garis utara diputar
searah putaran jarum jam hingga menyetuh sumbu jalan seperti pada Gambar 2.11.
Sudut azimuth dapat diperhitungkan sesuai dengan posisi kuadrannya seperti pada
Tabel 2.7.
Tabel 2.7 Perhitungan Sudut Azimuth Berdasarkan Letak Kuadran

Kuadran Sudut Rumus Azimuth


(x2 - x1 )
I 0° - 90° arc tan
(y2 - y1 )
(x2 - x1 )
II 90° - 180° 360 - arc tan
(y2 - y1 )
(x2 - x1 )
III 180° - 270° 180 + arc tan
(y2 - y1 )
(x2 - x1 )
IV 270° - 360° 180 - arc tan
(y2 - y1 )

Sudut delta (Δ) diperoleh dari jarak α1 dan α2. Sudut α dapat diperhitungkan
dengan rumus sebagai berikut:
(x2 -x1 )
α = arc tan (2.2)
(y2 -y1 )

Gambar 2.11 Sudut azimuth dan sudut delta

2.5.4 Panjang Bagian Lurus


Untuk menentukan panjang bagian lurus perlu mempertimbangkan faktor
keselamatan pengguna jalan, dengan meninjau dari segi kelelahan pengemudi, oleh

Institut Teknologi Nasional


17

karena itu panjang bagian lurus maksimum harus ditempuh dalam waktu tidak lebih
dari 2,5 menit sesuai VR (Pusbin-KPK, 2005). Panjang bagian lurus maksimum
ditetapkan pada Tabel 2.8 sebagai berikut:
Tabel 2.8 Panjang Bagian Lurus Maksimum
Panjang Bagian Lurus Maksimum
Fungsi (m)
Datar Perbukitan Pegunungan
Arteri 3000 2500 2000
Kolektor 2000 1750 1500
Sumber: Pusbin-KPK, 2005

2.5.5 Superelevasi
Superelevasi adalah kemiringan melintang permukaan pada lengkung
horizontal yang berfungsi untuk mendapatkan komponen berat kendaraan untuk
mengimbangi gaya sentrifugal saat kendaraan melintasi tikungan. Superelevasi
tidak diperlukan pada jalan yang memiliki radius yang besar karena pada jalan
tersebut tidak terdapat gaya sentrifugal. Sesuai dengan Bina Marga tahun 2009
besar superelevasi maksimum ditetapkan antara 4% sampai dengan 10%.

2.5.6 Radius Minimum


Radius minimum adalah besar lengkung yang dapat direncanakan untuk
satu nilai kecepatan rencana yang dipilih pada satu nilai superelevasi maksimum.
Besar nilai radius minimum harus dihindari karena pengemudi akan merasa tidak
nyaman pada saat berkendara dengan kecepatan yang tinggi. Untuk menentukan
nilai radius minimum dapat menggunakan rumus sebagai berikut:
V2
Rmin = (2.3)
127 (0,01emaks + fmaks )

Keterangan:
Rmin = radius minimum untuk satu kecepatan rencana dan satu nilai
superelevasi maksimum.
emaks = superelevasi maksimum (%)
fmaks = koefisien gesek melintang maksimum
V = kecepatan rencana (km/jam)

Institut Teknologi Nasional


18

Sumber: AASHTO, 2004


Gambar 2.12 Distribusi e dan R

2.5.7 Lengkung Peralihan


Lengkung peralihan berfungsi untuk mengantisipasi adanya perubahan
alinyemen jalan dari radius tak terhingga ke radius sebesar Rc atau sebaliknya
(SNI,2004). Menentukan besarnya nilai lengkung peralihan dapat dihitung dengan
rumus berikut atau menggunakan Tabel 2.9 berikut ini:
VR
Ls = T (2.4)
3,6

Keterangan:
T = waktu tempuh pada lengkung peralihan ditetapkan 2 detik
VR = kecepatan rencana (km/jam)
Tabel 2.9 Panjang Minimum Lengkung Peralihan, Ls

Kecepatan rencana, Vr (km/jam)


20 30 40 50 60 70
e
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
(%)
Ls Ls Ls Ls Ls Ls Ls Ls Ls Ls Ls Ls
(m) (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m)
2 9 14 10 14 10 15 11 17 12 18 13 20
2.2 10 15 11 16 11 17 12 18 13 20 14 22

Institut Teknologi Nasional


19

Tabel 2.9 Panjang Minimum Lengkung Peralihan, Ls (Lanjutan)

Kecepatan rencana, Vr (km/jam)


20 30 40 50 60 70
e
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
(%)
Ls Ls Ls Ls Ls Ls Ls Ls Ls Ls Ls Ls
(m) (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m)
2.4 11 16 12 17 12 19 13 20 14 22 16 24
2.6 12 18 12 19 13 20 14 22 16 23 17 26
2.8 13 19 13 20 14 22 16 23 17 25 18 27
3 14 20 14 22 15 23 17 25 18 27 20 29
3.2 14 22 15 23 16 25 18 27 19 29 21 31
3.4 15 23 16 24 17 26 19 28 20 31 22 33
3.6 16 24 17 26 19 28 20 30 22 32 24 35
3.8 17 26 18 27 20 29 21 32 23 34 25 37
4 18 27 19 29 21 31 22 33 24 36 26 39
4.2 19 28 20 30 22 32 23 35 25 38 27 41
4.4 20 30 21 32 23 34 24 37 26 40 29 43
4.6 21 31 22 33 24 35 25 38 28 41 30 45
4.8 22 32 23 35 25 37 27 40 29 43 31 47
5 23 34 24 36 26 39 28 42 30 45 33 49
Catatan:
1. Panjang lengkung peralihan untuk jalan 2 lajur 2 arah
2. Panjang lengkung peralihan untuk jalan 4 lajur 2 arah
Sumber: AASHTO, 2004

Jika lengkung peralihan digunakan, posisi lintasan pada tikungan bergeser


dari bagian jalan yang lurus ke arah dalam tikungan sebesar P (Pusbin-KPK, 2005),
dapat dilihat pada Gambar 2.12. Nilai P dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut:
Ls 2
P= (2.5)
24 Rc

Keterangan:
Ls = panjang lengkung peralihan (m)
Rc = jari-jari lengkung (m)

Institut Teknologi Nasional


20

Sumber: Pusbin-KPK, 2005


Gambar 2.13 Pergeseran lengkung peralihan
Apabila nilai P kurang dari 0,20 m, maka lengkung peralihan tidak
diperlukan, sehingga tipe tikungan menjadi full circle (RSNI, 2004).

2.5.8 Lengkung Horizontal


Lengkung horizontal adalah lengkung yang menghubungkan 2 bangian
tangen pada alinyemen horizontal (Sukirman, 2015). Lengkung horizontal terdiri
dari lengkung lingkaran sederhana (FC), lengkung spiral-lingkaran-spiral (SCS),
dan lengkung spiral-spiral (SS).

A. Lengkung Lingkaran Sederhana (FC)


Lengkung lingkaran sederhana adalah lengkung yang hanya terdiri dari satu
busur lingkaran tanpa lengkung peralihan. Lengkung ini hanya digunakan untuk
lengkung yang memiliki radius yang besar. Berikut gambar lengkung lingkaran
sederhana ditunjukan pada Gambar 2.13.

Institut Teknologi Nasional


21

Sumber: Sukirman, 2015


Gambar 2.14 Lengkung lingkaran sederhana

Bagian jalan yang lurus disebut tangen dan yang membentuk busur
lingkaran disebut circle maka pada bagian kiri disingkat titik TC dan pada bagian
kanan disingkat CT. Komponen-komponen pada lengkung horizontal berbentuk
lengkung lingkaran sederhana dapat diperhitungkan dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut:
TC = RC tg 1⁄2 ∆ (2.6)
RC
EC = - RC (2.7)
Cos 1⁄2 ∆

LC = 0,01745 ∆ RC (2.8)
Keterangan:
Tc = titik penghubung tangen ke circle
Rc = jari-jari lingkaran (m)
Lc = panjang busur lingkaran (m)
Ec = jarak titik PI ke busur lingkaran (m)
Δ = sudut yang terbentuk oleh dua tangen (°)

Institut Teknologi Nasional


22

B. Lengkung Spiral-Lingkaran-Spiral (SCS)


Lengkung spiral-lingkaran-spiral adalah lengkung yang terdiri dari satu
lengkung circle dan dua lengkung peralihan. Berikut gambar lengkung spiral-
lingkaran-spiral ditunjukan pada Gambar 2.14.

Sumber: Sukirman, 2015


Gambar 2.15 Lengkung spiral-lingkaran-spiral

Titik TS adalah titik peralihan bagian lurus ke bagian berbentuk spiral dan
titik SC adalah titik peralihan dari bagian berbentuk spiral ke bagian berbentuk
lingkaran. Titik TS-SC merupakan lengkung peralihan yang berbentuk spiral
berfungsi untuk menghubungkan bagian lurus atau tangen dengan lingkaran.
Komponen-komponen pada lengkung horizontal berbentuk lengkung spiral-
lingkaran-spiral dapat diperhitungkan dengan menggunakan persamaan sebagai
berikut:
Ls 2
xs = Ls (1 - ) (2.9)
40 RC 2

Ls 2
ys = (2.10)
6 RC
90 Ls
θs = (2.11)
π RC

θC = ∆ - 2 θs (2.12)
θC
LC = RC (2.13)
180

Institut Teknologi Nasional


23

Ls 2
k = Ls (1 - ) - RC Sin θs (2.14)
40 RC 2

ES = (RC + p ) sec 1⁄2 ∆ - RC (2.15)

TS = (RC + p) tg 1⁄2 ∆ + RC (2.16)


L = LC + 2 Ls (2.17)
Keterangan:
xs = panjang tangen dari TS ke SC pada absis (m)
ys = panjang tangen antara SC ke TS pada ordinat (m)
= sudut spiral sepanjang Ls (°)
Ѳc = sudut pusat busur lingkaran (°)
Lc = panjang busur lingkaran (m)
k = jarak antara TS ke ST dari busur lingkarang tergeser (m)
Es = jarak titik PI ke busur lingkaran (m)
Ts = jarak titik PI ke TS (m)
L = besar kelandaian jalan (m)

C. Lengkung Spiral-Spiral (SS)


Lengkung spiral-spiral adalah lengkung tanpa busur lingkaran, sehingga
titik SC dengan titik CS saling berhimpitan dan dapat disebut SCS. Berikut gambar
lengkung spiral-spiral ditunjukan pada Gambar 2.15.

Sumber: Sukirman, 2015


Gambar 2.16 Lengkung spiral-spiral

Institut Teknologi Nasional


24

Panjang Lc = 0 dan Ѳs = ½ Δ. Komponen-komponen pada lengkung


horizontal berbentuk lengkung spiral-spiral dapat diperhitungkan dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut:
Ls 2
xc = Ls (1 - ) (2.18)
40 RC 2

Ls 2
yc = (2.19)
6 RC

θs = ½ Δ (2.20)
LC = 0 (2.21)
Ls 2
k = Ls (1 - ) - RC Sin θs (2.22)
40 RC 2

ES = (RC + p) sec 1⁄2 ∆ - RC (2.23)

TS = (RC + p) tg 1⁄2 ∆ + RC (2.24)


L = LC + 2 Ls (2.25)
Keterangan:
xc = panjang tangen dari TS ke SC pada absis (m)
yc = panjang tangen antara SC ke TS pada ordinat (m)
= sudut spiral sepanjang Ls (°)
k = jarak antara TS ke ST dari busur lingkarang tergeser (m)
Es = jarak titik PI ke busur lingkaran (m)
Ts = jarak titik PI ke TS (m)
L = besar kelandaian jalan (m)

2.5.9 Diagram Superelevasi


Diagram superelevasi menggambarkan pencapaian dari kemiringan normal
hingga kelandaian penuh yang berfungsi untuk menentukan bentuk penampang
melintang pada setiap titik lengkung horizontal yang telah direncanakan (Sukirman,
2015), seperti pada Gambar 2.16.

Institut Teknologi Nasional


25

Sumber: No. 007/BM/2009


Gambar 2.17 Metoda pencapaian superelevasi pada tikungan

Pada tikungan tipe FC lengkung berbentuk busur lingkaran tidak memiliki


lengkung peralihan oleh karena itu dibutuhkan superelevasi untuk memperjelas
perubahan bentuk dari kemiringan normal sampai kemiringan sebesar superelevasi.
Panjang lengkung peralihan diambil sama besar dengan panjang Ls disebut panjang
peralihan fiktif (Ls'). Letak Ls diawali dari tepi luar berbentuk datar sampai
tercapainya superelevasi yang ditempatkan 2/3 Ls' pada bagian tangen dan 1/3 Ls'
pada bagian busur (Sukirman, 2015) seperti pada Gambar 2.17.

Sumber: Sukirman, 2015


Gambar 2.18 Diagram superelevasi lengkung lingkaran sederhana

Pada tikungan SCS pencapaian superelevasi diawali dari bentuk kemiringan


normal sampai titik TS atau sampai awal lengkung peralihan, kemudian secara

Institut Teknologi Nasional


26

bertahap kemiringan melintang semakin meningkat hingga mencapai superelevasi


penuh dada titik SC (Bina Marga, 2009) seperti pada Gambar 2.18.

Sumber: Sukirman, 2015


Gambar 2.19 Diagram superelevasi lengkung SCS

Pada tikungan SS, pencapaian superelevasi seluruhnya terletak pada bagian


spiral, seperti pada Gambar 2.19.

Sumber: Sukirman, 2015


Gambar 2.20 Diagram superelevasi lengkung SS

2.5.10 Pelebaran Perkerasan Pada Lengkung Horizontal


Kendaraan yang melintasi jalan lurus menuju tikungan terkadang tidak bisa
mempertahankan lintasannya pada jalur yang telah ada, oleh karena itu untuk

Institut Teknologi Nasional


27

menghindari kendaraan keluar dari lintasan pada tikungan-tikungan yang tajam


maka perkerasan jalan perlu dilebarkan. Pada umumnya kendaraan rencana yang
digunakan adalah truk tunggal seperti pada Gambar 2.20.

Sumber: Sukirman, 2015


Gambar 2.21 Pelebaran perkerasan di tikungan

Pada gambar 2.20 diperoleh bahwa ukuran kendaraan rencana truk tunggal
adala sebagai berikut:
b = lebar truk = 2,44 m
P = jarak antar as roda = 6,1 m
A = tonjolan depan = 1,22 m
Untuk menentukan pelebaran perkerasan pada lengkung horizontal perlu
memperhatikan beberapa elemen dengan persamaan sebagai berikut:
• Akibat off tracking

B = b + R - √(R2 - P2 ) (2.26)

• Akibat tonjolan depan

Td = √R2 + A (2 P + A) - R (2.27)

• Akibat kesukaran mengemudi ditikungan


0,104 V
Z= (2.28)
√R

• Lebar perkerasan total ditikungan

Institut Teknologi Nasional


28

Bt = n (B + C) + (n - 1) Td + Z (2.29)
• Tambahan lebar perkerasan ditikungan
∆b = Bt - Bn (2.30)
Keterangan:
C = lebar kebebasan samping dikiri dan kanan kendaraan
C = 0,60 m untuk Bn = 6 m
C = 0,75 m untuk Bn = 6,6 m
C = 0,90 m untuk Bn = 7,2 m
B = lebar perkerasan yang ditempati satu kendaraan di lengkung horizontal
Z = lebar tambahan akibat kesukaran mengemudi di tikungan (m)
Bn = lebar total perkerasan pada bagian lurus (m)
Bt = lebar total perkerasan dilengkung horizontal (m)
n = jumlah lajur
V = kecepatan rencana, km/jam
R = radus lajur (m)
Tambahan lebar perkerasan kurang daro 0,6 m dapat diabaikan dalam
perencanaan.

2.6 Alinyemen Vertikal


Alinyemen vertikal atau penampang memanjang merupakan perpotang
bidang vertikal dengan bidang permukaan jalan melalui tepi dalam masing-masing
perkerasan. Untuk merencanakan alinyemen vertikal harus memperhatikan faktor-
faktor seperti kondisi lapisan tanah, muka air tanah, fungsi jalan, dan keseimbangan
antara volume galian dan timbunan (Sukirman,2015).

2.6.1 Kelandaian Jalan


Garis lurus pada alinyemen vertikal menunjukan jalan lurus, mendaki, dan
menurun. Jalan mendaki dan menurun merupakan jalan yang memiliki kelandaian
yang dinyatakan dalam persen. Tanda positif (+) menyatakan jalan mendaki
sedangkan tanda negatif (-) menyatakan jalan menurun.

Institut Teknologi Nasional


29

Besar kelandaian maksimum dipengaruhi oleh kondisi medan jalan, kondisi


medan tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.10.
Tabel 2.10 Kelandaian Maksimum

Kelandaian Maksimum, % sesuai AASHTO 2004


Kecepatan
Jalan Rural Jalan Rural Jalan Urban Jalan Rural
Rencana
Lokal Kolektor Kolektor Arteri
(km/jam)
D B G D B G D B G D B G
20 9 12 17 - - - - - - - - -
30 8 11 16 7 10 12 9 12 14 - - -
40 7 11 15 7 10 11 9 12 13 - - -
50 7 10 14 7 9 10 9 11 12 - - -
60 7 10 13 7 8 10 9 10 12 5 6 8
70 7 9 12 7 8 10 8 9 11 5 6 7
80 6 8 10 6 7 9 7 8 10 4 5 7
90 6 7 10 6 7 9 7 8 10 4 5 6
100 5 6 - 7 6 8 6 7 9 3 4 6
110 - - - - - - - - - 3 4 5
120 - - - - - - - - - 3 4 5
130 - - - - - - - - - 3 4 5

Tabel 2.10 Kelandaian Maksimum (Lanjutan)


Kelandaian Maksimum, % Kelandaian Maksimum,
Kecepatan sesuai AASHTO 2004 % di Indonesia
Rencana Jalan Urban Jalan Bebas
Jalan Tol
(km/jam) Arteri Hambatan Perkotaan
D B G D B G D B G
20 - - - - - - - - - -
30 - - - - - - - - - -
40 - - - - - - - - - -
50 8 9 11 - - - - - - 8
60 7 8 10 - - - 5 6 6 7
70 6 7 9 - - - 6 6
80 6 7 9 4 5 6 4 5 6 6
90 5 6 8 4 5 6 6 5
100 5 6 8 3 4 6 3 4 6 5
110 - - - 3 4 5 3 4 -
120 - - - 3 4 - 3 4 5 -
130 - - - 3 4 - - - - -
Sumber: AASHTO, 2004

Institut Teknologi Nasional


30

2.6.2 Panjang Lengkung Vertikal


Setiap pergantian dari satu kelandaian ke kelandaian lainnya harus
disediakan lengkung vertikal agar dapat mengurangi goncangan akibat perubahan
kelandaian dan menyediakan jarak pandang henti (Bina Marga, 2009). Panjang
lengkung vertikal dibedakan menjadi dua bentuk yaitu lengkung vertikal cembung
dan lengkung vertikal cekung (Gambar 2.22).

Sumber: AASHTO, 2004


Gambar 2.22 Tipe lengkung vertikal

A. Lengkung Vertikal Cembung

Gambar 2.23 Lengkung vertikal cembung


Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa:
PPV = titik permulaan lengkung vertikal
PTV = titik permulaan tangen vertikal
L = panjang lengkung vertikal (m)
S = panjang jarak pandang (m)

Institut Teknologi Nasional


31

g1 = kelandaian bagian tangen vertikal sebelah kiri (%)


g2 = kelandaian bagian tangen vertikal sebelah kanan (%)
A = perbedaan kelandaian (%) = g1 – g2
Ev = pergeseran titik PPV terhadap lengkung vertikal = (AL)/800
Untuk merencanakan panjang lengkung vertikal cembung harus memenuhi
syarat-syarat berikut:
a. jarak pandang
Lv = K A (2.31)
Besar nilai K dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.11 Nilai K Berdasarkan Jarak Pandang Henti Pada Lengkung Vertikal Cembung
Kecepatan Jarak Nilai K = L/A
Rencana Pandang
(km/jam) Henti (m) Hitungan Pembulatan
20 20 0,6 1
30 35 1,9 2
40 50 3,8 4
50 65 6,4 7
60 85 11 11
70 105 16,8 17
80 130 25,7 26
90 160 38,9 39
100 185 52 52
110 220 73,6 74
120 250 95 95
130 285 123,4 124
Sumber: AASHTO, 2004

Tabel 2.12 Nilai K Berdasarkan Jarak Pandang Mendahului pada Lengkung Vertikal Cembung

Kecepatan Rencana Jarak Pandang Nilai K =


(km/jam) Mendahului (m) L/A
30 200 46
40 270 84
50 345 138
60 410 195
70 485 272
80 540 338

Institut Teknologi Nasional


32

Tabel 2.12 Nilai K Berdasarkan Jarak Pandang Mendahului pada Lengkung Vertikal Cembung
(Lanjutan)

Kecepatan Rencana Jarak Pandang Nilai K


(km/jam) Mendahului (m) = L/A
90 615 438
100 670 520
110 730 617
120 775 695
130 815 769
Sumber: AASHTO, 2004

b. drainase
L ≤ 51 A (2.32)
c. kenyamanan
L > 0,6 V (2.33)

B. Lengkung Vertikal Cekung


Untuk merencanakan panjang lengkung vertikal cembung harus memenuhi
syarat-syarat berikut:
a. jarak pandang henti
Lv = K A (2.34)
Besar nilai K dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.13 Nilai K Berdasarkan Jarak Pandang Henti pada Lengkung Vertikal Cekung

Kecepatan Jarak Nilai K = L/A


Rencana Pandang
(km/jam) Henti (m) Hitungan Pembulatan
20 20 2,1 3
30 35 5,1 6
40 50 8,5 9
50 65 12,2 13
60 85 17,3 18
70 105 22,6 23
80 130 29,4 30
90 160 37,6 38

Institut Teknologi Nasional


33

Tabel 2.13 Nilai K Berdasarkan Jarak Pandang Henti pada Lengkung Vertikal Cekung (Lanjutan)

Kecepatan Jarak Nilai K = L/A


Rencana Pandang
(km/jam) Henti (m) Hitungan Pembulatan
100 185 44,6 45
110 220 54,4 55
120 250 62,8 63
130 285 72,7 73
Sumber: AASHTO, 2004

b. kebutuhan drainase
L ≤ 51 A (2.35)
c. kenyamanan penumpang
A V2
L≥ (2.36)
395

d. keluwesan bentuk
L ≥ 30 A (2.37)

2.7 Pekerjaan Tanah


Pekerjaan tanah selalu dibutuhkan pada pekerjaan konstruksi jalan untuk
membangun tanah dasar jalan tersebut, pekerjaan tanah galian dan timbunan dapat
dilihat dari hasil perencanaan alinyemen vertikal seperti pada Gambar 2.23.

elevasi tanah
elevasi muka
gali

timbuna

Gambar 2.24 Galian dan timbunan

Pekerjaan galian merupakan material yang harus dipotong dengan


menyesuaikan gambar penampang melintang jalan. Selama pelaksaan pekerjaan
galian, lereng galian harus dijaga tetap stabil sehingga mampu menahan pekerjaan,
struktur atau mesin di sekitarnya. Untuk menjaga stabilitas pada lereng galian dan
keselamatan pekerja maka galian tanak yg kedalamannya lebih dari 5 m maka harus
dibuat bertangga dengan teras selebar 1 m.

Institut Teknologi Nasional


34

Pekerjaan timbunan merupakan penghamparan material dengan


menyesuaikan gambar penampang melintang jalan. Pekerjaan timbunan dilakukan
secara bertahap dengan maksimal tebal 20 cm (padat).
Perhitungan volume galian dan timbunan adalah bagian dari perencanaan
geometrik jalan. dalam merencanakan pekerjaan tanah lebih baik memperhatikan
keseimbangan volume galian dan volume timbunan, hal ini sangat menguntungkan
untuk biaya pekerjaan, pengangkutan yang efektif, dan ekonomis bagi bahan
material. Namun material hasil galian belum tentu cocok untuk digunakan pada
lokasi timbunan karena setiap lahan dapat memiliki jenis tanah yang berbeda-beda.
Volume galian dan timbunan tanah dapat diperhitungkan dengan cara
manual secara matematik yaitu menggunakan rumus luasan bidang ujung atau
dengan rumus luasan traperium atau menggunakan software Autocad.
Rumus matematik yang biasa digunakan adalah:
luas penampang A + luas penampang B
Volume = ×L (2.38)
2

2.8 Dasar Penggunaan Software Autodesk Autocad Civil 3D 2018


Autocad Civil 3D merupakan sebuah aplikasi yang dikembangkan oleh
Autodesk. Salah satu fungsi dari aplikasi ini adalah untuk memudahkan
perancangan suatu rencana jalan. Peraturan yang digunakan dalam aplikasi Autocad
Civil 3D adalah peraturan AASHTO.
Dalam melakukan suatu desain jalan dibutuhkan data yang merupakan
pemodelan bentuk tanah asli (kontur) dimana setiap garis tanda disusun atas titik-
titik X, Y, Z yang saling berhubungan. Adapun format yang dapat diolah Software
ini antara lain .xyz, .dem, .dwg, kmz yang dapat diperoleh dari aplikasi Global
Mapper. Salah satu file tersebut diimport kedalam Software Autocad Civil 3D
sehingga data kontur dapat digunakan untuk merancang suatu rencana jalan.
Untuk menjalankan aplikasi Autocad Civil 3D dapat diaktifkan dengan
menggunakan icon yang ada pada desktop komputer. Autocad Civil 3D akan
menampilkan panel yang memuat New Drawing dan Open Files untuk memulai
perencanaan.

Institut Teknologi Nasional


35

2.9 Perencanaan Menggunakan Software Autocad Civil 3D


Merancang jalan pada Autocad Civil 3D memudahkan perencana untuk
merancang jalan dengan cepat. Sebelum memulai desain jalan dibutuhkan data
kontur untuk mempermudah perencanaan, oleh karena itu untuk mendapatkan data
kontur tersebut dengan bentuk format .xyz dapat diperoleh dengan menggunakan
bantuan aplikasi tambahan yaitu Global Mapper seperti pada Gambar 2.24.

Gambar 2.25 Tampilan data kontur pada aplikasi Global Mapper

Setelah mendapatkan data kontur pada aplikasi Global Mapper, file tersebut
di-export dalam bentuk format .xyz.

2.9.1 Pemodelan Alinyemen Horizontal


1. Membuka data kontur pada aplikasi Autocad Civil 3D
Langkah pertama yang dilakukan untuk merencanakan alinyemen
horizontal yaitu dengan memasukan data kontur ke dalam aplikasi Autocad Civil
3D dengan menu Home – Surface – Creat Surface. Kemudian akan muncul kotak
dialog untuk menentukan jenis surface dan style kontur yang akan dimunculkan
pada aplikasi. Selanjutnya untuk menampilkan titik-titik koordinat pilih Menu Add
Data – Point Files/Point Groups, lalu akan muncul kotak dialog untuk menginput

Institut Teknologi Nasional


36

file data kontur yang telah didapat pada aplikasi Global Mapper. Setelah diinput
data kontur akan terlihat seperti pada gambar 2.26.

Gambar 2.26 Data kontur

2. Perencanaan trase jalan


Setelah membuat surface dilanjutkan dengan membuat center line pada titik
awal perencanaan hingga titik akhir perencanaan. Cara membuat center line yaitu
dengan memilih menu Home – Alingement – Alingement Creations Tools,
kemudian akan muncul kotak dialog untuk mengisi nama alinyemen, kecepatan
rencana, dan radius minimum yang akan digunakan pada perencanaan. Setelah itu
akan muncul kotak dialog untuk merancang garis trase dan juga merancang
lengkung horizontal. Cara untuk membuat garis trase yaitu memilih Draw Tangent-
Tangent (No Curves) pada kotak dialog alingement layout tools, kemudian tarik
garis dari titik awal perencanaan hingga akhir perencanaan dengan memperhatikan
garis-garis kontur. Garis perencanaan trase dapat dilihat pada Gambar 2.27.

Institut Teknologi Nasional


37

Gambar 2.27 Perencanaan trase jalan

3. Perencanaan lengkung horizontal


Setelah pemodelan trase jalan dibuat, lengkung horizontal dapat dibuat pada
pemodelan trase tersebut. Cara untuk membuat lengkung horizontal sama seperti
membuat garis trase yaitu memilih jenis lengkung yang ada pada kotak dialog
Alingement Layout Tools kemudian diaplikasikan kepada garis tangen yg telah
dibuat sebelumnya. Contoh gambar lengkung horizontal dapat dilihat pada Gambar
2.28.

Gambar 2.28 Perencanaan lengkung horizontal

Institut Teknologi Nasional


38

2.9.2 Pemodelan Alinyemen Vertikal


1. Membuat profil
Pembuatan profil ini berfungsi untuk mengetahui elevasi tanah asli sehingga
dari elevasi tersebut dapat merencanakan alinyemen vertikal. Untuk membuat profil
jalan tersebut yaitu dengan memilih menu Home – Profile – Creat Surface Profile,
lalu kan muncul kotak dialog untuk memilih surface yang akan dibuatkan profil
kemudian pilih Draw in Profile View untuk mengatur tampilan profil jalan. Gambar
profil jalan dapat dilihat pada Gambar 2.29.

Gambar 2 29 Profil jalan

2. Perencanaan alinyemen vertikal


Setelah selesai mengerjakan profil memanjang jalan, maka selanjutnya
dapat dibuat rencana alinyemen vertikal pada profil memanjang tersebut dengan
memilih menu Home – Profile - Profile Creation Tools, kemudian pilih profil yg
akan dibuatkan alinyemen vertikal. Setelah memilih profil, akan muncul kotak
dialog Creat Profile untuk mengatur rancangan yang akan dibuat, selanjutnya akan
muncul kotak dialog Profile Layout Tools untuk membuat alinyemen vertikal. Cara
untuk membuat alinyemen vertikal yaitu dengan memilih Draw Tangent with
Curves sehingga setelah menarik garis-garis tangen, lengkung akan terancang

Institut Teknologi Nasional


39

secara otomatis. Contoh perencanaan alinyemen vertikal dapat dilihat pada Gambar
2.30.

Gambar 2.30 Perencanaan alinyemen vertikal

2.9.3 Membuat Diagram Superelevasi


Pada saat membuat alinyemen vertikal terdapat kolom superelevasi yang
masih kosong. Cara mengisi kolom diagram superelevasi tersebut yaitu dengan
menekan center line pada alinyemen horizontal, kemuadian pada menu tab pilih
Superelevation – Calculate/Edit Superelevation – Calculate Elevation Now.
Setelah itu akan muncul kotak dialog Calcuate Superelevation untuk memilih
Roadway Type sesuai dengan kebutuhan, pengaturan lebar jalan dan kemiringan
jalan, pengaturan lebar bahu jalan dan kemiringan bahu jalan. Contoh diagram
superelevasi dapat dilihat pada Gambar 2.31.

Gambar 2.31 Diagram superelevasi

Institut Teknologi Nasional


40

2.9.4 Menampilkan Data Volume Galian dan Timbunan


1. Membuat assembly
Pembuatan assembly merupakan acuan untuk pembuatan corridor. Cara
membuat assembly adalah dengan memilih menu Home – Assembly – Create
Assembly kemudian pilih Tool Palettes pada menu Home untuk merancang badan
jalan. Contoh hasil pembuatan assembly dapat dilihat pada Gambar 2.32.

Gambar 2.32 Tampilan rancangan assembly

2. Membuat corridor
Setelah membuat rancangan badan jalan pada tahap sebelumnya dilanjutkan
dengan membuat corridor yaitu menampilkan badan jalan pada alinyemen
horizontal jalan yang telah dibuat sebelumnya. Untuk menampilkan corridor ini
yaitu dengan memilih menu Home – Corridor maka akan muncul kotak dialog
create corridor untuk memasukan data assembly dan data surface. Setelah itu
corridor akan otomatis terbentuk pada alinyemen horizintal seperti pada Gambar
2.33, corridor ini dapat dilihat dengan tampilan 3 dimensi seperti pada Gambar
2.34.

Institut Teknologi Nasional


41

Gambar 2.33 Tampilan corridor

Gambar 2.34 Tampilan corridor dalam 3 dimensi

3. Membuat cross section


Untuk menampilkan cross section yaitu dengan memilih menu Home –
Sample Lines kemudian akan muncul kotak dialog untuk memilih alinyemen,
setelah itu akan muncul kotak dialog Create Sample Line Group untuk mengubah
style corridor dan mengubah tampilan cross section yang akan ditampilkan. Contoh
hasil pembuatan cross line dapat dilihat pada Gambar 2.35.

Institut Teknologi Nasional


42

Gambar 2.35 Tampilan cross section

4. Menampilkan volume pekerjaan tanah (galian dan timbunan)


Setelah menampilkan cross section, langkah terakhir yaitu menampilkan
hasil dari pekerjaan tanah (galian dan timbunan) dengan memilih menu Analize –
Compute Materials maka akan muncu kotak Select a Sample Line Group. Lalu akan
muncul kotak Compute Materials untuk mengatur kriteria yang dibutuhkan. Contoh
hasil volume pekerjaan dapat dilihat pada Gambar 2.36.

Gambar 2.36 Tampilan hasil pekerjaan tanah (cut and fill)

Institut Teknologi Nasional


43

2.10 Kajian Terdahulu


Penelitian terdahulu ini menjadi salah satu acuan dalam melakukan
penelitian sehingga dapat memperkaya teori yang digunakan dalam mengkaji
penelitian yang dilakukan. Kajian terdahulu yang menjadi acuan untuk penelitian
ini disusun oleh Arisga Sufana dengan judul penelitian Aplikasi Software Autocad
Civil 3D 2017 pada Perencanaan Geometrik Jalan Geumpang-Batas Aceh Barat Sta.
12+025 sampai Sta 15+616.
Berdasarkan analisis menggunakan software Autocad Civil 3D 2017 dapat
diambil beberapa simpulan yaitu data sekunder yang kemudian data tersebut diinput
ke software Autocad Civil 3D 2017 dimana untuk perencanaan jalan tersebut
didapatkan lebar jalan perkerasan rencana 6 meter, lebar bahu 1,5 meter,
kemiringan diambil e normal 2% dengan e maksimum 12%.
Hasil perencanaan jalan diperoleh 3 buah tikungan dengan desain lengkung
Full Circle, dan 3 buah tikungan dengan desain lengkung Spiral-Circle-Spiral.
Pada perancangan alinyemen vertikal direncanakan 10 buah lengkung vertikal
terdiri dari 5 buah lengkung vertikal cembung dan 5 buah lengkung vertikal cekung.
Volume yang diperoleh sebesar volume galian 1,171,490 m³ dan volume timbunan
18,669 m³.

Institut Teknologi Nasional

Anda mungkin juga menyukai