Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Transportasi merupakan salah satu hal vital dalam kehidupan manusia. Kesuksesan
bertransportasi sangatlah dipengaruhi oleh ketersediaan sarana dan prasarana transportasi
itu sendiri. Salah satunya adalah jalan raya.
Prasarana jalan merupakan akses terpenting dalam simpul distribusi lalu lintas
perekonomian suatu daerah karena pembangunan prasarana jalan berfungsi menunjang
kelancaran arus barang, jasa dan penumpang sehingga dapat memperlancar pemerataan
hasil pembangunan dalam suatu negara. Disamping hal tersebut pembangunan prasarana
jalan juga merupakan upaya dalam memecahkan isolasi bagi daerah-daerah
pengembangan yang cukup potensial, sehingga dengan terbukanya daerah-daerah
tersebut akan meningkatkan kegiatan perekonomian. Dengan demikian, jalan mempunyai
peranan yang sangat penting dalam menunjang kemajuan serta mempercepat proses
pembangunan. Kenyamanan, keamanan, kelayakan suatu jalan mempunyai suatu
pengaruh yang cukup besar dalam menentukan baik tidaknya suatu jalan.
Berhubungan dengan hal diatas, di mana prasarana jalan dapat membantu
meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat maka penyelesaian tugas besar yang
berjudul “ Perencanaan Geometrik Jalan” dapat melatih mahasiswa agar dapat membuat
suatu perencanaan geometrik jalan dari titk C ke titik I. Namun hal utama yang
dibutuhkan untuk merencanakan jalan adalah peta situasi yang menunjukkan ketinggian
tanah atau kontur sekitar daerah perencana. Peta yang digunakan merupakan peta yang
telah disiapkan oleh Dosen pembimbing.

1.2. Rumusan Masalah


Bertitik tolak dari latar belakang diatas maka yang menjadi rumusan masalah dalam
tugas besar mengenai perencanaan geometrik jalan ini adalah:
1. Bagaimana merencanakan dan merancang geometrik jalan dari titik C ke titik I pada
peta yang telah disiapkan.
2. Berapa jumlah keseluruhan galian dan timbunan dalam perencanaan tersebut?
1.3. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka yang menjadi tujuan dalam pembuatan
tugas besar ini adalah:
1. Untuk mengetahui cara merencanakan dan merancang geometrik jalan dari titik C
ke titik I pada peta yang telah disiapkan.
2. Untuk mengetahui jumlah keseluruhan galian dan timbunan dalam perencanaan .

1.4. Sistematika Pelaporan

Sistematika penulisan laporan ini disusun bab demi bab yang dimana tiap-tiap bab dibagi

lagi menjadi beberapa bagian yang diuraikan lagi. Hal ini dimaksudkan agar setiap

permasalahan yang akan dibahas dapat segera diketahui dengan mudah. Adapun

penguraiannya sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan

Pada bab ini diuraikan tentang latar belakang proyek, alasan pemilihan judul,

tujuan dan manfaat proyek, pembatasan masalah, metode penulisan dan

sistematika penulisan laporan.

BAB II Deskripsi Lokasi

Pada Bab ini diberikan data mengenai data hidorologi, data tanah,peta,kontur dandata

lalulintas.

BAB III Landasan Teori


Pada Bab ini diuraiakan mengenai istilah, dasar-dasar teori, rumusan dan penyusunan

literatur yang menjadi sumber informasi dan berhubungan dengan perencanaan alinyemen

horizontal dan alinyemen vertical, galian dan timbunan dan tebal perkerasan jalan.

BABIV Analisa dan Perencanaan Jalan

Pembahasan dalam ini yaitu tentang perhitungan yaitu panjang trase jalan, sudut antara

dua tangen , perhitungan tikungan, pelebaran perkerasan pada

tikungan dan kebebasan samping pada tikungan.

BAB V Kesimpulan

Pada bab ini berisi kesimpulan dari hasil analisa dan perencanaan jalan.
BAB 2
DESKRIPSI LOKASI

2.1. Gambaran Umum

Sumba timur merupakan salah satu kabupaten yang berada di provinsi Nusa
Tenggara Timur, ibu kota dari kabupaten Sumba Timur ialah Waingapu, Sumba
Timur sendiri memiliki luas wilayah sebesar7000,50 Km2. Populasi Kabupaten
Sumba Timurtercatat sebanyak 223.116 jiwa Pada taun 2015. Secara geografis
Sumba Timur terletak pada 9o16’-10o20’LS dan 119o45’-120o52’BT batas batas
wilayah ini Wilayah Utara berbatasan denganSelat Sumba, Timur berbatasan
Dengan Laut Sabu, Barat Berbatasan Dengan Kabupaten Sumba Barat Daya dan
arah selatan berabatasan dengan Samudra Hindia Wilayah administrasi terdiri dari
22 Kecamatan dan 140 desa dan 16 kelurahan. Prasarana transporasi yang dimiliki
terdapat Bandara Mauhau Untuk Transportasi Laut terdapat pelabuhan laut
waingapu. Berikut ini ditampilkan peta dari sumba timur

Peta
Sumba
Timur
2.2. Data Tanah

Untuk mendukung kualitas jalan, maka dibutuhkan juga kekuatan dari tanah
sehingga konstruksi jalan yang akan dibangun terhindar dari kerusakan dan juga
penurunan. Untuk itu perlu dilakukan penyelidikan tanah agar dapat mengetahui
seberapa kuat daya dukung tanah, serta penurunan yang terjadi jika tanah dibebani
dengan beban. Beban yang dimaksud yaitu kendaraan yang akan melintas di jalan.
Berikut ini beberapa data hasil penyelidikan tanah pada jalur jalan yang
direncanakan:

2.2.1 Stratifikasi Tanah


Stratifikasi Tanah adalah penggambaran jenis lapisan tanah berdasarkan
hasil pengujian tanah dari tes Bore Log dan sondir.
Penyelidikan sondir
Sondir diambil dalam dua lokasi yaitu STA 0+900 dan pada STA 1+500. Berikut
adalah hasil analisa lapisan berdasarkan sondir menurut konsisensinya.
STA 0+900
STA 1+500

Penyelidikan Boring
Penyelidikan bare log dilakuan pada STA 0+600 dan STA 1+200. Berikut ini data
hasil penyelidikan bore log :
STA 0+600
BH 1

STA 1+200
BH 2
2.3.1 Perilaku Karakteristik Tanah

Hasil liquid dan plastic limit test

Hasil shrinkage limit test


2.2.1 Parameter Tanah
BAB III
LANDASAN TEORI

Perencanaan jalan yang menghubungkan kota Waingapu dan Kecamatan Kambera


direncanakan dengan perencanaan geometrik jalan luarkota. Perencanaan geometrik
merupakan suatu bagian dari perencanaan jalan dimana geometrik atau dimensi yang
nyata dari suatu jalan beserta bagian-bagian yang mana disesuaikan dengan tuntutan serta
sifat-sifat lalu-lintasnya. Jadi, dengan ini diharapkan adanya keseimbangan antara waktu
dan ruang sehubungan dengan kendaraan yang bersangkutan sehingga menghasilkan
efisiensi keamanan dan kenyamanan yang optimal dalam batas-batas pertimbangan
ekonomi yang masih layak.
Jalan kemudian diklasifikasikan menurut Sistem Jaringan, Fungsi, Status dan Kelas
Jalan. (Modul Jalan Raya 1)`
Pengelompokkan jalan berdasarkan sistem jaringan jalan kemudian dibagi menjadi
2, yaitu :
1. Sistem Jaringan Jalan Primer
Yaitu jaringan jalan dengan peranan pelayanan jasa distribusi untuk
pengembangan wilayah, yang menghubungkan simpul jasa distribusi berupa kota.
2. Sistem Jaringan Jalan Sekunder
Jaringan jalan dengan peranan pelayanan jasa distribusi untuk masyarakat di
dalam kota yang menghubungkan antar dan dalam kawasan di dalam kota.
Berdasarkan fungsinya, jalan kemudian di bagi menjadi :
1. Jalan Arteri, dengan ciri kecepatan rata-rata tinggi dan jumlah jalan masuk
dibatasi secara efisien dengan memperhatikan kapasitas masuk.
2. Jalan Kolektor, dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang,
namun jumlah jalan masuk masih dibatasi.
3. Jalan Lokal, dengan cirinya perjalanan dekat, kecepatan rata-rata rendah, serta
jumlah jalan masuk yang tidak di batasi.
4. Jalan Lingkungan, dengan perjalanan jarak pendek dan kecepatan rendah.
Secara umum klasifikasi jalan menurut kelas, fungsi jalan dan dimensi kendaraan
maksimum (panjang dan lebar) yang diijinkan melalui jalan tersebut, dapat dilihat dalam
tabel 2.1. ( RSNI – 14 – 2004 )

Tabel 2.1. Klasifikasi jalan menurut kelas, fungsi, dimensi kendaraan maksimum dan muatan sumbu terberat.

Dimensi Kendaraan Maksimum Muatan


Kelas Jalan Fungsi Jalan
Panjang (m) Lebar (m) Sumbu
I 18 2,5 > 10
II Arteri 18 2,5 10
III A 18 2,5 8
III A 18 2,5 8
Kolektor
III B 12 2,5 8
III C Lokal 9 2,1 8
Sumber : RSNI – 14 - 2004

Acuan persyaratan perencanaan jalan sesuai dengan standar perencanaan yang


dibuat oleh Direktoral Jendral Bina Marga (KIMPRASWIL) yang sesuai dengan
klasifikasi jalan yaitu:
a. Pedoman Peencanaan Geometrik Jalan Perkotaan, RSNI T-14-2004-13 (Pedoman
2004)
b. Perencanaan Geometrik Antar Kota, 038/T/BM/1997 <Manual 1997>
c. Produk Standar Untuk Jalan Perkotaan Volume I, BNKT/01/1987 <Standar 1987>
d. Produk Standar Untuk Jalan Perkotaan Volume II, 04/BNKT/1992 <Standar 1992>
e. Perencanaan Persimpangan Sebidang Jalan Perkotaan 01/T/BNKT//1992 <Manual
1992>
f. Tata Cara Persimpangan Sebidang Jalan Perkotaan PI T-02-2002-8 <Manual 2002>

Secara umum, Perencanaan Geometrik menyangkut dengan aspek-aspek seperti


lebar jalan, tikungan jalan, landai jalan, arus lalu lintas, jarak pandang dan aspek lainnya.
Tetapi tidak dibahas semuanya akan dibahas melainkan semuanya itu akan dilanjutkan
pada Tugas Rekayasa Jalan Raya II.
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa jalan mempunyai peranan yang sangat
penting dalam kehidupan manusia. Dalam hal ini jalan merupakan sarana pendukung
utama dalam roda pembangunan yang meliputi berbagai bidang kehidupan ( Ekonomi,
Politik, Sosial, Budaya, Pertahanan dan Keamanan ).
Dengan demikian, maka jalan mempunyai peranan penting dalam menunjang
kemajuan serta mempercepat proses pembangunan. Sehingga kenyamanan,keamanandan
kelayakan suatu jalan mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam menentukan baik
tidaknya suatu jalan.
3.1. Elemen Perencanaan Geometrik Jalan
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan geometrik jalan,
antara lain:
a. Perencanaan Trase(Silvia Sukirman , 1999)
Trase jalan adalah garis rencana yang menghubungkan titik-titik yang menyatakan
arah jalannya garis as dari jalan yang akan dibuat.
Sebelum membuat trase jalan yang akan direncanakan, maka terlebih dahulu kita
meninjau beberapa syarat, antara lain:
 Syarat Ekonomis
Disini dilihat apakah di daerah sekitar yang akan dibuat trase jalan baru, sudah ada
jalan lama atau tidak ada. Untuk pembuatan jalan, diperlukan batu dan pasir yang banyak,
maka perlu dipikirkan tempat penggalian batu yang mana letaknya tidak tidak jauh dari
tempat pembuatan jalan untuk menempatkan alat pemecah batu.

 Syarat Teknis
Bertujuan untuk mendapatkan jalan yang bisa mejamin keselamatan jiwa dan
dapat memberi rasa nyaman berkendaraan bagi pengemudi kendaraan bermotor.
Oleh karena itu, perlu diperhatikan beberapa faktor pendukung, antara lain:
 Keadaan Geografi
Keadaan Geografi adalah keadaan permukaan medan dari daerah-daerah yang akan
dilalui oleh jalan yang akan dibuat yang dapat dilhat dalam peta topografi.
Peta topografi ini perlu sekali untuk menghindari sejauh mungkin bukit-bukit, tanah
yang berlereng terjal, tanah yang berawa-rawa dan lain-lainnya. Apabila diperlukan,
maka dapat diusahakan untuk membuat peta yang didapatkan dari pemotretan yang
diambil dari pesawat udara sebagai bantuan untuk mendapatkan daerah yang mempunyai
permukaan tanah yang memenuhi syarat.
 Keadaan Geologi
Keadaan Geologi dari daerah yang akan dilalui, harus diperhatikan juga karena
banyak fakta menunjukan adanya bagian jalan yang rusak akibat pengaruh keadaan
geologi. Dengan adanya data yang menyatakan keadaan geologi permukaan medan dari
daerah yang akan dilalui oleh jalan yang akan dibuat, dapat dihindari dari daerah yang
rawan. Adanya bagian jalan yang patah atau longsor sebagai akibat dari tidak adanya data
geologi saat jalan direncanakan.

b. Alinyemen Horizontal(RSNI – 14 – 2004)


Alinyemen Horizontal adalah proyeksi sumbu jalan pada bidang horizontal, yang
dikenal juga dengan nama “situasi jalan” atau “trase jalan”. Alinyemen Horizontal terdiri
dari garis-garis lurus yang dihubungkan dengan garis-garis lengkung yang terdiri dari
busur lingkaran di tambah busur peralihan, busur peralihan saja ataupun busur lingkaran
saja.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam perencanaan alinyemen
horizontal, yaitu :
 Alinyemen jalan sedapat mungkin dibuat lurus, mengikuti keadaan topografi. Hal ini
akan memberikan keindahan bentuk, komposisi yang baik antara jalan dan alam serta
biaya yang murah.
 Pada alinyemen jalan sebaiknya didahului oleh lengkung yang lebih tumpul pada jalan
relatif lurus dan panjang, agar pengemudi tidak terkejut dan mempunyai kesempatan
memperlambat kecepatannya.
 Hindari penggunaan radius minimum untuk kecepatan rencana tertentu sehingga jalan
tersebut lebih mudah disesuaikan dengan perkembangan lingkungan dan fungsi jalan.
 Sedapat mungkin menghindari tikungan ganda yaitu gabungan tikungan searah dengan
jari-jari berlainan (gambar 2.1).
 Hindari lengkung yang berbalik dengan mendadak (gambar 2.2), pada keadaan ini
pengemudi kendaraan sangat sukar mempertahankan diri pada jalur jalannya dan juga
kesukaran dalam pelaksanaan kemiringan melintang jalan.

Gambar 2.1 . Tikungan Ganda. Gambar 2.2. Lengkung Berbalik.

Gambar 2.3. Tikungan Gabungan. Gambar 2.4. Tikungan Gabungan.

 Pada tikungan gabungan harus dilengkapi bagian lurus atau spiral sepanjang paling
tidak 20m (gambar 2.3 dan 2.4).
 Pada sudut tikungan yang kecil, panjang lengkung yang diperoleh seringkali tidak
cukup panjang sehingga memberi kesan patahnya jalan tersebut.
 Lengkungan spiral – spiral, yaitu lengkung tanpa busur lingkaran, sudut = ∆ >
Gambar 2.5. Lengkung Spiral – Spiral.
Sumber :SNI. T-14-2004

 Lengkungan spiral-circle-spiral yang digunakan untuk menghindari terjadinya


perubahan alinyemen yang tiba-tiba dari bentuk lurus ke bentuk lingkaran
dengan <∆<
Gambar 2.6. Lengkung Spiral-Circle(lingkaran) – Spiral simetris.
Sumber :SNI. T-14-2004

 Lengkungan full circle, dengan ∆ <


Gambar 2.7. Lengkung Busur Lingkaran Sederhana ( Full Circle).
Sumber :PP Jalan Kota, 1997

 Lengkung Peralihan
Lengkung peralihan adalah lengkung yang disisipkan diantara bagian lurus dan
bagian lengkung yang berjari-jari tetap. Fungsinya adalah untukmengantisipasi
perubahan alinyemen jalan dari bentuk lurus(R tidak berhingga) sampai bagian
lengkung jalan dengan jari-jari tetap sehingga gaya sentrifugal yang terjadi pada
kendaraan saat melewati tikungan berubah secara berangsur, baik saat masuk tikungan
maupun keluar tikungan. Lengkung peralihan terdiri dari lengkung-lengkung lingkaran
pendek dengan jari-jari yang berbeda panjangnya, akan tetapi dapat dihubungkan
menjadi suatu garis lengkung yang lancer. ( Modul Jalan Raya 1 )
Lengkung peralihan (L) diperoleh dengan rumus:

L  *2  R
360

Selanjutnya perencanaan dilanjutkan dengan perhitungan patok yang ditampilkan


dalam tabel perhitungan patok yang berisi nomor stasiun, jarak stasiuan, lengkung
peralihan ( R dalam meter, Δ dalam derajat dan L dalam meter ), jarak langsung (m),
tinggi stasiuan (m), beda tinggi (m) dan kemiringan (%).

c. Alinyemen Vertikal(RSNI – 14 – 2004)


Alinyemen vertikal jalan adalah perpotongan bidang vertikal dengan bidang
permukaan perkerasan jalan untuk jalan 2 lajur 2 arah atau melalui tepi dalam masing-
masing perkerasan untuk jalan dengan median. Seringkali disebut juga sebagai
penampang memanjang jalan.
Suatu alinyemen vertikal dipengaruhi oleh besar biaya pembangunan dan mengikuti
muka tanah asli untuk mengurangi pekerjaan tanah, tetapi mungkin saja akan
mengakibatkan jalan itu terlalu banyak tikungan. Selain itu muka jalan sebaiknya
diletakkan sedikit di atas muka tanah asli sehingga memudahkan dalam pembuatan
drainase jalannya, terutama di daerah datar. Pada daerah yang seringkali dilanda banjir
sebaiknya penampang jalan diletakkan diatas elevasi muka banjir. Di daerah perbukitan
atau pengunungan diusahakan banyaknya pekerjaan galian seimbang dengan pekerjaan
timbunan, sehingga keseluruhan biaya yang dibutuhkan tetap dapat dipertanggung
jawabkan.
Perencanaan alinyemen vertikal dipengaruhi oleh berbagai pertimbangan seperti :
 Kondisi tanah dasar
 Keadaan medan
 Fungsi jalan
 Muka air banjir
 Muka air tanah
 Kelandaian yang masih memungkinkan.
Alinyemen vertikal disebut juga penampang memanjang jalan yang terdiri dari
garis-garis lurus dan garis-garis lengkung. Garis lurus tersebut dapat datar, mendaki atau
menurun, biasanya disebut berlandai.
Pergantian dari satu kelandaian ke kelandaian yang lain dilakukan dengan
mempergunakan lengkung vertikal. Lengkung vertikal tersebut direncanakan sedemikian
rupa sehingga memenuhi keamanan, kenyamanan dan drainase.

Ada 2 jenis lengkung vertikal dilihat dari letak titik perpotongan kedua bagian
lurus ( tangen )adalah :
a. Lengkung vertikal cekung
Lengkung vertikal cekung adalah lengkung dimana titik perpotongan antara kedua
tangen berada di bawah permukaan jalan.

Gambar 2.8. Lengkung Vertikal Cekung.


Sumber :PP Jalan Kota, 1997

Panjang lengkung cekung juga harus ditentukan dengan memperhatikan beberapa hal
antara lain :
 Jarak penyinaran lampu kendaraan.
Jarak ini dapat dibedakan menjadi 2 yaitu:
1) Jarak pandang akibat penyinaran lampu depan  L

Gambar 2.9. Lengkung vertikal cekung dengan jarak pandang penyinaran lampu depan > L.
Sumber :PP Jalan Kota, 1997
2) Jarak pandang akibat penyinaran lampu depan  L

Gambar 2.10. Lengkung vertikal dengan jarak pandang penyinaran lampu depan > L
Sumber :PP Jalan Kota, 1997

 Jarak pandangan bebas


 Persyaratan drainase
 Kenyaman pengemudi dan keluwesan bentuk

b. Lengkung vertikal cembung


Lengkung vertikal cembung adalah lengkung dimana titik perpotongan kedua
tangen berada di atas permukan jalan
Beberapa contoh lengkung vertikal cembung

Gambar 2.11. Lengkung vertikal cembung


Sumber :PP Jalan Kota, 1997

Pada lengkung ini direncanakan berdasarkan jarak pandang, di bagi atas 2


keadaan yaitu
1. Jarak pandang berada seluruhnya dalam daerah lengkung S  L

Gambar 2.12. Jarak pandangan pada lengkung vertikal cembung (S<L)


Sumber :PP Jalan Kota, 1997

2. Jarak pandang berada seluruhnya di dalam daerah lengkung S  L

Gambar 2.13. Jarak pandangan pada lengkung vertikal cembung (S>L).


Sumber :PP Jalan Kota, 1997

3.2. Profil Memanjang


Untuk mengetahui besarnya pekerjaan tanah (timbunan/fill dan galian/cut) dalam
perencanaan, maka diperlukan adanya gambar profil memanjang. Gambar profil
memanjang jalan dibuat berdasarkan Tinggi Stasiun setiap patok yaitu dari patok F
sampai ke patok I, yang membentuk tanjakan, landai (kemiringan) dan daerah datar yang
digambar dengan skala vertikal 1: 10 dan skala horizontal 1:50.
Perencanaan profil memanjang sebaiknya mengikuti ketinggian permukaan tanah
asli. Tetapi, karena keadaan medan pada umumnya tidak memungkinkan (tanjakan yang
terlalu tinggi atau landai) sehingga perlu diadakan penggalian dan timbunan pada bagian-
bagian jalan tertentu.
Dengan melihat pada Tinggi Tanah Asli (TTA) maka dibuat Tinggi rencana (TR),
sehingga berdasarkan tinggi rencana tersebut diperoleh elevasi untuk menghitung luas
dan volume galian dan timbunan.
 Landai Jalan
Landai jalan menunjukan besarnya kemiringan dalam suatu satuan jarak horizontal
yang dinyatakan dalam persen. Sebuah kendaraan bermotor akan mampu menanjak
dalam batas-batas landai yang tertentu. kemampuan menanjak ini, selain dipengaruhi oleh
besarnya landai jalan juga dipengaruhi oleh panjangnya landai jalan. Jadi, ada batas
landai jalan yang disebut landai maksimum yaitu besarnya harus disesuaikan dengan
panjang landai yang disebut panjang kritis.
Spesifikasi standard untuk Perencanaan Geometrik Jalan untuk jalan luar kota dari
Bina Marga (Rancangan Akhir) dengan ketentuan sebagai berikut:

Tabel 2.2. Ketentuan Kemiringan Melintang Rata – Rata.

JENIS MEDAN KEMIRINGAN MELINTANG RATA-RATA


(%)
Datar <3%
Perbukitan 3 – 25 %
Pegunungan > 25.0 %

Perhitungan landai jalan dalam perencanaan ini, dapat dilihat dalam tabel
perhitungan patok, dimana digunakan rumus:
 BT 
Kemiringan   * 100 
 JL 
Dimana: BT = Beda Tinggi
JL = Jarak Langsung

3.3. Profil Melintang (RSNI – 14 – 2004 )


Penampang melintang jalan merupakan potongan jalan dalam arah melintang.
Fungsinya selain untuk memperlihatkan bagian-bagian jalur jalan (Gambar 5), juga untuk
membantu menghitung banyaknya tanah (m3 ) yang harus digali maupun banyaknya tanah
yang akan digunakan untuk menimbun jalan agar jalan yang dibuat itu dapat sesuai dengan
rencana jalan yang direncanakan dengan menghitung luas profil melintang jalan.
Gambar 2.14. Penampang Melintang Jalan.

Dari gambar 2.14 , Penampang melintang jalan terdiri dari beberapa bagian
diantaranya antara lain adalah : ( Modul Jalan Raya 1 )

 Jalur Lalu Lintas


Jalur Lalu Lintas ialah bagian jalan yang di gunakan untuk lalu lintas kendaraan yang
secara fisik merupakan perkerasan jalan.
 Lajur
Lajur ialah bagian jalur yang lalu lintas memanjang, yang dibatasi oleh muka lajur jalan,
memiliki lebar yang cukup di lewati oleh suatu kendaraan sesuai kendaraan rencana.
 Bahu Jalan
Bahu Jalan ialah bagian jalan yang berdampingan di tepi jalur lalulintas, harus di
perkeras,berfungsi untuk lajur lalulintas darurat, ruang bebas samping dan penyangga
perkerasan jalan. Kemiringan yang digunakan3-5%.
 Median
Median adalah bagian jalan yang secara fisik memisahkan jalur lalulintas yang
berlawanan arah. Namun dalam perencanaan ini tidak menggunakan median.
 Talud atau Lereng
Talud atau Lereng ialah Bagian tepi perkerasan yang di beri kemiringan, untuk
menyalurkan air ke saluran tepi.
 Saluran Tepi
Saluran tepi yakni selokan yang berfungsi untuk menampung dan mengalirkan air
hujan,limpasan permukaan jalan dan sekitarnya.
 Daerah Milik Jalan (Damija)
Damija adalah daerah yang meliputi seluruh daerah manfaat jalan dan daerah yang
diperuntukkan bagi pelebaran jalan dan penambahan jalur lalu lintas di kemudian hari
serta kebutuhan ruangan untuk pengaman jalan.
 Daerah Manfaat Jalan (Damaja)
Damaja adalah daerah yang meliputi seluruh badan jalan, saluran tepi jalan dan ambang
pengaman.
 Daerah Pengawasan Jalan (Dawasja)
Dawasja adalah lajur lahan yang berada di bawah pengawasan penguasa jalan, ditujukan
untuk penjagaan terhadap terhalangnya pandangan bebas pengemudi kendaraan bermotor
dan untuk pengamanan konstruksi jalan dalam hal ruang daerah milik jalan tidak
mencukupi.

Sedangkan perhitungan luasan dan perhitungan volume dapat dilihat setelah


penggambaran profil melintang (dapat dilihat dalam tabel perhitungan volume).
Dalam penentuan ukuran-ukuran pada jalan, diambil pada daerah jalan kolektor
mengacu pada kondisi yang ideal dengan VLHR (Volume Lalu Lintas Harian Rata-rata)
3.000 – 10.000 smp/hari, dimana diperoleh data dari daftar Standar Perencanaan
Geometrik Jalan sebagai berikut:
 Kecepatan Rencana : 70 km/jam
 Lebar daerah penguasaan mimimum : 30 m
 Lebar perkerasan : 2 * 3.60 m
 Lebar bahu jalan : 2 * 1.5 m
 Lereng melintang perkerasan : 2-5 % (Gambar 2.16)
 Lereng melintang bahu : 3-5 % (Gambar 2.16)
Dari daftar standar perencanaan geometrik jalan yang sudah ditentukan, dapat
digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.16. Kemiringan dan Lebar Penampang Melintang Jalan.


Sumber :PP Jalan Kota, 1997

Anda mungkin juga menyukai