Anda di halaman 1dari 32

STANDAR 18.

STANDAR MITIGASI DAMPAK UNTUK KEGIATAN


CUT AND FILL LAHAN BAGI KEGIATAN
PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR IKN

Foto: Denny A Putra, BPSILHK Samboja


292
STANDAR 18. STANDAR MITIGASI DAMPAK UNTUK KEGIATAN CUT AND
FILL LAHAN BAGI KEGIATAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR IKN

Pusat Standardisasi Instrumen Kualitas Lingkungan Hidup


Badan Standardisasi Instrumen Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

TINGKAT INSTRUMEN: Standar [SBSI] NOMOR DOKUMEN:


SBSI ….
KATEGORI INSTRUMEN:
Pengelolaan & Pengendalian Lingkungan Hidup

KELAS RISIKO:
Menengah Rendah

REVISI: 0
KELAS PENGGUNA:
Usaha/Kegiatan Risiko Menengah Rendah
TANGGAL BERLAKU:
KLUSTER KEGIATAN: ………. 2022
OPERASIONAL - TEKNIS
JUMLAH HALAMAN: 18
NAMA: Standar Mitigasi Dampak Untuk Kegiatan Cut and
fill/Cut and Fill Lahan Bagi Kegiatan Pembangunan
Infrastruktur IKN

A. URAIAN KEGIATAN STANDARDISASI


Galian dan urugan atau yang biasa disebut dengan cut and fill adalah
pekerjaan yang sangat penting untuk memperbaiki suatu lahan yang berlereng
sehingga lahan tersebut bisa menjadi datar (Erianda et al., 2022). Menurut Erianda
et al., 2022 tujuan proses cut and fill adalah proses konstruksi dimana material hasil
pengerukan tanah digunakan untuk menimbun lokasi lain, untuk mendapatkan suatu
bentuk tanah yang di inginkan, seperti lahan yang rata atau datar.
Pembangunan IKN merupakan kegiatan yang dilakukan di suatu bentang
lahan yang masih alami, salah satu kegiatannya adalah menggali dan menimbun (cut
and fill). Kegiatan tersebut bagi bentang lahan alami akan menimbulkan dampak,
sehingga untuk mengurangi dan memastikan bahwa kegiatan cut and fill tidak
menimbulkan dampak yang merusak, maka standar Mitigasi Dampak Untuk Kegiatan
Cut and Fill Lahan Bagi Kegiatan Pembangunan Infrastruktur IKN sangat dibutuhkan.
Pelaksana standar adalah pengelola wilayah otorita IKN dan para pihak
terkait baik pusat maupun daerah serta masyarakat. Standar ini direncanakan dapat
diterapkan dalam kegiatan Konstruksi pembangunan IKN

B. URAIAN STANDAR
B.1. BESARAN DAMPAK
Pelaksanaan Cut and Fill disesuaikan dengan tujuan kawasan yang akan
dibangun. Potensi dampak lingkungan yang akan timbul apabila tidak menerapkan
standar adalah: Terjadinya penurunan kualitas udara, peningkatan tingkat
kebisingan, bertambahnya volume kendaraan melalui proyek, jalan yang terkotori
lumpur dan mengalami kerusakan oleh kendaraan proyek, peningkatan jumlah

293
tenaga kerja, banyaknya flora endemik yang hilang, volume sisa tanah galian yang
berceceran tidak beraturan, jumlah flora dan fauna yang terganggu/mati, peningkatan
limpasan air hujan.
Luas areal: Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) di wilayah Ibu Kota Negara
(IKN) Nusantara, Kalimantan Timur.

B.2. STANDAR PENGELOLAAN & PENGENDALIAN LINGKUNGAN


B.2.1. Bentuk Pengelolaan dan Pengendalian
Pengelolaan di kegiatan cut and fill pada saat sebelum konstruksi dan pada
tahap konstruksi cut and fill. Tahap sebelum konstruksi adalah tahapan penyiapan/
perataan/ land clearing sampai lahan siap dilakukan konstruksi.
Pengelolaan dan pengendalian sebelum konstruksi meliputi:
1. Identifikasi sumber dampak, jenis dampak dan besaran dampak yang ditimbulkan
oleh kegiatan cut and fill.
2. Melakukan pengelolaan dengan baik, terhadap semua potensi dampak penting
hipotetis yang muncul dari kegiatan cut and fill bisa berkurang.
Adapun Pengelolaan kegiatan cut and fill pada tahap konstruksi meliputi:
1. Mobilisasi peralatan dan material akan terkait pada bentuk penyiraman lahan,
kendaraan angkut lulus uji emisi, pemagaran, kebisingan, jadwal pengangkutan
alat, penempatan petugas pengatur lalu lintas, rekomendasi andalalin, kolam
pengendapan, penyemprotan ban kendaraan. Lokasi kegiatan terkait mobilisasi
peralatan dan material meliputi lokasi tapak kegiatan, jalan yang dilalui kendaraan
angkut, pintu keluar masuk lokasi proyek, dengan periode kegiatan dilaksanakan,
sebelum dan saat kegiatan, kendaraan angkut datang, kendaraan angkut keluar
masuk lokasi.
2. Penerimaan tenaga kerja tekait pada bentuk prioritas penerimaan tenaga kerja
lokal, yang lokasinya pada tapak kegiatan dengan periode seminggu sebelum
kegiatan cut and fill.
3. Proses cut and fill mempunyai bentuk penanaman tanaman keras, penyiraman
lahan, pemagaran, kebisingan, pembersihan lahan, pemanfaatan tanah sisa
galian, penyediaan TPSS, inventarisasi, memilah dan memindahkan flora dan
fauna endemik, membuat trap lumpur/kolam pengendapan, saluran drainase dan
memperhatikan permeabilitas tanah, yang lokasinya di lokasi tapak kegiatan, areal
pagar batas lahan, trap lumpur/kolam pengendapan, saluran drainase, dengan
periode sekali selama 1 tahun masa konstruksi, musim kemarau, sebelum
kegiatan, selama kegiatan dan saat turun hujan (tabel 5)

Kegiatan cut and fill dapat diterapkan untuk kegiatan pembangunan jalan dan
pembangunan hunian atau perkantoran yang tercakup dalam standar ini.

B.2.2. Lokasi
Lokasi tapak kegiatan yang melakukan kegiatan cut and fill di Kawasan Inti Pusat
Pemerintahan (KIPP) di wilayah Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, Kalimantan Timur.

B.2.3. Periode Pengelolaan


Pada tahap Konstruksi yaitu sebelum dan selama kegiatan dilaksanakan.

294
B.3. STANDAR PEMANTAUAN CUT AND FILL
B.3.1. Bentuk Pemantauan
Ruang lingkup bentuk pemantauan kegiatan cut and fill pada tahap konstruksi
yang tercakup dalam standar ini meliputi:
1. Mobilisasi peralatan dan material mempunyai bentuk pengukuran kualitas udara
ambien dan meteorologi (minimal arah dan kecepatan angin), uji kebisingan,
pencatatan dan dokumentasi dan pengamatan visual yang berlokasi pada
pemukiman penduduk yang berbatasan dengan tapak kegiatan, tapak kegiatan,
jalan yang dilalui kendaraan angkut, pintu keluar masuk lokasi proyek, dengan
periode sebelum dan sekali di sela-sela pelaksanaan kegiatan, kendaraan
angkut keluar masuk ke lokasi.
2. Penerimaan tenaga kerja akan terkait pada bentuk wawancara dan observasi,
pencatatan dan dokumentasi, dengan lokasi pada tapak kegiatan dengan
periode sekali pada tahap penerimaan tenaga kerja.
3. Kegiatan proses cut and fill mempunyai bentuk pengawasan secara langsung,
uji kualitas udara, kebisingan, pengamatan visual, pencatatan dan dokumentasi,
lokasi tapak kegiatan, didalam dan di luar lokasi tapak kegiatan, trap
lumpur/kolam pengendapan, saluran drainase, dengan periode, Sekali selama 1
tahun masa konstruksi, sekali pada saat dilakukan dan selama kegiatan cut and
fill, kegiatan konstruksi (Tabel 5)

B.3.2. Lokasi
Lokasi tapak kegiatan yang terkena dampak kegiatan di Kawasan Inti Pusat
Pemerintahan (KIPP) di wilayah Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, Kalimantan Timur.

B.3.3. Periode Pemantauan


Sebelum dan selama kegiatan dilaksanakan.

295
LAMPIRAN
STANDAR PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN LINGKUNGAN
AKIBAT KEGIATAN CUT AND FILL LAHAN
UNTUK KEGIATAN PEMBANGUNAN FASILITAS INFRASTRUKTUR IKN

I. Dasar Hukum Pengelolaan


Pemerintah sudah mengeluarkan beberapa peraturan diantaranya:
1. Undang-undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup;
2. Undang-undang No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah;
3. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 22/PRT/M/2007 Tentang Pedoman
Penataan Ruang Kawasan Rawan Bencana Longsor.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan
Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
5. Kepmen LH no. 48/1966 tentang Baku Mutu Kebisingan

II. Pendahuluan
Pembangunan infrastruktur dihadapkan dengan kondisi area yang berbeda-beda.
Walaupun berada di area yang sama seringkali memiliki bagian permukaan dengan
kontur yang berbeda, terutama di area yang sebelumnya masih hutan atau
perkebunan.
Proses cut and fill merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memperbaiki kondisi
suatu area pembangunan yang memiliki ketinggian/ kontur yang tidak sama,
sehingga mempermudah proses konstruksi. Kegiatan pemindahan tanah dilakukan
untuk meratakan topografi dengan meratakan bukit-bukit dan lereng-lereng dan
menyimpan bahan galian pada cekungan-cekungan atau lereng-lereng.
Kegiatan cut and fill sering dilakukan di jalan raya, rel kereta api, kanal, konstruksi
perumahan dan pertambangan, dll. Situs alam biasanya bergelombang, tidak rata,
dan harus dimodifikasi sebelum konstruksi dapat dimulai. Dengan demikian, proses
cut and fill, jika perlu, merupakan salah satu proses konstruksi pertama yang
dilakukan di setiap lokasi pengembangan (Bobrowsky, 2018 dan Nirei et al., 2012).

Gambar 1 Skema kegiatan cut and fill. Sumber (Bobrowsky, 2018)

Kegiatan Cut and Fill ini merupakan salah satu bagian penting, bahkan menjadi
bagian utama dalam proyek konstruksi, baik konstruksi bangunan maupun jalan.
Oleh karena itu, sebelum pengerjaannya dibutuhkan pengukuran dan perhitungan
yang teliti.
Umumnya tujuan cut and fill adalah untuk menciptakan permukaan tanah yang lebih
rata agar proses konstruksi pembangunan lebih mudah. Cut and Fill merupakan

296
bagian penting bahkan hampir menjadi bagian utama dari pekerjaan konstruksi.
Perencanaan kegiatan cut and fill harus memenuhi persyaratan mencakup hal-hal
sebagai berikut berdasarkan Guide to QA Specification R44 Earthworks, NN, 2020:
1. Tahapan penggalian dan perencanaan pengelolaan yang dilakukan pada tahap
konstruksi cut and fill harus sesuai master plan (seperti pembuatan parit untuk
pipa drainase atau saluran utilitas);
2. Pengelolaan penggalian dan pengurugan tanah, batuan pada kegiatan cut and
fill harus seimbang (volume yang digali harus sama dengan yang diurug);
3. Kegiatan cut and fill dimungkinkan terjadi kelebihan atau kekurangan bahan
urugan, sehingga perlu disiapkan lokasi pengurugan yang efektif sebagai lokasi
cadangan;
4. Pengadaan dan pengelolaan material urugan untuk cut and fill bisa diperoleh
dari lokasi lain bila memungkinkan;
5. Identifikasi awal harus dilakukan terkait bahan dan lokasi yang tidak sesuai, jika
ketidaksesuaian terjadi maka pengelolaan pembuangan dan penggantian
material cut and fill harus dilakukan;
6. Identifikasi menggunakan metode tertentu yang digunakan untuk memastikan
material urugan sesuai;
7. Memiliki metode untuk memastikan karakteristik material urugan;
8. Perawatan pondasi harus dilakukan jika material yang digunakan tidak sesuai;
9. Perlu dilakukan pemastian bahwa pemadatan telah dicapai pada kedalaman dan
ketebalan lapisan yang sudah dipersyaratkan;
10. Perlu dilakukan pencegahan di daerah drainase area kegaiatan cut and fill,
dengan meminimalkan masuknya air berlebih ke dalam pekerjaan penggalian,
untuk memastikan materialnya tidak terlalu basah dan tidak terlalu kering;
11. Memastikan bahwa kerusakan tidak terjadi pada lokasi sekitar cut and fill yang
mungkin disebabkan oleh dampak dari cut and fill;
12. Selama kegiatan konstruksi cut and fill perlu dilakukan land clearing area hasil
penelitian Abdelbagi Hamad et al., 2021.
III. Gambaran Ekosistim Kegiatan Cut and Fill di Lokasi Tapak KIPP
Potensi bencana yang perlu diantisipasi dalam pembangunan wilayah IKN adalah:
1) Karakteristik tanah di wilayah IKN adalah berupa batuan lempung dan berpasir,
sehingga kemampuan infiltrasinya rendah. Jika terjadi cuaca ekstrim akan
berpotensi banjir
2) Wilayah IKN 23% rawan banjir
3) Tren hotspot semakin berkurang setiap tahunnya. Kebakaran hutan dari ladang
berpindah sudah berkurang. Kebakaran yang masih terjadi di korporasi untuk
membakar sisa-sisa kayu hasil produksi
4) Potensi swabakar batubara
5) Potensi asap dari kebakaran hutan di luar wilayah IKN Potensi kejadian petir
cukup besar
6) Terdapat beberapa titik di wilayah IKN dengan kondisi rawan gerakan tanah
7)

IV. Kegiatan Pengelolaan dan Pemantauan


1.1 Pengelolaan
Pengelolaan di kegiatan cut and fill pada tahap prakonstruksi dan pada tahap konstruksi.
1.1.1 Pada tahap prakonstruksi dilakukan penyiapan/perataan/land clearing sampai lahan
siap dilakukan konstruksi.
1. Pekerjaan Pembersihan
a. Pembersihan semak belukar
Kegiatan pemotongan pohon dan pembersihan semak belukar yang berat
yang tidak diperlukan, sebaiknya dihindari. Sebaiknya memilih garis tengah
jalan dan memungkinkan untuk menggeser letak garis jalan, sehingga

297
penebangan pohon tidak perlu dilaksanakan.
Pemadatan dilakukan menggunakan penumbuk, setelah lubang bs galian dan
akar pepohonan diurug kembali.
b. Pemindahan bongkahan batu
Pekerjaan pemindahan batu menyita banyak waktu dan mahal. Pekerjaan ini
dapat dihindari dengan mengalihkan jalur jalan dari bebatuan yang banyak,
hal ini menyulitkan pekerjaan penggalian saluran drainasi. Perlu
dipertimbangkan dengan menaikkan tinggi permukaan jalan.

c. Pembuangan Permukaan Tanah Atas


Pembuangan permukaan tanah dilakukan bila tanah permukaan cukup
dalam (10-15 cm), cukup organik dan hanya memiliki daya dukung tanah
yang sangat kecil bila dibanding tanah dilapisan agak dalam. Pengaruh
kekuatan daya dukung tidak terlalu banyak maka tidak diwajibkan
membuang tanah permukaan. Pengelupasan permukaan tanah diperlukan
pada daerah lembah-lembah sungai, atau daerah banjir dimana endapan
lumpur menumpuk. Pada kebanyakan tanah pertanian dan pada daerah
terbuka hanya memiliki lapisan asa yang sangat tipis, dimana hal ini dapat
dicampurkan dengan tanah urug untuk pekerjaan jalan (tidak perlu dibuang).
1.1.2 Pengelolaan dan pemantauan lingkungan kegiatan ini diawali dari rencana pengelolaan
dan pemantauan yang meliputi tahap konstruksi.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada tahap konstruksi adalah mobilisasi peralatan
dan material, penerimaan tenaga kerja dan proses cut and fill. Rencana kegiatan
pengelolaan dan pemantauan dapat dilihat pada tabel 5 (Pemantauan et al., 2022,
BPSDM, 2018, Deputi et al., 2007).
1. Mobilisasi peralatan dan material
Mobilisasi peralatan dan material perlu dilakukan untuk mempermudah dan
mempercepat pekerjaan konstruksi sesuai dengan jadwal yang telah disepakati.
Peralatan yang akan dimobilisasi meliputi alat angkut, alat berat, dan material
konstruksi/bahan bangunan. Proses mobilisasi material akan dilakukan dengan
menggunakan truk pengangkut kapasitas 8 ton atau sesuai dengan kelas jalan
dengan durasi pengangkutan sesuai dengan kebutuhan.
Beberapa peralatan yang akan digunakan antara lain excavator, concrete mixer
truck, loader/dozer dan compactor. Excavator digunakan untuk pekerjaan-
pekerjaan seperti excavating (menggali), loading (membuat material), lifting
(mengangkat beban), hammering (menghancurkan batuan), drilling (mengebor),
dan lain sebagainya.
2. Penerimaan Tenaga Kerja
Penerimaan tenaga kerja selama tahap konstruksi dibutuhkan dalam proses cut
and fill. Tenaga kerja yang digunakan terdiri atas tenaga kerja terampil (tenaga
teknik sipil, arsitektur, listrik, dan mesin/komisioning) dan non terampil
(buruh/tenaga lapangan).
Tenaga kerja yang diterima diprioritaskan untuk para pekerja konstruksi terutama
yang berasal dari warga sekitar, sesuai dengan bidang keahlian yang

298
dipersyaratkan.
3. Proses Cut and Fill
Kegiatan penggalian serta pengurugan dilakukan untuk pembangunan pondasi
dan land area yang tujuannya untuk menstabilkan tanah agar tidak mudah
amblas yang memudahkan dalam pengerjaan pondasi dan selasar beton. Uji
sondir dan struktur diperlukan untuk mengukur kekuatan ketahanan beban tanah
terhadap beban bangunan. Dampak kegiatan cut and fill mengakibatkan
berkurangnya kualitas lingkungan meliputi peningkatan kadar debu, peningkatan
intensitas kebisingan, peningkatan arus lalu lintas, penurunan kualitas badan
jalan, terserapnya tenaga kerja lokal, hilangnya vegetasi flora/tumbuhan,
penurunan estetika lingkungan, terganggunya flora dan fauna di lokasi cut and
fill dan peningkatan run off pada saat turun hujan yang secara rinci dapat dilihat
pada Tabel 5. Hal tersebut mengakibatkan banjir, longsor, sedimentasi,
berkurangnya keanekaragaman hayati, kerusakan tanah dan hilangnya top soil
tanah
1.1.2.1 Beberapa pekerjaan yang dilakukan pada kegiatan Cut and Fill :
a. Pekerjaan Tanah
Salah satu contohnya adalah pengurugan, dimana dilakukan pada
pembuatan jalan meliputi pekerjaan penggalian drainasi dan penggunaan
materian untuk membuat badan jalan, pekerjaan pengalian (pemotongan).
Urugan dilakukan pada daerah yang perlu ditinggikan karena daerah
tersebut jelek sistim drainasinya dan perlu mempertimbangkan pada situasi
dimana jalan dibangun ditanah yang datar, atau relatif sama tingginya.
Antara jalan dan drainasi memiliki sedikit kemiringan. (perhatikan gambar
dibawah).

Pekerjaan tanah sangat sederhana karena hanya melibatkan pekerjaan


penggalian disisi drainasi dan memindahkannya untuk membentuk badan
jalan. Kita akan melihat bahwa material dari galian drainasi sedikit lebih
banyak dari pada yang diperlukan untuk membentuk badan jalan. Kelebihan
material diperlukan untuk menutupi daerah cekungan-cekungan kecil di
permukaan tanah atau untuk mengganti tanah yang kurang baik, atau untuk
daerah perengan yang tidak memiliki ketinggian yang merata.
b. Pemotongan tanah untuk perataan
Masalah yang timbul jika jalan dibuat melewati tanah perengan, dimana
semakin tajam kemiringannya semakin banyak penggalian yang dibutuhkan
untuk membuat jalan. Hindari kemiringan yang dalam, jika memungkinkan
dan tempatkan jalan pada punggung bukit untuk mengurangi pekerjaan
tanah, demikian juga pekerjaan drainase.

299
Pengaruh pembuatan jalan pada permukaan yang mempunyai kemiringan
pada saluran samping yang tinggi harus digali dalam, saluran samping untuk
sisi yang lebih rendah biasanya tidak dibutuhkan, jalan harus dibuat dengan
menimbun sisi yang lebih rendah. Tahapan untuk melakukan itu ada dua
tahap yaitu:
1) Tahapan pertama: penggalian dilakukan pada daerah yang tinggi dan
timbun di daerah yang rendah, bentuk slope pada sisi rendah.

2) Tahap kedua: penggalian saluran samping disisi yang tinggi dan


bentuk badan jalan.

Keuntungan mengerjakan secara bertahap adalah:


− Penggalian dan jumlah penimbunan yang dibutuhkan akan mendekati
seimbang.
− Material timbunan yang dibutuhkan mendekati yang diperlukan,
− Perataan sepanjang sisi dari jalan yang diturunkan ke sisi tanah yang
rendah mengurangi penggalian sehingga kebutuhan saluran samping
pada sisi yang rendah tidak diperlukan lagi.

Penggalian dan penimbunan disetimbangkan pada masing-masing sisi dari


garis tengah dan lebar dari penggalian cukup untuk penggalian saluran
samping.
Pada gambar di atas, penentuan ketinggian dengan menarik ukuran 4.4m
dari garis tengah untuk menyediakan cukup ruang untuk menggali dan
membuat sisi kemiringan saluran sisi luar. Lebar kemiringan galian saluran
sisi luar dan kemiringan saluran sisi dalam harus cukup atau sebesar 1:1.
Pada kemiringan melintang yang tajam, ada banyak pekerjaan galian, demi
kepraktisan pelaksanaan, maka perlu pembagian area untuk dapat
dikerjakan dalam sehari.

300
Saat prepil garis tengah diseting pada ketinggian 1m diatas tanah dasar.
Ketinggian pada posisi prepil di sisi luar tanah yang tinggi akan memberikan
gambaran seberapa besar kemiringan tanah asli, seberapa dalam galian
yang harus dilakukan dan seberapa besar volume pekerjaan galian yang
harus dilaksanakan.

Kemiringan tanah dengan rata-rata ketinggian pada prepil samping yang


tinggi adalah 90 cm/95cm, dengan selisih 10cm/5cm dengan ketinggian as
badan jalan. Memungkinkan untuk menggali saluran di tanah yang tinggi
tersebut tanpa harus dilakukan perataan terlebih dahulu.
Perataan tanah diperlukan untuk memudahkan penyetingan sisi saluran
pada kondisi tanah yang tidak terlalu miring ini. Penyetingan pada kasus ini
akan menjadi berbeda sebagaimana tidak ada keuntungan pada perataan
terhadap ketinggian garis tengah jalan. Perataan tanah akan dikerjakan dari
2.75 hingga 4.25m dari garis tengah jalan.

Contoh perataan diatas diterapkan hanya untuk konstruksi baru. Pada


pekerjaan rehabilitasi jalan yang sudah ada, pekerjaan perataan harus
dijaga seminim mungkin, dengan meninggalkan bentuk jalan yang sudah
ada, dan hanya ditambahkan bila mana kondisi jalan sudah menjadi rusak
berat.

Perhitungan volume yang akan di gali dapat dilakukan untuk kebanyakan

301
tinggi prepil. Pada dasar tanah kemiringan biasanya tidak sama di
sepanjang jalur jalan. Untuk pengesetan pekerjaan, kita harus menentukan
rata-rata setiap jarak 20m (dalam satu seksi).

Tabel Volume Galian untuk panjang 20m


Tinggi Profil H Kedalaman Back Volume (m3)
(cm) pemotongan slope B Pemo tongan Back Total Variasi lebar
X (cm) slope
(cm) -1.0 +1.0
90 10 10 4.4 0.1 4.5 3.5 5.5
85 15 16 6.6 0.2 6.8 5.3 8.3
80 20 21 8.8 0.4 9.2 7.2 11.2
75 25 27 11.0 0.7 11.7 9.2 14.2
70 30 32 13.2 0.9 14.2 11.2 17.2
65 35 38 15.4 1.3 16.7 13.3 20.2
60 40 44 17.6 1.8 19.4 15.4 23.3
55 45 50 19.8 2.3 22.1 17.6 26.5
50 50 56 22.0 2.8 24.8 19.9 29.8
45 55 63 24.2 3.5 27.7 22.3 33.1
40 60 69 26.4 4.2 30.6 24.8 36.5
35 65 76 28.6 5.0 22.6 27.3 39.9
30 70 83 30.8 5.8 36.6 30.0 43.4
25 75 90 33.0 6.8 39.8 32.7 47.0
20 80 98 35.2 7.9 43.0 35.6 50.7
15 85 105 37.4 9.1 46.4 38.5 54.5
10 90 113 39.6 10.2 49.8 41.6 58.3
5 95 121 41.8 11.6 53.3 44.8 62.3
0 100 129 44.0 13.1 56.9 48.2 66.3
Catatan: 1. Termasuk volume kemiringan sisi luar 2.
Tabel diatas hanya berlaku untuk situasi dimana ketinggian kedua garis
tengah adalah 1m diatas permukaan tanah yang ada. Dimana untuk
keadaan yang berbeda, dengan situasi yang tidak disebutkan diatas, maka
volume tanah harus dihitung secara manual.

Perhitungan Volume Galian

302
Langkah berikutnya adalah menyeting lebar penggalian untuk hari pertama.
Lebar galian dihitung sehingga pekerjaan yang terkait adalah mendekati
sama untuk setiap harinya. Lebar galian pada hari pertama diukur 2.9 m dari
garis tengah. Sisanya 1.5m akan digali pada hari kedua. Dengan cara ini,
jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan akan sama setiap hari untuk
melakukan pekerjaan penggalian jalan sepanjang 20m.

Setelah penggalian dengan lebar jalan secara penuh selesai, perlu


melanjutkan penggalian untuk menghasilkan material timbunan yang lebih
banyak dan badan jalan. Jika diperlukan penyetingan kembali disesuaikan
dengan jumlah material yang dibutuhkan. Setelah kemiringan pada sisi luar
pekerjaan penggalian dan perataan tanah selesai, kemudian dilakukan
pembuatan plengsengan (kemiringan sisi luar jalan). Volume dari pekerjaan
sloping (kemiringan) ini dihitung termasuk dalam galian totat. Pekerjaan
slooping sisi luar jalan lebih baik dilakukan dalam tahap yang terpisah,
dengan tenaga kerja yang berbeda untuk menyelesaikannya. Gunakan
tongkat traveling untuk mengontrol bahwa tanah yang digali dibagian bawah
telah merata.

c. Penimbunan sisi tanah yang rendah


Tahap berikutnya adalah untuk membentuk slope sisi rendah dan
meratakan untuk membentuk badan jalan. Jika kedalaman dari timbunan

303
pada bahu jalan di sisi yang rendah lebih besar daripada 0.3m, tidak perlu
saluran samping pada sisi rendah dari jalan itu. Pastikan bahwa kemiringan
dari penimbunan mempunyai gradien tidak lebih curam daripada 1:2 seperti
yang terlihat pada gambar di bawah ini.

Untuk menghasilkan penimbunan dengan kualitas baik pada sisi rendah,


penting bahwa semua tanah dipadatkan dengan benar. Penimbunan
dilakukan dalam lapisan demi lapisan dengan ketebalan 15 cm, yang
dipadatkan dengan benar sebelum lapisan baru ditambahkan. Juga
pastikan bahwa tanah mempunyai kadar air optimal ketika dipadatkan.
Dalam dataran yang curam, mungkin perlu menggunakan mesin penggilas
kecil (hand rammer) untuk memadatkan lapisan pertama dan menambah
timbunan dengan lapisan berikutnya, gunakan lapisan yang lebih tipis
(maksimum 0.1m).

d. Konstruksi badan jalan dan saluran samping jalan


Badan jalan dibentuk dengan tanah dari galian saluran-saluran samping dan
galian perengan pinggir jalan setelah penggalian dan penimbunan selesai.
Tanah galian dari saluran harus terlebih dahulu dilempar ke tengah jalan,
dari bagian tengah ini dimulai perataan hingga ke bahu jalan untuk
membentuk badan jalan.
Penggalian saluran sisi jalan dilakukan dalam dua tahap yang pertama
saluran digali, kemudian sisi-sisi kemiringan pada saluran digali. Pengalian
saluran samping dilakukan dengan menyeting menggunakan benang dan
patok, dan sebagai kontrol digunakan pola saluran (mal saluran bisa dibuat
dari rangka kayu).

Untuk pekerjaan galian saluran dan sloping sisi saluran perlu menyeting sisi
sepanjang saluran. Tugas pembuatan slooping sedikit lebih tinggi dibanding
penggalian saluran, sebab pengalian tanah pada permukaan kemiringan adalah
lebih mudah untuk dikerjakan dari pada penggalian saluran. Tanah hasil galian
dari saluran samping digunakan untuk membuat bentuk jalan. Untuk memperoleh

304
bentuk badan jalan yang baik dan sesuai dengan rencana, dapat dilaksanakan
dengan bantuan patok dan benang.

Setelah tanah pada badan jalan diratakan kemudian dipadatkan dengan baik.
Pemastian kadar air selama pemadatan maka tanah disiram dengan air. Penting
untuk mengecek ketinggian akhir dari badan jalan ini, apakah sudah tepat sesuai
dengan rencana dan memenuhi standar dan kualitas.

Penyetingan kembali menggunakan bantuan papan prepil dengan mengontrol


ketinggian antara propil dengan tongkat traveling. Jika ada permukaan jalan tidak
akurat, bagian yang menggelembung harus dipotong dan bagian yang cekung
harus diurug lagi. Jika ada terjadi penambahan urugan kembali, maka pastikan
bahwa pekerjaan tambahan ini juga perlu dipadatkan dengan baik. Akhirnya, cek
kembali ketinggian permukaan jalan ini untuk memastikan bahwa pekerjaan tanah
telah selesai dikerjakan dengan standar yang benar.
e. Peninggian Elevasi pada Lengkungan (superelevation of Curve)
Untuk mengimbangi gaya sentrifugal maka peninggian elevasi diterapkan pada
belokan jalan yang tajam, dengan jari-jari kelengkungan kurang dari 100m. Untuk
mencegah tergelincirnya kendaraan yang melintas diatasnya, maka peninggian
pada lengkungan ini dibuat dengan cara membalik posisi kemiringan badan jalan
sisi luar (separoh badan jalan).

Peninggian elevasi dibuat secara bertahap mulai dari 20m atau satu seksi
sebelum memasuki daerah belokan. Demikian pula dengan cara yang sama,
peninggian diakhiri 20m setelah lengkungan terakhir. Sedangkan disepanjang
kelengkungan atau belokan, peninggian elevasi dibuat konstan (sama), yaitu
dengan kemiringan melintang sebesar 8%(atau 10% sebelum dilakukan

305
pemadatan. Peninggian kelengkungan ini membutuhkan material 2 kali jumlah
material yang dibutuhkan pada kondisi standar. Penambahan material ini harus
diusahakan dapat diperoleh dari daerah sekitar belekan itu tadi, hal ini
dimaksudkan untuk mengatasi persoalan angkutan material yang jauh. Idealnya
dapat ditempuh dengan memperbesar lebar saluran samping atau dengan
mengurangu kemiringan sisi yang dipotong (pada saluran atau daerah diluar
jalan). Akhirnya sebagai catatan, peninggian elevasi seharusnya dibuat dengan
memadatkan lapis demi lapis dengan setiap lapis tidak lebih dari 15cm.

3.3. Peninggian Badan Jalan (Embankment construction)


Peninggian badan jalan membutuhkan material urug dan biaya yang mahal untuk
pelaksanaannya, sebaiknya dihindari atau diminimalkan jika memungkinkan
dipindahkan pada jalur ditanah yang tinggi.
Jika tidak memungkinkan untuk digali, karena material tidak layak untuk dipakai, maka
urugan harus didatangkan dari lokasi penggalian tanah urug terdekat dengan jenis
tanah galian yang dipakai harus berkualitas baik dengan alat angkut yang layak
(misalnya truk).
Tanah organik dan mungkin pasir atau lumpur pasir sebaiknya tidak digunakan. Jika
pasir atau lumpur pasir yang paling dominan dilokasi itu, maka gunakan untuk
memperkuat sisi luar slope(plengsengan) dengan konstruksi yang layak dan kemiringan
slope dibuat tidak kurang dari 1:3, untuk mencegah erosi. Persyaratan ketinggian adalah
0.5m diatas permukaan banjir digunakan untuk menentukan tinggi urugan.
Tinggi banjir ini harus diberi tanda pada patok sepanjang garis tengah jalur jalan saat
melakukan pemilihan jalur yang akan dibuat. Garis tengah ruas jalan harus dipilih
dengan hati-hati untuk menghindari daerah yang membutuhkan ekstra material
timbunan, dan daerah dimana material yang layak dipakai tidak tersedia dipinggiran
jalan rencana itu.
Gambar berikut merupakan ringkasan ukuran prinsip dari sebuah potongan jalan yang
umumnya digunakan di desa-desa.

a. Perhitungan Volume Pekerjaan Tanah


Perhitungan kwantitas pekerjaan tanah adalah merupakan hal yang penting untuk
perencanaan dan kontrol konstruksi timbunan tanah. Adalah perlu untuk
penerapan metode yang sederhana dan akurat untuk memperkirakan kwantitas
material timbunan yang diperlukan dilapangan. Pada ukuran badan jalan
potongan melintang jalan yang standar telah ditetapkan secara nasinal atau oleh
program penetapan spesifikasi. Contoh disini akan mengasumsikan ukuran yang
biasa digunakan untuk jalan pedesaan ditanah yang tidak cohesive (atau tanah
lepas), misalnya lebar jalan 5.4m dengan kemiringan sisi luar 1:3 dan ketinggian
derah bebas banjir 0.5m

Tinggi urugan, H ditetapkan sebagai tinggi normal banjir ditambahkan 0.5m, maka

306
luas are pada potongan melintang standar adalah: (5.4 + 3 H) x H (m2 ), Yang
akan sama (equivalent) ke m3 per meter panjang, ketika kita menghitung volume.
Contoh: Timbunan tanah rata-rata setinggi 0.8m, maka luas pada potongan
melintang adalah sebagai berikut:

(5.4 + 3x0.8) x 0.8 = 6.24m2 atau 6.24m3 per meter panjang

Peninggian tanah hanya diperlukan pada tanah yang datar dimana hanya ada
sedikit variasi ketinggian permukaan tanah, dan kondisi ini, adalah lebih aman
untuk mengambil posisi tinggi pada garis tengah jalan sebagai rata-rata ketinggian
potongan melintang. Tinggi timbunan pada setiap titik di garis tengah jalan dapat
dengan cepat diketahui dengan menggunakan papan prepil. Ketinggian
permukaan air banjir dapat ditandai pada pohon atau patok yang cukup kuat pdan
pada tempat yang aman sepanjang jalur sesuai dengan yang diketahui dan
diidentifikasikan oleh penduduk setempat. Garis tengah jalan kemudian diseting
dengan menggunakan tongkat ukur (lanjir) pada setiap jarak 20m. Papan prepil di
tetapkan pada lanjir 1m diatas sekitar tanda permukaan air banjir.

Garis tengah jalan kemudian diintip (diamati) untuk mengecek permukaan garis
atas papan prepil dan posisi horisontalnya. Pengaturan pada ketinggian prepil
dibuat seperlunya. Kemudian bila memungkinkan untuk mencari ketinggian dari
pada urugan untuk setiap jarak 20m dengan mengukur dari prepil ke tanah dasar
dan menguranginya 0.5m. Pengukuran dibulatkan ke 10cm terdekat.

Untuk membantu perkiraan volume pekerjaan dilapangan, Volume untuk 1m


panjang jalan dapat dihitung di setiap lapis ketinggian timbunan.
Tabel berikut menunjukkan volume pada ketinggian yang bervariasi untuk panjang
jalan 1 m dan dengan lebar badan jalan 5.4 m
Tinggi timbunan (H) m 1.00 0.90 0.80 0.70 0.60 0.50 0.40 0.30 0.20
Volume per 1m m3 /m 8.40 7.29 6.24 5.25 4.32 3.45 2.64 1.89 1.20
panjang
Gambaran ini dapat dipergunakan untuk memperkirakan volume pada jarak
tertentu, misalnya pada jarak 100m, saat perencanaan atau pada tahap pemilihan
jalur. Untuk memperoleh data volume dengan cepat, dan perkiraan yang akurat
untuk pekerjaan tanah dan lama pelaksanaan. Pada kasus ini, pelaksana
lapangan harus menetapkan tinggi permukaan air banjir sepanjang jalur dan
menambahkan 0.5m untuk memberikan ketinggian timbunan yang memenuhi
syarat, H. Ketinggian timbunan mungkin akan berlainan sepanjang jalur jalan. Jadi
akan lebih praktis bila digunakan rata-rata ketinggian setiap jarak seksi 20m, saat
perhitungan volume. Setelah garis tengah jalan ditetapkan, adalah memungkinkan

307
menggunakan propil untuk mendapatkan perkiraan dengan cepat dan akurat
perhitungan volume pekerjaan tanah dan waktu yang dibutuhkan. Berikut ini
merupakan contoh untuk mengilustrasikan metode potongan melintang yang telah
dijelaskan diatas:

Tanah timbunan akan dipadatkan secara bertahap lapis demi lapis. Lebar (W),
pada masing-masing lapis tergantung pada kemiringan sisi luar dan tinggi dari
timbunan itu sendiri. Ketebalan lapisan akan tergantung pada metode dan
peralatan yang digunakan untuk pemadatan. Diasumsikan pemadatan akn
dgunakan dengan 1 ton mesin pemadat vibrating roller, maka lapisan perlu dibuat
15cm per lapis. Berikut adalah perhitungan volume:

Lapis atas (5.4 + 2x0.45) x 0.15 = 0.95m3 per meter atau 18.9m3 /20m
Lapis kedua (5.4 + 4x0.45) x 0.15 = 1.08m3 per meter atau 21.6m3 /20m
Lapis ketiga (5.4 + 6x0.45) x 0.15 = 1.22m3 per meter atau 24.3m3 /20m
Sekali lagi, volume ini sangat berguna untuk perhitungan lebih lanjut, dan harus
tersedia mudah dipaca dilapangan saat perencanaan membagi tugas para
pekerja. Pada gambar diatas memperlihatkan volume pada lebar jalan yang sama
yaitu 5.4m.

Dasar timbunan tidak datar dan tinggi timbunan boleh jadi tidak tepat dengan
mengalikan 15cm, sehingga diperlukan sekali atau dua kali pelapisan (perataan)
sampai didapat timbunan lapis demi lapis dalam ketebalan 15cm. Yang kemudian
dihitung volume lapisan-lapisan dengan ketebalan dan bentuk yang berbeda.

308
b. Pengaturan pekerjaan
Volume dari berbagai bentuk lapisan tergantung pada lebar masing-masing lapis
(W), yang juga tergantung pada kedalaman lapisan dibawah lapisan atas
timbunan, dan juga pada besarnya kemiringan sisi luar. Perhitungan ini penting
untuk menetapkan jumlah pekerja dan untuk membagi-bagi pekerjaan timbunan.
Saat supervisi membuat rencana pelaksanan konstruksi timbunan ini, pertama kali
yang harus dikerjakan membagi level pada pekerjaan tanah pada 0.5m, 0.60m,
0.75m, 0.90m, atau 1.05m sehingga pengurugan dapat diproses dalam lapisan
15cm ke permukaan atas timbunan jalan.

Pengurugan diseting dalam lapisan dengan mengukur dari atas lapisan timbunan
dengan menandai pada patok serta menggunakan benang untuk bantuan
perataan. Tanda ketinggian ditentukan dengan menggunakan tongkat traveling
dan dengan mengintipnya dari prepil.
Pada beberapa kasus, hal ini akan melibatkan pekerjaan perataan terlebih dahulu.
Setelah tanah diratakan dan dipadatkan, pelaksanaan penimbunan akan
diproses dalam ketebalan lapisan 15cm. Pada lapisan 15cm pertama mungkin
juga melibatkan pekerjaan perataan. Setelah pengukuran prepil garis tengah
dicatat, prepil ujung pinggir jalan harus diseting dan ketinggian prepil pada garis
tengah jalan ditransfer ke patok pinggir jalan. Setelah itu lanjir yang berada
ditengah jalan dilepas supaya area kerja menjadi lapang, dan mudah dikerjakan
untuk preoses pemadatanya. Pada waktu bersamaan patok tanda yang kuat
harus dimasukkan kedalam dasar tanah utuk setiap jarak 20m dan tanda
ketinggian garis air banjir dicantumkannya, sehingga pelaksanaan pelevelan
dapat diganti bila diperlukan. Setelah supervisi menghitung kwantitas pekerjaan
tanah, lapis demi lapis dan seksi demi seksi, ia sebagai koordinator lapangan
mengkoordinasi para pekerja, menetapkan jumlah hari kerja yang dibutuhkan
untuk setiap lapisan dan setiap seksinya.

309
Setelah masing-masing layer dipadatkan, lapis berikutnya memerlukan timbunan
dengan ketebalan lebih besar dari 15cm dan memadatkannya. Volume kwantitas
pekerjaan tanah untuk tanah galian yang padat akan mengembang dan
menyediakan ekstra material tanah yang diperlukan.

3.4 Perkerasan dengan Batu Alam (Gravelling)


Gravelling dilakukan untuk membuat lapisan permukaan yang kuat, yang tahan cuaca
panas, hujan, dan tidak berubah bentuk ketika mendapat beban. Bersama dengan
badan jalan, permukaan perkerasan jalan yang baik akan menghindari air masuk dalam
badan jalan dan dengan demikian akan mengurangi kekerasan jalan. Pada prinsipnya,
metode berikut ini dapat digunakan untuk melapisi sebuah jalan: 9 Gunakan campuran
antara tenaga kerja dan peralatan, atau 9 Gunakan tenaga kerja untuk semua aktivitas
kecuali pemindahan dengan jarak lebih dari 150m Pemindahan gravel dapat diatur
dalam beberapa cara, tergantung pada jarak dari tempat gravel ke lokasi dan jenis
peralatan yang tersedia dalam proyek tersebut. Tabel berikut menunjukkan gambaran
umum dari jenis transport yang sesuai dengan jarak:
Jarak (m) Transport
10 – 150 Kereta dorong
150 – 2000 Kereta ditarik binatang
500 – 8000 Traktor dan trailer
1000 - Truk
Traktor yang menarik trailer akan menjadi alat transport yang sangat ekonomis jika jarak
pemindahan tidak lebih dari 8 km. Trailer lebih cocok untuk pengangkutan secara
manual daripada lori yang mempunyai daya angkut tinggi. Beberapa trailer dapat
digunakan untuk satu traktor sehingga jika dipakai satu, yang lain dapat digunakan
untuk memindahkan material ke lokasi (site). Sebaliknya, truk lebih baik digunakan
untuk pemindahan dengan jarak yang lebih jauh. Penggalian dapat dilakukan
(tergantung pada kekerasan batu), dengan front wheel loader, peledakan atau alat
tangan seperti kapak dan linggis. Pemecah batu dapat dilakukan dengan pemecah batu
yang dapat berpindah-pindah (mobile) atau dengan tangan. Pemerataan/perataan akan
dilakukan secara efektif dengan grader atau dengan peralatan tangan. Dengan jarak
pemindahan yang dekat (kurang dari 150m), memungkinkan melakukan semua aktivitas
dengan tenaga kerja. Pemindahan dapat dilakukan secara ekonomis dengan kereta
dorong. Dalam beberapa kasus, jalan yang batu dibuat dibiarkan tidak diperkeras dalam
jangka waktu tertentu. Hal ini membuat bagian dasar menjadi settle (stabil) dan siap
untuk pemadatan (kompaksi). Dalam kasus lain, permukaan perkerasan dikerjakan
segera setelah pekerjaan tanah selesai. Gravelling, biasanya merupakan pekerjaan
perawatan periodik yang utama pada jalan, misalnya setelah 4 sampai 8 tahun,
tergantung pada volume kepadatan lalu lintas, perlu dilakukan gravelling lagi.
Standar Ketebalan lapisan permukaan perkerasan tergantung pada kualitas material
yang tersedia dan beban kepadatan jalan yang diharapkan. Gambar di bawah
menyatakan standar umum yang digunakan untuk jalan desa di Kamboja, contoh: lebar

310
5m, yang diperkeras penuh dengan lapisan 15-20cm (sebelum pemadatan). Juga bahu
jalan, dengan lebar masing-masing 0.2m, digravel untuk mencegah terjadinya erosi.
Dasar badan jalan diusahakan tetap pada kemiringan 8% (10% sebelum
pemadatan/kompaksi), sama dengan sub-base.
Penghamparan / Perataan
Setelah material dibongkar, dapat memulai perataan. Perataan dapat dilakukan segera
sebelum pemadatan, dengan menggunakan kadar air dari material yang ada. Jika
gravel ditimbun sepanjang jalan untuk cadangan beberapa hari sebelum perataan dan
pemadatan dilakukan, akan menjadi kering dan akan membutuhkan tambahan air ketika
dipadatkan. Pekerja harus menggunakan alat garuk khusus (rakes) seperti pada
gambar atau cangkul untuk meratakan material di dasar jalan. Kerjakan dari tengah
jalan ke bahu jalan dan ratakan dari satu sisi saja dari garis jalan. Ukuran batu yang
besar harus disingkirkan atau dipecah menggunakan palu (bodem).
Pemadatan dan penyiraman
Saat lapisan gravel diratakan, kegiatan selanjutnya adalah pemadatan lapisan gravel.
Pastikan kita memperoleh air yang cukup, untuk menjaga kadar air dalam material
optimum selama proses pemadatan. Jika gravel diratakan segera setelah penggalian,
akan memiliki kadar air mendekati optimal, sehingga mengurangi kebutuhan air.
3.5 Pemadatan
Pemadatan mengurangi volume setiap lapisan tanah. Dengan mendorong partikel-
partikel tanah semakin padat, tanah menjadi semakin kuat. Dengan melakukan
pemadatan material yang digunakan untuk konstruksi jalan, badan jalan akan lebih kuat
dan tahan terhadap beban jalan dan erosi alam.
3.5.1 Kadar air optimal
Tanah dan gravel secara alami mengandung partikel-partikel padat, air dan udara.
Udara tidak mempunyai kontribusi pada kekuatan dan stabilitas tanah, sebaliknya
akan mengurangi stabilitas tanah. Kuantitas air optimum (biasanya antara 8
sampai 20%, tergantung dari jenis tanah) memfasilitasi pemadatan dan
membantu kekuatan dan stabilitas tanah, karena akan melumasi partikel-partikel
dan mengijinkan untuk settle dalam jumlah besar.
Jika tanah mengandung terlalu banyak air dan terlalu basah, maka partikel-
partikel tanah dibiarkan terpisah oleh air. Ketika tanah terlalu basah dan jika akan
mencoba memadatkannya, akan sulit untuk dikompresi, tetapi akan mengalir ke
samping. Pengalaman menunjukkan bahwa jika tanah diambil dari galian saluran
dan diratakan dan dipadatkan segera, kadar air alami biasanya cukup untuk
pemadatan. Meskipun demikian, kadang-kadang, tanah menjadi kering dalam
timbunan dan butuh diberi air. Sebaiknya perlu dicek kadar air optimum, antara
terlalu basah dan terlalu kering. Hal ini penting khususnya untuk lapisan gravel.
Cara sederhana untuk mengecek kadar air dengan mengambil beberapa material
untuk dipadatkan dalam tangan. Buatlah sebuah bola. Jika bola tidak dapat
dibentuk, maka material tersebut terlalu kering. Kadar air yang tepat dicapai jika
dapat dibentuk bola dan material dapat menyatu. Jika diberikan tekanan, bola
akan tetap dalam bentuknya. Bila bola dapat diratakan dengan mudah, dengan
menekannya, sampel mempunyai kadar air terlalu tinggi. Bila air keluar dari
sampel tanpa menekannya, berarti terlalu basah.
3.5.2 Metode Pemadatan
Ada empat metode dasar pemadatan:

311
1) penumbuk yang digerakkan secara manual atau secara mekanis digunakan
untuk daerah kecil dan tertentu seperti sekitar gorong-gorong dan tempat
lain yang tidak praktis dan sulit dicapai menggunakan roller
2) mesin roller jenis roller penggilas, bervariasi dari drum tunggal atau dobel,
ditarik atau digerakkan sendiri atau dengan penarik untuk memegang
penggilas
3) pemadatan dengan getaran, atau umumnya akan memadatkan lebih dalam
daripada roller penggilas.
4) pemadatan alami merupakan metode pemadatan yang sederhana adalah
dengan meninggalkan tanah untuk settle secara alami, dengan cara
membiarkannya dalam jangka waktu tertentu.
3.5.4 Standar Kualitas
Tingkat pemadatan yang dibutuhkan umumnya ditentukan dalam tes
laboratorium. Contoh: pemadatan sampai 95% berarti bahwa densitas kering dari
sampel yang diambil dari lapangan harus 95% dari densitas kering yang
ditentukan dalam tes pemadatan di laboratorium. Cara mencapai tingkat
pemadatan tertentu tergantung pada jenis dan ukuran peralatan pemadat dan
jenis tanah.
3.5.5 Prosedur Pemadatan
Untuk mendapatkan pemadatan yang baik, tunjuklah pekerja tertentu dan latihlah
untuk mengoperasikan peralatan pemadat. Mereka akan menjadi terlatih
menjalankan roller dengan kecepatan konstan untuk pemadatan yang baik dan
akan selalu merawat peralatan roller. Untuk membuat jalan berkualitas baik,
adalah penting, semua tanah dipadatkan dengan sempurna. Pemadatan
sebaiknya dilakukan sepanjang garis jalan dimulai dari bahu jalan dan secara
bertahap menuju ke garis tengah. Pemadatan bahu jalan sebaiknya dilakukan
dengan penumbuk tangan.
Pastikan bahwa badan jalan selalu dijaga pada 8% untuk kedua lapisan dasar
maupun pada lapisan gravel (perkerasan). Setelah pemadatan, perlu dicek
apakah semua level benar dan permukaan telah halus dan sudah sesuai dengan
yang diinginkan. Pemeriksaan ini dilakukan dengan papan profil dan tongkat
traveller. Pastikan bahwa pasokan air cukup, untuk menjaga kadar air dalam tanah
yang sedang dipadatkan.
3.6 Perlindungan Terhadap Erosi
Terbentuknya kemiringan baru pada timbunan peninggian jalan dapat mudah rusak
(karena aliran air pada permukaan jalan, dll). Oleh karena itu perlu melindunginya
segera setelah dikerjakan. Perlindungan erosi dapat dilakukan dengan berbagai cara,
yang paling umum dilakukan dengan ditanami rumput atau jenis tanaman lain yang
mempunyai akar yang dalam. Cara yang lebih mahal tetapi cepat dan efektif adalah
dengan menggunakan batubatuan untuk perlindungan. Rumput dapat melindungi
secara efektif terhadap erosi jika metode penanaman dan jenis rumput yang dipilih
adalah benar. Penanaman dapat dilakukan dengan:
a. Penanaman rumput lapangan
Rumput yang diambil dengan cara dicabut dapat digunakan jika digali secara
benar dan diberi air. Sebaiknya dilindungi dari sinar matahari langsung. Rumput
ini dipotong dengan panjang kira-kira 20cm dan ditanam dalam barisan dengan
kedalaman lubang 10cm dan jarak tidak lebih dari 30cm. Untuk memperoleh hasil
terbaik, barisan sebaiknya diatur sedemikian sehingga membentuk pola zig-zag.
Tanah di sekitar rumput sebaiknya dipadatkan dengan tangan.

312
b. Turfing (Gebalan Rumput pendek)
Kemiringan ditutup dengan rumput pendek secara keseluruhan memberikan
perlindungan segera dan lebih efektif, tetapi waktu lama. Kemudahan
penanganan untuk gebalan rumput pendek sebaiknya dibuat 20x20cm.

3.7 Kegiatan cut and fill biasa diterapkan untuk kegiatan pembangunan jalan dan
pembangunan hunian atau perkantoran.
1. Cut and Fill Untuk Pembangunan Jalan:
Pembentukan jalan baru umumnya membawa dampak buruk terhadap
lingkungan, dan dalam kasus jalan perbukitan, dampaknya beragam dan
diperlukan tindakan yang efektif untuk menguranginya. Masalah umum dalam
pembentukan jalan perbukitan adalah penebangan pohon, perusakan kanopi,
perubahan pola penggunaan lahan, erosi tanah, ketidakstabilan lereng, tanah
longsor, invasi spesies asing, dan sebagainya. Penebangan pohon dan vegetasi
menyebabkan erosi tanah yang cepat, tanah longsor, dan invasi spesies asing
yang membahayakan kelangsungan hidup spesies asli yang lemah (Leibundgut
et al., 2016).

Karakter topografi pegunungan dan frekuensi hujan lebat yang tinggi merupakan
faktor utama terjadinya longsor. Faktor-faktor yang dipilih sebagai pengkondisi
longsor adalah litologi, kemiringan lereng, aspek kemiringan, tutupan vegetasi,
kelas lahan, iklim, curah hujan dan kedekatan dengan jalan. Faktor-faktor tersebut
dinilai efektif terhadap terjadinya longsor.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemiringan lereng, litologi, kekasaran
medan, kedekatan dengan jalan raya, dan tipe tutupan berperan penting dalam
terjadinya longsor. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa tingkat longsor
dipengaruhi oleh jumlah rumah yang dibangun di wilayah tersebut.
Jalan yang dibangun dengan baik aman, meminimalkan dampak lingkungan, dan
hemat biaya untuk dibangun. Secara implisit, komponen utama untuk memenuhi
tujuan tersebut adalah membangun jalan yang stabil. Oleh karena itu,
pemotongan dan pengurugan yang stabil merupakan bagian penting dari
konstruksi jalan yang baik. Ini termasuk stabilitas berkelanjutan dari lereng yang
dipotong, lereng urugan yang dibangun, dan lereng yang berdekatan dengan
saluran air, tepi sungai, gorong-gorong dan penyangga jembatan. Semua
komponen jalan harus stabil – tepian yang dipotong, parit, jalur lalu lintas, tanggul,
dan kemiringan urugan. Komponen inti dari stabilitas jalan adalah pengendalian
air. Encerkan dan bubar, terutama jauh dari urugan, merupakan persyaratan
mendasar dari setiap jalan.
2. Cut and fill untuk hunian/perkantoran
Cut and fill untuk pengembangan perumahan dengan melakukan cut and
fill (pemangkasan dan pengisian) dapat membahayakan kondisi lingkungan. Cara
yang sudah lazim dilakukan pengembang sebelum membangun perumahan ini
dimaksudkan untuk mendapatkan area datar sehingga pembangunannya lebih
mudah dan rumah yang dihasilkan lebih banyak.
Proses cut and fill itu kerap kali merusak lahan yang imbasnya bukan hanya pada

313
lokasi bersangkutan melainkan bisa berkembang hingga ke lokasi di sekitarnya.
Dampaknya bisa menyebabkan banjir, longsor, dan tanah amblas.

Area berkontur atau terasering kalau dimanfaatkan optimal justru menjadi nilai
lebih perumahan. Selain nilai jualnya tinggi kondisi lingkungannya juga lebih
natural dan terjaga. Seharusnya perumahan mengembangkan kawasannya
sesuai kontur lahannya dengan mengikuti daya dukung alamnya, dan dengan
rancangan yang matang dan tidak asal membangun, ditambah konsep ramah
lingkungan, pengembangan perumahan justru bisa memperkuat ketahanan
lingkungan. Pengembangan perumahan di area terasering atau berkontur punya
nilai jual tinggi.

3.8 Karakteristik dan Kondisi Tanah


Menurut Nadya Primanian, 2017, berdasarkan karakteristiknya, tanah dapat
dikelompokkan atas dua jenis yaitu:
1. Tanah tak berkohesi
Kestabilan talud dari tanah ini (∅ >0, C=0) tergantung atas tiga hal, yaitu:
a. Sudut geser dalam (∅) yang diperoleh dari uji laboratorium (triaxial atau
direct shear) atau secara empiris menggunakan hasil uji sondir atau SPT.
b. Kelandaian talud dinyatakan dengan sudut (β)
c. Berat volume tanah () Dalam perencanaan kestabilan talud dari tanah tak
berkohesi,
Ada beberapa sifat penting yang perlu diperhatikan, yaitu:
1) Tanah tak berkohesi mudah tererosi oleh limpasan permukaan (surface
runoff), sehingga geometri talud mudah berubah.
2) Tanah tak berkohesi yang jenuh air mempunyai potensi tinggi terhadap
bahaya liquefaction.
3) Tanah tak berkohesi yang kering mudah mengalami penurunan bila terkena
beban siklik (vibrasi)
2. Tanah berkohesi
Kestabilan dari tanah ini tergantung dari beberapa hal yaitu :
a. Kekuatan geser yang dinyatakan dalam (∅) dan (C)
b. Kelandaian talud yang dinyatakan dengan sudut (β)
c. Tinggi talud (H)
d. Berat volume tanah ()
e. Tekanan air pori tanah.

3.9 Jenis Tanah Urug yang Baik


Pekerjaan pengurugan tanah tentu tak bisa dipisahkan dari kebutuhan akan tanah urug.
Tetapi penting untuk diketahui bahwa tidak semua jenis tanah cocok dipakai sebagai
tanah urug. Tanah urug yang baik harus memenuhi beberapa kriteria seperti bebas dari
kandungan humus, bukan lumpur, bersih dari sampah, memiliki struktur butiran,
mempunyai tekstur cenderung remah, dan tidak mengandung batu-batu dengan
diameter lebih dari 10 cm. Berdasarkan kriteria tersebut, setidaknya ada 3 jenis tanah
yang cocok digunakan sebagai tanah urug yaitu:
1. Tanah semi padas atau tanah liat adalah tanah yang terbentuk dari perpaduan
antara pasir dan batuan kapur. Tanah semi padas mudah ditemukan di lereng
pegunungan dan dataran rendah.

314
2. Tanah padas adalah tanah yang mempunyai tingkat kepadatan yang sangat
tinggi. Karakteristik tanah ini sangat kokoh dan sulit menyerap air sehingga tidak
cocok untuk pertanian. Tanah padas biasanya digunakan pada pondasi bangunan
berukuran besar seperti gedung bertingkat. Jenis tanah ini bisa ditemukan hampir
di semua daerah di Indonesia.
3. Tanah merah adalah tanah yang berwarna coklat kemerah-merahan. Tanah
merah mudah menyerap air, mengandung bahan organik sedang, mengandung
zat besi dan alumunium, mempunyai profil tanah yang dalam, cukup padat dan
kokoh. Tanah merah banyak tersedia di wilayah pantai dan pegunungan tinggi.

3.10 Kriteria sifat fisik tanah


Kriteria sifat fisik tanah yang perlu diperhatikan menurut Helfia E, Triyatno. 2008 adalah
tekstur, struktur, bahan organik, kepadatan, permeabilitas serta kemampuan tanah
menahan air. Karena semua itu erat hubungannya dengan cepat lambatnya air hilang
dari permukaan tanah. Angka yang menunjukkan kecepatan lolosnya air dari
permukaan tanah dinamakan dengan permeabilitas. Angka ini akan menentukan cepat
atau lambatnya terbentuk banjir dan berakhirnya banjir. Permeabilitas jenuh adalah laju
gerakan air dalam tanah pada keadaan seluruh pori-pori tanah tersebut diisi air,
sebagian terisi oleh udara disebut permeabilitas tak jenuh. Permeabilitas air dalam
tanah banyak tergantung kepada tekstur dan struktur tanahnya. Perlindungan tanah
dengan tanaman penutup akan memelihara kestabilan agregat dan porositas, sehingga
kapasitas infiltrasi dan juga permeabilitas diperbesar, celah dan lobang-lobang yang
ditimbulkan serangga dan jasad hidup dalam tanah lainnya akan meningkatkan daya
resapan air. Hubungan antara tekstur tanah dengan permeabilitas tanah, dapat dilihat
pada tabel di bawah ini.

Tabel 1. Hubungan Tekstur dengan Permeabilitas Tanah


Tipe Tanah Permukaan Spesifik Permeabilitas Permeabilitas
(mikron) (mm/mnt) (mm/jam)
Pasir 1 - 20 60 – 0,3 3600- 18
Pasir berdebu 20-300 3 - 0,0012 18 – 0,072
Lempung berpasir 300 - 4000 0,00 12 - 0,000006 0,072 - 0,00036
Lempung berat 4000 0,000006 0,00036

Tabel di atas dapat dilihat bahwa tekstur tanah mempengaruhi terhadap permeabilitas
tanah. Tanah dengan tekstur kasar akan mempunyai permeabilitas cepat kalau
dibandingkan dengan tanah bertekstur halus. Ini dapat menunjukkan bahwa hilangnya
air dari permukaan akan banyak berhubungan dengan tekstur tanah itu sendiri. Pada
tanah bertekstur berat kehilangan air hanya 1 mm/3 menit. Permeabilitas tanah adalah
suatu sifat fisik tanah yang berhubungan dengan gerakan air tanah, sedangkan sifat
fisik tanah lainnya adalah perkolasi dan infiltrasi secara kuantitatif permeabilitas tanah
adalah sebagai kecepatan bergeraknya cairan pada suatu media berpori dalam
keadaan jenuh dimana dalam hal ini cairan adalah air dan sebagai media berpori adalah
tanah. Penggolongan permeabilitas dapat dibedakan atas 5 kriteria seperti pada tabel 2
dibawah ini.

Tabel 2. Kriteria Permeabilitas Tanah


Kecepatan (inc/jam) Kecepatan (cm/jam)
Sangat lambat 0,05 < 0,03
Lambat 0,05 – 0,20 0,013 – 0,51
Sedang 0,20 – 5,00 0,51 – 12,70

315
Cepat 5,00 – 10,0 12,70 – 25,40
Sangat cepat 10,0 ⮚ 25,40

Menurut Dan & Tanah, 2016 permeabilitas tanah adalah kemampuan tanah untuk
meloloskan air, Nilai koefisien permeabilitas ditentukan berdasar hasil uji laboratorium
dan uji lapangan. Permeabilitas merupakan salah satu indikator kestabilan tanah,
sehingga pada saat perencanaan kegiatan cut and fill menjadi faktor yang harus
diperhatikan.

Tabel 3 Kisaran nilai permeabilitas (k) dari berbagai jenis tanah


Jenis tanah k(mm/det)
Butiran kasar 10-10- 3
Kerikil halus, butiran kasar bercampur pasir butiran sedang 10-2-10

Pasir halus, lanau longgar 10-4 – 10-2


Lanau padat, lanau berlempung 10-5 - 10- 4
Lempung berlanau, lempung 10-8 - 10- 5

Berikut adalah parameter kerawanan tanah longsor, sehingga pada kondisi tanah dan
kemiringan tanah berapa yang sebaiknya dilakukan cut and fill yang ditampilkan dalam
tabel 4 berikut:

Tabel 4. Parameter Kerawanan Tanah Longsor


No Parameter Klasifikasi Kategori Skoring
1 Kelerengan 0-8% Datar 1

8-15% Landai 2
15-25% Agak Curam 3
25-45% Curam 4
>45% Sangat Curam 5
2 Tekstur Tanah Sangat halus (Sic, Sc, C) Rendah 1
Halus (Scl, Sicl, Cl) Agak Rendah 2
Sedang (Si) Sedang 3
Kasar (SL, L, SiL) Agak Tinggi 4
Sangat kasar (S, LS) Tinggi 5
3 Sesar Tidak Ada Sesar Rendah 1
Ada Sesar Tinggi 5
4 Regolith ˂1 Rendah 1
1–2 Agak Rendah 2
2–3 Sedang 3
4-5 Agak Tinggi 4
˃5 Tinggi 5
5 Geologi Dataran alluvial Rendah 1
Kapur Agak Rendah 2
Granit Sedang 3
Sedimen Agak Tinggi 4
Basal-Claysale Tinggi 5
(Sumber: Harjadi dkk, 2019)

Pembobotan dari klasifikasi bencana tanah longsor ditampilkan dalam tabel berikut:
Tabel 4. Pembobotan dari Klasifikasi Bencana Tanah Longsor
No. Total Score Kategori
1. ˂2.46 Tidak rentan
2. 2.460 – 2.875 Sedikit rentan
3. 2.875 – 3.290 Menengah
4. 3.290 – 3.918 Rentan
5. ˃ 3.918 Sangat rentan
Sumber: (Susanti et al., 2021)

316
Formula di atas hanya untuk 4 tipe tanah longsor yaitu slide (blok), landslide (tanah),
creep (rayapan) dan slump (rotasi), adapun untuk 4 tipe tanah longsor lainnya {tipe
longsor flow (aliran masa cair), fall (jatuhan), topple (ambrukan bongkah), dan earthflow
(aliran material).
Ada berbagai sifat tanah yang disebut dengan pasir, lempung, lanau maupun lumpur.
Semuanya memiliki ukuran partikel yang berbeda serta karakteristik yang berbeda pula,
kondisi tersebutlah yang dapat mempengaruhi volume tanah serta proses
pendistribusiannya dan hal ini menjadi salah satu faktor berapa besaran budget proyek
sampai dengan keberhasilan konstruksi yang dijalankan.
Merujuk pada Environmental Impact Statement Renewable Power Generation and
Resource Recovery Plant Cambalache Ward in Arecibo, Puerto Rico bahwa kegiatan
cut and fill di suatu wilayah akan menyebabkan dampak permanen langsung pada
topografi karena adanya perubahan tingkat topografi yang ada, meskipun perataan akhir
akan selaras dengan topografi datar yang ada di wilayah tersebut dan sekitarnya.
Selama tahap operasi, diharapkan tidak ada dampak selain yang teridentifikasi selama
tahap konstruksi
3.11 Pengelompokan Rencana Pengelolaan dan Pemantauan Dampak Lingkungan Hidup
terhadap komponen lingkungan hidup yang mengalami perubahan mendasar pada saat
konstruksi berdasarkan sumber dampak, jenis dampak dan besaran dampak yang
ditimbulkan oleh kegiatan cut and fill disajikan pada Tabel 5

317
Standar Pengelolaan Dan Pemantauan Lingkungan Akibat Kegiatan Cut and Fill Lahan

Gambar 2. Mitigasi dan Dampak Kegiatan Cut and Fill Lahan Terhadap Kualitas Lingkungan

318
Tabel 5. Pengelompokan Rencana Upaya Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup
Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup Keterangan
Sumber Jenis Besaran Dampak Bentuk Lokasi Periode Bentuk Lokasi Periode
dampak Dampak
Mobilisasi Peningkatan Konsentrasi 1. Penyiraman Lokasi tapak Setiap 1. Pengukuran kualitas Pemukiman Sebelum
peralatan kadar debu TSP/PM10/ PM2,5 lahan secara kegiatan kegiatan udara ambien dan penduduk kegiatan
dan material melebihi baku mutu periodik pada dilaksanakan meteorologi yang dan sekali
udara yang musim kemarau (minimal arah dan berbatasan di sela-
tercantum pada 2. Penggunaan kecepatan angin) dengan sela
Lampiran VII PP kendaraan dilakukan oleh tapak pelaksana
No. 22 tahun 2021 angkut yang laboratorium yang kegiatan. an
tentang telah lulus uji teregistrasi pada kegiatan
Penyelenggaraan emisi. minimal dua titik
Perlindungan dan (upwind dan
Pengelolaan LH downwind
terkait Baku Mutu berdasarkan data
Udara (TSP = 230 meteorologi) atau
µg/m3; PM10 = 75 sesuai dengan
µg/m3; PM2,5=55 µg penentuan titik di
/m3) Kepdal No 205
tahun 1996 atau
SNI 19-7119.6-
2005.
2. Hasil pengukuran
dibandingkan
dengan baku mutu
udara ambien yang
mengacu pada
Lampiran VII PP No.
22 tahun 2021
tentang
Penyelenggaraan
Perlindungan dan
Pengelolaan LH
Pengumpulan data
kualitas udara
ambien dilakukan
secara langsung di
lapangan sebagai
data primer.
3. Data yang diambil
langsung dari
lapangan akan
dianalisis di
laboratorium,
kualitas udara
319
Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup Keterangan
Sumber Jenis Besaran Dampak Bentuk Lokasi Periode Bentuk Lokasi Periode
dampak Dampak
ambien yang yang
akan diukur.
Selanjutnya, data-
data primer tersebut
4. Hasil pemantauan
dibuat trend line
dan dibandingkan
dengan Baku Mutu
dari waktu ke
waktu.
Peningkatan Kebisingan melebihi 1. Pemagaran Lokasi tapak Sebelum 1. Uji tingkat Lokasi tapak Sebelum
intensitas baku mutu untuk di sekeliling kegiatan dan pada kebisingan kegiatan kegiatan
kebisingan areal kegiatan areal kegiatan saat 2. Pencatatan dan dan sekali
sesuai Kepmen LH 2. Pekerjaan kegiatan dokumentasi di sela-
no. 48/1966 tentang yang dilaksanakan sela
baku mutu menimbulkan pelaksana
kebisingan kebisingan an
dilakukan kegiatan
pada siang hari
Peningkatan Bertambahnya 1. Pengangkutan 1. Jalan yang Pada saat 1. Pengamatan visual Jalan yang Pada saat
arus lalu volume kendaraan alat terjadwal dilalui kendaraan 2. Pencatatan dan dilalui keluar
lintas melalui proyek dan dilakukan kendaraan angkut dokumentasi kendaraan masuk
pada siang hari angkut datang angkut kendaraan
2. Penempatan 2. Pintu keluar angkut ke
petugas masuk lokasi
pengatur lalu lokasi proyek
lintas di pintu proyek
keluar masuk
lokasi proyek
3. Melaksanakan
rekomendasi
andalalin
Penurunan Panjang jalan yang 1. Pembuatan 1. Jalan yang Pada saat 1. Pengamatan visual 1. Jalan yang Pada saat
kualitas terkotori lumpur dan kolam dilalui kendaraan 2. Pencatatan dan dilalui kendaraan
badan jalan mengalami pengendapan kendaraan angkut dokumentasi kendaraan angkut
kerusakan oleh pembersihan angkut keluar angkut keluar
kendaraan proyek ban kendaraan. 2. Pintu keluar masuk lokasi 2. Pintu masuk
meningkat 2. Penyemprotan masuk proyek keluar lokasi
ban kendaraan lokasi masuk proyek
sebelum keluar proyek lokasi
areal lokasi. proyek
3. Bobot
kendaraan

320
Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup Keterangan
Sumber Jenis Besaran Dampak Bentuk Lokasi Periode Bentuk Lokasi Periode
dampak Dampak
angkut tidak
boleh melebihi
tonase yang
diizinkan
Penerimaan Terserapnya Jumlah tenaga kerja Penerimaan Lokasi tapak Seminggu 1. Melakukan Lokasi tapak Sekali
Tenaga tenaga kerja tenaga kerja lebih kegiatan sebelum wawancara dan kegiatan pada
Kerja lokal memprioritaskan pekerjaan observasi tahap
warga sekitar Cut and fill 2. Pencatatan dan penerimaa
lokasi yang terkena dilaksanakan dokumentasi n tenaga
dampak langsung kerja
konstruksi
Proses Cut Hilangnya Banyaknya flora Penanaman Lokasi tapak Sekali Pengawasan secara Lokasi tapak Sekali
and Fill vegetasi endemik tumbuhan identitas kegiatan selama 1 langsung. kegiatan selama 1
flora/tumbuh yang hilang setempat RTH. tahun masa tahun
an Tanaman yang konstruksi masa
dipergunakan konstruksi
adalah tanaman
keras
Peningkatan Kualitas udara Penyiraman lahan Lokasi tapak Pada saat 1. Uji kualitas udara Lokasi tapak Sekali
kadar debu melebihi kualitas secara periodik kegiatan musim 2. Pencatatan dan kegiatan pada saat
udara ambien dan pada musim kemarau dokumentasi dilakukan
besaran partikel kemarau Cut and fill
harus lebih rendah
dari 10 μg maksimal
150 μg/m3 dan
debu maksimum
350 mm3/m2 per
hari (PP 22 tahun
2021)
Peningkatan Kebisingan 1. Pemagaran 1. Areal pagar 1. Sebelum 1. Uji tingkat Didalam dan Sekali
kebisingan melebihi baku di sekeliling batas lahan kegiatan kebisingan di luar lokasi pada saat
mutu Kepmen LH areal kegiatan 2. Lokasi dilakukan 2. Pencatatan dan tapak dilakukan
No. 48/1996 2. Pekerjaan tapak 2. Selama dokumentasi kegiatan Cut and fill
tentang baku mutu yang kegiatan kegiatan
kebisingan menimbulkan
untuk lahan kebisingan
ruang terbuka dan dilakukan
hijau 50 dBA pada siang hari
Penurunan Volume 1. Pembersihan Lokasi tapak Selama 1. Pengamatan visual Lokasi tapak Selama
estetika sisa tanah lahan kegiatan kegiatan 2. Pencatatan dan kegiatan kegiatan
lingkungan galian yang 2. Pemanfaatan dokumentasi cut and fill
berceceran tidak tanah sisa galian
beraturan untuk perataan

321
Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup Keterangan
Sumber Jenis Besaran Dampak Bentuk Lokasi Periode Bentuk Lokasi Periode
dampak Dampak
3. Penyediaan TPS
sementara

Tergangguny Jumlah flora dan Menginventarisasi, Lokasi tapak Sebelum 1. Pengamatan visual Lokasi tapak Selama
a flora dan fauna yang memilah dan kegiatan melaksanak 2. Pencatatan dan kegiatan kegiatan
fauna di terganggu/mati memindahkan flora an kegiatan dokumentasi konstruksi
lokasi cut akibat dari dan fauna
and fill kegiatan endemik
yang di lindungi
Peningkatan Peningkatan 1. Membuat trap 1. Trap Selama 1. Pengamatan visual 1. Trap Selama
run off pada limpasan air hujan lumpur/kolam lumpur/kola kegiatan pada saat turun lumpur/kol kegiatan
saat turun pengendapan m berlangsung hujan am konstruksi
hujan 2. Membuat pengendapa pada saat 2. Pencatatan dan pengenda
saluran drainase n turun hujan dokumentasi pan
3. Memperhatikan 2. Saluran 2. Saluran
permeabilitas drainase drainase
tanah 3. Wilayah 3. Wilyah
KIPP KIPP

322
Daftar Pustaka

Abdelbagi Hamad, A. A., Lokman, A. I., Qian Xi, L., Fakhrullah, M. R., Zaharin, N. I., Krishnan,
P., Kamil, N. A., Jeevaragagam, P., & Ahmad, F. (2021). Construction Cost for Soil
Excavation (Cut and Fill) on-Site: Computer Based Program Analysis. Journal of
Advanced Industrial Technology and Application, 02(02), 85–92.
https://doi.org/10.30880/jaita.2021.02.02.010
Bobrowsky, P. T. . & M. B. (Eds. ). (2018). 0-Encyclopedia of Engineering Geology by Peter
T. Bobrowsky, Brian Marker (z-lib.org).
BPSDM. (2018). Penyusunan Dokumen AMDAL Bidang Jalan. Dokumen AMDAL Bidang
Jalan, 330–350.
Dan, H., & Tanah, P. (2016). Kestabilan Lereng Berdasarkan Intensitas Curah. XIII(2).
Deputi, A., Pengkajian, U., Lingkungan, D., Negara, K., & Hidup, L. (2007). Panduan Penilaian
AMDAL atau UKL / UPL untuk Kegiatan Pembangunan Bandara.
Erianda, R., Alvisyahrin, T., & Rusdi, M. (2022). Proses cut and fill pada lahan berlereng
menggunakan data spasial pada lembah barbate ( cut and fill process on sloping land
using spatial data in the barbate valley ). Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian, 7(1), 712–
716.
Leibundgut, G., Sudmeier-Rieux, K., Devkota, S., Jaboyedoff, M., Derron, M. H., Penna, I., &
Nguyen, L. (2016). Rural earthen roads impact assessment in Phewa watershed,
Western region, Nepal. Geoenvironmental Disasters, 3(1).
https://doi.org/10.1186/s40677-016-0047-8
Nirei, H., Furuno, K., Osamu, K., Marker, B., & Satkunas, J. (2012). Classification of man
made strata for assessment of geopollution. Episodes, 35(2), 333–336.
https://doi.org/10.18814/epiiugs/2012/v35i2/004
NN. (2020). TRANSPORT FOR NSW ( TfNSW ) SPECIFICATION GUIDE NR44 GUIDE TO
QA SPECIFICATION R44 EARTHWORKS. Guide to QA Specification R44 Earthworks,
Edition 2/(June 2020).
Pemantauan, U., Hidup, L., & Pembangunan, K. B. T. (2022). ( Ukl – Upl PT Tri Tunggal
Perkasa).
Helfia, E., Triyatno. (2008). Analisa Karakteristik Tanah Wilayah Banjir Di Kecamatan Koto
Tanah Padang. Laporan Penelitian. 13 - 16
Harjadi dkk, 2019, Sintesis Hasil Penelitian Teknik Mitigasi Bencana Tanah Longsor Berbasis
Model Konservasi Tanah dan Air. BPTPDAS. Badan Litbang dan Inovasi KLHK
Nadya, P. (2017). Perkuatan Talud di Area Galian Dan Timbulan Pada Pembangunan Gedung
Reskrimsus Polda Kaltim, Tugas Akhir-RC14-1501, 25-26.
Susanti, P. D., Miardini, A., & Harjadi, B. (2021). Disaster mitigation on lands affected by
landslides in Banjarnegara Regency. IOP Conference Series: Earth and Environmental
Science, 916(1). https://doi.org/10.1088/1755-1315/916/1/012026

323

Anda mungkin juga menyukai