PENDAHULUAN
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai hal-hal yang menjadi dasar pada penelitian berupa
latar belakang rumusan masalah, tujuan dan sasaran penelitian,manfaat penelitian dan ruang
lingkup penelitan dalam Ketersiapan Stasiun Tanjung Karang dalam pengembangan konsep
TOD
Kondisi diatas menjadi permasalahan umum di kota kota besar di Indonesia termasuk
di kota Bandarlampung. Bandarlampung memiliki luas wilayah 197,22 𝐾𝑚2 yang terdiri dari
20 kecamatan, sedangkan untuk jumlah penduduk Bandarlampung 1.015.910 jiwa. Dengan
memiliki kondisi geografis dan demografi diatas, kota Bandarlampung sebagai kota terpadat
pertama di provinsi Lampung, dengan hal itu muncul berbagai permasalahan yang terjadi
seperti kemacetan dan polusi lingkungan. Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut dan
mendukung visi pembangunan daerah kota Bandar Lampung yang terdapat di RTRW kota
Bandar Lampung sebagai pusat perdagangan dan jasa Sumatera bagian selatan, maka
pembangunan konsep TOD dalam kota Bandar Lampung diperlukan untuk menata kawasan
perkotaan menjadi lebih efesien dan menciptakan moda transportasi publik perkotaan yang
memadai. Berdasarkan mekanisme pengoperasiannya, moda transportasi publik perkotaan
membutuhkan fasilitas penunjang. Beberapa di antara fasilitas penunjang tersebut adalah
titik transit (terminal, halte atau stasiun), jalur akses, serta parkir (Kemenhub, 1995).
Titik transit digunakan sebagai sarana koleksi penumpang.
Stasiun Tanjung Karang merupakan pusat kegiatan simpul angkutan umum masal
yang ada di kota Bandar Lamupung seperti yang ada di RTRW kota Bandar Lampung.
Penerapan Pengembangan konsep TOD di kota Bandar Lampung di lakukan di stasiun
Tanjung Karang karena telah ada dalam peraturan daerah kota Bandar Lampung yaitu di
RTRW bahwa tujuan dalam menerapkan perencanaan konsep TOD adalah untuk
mengembangkan pusat kegiatan terpadu yang ada di stasiun tersebut.
Permasalahan yang terjadi di perkotaan menjadi perhatian penting salah satunya transportasi.
Penerapan konsep pengembangan TOD sendiri merupakan sebagai salah satu cara untuk
menata kawasan perkotaan secara efesien dan menciptakan moda transportasi yang memadai.
Dalam pengoperasiannya moda transportasi membutuhkan fasilitas penunjang seperti pejalan
kaki,staisun, parkir. transit oriented development sebagai pembangunan kawasan yang
lebih kompak dengan kemudahan berjalan kaki menuju stasiun transit (biasanya 500 m)
yang terdiri dari guna lahan campuran (mixed-use) seperti perumahan, perkantoran, toko-
toko, restoran dan fasilitas sosial lainnya.
Berdasarkan uraian telah yang telah dijelaskan maka terdapat pertanyaan penelitan untuk
diteliti lebih lanjut, yaitu “Kesiapan Stasiun Tanjung Karang sebagai Kawasan Transit
dengan konsep Transit Oriented Development"
Berdasarkan rumusan masalah yang ada di atas maka penelitan ini bertujuan untuk
mengidentifikasi kesiapan dan penerapan konsep TOD di stasiun Tanjung Karang dilihat dari
indikator Pesepeda Angkutan Umum dan walkbility. Untuk mencapai tujuan tersebut adapun
sasaran yang dicapai yaitu :
Manfaat dari penelitan yang dilakukan yaitu memberikan informasi tentang bagaimana
konsep Transit Oriented Development diterapkan dari penilaian variabel mix use dan
walkbility serta memberikan pemahaman bagaimana konsep Transit Oriented
Development.Selain itu sebagai acuan untuk meningkatkan fungsi stasiun tersebut agar dapat
mendukung kawasan perkotaan yang lebih baik lagi. Penelitian ini dapat bermanfaat sebagai
masukan untuk pemerintah kota Bandarlampung dalam mengembangkan kawasan stasiun
agar dapat berfungsi dengan maksimal.
Ruang lingkup dalam studi ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu ruang lingkup materi dan
ruang lingkup wilayah. Ruang lingkup materi adalah penjelasan mengenai materi penelitan
yang akan dibahas.Ruang lingkup wilayah yang berisi batasan wilayah studi yang ingin
diteliti pada penelitan yang dilakukan.
Ruang lingkup materi penelitian disini berfokus aspek perencaan pengembangan kawasan
TOD. Pembahasan utama Transit Oriented Development dalam penelitan ini adalah kesiapan
stasiun Tanjung Karang dalam pengembanngan konsep TOD dengan variabel walk,cycle,
dan,transit.
Ruang lingkup wilayah penelitan disini yaitu berlokasi di Kota Bandarlampung di kecamtan
tanjung karang pusat tepatnya di stasiun dan sekitar kawasan stasiun tanjung karang
Penelitian proposal penelitian ini terbagi atas menjadi lima bagian.Penjelasan dari masing-
masing bagian tersebut sebagai berikut.
BAB I PENDAHULUAN
Bagian ini menguraikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, batasan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika
penulisan.Penelitan ini juga perlu memberikan manfaat yang dapat diaplikasikan pada
kondisi nyatanya hingga ditentukan arahan-arahan penelitan yang dibatasi ruang lingkup
penelitan. Kemudian akan dipaparkan sistematika penulisan yang menggambarkan proposal
penelitan ini.Selain itu akan dipaparkan juga kerangka berfikir untuk mengetahhui langkah-
langkah dalam melakukan penelitan ini
Bagian ini akan dipaparkan mengenai kondisi wilayah studi penelitan secara makro hingga
mikro yang berkaitan dengan penelitan. Gambaran wilayah studi didasari pada wilayah studi
yang telah ditetapkan BAB I yang menjelaskan ruang lingkup wilayah penelitian.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Transportasi
2.1.1 Pengertian Transportasi
Transportasi adalah kegiatan pemindahan barang (muatan) dan penumpang dari suatu
tempat ke tempat lain. Dalam transportasi ada dua unsur yang terpenting yaitu
pemindahan/pergerakan (movement) dan secara fisik mengubah tempat dari barang dan
penumpang ke tempat lain (Salim,2000). Sistem transportasi merupakan suatu bentuk
keterikatan dan keterkaitan antara penumpang, barang, prasarana, dan sarana yang
berinteraksi dalam rangka perpindahan orang atau barang yang tercakup dalam suatu tatanan,
baik secara alami maupun buatan/rekayasa (Hadihardaja dkk, 1997).
Suatu transportasi dikatakan dengan baik apabila waktu perjalanan cukup cepat dan tidak
mengalami kecelakaan, frekuensi pelayanan cukup, serta aman (bebas dari kemungkinan
kecelakaan) dan kondisi pelayanan yang nyaman (Miro, 1997). Faktor yang menjadi
komponen transportasi untuk mencapai kondisi yang ideal yaitu kondisi prasaranan
jalan serta sistem jaringan kondisi sarana dan kondisi pelayanan transportasi yang nyaman
sehingga mobilitas transportasi lancar.
1. Mewujudkan lalu lintas dan angkutan jalan yang selamat, aman, cepat, lancar, tertib
dan teratur.
Menurut Purnomo Sugeng (2015), transportasi adalah kegiatan perpindahan barang (muatan)
dan penumpang dari suatu tempat ke tempat lain. Dalam kegiatan transportasi terdapat duat
unsur yang penting yaitu perpindahan dan secara fisik mengubah tempat dari barang dan
penumpang ke tempat lain.
Menurut Hurit Kamilus,(2017) alat pendukung yang digunakan untuk proses pindah
harus cocok dan sesuai dengan objek, jarak dan maksud objek, baik dari segi
kuantitasnya maupun segi kualitasnya.
Angkutan adalah sarana untuk melakukan perpindahan barang atau manusia dari suatu tempat
menuju ke tempat lain. Dengan adanya sarana angkutan tujuannya untuk mempermudah
kegiatan perpindahan dari suatu tempat ke tempat yang lain dengan jarak yang sulit ditempuh
dengan berjalan kaki.Prosesnya dapat menggunakan saran angkutan kendaraan atau tanpa
kendaraan ( diangkut oleh orang). Proses pengangkutan merupakan gerakan dari tempat
asal, darimana kegiatan angkutan dimulai, ketempat tujuan, kemana kegiatan
pengangkutan akan diakhiri.
Menurut Warpani (1990) angkutan umum penumpang adalah angkutan penumpang yang
dilakukan dengan sistem sewa atau bayar dan tujuan diselenggarakannya angkutan umum
adalah memberikan pelayanan angkutan yang baik dan layak bagi masyarakat. Angkutan
umum dapt dibedakan menjdi angkutan tak bermotor dan angkutan umum bermotor.
Angkutan umum tak bermotor meliputi: becak, andong, yang beroperasi diseluruh kota
terutama didaerah pasar, terminal, perumahan. Angkutan umum bermotor meliputi: bus kota,
busa jarak jauh antar kota, taksi, dan ojek. Dalam hal angkutan umum, biaya angkutan
menjadi beban angkutan bersama, sehingga Sistem angkutan umum menjadi efisien
karena biaya angkutan menjadi sangatmrah. Selain itu, penggunaan jalan pun relatif dan
m2/penumpangnya [Warpani,1990 : 170]
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1993 tentang Angkutan Jalan dijelaskan
angkutan umum adalah pemindahan orang dan atau barang dari satu tempat ke tempat lain
dengan menggunakan kendaraan.Sedangkan kendaraan umum adalah setiap kendaraan
bermotor yang disediakan oleh pemerintah untuk diperuntukkan oleh masyarakat dengan
dipungut bayaran.Jenis jasa angkutan umum terdiri dari mobil atau bus yang dapat digunakan
untuk melayani penumpang dengan trayek teratur atau tidak dalam trayek.
Tujuan utama adanya angkutan umum adalah untuk mempermudah akses masyarakat
dalam menuju tempat tujuan dan menyelenggarakan angkutan yang baik dan layak bagi
masyarakat.Indikator pelayanan baik adalah pelayanan yang aman, cepat, murah,nyaman dan
layak.Dengan adanya angkutan umum dapat memberikan lapangan pekerjaan bagi
masyarakat serta dapat mengurangi penggunaan kendaraan pribadi yang dapat menyebabkan
permasalaahan transportasi lainnya.Namun angkutan angkutan umum bukanlah solusi untuk
memecahkan persoalan transportasi kota. Pelayanan angkutan umum penumpang akan
berjalan baik apabila tercipta keseimbangan antara kesediaan dan permintaan.
(Warpani,1990).
Pengunaan angkutan pribadi juga memerlukan biaya tambahan dari angkutan umum
seperti perawatan kendaraan, bahan bakar minyak, ruang tempat parkir serta pajak kendaraan
yang harus dikeluarkan setiap tahun.Pemilihan moda angkutan pribadi diperkotaan tidak
cocok untuk mengatasi permasalahan transportasi. Angkutan pribadi memiliki kajian tertentu
seperti emisi buang yang di hasilkan dari kendaraan pribadi apakah dapat mencemari
lingkungan, dan pemilihan moda transportasi prbadi dapat menimbulkan permasalahan lalu
lintas seperti kemacetan.Pemilihan moda angkutan pribadi di perkotaan bukan menjadi solusi
untuk alternatif penyediaan transportasi dikarenakan penduduk di perkotaan yang padat..
2.2 Stasiun
Stasiun merupakn simpul dalam sistem jaringan transportasi yang berfungsi sebagai
pelayanan umum yaitu tempat untuk naik turun penumpang atau bongkar muat barang untuk
pengendalian lalu lintas dan angkutan kendaraan umum, serta sebagai tempat pemberhentian
intra atau antar moda transportasi. Sesuai dengan fungsi tersebut,maka dengan adanya stasiun
berperan menunjang tersedianya jasa transportasi sesuai dengan kebutuhan lalu lintas dan
pelyanan angkutan aman,cepat, tepat, dan teratur.
Menurut (Soebianto, 1979) Satsiun dapat dibagi menurut apa saja yang harus diangkut,
terdapat dua jenis yakni :
1. ) Stasiun penumpang terdiri atas gedung –gedung stasiun dengan peron – peron dan
kelengkapan – kelengkapan lain – lainnya, digunakan untuk mengangkut
orang,bagasi, pos, dan barang hantaran.
2. ) Stasiun barang terdiri atas gudang –gudang barang, tempat muat dan bongkar dan
kelengkapan –kelengkapan lainnya yang diperlukan untuk mengangkut barang.
1. Stasiun Awal perjalanan kereta api merupakan stasiun asal perjalanan kereta api
sebagai tempat untuk menyiapkan rangkaian kereta api dan memberangkatkan kereta api
2. Stasiun Antara perjalanan kereta api merupakan stasiun tujuan terdekat dalam setiap
perjalanan kereta api yang menerima kedatangan dan memberangkatkan kembali kereta
api atau dilewati kereta api yang berjalan langsung.
3. Stasiun Akhir perjalanan kereta api merupakan stasiun tujuan akhir perjalanan kereta api
yang menerima kedatangan kereta api
4. Stasiun Pemeriksa Perjalanan Kereta Api merupakan stasiun awal perjalanan kereta
api dan stasiun antara tertentu yang ditetapkan sebagai stasiun pemeriksa dalam Grafik
Perjalanan Kereta Api (GAPEKA).
5. Stasiun batas merupakan stasiun sebagai pembatas perjalanan kereta api karena adanya
stasiun yang ditutup.
Dalam hal ini stasiun Tanjung Karang merupakan stasiun awal perjalanan dan stasiun akhir
perjalanan karena dilihat dari rute perjalanan kereta yang ada di stasiun tersebut merupakan
memberangkatkan penumpang antar kabupaten maupun provinsi dan juga letak dari stasiun
tersebut berada di akhir ataupun awal jalur kereta keseluruhan.
TOD merupakan sebagai salah satu konsep pengembangan kawasan transit yang ditujukkan
untuk di perkotaan.Konsep ini sudah banyak diterapkan di berbagai negara untuk mengatas
permasalahan transportasi. Menurut Peter Calthorpe (1993) Transit Oriented Development
adalah sebuah kawasan yangmemiliki penggunaan lahan campuran yang berada di sekitar
lokasi transit dan pusat perdagangan. Penggunaan lahan tersebut berupa perumahan,
perdagangan, pasar, ruang terbuka, dan fasilitas publik.Secara umum TOD merupakan
sebagai kawasan mix used untuk mendorong masyarakat menetap dan beraktivitas di sekitar
kawasan transit untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi dan berlaih ke kendaraan
umum. TOD dapat dikatakan berhasil saat kawasan tersebut dapat menyediakan
keberagamaan penggunaan lahan dan kepadatan yang menciptakan kenyamanan bagi
masyarakat setempat dan pengunjung di kawasan transit (Calgary, 2005).
Dittmar dan Ohland (2004) mendefinisikan TOD sebagai konsep kawasan dengan efisiensi
pembangunan yang tinggi, dimana efisiensi tersebut dilihat dari adanya penggunaan
lahan campuran, aksesibilitas dalam mencapai lokasi transit dan ramah bagi pejalan
kaki.Dalam pengembangan kawasan TOD terdapat beberapa indikator penggunaan lahan
campuran (mix-used), kepadatankawasan, aksesibilitas kawasan, dan ketersediaan
fasilitas pedestrian dalam mendukung keramahan bagi pejalan kaki.
Menurut ITDP (Standard 3.0,2017) TOD atau pembangunan berorientasi transit berarti
mengintegrasikan desain ruang kota untuk menyatukan orang, kegiatan, bangunan, dan ruang
publik melalui konektifitas yang mudah dengan berjalan kaki dan bersepeda serta dekat
dengan pelayanan angkutan umum yang sangat baik ke seluruh kota. Hal tersebut berarti
memberikan akses untuk peluang dan sumber daya lokal dan kota menggunakan moda
mobilitas yang paling efisien dan sehat dengan biaya dan dampak lingkungan paling minimal
dan berketahanan tinggi terhadap kejadian yang mengganggu.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa definisi konsep Transit Oriented
Development adalah suatu kawasan transit yang memilik berbagai kegiatan yang menjadi satu
kawasan seperti penggunaan lahan (mix-used) seperti perumahan,perkantoran, pusat
perdagangan dan jasa dan fasilitas publik lain dengan kepadatan tinggi yang terhubung
dengan konektivitas jalur pejalan kaki, jalur sepeda, dan ketersediaan parkir, dalam
mengakomodasi pergerakan masyarakat dengan menggunakan moda transportasi umum
yang dapat menangani masalah kemacetan.
Menurut Peter Calthorpe (1993), terdapat dua tipe pengembangan kawasan Transit
Oriented Development, yakni:
Menurut Renne (2009), TOD merupakan kategori pembangunan yang efisien, dimana
meningkatkan aksesibilitas dengan pengalihan kendaraan pribadi ke transportasi umum serta
penggunaan lahan campuran yang berkelompok dan berdekatan, yang terletak di dekat
lokasi transit sehingga memungkinkan perjalanan dengan berjalan kaki dan
bersepeda.Faktor yang diperlukan dalam pembangunan TOD adalah dengan memiliki
aksebilitas yang mudah dan lancar, sehingga masyarakat mengurangi penggunaan kendaraan
pribadi dan beralih ke moda transportasi umum seperti, bersepda, berjalan kaki.
1. Street Design
Jalan merupakan komponen penting dalam pembentukan kawasan TOD, dimana harus
menyediakan komponen yang ramah bagi pejalan kaki, seperti fasilitas sidewalk dan
jalur sepeda yang aksesibel, serta fasilitas penunjang parkir baik on-street maupun
off-street.
2. Density
Dengan layanan transit, mobilitas di kawasan transit meningkat. Hal ini harus
didukung dengan kepadatan bangunan tinggi dan kompak, sehingga masyarakat
dapat dengan mudah menjangkau pusat kegiatan yang berada di sekitar kawasan
transit
3. Mix Use
Sedangkan menurut Institute for Transportation and Development Policy (2013), TOD
merupakan proses perencanaan dan perancangan suatu wilayah dalam mendukung,
memfasilitasi, dan memprioritaskan penggunaan transportasi publik dan moda
transportasi lain seperti sepeda dan berjalan kaki. ITDP mengembangkan beberapa
prinsip TOD yaitu, , pembangunan kawasan dengan lingkungan yang ramah terhadap
pejalan kaki; cycle, mendukung transportasi non-motorized; transit, memiliki lokasi
yang dekat dengan jaringan transportasi publik; mix,pembangunan dengan
penggunan lahan campuran; dan densify,mengoptimalkan kepadatan lahan.
o Cycle/ Bersepeda
Moda ini menggabungkan kenyamanan dan rute berjalan door-to-door dan fleksibiltas jadwal
dengan rentang dan kecepatan serupa dengan layanan angkutan lokal. Sepeda dan transportasi
dengan tenaga manusia lainnya, seperti becak, juga mengaktifkan jalan dan sangat
meningkatkan area cakupan pengguna stasiun transit. Moda tersebut sangat efisien dan
menggunakan sedikit ruang dan sumber daya. Keramahan bersepeda, oleh karena itu, menjadi
prinsip dasar TOD. Faktor kunci dalam mengupayakan kegiatan bersepeda adalah penyediaan
kondisi jalan yang aman untuk bersepeda dan ketersediaan parkir dan penyimpanan sepeda
yang aman di semua tempat asal dan tujuan perjalanan dan di stasiun transit.
o Connect / Menghubungkan
Berjalan kaki dan Bersepeda yang singkat dan langsung memerlukan jaringan jalan
dan trotoar yang padat dan terhubung dengn baik di sekeliling blok. Berjalan kaki dapat
dengan mudah terhalang oleh jalan yang memutar dan sangat sensitif terhadap kepadatan
jaringan. Jaringan yang padat dari jalan dan trotoar yang menawarkan berbagai rute menuju
destinasi, banyak sudut-sudut jalan, jalan yang lebih sempit, dan kecepatan kendaraan yang
lambat membuat berjalan kaki dan bersepeda menjadi bervariasi dan menyenangkan serta
memperkuat aktivitas jalan dan perdagangan lokal.
o Mix / Pembaruan
Pembauran tata guna lahan dalam satu wilayah akan membuat jalan-jalan lokal terus hidup
dan memberikan rasa aman. Pencampuran tersebut mendorong kegiatan berjalan dan sepeda,
mendukung waktu pelayanan angkutan umum yang lebih lama, dan menciptakan lingkungan
yang hidup dan lengkap dimana orang ingin tinggal. Dua sasaran kinerja untuk Prinsip
PEMBAURAN, oleh karena itu berfokus pada penyediaan keseimbangan aktivitas dan
penggunaan lahan dan pada percampuran penduduk dengan berbagai tingkat pendapatan dan
demografi.
o Densify / Memadatkan
Kepadatan kota diperlukan untuk mengakomodasi pertumbuhan di area yang terbatas yang
dapat dilayani dengan kualitas angkutan umum dan untuk menyediakan penggunanya yang
dapat mendorong dan membenarkan pembangunan infrastruktur angkutan umum dengan
kualitas tinggi. Kepadatan yang berorientasi pada angkutan umum menghasilkan tempat yang
dihuni dengan baik, hidup, aktif, bersemangat, dan aman, dimana orang ingin tinggal di sana.
Hal tersebut menjadikan area tersebut menjadi area berbasis pelanggan dan lalu lintas pejalan
kaki yang memungkinkan perdagangan lokal untuk berkembang dan mendukung berbagai
pilihan layanan dan fasilitas. Kinerja sasaran dari prinsip ini menekankan pada kombinasi
dari kepadatan permukiman dan non-permukiman dalam mendukung angkutan umum
berkualitas tinggi, pelayanan lokal, dan ruang publik yang aktif.
o Compact / Merapatkan
Dengan jarak yang lebih pendek, kota kompak memerlukan waktu dan energi yang lebih
sedikit untuk berpergian dari satu aktivitas ke aktivitas lainnya, tidak memerlukan
infrastruktur yang luas dan mahal (meskipun standar perencanaan dan desain tinggi
diperlukan), dan menjaga lahan perdesaan dari pembangunan dengan memprioritaskan
kepadatan dan pembangunan kembali dari lahan yang sebelumnya telah terbangun. Prinsip
“COMPACT” dapat diaplikasikan pada skala lingkungan, menghasilkan integrasi spasial
dengan konektivitas berjalan kaki dan bersepeda yang baik dan orientasi terhadap stasiun
angkutan umum. Dua sasaran kinerja prinsip ini berfokus pada kedekatan dari pembangunan
untuk aktivitas perkotaan yang sudah ada dan waktu perjalanan yang singkat menuju tujuan
perjalanan utama di tempat-tempat tujuan di pusat kota dan sekitarnya.
o Shift / Beralih
Berjalan kaki, bersepeda, dan penggunaan angkutan umum dengan kualitas baik menjadi
pilihan moda transportasi yang mudah, aman, dan nyaman, dan gaya hidup bebas mobil dapat
didukung dengan berbagai macam moda angkutan umum perantara dan kendaraan yang
disewakan sesuai dengan kebutuhan. Sumber daya ruang kota yang langka dan berharga
dapat dialihkan kembali dari ruas jalan dan parkir yang tidak dibutuhkan lagi, dan
dialokasikan menjadi penggunaan yang lebih produktif secara sosial dan ekonomi.
Sebaliknya, pengurangan jalan raya dan ketersediaan tempat parkir secara bertahap namun
proaktif di ruang perkotaan dibutuhkan untuk mengarahkan ke peralihan dalam penggunaan
moda transportasi dari kendaraan bermotor pribadi ke moda yang lebih berkelanjutan dan
seimbang, jika disesuaikan dengan pilihan berjalan kaki, bersepeda, angkutan umum, dan
kendaraan lainnya yang mencukupi. Namun, berbagai kebijakan lain, termasuk fiskal dan
peraturan, perlu untuk dikerahkan untuk mengurangi ketergantungan terhadap mobil dan
motor.