Disusun oleh :
DINI DWIJAYANTHI
N P M : 053110142
DAFTAR ISI
Halaman
PENDAHULUAN ........................................................................ 1
BAB III
3.1 Definisi
............................................................................................. ..... 7
BAB IV
METODE PENELITIAN............................................................. 29
BAB V
BAB VI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari di daerah perkotaan, seringkali muncul berbagai
1.2.
Rumusan Masalah
Di dalam penelitian ini terdapat beberapa permasalahan yang akan dijadikan
bahan studi. Bertolak belakang dari latar belakang alasan pemilihan judul yang telah
dikemukakan diatas, maka muncul permasalahab utama yang mendasar, yakni sebagai
berikut:
1.
Mengapa sering diabaikan trotoar sebagai fasilitas pejalan kaki dan sering
disalahgunakan oleh manusia?
2.
3.
1.3.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternatif yang
menguntungkan dalam menangani permasalahan pemanfaatan trotoar di Kota
Pekanbaru antara lain:
1. Sebagai bahan masukan maupun kritikan kepada Pemerintah Kota Pekanbaru
maupun pihak yang terkait mengenai kondisi serta kebutuhan para pejalan
kaki akan rasa kenyamanannya.
2. Mendapatkan pemecahan masalah pemanfaatan trotoar, sehingga trotoar dapat
digunakan sebagaimana fungsinya.
1.4.
Batasan Permasalahan
Untuk memperjelas permasalahan dan memudahkan dalam menganalisa, maka
dibuat batasan-batasan masalah sebagai berikut ini:
1. Penelitian dilakukan pada kawasan Plaza Ramayana Pekanbaru dengan empat
zona.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Trotoar merupakan fasilitas yang sangat penting bagi pejalan kaki. Dalam hal ini
trotoar haruslah diperhatikan fungsinya dengan tepat. Penelitian mengenai kenyamanan
pejalan kaki terhadap jalur trotoar sudah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, namun
peneliti yang satu dengan peneliti yang lain memiliki latar belakang yang berbeda-beda.
Beberapa diantaranya yang melakukan penelitian yang terkait dengan
kenyamanan pejalan kaki tehadap jalur trotoar adalah Lukman Wibowo.
Lukman Wibowo (2006), telah melakukan penelitian dengan judul Studi
Tentang Kenyamanan Pejalan Kaki Terhadap Pemanfaatan Trotoar di Jalan Protokol
Kota Semarang (Sudi Kasus Jalan MT. Haryoni Semarang). Lokasi penelitian ini pada
ruas Jalan MT. Haryono Semarang. Adapun metode yang dipakai dengan menggunakan
metode sampel dan teknik sampling serta menyerbarkan lembar kuesioner. Dari
penelitian telah diperoleh hasilnya yaitu bahwa hasil perhitungan analisis deskriptif
prosentase yang telah diperoleh memberikan keterangan bahwa dari jumlah responden
sebanyak 100 pejalan kaki (dalam 4 zona pengambilan sampel populasi) adalah tergolong
dalam kriteria tingkat kenyamanan yang kurang baik.
Indira Sari (2001), telah melakukan penelitian dengan judul Analisa Pola
Perjalanan Pejalan Kaki (Pedestrean) di Kawasan Pertokoan Dika dan Sekitarnya.
Pada penelitian ini peneliti menggunakan metode program SPSS 7.5. Dari penelitian ini
telah didapat hasilnya yaitu, besarnya pergerakan yang terjadi antar zona dipengaruhi
dengan daya tarik kawasan zona itu maing-masing. Bila suatu zona mempunyai daya
tarik yang besar maka akan banyak perjalanan yang msuk pada zona tersebut. Sedangkan
pembebanan pada jaringan pejalan kaku terbanyak pada ruas trotoar 14. Pada volume
pesestrian untuk hari libur meningkat. Hal ini dikarenakan pada hari libur pedestrian
tidak melakukan aktivitas seperti hari kerja (kerja dan sekolah).
Barnabas Untung Sudianto (1997), telah melakukan penelitian dengan judul
Fasilitas Pejalan Kaki di Pusat Pertokoan (Studi Kasus di Pusat Pertokoan Salatiga).
Maksud dari penelitian ini adalah membuat permodelan kebutuhan fasilitas pejalan kaki
di pusat pertokoan. Penelitian ini dilakukan di pusat pertokoan Jalan Jenderal Sudirman
Salatiga. Pusat penelitian ini dibagi menjadi 2 zona. Setiap zona dibagi dalam 6 seksi dan
diambil 2 persimpangan jalan. Data lapangan diolah dan dianalisis untuk menghasilkan
model fasilitas pejalan kaki di pusat pertokoan. Model fasilitas pejalan kaki terdiri dari
lebar efektif trotoar, tinggi trap refure dan luas sudut persimpangan jalan. Aplikasi model
di pusat pertokoan menunjukkan hasil yang baik. Khususnya aplikasi model di pusat
pertokoan. Pada aplikasi model fasilitas pejalan kaki di pusat pertokoan Salatiga
menghasilkan rekomendasi setempat.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul Analisa Kebutuhan Fasilitas Pejalan Kaki Plaza Ramayan
Pekanbaru
Dalam penelitian ini metode yang digunakan sama dengan penelitian sebelumnya.
Yang membedakan adalah lokasi dan ruang lingkup pembahasan yang ditinjau.
BAB III
LANDASAN TEORI
3.1
Definisi
Trotoar adalah jalur pejalan kaki yang terletak pada daerah milik jalan yang diberi
lapisan permukaan dengan elevasi yang lebih tinggi dari permukaan perkerasan jalan, dan
pada umumnya sejajar dengan jalur lalu lintas kendaraan (Direktorat Bina Teknik Kota
Direktorat Jenderal Bina Marga).
Kegiatan yang ada di suatu ruas jalan secara umum bisa diklasifikasikan menjadi
tiga macam, pertama adalah pergerakan bagi bukan pejalan kaki atau non-pedestrian yang
utamanya terdiri dari pergerakan kendaraan beroda. Sedangkan dua lainnya terdiri dari
pergerakan pejalan kaki, yaitu kegiatan pedestrian dinamis seperti kegiatan berjalan kaki,
berlari, dan berjalan-jalan, dan yang lain adalah kegiatan pedestrian statis yang meliputi
kegiatan berdiri, bersender, duduk, berjongkok, berbaring, dan sebagainya (Rapoport,
1983).
Untuk mendefinisikan ruas jalan sebagai area pedestrian (pedestrian street)
Untermann (1984) menekankan fungsi area pedestrian, yaitu a street where pedestrian
are given precendence over automobiles and other motorized transportation. Walaupun
pejalan kaki memperoleh prioritas utama namun area pedestrian tidaklah perlu harus
bebas kendaraan. Area pedestrian bisa diciptakan melalui berbagai cara seperti desain
fisik atau pemberlakuan peraturan lalu lintas secara spesifik.
Sering kali upaya pembuatan area pedestrian dikaitkan dengan kegiatan
perbelanjaan, namun Uhlug (1979) menekankan bahwa pembuatan area pedestrian lebih
didedikasikan kepada kegiatan manusia secara umum dari pada semata-mata untuk
kegiatan jual-beli. Namun demikian diakui pula banyak pengalaman yang mengatakan
bahwa pembuatan area pedestrian biasanya mengakibatkan meningkatnya kegiatan
perbelanjaan di sekitarnya dan mendorong terjadinya investasi baru.
3.2
pedestrian telah banyak dibuat pemerintah setempat. Sejarah pedestrian meliputi dua
macam. Berikut sejarah pedestrian antara lain:
a. Pedestrian Street Pada Masa Lalu
Pada zaman dulu, penyediaan jalan bagi pedestrian didasari oleh berbagai
alasan. Pada zaman Romawi kuno penetapan area pedestrian didasari oleh
banyaknya kecelakaan pedestrian akibat terlindas kereta yang masuk ke kawasan
pusat kota. Julius Caesar menetapkan bahwa pada malam hari pusat kota harus
bebas kereta (Fruin, 1971). Alasan lain adalah karena kebutuhan untuk melakukan
prosesi keagamaan, atau upaya perlindungan terhadap cuaca tertentu misalnya
musim dingin seperti di Montreal dan Skandinavia, atau musim panas di kota-kota
tropis seperti di Singapore, Jakarta, dan Yogyakarta. Perlindungan terhadap cuaca
ini berlanjut pada penciptaan shopping arcade seperti banyak terjadi pada kotakota Eropa seperti Sydney dan Melbourne. Bahkan di USA pernah suatu ketika
dipertengahan tahun 1950an pembuatan area pedestrian diasosiasikan dengan
perbaikan kawasan pusat kota yang tertutup bagi kendaraan mobil dan
menyatakannya sebagai downtown enemy no. 1 (Untermann, 1984).
b. Pedestrian Street Pada Masa Kini
Pada zaman sekarang, awalnya pembuatan area pedestrian mendapat
tentangan yang keras dari masyarakat, terutama dari para pemilik toko di area
tersebut. Contoh yang cukup dikenal adalah sewaktu pembuatan area pedestrian
di Kopenhagen pada tahun 1962. Sosialisasi yang kurang menyebabkan para
pemilik toko menentang rencana tersebut, karena mereka khawatir para pembeli
akan berkurang bila mobil tidak diperkenankan masuk ke area pertokoan. Namun
setelah hasilnya justru menunjukkan sebaliknya, akhirnya mereka beramai-ramai
mendukung proyek tersebut (Lemberg, 1974). Hal ini kemudian memicu
terjadinya penerapan pedestrianisasi kawasan pusat kota dimana-mana, seperti
Eropa, Amerika, dan Australia. Di Jerman (Barat) antara tahun 1929-1973 terjadi
197 pembangunan pedestrian street, di Inggris antara tahun 1967-1980 terjadi 109
pembangunan, dan di Amerika antara tahun 1959-1976 terjadi 70 pembangunan.
Pada tahun 1975, 87% dari jumlah kota-kota di Australia dan Selandia Baru telah
mempunyai zona pedestrian (Robert, 1981).
3.3
Pejalan Kaki
Dirjen Perhubungan Darat (1999 : 205) menyatakan bahwa pejalan kaki adalah
suatu bentuk transportasi yang penting di daerah perkotaan. Pejalan kaki merupakan
kegiatan yang cukup esensial dari sistem angkutan dan harus mendapatkan tempat yang
selayaknya. Pejalan kaki pada dasarnya lemah, mereka terdiri dari anak-anak, orang tua,
dan masyarakat yang berpenghasilan rata-rata kecil.
Perjalanan dengan angkuran umum selalu diawali dan diakhiri dengan berjalan
kaki. Apabila fasiliats pejalan kaki tidak disediakan dengan baik, maka masyarakat akan
kurang berminat menggunakan angkutan umum. Hal yang perlu diperhatikan dalam
masalah fasilitas adalah kenyamanan dan keselamatan, serta harus diingat bahwa para
pejalan kaki bukan masyarakat kelas dua.
Pejalan kaki sering dijumpai, baik hanya untuk jalan-jalan maupun untuk suatu
kebutuhan dengan pertimbangan untuk menghemat biaya transportasi ataupun
pertimbangan jarak yang dekat. Pejalan kaki mempunyai hak untuk mendapatkan
kenyamanan menggunakan jalan, sesuai dengan PP No. 43 Tahun 1993 Tahun 1993 Bab
1 Pasal 2 Ayat 11, yang menyatakan bahwa hak utama adalah untuk didahulukan sewaktu
menggunakan jalan. Oleh karena itu pemerintah membuat prasarana jalan untuk
kendaraan bermotor maupun pejalan kaki.
Menurut Dirjen Perhubungan Darat (1999:1) pejalan kaki adalah bentuk
transportasi yang penting di perkotaan. Pejalan kaki terdiri dari:
a. Mereka yang keluar dari tempat parkir mobil menuju tempat tujuan
b. Mereka yang menuju atau turun dari angkutan umum sebaghian besar masih
memerlukan kegiatan berjalan kaki
c. Mereka yang melakukan perjalanan kurang dari 1 kilometer (km), sebagian
besar dilakukan dengan berjalan kaki
Melihat pentingnya sarana untuk pejalan kaki, maka perlu disediakan fasilitas
untuk keselamatan pejalan kaki. Karena adanya hubungan yang erat ataupun konflik
antara pejalan kaki dengan kendaraan bermotor, maka fasilitas yang diberikan kepada
pejalan kaki terletak di pinggir jalur jalan kendaraan.
3.4
Pola perjalanan pejalan kaki di kawasan Plaza Ramayana Pekanbaru yang dibahas
disini adalah perjalanan yang dilakukan dengan berjalan kaki dengan rute yang bergerak
dari zona asal yaitu tempat pejalan kaki turun dari kendaraan umum/pribadi ke zona
tujuan di dalam daerah tertentu dan selama periode waktu tertentu.
Pola perjalanan pejalan kaki akan menjadi masalah bila perjalanan itu menumpu
pada tujuan yang sama didalam daerah dan pada waktu yang bersamaan.
3.5
tertutup kemungkinan sebagai ruang beraktivitas yang merupakan sebagai ruang terbuka
untuk kontak sosial, wadah kegiatan, rekreasi, dan bahkan untuk aktivitas perekonomian
masyarakat.
Kenyamanan merupakan salah satu nilai vital yang selayaknya harus dinikmati
oleh manusia ketika melakukan aktivitas-aktivitas di dalam suatu ruang. Kenyamanan
suatu ruang dapat berkurang akibat sirkulasi yang tidak tertata dengan benar, misalnya
kurang adanya kejelasan sirkulasi, tidak jelasnya pembagian ruang dan fungsi ruang,
antara sirkulasi pejalan kaki (pedestrian) dengan sirkulasi kendaraan bermotor (Hakim
dan Utomo, 2003 : 186).
Untuk itu harus diperlukan penataan ruang yang fungsional antara sirkulasi untuk
kendaraan bermotor dan pejalan kaki maupun sirkulasi untuk pedagang kaki lima, parkir,
dan lain sebagainya.
3.6
Karakteristik Pedestrian
Karakteristik pedestrian terbagi menjadi beberapa bagian antara lain:
1. Kebutuhan Pedestrian
Dalam penciptaan area pedestrian hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa
area tersebut harus memberi kesempatan bagi pedestrian untuk mengembangkan
rasa sosialisai, rekreasi, dan kebebasan. Untuk itu diperlukan adanya rasa aman,
nyaman, dan kemudahan akses, sebagai berikut:
a. Rasa Aman
Pedestrian perlu mendapatkan perlindungan dari kecelakaan lalu lintas
kendaraan, ancaman kriminal, dan bahaya ancaman fisik yang lain.
pedestrian
tidak
akan
terpisahkan
dengan
keadaan
2. Dimensi Pedestrian
a. Dimensi Badan
Ukuran badan pedestrian ditentukan oleh lebar bahu dan tebal tubuh.
Menurut observasi yang dilakukan oleh Fruin (1971) menyatakan bahwa 99%
manusia berukuran lebar bahu sekitar 52,5 cm dengan tolerasnsi 3,8 cm, dan
tebal tubuh sekitar 33 cm. selanjutnya ia merekomendasikan untuk memakai
ukuran sekitar 45,7 cm x 61 cm atau ekuivalen dengan ellips seluas 0,21 m2
untuk memberi kesempatan bergerak bebas dengan kondisi membawa bawaan
di tangan kanan dan kiri. Untuk orang Indonesia dimensi tersebut mestinya
sudah amat memadai
b. Teritori Bubbles
Pedestrian mempunyai ruang pribadi yang terbentuk antara seorang
pejalan kaki dengan orang lain di depannya di dalam suatu kerumunan orang.
Apabila kapasitas rendah dan ruang longgar maka pedestrian bebas memilih
ruang yang nyaman untuk menghindari terjadinya kontak dengan orang lain.
Bila kapasitas semakin padat maka kebebasan pedestrian untuk berjalan,
belok, memperlambat langkah, maupun berhenti semakin berkurang, dan
ruang pribadi juga semakin mengecil. Ruang yang terbentuk antara satu
pedestrian dengan yang lainnya ini oleh Untermann (1984) disebut sebagai
Teritori Bubbles (Territory Bubbles). Ruang ini menggelembung dalam
bentuk telur dengan sebagian besar ruang berada di dekat si pedestrian yang
bersangkutan. Besarnya bervariasi tergantung kepadatan kerumunan orang,
yaitu antara jarak pandang ke depan sejauh 183 cm untuk situasi padat seperti
berjalan di pusat pertokoan, dan membesar sampai 1.067 cm untuk situasi
yang longgar, seperti berjalan-jalan di taman.
c. Jarak Ruang
Di dalam area pedestrian jarak ruang diperlukan untuk berkomunikasi jika
seseorang sedang dalam keadaan duduk atau sedang berdiri. Jarak ruang
tersebut akan semakin mengecil seiring dengan meningkatnya intensitas ruang
atau meningkatnya mutual interest antara seseorang dengan yang lain, dan
sebaliknya. Jarak ruang juga bisa dipengaruhi oleh pandangan, pendengaran,
bahu/pundak, rasa, dan rabaan yang bervariasi. Secara umum jarak ruang bisa
dibagi menurut keperluannya, sebagai berikut: jarak ruang yang diperlukan
untuk hubungan intim (0-45 cm), jarak hubungan pribadi (45-130 cm), jarak
hubungan sosial (130-375 cm), dan jarak hubungan publik (>375 cm)
(Edward T. Hall dalam Gehl, 1987).
d. Ruang Pandang
Manusia mempunyai kemampuan pandang dalam memperkirakan
kecepatan, jarak, dan arah dari orang lain dalam kegiatan berjalan.
Kemampuan ini membuat pedestrian bisa menangkap berbagai informasi
visual, termasuk rambu lalu lintas, kemungkinan bertubrukan dengan orang
lain yang berpapasan, dan sebagainya. Ruang pandang manusia berbentuk
sudut mulai dari 3 derajat sampai dengan 70 derajat dengan sudut tertinggi
yang masih dalam batas nyaman sebesar 60 derajat. Untuk mengamati hal-hal
yang detail sudut pandang berkisar antara 3-5 derajat. Untuk mengamati orang
lain mulai kepala sampai kaki diperlukan jarak pandang sejauh 2,1 meter.
Gambar 3.5 Rata-rata Longitudinal dan Lateral Spacing pedesrian di arus satu arah (Fruin, 1971)
Pada arus pertemuan maka papasan akan bertambah sulit bila kecepatan
pedestrian meningkat. Menurut Fruin (1971) probability untuk saling bertubrukan atau
bersenggolan adalah 100% pada situasi luas ruang per pedestrian hanya 1,4 m2. Untuk
luas selebihnya probability menurun tajam sampai 65%, dan pada luas 3,25 m2 menjadi
50% dan selebihnya kemungkinan menjadi 0%.
3. Kegiatan Berjalan
a. Kecepatan berjalan
Kecepatan berjalan kaki pada keadaan tidak terhalang normalnya adalah
sekitar 4,8 km per jam, atau sekitar 79,25 m per menit, meningkat sedikit
untuk laki-laki dan sebaliknya untuk perempuan. Penurunan kecepatan bisa
dikarenakan jalannya menanjak atau terhalang oleh kerumunan orang lain,
tanda lalu lintas, atau halangan lain. Halangan tersebut bisa memperlambat
sekitar 25%.
b. Jarak Tempuh
Jarak tempuh pejalan kaki yang masih memadai untuk dilakukan adalah
sekitar 400-500 meter. Untuk anak kecil, orang tua, dan orang cacat
mempunyai jarak tempuh yang lebih pendek. Gehl (1987) menyatakan bahwa
jarak tempuh yang masih mmemadai untuk dilakukan selain diukur dengan
physical distance juga dengan experience distance. Pada gambar di bawah ini,
jarak A yang sebetulnya sama jauhnya dengan jarak B (500 m) akan terasa
lebih jauh, karena rutenya lurus tanpa variasi dan absennya titik-titik yang
menarik perhatian seperti yang ada pada B.
4. Kegiatan Berdiri
Kegitan berdiri meliputi beberapa hal sebagai berikut:
a. Tempat Untuk Berdiri
Pedestrian pada umumnya suka mengamati orang-orang lain, oleh karena
itu mereka cenderung memilih tempat yang terlindung dari pandangan orang
lain maupun arus pejalan kaki atau lalu lintas kendaraan agar bisa secara aman
melakukan pengamatan. Tempat seperti ini biasanya ada di dekat street
funiture atau tempat-tempat teduh di sepanjang tembok bangunan.
b. Elemen Pendukung Untuk Berdiri
Secara umum pedestrian cenderung menyukai berdiri di dekat elemen
lingkungan seperti kolom, pohon, tiang lampu, dsb. Hal ini dikarenakan orang
tidak mau dirinya terekspose seperti apabila mereka harus berdiri sendirian di
tempat yang kosong dan terbuka. Elemen-elemen tersebut mempunyai ruang
imaginary yang bisa melindunginya. Selain itu tempat yang disukai untuk
berdiri adalah yang terdapat elemen penyangga yang bisa digunakan untuk
bersandar, bertopang, dsb.
Selain itu kebutuhan fasilitas pejalan lain yang berdasarkan Direktorat Bina
Teknik Kota Direktorat Jenderal Bina Marga, fasilitas pejalan kaki harus direncanakan
berdasarkan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
1.
Pejalan kaki harus mencapai tujuan dengan jarak sedekat mungkin, aman
dari lalu lintas yang lain dan lancar.
2.
3.
Apabila jalur pejalan kaki memotong arus lalu lintas yang lain harus
dilakukan pengaturan lalu lintas, baik dengan lampu pengatur ataupun
dengan marka penyeberangan, atau tempat penyeberangan yang tidak
sebidang. Jalur pejalan kaki yang memotong jalur lalu lintas berupa
penyeberangan (Zebra Cross), marka jalan dengan lampu pengatur lalu
lintas (Pelican Cross), jembatan penyeberangan dan terowongan.
4.
Fasilitas pejalan kaki harus dibuat pada ruas-ruas jalan di pertokoan atau
pada tempat-tempat dimana volume pejalan kaki memenuh syarat atau
ketentuan-ketentuan untuk pembuatan fasilitas tersebut.
5.
Jalur pejalan kaki sebaiknya ditempatkan sedemikian rupa pada jalur lalu
lintas yang lainnya, sehingga keamanan pejalan kaki lebih terjamin.
6.
7.
Perencanaan jalur pejalan kaki dapat sejajar, tidak sejajar atau memotong
jalur lalu lintas yang ada.
8.
Jalur pejalan kaki harus dibuat sedemikian rupa, sehingga apabila hujan
permukaannya tidak licin, tidak terjadi genangan air serta disarankan untuk
dilengkapi dengan pohon-pohon peneduh.
9.
Adapun fasilitas pejalan kaki dapat dipasang dengan kriteria sebagai berikut:
1. Fasilitas pejalan kaki harus dipasang pada lokasi-lokasi dimana pemasangan
fasilitas tersebut memberikan manfaat yang maksimal, baik dari segi
keamanan, kenyamanan ataupun kelancaran perjalanan bagi pemakainya.
2. Tingkat kepadatan pejalan kaki, atau jumlah konflik dengan kendaraan dan
jumlah kecelakaan harus digunakan sebagai factor dasar dalam pemilihan
fasilitas pejalan kaki yang memadai.
3. Pada lokasi-lokasi/kawasan yang terdapat sarana dan prasarana umum.
4. Fasilitas pejalan kaki dapat ditempatkan disepanjang jalan atau pada suatu
kawasan yang akan mengakibatkan pertumbuhan pejalan kaki dan biasanya
diikuti oleh peningkatan arus lalu lintas serta memenuhi syarat-syarat atau
ketentuan-ketentuan untuk pembuatan fasilitas tersebut. Tempat-tempat
tersebut antara lain:
a. Daerah-daerah industri.
b. Pusat perbelanjaan
c. Pusat pertokoan
d. Sekolah
e. Terminal bus
f. Perumahan
g. Pusat hiburan
5. Fasilitas pejalan kaki yang formal terdiri dari beberapa jenis sebagai berikut:
1) Jalur Pejalan Kaki yang terdiri dari:
a)
Trotoar
b)
Penyeberangan
c)
(a)
Jembatan Penyeberangan
(b)
Zebra Cross
(c)
Pelican Cross
(d)
Terowongan
Non Trotoar
3.7
a)
Lapak Tunggu
b)
Rambu
c)
Marka
d)
e)
Bangunan Pelengkap
Dalam proses pemilihan rute, kondisi tata guna lahan akan sangat
berpengaruh dalam menentukan potensi besaran atau jumlah orang yang akan
pergi ke suatu zona ataupun yang berasal dari suatu zona.
2. Faktor Perilaku Pengguna Jaringan Jalan
Perilaku pengguna jaringan jalan adalah perilaku umum orang pada saat
yang bersangkutan menggunakan jaringan jalan (berupa memilih rute
perjalanan) dalam melakukan perjalanannya dari tempat asal dari tempat
tujuan. Perilaku orang dalam memilih rute akan sangat tergantung dari
persepsi yang bersangkutan tentang perjalanan itu sendiri, yaitu perjalanan
tersebut harus mudah dan menyenangkan.
3. Faktor Struktur Jaringan Jalan
Struktur jaringan jalan adalah tata letak ataupun konfigurasi ruas-ruas
jalan dalam membentuk jaringan. Makin banyak ruas yang ada untuk
membentuk jaringan maka makin komplek struktur jaringan jalan. Bagi
pengguna jalan faktor struktur jaringan jalan sangat mempengaruhi perilaku
rute. Makin besar ataupun makin rumit struktur jaringan maka berarti makin
banyak pula alternatif rute yang tersedia bagi pemenuhan perjalannya. Hal ini
berarti bahwa perjalanan akan lebih tersebar di banyak ruas, yaitu arus lalu
lintas akan tersebar atau arus yang timbul pada masing-masing ruas akan
kecil. Demikian juga sebaliknya.
4. Faktor Kondisi Fisik Ruas Jalan
Kondisi ruas jalan adalah kondisi fisik objektif dari ruas yang
bersangkutan, terutama ditinjau dari seberapa mudah suatu ruas dilewati oleh
pengguna jalan seperyi kondisi permukaan jalan.
3.8
model kebutuhan fasilitas yang formal. Dikatakan demikian dikarenakan Plaza Ramayana
Pekanbaru memliki trotoar yang berada di pertokoan.
Trotoar adalah jalur yang terletak berdampingan dengan jalur lalu lintas
kendaraan yang khusus dipergunakan oleh pejalan kaki (pedestrian). Untuk keamanan
pejalan kaki maka trotoar ini harus dibuat terpisah dari jalur lalu lintas kendaraan, oleh
struktur fisik berupa kerb. Kerb adalah batas yang ditinggikan yang terbuat dari bahan
yang kaku, terletak antara pinggir jalur lalu lintas dan trotoar yang berpengaruh terhadap
dampak hambatan samping pada kapasitas dan kecepatan.
Trotoar adalah bagian dari rekayasa jalan yang disediakan bagi pejalan kaki yang
biasanya sejajar dengan jalan dan dipisahkan dari jalur lalu lintas oleh kereb. Lebar
trotoar menurut Keputusan Menteri Perhubungan No. KM. 65 Tahun 1993, seperti
terlihat pada tabel 3.1 sebagai berikut :
4,00 meter
3,00 meter
Di wilayah industri
a. pada jalan primer
3,00 meter
2,00 meter
Di wilayah pemukiman
a. pada jalan primer
2,75 meter
2,00 meter
Bila jumlah pejalan kaki yang melalui suatu jalan tinggi, maka lebar trotoar yang
dianjurkan adalah menurut Keputusan Menteri Perhubungan No. KM. 65 Tahun 1993,
seperti terlihat pada tabel 3.2 sebagai berikut :
1.
6 orang
2,3-5,0 meter
2.
3 orang
1,5-2,3 meter
3.
2 orang
0,9-1,5 meter
4.
1 orang
0,6-0,9 meter
Perlu atau tidaknya trotoar disediakan sangat tergantung bagi volume pedestrian
dan volume lalu lintas pemakai jalan tersebut. Adapun ketentuan dalam pemasangan
trotoar (Direktorat Bina Teknik Kota Direktorat Jenderal Bina Marga) adalah sebagai
berikut:
1. Trotoar hendaknya ditempatkan pada sisi luar bahu jalan atau sisi luar jalur
lalu lintas. Trotoar hendaknya dibuat sejajar dengan jalan, akan tetapi trotoar
dapat tidak sejajar dengan jalan bila keadaan topografi atau keadaan setempat
yang tidak memungkinkan.
2. Trotoar hendaknya ditempatkan pada sisi dalam saluran drainase terbuka atau
diatas saluran drainase yang telah ditutup dengan plat beton yang memenuhi
syarat.
3. Trotoar pada pemberhentian bus harus ditempatkan berdampingan/sejajar
dengan jalur bus. Trotoar dapat ditempatkan didepan atau dibelakang halte.
Trotoar dapat juga direncanakan pada ruas jalan yang terdapat volume pejalan
kaki lebih dari 300 orang per 12 jam (jam 06.00-18.00) dan volume lalu lintas lebih dari
1000 kendaraan per 12 jam (jam 06.00-18.00). Ruang bebas trotoar tidak kurang dari 2,5
meter dan kedalaman bebas tidak kurang dari satu meter dan permukaan trotoar.
Kebebasan samping tidak kurangdan 0,3 meter. Perencanaan pemasangan utilitas selain
harus memenuhi ruangbebas trotoar juga harus memenuhi ketentuan-ketentuan dalam
buku petunjuk pelaksanaan pemasangan utilitas.
Lebar trotoar harus dapat melayani volume pejalan kaki yang ada. Lebar
minimum trotoar sebaiknya seperti yang tercantum dalam tabel 2 sesuai dengan
klasifikasi jalan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 3.3.
Minimum
(m)
Tipe II
Lebar Minimum
(Pengecualian)
Kelas I
3.0
1.5
Kelas II
3.0
1.5
Kelas III
1.5
1.0
Keterangan:
Lebar minimum digunakan pada jembatan dengan panjang 50 meter atau lebih pada
daerah terowongan dimana volume lalu-lintas pejalan kaki (300 - 500 orang per 12 jam).
3.9
b.
Dalam keadaan ideal untuk mendapatkan lebar minimum Jalur Pejalan Kaki
(W) dipakai rumus dari Direktorat Bina Teknik Kota Direktorat Jenderal
Bina Marga tahun 1999 sebagai berikut:
W =
P
+ N .(3.1)
35
Keterangan:
N (meter)
Keadaan
1,5
1,0
0,5
c.
Lebar jalur pejalan kaki harus ditambah, bila pada jalur tersebut terdapar
perlengkapan jalan (road funiture) seperti patok rambu lalu lintas, kotak
surat, pohon peneduh atau fasilitas umum lainnya.
d.
Penambahan lebar jalur pejalan kaki apabila dilengkapi fasilitas dapat dilihat
seperti pada tabel 3.5 dibawah ini.
Jenis Fasilitas
Kursi Roda
100 120
75 100
100 120
75 100
Kotak Surat
100 120
Keranjang Sampah
100
Tanaman Peneduh
60 120
Po Bunga
150
e.
f.
Perkerasan dapat dibuat dari blok beton, perkerasan aspal atau plesteran.
g.
Lebar trotoar disarankan tidak kurang dari 2 meter. Pada keadaan tertentu
Lebar trotoar dapat direncanakan sesuai dengan batasan lebar minimum pada tabel 3.6
dibawah ini.
Lebar Minimum
Perumahan
1,5
Perkantoran
2,0
Industri
2,0
Sekolah
2,0
Terminal/Stop Bus
2,0
Pertokoan/Perbelanjaan
2,0
Jembatan/Terowongan
1,0
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1
Bahan dan alat yang digunakan pada proses pengambilan data penelitian ini
adalah:
1. Kamera digital, digunakan untuk mendokumentasikan data hasil pengamatan.
2. Alat tulis (pena atau pensil), digunakan untuk mencatat dan menulis data.
3. Penunjuk waktu (arloji), digunakan untuk mengetahui waktu pengambilan
data.
4. Meteran, digunakan untuk mengukur lebar, panjang dan tinggi dari trotoar.
4.2
4.2.1. Literatur
Literatur adalah upaya mencari data mengenai hal-hal atau variable yang
berupa buku yang berhubungan dengan pejalan kaki, dan lain sebagainya.
Data yang diambil untuk penelitian ini adalah berupa:
1. Dokumentasi foto
2. Data kondisi fisik prasarana jalan
3. Kondisi jalur trotoar yang berhubungan dengan tingkat kenyamanan pejalan
kaki
4. Peta penelitian Plaza Ramayana Pekanbaru
4.2.2. Data Primer
Data yang diperoleh dari survey langsung di lokasi penelitian yaitu jalur
trotoar di kawasan Plaza Ramayana Pekanbaru. Proses pengambilan data
volume jumlah pejalan kaki dilakukan selama tiga hari yakni Senin, Jumat dan
Minggu yang dimulai dari pagi pada jam 09.00 WIB sampai dengan sore pada
jam 18.00 WIB.
4.3
Waktu Survey
Di dalam penelitian ini waktu survey sangat diperlukan. Penelitian ini mengambil
waktu sebagai berikut:
a. Pagi Hari
Hari kerja/aktif, yakni antara pukul 09.00 12.00 WIB.
b. Siang Hari
Hari kerja/aktif, yakni antara pukul 12.00 15.00 WIB.
c. Sore Hari
Hari kerja/aktif, yakni antara pukul 15.00 18.00 WIB.
4.4
Variabel Parameter
Variabel parameter yang akan diteliti sangat diperlukan agar penelitian yang akan
dilaksanakan lebih terarah dan mempunyai batasan dan ruang lingkup, sehingga akan
mempermudah pada saat menganalisa dan membahasnya. Parameter yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu:
4.5
Lokasi Penelitian
Dalam penelitian ini mengambil objek penelitian berupa fasilitas pejalan kaki
yang terdapat di Plaza Ramayana Pekanbaru berupa trotoar.
Trotoar adalah jalur yang terletak berdampingan dengan jalur lalu lintas
kendaraan yang khusus dipergunakan oleh pejalan kaki (pedestrian). Untuk keamanan
pejalan kaki maka trotoar ini harus dibuat terpisah dari jalur lalu lintas kendaraan, oleh
struktur fisik berupa kereb. Perlu atau tidaknya trotoar disediakan sangat tergantung bagi
volume pedestrian dan volume lalu lintas pemakai jalan tersebut, lebar trotoar yang
digunakan pada umumnya berkisar antara 1,5 3,0 meter.
Adapun lokasi objek penelitian ini terletak di Plaza Ramayana Pekanbaru.
Adapun lokasi penelitian tesebut dapat dilihat pada gambar 4.1 adalah:
RUKO
ZONA C
ZONA D
PLAZA
RAMAYANA
PEKANBARU
JALAN SUDIRMAN
ZONA B
JALAN HOS
COKRO AMINOTO
UTARA
ZONA A
4.6
Tahapan Penelitian
Penyusunan penelitian ini menggunakan bagan alir agar dengan mudah pembaca
mengetahui langkah-langkah pelaksanaan atau penelitian yang dilakukan. Adapun tahaptahap dalam penelitian ini adalah:
1.
Mulai
Survey Pendahuluan
Dilakukan untuk mengetahui kondisi sesungguhnya yang terjadi di
lapangan.
3.
Pengumpulan Data
Mengumpulkan data-data apa saja yang diperlukan dalam penelitian ini.
Adapun data yang diperlukan adalah data primer dan data literature.
4.
Analisa Data
Dalam penelitian ini analisis yang digunakan adalah analisis data deskriptif
persentase yang didasarkan untuk mengetahui keadaan sesuatu yang bersifat
kualitatif dengan penafsiran persentase data kuantitatif melalui metode
pengumpulan data langsung ke lapangan.
5.
Kesimpulan
Menyimpulkan semua dari hasil data analisa dan pembahasan serta
memberikan saran atau masukan dari kesimpulan yang diperoleh. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 4.2 berikut ini.
Mulai
Survey Pendahuluan
Pengumpulan Data
Observasi
Lapangan
Data Primer
Analisa Data
Pembahasan dan
Kesimpulan
Selesai
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1
Karakteristik fisik fasilitas pejalan kaki ini dapat berupa lebar. Lebar trotoar di
semua seksi untuk keempat zona penelitian berbeda-beda. Pada zona A dan zona C lebar
trotoar sama yaitu 1,947 meter. Zona B memiliki lebar 1,736 meter. Sedangkan zona D
memiliki lebar 1,73 meter.
Lebar efektif trotoar dibanyak seksi dari empat zona penelitian relatif kecil, karena
lebar trotoar yang ada telah dikurangi oleh dagangan para pemilik toko.
5.2
5.3
Survey pendahuluan telah dilakukan pada tanggal 18 Mei 2009, 22 Mei 2009, 23
Mei 2009, 14 Desember 2009, 17 Desember 2009 dan 19 Desember 2009. Survey ini
meliputi pengenalan situasi dan kondisi pusat pertokoan, karakteristik fasilitas pejalan
kaki, aliran dan kecepatan pejalan kaki. Pengenalan karakteristik fisik fasilitas pejalan
kaki merupakan langkah untuk mendapatkan lebar efektif trotoar.
Hasil survay pendahuluan menunjukkan bahwa aliran pejalan kaki terbesar terjadi
pada jam-jam sibuk, yaitu jam 13.00-14.00 WIB. Banyak pegawai negeri, pegawai
swasta, ibu rumah tangga, mahasiswa maupun pelajar yang belanja.
Data jumlah pejalan kaki yang berada di kawasan trotoar Plaza Ramayana
Pekanbaru diambil dari pagi sampai sore. Data jumlah pejalan kaki dapat dilihat pada
lampiran A.
5.4
Lebar efektif trotoar di banyak seksi dari empat zona penelitian relatif kecil, karena
lebar trotoar yang ada telah terkurangi oleh dagangan pemilik toko.
Dimensi trotoar sangat mempengaruhi keselamatan, kelancaran dan kenyamanan
sirkulasi pejalan kaki. Semakin kecil lebar efektif trotoar, maka semakin lambat sirkulasi
pejalan kaki. Semakin tinggi trotoar, maka semakin berbahaya bagi pejalan kaki untuk
menyusuri trotoar dan menyeberang jalan.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 5.1 Dimensi Trotoar
(orang)
(meter)
Zona
Pagi
Siang
Sore
Pagi
Siang
Sore
77
687
331
1,947
1,53
1,75
268
936
457
1,736
1,43
1,01
232
1497
451
1,947
1,53
1,75
557
1,73
0,98
1,45
412
1675
5.5
Pada gambar 5.5 menjelaskan hasil penelitian yang diperoleh mengenai persepsi
pejalan kaki tentang kenyamanan yang ditinjau dari beberapa faktor dalam pemanfaatan
jalur trotoar, dapat ditunjukkan dari kuesioner.
Tidak
Nyaman
10%
Kurang
Nyaman
41%
Sangat
Nyaman
7%
Cukup
Nyaman
42%
5.6
Dari hasil perhitungan yang ditinjau dari lebar jalur pejalan kaki disetiap zona dapat
dilihat dibawah ini.
5.6.1
Trotoar Pertokoan
Pada tabel 5.2 menjelaskan hasil analisa yang diperoleh dari lebar jalur
pejalan kaki di kawasan Plaza Ramayana Pekanbaru.
Tabel 5.2 Lebar Jalur Trotoar Pertokoan
Trotoar
Pagi
Siang
Sore
Pangkal
Ujung
Zona A
1,947
1,53
1,75
1,947
1,214
Zona B
1,736
1,43
1,01
2,8
1,736
Zona C
1,947
1,53
1,75
1,947
1,214
Dari tabel diatas menunjukkan bahwa lebar jalur pejalan kaki di pertokoaan
pada setiaap zona berbeda. Terlihat pada tabel lebar jalur pejalan kaki pada pagi
hari (Zona A) masih sama dengan lebar jalur pejalan kaki yang ada. Sedangkan
pada siang dan sore tidak lagi sama. Dikarenakan pada siang dan sore para pemilik
toko meletakkan barang dagangannya di area jalur pejalan kaki. Sehingga membuat
jalur pejalan kaki yang seharusnya cukup nyaman untuk para pejalan kaki menjadi
kurang nyaman. Begitu juga pada zona B dan C.
5.6.2
Trotoar Jalan
Pada tabel 5.3 menjelaskan hasil analisa yang diperoleh dari lebar jalur
pejalan kaki di kawasan Plaza Ramayana Pekanbaru.
Trotoar
Zona D
W (meter)
509,11
Ujung
0,96
1,73
Dari tabel diatas menunjukkan bahwa lebar jalur pejalan kaki di kawasan
Plaza Ramayana Pekanbaru tidak memenuhi syarat. Menurut tabel 3.6 lebar trotoar
minimal 2 meter. Sedangkan lebar jalur pejalan kaki di Zona D kurang dari 2 meter.
Maka dapat dikatakan bahwa trotoar jalan yang berada di kawasan Plaza Ramayana
(Zona D) termasuk trotoar yang tidak memenuhi syarat. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada gambar 5.2 dibawah ini.
HALTE
HALTE
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dalam penelitian analisa kebutuhan fasilitas pejalan
kaki Plaza Ramayana Pekanbaru, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
a. Hasil penelitian dari 15 orang responden trotoar di kawasan Plaza Ramayana
Pekanbaru menunjukkan bahwa termasuk dalam tingkat kenyamanan Cukup
Nyaman yang menduduki rangking paling tinggi yaitu 42%.
b. Persepsi karakteristik pejalan kaki terbagi menjadi beberapa faktor antara lain:
kebutuhan pedestrian yang meliputi rasa aman, rasa nyaman, dan kemudahan
akses. Rasa aman dalam hal ini para pejalan kaki mendapatkan perlindungan
dari kecelakaan lalu lintas kendaraan, ancaman kriminal dan lain-lain. Rasa
nyaman akan timbul dengan lingkungan menarik, menyenangkan, terpelihara,
dan lain-lain. Lebar jalur pejalan kaki juga merupakan suatu faktor yang
menunjang kenyamanan para pejalan kaki. Jika jalur pejalan kaki tidak sesuai
dengan ketentuan maka kenyamanan para pejalan kaki tidak akan didapat.
Persepsi tersebut didapat dari lembar kuesioner.
c. Dari hasil perhitungan yang ditinjau dari lebar jalur pejalan kaki menunjukkan
bahwa lebar jalur pejalan kaki di kawasan Plaza Ramayana Pekanbaru tergolong
dalam trotoar yang tidak mendukung kenyamanan.tidak memenuhi syarat. Pada
syarat lebar trotoar minimal 2 meter, sedangkan lebar yang ada kurang dari 2
meter.
6.2
Saran
Berdasarkan hasil-hasil yang telah diperoleh dalam penelitian ini, maka penulis
dapat memberikan saran-saran adalah:
a. Perlunya dibuat pengaturan yang jelas mengenai penggunaan trotoar yang
digunakan sesuai dengan fungsinya yaitu tempat khusus berjalan pedestrian.
b. Dilihat pada setiap zona jalur trotoar banyak digunakan para pemilik toko untuk
meletakkan dagangannya sehingga para pejalan kaki merasa tidak nyaman,
untuk itu maka perlu dilakukan pengaturan kembali atau penataan ulang yang
lebih sistematis untuk penyedian fasilitas jalur.
c. Dalam perancangan ulang fasilitas jalur trotoar harus memperhatikan unsurunsur penting yang menunjang tingkat kenyamanan pejalan kaki dalam
pemanfaatan jalur trotoar.
d. Untuk peneliti selanjutnya disarankan untuk meneliti beberapa tahun yang akan
datang, misalnya dengan jarak 5 atau 10 tahun yang akan datang serta
menggunakan program SPSS untuk mengetahui faktor yang paling berpengaruh
dalam kenyamanan trotoar.