Skripsi
Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana
Terapan Transportasi Pada Jurusan D IV Transportasi
Darat
Oleh :
DIANGGA REGGY ANGGORO
Notar : 1701020
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
Tabel 1 ............................................................................................. 8
Tabel 2 ............................................................................................. 16
Tabel 3 ............................................................................................. 17
Tabel 4 ............................................................................................. 18
Tabel 5 ............................................................................................. 18
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 ......................................................................................... 10
Gambar 2 ......................................................................................... 11
Gambar 3 ......................................................................................... 12
Gambar 4 ......................................................................................... 13
Gambar 5 ......................................................................................... 27
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Pasal 25 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 mengatur bahwa setiap
jalan yang digunakan untuk angkutan umum harus dilengkapi dengan
perlengkapan jalan berupa fasilitas pejalan kaki dan penyandang cacat.
Berdasarkan aspek hukum tersebut, wajib menyediakan fasilitas pejalan kaki
yang memadai. Oleh karena itu, diperlukan perencanaan teknis untuk
fasilitas pejalan kaki.
Pasar Majalaya memiliki cakupan wilayah yang cukup luas meliputi beberapa
ruas jalan. Ruas – ruas jalan tersebut didominasi oleh jalan 2/2 UD dengan
lebar jalan terkecil 5 m. Di samping kiri kanan jalan terdapat banyak lapak
pedagang dan parkir on street. Terdapat fasilitas pejalan kaki seperti trotoar,
namun pembangunannya tidak konsisten sehingga sangat tidak memadai bila
digunakan. Serta fungsionalitas nya dirubah oleh para pedagang pasar untuk
dijadikan lapak bagi mereka dan juga sebagai tempat pembuangan sampah.
semakin membawa pengaruh terhadap kondisi lalu lintas di ruas jalan sekitar
Pasar Majalaya Kabupaten Bandung. Penelitian ini diharapkan mampu
memberikan pemecahan terhadap masalah fasilitas pejalan kaki yang ada
untuk menciptakan sarana yang aman, tertib, dan selamat.
OPTIMALISASI KINERJA FASILITAS PEJALAN KAKI DI KAWASAN PASAR MAJALAYA KABUPATEN BANDUNG
6
BAB II
GAMBARAN UMUM
Sarana Lalu lintas yang tepat untuk menjadi prioritas dalam menghadapi
perkembangan penduduk terutama daerah sekitar pasar yaitu fasilitas pejalan
kaki baik itu fasiltas menysusuri dan menyeberang jalan. Oleh sebab itu
pemerintah setempat harus memperhatikan hal tersebut dan perlu adanya
koordinasi terhadap instansi – instansi yang terkait untuk melaksanakan
pembangunan dan pengembangan di wilayah Pasar Majalaya.
Kawasan Pasar Majalaya dilalui oleh Jalan kolektor yang terpengaruh oleh
kegiatan kawasan meliputi Jalan Jalan Pasar baru, Jalan Pajagalan, Jalan Pasar
Domba, Jalan Cikaro dan Jalan Separaku. Di antara jalan kolektor tersebut,
Jalan Pajagalan dan Jalan Pasar Baru adalah ruas yang sebagian segmennya
telah tertutup oleh pasar, sehingga sulit dilalui kendaraan
Kondisi transportasi yang ada di wilayah Majalaya, yang dimana daerah itu
juga merupakan daerah CBD. Dapat diketahui bahwa wilayah tersebut
memang menjadi salah satu kawasan utama yang peregerakan lalu lintasnya
OPTIMALISASI KINERJA FASILITAS PEJALAN KAKI DI KAWASAN PASAR MAJALAYA
KABUPATEN BANDUNG
8
OPTIMALISASI KINERJA FASILITAS PEJALAN KAKI DI KAWASAN PASAR MAJALAYA KABUPATEN BANDUNG
10
OPTIMALISASI KINERJA FASILITAS PEJALAN KAKI DI KAWASAN PASAR MAJALAYA KABUPATEN BANDUNG
11
BAB III
KAJIAN PUSTAKA
Sementara kewajiban pejalan kaki diatur pada pasal 132, Nomor 22 tahun
2009, yaitu :
Sasaran optimalisasi fasilitas pejalan kaki sesuai dengan tujuan diatas adalah:
LoS(Level of Service)
Konsep level of service ini dapat digunakan sebagai dasar standar untuk
perencanaan ruang pejalan kaki, yang dimana si pengguna fasilitas dapat
memilih kecepatan berjalan, kemampuan untuk melewati pejalan kaki yang
lain, serta kemudahan dalam peregerakan bersilang dan berbalik arah pada
berbagai pemusatan lalu lintas pejalan kaki.
Pejalan kaki juga termasuk kedalam salah satu moda transportasi, dengan
berbagai pertimbangan perlu dilakukan penelitian mengenai karakteristik
pejalan kaki di kawasan tersebut dan tingkat pelayanannya.
Tingkat pelayanan fasilitas pejalan kaki dapat meliputi dari beberapa indikator
yang terdiri dari
a. Arus (flow)
𝑁 Q = arus pejalan kaki
Q=
𝑇 N = jumlah pejalan kaki yg lewat
t = waktu pengamatan
b. Kecepatan (speed)
V = kecepatan pejalan kaki
𝐿
V= L = Panjang daerah pengamatan
𝑡
t = waktu tempuh pejalan kaki yang melintas
di daerah pengamatan
c. Kepadatan (density)
𝑄 D = kepadatan
D = 𝑉𝑠 Q = arus
Vs = kecepatan rata – rata
d. Ruang pejalan kaki (space)
Kemudian terdapat fasilitas pejalan kaki untuk berjalan dan diberkan ruang
yang aman dan diprioritaskan, berdasarkan UU No. 22 Tahun 2009 tentang
Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan pasal 131 ayat 1 tercantum bahwa pejalan
kaki yang juga didalamnya terdapat penyandang disabilitas merupakan
prioritas utama sebagai pemakai fasilitas yaitu trotoar.
TROTOAR
Leber trotoar harus dapat melayani volume pejalan kaki yang ada. Trotoar
perlu ditinjau baik kapasitas, kondisi, dan kegunaannya apabila terdapat
pejalan kaki yang menggunakan jalur lintas kendaraan.
Kebutuhan lebar trotoar dihitung berdasarkan volume pejalan kaki (V), volume
pejalan kaki rencana adalah volume rata – rata permenit pada interval puncak,
V dihitung berdasarkan survey perhitungan pejalan kaki yang di lakukan setiap
interval 15 menit selama 6 jam waktu tersibuk dalam satu hari untuk 2 arah.
Lebar
Penggunaan Lahan
No Minimum
Sekitarnya
(m)
1 Perumahan 1.50
2 Perkantoran 2.00
3 Industri 2.90
4 Sekolah 2.00
5 Pertokoan / perbelanjaan 2.00
6 Terminal/Pemberhentian Bus 2.00
7 Jembatan/Trowongan 1.00
Sumber : Pedoman Teknis Perencanaan Spesifikasi Trotoar, 1991
Menurut Ahmad Munawar (2004), ada dua pergerakan yang dilakukan pejalan
kaki, meliputi pergerakan menyusuri sepanjang kiri kanan jalan dan
pergerakan memotong jalan pada ruas jalan (menyeberang jalan).
1. Pergerakan Menyusuri
e. Kriteria penyediaan lebar trotoar berdasarkan lokasi
Kriteria penyediaan lebar trotoar berdasarkan lokasi menurut
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 65 Tahun 1993 dapat dilihat
pada Tabel 3.
Lebar
No Lokasi
Minimum (m)
Jalan di daerah perkotaan atau kaki
1 4 meter
lima
Wilayah Industri :
3
a. Pada jalan primer 3 meter
Wilayah Pemukiman :
5
a. Pada jalan primer 2,75 meter
𝐏
Wd = +N ................................................................. II.1
𝟑𝟓
Sumber: Munawar, 2004
Dimana:
Wd = Lebar Trotoar Yang Dibutuhkan (meter)
P = Arus Pejalan Kaki (orang/menit)
N = Nilai Konstanta
Dimana:
P = Jumlah Pejalan Kaki yang Menyeberang (orang/jam)
V = Volume Lalu Lintas (kendaraan/jam)
A. Zebra Cross
Merupakan tipe fasilitas peyeberangan yang ditandai dengan garis – garis
berwarna putih searah arus kendaraan atau dinyatakan dengan marka
berupa dua garis utuh melintang jalur lalu lintas. Diperuntukkan bagi
pejalan kaki yang akan menyeberang jalan, garis membujur dengan tebal
garis 300 mm dan dengan tebal celah yang sama dan panjang sekurang –
kurangnya 2500 mm, ditambah lagi dengan larangan parkir agar pejalan
kaki yang akan menyeberang dapt terlihat oleh pengemudi kendaraan di
jalan. Pejalan kaki yang berjala diatas zebra cross mendapatkan prioritas
terlebih dahulu.
Zebra cross di jalan raya ini dianggap sebagai tempat yang aman bagi para
pejalan kaki untuk menyeberang jalan dari satu sisi ke sisi lainnya yang
berseberangan. Para penyeberang ini juga dilindungi undang – undang
nomor 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan. Dalam undang
– undang itu pasal 131, disebutkan bahwa pejlan kaki berhak atas
ketersediaan fasilitas pendukung seperti trotoar dan tempat
penyeberangan. Pejalan kaki juga berhak mendapat prioritas dalam
melakukan penyeberangan.
Fasilitas ini cocok ditempatkan pada jalan dengan jumlah aliran
penyeberangan jalan relatif rendah dengan jenis penyeberangan sebidang.
Keuntungannya adalah biaya pemasangan yang murah dan pengoperasian
yang ekonomis.
B. Jembatan Penyeberangan
fasilitas pejalan kaki untuk menyeberang jalan yang ramai dan lebar atau
menyeberang jalan tol dengan menggunakan jembatan, sehingga orang
dan lalu lintas kendaraan dipisah secara fisik.
Jembatan penyeberangan juga digunakan untuk menuju tempat
pemberhentian bis (seperti busway Transjakarta di Indonesia), untuk
memberikan akses kepada penderita cacat yang menggunakan kursi roda,
tangga diganti dengan suatu akses dengan kelandaian tertentu. Langkah
lain yang juga dilakukan untuk memberikan kemudahan akses bagi
penderita cacat adalah dengan menggunakan tangga berjalan ataupun
dengan menggunakan lift.
Pembangunan jembatan penyeberangan disarankan memenuhi ketentuan
sebagai berikut :
1. Bila fasilitas penyeberangan dengan menggunakan Zebra Cross dan
Pelikan Cross sudah mengganggu lalu lintas yang ada.
2. Pada ruas jalan dimana frekwensi terjadinya kecelakaan yang
melibatkan pejalan kaki cukup tinggi.
3. Pada ruas jalan yang mempunyai arus lalu lintas dan arus pejalan kaki
yang tinggi.
Perbedaan antara pelican crossing dengan zebra cross yaitu, zebra cross
tidak memberikan keleluasaan terhadap pengguna fasilitas
penyeberangan untuk mengatur lampu yang memberi tanda agar
kendaraan berhenti di belakang garis.
VISSIM merupakan salah satu dari aplikasi transportasi yang dapat menampilkan
simulasi mikroskopis berdasarkan waktu dan perilaku yang dikembangkan untuk
model lalu lintas perkotaan. Program ini dapat digunakan untuk menganalisa
operasi lalu lintas dibawah batasan konfigurasi garis jalan, komposisi lalu lintas,
sinyal lalu lintas, dan lain-lain. Sehingga aplikasi ini dapat membantu untuk
mensimulasikan berbagai alternatif rekayasa transportasi dan tingkat perencanaan
yang paling efektif. Tidak hanya berkaitan terhadap jaringan jalan, tetapi juga
simpang, angkutan umum, serta pedestrian.
3. Karakteristik kendaraan
Secara sederhana, pembuatan model menggunakan VISSIM dibagi menjadi 5
tahap:
1. Identifikasi ruang lingkup wilayah yang akan di modelkan
2. Pengumpulan data
3. Network coding
4. Error checking
5. Kalibrasi dan validasi model
Validasi model dengan Chi-Square
Chi Kuadrat (X2) suatu sempel adalah teknik statistik yang digunakan
untuk menguji hipotesis dua data yang dihasilkan oleh model dan dari
hasil observasi. Hasil dari model selanjutnya dibandingkan dengan data
volume lalu lintas hasil survei. Untuk menilai baik atau tidaknya model
jaringan yang telah dibuat perlu dilakukan validasi dengan uji statistik. Uji
statistik yang digunakan untuk menguji apakah hasil pemodelan yang
dihasilkan dapat diterima atau tidak adalah Uji Chi-kuadrat ruas jalan di
wilayah studi. Berikut adalah langkah-langkah validasi model dengan hasil
survei lalu lintas:
Keterangan :
X2 = Chi Kuadrat
Fo = Frekuensi hasil observasi
Fh = Frekuensi hasil model
BAB IV
METODE PENELITIAN
1. Identifikasi masalah
Identifikasi masalah adalah suatu tindakan observasi secara langsung
untuk mengetahui penyebab atau faktor timbulnya suatu masalah. Pada
tahapan ini akan didapat berbagai masalah yang ada diwilayah studi
(Pasar Majalaya Kabupaten Bandung) dan kemudian dirumuskan untuk
dijadikan beberapa permasalahan pokok. Permasalahan yang
diidentifikasi dalam penelitian ini antara lain :
a. Tingkat pelayanan fasilitas yang cenderung rendah di Kawasan Pasar
Majalaya
b. Adanya potensi resiko kecelakaan bagi pejalan kaki karena tidak ada
fasilitas pejalan kaki.
c. Tidak adanya fasilitas penyeberangan sehingga menyebabkan pejalan kaki
menyeberang secara tidak tertib dan teratur.
d. Kondisi trotoar banyak yang rusak dan terbengkalai sehingga mengurangi
tingkat kenyamanan pejalan kaki
3. Pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan untuk mendapatkan data – data yang akan
digunakan dalam mengolah dan menganalisis permasalahan yang timbul.
a. Arus pejalan kaki yang diperoleh dari survei pejalan kaki gerakan
menyusuri dan gerakan memotong. Data arus pejalan kaki tersebut
akan menjadi dasar penentuan kebutuhan fasilitas pejalan kaki.
b. Kebutuhan sarana pejalan kaki yang diperoleh dari perhitungan
volume pejalan kaki yang terjadi saat surveiSetelah kinerja eksisting
didapat, maka dilakukan modelling dengan menggunakan aplikasi
VISSIM.
c. Penyusunan Alternatif Pemecahan Masalah
Dari seluruh uraian dia atas, maka dapat disusun bagan alir penelitian seperti
gambar IV.1 berikut.
Identifikasi Masalah
Pengumpulan Data
Pengolahan Data
Selesai
a. SUMBER DATA
1. Studi Literatur
Studi litelatur dilakukan sebagai dasar penulis untuk menentukan dasar
teori/pustaka apa saja yang apa yang digunakan untuk mendukung
dalam studi ini, persyaratan apa yang akan digunakan untuk mendukung
penelitian ini.
survei ini diperoleh data inventarisasi fasilitas pejalan kaki dan ruang
pejalan kaki.
c. Survei karakteristik pejalan kaki
Terdapat 2(dua) hasil survey atau data dari kondisi eksisting yang
dapat diperoleh dari survey akrakteristik pejalan kaki yaitu volume
pejalan kaki menyusuri dan volume pejalan kaki menyeberang.
d. Survei arus pejalan kaki (min/m)
Survei tersebut mengumpulkan data dari kondisi eksisting yang
berupa jumlah dari pejalan kaki yang melewati suatu penampang
tertentu.
e. Dokumentasi. Digunakan sebagai pendukung penelitian dalam
mendapatkan dan mengolah data penelitian
Prinsip analisa arus pejalan kaki sama dengan arus kendaraan, sehingga
hubungan dasar antara kecepatan, volume dan kepadatan adalah sama.
Karena jumlah dan kepadatan lalu lintas pejalan kaki meningkat dari arus
bebas ke kemacetan, kecepatan dan kenyamanan pergerakan menurun.
Saat kepadatan pejalan kaki mencapai tingkat kritis, volume dan
kecepatan menjadi tidak teratur dan turun dengan cepat. Faktor
lingkungan juga mempengaruhi arus manusia dalam hal ini yaitu
kenyamanan, kemudahan, keamanan, keselamatan, dan nilai ekonomis
dari sistem berjalan kaki (Roess, 2004).
3. Analisis pergerakan pejalan kaki menyusuri
Untuk menentukan fasilitas pejalan kaki dilakukan dengan
memperhitungkan banyaknya pejalan kaki yang diperoleh dari hasil
kemudian dikomparasi dengan lebar trotoar kondisi sekarang. Rumus yang
digunakan yaitu rumus yang tercantum pada Rumus II.1
4. Analisis pergerakan pejalan kaki menyeberang
Untuk fasilitas pejalan kaki menyeberang jalan, fasilitas yang dibutuhkan
berdasarkan jumlah pejalan kaki yang menyeberang jalan tiap jam. Dari
hasil analisis survey di lapangan dapat ditentukan jenis penyeberangan yang
dibutuhkan. Rumus yang digunakan adalah rumus yang tercantum pada
Rumus II.2
5. Analisis menghitung sampel
Apabila peneliti tidak tahu perilaku populasinya, peneliti dapat
menggunakan rumus Slovin. Jadi rumus Slovin merupakan rumus untuk
menghitung jumlah sampel minimal pada populasi yang tidak diketahui.
Rumus Slovin dapat memberikan gambaran kasar untuk menentukan
jumlah sampel. Namun, rumus non-parametrik ini tidak memiliki ketelitian
matematis (Ryan, 2013). Misalnya, tidak ada cara untuk menghitung
power statistik (yang memberikan informasi seberapa besar kemungkinan
penelitian membedakan efek aktual). Padahal ukuran sampel berdampak
langsung pada power statistik, sedangkan jika power statistik rendah, akan
menghasilkan kesimpulan yang tidak akurat.
OPTIMALISASI KINERJA FASILITAS PEJALAN KAKI DI KAWASAN PASAR MAJALAYA KABUPATEN BANDUNG
32
DAFTAR PUSTAKA
________ ,2009, Undang–Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan, Departemen Perhubungan, Jakarta.
Roess, RP. 2004. Traffic Engineering (3rd Edition). St. Petersburg : Polytechnic
University.