Anda di halaman 1dari 117

PERBANDINGAN EVALUASI TINGKAT KERUSAKAN JALAN

BERDASARKAN METODE BINA MARGA DAN PCI


(PAVEMENT CONDITION INDEX) PADA RUAS JALAN
SAMPANG-KETAPANG STA 23+800 – 29+100
PROVINSI JAWA TIMUR

TUGAS AKHIR

Disusun oleh :
NUR LAILI HAFIZA
NPM.17035010037

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR
2022
PERBANDINGAN EVALUASI TINGKAT KERUSAKAN JALAN

BERDASARKAN METODE BINA MARGA DAN PCI (PAVEMENT

CONDITION INDEX) PADA RUAS JALAN SAMPANG-KETAPANG

STA 23+800 – 29+100 PROVINSI JAWA TIMUR

ABSTRAK

Disusun oleh :

NUR LAILI HAFIZA

NPM.17035010037

Jalan merupakan prasarana untuk melakukan pergerakan. Adanya pembangunan


jalan dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di suatu daerah. Jalan Sampang-
Ketapang adalah salah satu jalan yang memiliki kontribusi dalam memacu
pertumbuhan ekonomi di daerah Sampang karena jalan tersebut merupakan jalur
menuju instansi pemerintah dan beberapa tempat wisata. Jalan tersebut juga
mempunyai fungsi sebagai penghubung antara kecamatan ke kabupaten ataupun dari
desa ke kota kabupaten. Jalan Sampang-Ketapang juga merupakan jalan alternatif
menuju Kota Pamekasan dan Kota Bangkalan. Namun, jalan tersebut mengalami
kerusakan sehingga mengganggu keamanan dan kenyamanan bagi pengguna jalan.
Melihat pentingnya ruas Jalan Sampang-Ketapang, penelitian ini dilakukan untuk
mengevaluasi seberapa parah tingkat kerusakan yang terjadi. Lokasi penelitian ini di
ruas jalan Sampang-Ketapang STA. 23+800 – 29+100 dengan membandingkan nilai
kondisi kerusakan jalan antara dua metode yaitu Metode Bina Marga dengan Metode
PCI (Pavement Condition Index). Data yang digunakan adalah data sekunder berupa
data CBR serta data primer berupa data lalu lintas harian rata-rata (LHR), dokumentasi
kerusakan dan dimensi kerusakan.
Hasil perbandingan evaluasi tingkat kerusakan jalan berdasarkan Metode Bina
Marga dan PCI (Pavement Condition Index) pada ruas jalan Sampang-Ketapang yaitu
terdapat tujuh jenis kerusakan jalan dengan kerusakan dominan yaitu kerusakan retak
dan kerusakan lubang. Perbandingan nilai kondisi kerusakan jalan menurut metode
Bina Marga sebesar 5 berarti jalan masuk kategori pemeliharaan berkala sedangkan
dengan metode PCI sebesar 78,13 berarti jalan masuk kategori pemeliharaan rutin.
Jenis penanganan yang tepat adalah pelapisan ulang tambahan dengan tebal desain
perkerasan tambahan sebesar 60 mm.

Kata Kunci: Evaluasi Kerusakan Jalan, Nilai Kondisi Kerusakan Jalan, Usulan
Perbaikan, Metode Bina Marga, Metode PCI.

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan

hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Penelitian Tugas

Akhir yang berjudul Perbandingan Evaluasi Tingkat Kerusakan Jalan Berdasarkan

metode Bina Marga dan PCI (Pavement Condition Index).

Penyusunan Tugas Akhir ini dilakukan untuk memenuhi persyaratan kelulusan

tingkat sarjana (S-1) pada Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas

Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. Penulis menyadari bahwa Tugas

Akhir ini dapat diselesaikan berkat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Dalam

kesempatan ini, penulis ingin berterima kasih kepada :

1. Dr. Dra. Jariyah, MP., selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Pembangunan

Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2. Dr. Ir. Minarni Nur Trilita., MT., selaku Koordinator Program Studi Teknik Sipil

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

3. Ibnu Sholichin, ST., MT., selaku dosen pembimbing dalam penyusunan Tugas

Akhir yang telah membimbing, memberi masukan sehingga penulis dapat lebih

menyempurnakan Laporan Tugas Akhir ini.

4. Seluruh dosen, staf, dan karyawan Program Studi Teknik Sipil Universitas

Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur atas jasa-jasanya selama penulis

menuntut ilmu.

5. Mama, Papa, Adinda, dan Adam yang selalu memberi dukungan dan motivasi.

6. Suci Amalia, Nadya Maulidina, Siti Aisyah, Novia Qurniawati, dan Royhan

Firdauzi yang telah berkontribusi dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

ii
7. Try Ferisiansyah yang telah menemani dan memberi dukungan dalam

menyelesaikan tugas akhir ini.

8. Seluruh teman-teman teknik sipil yang telah banyak memberikan bantuan yang

tidak dapat penulis sebutkan satu persatu sehingga mengantarkan penulis untuk

penyusunan tugas akhir ini.

Dalam Penyusunan Tugas Akhir ini penulis menyadari bahwa masih banyak

terdapat kekurangan, kesalahan, dan kekhilafan karena keterbatasan kemampuan

penulis. Oleh karena itu, penulis menerima masukan dari para pembaca yang sifatnya

membangun sangat dibutuhkan. Semoga Tugas Akhir ini bermanfaat bagi pembaca

dan khususnya bagi para penerus Program Studi Teknik Sipil Universitas

Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Surabaya, 1 Maret 2022

Penulis

iii
DAFTAR ISI

ABSTRAK .................................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ................................................................................................. ii

DAFTAR ISI............................................................................................................... iv

DAFTAR TABEL...................................................................................................... vii

DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. ix

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1

1.1. Latar Belakang ....................................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah .................................................................................. 4

1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................... 4

1.4. Batasan Masalah .................................................................................... 5

1.5. Manfaat Penelitian ................................................................................. 5

1.6. Lokasi Penelitian.................................................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 7

2.1. Studi Terdahulu...................................................................................... 7

2.2. Definisi Jalan ....................................................................................... 16

2.3. Klasifikasi dan Fungsi Jalan ............................................................... 16

2.3.1.Kelas Jalan Menurut Fungsi ........................................................ 16

2.3.2.Kelas Jalan Menurut Pengelola ................................................... 17

2.3.3.Kelas Jalan Menurut Tekanan Gandar......................................... 17

2.3.4. Kelas Jalan Menurut Besarnya Volume ..................................... 18

2.4. Kerusakan Jalan ................................................................................... 18

2.4.1. Menurut Metode Bina Marga ..................................................... 18

iv
2.4.2.Menurut Meode PCI .................................................................... 18

2.5. Penilaian Kondisi Perkerasan Jalan ..................................................... 28

2.5.1.Metode Bina Marga ..................................................................... 28

2.5.2.Metode PCI (Pavement Condition Index). .................................. 31

2.6. Pemeliharaan Jalan .............................................................................. 35

2.7. Perkerasan Jalan ................................................................................... 36

2.7.1 Desain Perkerasan Jalan Tambahan (Overlay) ............................ 36

BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................................. 45

3.1. Identifikasi Masalah ............................................................................. 45

3.2. Studi Literatur ...................................................................................... 45

3.3. Pengumpulan Data ............................................................................... 48

3.3.1.Data Primer .................................................................................. 49

3.3.2. Data Sekunder ............................................................................ 49

3.4. Analisis Data ........................................................................................ 49

3.4.1.Metode Bina Marga ..................................................................... 50

3.4.2.Metode PCI (PAVEMENT CONDITION INDEX) ...................... 50

3.4.3.Desain Perkerasan Tambahan. ..................................................... 51

3.5. Hasil Penelitian .................................................................................... 51

3.6. Diagram Alir Penelitian ....................................................................... 52

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ................................................. 53

4.1. Kondisi Perkerasan Jalan ..................................................................... 53

4.2. Kerusakan Jalan yang Didapatkan ....................................................... 54

4.3. Metode Bina Marga ............................................................................. 55

4.3.1.Menentukan Kelas Lalu Lintas .................................................... 56

v
4.3.2.Menentukan Nilai Kondisi Jalan ................................................. 58

4.3.3.Menentukan Urutan Prioritas ...................................................... 60

4.4. Metode PCI (Pavement Condition Index) ............................................ 60

4.4.1.Menentukan Luas (A) dan Total Luas (Ad) Kerusakan .............. 60

4.4.2.Mencari Persentase Kerusakan (Density) .................................... 62

4.4.3.Menentukan Nilai Deduct Value (DV) ........................................ 63

4.4.4.Menentukan Nilai Total Deduct Value (TDV) ............................ 65

4.4.5.Menentukan Nilai Corrected Deduct Value (CDV) .................... 65

4.4.6.Menghitung Nilai PCI ................................................................. 67

4.5. Perbandingan Metode Bina Marga dan PCI (Pavement Condition

Index) ................................................................................................... 73

4.6. Penanganan Pemeliharaan Kerusakan Jalan yang Harus Dilakukan ... 75

4.6.1.Pekerjaan Penutupan Retakan (P3).............................................. 76

4.6.2.Perkerjaan Pengisian Retakan (P4).............................................. 76

4.6.3.Prosedur Pekerjaan Overlay ........................................................ 77

4.7. Desain Perkerasan Jalan Tambahan (Overlay) .................................... 77

4.7.1.Prosedur Desain Overlay ............................................................. 78

4.7.2.Perhitungan Tebal Overlay .......................................................... 78

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 81

5.1. Kesimpulan ........................................................................................... 81

5.2. Saran .................................................................................................... 82

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 83

LAMPIRAN............................................................................................................... 87

vi
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Jumlah kendaraan roda dua (R2) dan roda empat (R4) Kabupaten

Sampang pada tahun 2019-2020 ................................................................2

Tabel 2.1. Kelas Jalan Menurut Tekanan Gandar .....................................................17

Tabel 2.2. Tingkat Kerusakan Retak Kulit Buaya ....................................................19

Tabel 2.3. Tingkat Kerusakan Kegemukan ...............................................................20

Tabel 2.4. Tingkat Kerusakan Retak Blok. ...............................................................20

Tabel 2.5. Tingkat Kerusakan Tonjolan dan Lengkungan (Bump and Sags) ...........20

Tabel 2.6. Tingkat Kerusakan Keriting (Corrugation) .............................................21

Tabel 2.7. Tingkat Kerusakan Amblas (Depressions) ..............................................21

Tabel 2.8. Tingkat Kerusakan Retak Tepi (Edge Cracking).....................................22

Tabel 2.9. Tingkat Kerusakan Retak Refleksi (Joint Reflection Cracks) .................22

Tabel 2.10. Tingkat Kerusakan Penurunan Bahu Jalan (Lane/Shoulder Drop Off) ...23

Tabel 2.11. Tingkat Kerusakan Retak Memanjang atau Melintang (Longitudinal/

Transverse Cracking)...............................................................................24

Tabel 2.12. Tingkat Kerusakan Tambalan dan Galian Utilitas (Patching and

Utility Cut Patching) ............................................................................... 24

Tabel 2.13. Tingkat Kerusakan Pengausan (Polished Aggregate) .............................25

Tabel 2.14. Tingkat Kerusakan Lubang (Potholes) ....................................................25

Tabel 2.15. Tingkat Kerusakan Persilangan Jalan Rel ...............................................26

Tabel 2.16. Tingkat Kerusakan Alur (Rutting) ...........................................................26

Tabel 2.17. Tingkat Kerusakan Sungkur (Shoving) ....................................................26

Tabel 2.18. Tingkat Kerusakan Retak selip (Slippage Cracking) ..............................27

vii
Tabel 2.19. Tingkat Kerusakan Pengembangan (Swell) .............................................27

Tabel 2.20. Tingkat Kerusakan Pelapukan dan Pelepasan Butir (Weathering

and Raveling) .......................................................................................... 28

Tabel 2.21. Kelas Lalu-lintas untuk Pekerjaan Pemeliharaan ....................................29

Tabel 2.22. Nilai Kondisi Kerusakan Jalan ...............................................................29

Tabel 2.23. Nilai PCI dan Kondisi Perkerasan .......................................................... 32

Tabel 2.24 Faktor Laju Pertumbuhan Lalu Lintas (i) (%) ........................................37

Tabel 2.25 Perkiraan Lalu Lintas untuk Jalan Lalu Lintas Rendah ...........................38

Tabel 2.26 Faktor Koreksi Temperatur Lendutan (D0) untuk FWD .........................41

Tabel 2.27 Faktor Koreksi Temperatur Lendutan (D0 - D200 ) untuk FWD .............41

Tabel 2.28 Faktor Penyesuaian Lengkung Lendutan (D0) FWD ke BB ...................43

Tabel 4.1 Data Kendaraan pada Ruas Jalan Sampang – Ketapang ..........................59

Tabel 4.2. Persentase Kerusakan Jalan .....................................................................61

Tabel 4.3. Angka Kerusakan Jalan............................................................................62

Tabel 4.4. Rekapitulasi perhitungan Ad, density, DV, TDV, CDV, PCI..................71

Tabel 4.5. Perhitungan Total Nilai PCI.....................................................................75

viii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Lokasi Penelitian Ruas Jalan Sampang-Ketapang ................................6

Gambar 2.1. Rating Kondisi Perkerasan Berdasarkan Nilai PCI ............................32

Gambar 2.2. Kurva Deduct Value ............................................................................34

Gambar 2.3. Kurva Corrected Deduct Value (CDV)...............................................34

Gambar 2.4. Skema Dimensi Fungsi Lengkung Lendutan (Curvature Function

Atau Titik Belok) ................................................................................39

Gambar 2.5. Grafik Tebal Overlay Berdasarkan D0 ..............................................43

Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian ......................................................................52

Gambar 4.1. Sketsa Pembagian Segmen ..................................................................53

Gambar 4.2. Kerusakan Retak Kulit Buaya .............................................................54

Gambar 4.3. Kerusakan Lubang ..............................................................................55

Gambar 4.4. Kerusakan Kegemukan .......................................................................55

Gambar 4.5. Kerusakan Retak Memanjang dan Melintang .....................................56

Gambar 4.6. Kerusakan Alur ...................................................................................56

Gambar 4.7. Kerusakan Tambalan ...........................................................................57

Gambar 4.8. Kerusakan Pelepasan Butiran ..............................................................57

Gambar 4.9. Pengambilan Data Jumlah Kendaraan Jalan Sampang-Ketapang .......58

Gambar 4.10. Kurva Deduct Value Retak Melintang ................................................66

Gambar 4.11. Kurva Deduct Value Lubang ...............................................................67

Gambar 4.12. Kurva Deduct Value Retak Memanjang .............................................68

Gambar 4.13. Kurva Corrected Deduct Value segmen 1 ..........................................69

Gambar 4.14. Kurva Corrected Deduct Value segmen 2 ..........................................69

ix
Gambar 4.15. Perbandingan Antara Metode Bina Marga dan Metode PCI ..............76

Gambar 4.16. Grafik Tebal Overlay Berdasarkan D0 ...............................................80

x
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Menurut pasal 1 ayat 4 UU Nomor 38 tahun 2004 tentang jalan, dijelaskan bahwa

jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk

bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang

berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah

dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan

kabel.

Pada dasarnya, manusia sangat membutuhkan jalan sebagai prasarana melakukan

pergerakan. Pergerakan ini terjadi akibat adanya keinginan untuk memenuhi

kebutuhan sehari-hari seperti bersekolah, berdagang, berbelanja, bekerja, serta

bertemu dengan relasi ataupun kerabat (Aulia, 2020). Adanya pembangunan jalan

dapat memperlancar kegiatan manusia dalam pemenuhan kebutuhan dengan

melakukan pergerakan maupun pengangkutan barang. Sehingga pada hal ini

pembangunan jalan merupakan salah satu aspek yang memberikan sumbangan

tertinggi terhadap pendapatan ekonomi di berbagai daerah (Sari, 2014).

Pertumbuhan ekonomi pada suatu daerah dapat memberikan perubahan terhadap

moda transportasi barang dan jasa yang semakin berkembang, baik dari segi jumlah

ataupun bebannya. Oleh sebab itu, infrastruktur jalan akan mengalami beberapa

hambatan perjalanan seperti macet, kecelakaan serta kerusakan jalan dari tingkat

kerusakan ringan yang dapat berkembang menjadi tingkat kerusakan berat (Silondae,

2016).

1
Kerusakan suatu jalan akan menyebabkan tidak optimalnya fungsi atau pelayanan

dari jalan. Maka dari itu, perlu dilakukan penanganan atau perbaikan untuk

mengembalikan kinerja jalan seperti sebelum mengalami kerusakan. Namun,

penanganan atau perbaikan yang dilakukan akan membutuhkan biaya yang tidak

sedikit, sehingga harus mengurangi distribusi anggaran untuk jalan yang lain.

Akibatnya, seluruh pembangunan jalan akan mengalami hambatan (Morisca, 2014).

Dalam satu tahun terakhir, berdasarkan data yang didapatkan dari Dinas

Kependudukan dan Pencatatan Sipil jumlah penduduk di Kabupaten Sampang

semakin meningkat sebanyak 5% setiap tahunnya. Prediksi angka pertumbuhan

penduduk Kabupaten Sampang tahun 2022 akan mencapai angka 989.001 jiwa

(sampangkab.go.id). Pertumbuhan penduduk ini diikuti dengan semakin banyaknya

jumlah kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor yang paling banyak berada di

Kecamatan/Kota Sampang, Ketapang, Sokobanah, dan Banyuates. Peningkatan

jumlah kendaraan roda dua maupun roda empat di Kabupaten Sampang pada tahun

2019-2020 ditunjukkan pada tabel 1.1 berikut:

Tabel 1.1. Jumlah kendaraan roda dua (R2) dan roda empat (R4) Kabupaten Sampang
pada tahun 2019-2020.
TAHUN RODA DUA (UNIT) RODA EMPAT (UNIT)
2019 99.831 15.542
2020 105.894 16.807
2021 112.423 18.157
Sumber:Dinas Perhubungan Sampang

Tabel 1.1. menunjukkan jumlah kendaraan di Kabupaten Sampang mengalami

peningkatan, yaitu pada satu tahun terakhir roda dua (R2) meningkat sebanyak 6.529

unit, sedangkan untuk jumlah kendaraan roda empat (R4) meningkat sebanyak 1.350

unit.

2
Meningkatnya jumlah kendaraan di Kabupaten Sampang menjadi salah satu

penyebab terjadinya kerusakan jalan di beberapa titik termasuk salah satunya adalah

ruas jalan Sampang-Ketapang, Provinsi Jawa Timur. Ruas jalan Sampang-Ketapang

merupakan jalur alternatif menuju Kota Bangkalan, Kota Surabaya dan Kota

Pamekasan. Jalan tersebut juga akses dari kecamatan ke kabupaten ataupun dari desa

ke kota kabupaten serta menjadi akses menuju rumah sakit daerah. Selain itu, ruas

jalan Sampang-Ketapang adalah infastruktur jalan yang mempunyai kontribusi dalam

meningkatkan perkembangan perekonomian di Kota Sampang karena terdapat

beberapa tempat wisata yaitu Pantai Lon Malang, Air Terjun Toroan, Wisata Waduk

Nepah, Hutan Kera Nepa dan Pantai Nepa.

Dengan melihat pentingnya ruas jalan Sampang-Ketapang, maka dibutuhkan

prasarana yang memadai untuk mempertahankan fungsi atau pelayanan dari jalan

sehingga jalan tetap mengakomodasi kebutuhan pergerakan manusia dalam

pemenuhan kebuhutan sehari-hari. Oleh karena itu, harus dilakukan evaluasi kondisi

jalan untuk mengetahui seberapa ringan atau berat kerusakan jalan yang terjadi agar

mengetahui tindakan penanganan pemeliharaan guna keamanan dan kelancaran

pengendara yang akan melewati jalan tersebut. Jika prasarana telah dibangun sesuai

dengan kebutuhan yang ada tentunya dapat mengembalikan kinerja suatu jalan (Bakri,

2020).

Berdasarkan permasalahan yang ada, peneliti akan mengevaluasi kerusakan jalan

Sampang-Ketapang dengan membandingkan dua metode yaitu metode Bina Marga

dan metode PCI (Pavement Condition Index) sebagai parameter dalam menilai kondisi

permukaan jalan. Sistem penilaian metode Bina Marga berdasarkan pada urutan

prioritas penanganan dengan rentang nilai mulai dari 0 (nol) hingga lebih dari 7 (tujuh),

3
sedangkan PCI berupa rating kerusakan jalan dengan parameter penilaian mulai dari

0 (nol) hingga 100 (seratus). Dengan melakukan perbandingan terhadap kedua metode

akan didapat tipe kerusakan, nilai kerusakan, urutan prioritas penanganan serta desain

perkerasan yang tepat agar mengembalikan kualitas pelayanan jalan (Bakri, 2020).

1.2. Rumusan Masalah

Didasari oleh penyajian latar belakang, maka dapat dirumuskan beberapa masalah

sebagai berikut:

1. Apa saja jenis kerusakan jalan yang dominan terjadi berdasarkan evaluasi pada

ruas jalan Sampang-Ketapang?

2. Berapa perbandingan nilai kondisi kerusakan ruas jalan Sampang-Ketapang

menurut metode Bina Marga dan metode PCI?

3. Apa jenis penanganan pemeliharaan yang harus segera dilakukan untuk

memperbaiki kondisi kerusakan dominan ruas jalan Sampang-Ketapang

berdasarkan nilai kondisi kerusakan jalan dari metode Bina Marga dan metode

PCI?

4. Berapa tebal desain perkerasan tambahan yang sesuai dengan kondisi pada ruas

jalan Sampang-Ketapang berdasarkan kondisi tertentu seperti rumusan masalah

ke 3?

1.3. Tujuan Penelitian

Mengacu dari rumusan masalah, ditetapkan tujuan penelitian adalah:

1. Menentukan jenis kerusakan jalan dominan yang terjadi pada ruas jalan Sampang-

Ketapang.

4
2. Mengetahui perbandingan nilai kondisi kerusakan ruas jalan Sampang-Ketapang

menurut metode Bina Marga dan metode PCI.

3. Menentukan penanganan yang harus segera dilakukan untuk memperbaiki kondisi

kerusakan dominan ruas jalan Sampang-Ketapang berdasarkan nilai kondisi

kerusakan jalan dari metode Bina Marga dan metode PCI.

4. Menentukan tebal desain perkerasan tambahan yang tepat pada ruas jalan

Sampang-Ketapang berdasarkan nilai kondisi kerusakan jalan dari metode Bina

Marga dan metode PCI.

1.4. Batasan Masalah

Ruang lingkup penelitian memiliki beberapa batasan masalah, yakni:

1. Evaluasi kerusakan jalan dilakukan di ruas jalan Sampang-Ketapang STA 23+800

– 29+100 yang berlokasi di Kabupaten Sampang, Provinsi Jawa Timur dengan

panjang 5,3 km.

2. Perhitungan nilai kerusakan jalan menggunakan dua metode yaitu, metode Bina

Marga dan metode PCI (Pavement Condition Index).

3. Jenis kerusakan yang dikaji hanya pada lapisan permukaan (surface course).

4. Tidak mengkaji kerusakan drainase.

5. Tidak menghitung analisa ekonomi.

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian diharapkan dapat memberi beberapa manfaat, yakni:

1. Menjadi referensi dalam pengambilan kebijakan untuk penanganan kerusakan

jalan selanjutnya oleh Bina Marga Kota Sampang.

5
2. Menghasilkan jenis kerusakan, nilai kerusakan, dan usulan penanganan kerusakan

jalan.

3. Menambah ilmu dan pengetahuan dalam menghitung nilai kerusakan dengan dua

metode yaitu, metode Bina Marga dan metode PCI (Pavement Condition Index).

4. Menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya yang serupa.

1.6. Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di ruas jalan Sampang-Ketapang yang berlokasi di

Kabupaten Sampang, Provinsi Jawa Timur STA 23+800 – 29+100 dengan panjang

jalan 5,3 km sebagaimana ditunjukkan pada gambar 1.1 berikut:

Gambar 1.1. Lokasi Penelitian ruas Jalan Sampang-Ketapang


(Sumber: Google Maps)

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Studi Terdahulu

Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dengan topik yang relevan digunakan

sebagai referensi untuk penelitian ini adalah:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Ibnu Sholeh dalam Jurnal Konstruksi, Volume 3,

Nomor 1, Tahun 2011 dengan judul Analisis Perkerasan Jalan Kabupaten

Menggunakan Metode Bina Marga menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi

diikuti dengan pertumbuhan kendaraan baik dari segi jumlah maupun muatannya.

Hal ini mengakibatkan turunnya fungsi jalan sehingga jalan akan mengalami

kerusakan. Terdapat beberapa jalan yang mengalami kerusakan diantaranya

adalah Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Tujuan dari penelitian ini adalah

untuk menganalisa kondisi perkerasan di jalan Kabupaten Purworejo. Penelitian

ini menggunakan metode Bina Marga. Hasil dari penelitian ini adalah:

1) Pada Kabupaten Purworejo kondisi jalan dengan penilaian sangat baik adalah

ruas jalan Kyai Brengkel yang memiliki nilai UP sebesar 3,5 sedangkan

kerusakan jalan kategori berat yaitu jalan Ksatrian yang memiliki nilai UP

sebesar 8,14.

2) Keunggulan metode Bina Marga yaitu melakukan survei pengamatan visual

terhadap perkerasan jalan secara rinci dan menyebar pada jalan yang akan

diteliti sehingga data pengamatan yang dihasilkan sangat detail. Sedangkan,

kelemahannya adalah keterbatasan pengelompokkan jenis kerusakan pada

metode Bina Marga yaitu empat tipe kerusakan seperti keretakan, lubang,

7
amblas dan alur, sedangkan untuk tipe kerusakan lain tidak tercatat.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Margareth Evelyn Bolla dalam Jurnal Teknik

Sipil, Volume 1, Nomor 3, Tahun 2012 dengan judul Perbandingan Metode Bina

Marga dan Metode PCI (Pavement Condition Index) dalam Penilaian Kondisi

Perkerasan Jalan, Studi Kasus: Ruas Jalan Kaliurung, Kota Malang menjelaskan

bahwa jalan memiliki peranan penting dalam memfasilitasi terjadinya pergerakan.

Agar jalan tetap memenuhi kualitas layanannya maka perlu menganalisa

kerusakan perkerasan jalan. Salah satu caranya yaitu mengidentifikasi kondisi

perkerasan jalan yang hasilnya dapat menjadi pertimbangan dalam menetapkan

pekerjaan pencegahan yang harus dilakukan. Penilaian kondisi permukaan jalan

menggunakan dua metode yaitu metode Bina Marga dan metode PCI. Tujuan dari

penelitian ini yaitu untuk membandingkan nilai kondisi permukaan Jalan

Kaliurung, Kota Malang. Hasil dari penelitian ini adalah:

1) Pada Jalan Kaliurung, Kota Malang terdapat beberapa jenis kerusakan jalan,

yaitu alur, pelepasan butir, lubang, kegemukan, amblas, tambalan, retak

(acak, memanjang/melintang dan kulit buaya) dan deformasi plastis (sungkur

dan keriting).

2) Hasil yang diperoleh berdasarkan metode Bina Marga dan metode PCI

mendapatkan nilai relatif setara dengan hasil yang menunjukkan jalan masih

tergolong wajar namun tetap dibutuhkan pemeliharaan agar tidak mengalami

kerusakan yang lebih berat.

3) Penanganan yang dapat dilakukan yaitu melalukan pekerjaan lapis tambahan,

memperbaiki sistem drainase, pelebaran bahu jalan, keretakan diisi

pencampuran antara aspal dengan pasir serta lapisan perkerasan dihancurkan

8
kemudian dilapisi ulang menggunakan material yang sejenis.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Supardi dalam Jurnal Teknik Sipil Untan, Volume

13, Nomor 1, Tahun 2013 dengan judul Evalasi Kerusakan Jalan pada Perkerasan

kaku dengan metode Bina Marga, Studi kasus: Ruas Jalan Sei Durian-Rasau Jaya

menjelaskan bahwa Jalan Sei Durian-Rasau Jaya adalah salah satu jalan provinsi

yang berfungsi untuk akses yang menghubungkan Kabupaten Kubu Raya dan

kabupaten disekitarnya. Dengan begitu, jalan tersebut memiliki kontribusi untuk

memacu pertumbuhan ekonomi. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk

mengidentifiksasi tipe kerusakan, tingkat keparahan serta merekomendaikan opsi

penanganan yang harus dilakukan terhadap kerusakan. Penelitian ini

menggunakan metode Bina Marga. Hasil dari penelitian ini adalah:

1) Terdapat 10 jenis kerusakan yang terjadi pada Ruas Jalan Sei Durian-Rasau,

yaitu retak memanjang (200,8 m2 ), retak diagonal (15,62 m2), retak berkelok-

kelok (19,25 m2 ), retak melintang (65,76 m2 ), retak bersilang pelat pecah (3

m2 ), penurunan (20 m2 ), lubang (84 m2 ), punch-out (92,75 m2 ), retak sudut

(1,45 m2 ), dan gompal (0,135 m2 ). Total kerusakan seluas 502,765 m2 atau

3,35% dari luas total 15000 m2 . Kerusakan paling menonjol adalah retak

memanjang 39,94%, punch-out 18,45%, lubang 16,71% dari seluruh luas

kerusakan.

2) Penanganan yang harus dilakukan adalah dengan memperbaiki titik-titik

kerusakan pada beberapa area yang masuk dalam kategori pemeliharaan jalan

rutin atau dengan melakukan rehabilitasi berupa peningkatan mutu dan

kualitas jalan.

9
4. Penelitian yang dilakukan oleh Dian Agung Saputro dalam Jurnal Ilmu-ilmu

Teknik, Volume 10, Nomor 3, Tahun 2014 dengan judul Perbandingan Evaluasi

Tingkat Kerusakan Jalan dengan metode Bina Marga dan metode Paver, Studi

Kasus: Kecamatan Kepanjen Kabupaten Malang dan sekitarnya menjelaskan

bahwa terdapat dua jenis kategori kerusakan jalan, yang pertama kerusakan

struktural yang menyebabkan jalan tidak mampu menahan muatan kendaraan

serta yang kedua kerusakan secara fungsi terdiri dari keamanan dan kenyamanan

bagi pemakai jalan. Oleh sebab itu, harus dilakukan penanganan berupa

perawatan, rehabilitasi, dan peningkatan jalan. Metode dalam penelitian ini yaitu

metode Bina Marga dan metode Paver. Hasil dari penelitian ini adalah:

1) Kondisi kerusakan jalan mencapai 18% dari total ruas jalan Kepanjen yang

diamati. Hasil evaluasi kerusakan dari kedua metode relatif sama bedanya

terletak pada tingkat kondisi kerusakan jalannya menggunakan metode Paver

bernilai lebih besar dibandingkan menggunakan metode Bina Marga.

5. Penelitian yang dilakukan oleh Umi tho’atin, Ary Setyawan, dan Mamok

Suprapto dalam Prosiding Semnastek tahun 2016 dengan judul Penggunaan

Metode International Roughness Index (IRI), Surface Distress Index (SDI), dan

Pavement Condition Index (PCI) Untuk Penilaian Kondisi Jalan di Kabupaten

Wonogiri menjelaskan bahwa jalan Pokoh-Malangsari adalah akses penghubung

diantara tiga Kabupaten yaitu Wonogiri, Karanganyar, dan Sukoharjo. Keadaan

jalan yang terdapat banyak kerusakan mengharuskan untuk melakukan penilaian

kondisi permukaan jalan agar nantinya dapat dijadikan acuan evaluasi

penanganan. Penilaian menggunakan tiga metode yaitu metode IRI, SDI, dan PCI.

10
Hasil dari penelitian ini adalah:

1) Nilai kondisi jalan berdasarkan tiga metode yaitu metode IRI 71% kategori

baik, 29% kategori sedang serta tidak ditemukan kondisi kerusakan ringan

maupun sedang. Metode SDI, 78,6% kategori baik, 10,7% kategori sedang,

7,1% rusak ringan, dan 3,6% rusak berat. Sedangkan berdasarkan metode

PCI, 93% baik, dan 7% sedang, tidak terdapat kerusakan ringan ataupun

berat. Hasil dari ketiga metode tersebut dapat dijadikan data acuan untuk

perencanaan perbaikan serta rehabilitasi jalan.

6. Penelitian yang dilakukan oleh Moch. Firman Bagus Wicaksono dalam Jurnal

Rekayasa Teknik Sipil, Volume 3, Nomor 3, Tahun 2018 dengan judul Analisis

Nilai Kondisi Perkerasan Jalan Secara Visual dengan Metode Bina Marga dan

Pavement Condition Index, Studi Kasus: Jalan Mastrip (Surabaya 10+100 -

10+700) menjelaskan bahwa jalan yang dilewati kendaraan dengan jumlah lalu

lintas yang padat akan mengalami turunnya struktural. Sehingga perlu

mengidentifikasi kondisi permukaan jalan agar mengetahui seberapa parahnya

tingkat kerusakan yang terjadi. Penelitian dilakukan untuk mengetahui nilai

tingkat kerusakan Jalan Mastrip STA.10+100 - 10+700 Surabaya. Jalan tersebut

termasuk jalan kolektor wilayah industri Surabaya Selatan serta jalan penghubung

kearah Kabupaten Gresik. Metode penelitian yang menjadi acuan dalam memberi

penilaian terhadap kondisi perkerasan adalah metode Bina Marga dan metode

PCI. Agar jalan tetap memenuhi kualitas layanannya maka perlu mengevaluasi

kondisi permukaan jalan. Sehingga hasilnya dapat digunakan sebagai referensi

dalam menentukan penanganan yang dapat dilakukan. Hasil dari penelitian ini

adalah:

11
1) Nilai kondisi perkerasan pada Jalan Mastrip berdasarkan metode Bina Marga

dihasilkan perhitungan UP 4 untuk arah pertama dan UP 5 untuk arah kedua

sehingga jalan termasuk kedalam program pemeliharaan berkala. Sedangkan

berdasarkan metode PCI kondisi jalan masih termasuk dalam kategori baik

(good). Kerusakan jalan dengan kategori sangat buruk berada pada segmen 8

STA.10+600 – 10+500.

2) Penanganan yang diusulkan metode Bina Marga adalah penambalan pada

jalan yang berlubang, penebaran pasir, perataan jalan, pengisian retakan dan

pengaspalan. Sementara itu, penanganan berdasarkan metode PCI adalah

penambahan parsial, penutup permukaan dan overlay. Perbedaan yang cukup

relevan yaitu perbaikan lapis tambahan secara keseluruhan pada segmen 8.

3) Anggaran dana untuk penanganan kondisi permukaan berdasarkan metode

Bina Marga jauh lebih membutuhkan biaya yang sedikit dari pada metode

PCI dengan perbedaan biaya Rp 49.137.527,- atau sekitar 63%.

7. Penelitian yang dilakukan oleh Puguh Pramono dalam Jurnal Teknik Sipil dan

Arsitektur, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2018 dengan judul Analisis Kerusakan

Perkerasan Jalan Menurut Metode Bina Marga dan PCI (Pavement Condition

Index), Studi Kasus: Ruas Jalan Pahlawan Bukit Raya-Tenggarong Seberang,

Kabupaten Kutai Kartanegara menjelaskan bahwa secara umum penyebab

kerusakan jalan antara lain jalan telah mencapai umur rencana, jaringan drainase

yang kurang baik sehingga air hujan tidak mengalir, beban berlebih serta

perencanaan yang kurang tepat. Selain perencanaan yang kurang tepat,

pemeliharaan jalan juga harus dilakukan agar jalan berfungsi secara optimal

selama umur rencana. Saat ini, Jalan Pahlawan mengalami kerusakan di beberapa

12
titik. Sehingga perlu di cari penyebab kerusakaan jalan agar didapatkan solusi

penanganan yang tepat. Metode yang digunakan adalah metode Bina Marga dan

metode PCI. Hasil dari penelitian ini adalah:

1) Pada Jalan Pahlawan terdapat beberapa kerusakan antara lain retak-retak

hamper di seluruh segmen, keriting, amblas, pelepasan butiran, sungkur dan

lubang.

2) Nilai kondisi jalan berdasarkan metode PCI adalah 79,79 dari rata-rata secara

keseluruhan 71 sampai dengan 85 yang berarti dalam kondisi very good.

Sedangkan nilai kondisi jalan berdasarkan metode Bina Marga adalah 11,48

dari prioritas 1 sampai dengan 10 yang berarti harus dilakukan pemeliharaan

rutin.

3) Penanganan kerusakan jalan yang dapat dilakukan antara lain laburan aspal

retak, melapisi retak, pengisian retak, penambalan lubang, pelepasan butiran

dan perataan.

8. Penelitian yang dilakukan oleh Hillman Yunardhi, M. Jazir Alkas, dan Heri

Sutanto dalam Jurnal Teknologi Sipil, Volume 2, Nomor 2, Tahun 2018 dengan

judul Analisa Kerusakan Jalan dengan Metode PCI (Pavement Condition

Index) dan Alternatif Penyelesaiannya, Studi Kasus: Ruas Jalan D. I. Panjaitan

menjelaskan bahwa meningkatnya kebutuhan ekonomi dan mobilitas masyarakat

harus difasilitasi dengan infrastruktur penghubung seperti jembatan dan jalan.

Oleh sebab itu, kegiatan perawatan jalan perlu dilakukan sebagai upaya menjaga

agar fungsi jalan tetap maksimal. Dalam rangka meminimalisir kesalahan dalam

penentuan penanganan kerusakan maka perlu dilakukan analisa kerusakan untuk

mendapat nilai kondisi tingkat kerusakan sehingga penanganan yang ditentukan

13
tepat dan efisien. Penilaian kondisi kerusakan jalan menggunakan metode PCI

(Pavement Condition Index). Hasil dari penelitian ini adalah:

1) Jalan D.I. Panjaitan-Bontang mempunyai persentase kerusakan 79%.

Identifikasi penilaian menurut metode PCI adalah baik sekali yang berarti

kondisi perkerasan jalan masuk kategori very good, namun tetap

membutuhkan perawatan untuk menjaga pelayanan dari jalan tersebut.

Berdasarkan metode PCI nilai rata-rata kerusakan jalan D.I. Panjaitan-

Samarinda sebesar 98%. Kondisi perkerasaan jalur Samarinda – Bontang

berdasarkan rating metode PCI adalah sempurna yang berarti situasi jalan

secara keseluruhan masuk ke dalam kategori sangat baik.

9. Penelitian yang dilakukan oleh Hariyanto dan Diana Kristin dalam Jurnal Review

in Civil Engineering, Volume 3, Nomor 1, Tahun 2019 dengan judul Evaluasi

Penilaian Perkerasan Jalan dengan metode PCI (Pavement Condition Index)

menjelaskan bahwa kerusakan pada jalan akan menimbulkan kerugian bagi

pengguna jalan karena dapat menghambat pergerakan. Maka dari itu, perlu

dilakukan suatu usaha agar pelayanan jalan tetap optimal hingga mencapai batas

umur rencana dengan salah satu upaya yaitu melakukan analisa pada kondisi

permukaan jalan. Kawasan blok Cepu merupakan salah satu kawasan yang tingkat

pertumbuhan ekonominya semakin berkembang serta adanya pengoperasian

eksplorasi sumber minyak. Hal ini mengakibatkan meningkatnya jumlah

mobilitas kendaraan berat sehingga menyebabkan terjadinya kerusakan,

berdasarkan data-data yang ada penelitian bertujuan agar menghasilkan tingkat

keparahan kerusakan pada ruas jalan Gajah mada dan Sorogo Kecamatan Cepu

mengunakan metode PCI (Pavement Condition Index) serta dalam penentuan nilai

14
skala prioritas pemeliharaanya. Hasil dari penelitian ini adalah:

1) Jalan Gajah Mada dan Sorogo mengalami beberapa kerusakan, yaitu

kerusakan benjol dan turun (0,9%), lubang (1,2%), retak kulit buaya (10,2%),

alur (15,9%), retak pinggir (7,9%), retak memanjang dan melintang (7,5%),

amblas (1,7%), bergelombang (8,1%), pengelupasan (2,5%), bahu jalan turun

(7,1%), pelapukan dan butiran lepas (3,3%), kegemukan (1,1%) dan retak

berkelok (3,2%) Penilaian berdasarkan metode PCI sebesar 80 untuk ruas

jalan Gajah Mada sedangkan ruas jalan Sorogo sebesar 78.

10. Penelitian yang dilakukan oleh Lailatul Nazilah Sholihin, Bambang Suprapto, dan

Azizah Rachmawati dalam Jurnal Rekayasa Sipil, Volume 8, Nomor 3, Tahun

2020 dengan judul Perbandingan Nilai Kerusakan Jalan dengan Metode Bina

Marga dan Metode IRI (International Roughness Index) di Kabupaten

Lumajang menjelaskan bahwa pertumbuhan jumlah kendaraan menyebabkan

terjadinya kerusakan jalan pada jalan Randu Agung Kabupaten Lumajang.

Sehingga perlu dilakukan penilaian kondisi jalan dan perawatan jalan berdasarkan

tiga metode yaitu metode Bina Marga, metode IRI, dan metode PCI. Hasil dari

penelitian ini adalah:

1) Hasil survei dilapangan menghasilkan beberapa kerusakan seperti retak kulit

buaya 28%, lubang 7%, retak rambut 24%, tambalan 11%, pelepasan butir 11

%, permukaan kasar 5%, kegemukan 3 %. retak melintang 1 %, serta retak

memanjang 7%. Berdasarkan metode Bina marga didapatkan nilai rata – rata

kerusakan sebesar 6 kategori rusak sedang dengan persentase untuk setiap

jenis kerusakan sebesar 25% untuk kerusakan ringan, 75% untuk kerusakan

sedang serta untuk kerusakan berat senilai 0% .Nilai rata-rata dari metode IRI

15
sebesar 6,1 kategori kerusakan sedang dengan nilai persentase 10% kerusakan

ringan, 85% sedang, 5% berat. Sedangkan nilai PCI rata – rata yaitu 68,7

masuk kategori jalan baik yang memiliki persentase 90% untuk kerusakan

baik 90%, 5% sedang dan 5% berat. Penanganan yang dapat dilakukan

berdasarkan metode Bina Marga dan metode IRI program perawatan berkala,

sedangkan metode PCI adalah program perawatan rutin.

2.2. Definisi Jalan

Menurut pasal 1 ayat 4 UU Nomor 38 tahun 2004 tentang jalan, dijelaskan

bahwa jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,

termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu

lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah

permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api,

jalan lori, dan jalan kabel.

2.3. Klasifikasi dan Fungsi Jalan

2.3.1. Kelas Jalan Menurut Fungsi

Kelas jalan menurut fungsi dibagi menjadi tiga (3) jenis yaitu jalan sekunder,

jalan utama, dan jalan penghubung. Jalan sekunder adalah jalan akses antar kota-kota

kecil atau daerah-daerah di sekitarnya. Jalan utama yaitu jalan akses penghubung antar

kota. Jalan penghubung adalah jalan untuk kepentingan pergerakan daerah (Zulfikar,

2014).

16
2.3.2. Kelas Jalan Menurut Pengelola

Kelas jalan menurut pengelola dibagi menjadi lima sebagai berikut :

1) Jalan arteri yaitu jalan umum untuk angkutan atau kendaraan umum dengan ciri

khusus seperti perjalanan yang ditempuh jauh, laju kendaraan tinggi dan

terbatasnya jumlah kendaraan yang melewati jalan (Budu, 2019).

2) Jalan kolektor yaitu infrastruktur penghubung untuk kendaraan pembagi dengan

ciri khusus seperti jarak perjalanan sedang, laju kendaraan sedang dan

terbatasnya jumlah kendaraan yang melewati jalan (Saleh, 2019).

3) Jalan lokal merupakan infrastruktur penghubung yang berada di kawasan

perumahan (Indrayani, 2012).

4) Jalan negara, jalan negara merupakan jalan penghubung antar ibu kota provinsi

(Budu, 2019).

5) Jalan kabupaten merupakan infrastruktur penghubung antara ibu kota provinsi

dengan ibu kota kabupaten atau ibu kota kabupaten dengan ibu kota kecamatan

serta penghubung antar desa (Aulia, 2013).

2.3.3. Kelas Jalan Menurut Tekanan Gandar

Kelas jalan menurut tekanan gandar ditunjukkan pada tabel 2.1. berikut:

Tabel 2.1. Kelas Jalan Menurut Tekanan Gandar.


Kelas Jalan Tekanan Gandar (ton)
I 7
II 5
III A 3,5
III B 2,75
IV 1,5
(Sumber : Sari, 2014)

17
2.3.4. Kelas Jalan Menurut Besarnya Volume

Menurut besarnya volume dan sifat-sifat lalu lintas jalan dibagi menjadi tiga (3)

kelas, seperti berikut ini:

1) Jalan kelas I, yaitu infrastruktur penghubung yang meliputi jalan utama dengan

lalu lintas tinggi dan padat serta memiliki jalur dengan jumlah banyak.

2) Jalan kelas II, yaitu infrastruktur penghubung sekunder yang masih terdapat

komposisi lalu lintas lambat.

3) Jalan kelas III, yaitu infrastruktur penghubung dua jalur atau jalur tunggal.

2.4. Kerusakan Jalan

2.4.1. Menurut Metode Bina Marga

Menurut Prosedur Pemeliharaan Jalan tahun 2016 kerusakan jalan dibagi

menjadi enam (6) kelompok yaitu :

1) Retak (cracking)

2) Distorsi

3) Cacat permukaan

4) Pengausan

5) Kegemukan (bleeding)

6) Penurunan pada bekas penanaman utilitas.

2.4.2. Menurut Meode PCI

Penilaian kondisi kerusakan jalan berdasarkan metode PCI (Pavement Condition

Index) terdiri dari kerusakan pada perkerasan lentur dan perkerasan kaku. Yunardhi

18
(2018) mengklasifikasikan beberapa bentuk kerusakan pada perkerasan sebagai

berikut:

1) Retak Kulit Buaya (Alligator Cracking)

Retak yang bentuknya seperti kulit buaya, dengan ciri-ciri memiliki lebar

celah lebih besar atau sama dengan 3 mm. Retak ini terjadi karena kelelahan

akibat beban lalu lintas yang berulang-ulang. Tingkat kerusakan perkerasan

untuk retak kulit buaya hitungan PCI ditunjukkan pada tabel 2.2. berikut:

Tabel 2.2 Tingkat Kerusakan Retak Kulit Buaya.


Tingkat Identifikasi Kerusakan
Kerusakan
Keretakan memanjang, rambut/halus atau rata dengan
L
sekitarnya, ada atau tidak adaketerkaitan satu sama
lain. Retakan tidak mengalami gompal*.
Retak kulit buaya ringan semakin berkembang
M
kedalam bentuk atau jaringan keretakan yang diikuti
gompal ringan.
Jaringan dan keretakan telah berlanjut, sehingga
H pecahan – pecahan dapat dianalisa dengan mudah, dan
terjadi gompal di pinggir. Sejumlah pecahan
mengalami rocking akibat beban lalu lintas.
*Retak gompal merupakan pecahan material di sekitar sisi retakan.
(Sumber: Shahin, 1994)

2) Kegemukan (Bleeding)

Kegemukan (Bleeding) merupakan cacat permukaan dengan bentuk fisik

lapisan aspalnya terlihat pada permukaan jalan, apabila kondisi suhu

permukaan jalan sedang terik/panas maka akan terjadi jejak bekas roda atau

ban kendaraan. Hal ini juga akan mengganggu keselamatan dan kenyamanan

pengendara/pengemudi karena jalan akan menjadi licin. Tingkat kerusakan

perkerasan untuk kegemukan metode PCI ditunjukkan pada tabel 2.3. berikut:

19
Tabel 2.3. Tingkat Kerusakan Kegemukan.
Tingkat
Identifikasi Kerusakan
Kerusakan
Kegemukan muncul saat derajat rendah dan dapat dilihat
L hanya beberapa hari dalam setahun. Aspal tidak melekat
pada roda kendaraan.
Kegemukan menyebabkan aspal melekat pada roda
M
kendaraan, setidaknya beberapa minggu dalam setahun.
Kegemukan begitu nyata dan banyak aspal melekat pada
H roda kendaraan, paling tidak lebih dari beberapa minggu
dalam setahun.
(Sumber: Shahin, 1994)

3) Retak Blok (Block Cracking)

Retak blok adalah jenis kerusakan jalan berbentuk kotak atau persegi pada

perkerasan jalan. Pada umumnya kerusakan ini terjadi pada lapis perkerasan

tambahan (overlay). Tingkat kerusakan perkerasan untuk retak blok metode

PCI ditunjukkan pada tabel 2.4. berikut:

Tabel 2.4. Tingkat Kerusakan Retak Blok.


Tingkat
Identifikasi Kerusakan
Kerusakan
Kerusakan blok dideskripsikan sebagai retakan tingkat
L
rendah.
Kerusakan blok dideskripsikan sebagai retakan tingkat
M
sedang.
Kerusakan blok dideskripsikan sebagai retakan tingkat
H
tinggi.
(Sumber: Shahin, 1994)

4) Tonjolan dan Lengkungan (Bump and Sags)

Tingkat keparahan kerusakan perkerasan untuk tonjolan dan lengkungan

(bump and sags) metode PCI ditunjukkan pada tabel 2.5. berikut:

Tabel 2.5. Tingkat Kerusakan Tonjolan dan Lengkungan (Bump and Sags)
Tingkat
Identifikasi Kerusakan
Kerusakan
Tonjolan dan lengkungan menyebabkan hambatan
L
sedikit terhadap rasa aman pengguna jalan.

20
Tabel 2.5. Tingkat Kerusakan Tonjolan dan Lengkungan (Bump and Sags)
(lanjutan).
Tingkat
Identifikasi Kerusakan
Kerusakan
Tonjolan dan lengkungan menyebabkan hambatan
M
cukup terhadap rasa aman pengguna jalan.
Tonjolan dan lengkungan menyebabkan hambatan
H
besar terhadap rasa aman pengguna jalan.
(Sumber: Shahin, 1994)

5) Keriting (Corrugation)

Keriting merupakan jenis kerusakan dengan ciri-ciri bergelombang pada

permukaan jalan. Tingkat kerusakan untuk keriting (corrugation) metode PCI

ditunjukkan pada tabel 2.6. berikut:

Tabel 2.6. Tingkat Kerusakan Keriting (Corrugation).


Tingkat
Identifikasi Kerusakan
Kerusakan
Keriting mengakibatkan sedikit gangguan
L
kenyamanan kendaraan.
Keriting mengakibatkan cukup gangguan kenyamanan
M
kendaraan.
Keriting mengakibatkan gangguan besar kenyamanan
H
kendaraan.
(Sumber: Shahin, 1994)

6) Amblas (Depressions)

Amblas adalah salah satu kerusakan jalan dengan ciri-ciri turunnya lapisan

permukaan dengan atau tidak adanya retak. Amblas dapat dilihat dengan

adanya genangan air. Tingkat kerusakan untuk Amblas (depressions) metode

PCI ditunjukkan pada tabel 2.7. berikut:

Tabel 2.7. Tingkat Kerusakan Amblas (Depressions).


Tingkat
Identifikasi Kerusakan
Kerusakan
L Kedalaman maks amblas 0,5–1 in (13–25 mm).
M Kedalaman maks amblas 1 – 2 in (25 –51 mm).
H Kedalaman maks amblas > 2 in (> 51 mm).
(Sumber: Shahin, 1994)

21
7) Retak Tepi (Edge Cracking)

Retak tepi (edge cracking) merupakan retak pada bagian tepi perkerasan atau

di dekat bahu jalan dengan ada atau tidak ada cabang yang mengarah pada

bahu jalan. Tingkat kerusakan perkerasan untuk retak tepi (edge cracking)

metode PCI ditunjukkan pada tabel 2.8. berikut:

Tabel 2.8. Tingkat Kerusakan Retak Tepi (Edge Cracking).

Tingkat
Identifikasi Kerusakan
Kerusakan
Retak dari sedikit hingga sedang, ada atau tidak ada
L
pecahan atau butiran lepas.
Retak dari sedang dengan adamya pecahan dan butiran
M
lepas.
Banyaknya sejumlah pecahan atau butiran lepas di
H
sepanjang tepi perkerasan.
(Sumber: Shahin, 1994)

8) Retak Refleksi (Joint Reflection Cracks)

Retak refleksi merupakan keretakan lapis perkerasan tambahan (overlay)

dengan bentuk memanjang/melintang, diagonal, maupun kotak yang

menunjukkan retakan perkerasan di bawahnya. Tingkat kerusakan perkerasan

untuk retak refleksi (joint reflection cracks) metode PCI ditunjukkan pada

tabel 2.9. berikut:

Tabel 2.9. Tingkat Kerusakan Retak Refleksi (Joint Reflection Cracks).


Tingkat
Identifikasi Kerusakan
Kerusakan
Salah satu kondisi dibawah yang terjadi:
L Retakan tidak terisi, lebar < 3/8 in (10 mm).
Retakan terisi secara acak lebar.
Salah satu kondisi dibawah yang terjadi:
Retakan tidak terisi, lebar 3/8 – 3 in (10 – 76 mm).
Retakan terisi secara acak, lebar sampai 3 in (76 mm)
M
dikelilingi retakan acak ringan.
Retakan terisi secara acak, lebar dikelilingi retak
sedikit acak.

22
Tabel 2.9. Tingkat Kerusakan Retak Refleksi (Joint Reflection Cracks)
(lanjutan).
Tingkat
Identifikasi Kerusakan
Kerusakan
Salah satu kondisi dibawah yang terjadi:
Sembarang retak terisi atau tidak terisi dikelilingi
retakan acak, kerusakan sedang sampai tinggi.
H
Retakan terisi > 3 in (76 mm).
Retakan secara acak, lebar dengan beberapa inci
disekitar retakan, pecah.
(Sumber: Shahin, 1994)

9) Penurunan Bahu Jalan (Lane/Shoulder Drop Off)

Penurunan bahu jalan merupakan kerusakan dengan ciri-ciri terdapat beda

tinggi antara permukaan jalan dengan bahu jalan atau sekitarnya, dimana

permukaan perkerasannya lebih tinggi dari pada bahu jalan. Tingkat

kerusakan perkerasan untuk penurunan bahu jalan (lane/shoulder drop off)

metode PCI ditunjukkan pada tabel 2.10. berikut:

Tabel 2.10. Tingkat Kerusakan Penurunan Bahu Jalan


(Lane/Shoulder Drop Off).
Tingkat
Identifikasi Kerusakan
Kerusakan
Rentang elevasi antara tepi jalan dan bahu jalan ≥ 25
L
mm (1 in).
Rentang elevasi antara tepi dan bahu > 50 mm (2 in)
M
dan < 100 mm (4 in).
H Rentang elevasi antara tepi dan bahu > 100 mm (4 in).
(Sumber: Shahin, 1994)

10) Retak Memanjang/Melintang (Longitudinal/Transverse Cracking)

Retak memanjang/melintang (longitudinal/transverse cracking) adalah salah

satu jenis kerusakan retak dengan bentuk memanjang pada perkerasan jalan.

Tingkat kerusakan perkerasan untuk retak memanjang atau melintang

(longitudinal/transverse cracking) metode PCI ditunjukkan pada tabel 2.11.

berikut:

23
Tabel 2.11. Tingkat Kerusakan Retak Memanjang atau Melintang
(longitudinal/transversecracking).
Tingkat
Identifikasi Kerusakan
Kerusakan
Satu dari kondisi dibawah yang terjadi:
L Retak tak terisi, lebar < 3/8 in (10 mm).
Retak terisi sembarang lebar.
Satu dari kondisi dibawah yang terjadi:
Retak tak terisi, lebar 3/8 – 3 in (10 – 76 mm).
M
Retak terisi sembarang lebar sampai 3 in (76 mm)
dikelilingi retak acak ringan.
Satu dari kondisi dibawah yang terjadi:
Sembarang retak terisi atau tak terisi dikelilingi retak
H acak, kerusakan sedang sampai tinggi.
Retak terisi > 3 in (76 mm).
Retak sembarang lebar dikelilingi retak agak acak.
(Sumber: Shahin, 1994)

11) Tambalan dan Galian Utilitas (Patching and Utility Cut Patching)

Tambalan dan galian utilitas merupakan penambahan permukaan diseluruh

lokasi jalan atau beberapa keadaan jalan rusak untuk memperbaiki kondisi

perkerasan yang sudah ada sebelumnya. Tingkat kerusakan untuk tambalan

dan galian utilitas (patching and utility cut patching) metode PCI ditunjukkan

pada tabel 2.12. berikut:

Tabel 2.12. Tingkat Kerusakan Tambalan dan Galian Utilitas (Patching and
Utility Cut Patching).
Tingkat
Identifikasi Kerusakan
kerusakan
Tambalan dalam kondisi baik dan memuaskan.
L Kenyamanan kendaraan dinilai terganggu atau lebih
baik.
Tambalan sedikit rusak dan atau kenyamanan
M
kendaraan cukup terganggu.
Tambalan sangat rusak dan atau kenyamanan
H
kendaraan sangat terganggu.
(Sumber: Shahin, 1994)

24
12) Pengausan (Polished Aggregate)

Pengausan adalah kerusakan yang menyebabkan perkerasan menjadi licin.

Tingkat kerusakan untuk pengausan (Polished Aggregate) metode PCI

ditunjukkan pada tabel 2.13. berikut:

Tabel 2.13. Tingkat Kerusakan Pengausan (Polished Aggregate).


Tingkat
Identifikasi Kerusakan
Kerusakan
Pengausan mengakibatkan sedikit hambatan
L
terhadap kenyamanan pengguna jalan.
Pengausan mengakibatkan cukup hambatan terhadap
M
kenyamanan pengguna jalan.
Pengausan mengakibatkan hambatan besar terhadap
H
kenyamanan pengguna jalan.
(Sumber: Shahin, 1994)

13) Lubang (Potholes)

Lubang (potholes) merupakan jenis kerusakan dengan bentuk lengkungan

pada permukaannya sehingga menjadi tempat genangan air. Tingkat

kerusakan perkerasan untuk lubang (polished) metode PCI ditunjukkan pada

tabel 2.14. berikut:

Tabel 2.14. Tingkat Kerusakan Lubang (Potholes).


Diameter rata-rata (mm) (inci)
Kedalaman
100 – 200 mm 200 – 450 mm 450 – 750 mm
Maksimum
(4 - 8 in) (8 -18 in) (18 – 30 in)
13 - ≤ 25 mm (0,5 –
L L M
1 in)
> 25 - ≤ 50 mm (1 –
L M H
2 in)
> 50 mm (2 in) M M H
(Sumber: Shahin, 1994)

14) Persilangan Jalan Rel (Railroad Crossing)

Persilangan jalan rel merupakan kerusakan lintasan rel kereta berupa

penurunan ataupun benjolan diantara rel. Tingkat kerusakan perkerasan untuk

persilangan jalan rel metode PCI ditunjukkan pada tabel 2.15. berikut:

25
Tabel 2.15. Tingkat Kerusakan Persilangan Jalan Rel.
Tingkat
Identifikasi Kerusakan
Kerusakan
Pengausan mengakibatkan sedikit hambatan
L
terhadap kenyamanan pengguna jalan.
Pengausan mengakibatkan cukup hambatan terhadap
M
kenyamanan pengguna jalan.
Pengausan mengakibatkan hambatan besar terhadap
H
kenyamanan pengguna jalan.
(Sumber: Shahin, 1994)

15) Alur (Rutting)

Tingkat kerusakan perkerasan untuk alur (rutting) metode PCI ditunjukkan

pada tabel 2.16. berikut:

Tabel 2.16. Tingkat Kerusakan Alur (Rutting).


Tingkat
Identifikasi Kerusakan
Kerusakan
L Kedalaman alur rata – rata 0,25 – 0,5 in (6 – 13 mm).
Kedalaman alur rata – rata 0,5 – 1 in (>13 – 25,5
M
mm).
H Kedalaman alur rata – rata 1 in (> 25 mm).
(Sumber: Shahin, 1994)

16) Sungkur (Shoving)

Sungkur merupakan pergeseran lapisan perkerasan akibat muatan kendaraan.

Tingkat kerusakan untuk sungkur (shoving) metode PCI ditunjukkan pada

tabel 2.17. berikut:

Tabel 2.17. Tingkat Kerusakan Sungkur (Shoving).


Tingkat
Identifikasi Kerusakan
Kerusakan
Sungkur mengakibatkan sedikit gangguan
L
kenyamanan berkendara.
Sungkur mengakibatkan cukup gangguan kenyamanan
M
berkendara.
Sungkur mengakibatkan banyak sekali gangguan
H
kenyamanan berkendara.
(Sumber: Shahin, 1994)

26
17) Retak selip (Slippage Cracking)

Retak selip (slippage cracking) merupakan kerusakan dengan ciri-ciri retak

yang berbentuk seperti bulan sabit. Tingkat kerusakan perkerasan untuk retak

selip (slippage cracking) metode PCI ditunjukkan pada tabel 2.18. berikut:

Tabel 2.18. Tingkat Kerusakan Retak selip (slippage cracking).


Tingkat
Identifikasi Kerusakan
Kerusakan
L Retak rata – rata lebar < 3/8 in (10 mm).
Satu dari kondisi dibawah yang terjadi:
Retak rata – rata 3/8 – 1,5 in (10 – 38 mm).
M
Area di sekitar retakan pecah, ke dalam pecahan –
pecahan terikat.
Satu dari kondisi dibawah yang terjadi:
Retak rata – rata > 0,5 in (> 38 mm).
H
Area di sekitar retakan, pecah kedalam pecahan –
pecahan yang mudah terbongkar.
(Sumber: Shahin, 1994)

18) Pengembangan (Swell)

Tingkat kerusakan untuk pengembangan (swell) metode PCI ditunjukkan

pada tabel 2.19. berikut:

Tabel 2.19. Tingkat Kerusakan Pengembangan (Swell).


Tingkat
Identifikasi Kerusakan
Kerusakan
Pengembangan mengakibatkan sedikit hambatan
kenyamanan berkendara. Kerusakan ini sulit dilihat
L
tapi dapat dideteksi dengan berkendara cepat. Gerakan
keatas terjadi apabila ada pengembangan.
Pengembangan mengakibatkan cukup hambatan
M
kenyamanan berkendara.
Pengembangan mengakibatkan hambatan besar pada
H
kenyamanan berkendara.
(Sumber: Shahin, 1994)

19) Pelapukan dan Pelepasan butir (Weathering and Raveling)

Pelapukan dan pelepasan butir adalah salah satu bentuk kerusakan jalan yang

terjadi karena salah satu aspal pengikat tidak mampu untuk menahan gaya

27
dorong ban kendaraan atau persentase kadar campuran tidak layak. Tingkat

kerusakan perkerasan untuk pengembangan (swell) metode PCI ditunjukkan

pada tabel 2.20. berikut:

Tabel 2.20. Tingkat Kerusakan Pelapukan dan Pelepasan butir (Weathering


and Raveling).
Tingkat
Identifikasi Kerusakan
Kerusakan
Agregat atau bahan pengikat mulai lepas. Pada
beberapa keadaan, permukaan mulai berkembang.
L
Apabila terdapat oli yang tumpah maka akan terlihat
dan tidak dapat ditembus uang logam.
Agregat atau bahan pengikat mulai lepas. Tekstur
permukaan cukup kasar dan berkembang. Apabila
M
terdapat oli yang tumpah di permukaannya lunak maka
dapat ditembus uang logam.
Agregat atau bahan pengikat mulai lepas. Tekstur
permukaan sangat kasar dan mengakibatkan banyak
lubang. Diameter luasan lubang < 10 mm (4 in) dan
H
kedalaman 13 mm (0,5 in). Jika ada tumpahan oli
permukaannya lunak, pengikat aspal telah hilang
ikatannya sehingga agregat menjadi longgar.
(Sumber: Shahin, 1994)

2.5. Penilaian Kondisi Perkerasan Jalan

2.5.1. Metode Bina Marga

Metode Bina Marga merupakan metode dengan hasil akhir berupa urutan

prioritas serta kegiatan pemeliharaan berdasarkan nilai yang diperoleh dari

menghitung UP (Urutan Prioritas). Pada metode ini jenis kerusakan yang perlu di

perhatikan adalah kerusakan permukaan, retak, lubang, tembalan, amblas dan alur

(Rifa’I dan Agusdini, 2019).

Menurut TPPPJK No. 018/T/BNKT/1990 urutan prioritas dapat dihitung dengan

memakai rumus sebagai berikut :

1) Urutan Prioritas = 17 - (Kelas LHR + Penilaian Kondisi Jalan)…………....(2-1)

28
2) Kelas LHR = Kelas lalu-lintas rata-rata untuk pekerjaan pemeliharaan

(lihat tabel 2.21)………………………...……...………………..………...(2-2)

3) Nilai Kondisi Jalan = Penilaian terhadap kondisi jalan

(lihat tabel 2.22)….……………………………………...……………...….(2-3)

Kelas lalu lintas ditunjukkan pada tabel 2.21 berikut:

Tabel 2.21. Kelas Lalu lintas.


Lalu Lintas Harian Rata-Rata
Kelas Lalu Lintas
(smp/jam)
0 < 20
1 20-50
2 50-200
3 200-500
4 500-2.000
5 2.000-5.000
6 5.000-20.000
7 20.000-50.000
8 >50.000
(Sumber: Rahmanto, 2016)

Nilai kondisi kerusakan jalan ditunjukkan pada Tabel 2.22 berikut:

Tabel 2.22. Nilai Kondisi Kerusakan Jalan.


Penilaian Kondisi
Angka Nilai
26-29 9
22-25 8
19-21 7
16-18 6
13-15 5
10-12 4
7-9 3
4-6 2
0-3 1
Retak-retak
Tipe Angka
E. Buaya 5
D. Acak 4
C. Melintang 3
B. Memanjang 1

29
Tabel 2.22. Nilai Kondisi Kerusakan Jalan (lanjutan).
Retak-retak
A. Tidak Ada 1
Lebar Angka
D. > 2 mm 3
C. 1-2 mm 2
B. < 1 mm 1
A. Tidak Ada 0
Jumlah Kerusakan
Luas Angka
D. > 30% 3
C. 10-30% 2
B. < 10% 1
A. Tidak Ada 0
Alur
Kedalaman Angka
E. > 20 mm 7
D. 11-20 mm 5
C. 6-10 mm 3
B. 0-5 mm 1
A. Tidak Ada 0
Tambalan dan Lubang
Luas Angka
D. > 30% 3
C. 20-30% 2
B. 10-20% 1
A. Tidak Ada 0
Kekerasan Permukaan
Angka
E. Desintegration 4
D. Pelepasan Butir 3
C. Rough (Hungry) 2
B. Fatty 1
A. Close Texture 0
Amblas
Angka
D. > 5/100 m 4
C. 2-5/100 m 2
B. 0-2/100 m 1
A. Tidak Ada 0
(Sumber: Rahmanto, 2016)

30
Hasil perhitungan Urutan Prioritas (UP) tersebut menampilkan rekomendasi

program preservasi jalan sebagai berikut:

1. Urutan Prioritas 0 - 3, menunjukkan jalan masuk dalam kegiatan rehabilitasi

jalan. Menurut Hardiyatmo (2015) kegiatan meningkatkan atau rehabilitasi

fungsi jalan yang sudah ada sebelumnya dilakukan agar fungsi jalan menjadi

lebih meningkat dengan membuat lapisan jalan menjadi lebih halus, seperti

pengaspalan, penambahan maupun pelebaran lapisan perkerasan yang ada.

2. Urutan Prioritas 4 - 6, menunjukkan jalan masuk dalam kategori pemeliharaan

berkala. Menurut Hardiyatmo (2015) pemeliharaan berkala adalah salah satu

kegiatan yang meliputi pelapisan ulang pada jalan dengan lapis permukaan

berbahan dasar aspal dan pelapisan ulang dari material berupa kerikil, termasuk

kegiatan persiapan permukaan.

3. Urutan Prioritas > 7, menunjukkan jalan masuk dalam kategori pemeliharaan

rutin. Menurut Hardiyatmo (2015) pemeliharaan rutin terdiri dari kegiatan-

kegiatan perbaikan ringan dan program pekerjaan rutin yang pelaksanaanya

dilakukan secara tertata sesuai rencana dalam rentang waktu 1 tahun, contohnya

membersihkan rumput, penambahan permukaan dan juga beberapa kegiatan

perbaikan untuk mempertahankan agar kondisi jalan tetap dalam keadaan baik.

2.5.2. Metode PCI (Pavement Condition Index).

Metode PCI adalah metode yang dikembangkan oleh US Army Corps of

Engineers. Metode ini menghasilkan nilai perangkingan kondisi jalan. Kelebihannya

adalah mampu menentukan kondisi eksisting salah satu jalan ataupun dalam

memperkirakan keadaan jalan di waktu mendatang. Dalam memperkirakan kondisi

31
jalan di waktu mendatang dilakukan cara perangkingan berulang agar dapat

menentukan kondisi perkerasan yang tepat untuk digunakan (Bolla, 2012).

Metode PCI merupakan metode dengan skala nilai bernomor dimulai dari 0

dengan kategori perkerasan gagal (failed) hingga 100 sebagai kategori kondisi jalan

baik sekali (excellent). Perhitungan PCI mengacu pada hasil pengamatan kondisi jalan

dengan memperhatikan tiga (3) faktor penting yaitu jenis kerusakan, tingkatan

keparahan (severity) serta dimensinya (Bolla, 2012). Rating kondisi perkerasan

berdasarkan nilai PCI seperti yang terdapat pada Guidelines and Procedures for

Maintenance of Airport Pavement, ditunjukkan pada gambar 2.1.

Gambar 2.1. Rating Kondisi Perkerasan Berdasarkan Nilai PCI.


(Sumber: Shahin, 1994)

Nilai PCI dan kondisi perkerasan ditunjukkan pada tabel 2.23 berikut:

Tabel 2.23. Nilai PCI dan Kondisi Perkerasan.


Nilai PCI Kondisi Perkerasan
0-10 Gagal (Failed)
10-25 Sangat Jelek (Very Poor)
25-40 Jelek (Poor)
40-55 Cukup (Fair)
55-70 Baik (Good)
70-85 Sangat Baik (Very Good)
85-100 Sempurna (Exellent)
(Sumber: Shanin, 1994)

32
Penilaian kondisi perkerasan secara garis besar (Pamungkas, 2014) meliputi:

1) Severity Level merupakan tingkat keparahan pada setiap kerusakan. Ada 3 (tiga)

jenis tingkatan kerusakan dalam perhitungan dengan metode PCI yaitu low

severity level (L), medium severity level (M), dan high severity level (H)

(Hariyanto dan Kristin, 2019)

2) Kadar kerusakan (Density)

Density merupakan persentase dimensi luas dari suatu kerusakan jalan per luasan

dalam satu segmen dikalikan lebar jalan yang diukur dalam meter persegi

(Hariyanto dan Kristin, 2019). Menurut Mubarak (2015) rumus mencari nilai

density adalah sebagai berikut:

Ad
Density = Ld x 100 % ………………………….………...……………….....(2-4)

Keterangan:

Ad = Luas keseluruhan jenis kerusakan untuk setiap level (m²)

Ld = Panjang total kerusakan untuk setiap tingkat kerusakan (m)

As = Luas total tiap satu segmen (m²)

3) Nilai pengurang (Deduct Value)

DV merupakan nilai pengurangan pada setiap jenis kerusakan yang didapatkan

dari kurva dengan memperhatikan hubungan antara kadar kerusakan dan hasil

perhitungan DV. Deduct value sendiri dihitung dengan menginput perhitungan

density pada kurva hingga memotong severity level yang sesuai. Kemudian hasil

tarik sejajar garis titik pertemuan ke arah horizontal agar memperoleh deduct

value. Kurva deduct value ditunjukkan pada gambar 2.2. berikut.

33
Gambar 2.2. Kurva deduct value
(Sumber: Hidayat, 2018)

4) Total Deduct Value (TDV) didapatkan dengan menjumlahkan nilai deduct value

(DV) sesuai jenis kerusakannya untuk setiap satu segmen (Betauban dan Peresa,

2019).

5) CDV dihasilkan dari perpotongan kurva hubungan antara nilai TDV dan nilai

DV dengan pemilihan lengkung kurva yang sesuai dengan jumlah nilai

individual deduct value yang mempunyai nilai lebih besar dari pada 2 (dua) yang

disebut dengan nilai q. Kurva Corrected Deduct Value (CDV) ditunjukkan pada

gambar 2.3.

Gambar 2.3. Kurva Corrected Deduct Value (CDV)


(Sumber: Hidayat, 2018)

34
6) Nilai PCI untuk tiap segmen dapat dihitung dengan persamaan berikut:

PCI = 100 – CDV……………………………………………………...……(2-5)

Keterangan :

PCI = Nilai PCI untuk setiap segmen atau unit penelitian.

CDV = Corrected Deduct Value dari setiap unit segmen.

2.6. Pemeliharaan Jalan

Jenis pemeliharaan jalan yang digunakan di Indonesia menurut Peraturan Menteri

Pekerjaan Umum Bina Marga Nomor: 13/PRT/M/2011 Tentang Tata Cara

Pemeliharaan Jalan dan Penilikan Jalan, ada empat bentuk pemeliharaan jalan yaitu:

1) Pemeliharaan rutin merupakan pekerjaan menjaga serta menangani beberapa

kerusakan yang ditemukan pada suatu jalan yang kondisi pelayanannya mantap.

2) Pemeliharaan berkala merupakan pekerjaan mencegah timbulnya kerusakan yang

lebih luas serta pada setiap kerusakan perlu dilakukan perhitungan agar penurunan

kualitas jalan kembali dalam kondisi mantap seperti sebelumnya.

3) Rehabilitasi jalan merupakan pekerjaan penanganan mencegah terjadinya rusak

berat dan setiap kerusakan yang tidak diperhitungkan dalam desain, yang

berakibat menurunnya kondisi kemantapan pada bagian tertentu dari suatu ruas

jalan dengan kondisi rusak ringan.

4) Rekonstruksi merupakan upaya peningkatan struktur dengan melakukan

perbaikan untuk meningkatkan pelayanan suatu jalan yang sedang mengalami

kerusakan parah agar menjadi jalan yang kembali dalam kondisi mantap setara

dengan umur pelayanan yang telah direncanakan. Pemeliharaan ini dilaksanakan

pada jalan dengan kondisi kerusakan parah.

35
2.7. Perkerasan Jalan

Perkerasan jalan merupakan pencampuran antara agregat dengan bahan pengikat

yang digunakan sebagai pembuatan jalan. Agregat yang digunakan seperti batu pecah,

batu kali, batu belah atau hasil samping peleburan baja. Bahan pengikat yang

digunakan berupa aspal, tanah liat atau semen (Abdul, 2017). Berdasarkan bahan

pengikat yang digunakan terdapat beberapa jenis perkerasan jalan (Sari, 2014):

1. Flexible pavement (perkerasan lentur).

2. Rigid pavement (perkerasan kaku).

3. Perkerasan Komposit.

Perkerasan jalan berfungsi untuk menanggung jumlah lalu lintas yang melewati

jalan selama umur rencana. Agar lapis perkerasan tetap berfungsi secara optimal

selama masa pelayanan maka perlu dilakukan pemeliharaan rutin. Sedangkan untuk

kondisi jalan yang telah mengalami kerusakan dapat dilakukan perencanaan

perkerasan jalan tambahan untuk mengoptimalkan kembali fungsi jalan.

2.7.1 Desain Perkerasan Jalan Tambahan (Overlay)

Kerusakan jalan adalah salah satu indikator yang menunjukkan bahwa jalan telah

memasuki puncak dari umur rencana atau tidak segera mendapat penanganan. Ada

beberapa langkah yang dapat dikerjakan untuk mengatasi kondisi perkerasan

tergantung pada kondisi kerusakan yang akan diperbaiki. Pengupasan dengan mesin

(milling) merupakan langkah yang tepat untuk menangani permukaan perkerasan yang

tidak rata akibat kerusakan jalan seperti sungkur, alur, keriting dan retak permukaan.

Alat milling (cold planner) berfungsi untuk peralatan pekerjaan lapis perkerasan

tambahan (overlay). Dalam hal ini, pengupasan diharapkan dapat membuat permukaan

36
existing lebih rata agar didapatkan ketebalan lapis tambahan yang sesuai sehingga

permukaan jalan menjadi rata.

Menurut Manual Desain Perkerasan Jalan Metode Bina Marga 2017 desain tebal

perkerasan tambahan (overlay) dapat dihitung dengan mengikuti beberapa prosedur

berikut ini:

1) Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas

Data faktor pertumbuhan lalu lintas didapatkan dari data pertumbuhan penduduk

(historical growth data) atau formulasi korelasi dengan faktor pertumbuhan lain

yang berlaku. Jika data tersebut tidak tersedia, maka faktor laju pertumbuhan

lalu lintas (i) ditunjukkan pada tabel 2.24.

Tabel 2.24. Faktor Laju Pertumbuhan Lalu Lintas (i) (%)


Rata-Rata
Jawa Sumatra Kalimantan
Indonesia
Arteri dan
4,80 4,83 5,14 4,75
perkotaan
Kolektor dan
3,50 3,50 3,50 3,50
Rural
Jalan Desa 1,00 1,00 1,00 1,00
(Sumber: Direktorat Jenderal Bina Marga, 2017)

2) Analisa Lalu Lintas

Analisa lalu lintas sangat diperlukan dalam menentukan jenis perkerasan dan

desain yang akan digunakan untuk memperbaiki kondisi jalan. Analisa lalu lintas

dihitung berdasarkan hasil pengamatan banyaknya kendaraan yang melewati

jalan tersebut dengan mengelompokkan kendaraan sesuai jenisnya. Menentukan

perkiraan lalu lintas untuk jalan lalu lintas rendah ditunjukkan pada tabel 2.25.

berikut:

37
Tabel 2.25. Perkiraan Lalu Lintas untuk Jalan Lalu Lintas Rendah

Kendaraan Faktor pengali Kelompok Kumulatif


Faktor
Deskripsi berat (% pertumbuhan sumbu/ HVAG
LHR UR (th) i (%) ESA/ ESA4
Jalan dari lalu kumulatif lalu kendaraan (kelompok
HVAG
lintas) lintas berat sumbu)

Jalan desa
minor
dengan
akses 30 3 20 1 22 2 14.454 3,16 4,5 x 104
kendaraan
berat
terbatas
Jalan kecil
90 3 20 1 22 2 21.681 3,16 7 x 104
dua arah
Jalan lokal 500 6 20 1 22 2,1 252.945 3,16 8 x 105
Akses lokal
daerah
500 8 20 3,5 28,2 2,3 473.478 3,16 1,5 x 106
industri atau
quarry
Jalan
2000 7 20 3,5 28,2 2,2 1.585.122 3,16 5 x 106
kolektor
(Sumber: Direktorat Jenderal Bina Marga, 2017)

38
Keterangan:

LHR = Lalu lintas Harian Rata-Rata (Kendaraan/hari)

UR = umur rencana (tahun)

i = laju pertumbuhan lalu lintas tahunan (%)

HVAG = Distribusi beban kelompok sumbu kendaraan berat (Heavy Vehicle

Axle Group)

ESA = Beban Lalu Lintas Desain Aktual

ESA4 = Beban Lalu Lintas Desain Aktual pangkat 4

3) Menghitung lendutan yang telah dinormalkan dengan menggunakan persamaan

(2-6) berikut.

40
D0 = x lendutan ………………………….………...………..... (2-6)
Beban

4) Menghitung nilai CF (curvature function)

CF (curvature function) merupakan lengkung lendutan yang menyatakan pada

titik belok lengkungan. Skema dimensi fungsi lengkung lendutan (curvature

function atau titik belok) ditunjukkan pada gambar 2.4. berikut.

Gambar 2.4. Skema dimensi fungsi lengkung lendutan (curvature function atau
titik belok)
(Sumber: Direktorat Bina Marga, 2017)

Nilai CF (curvature function) dapat dihitung menggunakan persamaan (2-7)

berikut.

CF = D0 - D200 ………………………….………...............………..... (2-7)

39
Keterangan:

CF = Titik belok lengkungan

D0 = Lendutan maksimum pada suatu titik yang diuji (mm)

D200 = Lendutan yang terjadi pada titik yang berjarak 200 mm dari titik uji

tersebut (mm)

5) Penyesuaian nilai pengukuran lendutan terhadap temperatur pengujian

Temperatur perkerasan pada saat pengukuran akan berbeda dengan temperatur

pada masa pelayanan. Oleh sebab itu, diperlukan untuk menghitung faktor

koreksi temperatur dengan menggunakan persamaan 2-8 berikut.

MAPT
FT = temperatur perkerasan saat pengukuran lendutan ………………..... (2-8)

Keterangan:

MAPT = Temperatur perkerasan tahunan rata-rata (Mean Annual Pavement

Temperature)

FT = Faktor temperatur

Langkah selanjutnya yaitu mencari faktor koreksi temperatur lendutan D0 dan

D0 - D200 untuk pengujian menggunakan FWD (Falling Weight Deflectometer).

Faktor Koreksi Temperatur Lendutan (D0) untuk FWD ditunjukkan pada tabel

2.26 sebagai berikut.

40
Tabel 2.26. Faktor Koreksi Temperatur Lendutan (D0) untuk FWD
AMPT Tebal Aspal Eksisting (mm)
TEMPlapangan 25 50 100 150 200 300
0,50 0,93 0,87 0,81 0,75 0,69 0,59
0,60 0,95 0,91 0,86 0,81 0,76 0,68
0,70 0,96 0,94 0,90 0,87 0,83 0,77
0,80 0,98 0,96 0,94 0,92 0,89 0,85
0,90 0,99 0,98 0,97 0,96 0,94 0,92
1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00
1,10 1,01 1,01 1,02 1,03 1,04 1,05
1,20 1,01 1,02 1,04 1,05 1,08 1,10
1,30 1,02 1,04 1,05 1,08 1,12 1,15
1,40 1,02 1,04 1,07 1,10 1,15 1,19
1,50 1,02 1,05 1,09 1,12 1,18 1,22
1,60 1,03 1,06 1,10 1,14 1,21 1,25
1,70 1,03 1,07 1,12 1,16 1,23 1,27
1,80 1,04 1,09 1,13 1,18 1,25 1,28
(Sumber: Direktorat Jenderal Bina Marga, 2017)

Sedangkan, Faktor Koreksi Temperatur Lendutan (D0 - D_200) untuk FWD

ditunjukkan pada tabel 2.27 sebagai berikut.

Tabel 2.27. Faktor Koreksi Temperatur Lendutan (D0- D200 ) untuk FWD
AMPT Tebal Aspal Eksisting (mm)
TEMPlapangan 25 50 100 150 200 300
0,50 0,91 0,76 0,63 0,54 0,41 0,31
0,60 0,93 0,81 0,71 0,64 0,53 0,46
0,70 0,95 0,86 0,78 0,73 0,65 0,60
0,80 0,97 0,91 0,86 0,82 0,77 0,73
0,90 0,98 0,95 0,92 0,91 0,88 0,86
1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00
1,10 1,01 1,03 1,05 1,07 1,09 1,11
1,20 1,02 1,06 1,10 1,14 1,18 1,23
1,30 1,03 1,1 1,15 1,20 1,27 1,35
1,40 1,04 1,13 1,20 1,26 1,36 1,46
1,50 1,05 1,15 1,24 1,32 1,44 1,57
1,60 1,05 1,15 1,24 1,32 1,44 1,57
1,70 1,06 1,15 1,28 1,37 1,52 1,67
1,80 1,06 1,18 1,32 1,41 1,59 1,77
(Sumber: Direktorat Jenderal Bina Marga, 2017)

41
6) Menghitung nilai D0 terkoreksi dengan persamaan 2-9 dan D0 - D200 terkoreksi

dengan menggunakan persamaan 2-10 berikut.

D0 terkoreksi = D0 fakrot koreksi x Do……………………………........ (2-9)

D0 - D200 = D0 - D200 faktor koreksi x Do - D200 ………………..... (2-10)

7) Penyesuaian nilai lendutan dan lengkung lendutan

Faktor penyesuaian lengkung lendutan (D0) FWD ke BB ditunjukkan tabel 2.28.

berikut.

Tabel 2.28. Faktor Penyesuaian Lengkung Lendutan (D0) FWD ke BB


Tebal Aspal Tebal Aspal
Faktor Faktor
Eksisting (mm) Eksisting (mm)
0 1,00 160 1,26
20 1,12 180 1,28
40 1,14 200 1,29
60 1,16 220 1,31
80 1,18 240 1,33
100 1,20 260 1,34
120 1,22 280 1,35
140 1,24 300 1,36
(Sumber: Direktorat Jenderal Bina Marga, 2017)

Setelah itu, menghitung D0 ke BB dapat dihitung menggunakan persamaan 2-

11 berikut.

D0 penyesuain ke BB = faktor lendutan x D0 terkoreksi………….........(2-11)

8) Menghitung nilai lendutan maksimum yang mewakili suatu sub ruas jalan,

dihitung dengan persamaan 2-12 berikut ini.

Dwakil = D0rata−rata + f x Standar Deviasi ………………………….......(2-12)

9) Syarat minimum ketebalan standar untuk perbaikan jalan adalah 60 mm apabila

hasil perhitungan yang diperoleh kurang dari ketebalan standar maka ketebalan

yang digunakan adalah 60 mm. Menentukan tebal overlay menggunakan grafik

tebal overlay berdasarkan D0 yang dapat dilihat pada gambar 2.5. berikut.

42
Gambar 2.5. Grafik tebal overlay berdasarkan D0
(Sumber: Direktorat Bina Marga, 2017)

43
(Halaman ini sengaja dikosongkan)

44
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah merupakan langkah pertama dalam menyelesaikan tugas

akhir yang membahas tentang latar belakang diperlukannya evaluasi kondisi ruas jalan

Sampang-Ketapang, yakni terjadi agar mengetahui tindakan penanganan pemeliharaan

guna mengembalikan kinerja dari jalan sehingga menciptakan keamanan dan

kelancaran bagi pengendara yang akan melewati jalan tersebut. Penelitian ini

dilakukan di ruas jalan Sampang-Ketapang STA 23+800 – 29+100 dengan

membandingkan nilai kondisi kerusakan jalan dari dua metode yaitu metode Bina

Marga dan metode PCI (Pavement Condition Index). Sistem penilaian Metode Bina

Marga didasarkan pada urutan prioritas penanganan dengan skala nilai mulai dari 0

(nol) sampai lebih dari 7 (tujuh), sedangkan PCI berupa urutan kondisi perkerasan

mulai dari 0 (nol) hingga 100 (seratus). Sehingga dengan membandingkan kedua

metode akan didapat kondisi kerusakan jalan, urutan prioritas penanganan serta desain

perkerasan yang tepat untuk mengembalikan kualitas pelayanan jalan.

3.2. Studi Literatur

Studi literatur adalah tahap pengumpulan berbagai referensi baik dari buku,

peraturan-peraturan maupun penelitian-penelitian yang telah ada sebelumnya dengan

tema atau pembahasan yang terkait dengan penelitian ini. Referensi dari penelitian

yang telah dilakukan sebelumnya didapatkan dari beberapa jurnal dan tugas akhir

berikut:

45
1. Penelitian yang dilakukan oleh Ibnu Sholeh dalam Jurnal Konstruksi, Volume 3,

Nomor 1, Tahun 2011 dengan judul Analisis Perkerasan Jalan Kabupaten

Menggunakan Metode Bina Marga.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Margareth Evelyn Bolla dalam Jurnal Teknik

Sipil, Volume 1, Nomor 3, Tahun 2012 dengan judul Perbandingan Metode Bina

Marga dan Metode PCI (Pavement Condition Index) dalam Penilaian Kondisi

Perkerasan Jalan (Studi Kasus:Ruas Jalan Kaliurung, Kota Malang).

3. Penelitian yang dilakukan oleh Supardi dalam Jurnal Teknik Sipil Untan, Volume

13, Nomor 1, Tahun 2013 dengan judul Evalasi Kerusakan Jalan pada Perkerasan

Rigid Dengan Menggunakan Metode Bina Marga, Studi kasus: Ruas Jalan Sei

Durian-Rasau Jaya.

4. Penelitian yang dilakukan oleh Dian Agung Saputro dalam Jurnal Ilmu-ilmu

Teknik, Volume 10, Nomor 3, Tahun 2014 dengan judul Perbandingan Evaluasi

Tingkat Kerusakan Jalan Dengan Metode Bina Marga dan Metode Paver. Studi

Kasus: Kecamatan Kepanjen Kabupaten Malang dan sekitarnya.

5. Penelitian yang dilakukan oleh Umi tho’atin, Ary Setyawan, dan Mamok

Suprapto dalam Prosiding Semnastek tahun 2016 dengan judul Penggunaan

Metode International Roughness Index (IRI), Surface Distress Index (SDI), dan

Pavement Condition Index (PCI) Untuk Penilaian Kondisi Jalan di Kabupaten

Wonogiri.

6. Penelitian yang dilakukan oleh Moch Firman Bagus Wicaksono dalam Jurnal

Rekayasa Teknik Sipil, Volume 3, Nomor 3, Tahun 2018 dengan judul analisis

Nilai Kondisi Perkerasan Jalan Secara Visual Dengan Metode Bina Marga dan

46
Pavement Condition Index, Studi Kasus: Jalan Mastrip (Surabaya 10+100-

10+700).

7. Penelitian yang dilakukan oleh Puguh Pramono dalam Jurnal Teknik Sipil dan

Arsitektur, Volume 1, Nomor 1, Tahun 2018 dengan judul Analisis Kerusakan

Perkerasan Jalan Menurut Metode Bina Marga dan PCI (Pavement Condition

Index) Studi Kasus: Ruas Jalan Pahlawan Bukit Raya-Tenggarong Seberang,

Kabupaten Kutai Kartanegara.

8. Penelitian yang dilakukan oleh Hillman Yunardhi, M. Jazir Alkas, dan Heri

Sutanto dalam Jurnal Teknologi Sipil, Volume 2, Nomor 2, Tahun 2018 dengan

judul Analisa Kerusakan Jalan dengan metode PCI (Pavement Condition Index)

dan alternatif penyelesaiannya (Studi Kasus:Ruas Jalan D. I. Panjaitan).

9. Penelitian yang dilakukan oleh Hariyanto dan Diana Kristin dalam Jurnal Review

in Civil Engineering, Volume 3, Nomor 1, Tahun 2019 dengan judul Evaluasi

Penilaian Perkerasan Jalan dengan metode PCI (Pavement Condition Index).

10. Penelitian yang dilakukan oleh Lailatul Nazilah Sholihin, Bambang Suprapto, dan

Azizah Rachmawati dalam Jurnal Rekayasa Sipil, Volume 8, Nomor 3, Tahun

2020 dengan judul Perbandingan Nilai Kerusakan Jalan dengan Metode Bina

Marga dan metode IRI (International Roughness Index) di Kabupaten Lumajang.

Sedangkan untuk referensi berupa buku teks adalah sebagai berikut:

1. Shahin, Tahun 1994 dengan judul Pavement for Airports, Roads, Parking Lots,

Chapman and Hall, Dept.BC, New York.

2. Buku dari Hary Christady Hardiyatmo, tahun 2015 dengan judul Pemeliharaan

Jalan Raya, Universutas Gajah Mada, Yogyakarta.

47
3. Buku dari Silvia Sukirman, tahun 2010 dengan judul Perencanaan Tebal Struktur

Perkerasan Lentur, Bandung.

Selanjutnya untuk referensi berupa pedoman atau peraturan adalah sebagai

berikut:

1. Direktorat Jenderal Bina Marga Depatemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia

tentang Petunjuk Teknis Perencanaan dan Penyusunan Program Jalan Kabupaten

No. 77/KPTS/Db/1990.

2. Direktorat Pembinaan Jalan Kota Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen

Pekerjaan Umum Republik Indonesia tentang Tata Cara Penyusunan Program

Pemeliharaan Jalan Kota No. 018/T/BNKT/1990.

3. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia. Nomor:

13/PRT/M/2011 tentang Tata Cara Pemeliharaan Jalan dan Penilikan Jalan.

4. Pedoman Bina Marg tahun 2003 tentang Manual Desain Perkerasan Jalan.

Kementrian Pekerjaan Umum. Jakarta.

5. Pedoman Bina Marg tahun 2017 tentang Manual Desain Perkerasan Jalan.

Kementrian Pekerjaan Umum. Jakarta.

6. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia. Nomor: 02/M/BM/2017

tentang Manual Desain Perkerasan Jalan.

3.3. Pengumpulan Data

Pada penelitian ini sangat diperlukan data yang dapat menunjang kebutuhan dalam

pelaksanaan penelitian. Berdasarkan sumbernya data dikelompokkan menjadi dua,

yaitu data primer dan data sekunder (Sarwono, 2006). Data yang dibutuhkan dalam

menunjang kebenaran penelitian ini adalah sebagai berikut :

48
3.3.1. Data Primer

Data primer merupakan data pendukung yang diperoleh oleh peneliti secara

langsung di lapangan atau di lokasi penelitian (Sarwono, 2006: 209). Data primer

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a) Data LHR.

b) Data jenis-jenis kerusakan pada lokasi penelitian.

c) Data berupa dimensi kerusakan (panjang, lebar, dan kedalaman).

d) Dokumentasi kerusakan jalan.

3.3.2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data pendukung dalam penyelesaian penelitian. Data

sekunder dapat diperoleh dari instansi terkait (Sarwono, 2006: 209). Data

sekunder dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a) Data CBR dan topografi dari UPT Pengelolaan Jalan dan Jembatan Pamekasan.

3.4. Analisis Data

Data primer didapat dengan cara survei langsung pada area penelitian.

1) Membagi ruas jalan menjadi beberapa segmen yaitu 100 m per segmen.

2) Mendokumentasikan kerusakan jalan.

3) Mengukur dimensi (panjang dan lebar) kerusakan jalan.

4) Mencatat hasil pengukuran pada formulir yang telah disediakan.

5) Setelah data terkumpul, maka langkah selanjutnya yaitu menentukan tingkat

kerusakan jalan.

49
3.4.1. Metode Bina Marga

Langkah-langkah yang harus dilakukan untuk menyelesaikan perhitungan

dengan menggunakan metode Bina Marga adalah sebagai berikut.

1) Menghitung nilai LHR

2) Menentukan kelas lalu lintas.

3) Mentabelkan hasil suvei sesuai dengan jenis kerusakan dan memberikan

penilaian terhadap tiap jenis kerusakan jalan.

4) Menentukan nilai kondisi jalan.

5) Menghitung nilai urutan prioritas menggunakan persamaan (2-1).

3.4.2. Metode PCI (PAVEMENT CONDITION INDEX)

Langkah-langkah yang harus dilakukan untuk menyelesaikan perhitungan

dengan menggunakan metode PCI (PAVEMENT CONDITION INDEX) adalah sebagai

berikut.

1) Menentukan luas (A) dan total luas (Ad) dari kerusakan jalan.

2) Menentukan Tingkat kerusakan (Severity Level).

3) Menghitung nilai density kerusakan jalan menggunakan persamaan (2-4).

4) Menentukan nilai Deduct Value (DV).

5) Menghitung Total Deduct Value (TDV).

6) Menghitung nilai Corrected Deduct Value (CDV).

7) Menghitung nilai PCI dengan menggunakan persamaan (2-5)

50
3.4.3. Desain Perkerasan Tambahan.

Langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mendapatkan niali tebal perkerasan

tambahan adalah sebagai berikut.

1) Melakukan analisa lalu lintas untuk mendapatkan nilai beban lalu lintas aktual

ESA4.

2) Menghitung lendutan yang dinormalkan menggunakan persamaan (2-6).

3) Menghitung nilai CF menggunakan persamaan (2-7).

4) Menghitung faktor temperatur FT menggunakan persamaan (2-8)

5) Menghitung nilai lendutan terkoreksi dengan persamaan (2-9) dan Do - D200

terkoreksi dengan persamaan (2-10).

6) Menghitung Do penyesuaian ke BB dengan persamaan (2-11).

7) Menghitung Dwakil dengan persamaan (2-12).

8) Menentukan tebal overlay dengan menggunakan gambar 2.5. grafik tebal

overlay berdasarkan Do.

3.5. Hasil Penelitian

Hasil dari penelitian yang dilakukan setelah menganalisis semua data adalah:

1. Jenis kerusakan jalan dominan pada ruas Jalan Sampang-Ketapang.

2. Perbandingan nilai kondisi ruas jalan Sampang-Ketapang dengan Metode Bina

Marga dan Metode PCI.

3. Penanganan yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kondisi kerusakan dominan

ruas jalan Sampang-Ketapang dari Metode Bina Marga dan Metode PCI.

51
4. Tebal desain perkerasan tambahan sesuai kondisi pada ruas jalan Sampang-

Ketapang berdasarkan urutan prioritas nilai kondisi jalan dari Metode Bina Marga

dan Metode PCI.

3.6. Diagram Alir Penelitian

Diagram alir dari penelitian ini ditunjukkan pada gambar 3.1. berikut

Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian

52
BAB IV

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

4.1. Kondisi Perkerasan Jalan

Lokasi penelitian yaitu pada jalan Sampang-Ketapang pada STA 23+800 –

29+100 sepanjang 5,3 km. Ruas jalan tersebut merupakan ruas jalan dengan tipe 2/2

UD (2 lajur dan 2 arah, tanpa median) dengan lebar masing-masing lajur 2 m dan bahu

jalan selebar 1,5 m.

Cara yang dilakukan agar dapat mengidentifikasi keadaan permukaan pada jalan

Sampang-Ketapang adalah dengan melakukan pengamatan langsung di lapangan

untuk memperoleh jenis dan dimensi (panjang, lebar dan kedalaman) kerusakan yang

diukur menggunakan alat ukur roll meter. Kemudian melakukan perhitungan kondisi

kerusakan jalan sehingga dapat segera menentukan penanganan yang tepat untuk

mengoptimalkan kembali fungsi jalan atau pelayanan dari jalan tersebut. Sketsa

pembagian segmen ditunjukkan pada gambar 4.1. berikut.

Gambar 4.1. Sketsa Pembagian Segmen


(Sumber: Hasil Survei)

Gambar 4.1. merupakan sketsa pembagian segmen pada ruas jalan Sampang-

Ketapang STA. 23+800 – 29+300 yang dibagi menjadi 53 segmen dengan jarak antar

segmen 100 meter.

53
4.2. Kerusakan Jalan yang Didapatkan

Jenis kerusakan yang didapatkan berdasarkan hasil pengamatan visual di lapangan

pada ruas jalan Sampang-Ketapang STA. 23+800 – 29+100 adalah terdapat 7 (tujuh)

jenis kerusakan yaitu kerusakan lubang, retak kulit buaya, kegemukan, retak

memanjang dan melintang, kerusakan alur, tambalan dan pelepasan butir. Kerusakan

yang dominan terjadi adalah kerusakan retak dan lubang. Contoh kerusakan yang

dominan terjadi pada ruas jalan Sampang-Ketapang adalah sebagai berikut.

Kerusakan retak ditunjukkan pada gambar 4.2. berikut.

Gambar 4.2. Kerusakan Retak


(Sumber: Hasil Survei)

54
Kerusakan lubang ditunjukkan pada gambar 4.3. berikut.

Gambar 4.3. Kerusakan Lubang


(Sumber: Hasil Survei)

Untuk dokumentasi gambar kerusakan jalan dapat dilihat pada lampiran 1.

4.3. Metode Bina Marga

Menurut Rondi (2016) metode Bina Marga merupakan metode dengan hasil

akhirnya berupa UP atau urutan prioritas serta rekomendasi kegiatan penanganan

sesuai hasil perhitungan. Metode ini diselesaikan dengan melakukan pengamatan

secara langsung pada lokasi penelitian untuk mendapatkan jenis kerusakan, dimensi

(panjang, lebar dan luas) kerusakan dan nilai LHR yang akan digunakan untuk

menentukan kelas lalu lintas. Langkah-langkah yang dapat diikuti untuk menghitung

urutan prioritas pada ruas jalan Sampang-Ketapang STA. 23+800 – 29+100 adalah

sebagai berikut.

55
4.3.1. Menentukan Kelas Lalu Lintas

Metode yang digunakan agar mendapatkan nilai LHR adalah pencacahan arus

lalu-lintas (Trafic Counting). Survei LHR dilakukan selama empat hari yaitu pada

tanggal 2-5 Agustus 2021 di lokasi yang sama dengan cara mencatat semua jenis

kendaraan diruas jalur kiri dan jalur kanan. Pengambilan data ini dilakukan pada waktu

padatnya aktivitas yaitu pukul 06.00-18.00.

Setelah melakukan survei, data yang diperoleh diolah dan dimasukkan ke dalam

excel berupa tabel. Tabel data kendaraan pada ruas jalan Sampang-Ketapang selama

empat hari ditunjukkan tabel 4.1 berikut.

Tabel 4.1. Data Kendaraan pada Ruas Jalan Sampang-Ketapang.


Jumlah Kendaraan (smp/jam)
PUKUL Hari
Hari Kedua Hari Ketiga Hari Keempat
Pertama
06.00-06.15 - - - -
06.15-06.30 - - - -
06.30-06.45 - - - -
06.45-07.00 506,3 379,4 411,1 474,1
07.00-07.15 515,6 396,9 404,6 436,4
07.15-07.30 463,5 353,7 342,9 371,6
07.30-07.45 385,2 273,3 247,3 286,5
07.45-08.00 331,3 229,8 215,7 260,8
08.00-08.15 291,4 207,9 200,9 234,2
08.15-08.30 266,1 192,5 198,1 222,8
08.30-08.45 257 212,9 213,5 239,5
08.45-09.00 249,9 221,1 215,1 221,9
09.00-09.15 256,4 224,3 229,2 235,1
09.15-09.30 263,5 235,9 248,4 248,4
09.30-09.45 272,6 249,4 249,8 262,1
09.45-10.00 288,8 261,2 264,3 273,6
10.00-10.15 304,4 264,6 267,4 270
10.15-10.30 307,3 257,7 257,2 264,7
10.30-10.45 302,1 253,8 260,8 250,4
10.45-11.00 289,8 241,9 250,9 249,8

56
Tabel 4.1. Data Kendaraan pada Ruas Jalan Sampang-Ketapang (lanjutan)
Jumlah Kendaraan (smp/jam)
PUKUL Hari
Hari Kedua Hari Ketiga Hari Keempat
Pertama
11.00-11.15 256,2 228,2 223,5 240,4
11.15-11.30 242,7 240,2 222,5 258,4
11.30-11.45 230,4 230,7 210,3 279,5
11.45-12.00 210,4 206,2 184,4 277,3
12.00-12.15 200 186,4 174,3 255,8
12.15-12.30 222,9 187,9 184,2 245,4
12.30-12.45 229,3 187,7 186,8 221,6
12.45-13.00 240,8 205,4 202,1 211,3
13.00-13.15 240,9 212,9 206,6 220,2
13.15-13.30 223,9 199,3 189,3 218,9
13.30-13.45 225,3 196,3 189,3 228,9
13.45-14.00 231,7 207,9 201,3 250,2
14.00-14.15 255,2 235,6 231,4 286,3
14.15-14.30 277,6 262,5 267,3 306,9
14.30-14.45 292,1 267,9 269,8 296,8
14.45-15.00 323,6 284,9 311,8 308,7
15.00-15.15 319,7 289,7 332,9 295,5
15.15-15.30 276,6 249,3 305,8 252,3
15.30-15.45 244,9 241,3 307,3 250,5
15.45-16.00 206,6 232,9 276,3 239,2
16.00-16.15 206,2 222,1 255,9 242,8
16.15-16.30 207,7 231,6 254,7 247
16.30-16.45 201,9 225,5 237,6 241,5
16.45-17.00 212,2 202,7 232,1 232
17.00-17.15 222,4 206,3 241,9 229,2
17.15-17.30 260 223,5 256,2 256,8
17.30-17.45 279,3 232,5 269,2 262,5
17.45-18.00 277,7 243,4 262,8 269,6
Jumlah Total 12369,4 10797,1 11164,8 11927,4
(Sumber: Hasil Analisis Data)

Untuk dokumentasi dan hasil survei LHR per hari (selama empat hari) dapat dilihat

pada lampiran 2.

57
.Nilai LHR dihitung dengan cara membagi jumlah lalu lintas selama pengamatan

dengan lamanya pengamatan sebagai berikut.

Jumlah lalu lintas selama pengamatan


LHR =( )
Lamanya pengamatan

12369,4+10797,1+11164,8+11927,4
=( )
12 x 4

= 963,72 smp/jam

Nilai LHR pada ruas Jalan Sampang-Ketapang STA. 23+800 – 29+100 adalah 963,72

smp/jam yang artinya kelompok nilai kelas lalu lintas 4 (lihat tabel 2.21).

4.3.2. Menentukan Nilai Kondisi Jalan

Penilaian kondisi jalan menggunakan metode Bina Marga dapat diselesaikan

melalui pengukuran dan pengamatan visual yang dilaksanakan di lokasi yang

mengalami kerusakan pada setiap segmen sehingga didapatkan jenis kerusakan,

dimensi kerusakan, dan persentase kerusakan jalan. Persentase kerusakan jalan

ditunjukkan pada Tabel 4.2. berikut.

Tabel 4.2. Persentase Kerusakan Jalan.


Jenis Kerusakan Luas Kerusakan (m2) Persentase Kerusakan (100%)
Retak Buaya 39,37 6,56
Retak memanjang 87,80 14,63
Lubang 15,73 2,62
Kegemukan 82,72 13,79
Tambalan 11,67 1,95
Retak melintang 13,95 2,33
Alur 9,60 1,60
Pelepasan butiran 8,00 1,33
JUMLAH 260,84 43,47
(Sumber: Hasil Analisis Data)

58
Setelah mendapatkan jenis kerusakan, luas dan persentase kerusakan maka

langkah selanjutnya adalah memberikan penilaian atau angka kerusakan terhadap

kondisi jalan sesuai luas dan persentase kerusakan jalan dengan mengacu pada tabel

2.22. nilai kondisi kerusakan jalan.

Tabel 4.3. Angka Kerusakan Jalan.


Angka Angka Angka
Angka
Jenis untuk untuk untuk Angka
untuk
Kerusakan Jenis Lebar Luas Kerusakan
Kedalaman
Kerusakan Kerusakan Kerusakan
Pelepasan
3 - - - 3
Butiran
Retak
3 3 3 - 3
Melintang
Retak
2 3 3 - 3
Memanjang
Retak Acak - - - - -
Retak Kulit
5 3 3 - 5
Buaya
Lubang dan
3 - 3 1 3
Tambalan
Kegemukan 1 3 3 1 3
Alur 1 - - 3 3
Amblas - - - - -

JUMLAH ANGKA KERUSAKAN 23


(Sumber: Hasil Analisis Data)

Tabel 4.3. merupakan tabel angka kerusakan Jalan Sampang-Ketapang STA.

23+800 – 29+100. Berdasarkan tabel tersebut disimpulkan bahwa total angka

kerusakan jalan adalah 20 masuk dalam penilaian kondisi kerusakan jalan 8 (lihat tabel

2.22).

59
4.3.3. Menentukan Urutan Prioritas

Langkah selanjutnya adalah menghitung nilai LHR, kelas lalu lintas dan nilai

kondisi kerusakan jalan dihitung dengan persamaan 2-1 sebagai berikut:

UP = 17 - (Kelas lalu lintas + Nilai Kondisi Jalan)

= 17 – (4+ 8)

=5

Jadi, berdasarkan nilai UP dapat ditarik kesimpulan bahwa jalan tersebut mempunyai

angka UP 5 berarti jalan termasuk ke dalam kategori pemeliharaan berkala yang

meliputi kegiatan-kegiatan perbaikan seperti pemberian lapis ulang tambahan dengan

lapis permukaan dari bahan aspal serta melakukan pekerjaan persiapan permukaan.

4.4. Metode PCI (Pavement Condition Index)

4.4.1. Menentukan Luas (A) dan Total Luas (Ad) Kerusakan

Selanjutnya adalah menghitung luasan (A) kerusakan menggunakan persamaan

A=PxL. Kemudian menjumlahkan kelompok kerusakan jalan yang memiliki bentuk

atau jenis serupa dalam setiap segmen sehingga diperoleh nilai luas total (Ad). Contoh

perhitungan luas dan total luas kerusakan jalan adalah sebagai berikut

1) STA.23+800 - 23+900 terdapat satu jenis kerusakan yaitu retak melintang

dengan ukuran sebagai berikut.

P = 5 m ; L= 2,7 m

A= P x l

= 5 x 2,7

= 13,50 m2

Maka, nilai Ad untuk kerusakan retak melintang = 13,50 m2

60
2) STA. 23+900 - 24+000 terdapat dua jenis kerusakan yaitu lubang dan retak

memanjang dengan ukuran sebagai berikut.

a. Lubang 1

P = 0,27 m ; l = 0,3 m

A =Pxl

= 0,27 x 0,3

= 0,08 m2

b. Lubang 2

P = 0,5 m ; l = 0,8 m

A =Pxl

= 0,5 x 0,8

= 0,4 m2

c. Lubang 3

P = 0,35 m ; l = 0,3 m

A =Pxl

= 0,35 x 0,3

= 0,11 m2

Maka, nilai Ad untuk kerusakan lubang = 0,08 + 0,4 + 0,11 = 0,59 m2

a. Retak Memanjang

P = 12,8 m ; L = 1 m

A =Pxl

= 12,8 x 1

= 12,8 m2

Maka, nilai Ad untuk kerusakan retak memanjang = 12,8 m2

61
4.4.2. Mencari Persentase Kerusakan (Density)

Density dihitung dengan rumus pembagian antara luas jalan yang rusak dengan

luasan lokasi penilitian dalam satu segmen dengan panjang 100 m, maka contoh

perhitungan density menggunakan persamaan 2-4 adalah sebagai berikut.

1) STA 23+800 – 23+900

a). Kerusakan Retak Melintang

Ad
Density = x 100%
Ld

13,5
= x 100%
100 x 7

= 2,25%

2) STA 23+900 – 24+000

a). Kerusakan Lubang

Ad
Density = x 100%
Ld

0,59
= x 100%
100 x 7

= 0,1%

b). Kerusakan Retak Memanjang

Ad
Density = x 100%
Ld

12,8
= x 100%
100 x 7

= 2,13%

Keterangan:

Ad = Luas total jenis kerusakan untuk tiap kerusakan (m²)

Ld = Luas total satu segmen (m²)

62
4.4.3. Menentukan Nilai Deduct Value (DV)

Menentukan nilai DV dilakukan dengan memasukkan hasil perhitungan density

sebagai sumbu x pada kurva sesuai dengan tiap jenis kerusakannya hingga memotong

tingkat keparahan kerusakan yaitu rendah, sedang, atau tinggi. Jika terdapat tingkat

kerusakan yang berbeda maka diambil tingkat kerusakan paling parah atau kerusakan

yang paling tinggi. Kemudian hasil titik perpotongan dibuat garis lurus horizontal ke

arah sumbu y untuk memperoleh nilai DV, maka contoh perhitungan nilai deduct value

untuk STA 23+800 – 24+000 adalah sebagai berikut:

1) Nilai DV pada segmen STA 23+800 – 23+900 yaitu:

a). Kerusakan Retak Melintang

Pada segmen 1 STA 23+800 – 24+900 terdapat kerusakan melintang dengan

nilai density 2,25% dan tingkat kerusakan “L” low severity level maka nilai

deduct value ditunjukkan pada gambar 4.4. kurva deduct value kerusakan

retak melintang sebagai berikut.

Gambar 4.4. Kurva Deduct Value Kerusakan Retak Melintang


(Sumber: Hidayat, 2018)

63
Berdasarkan gambar 4.4. tentang kurva deduct value retak melintang

diperoleh nilai DV sebesar 8.

2) Nilai DV pada segmen STA 23+900 – 24+000 yaitu:

a). Kerusakan Lubang

Pada segmen 2 STA 23+900 – 24+000 terdapat kerusakan lubang dengan

nilai density 0,1% dan tingkat kerusakan “M” medium severity level maka

nilai deduct value ditunjukkan oleh gambar 4.5. Kurva deduct value

kerusakan lubang berikut.

Gambar 4.5. Kurva Deduct Value Kerusakan Lubang


(Sumber: Hidayat, 2018)

Berdasarkan gambar 4.5. tentang kurva deduct value kerusakan lubang

diperoleh nilai DV sebesar 5.

b). Kerusakan Retak Memanjang

Pada segmen 2 STA 23+900 – 24+000 terdapat kerusakan retak memanjang

dengan nilai density 2,13% dan tingkat kerusakan “M” medium severity level

maka nilai deduct value ditunjukkan pada gambar 4.6. Kurva deduct value

kerusakan retak memanjang berikut.

64
Gambar 4.6. Kurva Deduct Value Kerusakan Retak Memanjang
(Sumber: Hidayat, 2018)

Berdasarkan gambar 4.6. tentang kurva deduct value kerusakan retak

memanjang diperoleh nilai DV sebesar 16.

4.4.4. Menentukan Nilai Total Deduct Value (TDV)

Total Deduct Value adalah hasil penjumlahan DV tiap satu segmen. Pada

STA.23+800 - 23+900 diperoleh nilai TDV = 8, STA.23+800 - 23+900 diperoleh nilai

TDV = 21.

4.4.5. Menentukan Nilai Corrected Deduct Value (CDV)

Nilai CDV didapatkan dengan memasukkan nilai TDV pada tabel CDV sebagai

sumbu x hingga memotong garis q. Kemudian titik perpotongan dibuat garis horizontal

ke arah sumbu y untuk memperoleh nilai CDV. Nilai q adalah total dari nilai DV yang

lebih dari 2. Contoh perhitungan nilai CDV untuk ruas jalan Sampang-Ketapang STA

23+800 – 24+000 adalah sebagai berikut:

1) Nilai CDV pada segmen STA.23+800 - 23+900 yaitu:

a). Kerusakan retak memanjang = 8

65
Maka didapatkan nilai q = 1 karena terdapat satu jenis kerusakan yang bernilai

> 2, maka nilai CDV ditunjukkan pada gambar 4.7. kurva corrected deduct value

segmen 1 sebagai berikut.

Gambar 4.7. Kurva Corrected Deduct Value Segmen 1


(sumber : Hidayat, 2018)

Berdasarkan gambar 4.7. tentang kurva corrected deduct value segmen 1

diperoleh nilai CDV pada segmen 1 sebesar 8.

2) Nilai DV pada segmen STA.23+900 - 24+000 yaitu:

a). Kerusakan retak memanjang = 8

b). Kerusakan lubang = 16

Maka didapatkan nilai q = 2 karena terdapat dua jenis kerusakan yang bernilai >

2, maka nilai CDV ditunjukkan oleh gambar 4.8. kurva corrected deduct value

segmen 2 sebagai berikut.

66
Gambar 4.8. Kurva Corrected Deduct Value Segmen 2
(sumber : Hidayat, 2018)

Berdasarkan gambar 4.8. tentang kurva corrected deduct value segmen 2

diperoleh nilai CDV pada segmen 2 sebesar 18.

4.4.6. Menghitung Nilai PCI

Setelah memperoleh Corrected Deduct Value (CDV) langkah selanjutnya adalah

menghitung nilai PCI. Nilai PCI dihitung per satu segmen. Contoh perhitungan nilai

PCI untuk STA 23+800 – 24+000 didapatkan dengan menggunakan persamaan 2-5

berikut.

1) Nilai PCI pada segmen STA.23+800 - 23+900 yaitu:

PCI = 100 – CDV

= 100 – 8

= 92

Berdasarkan hasil perhitungan tersebut diperoleh nilai PCI pada segmen

STA.23+800 - 23+900 sebesar 92.

67
2) Nilai PCI pada segmen STA.23+900 - 24+000 yaitu:

PCI = 100 – CDV

= 100 – 18

= 82

Berdasarkan hasil perhitungan tersebut diperoleh nilai PCI pada segmen

STA.23+900 - 24+000 sebesar 82.

Rekapitulasi perhitungan Ad, Density, DV, TDV, CDV, PCI ditunjukkan pada

tabel 4.4. berikut.

68
Tabel 4.4. Rekapitulasi perhitungan Ad, Density, DV, TDV, CDV, PCI.
Ukuran
JENIS Ad Density
NO SEGMEN LEVEL p l A DV TDV CDV PCI
KERUSAKAN 2
(m2) (100%)
(m) (m) (m )
1 STA.23+800 - 23+900 Retak melintang L 5 2,7 13,50 13,50 2,25 8 8 8 92
Lubang L 0,27 0,3 0,08
Lubang M 0,5 0,8 0,40 0,59 0,10 5
2 STA. 23+900 - 24+000 21 18 82
Lubang M 0,35 0,3 0,11
Retak memanjang M 12,8 1 12,80 12,80 2,13 16
3 STA. 24+000 - 24+100 - - - - - - - - - - -
4 STA. 24+100 - 24+200 - - - - - - - - - - -
Kegemukan M 5,5 0,73 4,02 4,02 0,67 2
5 STA. 24+200 - 24+300 11 11 89
Retak memanjang M 5,8 1 5,80 5,80 0,97 9
Retak buaya H 4,9 0,27 1,32 1,32 0,22 18
6 STA. 24+300 - 24+400 19 19 81
Kegemukan M 1,4 1,6 2,24 2,24 0,37 1
Lubang L 0,3 0,5 0,15
Lubang L 0,14 0,8 0,11
Lubang L 0,19 0,82 0,16
Lubang L 0,24 0,86 0,21
2,34 0,39 18
7 STA. 24+400 - 24+500 Lubang M 0,3 0,89 0,27 32 25 75
Lubang M 0,57 0,39 0,22
Lubang M 0,49 0,42 0,21
Lubang M 1,22 0,84 1,02
Retak buaya M 6 0,4 2,40 2,40 0,40 14

69
Tabel 4.4. Rekapitulasi perhitungan Ad, density, DV, TDV, CDV, PCI (lanjutan).
Ukuran
JENIS Ad Density
NO SEGMEN LEVEL p l A DV TDV CDV PCI
KERUSAKAN 2 (m2) (100%)
(m) (m) (m )
Kegemukan M 3,1 0,88 2,73
15,26 2,54 10
Kegemukan H 7,2 1,74 12,53
8 STA. 24+500 - 24+600 30 21 79
Retak buaya M 8,1 0,53 4,29 4,29 0,72 19
Lubang L 0,29 1,13 0,33 0,33 0,05 1
Lubang M 1,13 1 1,13
9 STA. 24+600 - 24+700 4,03 0,67 25 25 25 75
Lubang L 2,9 1 2,90
10 STA. 24+700 - 24+800 - - - - - - - - - - -
11 STA. 24+800 - 24+900 Lubang M 2,8 0,5 1,40 1,40 0,23 11 11 11 89
12 STA. 24+900 - 25+000 - - - - - - - - - - -
Pelepasan Butir H 8 1 8,00 8,00 1,33 18
Lubang M 1,6 0,38 0,61
13 STA. 25+000 - 25+100 28 20 80
Lubang M 0,52 0,35 0,18 1,17 0,19 10
Lubang M 0,77 0,49 0,38
14 STA. 25+100 - 25+200 - - - - - - - - - - -
15 STA. 25+200 - 25+300 Lubang M 3 0,35 1,05 1,05 0,18 9 9 9 91
Retak buaya M 3,7 2,1 7,77 7,77 1,30 23
16 STA. 25+300 - 25+400 Lubang L 1,34 0,33 0,44 28 21 79
0,81 0,13 5
Lubang L 1,1 0,33 0,36
17 STA. 25+400 - 25+500 - - - - - - - - - - -
18 STA. 25+500 - 25+600 - - - - - - - - - - -

70
Tabel 4.4. Rekapitulasi perhitungan Ad, density, DV, TDV, CDV, PCI (lanjutan).
Ukuran
JENIS Ad Density
NO SEGMEN LEVEL p l A DV TDV CDV PCI
KERUSAKAN (m2) (100%)
(m) (m) (m2)
19 STA. 25+600 - 25+700 - - - - - - - - - - -
Retak buaya H 3 0,7 2,10 2,10 0,35 19
20 STA. 25+700 - 25+800 20 20 80
Lubang L 1,2 0,55 0,66 0,66 0,11 1
21 STA. 25+800 - 26+400 - - - - - - - - - - -
Retak memanjang M 11,3 1 11,30 11,30 1,88 15
22 STA. 26+400 - 26+500 18 16 84
Lubang L 1,4 0,7 0,98 0,98 0,16 3
23 STA. 26+500 - 26+600 Lubang M 2,2 1,3 2,86 2,86 0,48 18 18 18 82
24 STA. 26+600 - 27+100 - - - - - - - - - - -
Kegemukan L 8,8 0,94 8,27 8,27 1,38 0
Retak memanjang L 9,2 1 9,20 9,20 1,53 5
25 STA. 27+100 - 27+200 26 20 80
Lubang H 0,57 0,44 0,25
0,95 0,16 21
Lubang H 0,7 1 0,70
26 STA. 27+200 - 27+300 - - - - - - - - - - -
Retak memanjang L 15,5 1 15,50 15,50 2,58 7
27 STA. 27+300 - 27+400 12 9 91
Kegemukan H 4,5 1 4,50 4,50 0,75 5
28 STA. 27+400 - 27+500 Kegemukan H 17,4 1 17,40 17,40 2,90 10 10 10 90
Kegemukan H 20 1 20,00 20,00 3,33 11
Penurunan bahu
29 STA. 27+500 - 27+600 M 12 0,92 11,04 11,04 1,84 6 36 21 79
jalan
Retak memanjang M 18,7 1 18,70 18,70 3,12 19

71
Tabel 4.4. Rekapitulasi perhitungan Ad, density, DV, TDV, CDV, PCI (lanjutan).
Ukuran
JENIS Ad Density
NO SEGMEN LEVEL p l A DV TDV CDV PCI
KERUSAKAN (m2) (100%)
(m) (m) (m2)
Tambalan M 8,3 1,36 11,29 11,6
1,95 12
30 STA. 27+600 - 27+700 Tambalan L 1,2 0,32 0,38 7 33 23 77
Alur M 8 1,2 9,60 9,60 1,60 21
31 STA. 27+700 - 27+800 - - - - - - - - - - -
10,5
Retak buaya M 11,5 0,92 10,58 1,76 25
32 STA. 27+800 - 27+900 8 26 26 74
Lubang L 0,95 0,5 0,48 0,48 0,08 1
33 STA. 27+900 - 28+000 - - - - - - - - - - -
34 STA. 28+000 - 28+100 Retak buaya L 1 0,85 0,85 0,85 0,14 6 6 6 94
35 STA. 28+100 - 28+200 Retak buaya L 0,6 0,22 0,13 0,13 0,02 0 0 0 0
Retak memanjang H 2,7 1 2,70 10,0
36 STA. 28+200 - 28+300 1,67 25 25 25 75
Retak memanjang M 7,3 1 7,3 0
Retak buaya M 5 1,8 9,00 9,00 1,50 24
37 STA. 28+300 - 28+400 34 23 77
Retak memanjang M 6,7 1 6,7 6,70 1,12 10
38 STA. 28+400 - 28+800 - - - - - - - - - - -
39 STA. 28+800 - 28+900 Retak melintang L 0,9 0,5 0,45 0,45 0,08 0 0 0 0
40 STA. 28+900 - 29+000 Lubang L 0,4 0,3 0,12 0,12 0,02 0 0 0 0
41 STA. 29+000 - 29+100 Retak buaya M 1,5 0,7 1,05 1,05 0,18 10 10 10 90
(Sumber: Hasil Analisis Data)

72
Kerusakan jalan dihitung per km mulai dari STA 23+800 - 29+100 (5,3 km).

Hasil perhitungan total nilai PCI ditunjukkan tabel 4.7. berikut.

Tabel 4.5. Perhitungan Total Nilai PCI


Bagian
No Segmen PCI ∑ PCI Keterangan
Kerusakan
1 STA 23+800 - 24+800 573 7 81,86 Sangat Baik (Very Good)
2 STA 24+800 - 25+800 419 5 83,80 Sangat Baik (Very Good)
3 STA 25+800 - 26+800 166 2 83,00 Sangat Baik (Very Good)
4 STA 26+800 - 27+800 417 5 83,40 Sangat Baik (Very Good)
5 STA 27+800 - 29+100 410 7 58,57 Baik (Good)
PCI keseluruhan 1985 26 78,13 Sangat Baik (Very Good)
(Sumber: Hasil Analisis Data)

Jadi, berdasarkan data dari tabel 4.5. perhitungan total nilai PCI dapat

disimpulkan bahwa nilai kerusakan permukaan jalan Sampang-Ketapang STA.

23+800 – 29+100 berdasarkan metode PCI adalah Sangat Baik (Very Good) (lihat

tabel 2.23).

4.5. Perbandingan Metode Bina Marga dan PCI (Pavement Condition Index)

Penilaian kerusakan pada ruas jalan Sampang-Ketapang STA. 23+800 – 29+100

dilakukan dengan cara membandingkan kedua metode antara metode Bina Marga

dengan metode PCI (Pavement Condition Index). Metode Bina Marga menghasilkan

nilai UP sebesar 5 yang menunjukkan bahwa jalan masuk dalam kegiatan

pemeliharaan berkala sedangkan metode PCI menghasilkan nilai kondisi kerusakan

sebesar 78,13 berarti kondisi jalan masuk dalam kategori sangat baik (very good).

Perbandingan antara metode Bina Marga dengan metode PCI (Pavement Condition

Index) ditunjukkan pada gambar 4.9. berikut.

73
0-3

4-6

>7

Gambar 4.9. Perbandingan antara Metode Bina Marga dengan Metode PCI
(Sumber: Andini, 2019)

Apabila dalam urutan prioritas Bina Marga dengan nilai kerusakan metode PCI

dibandingkan menggunakan gambar 4.9. dihasilkan nilai UP 5 dan nilai PCI 78,13.

Nilai UP 5 kategori pemeliharaan berkala pada gambar 4.9. menunjukkan rentang nilai

kerusakan 41-70. Pemeliharaan berkala mencakup pekerjaan penutupan retakan (P3),

pengisian celah/retak (P4), pemarkaan ulang, pemeliharaan atau pembersihan Rumaja,

penggantian perlengkapan jalan yang rusak serta pelapisan ulang (overlay). Nilai PCI

78,13 pada gambar 4.9. menunjukkan program pemeliharan rutin. Program

pemeliharaan rutin mencakup penambahan permukaan, pemotongan rumput dan

termasuk pekerjaan-pekerjaan perbaikan untuk menjaga agar jalan tetap pada kondisi

yang baik.

Dengan membandingkan kedua metode dapat diketahui kelebihan dan

kekurangan dari masing-masing metode. Metode Bina Marga menghasilkan urutan

prioritas penanganan sedangkan metode PCI menghasilkan rating kondisi kerusakan

jalan. Metode Bina Marga lebih baik digunakan untuk mengevaluasi kondisi

kerusakan jalan yang relatif panjang karena pengerjaannya lebih cepat tidak

membutuhkan grafik untuk tiap jenis kerusakan serta data yang digunakan pun hanya

74
menggunakan data volume lalu lintas kendaraan sedangkan metode PCI lebih tepat

untuk mengevaluasi kondisi kerusakan jalan yang relatif pendek karena pengerjaannya

membutuhkan grafik untuk setiap jenis kerusakan sehingga pengerjaannya lebih lama.

4.6. Penanganan Pemeliharaan Kerusakan Jalan yang Harus Dilakukan

Berdasarkan hasil evaluasi perbandingan metode Bina Marga dan metode PCI

diperoleh jenis penanganan yang relatif sama, maka digunakan jenis penanganan dari

metode Bina Marga karena volume lalu lintas ditinjau dalam memberikan penilaian

terhadap kondisi jalan. Faktor volume lalu lintas tersebut memberikan dampak

kerusakan pada ruas yang jalan Sampang-Ketapang. Pemeliharaan tersebut merupakan

bentuk penanganan untuk mencegah adanya kerusakan yang lebih parah serta setiap

kerusakannya perlu diperhitungkan agar mendapatkan desain yang tepat untuk

mengembalikan kondisi jalan pada kondisi kemantapan sebelumnya sesuai dengan

rencana.

Lingkup pemeliharaan berkala untuk kerusakan dominan pada ruas jalan

Sampang-Ketapang STA. 23+800 – 29+100 yaitu penutupan retakan (P3) untuk

kerusakan retak dengan lebar < 2 mm, pengisian celah/retak (P4) untuk kerusakan

retak dengan lebar > 2 mm, pemarkaan ulang, pemeliharaan atau pembersihan Rumaja

(Ruang Manfaat Jalan), penggantian perlengkapan jalan yang rusak serta pelapisan

ulang (overlay).

75
4.6.1. Pekerjaan Penutupan Retakan (P3)

Pekerjaan penutupan retakan dilakukan untuk mengatasi kerusakan retak dengan

lebar celah < 2 mm. Langkah-langkah pekerjaan penutupan retakan adalah sebagai

berikut:

1. Menyiapkan peralatan, material, dan pekerja di lapangan.

2. Membersihkan lokasi kerusakan, karena lokasi yang akan diperbaiki harus dalam

keadaan bersih dan kering.

3. Menyemprotkan tack coat di area yang akan diperbaiki. Tack coat ini berfungsi

sebagai perekat antara aspal lama dengan aspal yang baru.

4. Menebar dan meratakan campuran aspal beton pada area yang akan diperbaiki

5. Melakukan pemadatan ringan hingga diperoleh permukaan yang rata.

4.6.2. Perkerjaan Pengisian Retakan (P4)

Pekerjaan pengisian retakan dilakukan untuk mengatasi kerusakan retak dengan

lebar celah > 2 mm. Langkah-langkah pekerjaan pengisian retakan adalah sebagai

berikut:

1. Menyiapkan peralatan, material, dan pekerja di lapangan.

2. Membersihkan lokasi kerusakan, karena lokasi yang akan diperbaiki harus dalam

keadaan bersih dan kering.

3. Mengisi retakan dengan aspal cutback menggunakan aspal sprayer atau dengan

bantuan tenaga pekerja.

4. Menebarkan pasir kasar pada retakan yang telah diisi aspal dengan tebal 10 mm.

5. Melakukan pemadatan menggunakan baby roller hingga diperoleh permukaan

yang rata.

76
4.6.3. Prosedur Pekerjaan Overlay

Pekerjaan overlay merupakan pekerjaan yang dilakukan untuk melapisi ulang ruas

jalan yang mengalami kerusakan. Langkah-langkah pekerjaan overlay adalah sebagai

berikut:

1. Menyiapkan peralatan, material dan personel atau pekerja.

2. Menentukan titik serta menentukan luasan yang akan digali lalu diberi tanda pada

area yang akan diperbaiki.

3. Melakukan pengerukan sedalam 3 cm menggunakan alat Cold Milling Machine.

4. Membersihkan area yang telah dilakukan pengerukan, karena lokasi yang akan

diperbaiki harus dalam keadaan bersih dan kering.

5. Melakukan penyemprotan tack coat pada area yang sudah bersih dan kering. Tack

coat ini berfungsi sebagai perekat antara aspal lama dengan aspal yang abru.

6. Penghamparan untuk lapis tambahan sesuai dengan ketebalan yang telah

diperoleh berdasarkan hasil perhitungan.

7. Melakukan pemerataan campuran aspal dengan bantuan tenapa pekerja.

8. Pemadatan lapis tambahan untuk memperoleh permukaan yang rata.

4.7. Desain Perkerasan Jalan Tambahan (Overlay)

Pekerjaan overlay pada ruas Sampang-Ketapang memiliki tujuan untuk

mengembalikan pelayanan jalan sesuai rencana semula. Pekerjaan lapis ulang

tambahan (overlay) diperhitungkan dengan mengacu pada Metode Bina Marga 2017,

Ada beberapa langkah yang harus diikuti untuk memperoleh nilai tebal lapis

perkerasan tambahan seperti berikut ini.

77
4.7.1. Prosedur Desain Overlay

Berdasarkan Manual Desain Perkerasan Jalan 2017, perencanaan tebal perkerasan

tambahan dengan laju pertumbuhan lalu lintas (i) untuk jalan kolektor 3,5% (lihat tabel

2.24. Faktor Laju Pertumbuhan Lalu Lintas) sehingga beban pada jalan tersebut

sebesar 0,5 x 106 (lihat tabel 2.25. Perkiraan Lalu Lintas untuk Jalan Lalu Lintas

Rendah). Dengan demikian untuk memperoleh nilai overlay dapat mengikuti langkah-

langkah berikut .

4.7.2. Perhitungan Tebal Overlay

1) Menghitung nilai lendutan normal D0 dan D200 dengan menggunakan

persamaan 2-6 berikut.


40
D0 = Beban x lendutan

40
= x 633,80
21,35

= 1187,45 µm
40
D200 = Beban x lendutan

40
= x 275,4
21,35

= 515,97 µm

2) Menghitung nilai CF (curvature function) dengan menggunakan persamaan 2-7

berikut ini.

CF = D0 - D200

= 1187,45 – 515,97

= 671,48 µm

78
3) Menentukan faktor koreksi temperatur (FT ) dengan persamaan 2-8 berikut.

MAPT
FT = temperatur perkerasan saat pengukuran lendutan

41
=
36

= 1,14

4) Menentukan nilai faktor koreksi temperatur lendutan Do untuk FWD dengan

ketebalan aspal 50 mm dan suhu 36°C, maka diperoleh nilai ft yaitu 1,01 (lihat

tabel 2.26), sedangkan faktor koreksi temperatur lendutan (D0 - D200 ) untuk

FWD sebesar 1,03 (lihat tabel 2.27).

5) Setelah mendapatkan faktor koreksi temperatur D0 untuk FWD dan D0-D200

untuk FWD langkah selanjutnya adalah menentukan nilai D0 terkoreksi dan D0-

D200 terkoreksi dengan menggunakan persamaan-persamaan berikut.

D0 terkoreksi = D0 fakrot koreksi x D0

= 1,01 x 1187,45

= 1199,32 µm

D0- D200 = D0 - D200 faktor koreksi x D0 - D200

= 1,03 x 515,97

= 531,45 µm

6) Berdasarkan Direktorat Jenderal Bina Marga 2017 dengan tebal aspal eksisting

50 mm, maka dengan interpolasi didapatkan faktor penyesuaian lendutan (D0)

LWD ke BB adalah 1,15 (lihat tabel 2.28.). D0 penyesuaian ke BB dapat

dihitung sebagai berikut.

D0 penyesuaian ke BB = 1,15 x 1199,32

= 1379,22 µm

79
7) Menghitung nilai D0 rata-rata, Koefisien Variasi dan Standar Deviasi.

D0rata−rata = 947 µm

Koefisien Variasi = 0,39

Standar Deviasi = 373 µm

Untuk jalan kolektor probabilitas 90% keterwakilan, f = 1,282

D0wakil = D0rata−rata + f x Standar Deviasi

= 947 + (1,282 x 373)

= 1,426 µm = 1,43 mm

Lengkung lendutan wakil = 311 µm = 0,31 mm

maka, tebal overlay dapat ditentukan dengan menggunakan grafik tebal overlay

berdasarkan D0 yang ditunjukkan pada gambar 4.16. berikut.

Gambar 4.16. Grafik tebal overlay berdasarkan D0


(Sumber: Direktorat Bina Marga, 2017)

Berdasarkan Gambar 4.16. diperoleh tebal lapisan tambahan (overlay) sebesar

25 mm. Ketebalan tersebut kurang dari ketentuan ketebalan standar untuk perbaikan

jalan yaitu 60 mm sehingga tebal overlay yang digunakan sebesar 60 mm.

Hasil perhitungan tebal lapisan tambahan (overlay) dapat dilihat pada lampiran 3.

80
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diperoleh berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan

yang telah dilakukan adalah:

1. Jenis kerusakan jalan berdasarkan hasil evaluasi pada ruas jalan Sampang-

Ketapang adalah terdapat 7 (tujuh) jenis kerusakan yaitu kerusakan retak kulit

buaya, kerusakan lubang, kerusakan kegemukan, retak memanjang dan melintang

kerusakan alur, kerusakan tambalan dan pelepasan butiran. Jenis kerusakan yang

dominan adalah kerusakan retak (26,45%) dan lubang (18,36%).

2. Perbandingan nilai kondisi kerusakan ruas jalan Sampang-Ketapang berdasarkan

metode Bina Marga dan metode PCI yaitu dengan metode Bina Marga diperoleh

hasil penanganan dengan nilai UP sebesar 5 berarti jalan masuk kedalam kegiatan

pemeliharaan berkala, sedangkan metode PCI menghasilkan kondisi atau tingkat

keparahan kerusakan jalan dengan nilai PCI sebesar 78,13 yang berarti kondisi

jalan dalam keadaan sangat baik (very good). Dengan metode Bina Marga

dihasilkan nilai urutan prioritas dan saran penanganan terhadap kondisi jalan,

sedangkan menggunakan metode PCI dihasilkan rating kondisi jalan atau tingkat

keparahan dari ruas jalan Sampang-Ketapang.

3. Jenis penanganan pemeliharaan yang harus segera dilakukan untuk memperbaiki

kondisi kerusakan dominan pada ruas jalan Sampang-Ketapang berdasarkan nilai

kondisi kerusakan jalan dari metode Bina Marga dan metode PCI adalah

melakukan pekerjaan pemeliharaan berkala yang meliputi pelapisan tambahan

81
(overlay), penutupan retakan (P3) untuk kerusakan retak dengan lebar < 2 mm,

pengisian retakan (P4) untuk kerusakan retak dengan lebar > 2 mm, pemarkaan

ulang, pemeliharaan atau pembersihan Rumaja (Ruang Manfaat Jalan), serta

penggantian perlengkapan jalan yang rusak.

4. Tebal desain perkerasan tambahan yang sesuai dengan kondisi pada ruas jalan

Sampang-Ketapang adalah sebesar 25 mm dimana ketebalan tersebut kurang dari

ketentuan ketebalan standar untuk perbaikan jalan yaitu 60 mm sehingga tebal

overlay yang digunakan sebesar 60 mm.

5.2. Saran

Pada evaluasi tingkat kerusakan jalan yang dilakukan dalam tugas akhir ini dapat

diberikan saran sebagai berikut:

1. Apabila selanjutnya terdapat penelitian dengan objek yang sama maka bisa

dikembangkan variasi pembahasan penelitian berupa perhitungan rencana

anggaran biaya untuk perbaikan jalan pada ruas jalan Sampang-Ketapang STA.

23+800 – 29+100.

82
DAFTAR PUSTAKA

Aulia, Belinda Ulfa, 2020. Faktor Pendorong Terjadinya Keterkaitan Kota-Desa dari
Segi Pergerakan Orang Antara Kota Mojokerto dengan Wilayah Peri-Urban di
Kabupaten Mojokerto. Jurnal Universitas Sebelas Maret 2(1).

Aulia, Mohamad Donie. Analisis Kebutuhan Jalan Di Kawasan Kota Baru Tegalluar
Kabupaten Bandung. Jurnal Majalah Ilmiah UNIKOM 11(1): 41-55.

Bakri, M.D., 2019. Evaluasi Kondisi dan Kerusakan Perkerasan Lentur Dengan
Metode Pavement Condition Index (PCI) (Studi Kasus: Jalan Gunung Selatan
Kota Tarakan Provinsi Kalimantan Utara). Borneo Engineering Jurnal Teknik
Sipil 3(2): 81-96.

Bina Marga. 1997. Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota. September.
Jakarta

Bina Marga, 2003. Perencanaan Perkerasan Jalan Beton Semen, Departemen


Permukiman Dan Prasarana Wilayah: Jakarta

Bina Marga. 2011. Desain Perkerasan Jalan Lentur. Maret. Jakarta.

Bina Marga. 2017. Manual Desain Perkerasan Jalan. Kementrian Pekerjaan Umum.
Jakarta

Bolla, M.E., 2012. Perbandingan Metode Bina Marga dan Metode PCI (Pavement
Condition Index) Dalam Penilaian Kondisi Perkerasan Jalan (Studi Kasus Ruas
Jalan Kaliurang, Kota Malang). Jurnal Teknik Sipil Universitas Nusa Cendana
1(3): 104-116.

Budu, Anis Suryanto, 2019. Analisis Lalu Lintas Simpang Bersinyal Pada Ruas Jalan
HB. Yasin km 5 Kota Gorontalo. Jurnal Peradaban Sains, Rekayasa, dan
Teknologi Sekolah Tinggi Teknik (STITEK) 4(2): 163-170. STITEK Bina Taruna
Gorontalo.

83
Direktorat Jenderal Bina Marga Depatemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia.
1990. Petunjuk Teknis Perencanaan dan Penyusunan Program Jalan Kabupaten
No. 77/KPTS/Db/1990. Jakarta.

Direktorat Pembinaan Jalan Kota Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen


Pekerjaan Umum Republik Indonesia. 1990. Tata Cara Penyusunan Program
Pemeliharaan Jalan Kota No. 018/T/BNKT/1990. Jakarta.

Hadihardaja, Joetata. 1987. Rekayasa Jalan Raya. Universitas Gunadarma. Depok.

Hardiyatmo.H.C. 2015. Pemeliharaan Jalan Raya. Universitas Gadjah


Mada.Yogyakarta.

Indrayani, 2012. Kajian Pemodelan Lebar Jalan pada Perumahan Bukit Sejahtera.
Jurnal Teknik Sipil 7(2): 22-31.

Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia. 2011. Peraturan Menteri Pekerjaan


Umum Republik Indonesia Nomor: 13/PRT/M/2011 Tentang Tata Cara
Pemeliharaan Jalan dan Penilikan Jalan. Jakarta.

Morisca, W. 2014. Evaluasi Beban Kendaraan Terhadap Derajat Kerusakan dan Umur
Sisa Jalan. Jurnal Teknik Sipil dan Lingkungan 2(4): 692-699.

Pamungkas Bayu. 2014. Evaluasi Tingkat Kerusakan Jalan Sebagai Dasar Penentuan
Perbaikan Jalan Menggunakan Metode Bina Marga dan Metode PCI (pavement
condition index). Universitas Gajah Mada.

Pramono, P. 2018. Analisis Kerusakan Perkerasan Jalan Menurut Metode Bina Marga
dan PCI (Pavement Condition Index) Studi Kasus: Ruas Jalan Pahlawan Bukit
Raya-Tenggarong Seberang, Kabupaten Kutai Kartanegara. Jurnal Teknik Sipil
dan Arsitektur 1(1): 1-15.

Saleh, Fitria Soraya. 2019. Analisis Kinerja Persimpangan Jalan M.H. Thamrin dan
Jalan Merdeka. Jurnal Peradaban Sains, Rekayasa, dan Teknologi Sekolah Tinggi
Teknik (STITEK) 4(2): 155-162. STITEK Bina Taruna Gorontalo.

84
Saodang, Hamirhan. 2004. Kontrksi Jalan Raya Buku 1 Geometrik Jalan. Nova.
Bandung.

Saputro, D.A., 2014. Perbandingan Evaluasi Tingkat Kerusakan Jalan Dengan Metode
Bina Marga dan Metode Paver. Studi Kasus: Kecamatan Kepanjen Kabupaten
Malang dan sekitarnya. Jurnal Ilmu-ilmu Teknik 3(10): 10-20.

Sari, D.N., 2014. Analisa Kendaraan Terhadap Derajat Kerusakan Jalan dan Umur
sisa. Jurnal Teknik Sipil dan Lingkungan 2(4): 615-620.

Sarwono, Jonathan. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Graha Ilmu.
Bandung.

Shahin, M.Y. 1994. Pavement for Airports, Roads, Parking Lots, Chapman and Hall,
Dept.BC, New York.

Sholeh, I. 2011. Analisis Perkerasan Jalan Kabupaten Menggunakan Metode Bina


Marga. Jurnal Konstruksi 3(1): 1-11.

Sholihin, L.N, Bambang, S. dan Azizah, R. 2020. Perbandingan Nilai Kerusakan Jalan
Dengan Metode Bina Marga dan metode IRI (International Roughness Index) di
Kabupaten Lumajang. Jurnal Rekayasa Sipil 8(3): 174-185.

Sukirman, S. 2010. Perencanaan Tebal Struktur Perkerasan Lentur. Nova. Bandung.

Tamin, O.Z. 2000. Perencanaan dan Pemodelan Transportasi. Institut Teknologi


Bandung (ITB). Bandung.

Tho’atin, U. Ary, S. dan Mamok, S. 2016. Penggunaan Metode International


Roughness Index (IRI), Surface Distress Index (SDI), dan Pavement Condition
Index (PCI) Untuk Penilaian Kondisi Jalan di Kabupaten Wonogiri. Prosiding
Semnastek.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan. Lembaran


Negara Republik Indonesia Nomor 4444

85
Wicaksono, M.F.B. dan Purwo. M. 2018. Analisis Nilai Kondisi Perkerasan Jalan
Secara Visual Dengan Metode Bina Marga dan Pavement Condition Index Studi
Kasus: Jalan Mastrip (Surabaya 10+100 - 10+700). Jurnal Rekayasa Teknik Sipil
3(3).

Wirnanda, I., R. Anggraini, dan M. Isya. 2018. Analisis Tingkat Kerusakan Jalan dan
Pengaruhnya terhadap Kecepatan Kendaraan (Studi Kasus: Jalan Blang Bintang
Lama dan Jalan Teungku Hasan Dibakoi). Jurnal Teknik Sipil 1(3): 617-626.

Yunardhi, H. Alkas, M.J. dan Heri, S. 2018. Analisa Kerusakan Jalan dengan metode
PCI (Pavement Condition Index) dan alternatif penyelesaiannya (Studi
Kasus:Ruas Jalan D. I. Panjaitan). Jurnal Teknlogi Sipil 2(2): 38-4.

Zulfikar, Rifqi. 2014. Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk Menyajikan
Hirarki Klasifikasi Fungsi Jalan dan Derajat Kejenuhan (Degree of Saturation)
Ruas Jalan di Kabupaten Batang. Jurnal Unnes 3(1): 48-53.

86
LAMPIRAN

87
Lampiran 1. Gambar Kerusakan Jalan

STA. 23+800 – 23+900

STA. 23+900 – 24+000

STA. 23+900 – 24+000

STA. 24+200 – 24+300

L1-1
Lampiran 1. Gambar Kerusakan Jalan (lanjutan).

STA. 24+300 – 24+400

STA. 24+400 – 24+500


LUBANG 1 445

STA. 24+400 – 24+500


LUBANG 1 495

STA. 24+400 – 24+500

L1-2
Lampiran 1. Gambar Kerusakan Jalan (lanjutan).

STA. 24+500 – 24+600

STA. 24+500 – 24+600

STA. 24+600 – 24+700

STA. 24+800 – 24+900

L1-3
Lampiran 1. Gambar Kerusakan Jalan (lanjutan).

STA. 25+000 – 25+100

STA. 25+200 – 25+300


LUBANG 372

STA. 25+300 – 25+400

STA. 25+700 – 25+800

L1-4
Lampiran 1. Gambar Kerusakan Jalan (lanjutan).

STA. 26+400 – 26+500

STA. 26+500 – 26+600


KEGEMUKAN RETAK 172 LUBANG 199,5

STA. 27+100 – 27+200

STA. 27+300 – 27+400

L1-5
Lampiran 1. Gambar Kerusakan Jalan (lanjutan).

STA. 27+400 – 27+500

STA. 27+400 – 27+500

STA. 27+600 – 27+700

STA. 27+600 – 27+700

L1-6
Lampiran 1. Gambar Kerusakan Jalan (lanjutan).

STA. 27+800 – 27+900

STA. 28+000 – 28+100

STA. 28+100 – 28+200

STA. 28+200 – 28+300

L1-7
Lampiran 1. Gambar Kerusakan Jalan (lanjutan).

STA. 28+300 – 28+400 STA. 28+800 – 28+900

STA. 28+900 – 29+000 STA. 29+000 – 29+100

L1-8
Lampiran 2. Dokumentasi Survei LHR.

Survei LHR Hari Pertama Survei LHR Hari Kedua

Survei LHR Hari Ketiga Survei LHR Hari Keempat

L2-1
Lampiran 2A. Tabel Survei LHR Hari Pertama

PUKUL
Oplet Pick-up, Suburban, Pick-up, Micro truk, mobil Truk/Box, Truk
Sepeda motor, Sekuter, Sedan, Jeep, Truk/Box, Truk Truk/Box, Truk Truk Semi Treiler
Combi, Minibus (MPU dan hantaran dan Truk Ban Bus Kecil Bus Besar Tangki 2 Sumbu Truk Gandeng
Sepeda Kumbang dan Roda 3 Station dan Taxi Tangki 2 Sumbu Tangki 3 Sumbu dan Truk Trailer
Angkot) Belakang 3/4

Kelompok Jenis
MC LV LV LV HV HV HV HV HV HV HV
Kendaraan
06.00-06.15 95 23 15 9 5 2
06.15-06.30 191 30 10 11 7 1
06.30-06.45 174 55 12 7 1 1 3
06.45-07.00 225 45 19 9 0 1
07.00-07.15 135 44 13 9 2 0
07.15-07.30 112 28 8 10 3 2
07.30-07.45 95 27 11 15 2 2
07.45-08.00 127 21 7 9 1 1
08.00-08.15 84 8 9 9 3 0
08.15-08.30 78 12 8 8 1 3
08.30-08.45 83 9 6 5 4 3
08.45-09.00 91 8 7 8 1 2
09.00-09.15 93 9 9 7 3 3
09.15-09.30 86 9 9 6 5 2
09.30-09.45 104 8 11 6 1 3
09.45-10.00 117 7 15 8 3 4
10.00-10.15 125 15 11 6 5 3
10.15-10.30 98 21 8 4 2 4
10.30-10.45 91 19 7 4 1 1
10.45-11.00 114 9 5 5 0 2
11.00-11.15 73 4 6 9 1 4 1
11.15-11.30 94 5 7 10 0 1
11.30-11.45 87 5 6 6 2 3
11.45-12.00 78 6 5 6 4 2
12.00-12.15 82 9 9 8 1 3
12.15-12.30 116 12 5 6 6 2
12.30-12.45 108 9 7 4 3 3 1
12.45-13.00 87 17 2 5 0 3
13.00-13.15 85 8 3 5 5 0
13.15-13.30 91 6 2 8 7 1
13.30-13.45 84 8 5 9 3 2
13.45-14.00 110 5 3 4 6 1
14.00-14.15 109 9 4 6 1 1
14.15-14.30 132 11 2 9 2 0 2
14.30-14.45 96 25 12 6 1 0 3
14.45-15.00 155 19 9 4 1 0 1

L2-2
Lampiran 2A. Tabel Survei LHR Hari Pertama (lanjutan).

PUKUL
Oplet Pick-up, Suburban, Pick-up, Micro truk, mobil Truk/Box, Truk
Sepeda motor, Sekuter, Sedan, Jeep, Truk/Box, Truk Truk/Box, Truk Truk Semi Treiler
Combi, Minibus (MPU dan hantaran dan Truk Ban Bus Kecil Bus Besar Tangki 2 Sumbu Truk Gandeng
Sepeda Kumbang dan Roda 3 Station dan Taxi Tangki 2 Sumbu Tangki 3 Sumbu dan Truk Trailer
Angkot) Belakang 3/4

Kelompok Jenis
MC LV LV LV HV HV HV HV HV HV HV
Kendaraan
15.00-15.15 97 4 10 2 2 3
15.15-15.30 79 8 8 4 0 1
15.30-15.45 81 7 7 3 1 2
15.45-16.00 98 6 5 2 1 0
16.00-16.15 120 9 3 1 3 0
16.15-16.30 88 5 2 3 2 2
16.30-16.45 75 8 4 5 1 0
16.45-17.00 93 9 12 4 6 2
17.00-17.15 123 11 6 5 2 1
17.15-17.30 144 19 2 4 0 2
17.30-17.45 93 15 3 2 1 1 2
17.45-18.00 131 9 4 3 1 1

Lampiran 2B. Tabel Survei LHR Hari Kedua

PUKUL
Oplet Pick-up, Suburban, Pick-up, Micro truk, mobil Truk/Box, Truk Truk/Box,
Sepeda motor, Sekuter, Sedan, Jeep, Truk/Box, Truk Truk Semi Treiler
Combi, Minibus (MPU dan hantaran dan Truk Ban Bus Kecil Bus Besar Tangki 2 Sumbu Truk Tangki Truk Gandeng
Sepeda Kumbang dan Roda 3 Station dan Taxi Tangki 2 Sumbu dan Truk Trailer
Angkot) Belakang 3/4 3 Sumbu
Kelompok Jenis
MC LV LV LV HV HV HV HV HV HV HV
Kendaraan
06.00-06.15 75 9 16 4 1 2
06.15-06.30 167 15 9 3 3 0
06.30-06.45 122 27 11 5 0 0
06.45-07.00 134 21 17 6 1 1
07.00-07.15 89 31 9 3 2 0
07.15-07.30 110 18 6 3 1 2
07.30-07.45 96 9 5 2 0 2
07.45-08.00 142 10 8 3 0 1
08.00-08.15 91 7 9 5 2 1
08.15-08.30 88 7 6 2 2 3
08.30-08.45 81 8 7 4 0 0

L2-3
Lampiran 2B. Tabel Survei LHR Hari Kedua (lanjutan).

PUKUL
Oplet Pick-up, Suburban, Pick-up, Micro truk, mobil Truk/Box, Truk Truk/Box,
Sepeda motor, Sekuter, Sedan, Jeep, Truk/Box, Truk Truk Semi Treiler
Combi, Minibus (MPU dan hantaran dan Truk Ban Bus Kecil Bus Besar Tangki 2 Sumbu Truk Tangki Truk Gandeng
Sepeda Kumbang dan Roda 3 Station dan Taxi Tangki 2 Sumbu dan Truk Trailer
Angkot) Belakang 3/4 3 Sumbu

Kelompok Jenis
MC LV LV LV HV HV HV HV HV HV HV
Kendaraan
08.45-09.00 87 9 5 7 1 2
09.00-09.15 73 7 8 3 2 3
09.15-09.30 152 12 8 2 1 2
09.30-09.45 111 11 6 1 2 3
09.45-10.00 138 9 7 5 4 5
10.00-10.15 94 9 5 4 0 3
10.15-10.30 83 10 6 0 2 4
10.30-10.45 79 8 7 8 1 3
10.45-11.00 80 6 5 2 0 2
11.00-11.15 67 8 8 5 1 3
11.15-11.30 76 9 7 8 2 4
11.30-11.45 65 10 8 0 0 3
11.45-12.00 59 6 6 1 1 0
12.00-12.15 71 9 5 2 1 3
12.15-12.30 89 11 3 0 3 2
12.30-12.45 73 8 6 3 0 3
12.45-13.00 69 9 5 7 1 0 1
13.00-13.15 87 7 3 6 3 0
13.15-13.30 78 7 5 1 1 1 1
13.30-13.45 81 6 4 2 1 0 2
13.45-14.00 117 8 11 3 0 0
14.00-14.15 101 7 9 2 3 1
14.15-14.30 95 7 6 4 2 2
14.30-14.45 79 9 8 3 4 1
14.45-15.00 80 7 9 5 0 0
15.00-15.15 91 8 9 8 2 4
15.15-15.30 88 8 6 5 0 0
15.30-15.45 75 6 6 7 1 2
15.45-16.00 85 7 18 3 1 1
16.00-16.15 52 5 4 0 3 3
16.15-16.30 69 9 7 1 2 1
16.30-16.45 77 11 5 4 0 0
16.45-17.00 74 7 5 4 0 2
17.00-17.15 38 7 4 3 3 1
17.15-17.30 44 6 2 1 1 2
17.30-17.45 51 7 5 2 1 1
17.45-18.00 55 5 3 5 0 1

L2-4
Lampiran 2C. Tabel Survei LHR Hari Ketiga.

PUKUL
Sepeda motor, Sekuter, Oplet Pick-up, Suburban, Pick-up, Micro truk, mobil Truk/Box, Truk Truk/Box,
Sedan, Jeep, Truk/Box, Truk Truk Semi Treiler
Sepeda Kumbang dan Roda Combi, Minibus (MPU dan hantaran dan Truk Ban Bus Kecil Bus Besar Tangki 2 Sumbu Truk Tangki Truk Gandeng
Station dan Taxi Tangki 2 Sumbu dan Truk Trailer
3 Angkot) Belakang 3/4 3 Sumbu
Kelompok
MC LV LV LV HV HV HV HV HV HV HV
Jenis
06.00-06.15 88 11 8 5 5 5
06.15-06.30 95 19 11 0 4 1
06.30-06.45 145 38 17 2 7 0
06.45-07.00 137 29 9 1 0 1
07.00-07.15 91 13 11 3 2 1
07.15-07.30 124 9 9 0 0 0
07.30-07.45 103 9 9 2 2 3
07.45-08.00 93 11 10 3 1 2
08.00-08.15 88 10 5 1 1 0
08.15-08.30 79 12 2 2 1 3
08.30-08.45 110 8 6 4 0 3
08.45-09.00 95 8 5 7 1 2
09.00-09.15 101 10 3 7 3 3
09.15-09.30 90 19 4 5 2 2
09.30-09.45 89 9 3 2 1 0
09.45-10.00 119 10 6 8 3 5
10.00-10.15 89 10 3 8 1 2
10.15-10.30 90 9 7 4 2 4
10.30-10.45 79 11 5 4 1 4
10.45-11.00 97 13 2 3 0 1
11.00-11.15 60 5 3 1 1 4
11.15-11.30 82 6 6 3 2 4
11.30-11.45 71 4 7 0 2 3
11.45-12.00 70 7 5 2 0 2
12.00-12.15 97 8 7 0 1 3
12.15-12.30 113 9 5 2 1 2
12.30-12.45 83 12 2 4 0 1
12.45-13.00 87 9 5 3 2 3
13.00-13.15 99 6 3 3 3 0
13.15-13.30 88 7 2 1 1 1
13.30-13.45 81 9 5 2 0 1
13.45-14.00 77 8 9 4 1 0
14.00-14.15 63 7 8 4 1 1
14.15-14.30 124 8 11 4 2 0 1
14.30-14.45 113 9 13 3 0 0

L2-5
Lampiran 2C. Tabel Survei LHR Hari Ketiga (lanjutan).

PUKUL
Sepeda motor, Sekuter, Oplet Pick-up, Suburban, Pick-up, Micro truk, mobil Truk/Box, Truk Truk/Box,
Sedan, Jeep, Truk/Box, Truk Truk Semi Treiler
Sepeda Kumbang dan Roda Combi, Minibus (MPU dan hantaran dan Truk Ban Bus Kecil Bus Besar Tangki 2 Sumbu Truk Tangki Truk Gandeng
Station dan Taxi Tangki 2 Sumbu dan Truk Trailer
3 Angkot) Belakang 3/4 3 Sumbu
Kelompok
MC LV LV LV HV HV HV HV HV HV HV
Jenis
14.45-15.00 76 25 16 4 0 1
15.00-15.15 87 31 8 2 2 3
15.15-15.30 98 29 8 0 0 0
15.30-15.45 80 19 5 3 1 2
15.45-16.00 115 23 9 0 1 0
16.00-16.15 96 11 7 0 3 0
16.15-16.30 61 14 6 3 2 2
16.30-16.45 72 9 3 5 0 0
16.45-17.00 83 21 11 4 0 2
17.00-17.15 65 17 6 1 2 3
17.15-17.30 77 8 5 3 0 1
17.30-17.45 85 11 2 2 1 1
17.45-18.00 69 9 7 1 0 0

Lampiran 2D. Tabel Survei LHR Hari Keempat

PUKUL
Oplet Pick-up,
Sepeda motor, Sekuter, Pick-up, Micro truk, Truk/Box, Truk/Box,
Sedan, Jeep, Suburban, Combi, Truk/Box, Truk Truk Semi Treiler
Sepeda Kumbang dan mobil hantaran dan Bus Kecil Bus Besar Truk Tangki 2 Truk Tangki Truk Gandeng
Station dan Taxi Minibus (MPU dan Tangki 2 Sumbu dan Truk Trailer
Roda 3 Truk Ban Belakang Sumbu 3/4 3 Sumbu
Angkot)
Kelompok Jenis
MC LV LV LV HV HV HV HV HV HV HV
Kendaraan
06.00-06.15 150 16 31 5 4 3
06.15-06.30 134 15 22 8 4 1
06.30-06.45 119 27 17 9 1 2
06.45-07.00 286 12 25 9 0 2
07.00-07.15 104 10 18 18 2 0
07.15-07.30 89 11 9 6 0 3

L2-6
Lampiran 2D. Tabel Survei LHR Hari Keempat (lanjutan).

PUKUL
Oplet Pick-up,
Sepeda motor, Sekuter, Pick-up, Micro truk, Truk/Box, Truk/Box,
Sedan, Jeep, Suburban, Combi, Truk/Box, Truk Truk Semi Treiler
Sepeda Kumbang dan mobil hantaran dan Bus Kecil Bus Besar Truk Tangki 2 Truk Tangki Truk Gandeng
Station dan Taxi Minibus (MPU dan Tangki 2 Sumbu dan Truk Trailer
Roda 3 Truk Ban Belakang Sumbu 3/4 3 Sumbu
Angkot)
Kelompok Jenis
MC LV LV LV HV HV HV HV HV HV HV
Kendaraan
07.30-07.45 81 7 7 6 2 4
07.45-08.00 180 9 6 18 5 2
08.00-08.15 101 7 8 3 3 1
08.15-08.30 99 6 10 2 1 4
08.30-08.45 102 8 5 5 2 3
08.45-09.00 98 6 7 2 1 2
09.00-09.15 94 9 9 7 3 3
09.15-09.30 68 14 10 4 0 2
09.30-09.45 67 7 16 2 1 3
09.45-10.00 94 6 7 3 3 5
10.00-10.15 111 4 9 5 1 3
10.15-10.30 86 10 9 2 2 5
10.30-10.45 42 6 7 4 1 4
10.45-11.00 55 5 10 3 0 2
11.00-11.15 73 8 8 8 2 4
11.15-11.30 89 7 9 19 3 4
11.30-11.45 88 10 19 11 2 3 1
11.45-12.00 66 9 21 9 0 2
12.00-12.15 77 7 7 2 3 4
12.15-12.30 68 8 6 3 1 2
12.30-12.45 91 7 6 5 1 3
12.45-13.00 244 8 9 2 0 3
13.00-13.15 86 8 10 2 1 3 0
13.15-13.30 87 6 17 4 1 1
13.30-13.45 131 12 7 7 2 2
13.45-14.00 87 21 5 5 0 0
14.00-14.15 122 18 9 6 1 1 1
14.15-14.30 90 16 8 2 2 0
14.30-14.45 82 7 14 4 0 1
14.45-15.00 93 9 10 2 1 2

L2-7
Lampiran 2D. Tabel Survei LHR Hari Keempat (lanjutan).

PUKUL
Oplet Pick-up,
Sepeda motor, Sekuter, Pick-up, Micro truk, Truk/Box, Truk/Box,
Sedan, Jeep, Suburban, Combi, Truk/Box, Truk Truk Semi Treiler
Sepeda Kumbang dan mobil hantaran dan Bus Kecil Bus Besar Truk Tangki 2 Truk Tangki Truk Gandeng
Station dan Taxi Minibus (MPU dan Tangki 2 Sumbu dan Truk Trailer
Roda 3 Truk Ban Belakang Sumbu 3/4 3 Sumbu
Angkot)
Kelompok Jenis
MC LV LV LV HV HV HV HV HV HV HV
Kendaraan
15.00-15.15 101 11 9 2 2 3
15.15-15.30 97 8 7 5 0 2
15.30-15.45 112 5 11 9 1 2
15.45-16.00 108 17 8 4 1 1
16.00-16.15 115 11 8 4 3 0
16.15-16.30 73 8 5 1 2 2
16.30-16.45 104 14 8 2 1 0 1
16.45-17.00 118 8 13 8 1 0 2
17.00-17.15 91 9 9 1 2 1
17.15-17.30 114 9 7 3 0 2
17.30-17.45 76 8 7 1 1 2
17.45-18.00 60 7 8 2 3 3

L2-8
Lampiran 3. Hasil Perhitungan Tebal Lapisan Tambahan (Overlay)
D0 D0 -D200
D0 D0-D200 D0
Beban Uji D0 D200 Temp Aspal Tebal Aspal D0 normal D200 normal Faktor Faktor
STA CF (µm) AMPT/Tlap Terkoreksi Terkoreksi Penyesuaian
(kN) (µm) (µm) (°C) existing (mm) (µm) (µm) Koreksi Koreksi
Temp (µm) Temp (µm) ke BB (µm)
Temp Temp (µm)
23+800 21,35 633,80 275,40 36 50 1.187,45 515,97 671,48 1,14 1,01 1,03 1.199,32 531,45 1.379,22
24+000 21,35 372,10 187,10 36 50 697,14 350,54 346,60 1,14 1,01 1,03 704,11 361,05 809,73
24+200 21,35 549,80 242,30 36 50 1.030,07 453,96 576,11 1,14 1,01 1,03 1.040,37 467,58 1.196,43
24+400 21,35 656,70 231,70 36 50 1.230,35 434,10 796,25 1,14 1,01 1,03 1.242,65 447,12 1.429,05
24+600 21,35 132,50 71,30 36 50 248,24 133,58 114,66 1,14 1,01 1,03 250,73 137,59 288,33
24+800 21,35 652,20 165,10 36 50 1.221,92 309,32 912,60 1,14 1,01 1,03 1.234,14 318,60 1.419,26
25+000 21,35 512,10 261,30 36 50 959,44 489,56 469,88 1,14 1,01 1,03 969,03 504,24 1.114,39
25+200 21,35 263,40 125,50 36 50 493,49 235,13 258,36 1,14 1,01 1,03 498,42 242,18 573,19
25+400 21,35 354,10 121,10 36 50 663,42 226,89 436,53 1,14 1,01 1,03 670,05 233,69 770,56
25+600 21,35 487,30 137,00 36 50 912,97 256,67 656,30 1,14 1,01 1,03 922,10 264,37 1.060,42
25+800 21,35 288,10 97,10 36 50 539,77 181,92 357,85 1,14 1,01 1,03 545,16 187,38 626,94
26+000 21,35 529,30 213,20 36 50 991,66 399,44 592,22 1,14 1,01 1,03 1.001,58 411,42 1.151,82
26+200 21,35 265,70 63,40 36 50 497,80 118,78 379,02 1,14 1,01 1,03 502,78 122,35 578,19
26+400 21,35 462,00 175,20 36 50 865,57 328,24 537,33 1,14 1,01 1,03 874,23 338,09 1.005,36
26+800 21,35 528,80 148,40 36 50 990,73 278,03 712,69 1,14 1,01 1,03 1.000,63 286,37 1.150,73
27+000 21,35 610,50 122,60 36 50 1.143,79 229,70 914,10 1,14 1,01 1,03 1.155,23 236,59 1.328,52
27+200 21,35 653,40 251,90 36 50 1.224,17 471,94 752,22 1,14 1,01 1,03 1.236,41 486,10 1.421,87
27+400 21,35 385,40 102,40 36 50 722,06 191,85 530,21 1,14 1,01 1,03 729,28 197,61 838,67
27+600 21,35 193,60 86,10 36 50 362,72 161,31 201,41 1,14 1,01 1,03 366,34 166,15 421,30
27+800 21,35 255,30 142,60 36 50 478,31 267,17 211,15 1,14 1,01 1,03 483,10 275,18 555,56
28+000 21,35 465,10 99,20 36 50 871,38 185,85 685,53 1,14 1,01 1,03 880,10 191,43 1.012,11
28+200 21,35 103,20 65,60 36 50 193,35 122,90 70,44 1,14 1,01 1,03 195,28 126,59 224,57
28+400 21,35 228,10 140,70 36 50 427,35 263,61 163,75 1,14 1,01 1,03 431,63 271,51 496,37
28+600 21,35 487,50 219,80 36 50 913,35 411,80 501,55 1,14 1,01 1,03 922,48 424,16 1.060,85
28+800 21,35 565,80 177,70 36 50 1.060,05 332,93 727,12 1,14 1,01 1,03 1.070,65 342,92 1.231,24
29+100 21,35 682,10 264,60 36 50 1.277,94 495,74 782,20 1,14 1,01 1,03 1.290,72 510,61 1.484,33
Rata-rata 311 947
Std. Dev 373
Koef. Variasi 0,39
Lendutan Karakteristik 1.426

L3-1

Anda mungkin juga menyukai