Anda di halaman 1dari 34

TUGAS BESAR 

PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN 


ARTERI 
 
 
 
 
 

 
 
 
 
 
 
 
 
Disusun oleh : 
 
 
1. Hary Edgar Dumoris  (41117110158) 
 
 
 
 
Dosen : 
 
Dr. Andri Irfan Rifai, ST., MT. 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL 
FAKULTAS TEKNIK 
UNIVERSITAS MERCU BUANA 
2018 
BAB I 
PENDAHULUAN 
 
 
1.1 Latar Belakang

Di Zaman yang berkembang ini, transportasi merupakan hal penting dalam kehidupan
manusia. Faktor ketersediaan sarana dan prasarana transportasi mempengaruhi
kesuksesan bertransportasi itu sendiri. Salah satunya adalah jalan raya.

Prasarana jalan merupakan akses terpenting dalam simpul distribusi lalu lintas
perekonomian suatu daerah karena pembangunan prasarana jalan berfungsi menunjang
kelancaran arus barang, jasa, dan penumpang sehingga dapat memperlancar pemerataan hasil
pembangunan dalam suatu negara. Di samping hal tersebut, pembangunan prasarana jalan
juga merupakan upaya dalam memecahkan isolasi bagi daerah-daerah berkembang yang
cukup potensial sehingga dengan terbukanya daerah-daerah tersebut akan meningkatkan
kegiatan perekonomian. Dengan demikian, jalan mempunyai peranan yang sangat penting
dalam menunjang kemajuan serta mempercepat proses pembangunan. Kenyamanan,
keamanan, dan kelayakan suatu jalan mempunyai suatu pengaruh yang cukup besar dalam
menentukan baik atau tidaknya suatu jalan.

Berhubungan dengan hal tersebut dimana sarana prasarana jalan dapat membantu
meningkatkan kualitas kebutuhan masyarakat maka penyelesaian tugas besar yang sesuai
dengan matakuliah “Perencanaan Geometrik Jalan” dapat melatih dan membantu mahasiswa
agar dapat membuat suatu perencanaan geometrik jalan.

Perencanaan geometrik jalan merupakan suatu bagian dari perencanaan jalan dimana
geometrik atau dimensi yang nyata dari suatu jalan beserta bagian-bagian disesuaikan dengan
tuntutan serta sifat-sifat lalu lintas. Jadi dengan ini diharapkan adanya keseimbangan antara
waktu dan ruang sehubungan dengan adanya kendaraan yang bersangkutan sehingga
menghasilkan efisiensi keamanan dan kenyamanan yang optimal dalam batas-batas
pertimbangan ekonomi yang layak.

1.2 Rumusan masalah 


Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi tujuan pembuatan makalah
Perencanaan Geometrik Jalan ini, antara lain​: 
1. Bagaimana merencanakan jalan dari titik A ke titik B ? 
2. Berapa jumlah dan jenis tikungan yang ada pada perancangan? 
3. Bagaimana cara merancang alinyemen vertical dan horizontal? 
4. Bagaimana cara membuat super elevasi ? 
5. Bagaimana cara membuat profil melintang dan memanjang jalan ? 
6. Bagaimana cara menghitung volume galian dan timbunan ? 
 
 
 
1.3 Tujuan 
Berdasarkan  rumusan  masalah  diatas,  maka  yang  menjadi  tujuan  dalam  pembuatan 
tugas besar ini adalah: 
1. Merencanakan jalan dari titik A ke titik B 
2.  
3. Jumlah dan jenis tikungan yang ada pada perancangan jalan  
4. Merancang alinyemen vertical dan horizontal 
5. Membuat super elevasi 
6. Membuat profil melintang dan memanjang jalan 
7. Menghitung volume galian dan timbunan 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
BAB II 
KETENTUAN-KETENTUAN 
 
 
1.1 Pengertian Jalan Arteri Berdasarkan Fungsi 
Jalan  arteri  adalah  jalan  yang  melayani  angkutan  utama  dengan  ciri-ciri  perjalanan 
jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien. 
 
1.2​ ​Klasifikasi Menurut Kelas Jalan (Arteri Kelas 1>10 Ton(MST)) 
Jalan  arteri  primer  adalah  ruas jalan yang menghubungkan antar kota jenjang kesatu 
yang  berdampingan  atau  menghubungkan  kota  jenjang  kesatu  dengan  kota  jenjang  kedua. 
(R. Desutama. 2007) 
Jika  ditinjau  dari  peranan  jalan  maka  persyaratan  yang  harus  dipenuhi  oleh  jalan  arteri  primer 
adalah: 
1. Kecepatan rencana > 60 km/jam 
2. Lebar badan jalan > 8,0m . 
3. Kapasitas jalan lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata. 
4. Jalan  masuk dibatasi secara efisien sehingga kecepatan rencana dan kapasitas jalan dapat 
tercapai. 
5. Tidak boleh terganggu oleh kegiatan lokal, lalu lintas lokal. 
6. Jalan premier tidak terputus walaupun memasuki kota 
Jalan  arteri  sekunder  adalah  ruas  jalan  yang  menghubungkan kawasan premier dengan kawasan 
sekunder  kesatu  atau  atau  menghubungkan  kawasan  sekunder  kesatu  dengan  kawasan 
sekunderlainnya atau kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua. 
Jika  di  tinjau  dari  peranan  jalan  maka  persyaratan  yang  di  penuhi  oleh  jalan  arteri  sekunder 
adalah: 
a. Kecepatan rencana > 30km/jam 
b. Lebar jalan > 8,0 m. 
c. Kapasitas jalan lebih besar atau sama dari volume lalu lintas rata-rata. 
d. Tidak boleh di ganggu oleh lalu lintas lambat. 
 
1.3 Klasifikasi Menurut Medan Jalan (Kemiringan <3%) 
Medan  jalan  diklarifikasi  berdasarkan  kondisi  sebagian  besar  kemiringan  medan 
yang  diukurtegaklurus  garis  kontur.  Keseragaman  kondisi  medan  yang diproyeksikan harus 
mempertimbangkan  keseragaman  kondisi  medan  menurut  rencana  trase  jalan  dengan 
mengabaikan perubahan-perubahan pada bagian kecil dari segmen rencana jalan tersebut. 
 
1.4 Klasifikasi Menurut Wewenang Pembinaan Jalan 
Menurut  wewenang  pembinaan  jalan  dikelompokkan  menjadi  Jalan  Nasional,  Jalan 
Propinsi,  Jalan  Kabupaten,  Jalan  Kotamadya  dan  Jalan  Khusus  (Direktorat  Jenderal  Bina 
Marga: 2006)  
1. Jalan Nasional  
Yang  termasuk  kelompok  jalan  nasional  adalah  jalan  arteri  primer,  jalan 
kolektor  primer  yang  menghubungkan  antar  ibukota  propinsi,  dan  jalan  lain  yang 
mempunyai  nilai  strategis  terhadap  kepentingan  nasional.  Penetapan  status  suatu 
jalan sebagai jalan nasional dilakukan dengan Keputusan Menteri. 
2. Jalan Propinsi Yang termasuk kelompok jalan propinsi adalah:  
a. Jalan  kolektor  primer  yang  menghubungkan  Ibukota  Propinsi  dengan  Ibukota 
Kabupaten/Kotamadya.  
b. Jalan  kolektor  primer  yang  menghubungkan  antar  Ibukota  Kabupaten/ 
Kotamadya.  
c. Jalan lain yang mempunyai kepentingan strategis terhadap kepentingan propinsi.  
d. Jalan  dalam  Daerah  Khusus  Ibukota  Jakarta  yang tidak termasuk jalan nasional. 
Penetapan  status  suatu jalan sebagai jalan propinsi dilakukan dengan Keputusan 
Menteri  Dalam  Negeri  atas  usul  Pemerintah  Daerah  Tingkat  I  yang 
bersangkutan, dengan memperhatikan pendapat Menteri.  
3. Jalan Kabupaten Yang termasuk kelompok jalan Kabupaten adalah:  
a. Jalan kolektor primer yang tidak termasuk jalan nasional dan jalan propinsi.  
b. Jalan lokal primer  
c. Jalan  sekunder  dan  jalan  lain  yang  tidak  termasuk  dalam  kelompok  Jalan 
Nasional,  Jalan  Propinsi  dan  Jalan  Kotamadya.  Penetapan  status  suatu  jalan 
sebagai  jalan  Kabupaten  dilakukan  dengan  Keputusan  Gubernur  Kepala 
Daerah Tingkat I, atas usul Pemerintah Daerah Tingkat II yang bersangkutan.  
4. Jalan Kotamadya  
Yang  termasuk  kelompok  Jalan  Kotamadya  adalah  jaringan  jalan  sekunder 
di  dalam  Kotamadya.  Penetapan  status  suatu  ruas  jalan  arteri  sekunder  dan  atau 
ruas  jalan  kolektor  sekunder  sebagai  Jalan  Kotamadya  dilakukan  dengan keputusan 
Gubernur  Kepala  Daerah  Tingkat  I  atas  usul  Pemerintah  Daerah  Kotamadya  yang 
bersangkutan.  Penetapan  status  suatu  ruas  jalan  lokal  sekunder  sebagai  jalan 
Kotamadya  dilakukan  dengan  Keputusan  Walikotamadya  Daerah  Tingkat  II  yang 
bersangkutan.  
5. Jalan Khusus 
Yang  termasuk  kelompok  jalan  khusus  adalah  jalan  yang  dibangun  dan 
dipelihara  oleh  instansi/badan  hukum/perorangan  untuk  melayani  kepentingan 
masing-masing.  Penetapan  status  suatu  ruas  jalan  khusus  dilakukan  oleh 
instansi/badan hukum/perorangan yang memiliki ruas jalan khusus tersebut dengan 
memperhatikan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Pekerjaan Umum.  
 
1.5 Kendaraan Rencana (Kendaraan Besar)(Jari-Jari Paling Besar 2,6) 
Menurut  Dirjen  Bina  Marga  (1997),  kendaraan  rencana  adalah  yang  dimensi  dan 
radius putarnya digunakan sebagai acuan dalam perencanaan geometric jalan.  
Kendaraan rencana dikelompokan kedalam 3 kategori, yaitu:  
1. kendaraan kecil, diwakili oleh mobil penumpang,  
2. kendaraan sedang, diwakili oleh truk dan bus,  
3. kendaraan besar, diwakili oleh truk-semi-trailer.  
 
Dimensi dasar untuk masing-masing kategori kendaraan rencana ditunjukan  
DIMENSI  TONJOLAN 
  RADIUS PUTAR   
KENDARAAN (cm)  (cm) 
KATAGORI  RADIUS 
KENDARAAN  TONJOLAN
RENCANA          (cm) 
Maksimu
Tinggi  Lebar  Panjang  Depan  Belakang  Minimum 

                 
Kendaraan Kecil  130  210  580  90  150  420  730  780 
                 
Kendaraan Sedang  410  260  1210  210  240  740  1280  1410 
                 
Kendaraan Besar  410  260  2100  1.20  90  290  1400  1370 
 
 
 
Jari-jari Manuver Kendaraan Besar 
 
 
 
 
   
1.6 Satuan Mobil Penumpang 
1.  Satuan  mobil  penumpang  (SMP)  adalah  angka  satuan  kendaraan  dalam  hal  kapasitas  jalan, 
dimana mobil penumpang ditetapkan memiliki satu (SMP) 
2)  ​SMP  ​untuk  jenis  jenis  kendaraan  dan  kondisi  medan  lainnya  dapat  dilihat  dalam 
Tabel  II.4.  Detail  nilai  ​SMP  ​dapat  dilihat  pada  buku  Manual  Kapasitas  Jalan  Indonesia 
(MKJI) No.036/TBM/1997. 
 
Ekivalen Mobil Penumpang 
Datar/   
No.  Jenis Kendaraan  Perbukitan  Pegunungan 
 
1.  Sedan, Jeep, Station Wagon.  1,0  1,0 
 
2.  Pick-Up, Bus Kecil, Truck   1,2-2,4  1,9-3,5 
 
3.  Kecil. Bus dan Truck Besar  1,2-5,0  2,2-6,0 
 
1.7 Volume Lalu Lintas Rencana > 50.000 
Volume  lalu  lintas  harian  rencana  (VLHR)  adalah  perkiraan  volume  lalu  lintas 
harian pada akhir tahun rencana lalu lintas dinyatakan dalam SMP/hari (Bina Marga, 1997).  
 
Penentuan faktor-K dan faktor-F berdasarkan Volume Lalu Lintas Harian Rata-rata. 
 

VLHR FAKTOR-K FAKTOR-F


(%) (%)
> 50.000 4-6 0,9 - 1

 
 
 
 
 
 
 
1.8 Kecepatan Rencana (Arteri Datar = 70-120(Bebas) 
Kecepatan  rencana  (VR)  pada  suatu  ruas  jalan  adalah  kecepatan  yang  dipilih 
sebagai dasar perencanaan geometrik jalan yang memungkinkan kendaraan  
bergerak dengan aman dan nyaman pada kondisi cuaca yang cerah, lalu lintas  
lengang, dan pengaruh samping jalan tidak berarti (Bina Marga, 1997). 
 
Kecepatan Rencana, VR, sesuai klasifikasi fungsi dan kiasifikasi medan jalan. 

  Kecepatan Rencana, VR’


​ ​Km/jam 
Fungsi   
Datar  Bukit  Pegunungan 
Arteri  70 - 120  60 - 80  40 - 70 
Kolektor  60 - 90  50 - 60  30 - 50 

Lokal  40 - 70  30 - 50  20 - 30 

 
   
BAB III 
ANALISIS DAN DESAIN 
 
Proses  untuk  merencanakan  suatu  jalan  baru  yang  menghubungkan  pusat  kegiatan 
titik  F  dan  G.  Didalam  perencanaan  titik  F  dan  G  terdapat  tambahan  titik  yang 
menghubungkan  F dan G, yaitu titik T1, T2, T3, dan T4. Elevasi masing masing titik adalah 
sebagai berikut : 
 
1) Titik T1 = 76,75 m 
2) Titik T2 = 62,00 m 
3) Titik T3 = 51,30 m 
4) Titik T4 = 60,25 m 
 
Merencanakan  trase  jalan  dengan  memilih  trase  jalan  dengan  memilih  trase 
terpendek,  dengan  syarat  :  aman,  nyaman  dan  ekonomis  untuk  fungsi  jalan  Arteri. Berikan 
penomoran  patok  pada  rencana  trase  jalan  sesuai  dengan  standart  dan  spesifikasi  yang 
berlaku. 
Dalam  perencanaan,  jalan  yang  direncanakan harus memenuhi kriteria geometrik jalan yang 
meliputi : 
1. Alinyemen Horizontal 
a. Jarak pandang henti dan menyiap 
b. Desain bentuk tikungan 
c. Landai relatif 
d. Pelebaran perkerasan ditikungan 
e. Kebebasan pandang ditikungan 
2. Alinyemen Vertikal 
a. Elevasi tanah asli dan tanah rencana  
b. Lengkung vertikal 
c. Landai kritis dan panjang landai maksimum 
3. Perencanaan Cut and Fill 
Hasil perencanaan divisualkan dalam gambar rencana. 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
   
BAB IV 
ANALISIS DAN DESAIN 
 
Dari  pembahasan  yang  telah  diutarakan  sebelumnya  maka  dilanjutkan  dengan 
Perencanaan  Kriteria  Design  yang  mana perencanaannya mengacu kaidah-kaidah dari buku 
Perencanaan  Geometrik  Jalan  yang  dikeluarkan  oleh  Bina  Marga  Tahun  1992.  Adapun 
Sebagai berikut : 
3.1. Penetapan Kelas Medan Tanah Asli, dan Parameter Desain Geometrik Jalan 
3.1.1. Penetapan Kelas Medan 
Dari  perhitungan  kelandaian  melintang  tiap  patok,  didapatkan  kelandaian  medan, 
e=0.098 → e<3 % 
Berdasarkan  Tata  Cara  Perencanaan  Geometrik  Jalan  1997  (TPGJAK 
No.038/TBM/1997)  untuk  kelandaian  medan  kurang  dari  3%  dikategorikan 
sebagai Medan Datar 
3.1.2. Penetapan Kecepatan Rencana (Vr) 
Diketahui : 
Kelas Fungsi Jalan : Arteri 
Kelas Medan Jalan : Datar (Asumsi Awal) 
Berdasarkan  Tata  Cara  Perencanaan  Geometrik  Jalan  1997  (TPGJAK 
No.038/TBM/1997)  untuk  kelas  fungsi  jalan  arteri  dan kelas medan jalan datar 
ditetapkan V R = 70 − 120 km/jam→ direncanakan 80 km/jam 
3.1.3. Penetapan Jari-Jari Minimum Tikungan (Rmin )  
Diketahui : 
Kelas Fungsi Jalan : Arteri 
Kelas Medan Jalan : Datar (Asumsi Awal) 
Kecepatan Rencana : 80 km/jam 
Berdasarkan  Tata  Cara  Perencanaan  Geometrik  Jalan  1997  (TPGJAK 
No.038/TBM/1997)  untuk  kecepatan  rencana  (V R )   80  km/jam, besar jari-jari 
minimum tikungan (Rmin ) adalah 318 m. 
3.1.4. Penetapan Lebar Jalur Lalu Lintas dan Bahu Jalan 
Diketahui : 
Kelas Fungsi Jalan : Arteri 
Kelas Medan Jalan : Datar (Asumsi Awal) 
VLHR :  >50000  smp/hari  (diambil  asumsi  volume  lalu  lintas untuk medan 
datar) 
Berdasarkan  Tata  Cara  Perencanaan  Geometrik  Jalan  1997  (TPGJAK 
No.038/TBM/1997) untuk VLHR >50000 smp/hari 
Lebar Jalur = 2n x 3,5* (ideal) ; 2x7,0* (minimum) 
Lebar Bahu Jalan = 2,5m (ideal); 2,0 (minimum) 
Keterangan  :  *)  =  2  Jalur  terbagi,  masing-masing  n  x  3,5m,  dimana  n=jumlah 
lajurperjalur. 
   
3.1.5. Penetapan Kelandaian Memanjang Maksimum 
Berdasarkan  Tata  Cara  Perencanaan  Geometrik  Jalan  1997  (TPGJAK 
No.038/TBM/1997)  untuk  kecepatan  rencana  (V R )   80  km/jam,  kelandaian 
memanjang maksimum yang diizinkan adalah 5% 
3.1.6. Penetapan Panjang Kritis atau Panjang Landai Maksimum 
Berdasarkan  Tata  Cara  Perencanaan  Geometrik  Jalan  1997  (TPGJAK 
No.038/TBM/1997)  untuk  kecepatan  rencana  (V R )   80  km/jam  dan 
kelandaian  memanjang maksimum yang diizinkan adalah 5%, panjang kritis atau 
panjang landai maksimum yang harus disediakan adalah 460 m 
 
3.2. Perhitungan Komponen Alinyemen Horizontal 
3.2.1. Perhitungan Jarak Pandang 
A. Perhitungan Jarak Pandang Henti (Jh) 
Rumus umum jarak pandang henti 
Jh=d1+d2 
Dimana : 
d1 = 0.278.V R .t
2
(V R )
d2 = 254.(f m±L)
Diketahui : 
VR = 80 km/jam 
t = 2.5 detik (waktu reaksi normal) 
L = Kelandaian memanjang (%) 
(untuk  jalan  2  lajur  2  arah,  diambil  besar  kelandaian  memanjang 
untuk jalan datar, L=0%) 
Fm = koefisien gesekan memanjang antara ban dan muka jalan 
Dari  tabel  3.2,  hal.54  “Dasar-dasar  perencanaan  geometric  jalan.” 
Silvia  Sukirman,  diperoleh  koefisien  gesekan  memanjang  antara  ban  dan 
muka jalan (fm) untuk kecepatan rencana (V R ) 80 km/jam maka (fm)=0.3 
Menghitung jarak pandang henti 
d1 = 0.278.V R .t = 0, 278.80.2, 5 = 55, 6 m
2 2
(V R ) (80)
d2 = 254.(f m±L) = 254.(0.3−0) = 83, 99 m
 
Jh= d1+d2 = 55,6 m + 83,99 m= 139,59 m 
(Nilai  jarak  pandang  henti  (jh)  diatas  berlaku  di  sepanjang  jalan,  yaitu  dari 
Stasiun H hingga Stasiun I) 
 
B. Perhitungan Jarak Pandang Menyiap (Jd) 
a) Berdasarkan Rumus Standar Jarak Pandang Menyiap (Jd) 
Rumus standar jarak pandang menyiap : 
Jd = d1+d2+d3+d4 
   
Dimana: 
at1
d1 = 0.278.t1 .(V − m + 2 )
d2 = 0.278.V .t2
d3 = diambil dari 30 − 100 m
d4 = 23 d2
Diketahui : 
VR = 80 km/jam 
t1 = 2,12 + 0,026 = 3,68 detik 
m = 15 km/jam 
a = 2,052+0,0036 = 2,268 m/detik² 
t2 = 6,56 + 0,048 = 9,44 detik 
Jarak pandang menyiap 
2,268.3,68
d1 = 0, 278.3, 68.(80 − 15 + 2 ) = 70, 763 m
d2 = 0.278.80.9, 44 = 209, 945 m
d3 = 80 m(diambil dari 30 − 100 m)
d4 = 23 d2 = 23 209, 945 = 139, 964 m
Jd = d1+d2+d3+d4 
= 70,763 m + 209,945 m + 80 m + 139,964 m = 500,672 m 
b) Berdasarkan Rumus Standar Jarak Pandang Menyiap Minimum 
Rumus umum jarak pandang menyiap minimum  
Jd(minimum) = 23 d2 + d3 + d4
Diketahui : 
VR = 80 km/jam 
Jarak pandang menyiap minimum 
Jd(minimum) = 23 d2 + d3 + d4
= 23 209, 945m + 80m + 139, 964m = 359, 928 m
 
3.2.2. Desain Tikungan 
I. Pemilihan Jenis Tikungan dan Perhitungan Komponennya 
A. Tikungan 1 (P1) 
Diketahui : 
VR = 80 km/jam 
β = 50° 
Rc = 318 m 
Ls = 70 m 
Asumsi awal jenis tikungan = Spiral-Circle-Spiral (SCS) 
a. Menghitung Sudut Lengkung Spiral (θs) 
Ls.90
θs = π.Rc
70.90
θs = 3,14 . 318
θs = 6, 306°
 
b. Menghitung Sudut Lengkung Circle (θc) 
θc = β − 2.θc  
θc = 50° − 2 . 6.306°
θc = 37, 388°
 
c. Menghitung Panjang Busur Lingkaran (Lc) 
θc
Lc = 360 2π . Rc
37,388ᵒ
Lc = 360 2 . 3, 14 . 318
Lc = 207, 509 m
 
d. Menghitung panjang busur keseluruhan 
L = Lc + 2Ls
L = 207, 509 + 2 . 70
L = 207, 509 + 140
L = 347, 509 m
 
e. Menghitung  Pergeseran  Tangen  terhadap  Spiral  (p)  dan  Absis  dari  p 
pada Garis Tangen Spiral (k) 
Ls2
p= 6.Rc − Rc(1 − C os θs)  
702
p= 6.318 − 318(1 − C os 6, 306°)  
p = 3, 89 − 2, 94  
p = 0.644 m   
Ls2
k = Ls(1 − 40.(Rc)2
) − Rcsin θs
2
70
k = 70(1 − 40.(318)2
) − 318sin 6, 306°
k = 34, 987 m    
 
f. Menghitung  jarak  antara  perpotongan  bagian  lurus  dengan  busur 
lingkaran (Es) 
Rc+p
E s = ( cos 1 ) − Rc

E s = ( 318+0,644
cos 25 ° ) − 318
E s = 33, 585 m
g. Menghitung jarak antara perpotongan bagian lurus dengan TS/ST (Ts) 
T s = (Rc + p).tan 12 β + k
T s = (318 + 0.644).tan 25 + 34, 987
T s = 183, 573 m
 
Dari hasil perhitungan, diperoleh komponen-komponen untuk tikungan 1 (S-C-S) : 
VR = 80 km/jam  k = 34, 987 m  
θs = 6, 306° T s = 183, 573 m  
θc = 37, 388° E s = 33, 585 m  
Lc = 207, 509 m Ls = 70 m    
L = 347, 509 m β = 50°  
p = 0.644 m  
    
B. Tikungan 2 (P2) 
Diketahui : 
VR = 80 km/jam 
β = 44° 
Rc = 573 m 
Ls = 70 m 
Asumsi awal jenis tikungan = Spiral-Circle-Spiral (SCS) 
a. Menghitung Sudut Lengkung Spiral (θs) 
Ls.90
θs = π.Rc
70.90
θs = 3,14 . 573
θs = 3, 499°
 
b. Menghitung Sudut Lengkung Circle (θc) 
θc = β − 2.θc  
θc = 44° − 2 . 3.499°
θc = 37, 002°
 
c. Menghitung Panjang Busur Lingkaran (Lc) 
θc
Lc = 360 2π . Rc
37,002ᵒ
Lc = 360 2 . 3, 14 . 573
Lc = 370, 047 m
 
 
 
d. Menghitung panjang busur keseluruhan 
L = Lc + 2Ls
L = 370, 047 + 2 . 70
L = 370, 047 + 140
L = 510, 047 m
 
e. Menghitung  Pergeseran  Tangen  terhadap  Spiral  (p)  dan  Absis  dari  p 
pada Garis Tangen Spiral (k) 
Ls2
p= 6.Rc − Rc(1 − C os θs)  
702
p= 6.573 − 573(1 − C os 3, 499°)  
p = 0.357 m   
 
Ls2
k = Ls(1 − 40.(Rc)2
) − Rcsin θs
2
70
k = 70(1 − 40.(573)2
) − 573sin 3, 499°
k = 35, 003 m    
 
f. Menghitung  jarak  antara  perpotongan  bagian  lurus  dengan  busur 
lingkaran (Es) 
Rc+p
Es = ( cos 1 ) − Rc

573+0,357
Es = ( cos 22 ° ) − 573
E s = 45, 385 m
 
g. Menghitung jarak antara perpotongan bagian lurus dengan TS/ST (Ts) 
T s = (Rc + p).tan 12 β + k
T s = (573 + 0.357).tan 22 + 35, 003
T s = 266, 654 m
 
Dari hasil perhitungan, diperoleh komponen-komponen untuk tikungan 2 (S-C-S) : 
VR = 80 km/jam  k = 35, 003 m  
θs = 3, 499° T s = 266, 654 m  
θc = 37, 002° E s = 45, 385 m  
Lc = 370, 047 m Ls = 70 m    
L = 510, 047 m β = 44°  
p = 0.357m  
C. Tikungan 3(P3) 
Diketahui : 
VR = 80 km/jam 
β = 9° 
e = 0,02 
Asumsi awal jenis tikungan = Full Circle (FC) 
 
a. Menghitung jarak antara perpotongan bagian lurus dengan Tc 
T c = Rc.tan 12 β
T c = 1910 m .tan 4, 5
T c = 150, 320 m
 
b. Menghitung  jarak  antara  perpotongan  bagian  lurus  dengan  busur 
lingkaran (Ec) 
E s = T .tan 14 β
E s = 150, 320 .tan 2, 25  
E s = 5, 906 m  
 
c. Menghitung Panjang Busur Lingkaran (Lc) 
Lc = 0, 01745.β.R
= 0, 01745 . 9ᵒ. 1910
= 299,966 m 
 
Dari hasil perhitungan, diperoleh komponen-komponen untuk tikungan 1(FC) :
 
T c = 150, 320 m   Rc = 1910 m  
E s = 5, 906 m   Lc = 299,966 m 
β = 9°  e = 2%  
V R = 80 km/jam   
 
E. Tikungan 4 (P4) 
Diketahui : 
VR = 40 km/jam 
β = 17° 
Rc = 573 m 
Ls = 70 m 
Asumsi awal jenis tikungan = Spiral-Circle-Spiral (SCS) 
a. Menghitung Sudut Lengkung Spiral (θs) 
θs = Ls.90
π.Rc
70.90
θs = 3,14 . 573
θs = 3, 499°
 
b. Menghitung Sudut Lengkung Circle (θc) 
θc = β − 2.θc  
θc = 17° − 2 . 3.499°
θc = 10, 002°
 
c. Menghitung Panjang Busur Lingkaran (Lc) 
θc
Lc = 360 2π . Rc
10,002ᵒ
Lc = 360 2 . 3, 14 . 573
Lc = 100, 027 m
 
d. Menghitung panjang busur keseluruhan 
L = Lc + 2Ls
L = 100, 027 + 2 . 70
L = 240, 027 m
 
e. Menghitung  Pergeseran  Tangen  terhadap  Spiral  (p)  dan  Absis  dari  p 
pada Garis Tangen Spiral (k) 
Ls2
p= 6.Rc − Rc(1 − C os θs)  
2
70
p= 6.573 − 573(1 − C os 3, 499°)  
p = 0.357 m   
 
Ls2
k = Ls(1 − 40.(Rc)2
) − Rcsin θs
2
70
k = 70(1 − 40.(573)2
) − 573sin 3, 499°
k = 35, 003 m    
 
f. Menghitung  jarak  antara  perpotongan  bagian  lurus  dengan  busur 
lingkaran (Es) 
Rc+p
E s = ( cos 1 ) − Rc

573+0,357
Es = ( cos 8,5 ° )
− 573
E s = 6, 725 m
 
g. Menghitung jarak antara perpotongan bagian lurus dengan TS/ST (Ts) 
T s = (Rc + p).tan 12 β + k
T s = (573 + 0.357).tan 8, 5 + 35, 003
T s = 120, 692 m
 
Dari hasil perhitungan, diperoleh komponen-komponen untuk tikungan 2 (S-C-S) : 
VR = 80 km/jam  k = 35, 003 m  
θs = 3, 499° T s = 120, 692 m  
θc = 10, 002° E s = 6, 725 m  
Lc = 100, 027 m Ls = 70 m    
L = 240, 027 m β = 17°  
p = 0.357m  
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
   
BAB IV 
PENUTUP 
 
1.1 Kesimpulan 
Beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari pengerjaan tugas Jalan Raya adalah : 
1. Perencanaan jalan dari stasiun F ke stasiun G dilakukan dengan : 
a. Penentuan titik koridor 
b. Pembuatan trase 
c. Pembuatan lengkung horizontal dan vertical 
d. Pembuatan Diagram supelevasi dan plan profil melintang 
e. Pembuatan perhitungan cut n fill 
2. Pada perencanaan jalan terdapat 4 buah tikungan yaitu : 
a. Full Circle ( 1 tikungan) 
b. Spiral Circle Spiral (3 tikungan) 

1.2 Saran 
Berdasarkan tugas yang telah dikerjakan, penulis ingin memberikan beberapa saran antara 
lain:   
a. Dalam  merencanakan  jalan  khususnya  pada  peta  topografi  sebaiknya 
perencana  mampu  melihat  ataupun  membayangkan  bagaimana  situasi 
sesungguhnya  yang  akan  direncanakan sehingga gambar-gambar rencana yang 
dihasilkan  sesuai  dengan  keadaan  yang  sebenarnya,  karena  akan  sangat 
berpengaruh  pada  rencana  anggaran  biaya  dan  kenyamanan  serta  keamanan 
pengemudi atau pengguna jalan. 
b. Pada  pembuatan  potongan  memanjang  sebisanya  mengikuti  ketinggian  tanah 
asli untuk mengurangi biaya pada saat pembuatan jalan. 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
DAFTAR PUSTAKA 
 
 
Messah, Y. 2012. ​Bahan Ajar Mata Kuliah Jalan Raya I​. Teknik Sipil Universitas Nusa 
Cendana, Kupang. 
Petunjuk Tertib Pemanfaatan Jalan, 1990. Direktorat Jendral Bina Marga, Jakarta. 
RSNI T – 14 – 2004. ​Geometrik Jalan Perkotaan​, Badan Standardisasi Nasional (BSN), 
Jakarta. 
Tata Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997. Direktorat Jendral Bina Marga, Jakarta. 
Sukirman,Silvia.1999.​Dasar-dasar Perencanaan Geometrik Jalan​.Nova: Bandung 
 
   
LAMPIRAN 
 
 

 
   
 
 
 
 

 
   
 
 
 

 
   
 
 
 

 
   
 
 
 

 
   
 
 
 

 
   
 
 
 

 
   
 
 
 

 
   
 
   
 
 
 

Anda mungkin juga menyukai