1
a) Jalur dan Jumlah Lajur
Jalur jalan dapat terdiri dari satu lajur atau lebih, jumlah jalan pada suatu lajur sangat
ditentukan oleh peramalan kebutuhan volume lalu lintas harian rata-rata (LHR) yang akan melalui
jalan tersebut.
Pada prinsipnya lebar lajur jalan tidak boleh lebih kecil daripada lebar maksimum kendaraan
yang diijinkan melalui jalan dan sebaliknya tidak boleh terlalu lebar.
2
Tabel 1.Lebar lajur berdasarkan klasifikasi jalan
Klasifikasi Perencanaan Lebar Lajur (m)
Klas I 3.5
Type I Klas II 3.5
Klas I 3.5
Type II Klas II 3.25
Klas III 3.25 – 3.
Sumber : Alamsyah A.A. 2003, Rekayasa Jalan Raya, UMM Press
Pada umumnya lebar jalan adalah 3.5 m tetapi untuk jalan-jalan kurang penting dapat dengan
ukuran 2.5 m – 3.0 m, sedangkan untuk jalan bebas hambatan 3.75 m. Berdasarkan volume lalu
lintas harian rata-rata (LHR) dalam satuan penumpang (SMP) lebar lajur ditetapkan sebagai
berikut:
Tabel 2. Berdasarkan Volume lalu lintas rata-rata (LHR) satuan penumpang (SMP) Lebar
Lajur
LHR (smp) < 2000 1500 – 8000 6000 – 20.000 > 20.000
Lebar Lajur 3.5 – 6.0 2 x 3.5 2 x 3.5 atau 2 (2 x 3.75)
(m) 2 (2 x 3.5)
Sumber : Alamsyah A.A. 2003, Rekayasa Jalan Raya, UMM Pres
3
a) Gesekan (friction), gesekan antara roda kendaraan (ban) dengan permukaan jalan
dinyatakan dalam keamanan kecepatan, jarak berhenti dan jarak berputar, superelevasi,
tahanan gelincir dan sebagainya.
b) Gelincir (skidding) adalah suatu keadaan dimana kendaraan tergelincir di atas permukaan
jalan dengan tanpa terjadinya kendaraan berputar.
c) Sliping, suatu kejadian dimana kendaraan melaju di atas permukaan jalan, yang tergelincir
dan berputar arah logitodinal.
d) KerataanPermukaan (rougheness of surface), kondisi ini akan mempengaruhi
kenyamanan dan keamanan serta pada biaya operasi kendaraan.
e) Pantulan Permukaan (light reflectness of surface), warna lapisan permukaan akan
berpengaruh pada pandangan pengemudi (menyilaukan atau redup). Warna yang terang
akan membantu pada malam hari dan sebaliknya untuk warna gelap kurang baik pada
malam hari tetapi baik pada siang hari.
f) Bentuk permukaan (surface texture), bentuk permukaan (bergelombang atau mendatar)
memberikan efek pancaran cahaya lampu kendaraan dari arah berlawan yang melelahkan
pandangan bagi pengemudi kendaraan atau pengemudi.
4
b) 5.00 – 7.5 untuk menyediakan ruang bagi pembuatan jalur pada median untuk
perlindungan bagi kendaraan belok kanan.
c) 6.00 – 9.00 m, untuk melindungi kendaraan yang melintasi jalan dari arah berlawanan.
d) 9.0 – 21.0 m, untuk digunakan adanya fasilitas putaran (U – turn).
Ketentuan tentang lebar garis dari tepi dalam perkerasan dibedakan atas klasifikasi dan
typenya seperti pada tabel berikut ini :
5
Klasifikasi Lebar Marginal Strip
Perencanaan Median (m)
c. Lebar bahu
Lebar bahu jalan ditentukan dengan memperhatikan kepentingan konstruksi maupun lalu
lintas. Oleh karena itu bahu jalan diharuskan tidak terlalu sempit, untuk intensitas rendah
(1.5 – 2.0 m) sedangkan intensitas tinggi 3.0 m. Bilamana talud samping cukup landai,
maka bisa dianggap dapat bertindak sebagai bagian dari bahu jalan, sehingga lebar bahu
bisa dipersempit (1.5 m).
Pada umumnya lebar berkisar antara 0.50 – 3.25 sangat tergantung dari klas jalan dan
tipenya.
d. Kemiringan Bahu
6
Kemiringan melintang bahu, seperti halnya pada lapis permukaan, berfungsi menyalurkan
air dari permukaan jalan, mempunyai kemiringan yang cukup dan tergantung pada tipe dan
jenis perkerasan dan ada tidaknya kerb.Sebagai pedoman di dalam perencanaan ketentuan
tentang kemiringan bahu jalan seperti pada berikut ini.
7
Klas II 3.0 1.5
Klas III 1.5 1.5
Sumber: Alamsyah AA. (2001) Rekayasa jalan Raya
b. Potongan melintang
Sidewalk diletakkan berbatasan pada sebelah kiri bahu jalan atau berbatasan langsung dengan
tepi jalan bilamana terdapa jalur parker.Bilamana jalan dilengkapi jalur hijau pada bagian kiri
bahu atau terdapat fasilitas parker, sidewalk ditempatkan berbatasan dengan jalur hijau.
Pada prinsip fasilitas jalan ditempatkan disisi sebelah dalam dari sidewalk. Pepohonan dapat
ditempatkan disisi dalam dari sidewalk untuk kondisi dimana sidewalk berhubungan langsung
dengan tata guna lahan lain. Tetapi dapat juga ditempatkan diluar sidewalk bimana ruang
pembatas (border space) cukup lebar untuk menempatkan pepohonan diantara sidewalk dan
tata guna lahan lain.
Saluran drainase terbuka (open ditches) ditempatkan di luar sidewalk.Saluran tertutup (closed
ditches) dapat dipertimbangkan ditempatkan pada bagian sidewalk bilamana tertutup oleh
lantai beton (slab). Sidewalk ditempatkan dengan permukaan lebih tinggi dari permukaan jalan
b. Lebar minimum
Standara lebar minimum untuk jalur sepeda adalah 2.0 meter. Sedangkan standar minimum
untuk jalur sepeda atau pedestrian adalah 3.5 meter untuk type II jalan klas I dan klas II,
dan 2.5 meter untuk type II klas III. Lebar minimum tersebur dapat dikurangi 0.50 m
bilamana perbandingan antara sepeda dan pejalan kaki relative kecil atau bilamana pada
ruas jembatan yang panjang 50 meter atau lebih. Lebar minimum lajur sepeda adalah 1.0
m dan jarak horizontal antara jalur sepeda dengan jalan kaki 1.0 m. Ruang bebas kea rah
vertical untuk jalur sepeda adalah 2.5 m. Kapasitas rencana untuk 2 lajur 2 jalur sepeda
sebesar 1600 sepeda/ jam. Kecepatan rencana sepeda di jalur adalah 15 km/jam
c. Potongan melintang
Jalur sepeda ditempatkan berbatasan dengan bahu jalan sebelah kiri dengan jalan atau
berbatasan langsung dengan jalan (dalam kondisi dimana jalan memiliki fasilitas
parker).Jika jalan dilengkapi dengan jalur hijau berbatasan dengan bahu kiri atau jalur
parker, maka jalur sepeda ditempatkan berbatasan dengan jalur hijau.
Fasilitas jalan ditempatkan disisi dalam jlaur sepeda atau jalur sepeda atau pedertrian
bilamana berhubungan langsung dengan tata guna lahan lain. Dan pepohonan dapat
ditempatkan diluar jalur sepeda bilamana ruang batas cukup untuk menempatkan
perpohonan di antara jalur sepeda dengan tata guna lahan lain.
2.9Jalur Parkir
Jalur parker dilengkapi disisi kiri jalan untuk type II, kecuali untuk jalan type II klas IV
bilamana kebutuhan parker atau berhenti cukup tinggi maka sepanjang jalan tersebut
keberadaan kendaraan berhenti akan menghalangi kelancaran lalu lintas. Lebar standar jalur
parker adalah 2.5 m. Dalam keadaan perbandingan kendaraan berar terhadap volume lalu lintas
dianggap kecil, lebar jalur parker bisa dikurangi menjadi minimum 2.0 m.
9
2.11.Saluran
Saluran dimaksudkan untuk dapat meresap ataupun menampung air dari permukaan jalan dan air
hujan untuk kemudian dialirkan ke tempat lebih rendah yang telah ditentukan/direncanakan.
a. Dimensi Saluran
Dimensi saluran direncanakan berdasarkan volume air rencana dari hitungan curah hujan di sekitar
lokasi tersebut.Desain didasarkan pada desain saluran Standar Perencanaan (KP.01 – KP.07)
beserta penunjangnya.
b. Bentuk saluran
Bentuk saluran terdiri dari dua yaitu bentuk travesium dan segi empat dengan dipilih salah
satunya dengan pertimbang kondisi kebutuhan saluran.
2.12Rangkuman
Profil melintang jalan adalah suatu bentuk dan pelengkap konstruksi perkerasan jalan yang
terlihat sejara jelas fungsi dan dimensinya.
Istilah pengertian melintang yang digunakan dalam rekayasa jalan raya : (1) DAMAJA
(daerah manfaat jalan) (2)D AMIJA (daerah milik jalan) (3) DAWASJA (Daerah pengawasan
jalan)
Jalur jalan dapat terdiri dari satu lajur atau lebih, jumlah jalan pada suatu lajur sangat
ditentukan oleh peramalan kebutuhan volume lalu lintas harian rata-rata (LHR) yang akan melalui
jalan tersebut. Lebar lajur ditentukan oleh ukuran dan kecepatan kendaraan dengan memperhatikan
faktor ekonomi, keamanan dan kenyamanan.
Faktor yang dapat membedakan kinerja permukaan jalan dalam fungsinya adalah sebagai
berikut: (1) Gesekan (friction); ( 2) Gelincir (skidding); (3) Sliping; (4) Kerataan Permukaan
(rougheness of surface); (5) Pantulan Permukaan (light reflectness of surface),
Komponen pendukung Profil Melintang Perkerasan jalan seperti; Bahu jalan, Talud jalan,
Jalur Hijau, Jalur Pejalan Kaki, Jalur Sepeda, Jalur parker, Frontage Road, Saluran, Dimensi
Saluran dan Bentuk Saluran.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ari Suryawan, (2005). Perkerasan Jalan Beton Semen Portland (Rigid Pavement), Beta Offset,
Yogyakarta.
2. Alamsyah A. A., (2001); Rekayasa Jalan Raya; Penerbit UMM Pres. Malang
10
3. Dirjen Bina Marga, Pembinaan Jalan Kota. (1990); Petunjuk Desain Drainase Pemukaan
Jalan;. Jakarta
4. Dirjen Bina Marga (2007) Modul perencanaan jalan
5. Hamirham Saoddang (2004) Buku 1 (Geometrik Jalan Raya) Penerbit NOVA. Bandung
6. Hamirham Saoddang (2004) Buku 2 (Perencanaan Perkererasan Jalan Raya) Penerbit NOVA.
Bandung.
7. Hamirham Saoddang (2004) Buku 3 (Struktur & Konstruksi Jalan Raya) Penerbit NOVA.
Bandung
8. Soedarsono D. U., (1993); Konstruksi Jalan Raya; Penerbit Pekerjaan Umum,. Jakarta
9. Standar Nasional Indonesia (DSN) (1987); Tata Cara Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur
Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen; Jakarta.
10. Sukirman S., (1999); Perkerasan Lentur Jalan Raya; Penerbit NOVA. Bandung
11. Sukirman S., (2010); Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur; Penerbit NOVA. Bandung
12. Yustiadi.(....) Konstruksi Jalan Raya. Tabel. Jakarta.
11