Alinyemen vertical adalah perencanaan elevasi sumbu jalan pada setiap titik yang
ditinjau, berupa profil memanjang.
Pada perencanaan alinyemen vertical akan ditemui kelandaian positif (tanjakan) dan
kelandaian negative (turunan), sehingga kombinasinya berupa lengkung cembung dan
lengkung cekung. Disamping kedua lengkung tersebut ditemui pula kelandaian = 0 (datar).
Kondisi tersebut dipengaruhi keadaan topografi yang dilalui route jalan rencana. Kondisi
topografi tidak saja berpengaruh pada perencanaan alinyemen horizontal tetapi juga
mempengaruhi perencanaan vertical.
a) Kelandaian
Untuk menghitung dan merencanakan lengkung vertical, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan, yaitu :
1) Karakteristik kendaraan pada kelandaian
Hampir seluruh kendaraan penumpang dapat berjalan dengan baik dengan kelandaian
7 – 8 % tanpa ada perbedaan dibandingkan pada bagian datar.
2) Kelandaian maksimum
b) Kelandaian minimum
Pada jalan yang menggunakan kerb pada tepi perkerasannya, perlu dibuat kelandaian
minimum 0,5 % untuk keperluan kemiringan saluran samping, karena kemiringan
melintang jalan dengan kerb hanya cukup untuk mengalirkan air ke samping.
Panjang kritis ini diperlukan sebagai batasan panjang kelandaian maksimum agar
pengurangan kecepatan kendaraan tidak lebih dari separuh VR . Lama perjalanan pada panjang
kritis tidak lebih dari satu menit.
Pada jalur jalan dengan rencana volume lalu-lintas yang tinggi terutama untuk tipe 2/2
TB, maka dengan kendaraan berat akan berjalan pada lajur pendakian dengan kecepatan
dibawah VR, sedangkan kendaraan lain masih dapat bergerak dengan VR, sebaiknya
dipertimbangkan untuk dibuat lajur tambahan pada bagian kiri dengan ketentuan untuk jalan
baru menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) didasarkan pada BSH (Biaya Siklus
Hidup).
Penentuan lokasi lajur pendakian harus dapat dibenarkan secara ekonomis yang
dibuat berdasarkan analisis BSH, sebagaimana ditampilkan pada tabel 18.
SERONG SERONG
LAJUR PENDAKIAN
30 45 > 200 50 45
TAMPAK ATAS
PANJANG LAJUR
PENDAKIAN
AKHIRLAJUR
PENDAKIAN
TANJAKAN
AWAL LAJUR
PENDAKIAN
AKHIR
AWAL
POTONGAN MEMANJANG
LAJUR
LAJUR PENDAKIAN
PENDAKIAN SERONG SERONG
2
1
50 45 30 45
TAMPAK ATAS
AWAL
TANJAKAN-2
TANJAKAN-1 POTONGAN
MEMANJANG
Gambar 29. Jarak Antar Dua Lajur Pendakian
(b) Berdasarkan Tata cara perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota (TPGJAK)
(1997)
4.5Lengkung Vertikal
Lengkung vertical direncanakan untuk merubah secara bertahap perubahan dari dua
macam kelandaian arah memanjang jalan pada setiap lokasi yang diperlukan. Hal ini
dimaksudkan untuk mengurangi goncangan akibat perubahan kelandaian dan menyediakan
jarak pandang henti yang cukup, untuk keamanan dan kenyamanan.
Jenis lengkung vertical dilihat dari titik perpotongan kedua bagian yang lurus (tanges), adalah:
a) Lengkung vertical cekung, adalah suatu lengkung dimana titik perpotongan antara
kedua tangent berada di bawah permukaan jalan.
b) Lengkung vertical cembung, adalah lengkung dimana titik perpotongan antara kedua
tangent berada di atas permukaan jalan yang bersangkutan.
l PVI
x
EV
y
P
g1 Q
L g2
Lg1 Lg1
x = = (2.9a)
g1 - g2 A
2 2
Lg1 Lg1
Y = = (2.9b)
2(g1 - g2) 2A
Dimana : x = jarak dari titik P ke titik yang ditinjau pada Sta, (m)
y = perbedaan elevasi antara titik P & titik yang ditinjau pada Sta
(m)
L = panjang lengkung vertical parabola, yang merupakan jarak
proyeksi dari titik A dan titik Q, (m)
g1 = kelandaian tangen dari titik P, (%)
g2 = kelandaian tangen dari titik Q, (%)
Untuk Jarak
h1 (m) h2 (m)
Panjang
Tinggi Mata Tinggi Obyek
Pandang
Henti (Jh) 1,05 0,15
Mendahului (Jd) 1,05 1,05
a. Panjang L, berdasarkan Jh
A.Jh2
Jh < L maka : L = (18)
399
2 Jh 399
Jh > L maka : L = (19)
- A
b. Panjang L, berdasarkan Jd
A.Jd
Jd < L maka : L = (20)
399
2 Jd 840
Jd > L maka : L = (21)
- A
PVI
g1 g2
Ev
h2
h1
Jh1 Jh2
Jh
L
PVI
g2
a b c d
g1 h2
h1 1/2L
L
Jh
Panjang lengkung vertical cembung (L) yang diperoleh dari rumus 18, 19
pada umumnya akan menghasilkan L lebih panjang daripada jika
digunakan rumus 20, 21.
Untuk penghematan biaya, L dapat ditentukan dengan rumus 18, 19.
dengan konsekuensi kendaraan pada daerah lengkung cembung dapat
mendahului kendaraan di depannya, untuk keamanan dipasang rambu-
rambu.
700
650
550
500
450
400
350
300
250
200
150
100
50
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
500
Jh
1O
60 cm
Jh
1O
60 cm
L
Gambar-37 : Untuk Jh > L
A.Jh2
Jh < L maka : L = 120 + 3,5 Jh (22)
2 Jh 120 + 3,5 Jh
Jh > L maka : L = (23)
- A
420
400
380
360
340
320
300
280
260
PANJANG LENGKUNG “L”
240
220
200
180
(Meter)
160
140
120
100
80
60
40
20
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
PERBEDAAN ALJABAR KELANDAIAN (%)
A.V2
L = (24)
389
4.6Koordinasi Alinyemen
Koordinasi alinyemen pada perencanaan teknik jalan, diperlukan untuk menjamin suatu
perencanaan teknik jalan raya yang baik dan menghasilkan keamanan serta rasa nyaman
bagi pengemudi kendaraan (selaku pengguna jalan) yang melalui jalan tersebut.
Maksud koordinasi dalam hal ini yaitu penggabungan beberapa elemen dalam
perencanaan : alinyemen horizontal, alinyemen vertical dan potongan melintang dalam
suatu paduan sehingga menghasilkan produk perencanaan teknik sedemikian yang
memenuhi unsur aman, nyaman dan ekonomis.
Beberapa ketentuan atau syarat sebagai panduan yang dapat digunakan untuk proses
koordinasi alinyemen, sebagai berikut :
Alinyemen horisontal dan alinyemen vertikal terletak pada satu phase, dimana
alinyemen horisontal sedikit lebih panjang dari alinyemen vertical (Gambar – 38),
demikian pula tikungan horisontal harus satu phase dengan tanjakan vertikal.
Tikungan tajam yang terletak di atas lengkung vertikal cembung atau di bawah
lengkung vertikal cekung harus dihindarkan, karena hal ini akan menghalangi
pandangan mata pengemudi pada saat memasuki tikungan pertama dan juga jalan
terkesan putus (Gambar – 40).
Pada kelandaian jalan yang lurus dan panjang, sebaiknya tidak dibuat lengkung
vertikal cekung, karena pandangan pengemudi akan terhalang oleh puncak alinyemen
vertical, sehingga sulit untuk memperkirakan alinyemen di balik puncak tersebut
(Gambar 41).
ALINYEMEN HORISONTAL
YANG DIPILIH
Gambar-41 : Lengkung Vertikal Cekung Pada Bagian Yang Lurus dan Panjang
Tikungan tajam yang terletak di antara bagian jalan yang lurus dan panjang, harus
dihindarkan.
= 29.023077 - 13.839525
= 15.18
28.648 x LS 1,432
θs = = = 2.204
R 650.0
Δ 'C = Δ - 2 θs
= 7.5926154
p = p* x Ls = 0.14 m
k = k* x Ls = 25.0 m
Δ'
Lc = x 2 xπxR 6
360
= 0.0210906 x 4,082.0 = 86.09 m
Ls = 2 x Ls + Lc
= 186.09 m
Ts = (R + p) tg 1/2 Δ + k
(R + p) 650.14
Es = - R = - 650.0 = 27.11
Cos 1/2 Δ 0.96017
Contoh soal 2
4.6 Rangkuman
Perencanaan geometrik jalan adalah perencanaan route dari suatu ruas jalan secara lengkap,
meliputi beberapa elemen yang disesuaikan dengan kelengkapan dan data dasar yang ada atau
tersedia dari hasil survey lapangan dan telah dianalisis, serta mengacu pada ketentuan yang berlaku.
Kelengkapan dan data dasar yang harus disiapkan sebelum mulai melakukan perhitungan/
perencanaan.
Ketentuan jarak pandang dan beberapa pertimbangan yang diperlukan sebelum memulai
perencanaan, selain didasarkan pada teoritis juga untuk praktisnya.
Elemen dalam perencanaan geometric jalan, yaitu :
Alinyemen horizontal (situasi/plan)
Alinyemen vertical (potongan/profil memanjang)
Potongan melintang (cross section)
Penggambaran
Alinyemen Horisontal
Pada perencanaan alinyemen horizontal, umumnya akan ditemui dua jenis bagian jalan, yaitu
: bagian lurus, bagian lengkung atau umum disebut tikungan yang terdiri dari tiga jenis tikungan
yang digunakan, yaitu :
Alinyemen Vertikal
Alinyemen vertical adalah perencanaan elevasi sumbu jalan pada setiap titik yang ditinjau,
berupa profil memanjang.Pada perencanaan alinyemen vertical akan ditemui kelandaian positif
(tanjakan) dan kelandaian negative (turunan), sehingga kombinasinya berupa lengkung cembung
dan lengkung cekung. Disamping kedua lengkung tersebut ditemui pula kelandaian = 0 (datar)
4.7 Evaluasi
1) Apa yang dimaksud dengan geometric jalan?
2) Uraikan fungsi geometric jalan yang umum digunakan di Indonesia?
3) Uraikan & Sebutkan elemen dasar dalam perencanaan geometric jalan?
4) Uraikan fungsi superelevasi dan berikan ilustrasi diagram superelivasi?
5) Berikan contoh bentuk aliyemen horisontan dan vertical?
6) Hitung spiral-tikungan–spiral dengan R = 700 m dengan lebar jalan 7 m
7) Hitung spiral – spiral dengan R = 950 m dengan lebar jalan 8 m
8) Hitung tikungan penuh (full circle) dengan R = 950 m dengan lebar jalan 6 m
DAFTAR PUSTAKA
1. Ari Suryawan, (2005). Perkerasan Jalan Beton Semen Portland (Rigid Pavement),
Beta Offset, Yogyakarta.
2. Alamsyah A. A., (2001); Rekayasa Jalan Raya; Penerbit UMM Pres. Malang
3. Dirjen Bina Marga, Pembinaan Jalan Kota. (1990); Petunjuk Desain Drainase
Pemukaan Jalan;. Jakarta
4. Dirjen Bina Marga (2007) Modul perencanaan jalan
5. Hamirham Saoddang (2004) Buku 1 (Geometrik Jalan Raya) Penerbit NOVA.
Bandung
6. Hamirham Saoddang (2004) Buku 2 (Perencanaan Perkererasan Jalan Raya)
Penerbit NOVA. Bandung.
7. Hamirham Saoddang (2004) Buku 3 (Struktur & Konstruksi Jalan Raya) Penerbit
NOVA. Bandung
8. Soedarsono D. U., (1993); Konstruksi Jalan Raya; Penerbit Pekerjaan Umum,.
Jakarta
9. Standar Nasional Indonesia (DSN) (1987); Tata Cara Perencanaan Tebal
Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen; Jakarta.
10. Sukirman S., (1999); Perkerasan Lentur Jalan Raya; Penerbit NOVA. Bandung
11. Sukirman S., (2010); Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur; Penerbit NOVA.
Bandung
12. Yustiadi.(....) Konstruksi Jalan Raya. Tabel. Jakarta.