LAPORAN PENDAHULUAN
BAB II
KRITERIA DESAIN
2-1
PT.PURNA WAHANA LESTARI KONSULTAN
LAPORAN PENDAHULUAN
hal yang berkaitan dengan konstruksi yang menjadi pertimbangan dalam menentukan suatu
solusi desain atau proses konstruksi adalah :
a. Akses/jalan masuk;
b. Batasan-batasan (bangunan, vegetasi, ROW dan sebagainya);
c. Proses penggalian dan penimbunan;
d. Layanan-layanan dan utilitas publik (pipa gas, kabel PLN dan sebagainya);
e. Ketersediaan dan umur material;
f. Ukuran dan berat peralatan berat;
g. Biaya dan perawatan.
2.3. Implementasi Desain
Untuk implementasi desain sehingga bisa secara efektif diterapkan di lapangan maka
konsultan akan menyiapkan :
a. Gambar rencana (ukuran A-3);
b. Spesifikasi;
c. Jika dipandang perlu, catatan-catatan berupa petunjuk untuk mendukung spesifikasi
dan membantu memahami desain;
d. Perhitungan biaya dan volume pelaksanaan fisik pembuatan jalan;
e. Ketentuan-ketentuan umum;
Sebagian dari hal-hal yang disebutkan di atas akan masuk ke dalam Dokumen
Kontrak/Tender yang disiapkan oleh Konsultan.
2.4. Perencanaan Teknik Pekerjaan Geometrik Jalan
Elemen dalam perencanaan geometrik jalan diantaranya adalah alinyemen horizontal dan
alinyemen vertikal. Perencanaan Geometrik Jalan dapat mengacu kepada peraturan seperti
pada tabel berikut.
Tabel 2. 2 Peraturan Perencanaan Geometrik Jalan
2-2
PT.PURNA WAHANA LESTARI KONSULTAN
LAPORAN PENDAHULUAN
persimpangan
4. AASHTO 2001 A Policy on Geometric design of
higways and streets.
3. Tikungan
Bentuk bagian lengkung dapat berupa :
a) Spiral-Circle-Spiral (SCS);
b) Full Circle (FC); dan
c) Spiral-Spiral (SS).
Panjang Bagian Lurus
a) Superelevasi
2-3
PT.PURNA WAHANA LESTARI KONSULTAN
LAPORAN PENDAHULUAN
( )
Dengan
R min = Jari-jari tikungan minimum (m)
VR = Kecepatan rencana (Km/jam)
emax = Superelevasi maksimum (%)
ƒ = Koefesien gesek, untuk perkerasan aspal ƒ = 0.14-0.24
Table berikut dapat menetapkan Rmin.
Tabel 2. 4 Panjang Jari-jari Minimum (dibulatkan)
VR (km/jam) 120 100 80 60 50 40 30 20
Jari- Jari
Minimum,
600 370 210 110 80 50 30 15
Rmin (m)
c) Lengkung Peralihan
Lengkung peralihan adalah lengkung yang disisipkan di antara bagian
lurus jalan dan bagian lengkung jalan berjari-jari tetap R; berfungsi
mengantisipasi perubahan Alinyemen jalan dari bentuk lurus (R tak
terhingga) sampai bagian lengkung jalan berjari-jari tetap R sehingga gaya
sentrifugal yang bekerja pada kendaraan saat berjalan di tikungan berubah
secara berangsur-angsur baik ketika kendaraan mendekati tikungan
maupun meninggalkan tikungan.
d) Bentuk lengkung peralihan dapat berupa parabola atau spiral (clothoid).
Dalam metodologi ini digunakan bentuk spiral.
e) Panjang lengkung peralihan (Ls), ditetapkan atas pertimbangan bahwa :
2-4
PT.PURNA WAHANA LESTARI KONSULTAN
LAPORAN PENDAHULUAN
Dimana
T = waktu tempuh pada lengkung peralihan ditetapkan 3 detik.
VR = kecepatan rencana (km/jam)
7) Berdasarkan antisipasi gaya sentrifugal
Dimana :
e = Superelevasi
C = Perubahan percepatan, diambil 1-3 m/detik
R = jari-jari busur lingkaran, m
8) Berdasarkan tingkat pencapaian perubahan kelandaian
(
Dengan
VR = Kecepatan rencana (Km/jam)
em = Superelevasi maksimum
en = Superelevasi normal
re = Tingkat pencapaian perubahan kemiringan jalan ((m/m)/det))
2-5
PT.PURNA WAHANA LESTARI KONSULTAN
LAPORAN PENDAHULUAN
Tabel 2. 5 Panjang Lengkung Peralihan (Ls) dan Panjang Pencapaian Superelevasi (Le) untuk
jalan 1 jalur - 2 jalur - 2 arah
VR Superelevasi, e (%)
2 4 6 8 10
(km/jam) Ls Le Ls Le Ls Le Ls Le Ls Le
20
30
40 10 20 15 25 15 25 25 30 35 40
50 15 25 20 30 20 30 30 40 40 50
60 15 30 20 35 25 40 35 50 50 60
70 20 35 25 40 30 45 40 55 60 70
80 30 55 40 60 45 70 65 90 90 120
90 30 60 40 70 50 80 70 100 100 130
100 35 65 45 80 55 90 80 110 110 145
110 40 75 50 85 60 100 90 120 - -
120 40 80 55 90 70 110 95 135 - -
10) Lengkung dengan R lebih besar atau sama dengan yang ditunjukkan
pada Tabel berikut, tidak memerlukan lengkung peralihan.
Tabel 2. 6 Jari-jari Tikungan yang tidak memerlukan Lengkung Peralihan
VR (km/jam) 120 100 80 60 50 40 30 20
Rmin (m) 2500 1500 900 500 350 250 130 60
11) Jika lengkung peralihan digunakan, posisi lintasan tikungan bergeser
dari bagian jalan yang lurus ke arah sebelah dalam (lihat Gambar
berikut) sebesar p. Nilai p (m) dihitung berdasarkan rumus berikut :
2-6
PT.PURNA WAHANA LESTARI KONSULTAN
LAPORAN PENDAHULUAN
Dengan
Ls = panjang lengkung
R = jari-jari lengkung (m)
c. Pencapaian Superelevasi
1. Superelevasi dicapai secara bertahap dari kemiringan melintang normal pada
bagian jalan yang lurus sampai ke kemiringan penuh (superelevasi) pada bagian
lengkung.
2. Pada tikungan SCS, pencapaian superelevasi dilakukan secara linear lihat
(Gambar 3.2), diawali dari bentuk normal sampai awal lengkung peralihan (TS)
2-7
PT.PURNA WAHANA LESTARI KONSULTAN
LAPORAN PENDAHULUAN
pada bagian lurus jalan, lalu ditunjukkan sampai superelevasi penuh pada akhir
bagian lengkung peralihan (SC).
3. Pada tikungan TC, pencapaian superelevasi dilakukan secara linear (lihat
Gambar 3.3), diawali dari bagian lurus sepanjang 2/3 Ls sampai dengan bagian
lingkaran penuh sepanjang 1/3 bagian panjang Ls.
4. Pada tikungan SS, pencapaian superelevasi seluruhnya dilakukan pada bagian
spiral.
2-8
PT.PURNA WAHANA LESTARI KONSULTAN
LAPORAN PENDAHULUAN
a. Tikungan Gabungan
1. Ada dua macam tikungan gabungan, sebagai berikut :
a) Tikungan gabungan searah, yaitu gabungan dua arau lebih tikungan dengan
arah putaran yang sama tetapi dengan jari-jari yang berbeda (lihat Gambar
3.4);
b) Tikungan gabungan balik arah, yaitu gabungan dua tikungan dengan arah
putaran yang berbeda (lihat Gambar 3.5).
2-9
PT.PURNA WAHANA LESTARI KONSULTAN
LAPORAN PENDAHULUAN
1 2
>= tikungan gabungan searah harus dihindarkan,
2 3
1 2
< = tikungan gabungan harus dilengkapi bagian lurus
2 3
2-10
PT.PURNA WAHANA LESTARI KONSULTAN
LAPORAN PENDAHULUAN
2. Ditinjau dari titik awal perencanaan, bagian landai vertikal dapat berupa landai
positif (tanjakan), atau landai negatif (turunan), atau landai nol (datar).
3. Bagian lengkung vertikal dapat berupa lengkung cekung atau lengkung
cembung.
b. Landai Maksimum
1. Kelandaian maksimum dimaksudkan untuk memungkinkan kendaraan bergerak
terus tanpa kehilangan kecepatan yang berarti.
2. Kelandaian maksimun didasarkan pada kecepatan truk yang bermuatan penuh
yang mampu bergerak dengan penurunan kecepatan tidak lebih dari separuh
kecepatan semula tanpa harus menggunakan gigi rendah.
3. Kelandaian maksimum untuk berbagai VR ditetapkan dapat dilihat dalam Tabel
3.6.
Tabel 2. 8 Kelandaian Maksimum yang diijinkan
4. Panjang kritis yaitu panjang landai maksimum yang harus disediakan agar
kendaraan dapat mempertahankan kecepatannya sedemikian sehingga
penurunan kecepatan tidak lebih dari separuh VR. Lama perjalanan tersebut
ditetapkan tidak lebih dari satu menit.
5. Panjang kritis dapat ditetapkan dari Tabel 3.7.
Tabel 2. 9 Panjang Kritis (m)
2-11
PT.PURNA WAHANA LESTARI KONSULTAN
LAPORAN PENDAHULUAN
b) jika jarak pandang henti lebih besar dari panjang lengkung vertikal cekung,
panjangnya ditetapkan dengan rumus :
Dengan :
L = panjang lengkung vertical (m),
A = perbedaan grad (m),
S = jarak pandang henti (m),
Y = faktor penampilan kenyamanan, didasarkan pada tinggi objek 10
cm dan tinggi mata 120 cm.
d) Y dipengaruhi oleh jarak pandang di malam hari, kenyamanan, dan
penampilan. Y ditentukan sesuai tabel 2.8.
Tabel 2. 10 Penentuan Faktor Penampilan Kenyamanan, Y
Kecepatan Rencana
Faktor Penampilan Kenyamanan, Y
(km/jam)
< 40 1,5
40 - 60 3
> 60 8
2-12
PT.PURNA WAHANA LESTARI KONSULTAN
LAPORAN PENDAHULUAN
e) Panjang lengkung vertikal bisa ditentukan langsung sesuai Tabel 2.11, yang
didasarkan pada penampilan, kenyamanan, dan jarak pandang. Untuk
jelasnya lihat Gambar 2.8 dan Gambar 2.9.
Tabel 2. 11 Panjang Minimum Lengkung Vertikal
Perbedaan
Kecepatan Rencana Panjang Lengkung
Kelandaian
(km/jam) (m)
Memanjang (%)
< 40 1 20 - 30
40 - 60 0,6 40 - 80
> 60 0,4 80 - 150
d. Lajur Pendakian
1. Lajur pendakian dimaksudkan untuk menampung truk-truk bermuatan berat
atau kendaraan lain yang berjalan lebih lambat dari kendaraan lain pada
2-13
PT.PURNA WAHANA LESTARI KONSULTAN
LAPORAN PENDAHULUAN
2-14
PT.PURNA WAHANA LESTARI KONSULTAN
LAPORAN PENDAHULUAN
2-15
PT.PURNA WAHANA LESTARI KONSULTAN
LAPORAN PENDAHULUAN
2-16
PT.PURNA WAHANA LESTARI KONSULTAN
LAPORAN PENDAHULUAN
Pada metodologi ini disajikan dua metode perhitungan, yaitu metode perhitungan tebal
lapis tambah (overlay) dan perhitungan konstruksi perkerasan baru. Adapun metoda yang
digunakan adalah Metoda Bina Marga 1989 (SNI 03-1732-1989). Bagan alir perencanaan
perkerasan sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar 3.15..
2-17
PT.PURNA WAHANA LESTARI KONSULTAN
LAPORAN PENDAHULUAN
2-18
PT.PURNA WAHANA LESTARI KONSULTAN
LAPORAN PENDAHULUAN
batasan dan kepraktisan konstruksi. Solusi alternatif diluar solusi desain awal
berdasarkan pada manual desain perkerasan jalan No. 02/M/BM/2013, harus
didasarkan pada biaya biaya umur pelayanan discounted terendah.
2-19
PT.PURNA WAHANA LESTARI KONSULTAN
LAPORAN PENDAHULUAN
2-20
PT.PURNA WAHANA LESTARI KONSULTAN
LAPORAN PENDAHULUAN
dipertimbangkan jika agregat kubikal dengan gradasi dan kualitas memadai tersedia
yang memenuhi persyaratan campuran SMA.
f. Lapis Pondasi dengan Aspal Modifikasi
Prosedur desain mekanistik dapat digunakan untuk menilai sifat (property) dari lapis
pondasi dengan aspal modifikasi.
g. Pelebaran Jalan dan Penambalan (Heavy Patching)
Untuk penanganan perkerasan eksisting umumnya dipilih struktur perkerasan yang
sama dengan struktur eksisting. Kehati-hatian harus dilakukan untuk menjamin
drainase mengalir dari struktur eksisting dan lapisan berbutir baru. Jika perkerasan
kaku digunakan untuk pelebaran perkerasan lentur, terutama untuk jalan diatas tanah
lunak, maka rekonstruksi dengan lebar penuh harus dipertimbangkan, karena jika
tidak maka serangkaian pemeliharaan lanjutan pada perkerasan lentur akan menjadi
lebih sulit.
h. Gambut
Perkerasan kaku tidak boleh digunakan diatas tanah gambut, dan perkerasan lentur
harus digunakan.Konstruksi bertahap harus dipertimbangkan untuk membatasi
dampak penurunan yang tak seragam.
i. Pelaburan (Surface Dressing) diatas Lapis Pondasi
Surface dressing (Burda atau Burtu) sangat tepat biaya jika dilaksanakan dengan
benar.Sangat sedikit kontraktor yang memiliki sumber daya peralatan dan
kemampuan untuk melaksanakan pelaburan permukaan perkerasan dengan benar.
Dibutuhkan peningkatan dalam kapasitas dan kompetensi kontraktor dalam
teknologi ini.
j. 3.13 AC-WC HRS-WC tebal ≤50 mm diatas Lapis Pondasi Berbutir
AC-WC HRS-WC tebal ≤50 mm diatas Lapis Pondasi Berbutir merupakan solusi
yang paling tepat biaya untuk rekonstruksi jalan dengan volume lalu lintas
sedang (mencapai 5 juta ESA atau lebih tinggi tergantung kemampuan kontraktor
namun membutuhkan kualitas pelaksanaan terbaik khususnya untuk LPA Kelas A.
Solusi ini akan kurang tepat biayanamun harus dengan kompetensi kontraktor yang
lebih baik.
k. Lapis Pondasi Soil Cement
Digunakan di daerah dengan keterbatasan material berbutir atau jika stabilisasi tanah
2-21
PT.PURNA WAHANA LESTARI KONSULTAN
LAPORAN PENDAHULUAN
2-22
PT.PURNA WAHANA LESTARI KONSULTAN
LAPORAN PENDAHULUAN
2-23
PT.PURNA WAHANA LESTARI KONSULTAN
LAPORAN PENDAHULUAN
menggambarkan proses desain untuk desain pondasi jalan untuk tanah selain
gambut, menyajikan solusi pondasi jalan minimum selain kasus khusus untuk
perkerasan kaku diatas tanah lunak.
d. Metode A untuk Tanah Normal
Kondisi A1 : Apabila tanah tanah dasar bersifat plastis atau berupa lanau,
tentukan nilai batas-batas Atterberg (PI), gradasi, nilai Potensi Pengembangan
(Potential Swell), letak muka air tanah, zona iklim, galian atau timbunan dan
tetapkan nilai CBR dari BaganDesain1 atau dari uji laboratorium perendaman 4 hari.
Kondisi A2 : Apabila tanah dasar bersifat berbutir atau tanah residual
tropis (tanah merah, laterit), nilai desain daya dukung tanah dasar harus
dalam kondisi 4 hari rendaman, pada nilai 95% kepadatan kering modifikasi.
Untuk kedua kondisi, pilih tebal perbaikan tanah dasar Metode B untuk Tanah
Aluvial Jenuh
Lakukan survei DCP atau survei resistivitas dan karakterisasi tanah
untuk mengidentifikasi sifat dan kedalaman tanah lunak dan daerah yang
membutuhkan perbaikan tambahan (sebagai contoh daerah yang membutuhkan
lapis penopang, konstruksi perkerasan khusus, pondasi
cakar ayam atau pancang mikro). Jika tanah lunak terdapat dalam
kedalaman kurang dari 1 m, maka opsi pengangkatan semua tanah
2-24
PT.PURNA WAHANA LESTARI KONSULTAN
LAPORAN PENDAHULUAN
2-25
PT.PURNA WAHANA LESTARI KONSULTAN
LAPORAN PENDAHULUAN
2-26
LAPORAN PENDAHULUAN
PT.PURNA WAHANA LESTARI KONSULTAN
pengalaman terdahulu dari kinerja jalan akibat lalu lintas diatas tanah gambut
terbatas, maka timbunan percobaan harus dilaksanakan. Timbunan percobaan
harus di monitor untuk memverifikasi stabilitas timbunan, waktu pembebanan, dan
data lainnya. Tidak boleh ada pelaksanaan pekerjaan sebelum percobaan selesai.
Setiap lokasi memiliki waktu pembebanan awal yang berbeda.
Dibutuhkan penyelidikan geoteknik untuk menentukan waktu pembebanan awal
tanah gambut.
h. Perkerasan kaku tidak boleh dibangun diatas tanah gambut.
1. CBR Karakteristik
Prosedur dalam penentuan daya dukung untuk tanah normal adalah sebagai
berikut:
a) Tentukan CBR rendaman 4 hari dari permukaan tanah asli pada elevasi
tanah dasar untuk semua area diatas permukaan tanah, untuk daerah
galian yang mewakili jika memungkinkan, dan untuk material timbunan
biasa, timbunan pilihan dan material dari sumber bahan (borrow material)
atau tentukan dengan Identifikasi awal seksi seragam (homogen) secara
visual dapat mengurangi jumlah sampel yang dibutuhkan. Daerah terburuk
secara visual harus dimasukkan dalam serangkaian pengujian. Perlu dicatat
apakah daerah terburuk tersebut diisolasi dan dapat dibuang maka harus
dicatat
b) Identifikasi segmen tanah dasar yang mempunyai daya dukung seragam
berdasarkan data CBR, titik perubahan timbunan/galian, titik perubahan
topografi lainnya dan penilaian visual. Variasi segmen seringkali terjadi
pada lokasi perubahan topografi.
c) Identifikasi segmen tanah dasar yang mempunyai daya dukung seragam
berdasarkan data CBR, titik perubahan timbunan/galian, titik perubahan
topografi lainnya dan penilaian visual. Variasi segmen seringkali terjadi
pada lokasi perubahan topografi) Mengidentifikasi kondisi-kondisi
yang memerlukan perhatian khusus
seperti: lokasi dengan muka air tanah tinggi; lokasi banjir (tinggi banjir 10
tahunan harus ditentukan) daerah yang sulit mengalirkan
air/drainase yang membutuhkan faktor koreksi m; daerah yang
Nilai desain (CBR/lendutan) = (hasil bacaan DCP atau data lendutan) x faktor
penyesuaian
Pendekatan umum untuk desain pondasi harus diambil konservatif, yang
mengasumsikan kondisi terendam pada tingkat pemadatan yang disyaratkan.
4. CBR Ekivalen untuk Tanah Dasar Normal untuk Perkerasan Kaku
Termasuk dalam perbaikan tanah dasar adalah penggunaan material timbunan
pilihan, stabilisasi kapur, atau stabilisasi semen. Pekerjaan pelebaran
perkerasan pada area galian sering terjadi pada daerah yang sempit atau tanah
dasar yang dibentuk tak teratur, yang sulit untuk distabilisasi.Dalam kasus
ini maka timbunan pilihan lebih diutamakan.
Jika stabilisasi kapur atau semen digunakan daya dukung dari material
stabilisasi yang digunakan untuk desain harus diambil konservatif dan tidak
lebih dari nilai terendah dari:
a) Nilai yang ditentukan dari uji laboratorium rendaman 4 hari;
b) Tidak lebih dari empat kali lipat daya dukung material asli yang digunakan
untuk stabilisasi;
c) Tidak lebih besar dari nilai yang diperoleh dari formula:
CBRlapis atas tanah dasar distabilisasi= CBRtanah aslix 2^(tebal tanah dasar stabilisasi/150)
5. Formasi Tanah Dasar diatas Muka Air Tanah dan Muka Air Banjir
Tinggi minimum tanah dasar diatas muka air tanah dan muka air banjir
ditentukan dalam
Tabel 2. 18 Tinggi Minimum Tanah Dasar Diatas Muka Air Tanah dan Muka Air Banjir
Catatan:
1. desain 6 digunakan untuk semua tanah dasar dengan CBR > 3%. Ketentuan desain 2
tetap berlaku untuk tanah dasar yang lebih lemah.
2. Stabilisasi satu lapis lebih 200 mm sampai 300 mm diperbolehkan jika disediakan
peralatan stabilisasi yang memadai dan untuk pemadatan digunakan pad-foot roller
berat statis minimum 18 ton.
3. Bila catatan 2 diterapkan, lapisan distabilisasi pada desain 5 atau desain 6 boleh
dipasang dalam satu lintasan dengan persyaratan lapisan distabilisasi dalam desain 2
sampai maksimum 300 mm.
4. Gradasi Lapis Pondasi Agregat Kelas A harus dengan ukuran nominal maksimum 30
mm jika dihamparkan dengan lapisan kurang dari 150 mm.
2-37
PT.PURNA WAHANA LESTARI KONSULTAN
LAPORAN PENDAHULUAN
2-38
PT.PURNA WAHANA LESTARI KONSULTAN
LAPORAN PENDAHULUAN
Adapun metode yang digunakan dalam perhitungan curah hujan ada tiga macam cara :
a. Cara Tinggi Rata-Rata
Tinggi rata-rata curah hujan yang didapatkan dengan mengambil nilai rata-rata
hitung (arithmetic mean) pengukuran hujan di pos penakar-penakar hujan didalam
areal tersebut. Jadi cara ini akan memberikan hasil yang dapat dipercaya jika pos-
pos penakarnya ditempatkan secara merata di areal tersebut, dan hasil penakaran
masing-masing pos penakar tidak menyimpang jauh dari nilai rata-rata seluruh pos
di seluruh areal.
dengan :
d = tinggi curah hujan rata-rata
d1, d2 … …dn = tinggi curah hujan pada pos penakar 1, 2, …n
n = banyaknya pos penakar
(Sumber : C.D. Soemartono, Hidrologi Teknik)
b. Cara Poligon Thiessen
Menurut Kiyotaka Mori dkk (977), metode ini sering digunakan pada analisa
hidrologi karena metode ini lebih teliti dan obyektif dibanding metode lainnya dan
metode ini digunakan pada daerah yang memiliki titik pengamatan yang tidak
merata. Cara ini adalah dengan memasukkan faktor pengaruh daerah yang diwakili
oleh stasiun hujan yang disebut faktor pembobotan atau koefisien Thiessen. Untuk
pemilihan stasiun hujan yang dipilih harus meliputi daerah aliran sungai yang akan
dibangun. Besarnya koefisien Thiessen tergantung dari luas daerah pengaruh stasiun
hujan yang dibatasi oleh poligon-poligon yang memotong tegak lurus pada tengah-
tengah garis penghubung stasiun. (Gambar 2.17)
Setelah luas pengaruh tiap-tiap stasiun didapat, maka koefisien Thiessen dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut :
2-39
PT.PURNA WAHANA LESTARI KONSULTAN
LAPORAN PENDAHULUAN
Dimana :
C = Koefisien Thiessen
Ai= Luas pada daerah pengamatan
A = Luas total dari DAS
R = Curah hujan rata-rata
RI, R2 = Curah hujan ditiap titik pengukuran (stasiun)
2-40
PT.PURNA WAHANA LESTARI KONSULTAN
LAPORAN PENDAHULUAN
Dimana :
A (A1+A2+….An ) = luas area total
d = tinggi curah hujan rata-rata areal
do, d1, …dn = curah hujan pada isohyet 0, 1, 2, ….n
∑ ( )
√
Dimana :
2-41
PT.PURNA WAHANA LESTARI KONSULTAN
LAPORAN PENDAHULUAN
2-42
PT.PURNA WAHANA LESTARI KONSULTAN
LAPORAN PENDAHULUAN
No 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
96 .76 33 71 95 06 16 11 93 65
1.06 1.06 1.07 1.08 1.08 1.09 1.09 1.10 1.10 1.10
20
28 96 54 11 64 15 61 04 47 80
1.11 1.11 1.11 1.12 1.12 1.12 1.13 1.13 1.13 1.13
30
24 59 93 26 55 85 13 39 63 88
1.14 1.14 1.14 1.14 1.14 1.15 1.15 1.15 1.15 1.15
40
13 36 58 80 99 19 38 57 74 90
1.16 1.16 1.16 1.16 1.16 1.16 1.16 1.17 1.17 1.17
50
07 23 38 58 67 81 96 08 21 34
1.17 1.17 1.17 1.17 1.17 1.18 1.18 1.18 1.18 1.18
60
47 59 70 82 93 03 14 24 34 44
1.18 1.18 1.18 1.18 1.18 1.18 1.19 1.19 1.19 1.19
70
54 63 73 81 90 98 06 15 23 30
1.19 1.19 1.19 1.19 1.19 1.19 1.19 1.19 1.19 1.20
80
38 45 53 59 67 73 80 87 94 01
1.20 1.20 1.20 1.20 1.20 1.20 1.20 1.20 1.20 1.20
90
07 13 26 32 38 44 46 49 55 60
1.20
100
65
2-43
PT.PURNA WAHANA LESTARI KONSULTAN
LAPORAN PENDAHULUAN
200 5.2960
500 6.2140
1000 6.9190
5000 8.5390
10000 9.9210
2-44
PT.PURNA WAHANA LESTARI KONSULTAN
LAPORAN PENDAHULUAN
∑( )
[( ) ( )]
Dimana :
2-45
PT.PURNA WAHANA LESTARI KONSULTAN
LAPORAN PENDAHULUAN
Dari hasil pengamatan yang didapat, dicari yang penyimpangannya dengan Chi kuadrat
kritis (didapat dari Tabel 3.29) paling kecil. Untuk suatu nilai nyata tertentu (level of
significant) yang sering diambil adalah 5%.
Derajat kebebasan ini secara umum dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Dk = n-3
Dimana :
Dk = derajat kebebasan
n = banyaknya data
Tabel 2. 28 Nilai Chi Kuadrat Kritis dengan significant 5%
Ok Oist.f 2 Ok OistJ 2 Ok Oist.f 2
1 3.841 11 19.575 21 32.671
2 5.991 12 21.026 22 33.924
3 7.815 13 22.362 23 35.172
4 9.451 14 23.605 24 36.415
5 11.070 15 24.996 25 37.652
6 12.592 16 26.296 26 40.005
7 14.067 17 27.587 27 40.113
8 15.507 18 28.869 28 41.007.
9 16.919 19 30.144 29 . 42.557
10 18.307 20 31.410 30 43.773
b. Uji keselarasan Smirnov Kolmogorof
Dengan membandingkan probabilitas untuk tiap variabel dari distribusi empiris
dan teoritis didapat perbedaan (A) tertentu. Rumus : = P max / P(x) - P(xi) / Cr
Tabel 2. 29 Nilai Delta Kritis untuk Uji Keselarasan Kolmogorov Smirnov
n
0.20 0.10 0.05 0.01
5 0.45 0.51 0.56 0.67
10 0.32 0.37 0.41 0.49
15 0.27 0.30 0.34 0.40
20 0.23 0.26 0.29 0.36
2-46
PT.PURNA WAHANA LESTARI KONSULTAN
LAPORAN PENDAHULUAN
2-47
PT.PURNA WAHANA LESTARI KONSULTAN
LAPORAN PENDAHULUAN
2-48
PT.PURNA WAHANA LESTARI KONSULTAN
LAPORAN PENDAHULUAN
Rumus : I = a / (t+b)
Dimana :
I = intensitas curah hujan
T = lamanya hujan
A,b = konstanta yang tergantung pada lama curah hujan
di daerah aliran
[ ][ ] [ ][ ]
[ ] [ ][ ]
[ ]* ] [ ]
[ ] [ ][ ]
Menurut Ishiguro
Rumus : I = a / (t+b)
Dimana :
`I = intensitas hujan
t = lama hujan
a,b = konstanta yang tergantung pada lama curah hujan di daerah aliran
- Koefisien run off
Koefisien run off dipengaruhi oleh jenis lapis permukaan tanah. Setelah melalui
berbagai penelitian, didapatkan koefisien run off seperti yang tertulis dalam Tabel
2.30.
Tabel 2. 30 Harga koefisien Run Off dari Dr. Mononobe
Kondisi daerah pengaliran dan sungai Harga C
Daerah pegunungan yang curam 0.75-0.90
Daerah pegunungan tersier 0.70-0.80
Tanah bergelombang dan hutan 0.50-0.75
Tanah dataran yang ditanami 0.45-0.60
Persawahan yang dialiri 0.70-0.80
Sungai di daerah pegunungan 0.75-0.85
Sungai keeil di dataran 0.45-0.75
Sungai besar yang lebih dari setengah daerah
0.45-0.75
pengalirannya terdiri dari dataran
2-49
PT.PURNA WAHANA LESTARI KONSULTAN
LAPORAN PENDAHULUAN
2-50
PT.PURNA WAHANA LESTARI KONSULTAN
LAPORAN PENDAHULUAN
Keterangan :
Q = debit saluran drainase
w = lebar jagaan
L = lebar tanggul
m = kemiringan talud
H = tinggi muka saluran drainase
B = lebar saluran
A = luas penampang basah
P = keliling penampang basah
n = koefisien manning
I = kemiringan saluran
Rumus Desain :
Q = A.V
A = (B + m.H)H
P = B + 2H
R =
V =
b. Penampang Ganda
2-51
PT.PURNA WAHANA LESTARI KONSULTAN
LAPORAN PENDAHULUAN
Keterangan :
Q = debit saluran drainase
w = lebar jagaan
L = lebar tanggul
m = kemiringan talud
H = tinggi muka saluran drainase
B = lebar saluran
A = luas penampang basah
P = keliling penampang basah
n = koefisien manning
I = kemiringan saluran
Rumus Desain :
( )
( ) ( )
( ) ⁄
√ ( )
√( )
√ ( )
2-52
PT.PURNA WAHANA LESTARI KONSULTAN
LAPORAN PENDAHULUAN
[∑ ]
2.10. Perambuan
2.10.1. Standar Perencanaan
Standar perencanaan perangkat pengendali lalu lintas atau perambuan yang digunakan
sebagai acuan dalam perencanaan adalah sebagai berikut :
a. Keputusan Menteri Perhubungan No.60 tahun 1993 tentang Marka Jalan
b. Keputusan Menteri Perhubungan No.61 tahun 1993 tentang Rambu–rambu Lalu
Lintas di Jalan.
2.10.2. Jenis Rambu
Secara umum jenis rambu di jalan tol dibagi menjadi 3, yaitu:
a. Rambu Peringatan
1. Rambu peringatan standar (sesuai Tabel I pada Keputusan Menteri Perhbungan
No. KM 61 thun 1993)
2. Rambu peringatan berupa kata-kata.
b. Rambu Larangan
1. Rambu larangan standar (sesuai Tabel II A pada Keputusan Menteri
Perhbungan No. KM 61 thun 1993)
2. Rambu larangan berupa kata-kata.
c. Rambu Petunjuk
1. Rambu Petunjuk Jurusan (RPJ) untuk menyatakan arah agar dapat mencapai
suatu tujun antara lain kota, daerah/wilayah.
2. Rambu Petunjuk bukan Jurusan untuk menyatakan fasilitas umum, batas
wilayah suatu daerah, situasi jalan dan sebagainya.
2.10.3. Ukuran Rambu
Rambu lalu lintas terbagi atas dua ukuran, yaitu:
a. Rambu Ukuran Standar
2-53
PT.PURNA WAHANA LESTARI KONSULTAN
LAPORAN PENDAHULUAN
b. Rambu ukuran standar adalah rambu-rambu yang sesuai tabel I, IIA, IIB dan III dari
Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 61 tahun 1993 dengan ukuran sebagai
berikut :
1. Tipe A : diameter 90 cm dan 90 x 90 cm, untuk kecepatan lebih dari 60
km/jam.
2. Tipe B : diameter 75 cm dan 75 x 75 cm, untuk kecepatan < 60 km/jam
c. Rambu Ukuran Besar (berupa kata – kata)
Ukuran rambu berupa kata – kata ditentukan berdasarkan ukuran huruf, jarak antara
huruf serta jarak ke tepi panel (bukan dengan ukuran standar tertentu).
Ukuran huruf yang digunakan mengacu pada Standard Alphabets for Highway Sign
and Pavement Marking dari Federal Highway Administration (FHWA 1977).
1. Rambu Petunjuk selain Jurusan (warna dasar biru)
Menggunakan jenis huruf kapital seri D atau E.
2. Rambu Petunjuk Jurusan (warna dasar hijau)
Menggunakan jenis huruf kapital seri E (m) untuk huruf awal dan selanjutnya
huruf kecil seri Lc (lower case).
3. Rambu larangan (warna dasar putih)
Menggunakan jenis huruf kapital seri D atau E.
4. Rambu peringatan (warna dasar kuning)
Menggunakan jenis huruf kapital seri D atau E.
2.10.4. Warna Rambu
Warna yang digunakan dalam panel rambu sesuai dengan ketentuan yang ada dalam
Kepmenhub No. 61 tahun 1993 tentang Rambu Lalu Lintas di Jalan.
Warna-warna tersebut adalah :
a. Rambu Peringatan
Warna dasar yang digunakan adalah kuning (reflektif) dengan tulisan, gambar
lambang dan garis tepi berwarna hitam.
b. Rambu Larangan
Warna dasar yang digunakan adalah putih (reflektif) dengan tepi berwarna merah
(reflektif) dan gambar lambang dan tulisan huruf berwarna hitam (reflektif).
2-54
PT.PURNA WAHANA LESTARI KONSULTAN
LAPORAN PENDAHULUAN
Untuk rambu larangan berupa kata-kata warna dasar yang digunakan putih
(reflektif) dan garis tepi berwarna merah (reflektif) tebal 8 cm yang dimulai dari tepi
panel.
c. Rambu Perintah
Warna dasar yang digunakan adalah biru (reflektif) dan lambang atau tulisan putih
(reflektif) dan garis tepi berwarna putih (relflektif) dengan ketebalan 3 cm untuk
panel ukuran 2,0 x 3,0 m dan 5 cm untuk panel ukuran lebih besar. Garis tepi
dimulai dari tepi panel.
d. Rambu Petunjuk
Rambu petunjuk terdapat beberapa macam warna yang digunakan yaitu :
1. Rambu petunjuk bukan jurusan
Warna dasar yang digunakan adalah biru (reflektif), simbol berwarna hitam
dan tulisan berwarna putih (reflektif)
Pada rambu petunjuk bukan jurusan berupa kata-kata warna dasar yang
digunakan adalah biru (reflektif) serta tulisan dan garis tepi berwarna putih
(reflektif) dari tepi panel.
2. Rambu petunjuk jurusan
Warna dasar yang digunakan hijau (reflektif), simbol, tulisan dan garis tepi
berwarna putih (reflektif) dimulai dari tepi panel.
2.10.5. Jenis Lapisan Reflektif (Reflektive Sheeting)
Lapisan Reflektif yang digunakan sebagai salah satu jenis material rambu di jalan tol
terdiri dari:
a. Engineering Grade (EG), digunakan pada :
1. Rambu-rambu di jalan non tol
2. Rambu-rambu darurat
3. Dasar panel rambu-rambu di jalan tol.
b. High Intensity (HI), digunakan pada tulisan, panah, garis tepi dan logo pengelola
jalan tol yaitu pada :
1. Rambu-rambu di road side, rambu bentuk standar dan rambu berupa kata-kata
2. Semua rambu–rambu di overhead (portal, kupu-kupu dan cantilever)
3. Semua rambu pada jalan dengan lajur lalu lintas lebih dari 2 lajur tiap arah.
2-55
PT.PURNA WAHANA LESTARI KONSULTAN
LAPORAN PENDAHULUAN
b. Kupu – kupu
Digunakan untuk rambu petunjuk jurusan (RPJ) di gore atau pada titik diverging.
2-56
PT.PURNA WAHANA LESTARI KONSULTAN
LAPORAN PENDAHULUAN
2-57
PT.PURNA WAHANA LESTARI KONSULTAN
LAPORAN PENDAHULUAN
2-58
PT.PURNA WAHANA LESTARI KONSULTAN
LAPORAN PENDAHULUAN
perkerasan flexible lebih gelap dari pada warna perkerasan rigid, sehingga lebih
banyak cahaya yang diserap.
d. Sistem Timer
Penerangan lampu jalan secara otomatis akan hidup dan padam dengan memakai
systim timer (jam 18.00 – 6.00 hidup dan am 6.00 – 18.00 padam).
2.11.2. Perlengkapan Penerangan
a. Luminaire/Lampu
Lampu untuk penerangan jalan diperlukan persyaratan : umur panjang / awet,
efficiensi tinggi, warna yang bagus / tidak silau, fluktuasi temperture yang aman
dan mempunyai kapasitas lumen per lampu yang tinggi.
Untuk keperluan diatas dapat dipakai lampu “high pressure Sodium” dengan alasan
sebagai berikut :
1. Effisiensi luminasi yang tinggi
2. Tidak silau / minimum glare
3. Biaya pemakaian dan pemeliharaan yang rendah.
Besar lumen adalah sebagai berikut :
1. High pressure SONT 150 W 15000 lumen
2. High pressure SONT 250 W 32000 lumen
3. High pressure SONT 400 W 55000 lumen.
b. Lampu Penerangan Area Luasan
Untuk penerangan area/luasan seperti parkir dan lain-lain, dipakai lampu Sodium
plus 1000 W high mast dengan tiang lampu tinggi 20 – 25 m.
c. Tiang Lampu
Tiang lampu adalah hot dip galvanis tiang baja berdasarkan Standard pada
”Perencanaan Jalan Kota”. Warna cat adalah warna netral alami sesuai dengan
“Peraturan cat Indonesia”.
Secara umum hubungan antara tinggi tiang dan jarak tiang Sesuai dengan panduan
dari Dirjen Bina Marga dapat digambarkan sebagai berikut :
2-59
PT.PURNA WAHANA LESTARI KONSULTAN
LAPORAN PENDAHULUAN
2-60
PT.PURNA WAHANA LESTARI KONSULTAN
LAPORAN PENDAHULUAN
Kabel grounding terdiri dari kawat tembaga telanjang dengan cross area yang
sama dengan kabel jaringan pada sistem, dengan minimum cross area = 6
mm2, (BCC).
Batang tembaga dipakai ukuran : 10 mm x 1,5 M dibenam sedalam minimum
1,20 M dibawah finished grade. Tahanan grounding maximum 5 ohm.
2-61