Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN RAYA

1. STANDAR PERENCANAAN
Dalam merencanakan jalan raya bentuk geometriknya harus ditentukan
sedemikian rupa sehingga jalan raya yang bersangkutan dapat memberikan
pelayanan optimal kepada kegiatan lalu lintas sesuai dengan fungsinya.
Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen PU telah menetapkan
peraturan Perencanaan Geometrik Jalan Raya No. 13 / 1970, sehingga
semua perencanaan jaln di Indonesia harus berdasarkan pada peraturan
tersebut.
Faktor faktor yang mempengaruhi perencanaan geometrik jalan raya :
1. Lalu lintas
Masalah masalah yang menyangkut lalu lintas meliputi :
-

Volume / jumlah lalu lintas

Sifat dan komposisi lalu lintas

Kecepatan rencana lalu lintas

2. Topografi
Topografi merupakan faktor penting dalam menentukan lokasi jalan raya
dan

pada

perencanaan

umumnya

mempengaruhi

geometrik,

seperti

alignement

jalan

landai,

sebagai
jarak

standart
pendangan,

penampang melintang dll.


Untuk melihat klasifikasi medan dan besarnya kelerengan melintang,
maka dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Golongan medan

Lereng melintang

- Datar ( D )

0 sampai 9,9 %

- Perbukitan ( B )

10 sampai 24,9 %

- Pegunungan ( G )

>25 %

2. ALINYEMEN HORISONTAL
Adalah garis proyeksi sumbu jalan yang tegak lurus bidang gambar,
dikenal juga dengan sebutan Trase Jalan .

Alinemen horisontal Terdiri dari :


Garis Lurus ( Tangent ), merupakan bagian jalan lurus
Garis lurus Horisontal yang disebut tikungan

Bentuk bentuk tikungan :


-

Full Circle

Spiral Circle Spiral

Spiral Spiral

Syarat syarat pemakaian :


Full Circle
Untuk menggunakan bentuk ini adalah tergantung dari kecepatan
rencana, jika sudah memenuhi yaitu dengan melihat tabel sebagai berikut :
Kecepatan
Rencana

120

100

80

60

40

30

2000

1500

1100

700

300

180

( Km / Jam )
Jari-jari
lengkung
Minimum ( m )

Gambar lengkung Circle


-

Tc = R tan

Ec = Tc tan

Lc = ( / 360 ) 2R = 0.017453 R

Walaupun bentuk ini tidak mempunyai lengkung peralihan ( Ls ) akan tetapi


diperlukan adanya lengkung peralihan fiktif ( Ls )
Ls = B ( em + E ) -------------

Dimana :

B = Lebar perkerasan ( m )
cm = Kemiringan melintang maksimum relatif ( super elevasi max
pada

tikungan tersebut )

E = Kemiringan perkerasan pada jalan lurus


Spiral Circle Spiral
Syarat pemakaian :

- Bila bentuk Circle tidak dapat dipakai


- c < 0
- Lc > 20 meter

c = - 2 s

Gambar lengkung Spiral Circle Spiral

Yang dihitung jika memenuhi Syarat diatas :


s = 90 Ls / R

p = Ls / 6R R ( 1-cos s )
k = Ls - Ls / 40R - R sin s
c = - 2s
Lc = 0.017453 c . R
Tt = ( R + p ) tan 0.5 s + k
Et = {( R + p ) sec 0.5 s } R
Ls min = 0.022 V

- 2.727

V. k

R.c
Dimana :

Ls

= Panjang lengkung spiral ( m )

= Kecepatan rencana ( Km / jam )

= Jari jari circle ( m )

= Perubahan kecepatan ( m/det )


Harga c dianjurkan = 0.4 m/det

= Super elevasi

Spiral spiral
Syarat pemakaian :

- Bila bentuk S P S tidak bisa dipakai


- s = 0.5

yang dihitung jika memenuhi syarat diatas adalah :


Ls

= ( s . R ) / 28.648

Tt

= {( R + p ) tan 0.5 s } + k

Et

= {( R + p ) sec 0.5 s } R

= p* . Ls

= k* . Ls

Gambar Lengkung Spiral-spiral

3. ALINYEMEN VERTIKAL
Alinyemen vertikal adalah bidang tegak yang melalui sumbu jalan atau
proyeksi tegak lurus bidang gambar. Profil ini menggambarkan tinggi
rendahnya jalan terhadap muka tanah asli, sehingga memberikan gambaran
terhadap kemampuan kendaraan dalam keadaan naik dan bermuatan penuh
( Truck digunakan sebagai kendaraan standart ).
Alinemen vertikal sangat erat hubungannya dengan besarnya biaya
pembangunan, biaya penggunaan kendaraan serta jumlah lalu lintas. Kalau
pada alinemen horisontal yang menggunakan bagian kritis adalah lengkung
horisontal ( Bagian tikungan ), maka pada alinemen vertikal yang merupakan
bagian kritis justru pada bagian yang lurus. Kemampuan pendakian dari
kendaraan Truck sangat dipengaruhi oleh panjang pendakian ( Panjang kritis
landai ) dan besarnya landai.
a. Landai Maksimum dan panjang Maksimum
Landai
Max %
Panjang
Kritis

10

12

480

330

250

200

170

150

135

120

(m)

Landai maksimum hanya digunakan bila pertimbangan biaya sangat


memaksa dan hanya untuk jarak yang pendek. Panjang kritis
dimaksudkan

landai

adalah panjang yang masih diterima tanpa mengakibatkan

gangguan arus lalu lintas ( Panjang ini menyebabkan pengurangan kecepatan


maksimum sebesar 25 Km / Jam ). Bila pertimbangan biaya memaksa, maka
panjang kritis dapat dilampaui dengan syarat ada jalur khusus untuk
kendaraan berat.

b. Lengkung Vertikal
Pada setiap penggantian landai harus dibuat lengkung vertikal yang
memenuhi keamanan, kenyamanan dan Drainase yang baik.
Rumus yang digunakan :
y

= Ev = ( A x L )
800

= g2 g1

Dimana :
Ev

= Penyimpangan dari titik potong kedua tangent ke lengkung vertikal


( Disini y =

Ev untuk x = L ),jika Ev diperoleh > 0 berarti

lengkung vertikal cembung dan sebaliknya.


A

= Perbedaan aljabar kedua tangen= g2 g1

=Panjang lengkung vertikal cembung, adapun panjang minimumnya


ditentukan

berdasarkan :

- Syarat pandangan henti dan Drainase


- Syarat pandangan menyiap
Lengkung vertikal terbagi atas :
1. Lengkung Vertikal Cekung, adakah lengkung dimana titik perpotongan
antara kedua tangen berada di bawah permukaan jalan.
2. Lengkung Vertikal Cembung,adalah lengkung dimana titik perpotongan
antara kedua tangen berada diatas permukaan jalan bersangkutan
Panjang vertikal cembung hanya ditentukan berdasarkan jarak pandangan
waktu malam dan syarat drainase. Persamaan umum dari lengkung vertikal
adalah :
Y = + ( g2 g1 ) x
200L

4. JARAK PANDANGAN
Kemungkinan untuk melihat ke depan adalah faktor penting dalam
sebuah operasi jalan raya agar tercapai keadaan yang aman dan efisien.
Jarak pendangan adalah : jarak dimana pengemudi dapat melihat bebas ke
depan. Jarak ini dibagi atas dua, yaitu :

a. Jarak Pandang Henti


---- adalah : Jarak minimum yang dibutuhkan kendaraan untuk berhenti
dari kecepatan desain, diukur pada saat obyek pertama
klinya terlihat pada jalur gerak kendaraan.

Rumus yang digunakan :


Dph = 0,278 Vt + [ V / 254 ( f + L ) ]
Dimana : - Dph = Jarak pandangan henti ( m 0
-V

= Kecepatan rencana ( Km / jam )

-t

= t1 + t2 > 25 detik

dimana : t1 = Waktu sadar ( Perception Time ) yakni waktu pertama


melihat

benda

yang

ada

pada

jalurnya

sampai

keputusan harus mengerem ( Harga diambil t1 = 1,5


detik ).
t2 = waktu eaksi mengerem ( Brake reaction time ),
diambil berdasarkan test t2 = 1 detik
f

= Koefisien gesek antara ban dan jalan

L = Landai jalan dalam persen dibagi 100

b. Jarak Pandang Menyiap


----- Adalah : Jarak yang dibutuhkan untuk menyusul atau menyiap
kendaraan lain, yang dipergunakan hanya untuk jalan dua
lajur.

Rumus yang digunakan : Dpm = D1 + D2 + D3 + D4


Dimana : Dpm = Jarak pandang menyiap
D1

= Jarak yang ditempuh selama pengamatan


= 0,278 t1 ( V m + 0,5 at1 )

D2 = Jarak antara kendaraan yang menyiap setelah gerakan


menyiap dengan kendaraan lawan
= 30 100 meter
D4 = Jarak yang ditempuh arah lawan = 2/3 D2
tl

= Waktu selama membuntuti kendaraan yang akan disusul


sampai akan menyiap

t2

= Waktu selama kendaraan yang menyiap berada pada jalur


kendaran arah berlawanan

= Kecepatan rata rata kendaraan penyusul

= Perbedaan kecepatan ( Km / Jam )

= Percepatan rata rata

5. PELEBARAN PADA TIKUNGAN


Pelebaran pada tikungan diperlukan oleh karena bagian belakang
kendaraan terutama yang bergandengan tidak mengikuti jalur gerak bagian
depannya.
Pelebaran perkerasan pada tikungan sangat bergantung pada :
R

= Jari jari tikungan


= Sudut tikungan

= Kecepatan rencana

Rumus rumus yang digunakan dalam menghitung pelebaran ini adalah :


B = n ( b + c ) + ( n 1 ) . Td + Z
Dimana : n
b

= jumlah jalur lalu lintas


= Lebar lintasan truck pada tikungan ( m )
= R ( R - p ) ^ + 2.4
10

= Kebebasab samping ( 0.4 0.8 m )

Td

= Lebar melintang akibat tonjolan depan ( m )


= { R - A ( 2P + A )}^ - R

= Lebar tambahan akibat kelainan dalam mengemudi ( m )


= 0.105 V/R

= 6.1 m

= 1.2 m

6. KEMIRINGAN MELINTANG JALAN


Pada daerah tikungan, kemiringan melintang dari permukaan jalan
mengalami perubahan, yaitu dari kemiringan penuh yang berubah berangsur
angsur. Perubahan profil melintang dapat dilakukan dalam tiga tempat,
yaitu :
a. Sumbu jalan sebagai sumbu putar
b. Tepi perkerasan sebelah dalam sebagai sumbu putar
c. Tepi perkerasan sebelah luar sebagai sumbu putar

11

BAB II
TEBAL PERKERASAN

Perkerasan jalan adalah lapis lapis material yang dipilih dan dikerjakan
menurut peraturan tertentu sesuai dengan macam dan fungsinya untuk
menyebarkan beban rodakendaran sedemikian rupa sehingga dapat ditahan
oleh tanah dasar sesuai daya dukungnya.
Umumnya bagiab bagian perkerasan jalan terdiri dari :
1. Tanah dasar ( Sub Grade )
2. Lapis Pondasi Bawah ( Sub Base Course )
3. Lapis Pondasi Atas ( Base Course )
4. Lapis Permukaan

A = Lapis Permukaan ( Saurface )

B1 = Lapisan Pondasi Atas ( Base )

B2 = Lapisan Pondasi bawah (SubBase)

= Tanah Dasar

Gambar Lapis Perkerasan

1. TANAH DASAR
Tanah dasar adalah permukaan tanah asli, permukaan tanah galian atau
permukaan tanah timbunan yang merupakan permukan dasar untuk
perlerakn bagian bagian perkerasan lainnya. Kekuatan dan keawetan

12

dari konstruksi perkerasan jalan ini tergantung dari sifat sifatnya dan
daya dukung dari tanah dasar.

2. LAPIS PONDASI BAWAH


Adalah bagian perkerasan

yang terletak antara lapisan pondasi dan

tanah dasr. Umumnya tanah setempat yang relatif lebih baik dari tanah
dasar dapat digunakan sebagai bahan dasar pondasi bawah. Campuran
campuran tanah setempat dengan dengan kapur atau kerikil.

3. LAPIS PONDASI
Adalah bagian perkerasan yang terletak antara lapis permukaan dan
lapis pondasi bawah. Bahan bahan untuk lapis pondasi umumnya
dibutuhkan keawetan dan kekuatan tertentu agar mampu mendukung
beban dari roda kendaraan. Bermacam macam bahan alam atau bahan
setempat dapat digunakan sebagai bhn lapis pondasi, antara lain: batu
pecah, kerikil, pasir ataupn campuran campuran daripadanya dengan
ataupun bahan stabilisasi ( aspal, kapur, PC ) yang masing masing akan
bervariasi pula dari segi derajat kekuatannya.

4. LAPIS PERMUKAAN
Adalah bagian perkersan yang paling atas. Bahan bahan untuk lapis
permukaan umumnya sama dengan bahan bahan untuk lapis pondasi,
hanya pada lapis permukaan membutuhkan persyaratan mutu yang lebih
tinggi serta panambahan aspal agar lapisan tersebut dapat bersifat
kedap air dan memberikan tegangan tarik yang berarti mempertinggi
daya dukung lapisan terhadap beban roda lalu lintas.

13

DEFINISI ISTILAH DALAM PENENTUAN TEBAL PERKERASAN

1. Jalur Rencana
--------Salah satu jalur lalu lintas dari suatu sistim jalan raya yang
menampung lalu lintas terbesar. Umumnya jalur ini adalah salah satu dari
jalan raya dua jalur atau jalur tepi luar dari jalan raya berjalur banyak.

2. Umur rencana
---------Jumlah waktu dalam tahun dihitung dari mulai dibukanya jalan
raya

tersebut

sampai

saat

diperlukan

perbaikan

yang

bersifat

struktural atau dianggap perlu untuk memberikan lapisan permukaan


yang baru agar jalan tersebut tetap berfungsi dengan baik sebagaimana
direncanakan.

3. Indeks Permukaan ( IP )
---------- Suatu angka yang dipergunakan untuk menyatakan kerataan
atau kehalusan serta kekokohan permukaan jalan raya yang berhubungan
dengan tingkat pelayanan bagi lalu lintas yang lewat.

4. Lalu lintas Harian Rata Rata ( LHR )


---------Jumlah rata rata dari lalu lintas berjenis jenis kendaran
bermotor dari yang beroda empat sampai pada jenis kendaraan berat
yang dicatat selama 24 jam sehari untuk kedua jurusan.

5. Angka Ekivalen ( E )
----------Angka yang menyatakan perbandingan tingkat kerusakan yang
ditimbulkan oleh suatu lintasan beban sumbu tunggal kendran tertentu
terhadap tingkat beban standart sumbu tunggal kendaraan sebesar 8,2
ton

6. Lintas Ekivalen Permukaan ( LEP )


-----------jumlah lintas ekivalen rat rata dari as tunggal sebarat 8,2
ton pada jalur rencana yang diduga terjadi pada permulaan umur
rencana.
14

7. Lintas Ekivalen Akhir ( LEA )


-----------jumlah lintas ekivalen harian rata rata dari as tunggal
seberat 8,2 ton pada jalur rencana yang diduga terjadi pada akhir umur
rencana.

8. Lintas Ekivalen Rata Rata ( LER )


------------Suatu besaran yang dipakai pada nomogram penetapan tebal
perkerasan untuk menyatakan jumlah lintas ekivalen as tunggal seberat
8,2 ton pada jalur rencana.

9. Faktor Regional ( FR )
-------------Faktor setempat sehubungan dengan iklim, curah hujan dan
kondisi lapangan secara umum yang akan terpengaruh terhadap daya
dukung tanah dasar.

10.

Daya Dukung tanah Dasar ( DDT )

-------------Suatu skala yang dipakai dalam nomogram penetapan tebal


perkerasan untuk menyatakan kekuatan tanah dasar. Skala tersebut
dikorelasikan dengan bermacam macam cara test yang umum untuk
menentukan kekuatn tanah dasar.

11.

Indeks Tebal Perkerasan ( ITP )

--------------Suatu angka yang berhubungan dengan penentuan tebal


perkerasan

12.

Besaran Rencana

-----------Angka angka yang perlu dicari, dihitung, ditetapkan atau


diperkirakan dengan menggunakan nomogram penetapn tebal perkerasan.

13.

As Tunggal

-------------Suatu as dengan dua roda atau empt roda

14.

As Tandem

15

-----------As yang berdekatan, yang berjarak paling dekat 100 cm,


paling jauh 240 cm dan dilengkapi sedemikian rupa sehingga keduanya
bekerja sama dan merupakan satu kesatuan.

15.

Pembatasan Beban As

-----------Berat beban as tunggal maksimum yang diizinkan untuk


kendaran kendaran yang mempergunakan jalan.

16.

Pembatasan Beban Total

------------Berat total kendaran dan muatan maksimum yang diizinkan.

16

BAB III
URAIAN TEKNIS PELAKSANAAN
Langkah awal untuk memulai pkerjaan jalan adalah melakukan
survey kembali. Hal ini untuk menentukan titik dasar atau menentukan
ketinggian dari pekerjaan selanjutnya. Kemudian dibuat BM ( Brench Mark )
dan CL ( Centre Line ). Apabila telah selesai atau telah diketahui hal hal
yang perlu, maka pekerjaan baru dapat dilanjutkan.

A. PEKERJAAN TANAH ( EARTH WORK )


Ada dua macam pekerjaan tanah, yaitu :
1. Galian Cut
2. Timbunan Fill

1. GALIAN CUT
Tanah galian yang akan digunakan untuk timbunan pertama harus
dibersihkan dari tumbuh tumbuhan dan lapisan humus. Dapat atau
tidaknya

material

ini

dipakai

untuk

timbunan

dilakukan

dengan

pengetesan di laboratorium. Teknis penggaliannya adalah sebagai


berikut : Setiap akn berhenti pakerjaan, diusahakan agar apabila turun
hujan , air tidak akan tergenang. Setelah sampai pada permukaan yang
dikehendaki ( Sub Grade ) dilakukan pengecekan elevasi dan dipadatkan,
kemudian

di

test

oleh

Soil

Material

Enginer

Sub

Grade

Preparation ) dan kemudin dapat di teruskan ke lapisan Sub Grade.

2. TIMBUNAN FILL EMBARKMENT


Materialnya dapat dipakai dari hasil galian ( Cut ) yang termasuk
dalam rencana (Common Excavation ), atau material / bahan galian yang
didatangkan dari luar daerah pekerjaan ( Borrow Excavation ). Dapat
tidaknya material ini dipakai untuk badab jalan / Embarkment harus di
17

test di laboratorium atau mendapat persetujuan dari Soil Material


Engineer. Sebelum dilakukan penimbunan harus dibuat profil ( Patok
patok, ketinggian, kemiringan 0 dari daerah yang akan dikerjakan.
Cara pelaksanaannya adalah sebagai berikut :
Setelah diketahui dengan pasti daerah yang akan dikerjakan
serta siap segala peralatannya, maka dapat dilakukan pekrjaan :

Cleraing And Grubbing


Yaitu pekerjaan pemotongan pohon pohon besar dan kecil.

Top Soil and Stripping


Yaitu pembuangan humus dan lapisan atas akar kayu, biasanya setebal 10
30 cm

Compaction Of Fondation Of Embarkment


Pemadatan tanah dasar sebelum dilakukan penimbunan. Lapisan ini
perlu di test
( Density test of proof rooling test ), kemudian dilakukan penimbunan.
Penimbunan dilkukan lapisan demi lapisan ( Layer by Layer ) setebal + 20
cm dan dipadatkan. Alat yang digunakan untuk memadtkan dapat
digunakan Motor Grader dan Buldozer. Untuk pemadatan digunakan Road
Roller, Tandem Roller, Mac Adam Roller, Tire Roller Sheep, Foot Roller
atu Fibrating Roller. Memilih atau menentukan pemakaian alat dengan
melihat medan atau lapangan kerja , jenis dan keadaan material. Setelah
ketinggian yang diperlukan cukup, maka pekerjaan selanjutnya dapat
diteruskan. Untuk penentuan ketinggian ini dilakukan oleh Surveyor
sedangkan pengetesan di laboratorium ( Soil Material Engineer ),
setelah itu diteruskan pekerjan selanjutnya.

B. SUB BASE
Sesudah lapisan Sub Grade betul betul telah memenuhi syarat
elevasi dan kepadatan, kita memulai pekerjaan Sub Base Course.
18

Pertamatama ditentukan patok patok untuk mencapai


ketebalan yang dikehendaki. Diperlukan minimal 5 titik menurut potongan
melintang dan dengan jarak maksimum 25 meter menurut potongan
memanjang. Setelah selesai pemasangan patok patok untuk menentukan
ketinggian / tebalnya, maka material Sub Base dapat didatangkan ke
lapangan. Pemasangan patok harus cukup kuat dan dilindungi oleh material
Sub Base tersebut. Sebagai toleransi ketinggian untuk mencapai ketinggian
yang diinginkan, maka setelah di padatkan di lebihkan + 15 % dari yang kita
perlukan.
1. pencampuran dan Penghamparan
a. Dengan cara peralatan tidak berjalan ( Stasioner ) : air dan agregat
harus dicampurkan dengan alat pencampuran yang sudah disetujui
oleh direksi. Selama pencampuran jumlah air harus diatur agar
diperoleh kadar air yang sesuai yang diperlukan untuk pemadatan.
Setelah selesi pencampuran, jumlah air harus diatur agar diperoleh
kadar air dalam batas yang disyaratkan dan harus di hampar dengan
alat yang disetujui.
b. Dengan cara peralatan berjalan ( mobil ) : setelah bahan untuk tiap
lapis dihampar dengan mesin penebar agregat atau mesin lain yang
telah disetujui oleh direksi, pencampuran dilakukan dengan mesin
pencampur berjalan sehingga campuran merata. Selam pencampuran
jumlah air harus sesuai dengan yang disyaratkan.
c. Dengan cara pencampuran di tempat : setelah bahan untuk setiap
lapis di hampar, sambil menakar kadar airnya, bahan dicampur dengan
Motor Grader atau mesin alih yang disetujui direksi.
Bahan lapis pondasi bawah harus dihamparkan dan dipadatkan lapis
demi lapis sdemikian rupa sehingga dapat dicapai kepadatan maksimum yang
disyaratkan. Tebal lapisan tidak boleh lebih dari 25 cm. Apabila diperlukan
pemadatan pemadatn lebih dari satu lapis, penghamparan lapis selanjutnya
19

dilakukan setelah lapis sebelumnya selesai dipadatkan. Penghamparan bahan


harus menggunakan alat yang memberikan hasil yang seragam. Penempatan
bahan yang akan dihampar harus dengan jumlah dan jarak yang tepat agar
pemadatan dapat dilakukan sesuai dengan gambar rencana. Apabila
dilakukan pembongkaran lapisan pada suatu tempat yang selesai dipadatkan,
maka pembongkaran tersebut harus dilakukan pada seluruh lebar dan tebal
lapisan agar tidak menimbulkan kepadatan yang tidak seragam.
2. Pemadatan :
Prinsip pemadatan harus dimulai dari pinggir yang terendah ke
tengah / tinggi. Setelah diratakan permukaannya dengan Road Roller ( Mac
Adam Roller atau Tandem Roller ). Sesudah cukup padat dilihat dengan
pandangan mata, sebelum meneruskan pekerjaan selanjutnya, elevasi oleh
surveyor dan kepadatannya di test ( density test oleh Soil Material
Engineer / Laboratorium ).
Apabila telah memenuhi syarat untuk kedua hal ini ( Elevasi dan
kepadatan ) secara tertulis, baru dapat dilaksanakan pekerjaan selanjutnya
yaitu Base Course.

C. BASE COURSE
Seperti pada pekerjan Sub Base Course, pekerjaan Base Course
pada prinsipnya sama saja, yaitu :
-Permukaan Sub Base Course harus telah rata dan padat.
-Dipasang patok patok untuk pedoman ketinggiannya ( Dalam arah
melintang
5 patok dan dalam arah memanjang dengan jarak maksimum setiap 25
meter).
-Toleransi ketinggian diambil +

1 cm, dilebihkan dari tinggi yang

diperlukan.

20

-Semua material tersedia di lapangan kerja dengan volume yang


diperlukan.

D. PRIMING
Apabila pekerjaan priming ini akan dilaksanakan, base course
nya harus memenuhi syarat yang dikehendaki, baik ketinggian maupun
kepadatannya. Perlu dijaga hal sebagai berikut : permukaan harus bersih
dari kotoran sert kering. Alat untuk membersihkan adalah kompresor, sapu
lidi dan karung goni, power blow. Pemakiannya dilihat dari kotoran yang
melekat pada Base Course tersebut. Setelah ini selesai baru dipersiapkan
alat alat untuk priming berupa distribusi aspal. Langkah selanjutnya
adalah penyemprotan ( Priming ) dengan aspal ( MC 70 ).

E. PELAPISAN DENGAN ASPAL CONCRETE ( ASPAL BETON )


Pelapisan terakhir berupa aspal beton ( Asphalt Concrete ) baru
dapat dilaksanakan apabila prime coat ( priming ) telah memenuhi syarat
berikut :
Sudah kering dan permukaan prime coat itu bersih dari kotoran tau
debu. Sesudah kita mengetahui berapa lebar jalan yang akan dikerjakan,
kemudian kita membentuk form ( bentuk / mal ). Alat alat harus lengkap,
seperti : finisher, mac adam Roller, Tandem Roller, Mobil Tangki Air, AMP
( Asphalt Concrete Plant ), dump Truck harus dalam kondisi baik. Sebelum
penghamparan finisher diatur sedemikian rupa sehingga didapat tabel
Asphalt Concrete yang diperlukan. Asphalt Concrete ( A/C ) dapat
dihampar setelah sampai di lapangan dalam keadan utuh / tidak basah dan
panasnya memenuhi syarat.
Pelaksanaan Pekerjaan Lapisan Aspal Beton
Campuran hanya boleh dihampar apabila permukan jalan benar benar
kering, cuaca tidak berkabut atau hujan serta apabila permukaan jalan
21

dalam kondisi yang memenuhi syarat. Pekerjaan tidak boleh diteruskan


apabila peralatan pengangkutan, mesin penghmpr atau mesin gilas tidak
menjamin unit pencampuran dapat bekerja dengan kecepatan minimum 60
% dari kapasitasnya.
Pemadatan
Sewaktu penghamparan mungkin saja terjadi pada tempat tempat
tertentu kurang rat, maka perlu ditambah penghamparan, cukup dengan
tenaga mnusia. Setelah tidak ada lagi bagian yang kurang sempurna maka
pemadatan dapat dilaksanakan.
Pemadatan Pertama : Apabila A / C itu temperaturnya 95 C 120 C dan
latnya adalah Mac Adam Roller.
Pemadatan Kedua : Disebut Intermediate Rolling, apabila A/C itu
temperaturnya 70 C 90 C, alatnya Tire Roller.
Pemadatan

Ketiga

Disebut

Finishing

Rolling,

apabila

A/C

itu

temperaturnya 50 C 70 C dan alatnya adalah Tandem Roller. Sewaktu


pemadatan roda Roller harus disiram air secukupnya.
Cara Pemadatan
1. Apabila pertama dari lebar jalan belum ada A/C, pemadatannya
dilakukan secara berturut turut sebagai berikut :
-Pada sambungan melintang / transverse joints.
-Dari pinggir tepi sebelah luar / out side edge.
-Dari bagian terendah ke bgian tinggi pemadatan yang pertama.
-Pemadatan yang kedua sama urutannya dengan pemadatan yang
pertama.
-Pemadatan ketiga atau terakhir, urutannya sama dengan pemadatan
yang pertama dan kedua.
2. Apabila dibagian lain ( jalan ) sudah ada A/C, pemadatan dilaksanakan
sebagai berikut :
-pada sambungan melintang / transverse jalan.
22

-Pada sambungan memanjang / longitudinal joints.


-Dari pinggir tepi sebelah luar / out side edge.
-Dari bagian terendah ke bagian tertinggi pada pemadatn pertama.
-Pemadatan yang kedua sama urutnnya dengan yang pertama.
-

Pemadatan terakhir sama urutannya dengan pemadatan yang pertama


dan kedua.

PERALATAN PERALATAN UTAMA YANG DIGUNAKAN

1. Peralatan Pencampur
Unit pencampur aspal
Alat yang digunakan untuk mengolah campuran dengan pemanasan
terpisah yang terdiri dari :
-Tipe Batch Plant
-Tipe Continous Plant
Dari kedua tipe ini, perbedaannya terletak pada cara pemasukannya
bahan ke dalam alat pencampur. Untuk tipe pertama berdasarkan
timbangan berat material campuran atau dengan kata lain berat tiap ukuran
fraksi agregat di dalam suatu Batch. Juga aspal ditimbang sesuai
kebutuhan pada tiap kali pengadukan campuran dalam suatu mixer.
Sedangkan untuk tipe kedua berdasarkan pada penyetelan rongga.
Apabila penyetelan ronggadari setiap material

telah ditetapkan, maka

pengolahan material akan berjalan secara otomatis, dengan prinsip secara


terus menerus dari Hotbin ke Mixer. Demikian pula diukur kecepatan
putaran pompa aspal sesuai yang dibutuhkan. Alat pencampur aspal yang
sering digunakan adalah AMP ( Asphalt Mixing Plant ) dimana dengan
menggunakan alat ini pencampuran antara aspal dengan agregat dilakukan
dalam keadaan panas sesuai dengan ketentuan Mix Design.

23

II. Peralatan Lapangan


a. Mesin Penghampar ( Asphalt Finisher )
Alat ini berfungsi untuk menghamparkan campuran ke permukaan.
Finisher ini prinsipnya mempunyai dua bagian utama, Yaitu :
-Hopper, yaitu bagian yang menerima panas dari alat angkut.
Hopper ini meneruskan penghamparan yang dibantu oleh mesin
penggerak.
-Screed, berfungsi meratakan serta sedikit pemadatan dan untuk
menentukan tebal lapisan perkerasn yang kita perlukan.
b. Alat pemadat Tandem Roller 4 6 ton
Alat ini digunakan untuk pekerjaan penggilasan pertama dan penggilasan
terakhir.
c. Alat Pemadat Tired Roller
Alat ini digunakan untuk penggilasan kedua
d. Dump Truck
Adalah sebuah truck dimana bak meterialnya dapat menuang sendiri
dengan dikendalikan supir dari dalam truck. Funsi alat ini untuk
mengangkut campuran dari AMP ke lokasi penghamparan.
e. Asphalt Sprayer
Alat ini berfungsi untuk menyemprotkan Tack Coal.
f. Compresor
Fungsinya untuk membersihkan permukan yang akan dilapisi dari kotoran
dan debu atau bahan pengotor lainnya.
g. Peralatan peralatan kecil lainnya, seperti : sekop, gerobak dorong,
stick pengukur

ketebalan, thermometer dan lainnya.

h. Tangki air, berfunsi untuk membasahi roda alat pemadat agar campuran
tidak menempel pada roda.

24

Beberapa komponen Pencampur Aspal ( AMP ) yang penting

a. Colt Bin Agregat Hopper


Komponen ini dapat terdiri dari beberapa corong ( Hopper ) dan
merupakan tempat penimbunan agregat menurut fraksi fraksi. Cold Bin
memiliki fungsi yang sangat penting terutama pada bagian bukaan
pintunya ( Feeder ). Bila terjadi kesalahan bukaan akan terjadi
kekacauan pada gradasi agregat, misalnya dari bin yang satu terjadi
kelebihan agegat pada bin yang lainnya. Sebelum pelaksanaan di mulai,
maka feeder harus di kalibrasi sedemikian rupa sehingga untuk
mendapatkan proporsi agregat yang sesuai dengan komposisi campuran
yang direncankan.

b. Dryer ( pengering )
Alat penegring ini berbentuk silinder, merupakan tabung berputar
dilengkapi dengan burrer sebagai penyembur api guna mengeringkan
serta memanaskan agregat. Agar pengaliran agregat dapat berjalan
lancar setelah mencapai temperatur yang disyaratkan, maka kedudukan
silinder dimiringkan dengan sudut tertentu mengarah ke buffer.

c. Screen ( saringan )
Komponen sanringan terletak pada bagian yang peling atas, terdiri dari
beberapa saringan dengan ukuran yang berbeda beda. Bentuk saringan
tergantung dari kapasitas pengolahan, untuk AMP dengan produksi kecil,
bentuk saringan berupa silinder berputar disusun berderetan dari
saringan yang berukurn halus sampai dengan ukuran kasar. Untuk
produksi yang besar, saringan disusun secara bertingkat dimulai dari
saringan yang berukuran kasar sampai ukuran yang paling halus. Gerakan
saringan

dilakukan

dengan

sistim

getaran

Vibrating

),

agar

memudahkan pemisahan agregat menurut diameter lubang saringan


dengan fungsi sebagai berikut :

25

Saringan paling atas memisahkan dan membuang agregat yang paling


besar atau bahn lainnya yang dibutuhkan melalui corong pembuang.

Saringan yang dibawahnya menyaring untuk dipisahkan menurut yang


dikehendaki, dan selanjutnya akan tertuang ke Hot Bin. Demikian
seterusnya sampai diperoleh gradasi campuran yang dikehendaki.

Sebagai alat pengontrol terakhir gradasi campuran.

d. Hot Bin Agregat


Hot Bin agregat merupakan kamar yang terpisah, berisi gregat dengan
fraksi tertentu, sesuai dengan diameter saringan yang di diatasnya. Tiap
kamar Hot Bin dilengkapi dengan alat pembuang yang bekerja baik bila
telah penuh.

e. Filter Hot Bin


Pada AMP yang berkapasitas besar biasanya filter binnya terbuat dari
silo, sedang AMP yang berkapasitas kecil materialnya langsung ditumpah
pada elevator filter.

f. Aspal Tank
Bagian ini digunakan untuk menyimpan aspal yang dilengkapi dengan
pemanas dengan menggunakan pipa pipa minyak yang panas, atau
dengan pipa api ( burner ). Aspal yang telah dipanaskan dengan
temperatur

tertentu

disemprotkan

dengan

menggunakan

pompa.

Pemanas aspal yang dikontrol dengan termometer tertentu tergantung


pada tingkat penetrasinya seperti yang tercantum pada tabel dibawah
ini.

26

Temperatur yang diizinkan dari aspal tank


Temperatur

Pen aspal

40 50
60 70
80 100
130 150

315 345
300 330
290 320
280 310

160 - 175
150 - 165
140 - 160
135 - 155

Untuk mengetahui jumlah aspl yang diperlukan, disediakan alat alat


yang bekerja dengan sistim timbangan atau meteran. Setiap alat
tersebut harus diperiksa agar kecepatan pengaliran atau jumlah aspal
tetap dalam batas batas spesifikasi.

g. Mixer
Mixer atu Pugmil merupakan tempat pengadukan dari material material
campuran. Pintu yang ada dibawah mixer harus terkunci dengan rapat
selama proses pencampuran berlangsung. Pintu ini baru dibuka setelah
dicapai homogenitas didalam mixer. Untuk aspal minyak biasanya diambil
30 detik.

Prosedur pengolahan Campuran di AMP


Pelaksanaan pengolahan campuran di AMP merupakan suatu hal yang ikut
menentukan mutu campuran, terutama yang menyangkut komposisi dan
homogenitas campuran. Sebelum proses pencampuran, terlebih dahulu
dilakukan persiapan persiapan material yang akan digunakan, juga
pemeriksaan komponen komponen AMP, apakah sudah siap berproduksi
sebagaimana

mestinya.

Setelah

semuanya

memenuhi

maka

proses

pengolahan campuran segera dimulai. Adapun proses proses pengolahan


dengan menggunakan AMP tipe Batch Plant adalah sebagai berikut :
a. Fraksi Agregat halus ( Pasir )haruslah sekering mungkin, sebelum
dimasukkan kedalam Cold Bin. Agregat yang ada pada Cold Bin sudah
27

sedemikian rupa sehingga dapat megalir baik melalui pintu, setelah


diadakn kalibrasi. Pengaturan bukaan pintu ini sangat penting agar
agregat yang sudah ada pada Belt Conveyor memenuhi persyaratan.
b. Agregat ( Pasir ) yang diangkut oleh Belt Conveyor diterima oleh Cold
Elevator menuju ke atas untuk dituang pada Dryer. Burner yang ada
pada dryer dengan semburan api mengeringkan dan memanaskan agregat
dengan temperatur

150 C-175 C. Hal ini perlu diperhatikan untuk

memperoleh pengeringan dan pemanasan agregat yang merata, agar


dapat diselimuti oleh aspal secara merata. Kecepatan dan jumlah
pengaliran harus tetap jangan sampai melampaui kemampuan dryer.
Dalam proses pengeringan ini agregat yang dipanaskan tetap terpisah
dari debu dan gas. Agregat panas diteruskan ke hot Elevator, sedangkan
debu dan gas dihisap oleh Exhousepan, dimana debu dikumpulkan untuk
diserap pada Dust Collector dan gasnya dikeluarkan melalui cerobong
gas.
c. Agregat panas tadi kembali bercampur dengan debu pada Hot Elevator
untuk diangkut ke atas menuju Screen. Kapasitas saringan harus lebih
besar dari pada kemampuan pemanas Dryer, agar tidak terjadi
bertumpuknya agregat di atas saringan. Saringan ini di gerakkan dengan
sistem getara, disusun secara bertingkat dengan diamater lobang yang
berbeda beda. Penyaringan yang paling atas memisahkan dan membung
agregat yang terlalu besar atau bahan lainnya yang tidak di kehendaki
melalui corong pembuang. Disini masih dapat dikontrol gradasi pasir yang
digunakan apakah masih memenuhi spesifikasi yang disyaratkan /
ditetapkan.
d. Agregat yang telah melalui penyaringan masuk ke dalam Hot Bin. Ukuran
Hot Bin haruslah sedemikian rupa, sehingga dapa memenuhi berat
agregat yang dibutuhkan untuk satu kali pengolahan campuran. Bilamana
jumlahnya berlebihan maka secar otomatis agregat tersebut terbuang.
28

e. Filter Bin yang akan ditambahkan harus memperhitungkan kadar filter


yang ada pada hot bin.
f. Bila berat material campuran sudah memenuhi komposisi campuran maka
pintu Hot Bin, Filter Bin dan aspal Weight Hopper akan menutup secara
otomatis dan material - material campuran akan dituang ke dalam Mixer.
Material diaduk sedemikian rupa sehingga agregat terselimuti aspal
secara merata. Hal yang perlu diperhatikan adalah temperatur
campuran pda saat keluar dari mixer untuk dituang ke dalam Dump
Truck harus mencapai

140

C sampai 160 C. Usahakan agar jarak

jatuhnya campuran sedekat mungkin dan tidak membentuk kerucut yang


tinggi, ini dapat dilakukan

dengan menggerakkan kendaran secar

mengagetkan untuk mencegah Segregasi. Untuk mencegah penurunan


temperatur yang terlalu besar pada saat campuran diangkut ke lapangan
maka Dump Truck harus dilengkapi dengan penutup terpal.

PENINGKATAN MUTU JALAN LAMA

Pada peningkatan jalan, bentuk konstruksinya kita temui bervariasi


pada pekerjaan Sub Base dan Base, terutama pada lebar dan tebalnya. Ini
karena

muka

jalan

lama ( Existing Road ) kurang memenuhi syarat,

maka kita akan mempunyai pekerjaan :


1. Rekonstruksi,

ialah

melaksanakan

konstruksi

yang

dikehendaki

adakalanya dimulai dari Embarkment atau hanya dari pekerjaan Sub


Grade Proporation saja.
2. Re-Surface, ialah pekerjaan penambahan Sub Base saja baik lebar
atau tebalnya.
3. Overlay, ialah penambahan lapisan aspal, langsung diatas aspal / jalan
lama. Karena tempat tertentu kita menemui kekurangan lebar dari yang
kita perlukan ataupun juga pada bagian yang lemah dari itu perlu
29

perbaikan, juga umumnya cukup dengan menambahkan Base Course


material.
Umumnya jalan luar yang akan penting kita beri kulit aspal, atau bidang
dikerjakan dengan adukan minyak aspal. Cara yang pertama disebut
pengerjaan bidang muka, jalan digaruk dengn brsih dengn gundar gundar
baja. Bagian bagian yang terlepas disapu dengan sapu lidi, abu halus
dikipas dengan karung hingga permukaannya bersih.
Waktu menyapu pekerja pekerja harus memperhatikan arah angin.
Bagian yang tidak berdebu sekarang mempunyai permukaan dengan ujung
ujung tajam dimana aspal dpt melekat dengan baik.
Dari tengah tengah puncaknya aspal dituangkan dengan lapisan
lapisan tipis dan dengan sapu dan sikat karet bertangkai panjang dihapus
setipis mungkin. Sesudah itu dengan seger seregu pekerja menyebarkan
secara merata pasir tajm atau batu abu kira - kira setebal 0.5 cm.
Lapisan ini digiling sebentar, sesudah itu jalan dapat digunakan oleh lalu
lintas, selama satu bulan pasir yang dipindahkn lalu lintas ketepi tepi
selalu disapu kembali sama rata pada seluruh bidang muka.
Dengan pekerjaan bidang muka ini tidak saja terdapt penghindaran dari
pembentukan debu dan lumpur, akan tetapi biaya pemeliharaan juga
berkurang.
Jika kita berbicara tentang aspal, yang kita maksudkan adlah aspal
minyak tanah, karena ini yang paling banyak dipakai. Tentang kwalitetnya
tidak banyak perbedaan dengan aspal alam ( misalnya asbuton ), hanya
persiapannya agak berlainan. Dalam asbuton misalnya, sudah ada tepung
batu kapur, sehingga pada waktu memasak harus diaduk terus. Aspal ini
cepat sekali membeku, sehingga harus cepat dituangkan.
Penambalan jalan dilakukan dengan memacul lubang lubang yang terjadi
dan mengisinya dengan batu batu pecah, kemudiandituangi dengan aspal

30

cair. Diatasnya disebarkan abu batu dan seluruhnya ditumbuk, bila terjadi
pengausan dari kulitnya, dengan lekas harus dibuat kulit aspal yang baru.

31

Anda mungkin juga menyukai