Anda di halaman 1dari 13

BAB II

DASAR TEORI

2.1. Definisi Jalan


Definisi jalan berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13
Tahun 1980 menjelaskan bahwa jalan adalah suatu prasarana perhubungan darat
dalam bentuk apapun meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan pelengkap
dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas. Bangunan pelengkap
dan perlengkapan jalan yaitu bangunan atau aksesoris jalan, misalnya lampu jalan,
rambu-rambu lalu-lintas, dan lain-lain.
Jalan tambang adalah klasifikasi jalan secara khusus, yaitu jalan yang
pembinaannya dilakukan oleh perusahan tambang. Maksudnya jalan tersebut
dibuat dan digunakan hanya untuk kepentingan-kepentingan pertambangan.

2.2. Geometri Jalan Angkut


Geometri merupakan membangun badan jalan di atas permukaan tanah
baik secara vertikal maupun horizontal dengan asumsi bahwa badan/bentuk
permukaan bumi adalah tidak rata. Dengan demikian geometri jalan merupakan
perencanaan jalan ditinjau dari segi fisik jalan sehingga dapat memenuhi fungsi
jalan secara optimal.
Geometri jalan terbagi atas 2 (dua) unsur utama, yaitu (AASHTO Manual
Rular High Way Design, 1973) :
1. Alinyemen horizontal
Alinyemen horizontal atau biasa disebut traise jalan yaitu garis proyeksi
sumbu jalan tegak lurus pada bidang peta atau biasa disebut tikungan
jalan. Ditinjau secara keseluruhan, penetapan alinyemen horizontal harus dapat
menjamin keselamatan maupun kenyamanan bagi pemakai jalan.
Untuk mencapai tujuan ini antara lain perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Sedapatnya mungkin menghindari broken back, artinya tikungan searah
yang hanya dipisahkan oleh tangen yang pendek.

4
5

b. Pada bagian yang relatif lurus dan panjang, jangan sampai terdapat
tikungan yang tajam yang akan mengejutkan pengemudi.
c. Kalau tidak sangat terpaksa jangan sampai menggunakan radius minimum,
sebab jalan tersebut akan sulit mengikuti perkembangan-perkembangan
mendatang.
d. Pada tikungan berbentuk S maka panjang bagian tangen di antara kedua
tikungan harus cukup untuk memberikan rounding pada ujung-ujung tepi
perkerasan.

2. Alinyemen vertikal
Alinyemen vertikal adalah garis potong yang dibentuk oleh bidang vertikal
melalui sumbu jalan dengan bidang permukaan pengerasan jalan yang biasa
disebut puncak tanjakan dan lembah turunan.
Ditinjau secara keseluruhan alinyemen vertikal harus dapat memberikan
kenyamanan kepada pemakai jalan di samping bentuknya jangan sampai kaku.
Untuk mencapai tujuan tersebut harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Sedapat mungkin menghindari broken back, grad line artinya jangan
sampai kita mendesaign lengkung vertikal searah (cembung maupun
cekung) yang hanya dipisahkan oleh tangen yang pendek.
b. Menghindari hidden dip, artinya kalau kita mempunyai alinyemen vertikal
yang relatif datar dan lurus, jangan sampai di dalamnnya terdapat
lengkung-lengkung cekung yang pendek yang dari jauh kelihatannya tidak
ada atau tersembunyi.
c. Landai penurunan yang tajam dan panjang harus diikuti oleh pendakian
agar secara otomatis kecepatan yang besar dari kendaraan dapat dikurangi.

2.3. Faktor-faktor yang Perlu di Perhatikan Dalam Geometri Jalan


Dalam geometri jalan, ada beberapa hal-hal yang harus diperhatikan dalam
mengoptimalkan fungsi jalan serta menjaga keselamatan pengguna jalan, yaitu :
6

2.3.1. Lebar Jalan Pada lajur Lurus


Perhitungan lebar jalan angkut yang lurus dan belok (tikungan) berbeda
karena pada posisi membelok kendaraan akan membutuhkan ruang gerak yang
lebih lebar akibat jejak ban depan dan belakang yang ditinggalkan di atas jalan
melebar. Lebar jalan minimum pada jalan lurus dengan lajur ganda atau
lebih, menurut AASHTO Manual Rural High Way Design 1973, harus di
tambah dengan setengah lebar alat  angkut pada bagian tepi kiri dan kanan.
Dari ketentuan tersebut dapat digunakan cara sederhana untuk menentukan
lebar jalan angkut minimum, yaitu menggunakan rule of thumb atau angka
perkiraan seperti terlihat pada tabel 2.1, dengan pengertian bahwa lebar
alat angkut sama dengan lebar lajur jalan angkut.

Sumber : AASHTO, Manual Rural High Way Design, 1973

Gambar 2.1. Lebar Jalan Angkut Dua Lajur Pada Jalan Lurus

Perhitungan lebar minimum jalan angkut berdasarkan lebar kendaraan


dengan rumus sebagai berikut :
Lmin = n.Wt + (n+1)(½ Wt).......................................................(2.1)
Dimana : Lmin = lebar jalan angkut minimum (m)
n = jumlah lajur
Wt = lebar alat angkut (m)
Bila lebar kendaraan (Wt) satuan panjang, maka lebar minimum jalan
(Lmin) seperti terlihat pada tabel 2.1.
7

Tabel 2.1. Lebar Jalan Angkut Minimum


Jumlah Lajur Perhitungan Lebar Jalan
Truck Angkut (m)
1. 1(3,200) + ((1+1) x (1/2 x 3,200)) 6,4
2. 2(3,200) + ((2+1) x (1/2 x 3,200)) 11,2
3. 3(3,200) + ((3+1) x (1/2 x 3,200)) 16
4. 4(3,200) + ((4+1) x (1/2 x 3,200)) 20,8
5. 5(3,200) + ((5+1) x (1/2 x 3,200)) 25,6
Sumber : Ir. Yanto Indonesianto, M.Sc. 2013

2.3.2. Lebar Jalan Pada Lajur Tikungan


Penentuan lebar jalan pada tikungan (belokan) di dasarkan pada lebar jejak
ban, lebar juntai (overhang) bagian depan dan belakang saat kendaraan belok,
jarak antar kendaraan saat bersimpangan dan jarak dari kedua jalan. Dapat dilihat
pada gambar 2.2.

Sumber : Ir. Yanto Indonesianto, M.Sc. 2013


Gambar 2.2. Lebar Jalan Angkut Pada Tikungan

Untuk menghitung lebar jalan angkut pada belokan dapat menggunakan


rumus sebagai berikut (Ir. Yanto indonesianto, M.Sc : 2013) :
Wmin = 2 (U+Fa+Fb+Z) + C..................................................(2.2)

U + F A+ FB
Z = ......................................................................
2
(2.3)
8

Dimana : U = lebar jejak roda (center to center tires) (meter)


Fa = lebar juntai (overhang) depan (meter)
Fb = lebar juntai belakang (meter)
Z = lebar bagian tepi jalan (meter)
C = jarak antara kendaraan (total lateral clearance) (meter)
W = lebar jalan angkut pada belokan (meter)

2.3.3. Jari-jari Tikungan dan Superelevasi


Besarnya jari-jari belokan minimum pada jalan dapat dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
2
v
R = ................................................................................
127.(e+ f )
(2.4)
Dimana : e = superelevasi (mm/m)
f = friction factor
V = kecepatan rencana kendaraan (km/jam)
R = jari-jari belokan (m)
Kecepatan rencana yang biasa digunakan di daerah tikungan adalah 35
km/jam sedangkan superelevasi maksimum untuk kecepatan lebih besar dari 30
km/jam adalah 10% (Sukirman, S.1994). sedangkan nilai f ditentukan berdasarkan
kecepatan rencana, yaitu :
1. Untuk kecepatan rencana < 80 km/jam, maka :
f = (-0,00065 V) + 0,192...................................................(2.5)
2. Untuk kecepatan rencana antara 80 – 112 km/jam, maka :
f = (-0,00125 V) + 0,24.....................................................(2.6)
Untuk menentukan superelevasi, yaitu dengan menggunakan rumus
(Sukirman, S.1994), sebagai berikut :
v2
(emaks + fmaks) = ..............................................................(2.7)
127. Rmin
Dimana : emaks = superelevasi maksimum pada tikungan jalan (mm/m)
fmaks = koefisien gesekan samping maksimum
9

v = kecepatan rencana (km/jam)


Rmin = radius lengkung minimum tikungan (m)
2.3.4. Cross Slope
Crosslope adalah sudut yang dibentuk oleh dua sisi permukaan jalan
terhadap bidang horizontal. Pada umumnya jalan angkut mempunyai bentuk
penampang melintang cembung. Dibuat demikian dengan tujuan untuk
memperlancar penyaliran. Apabila turun hujan atau sebab lain, maka air yang ada
pada permukaan jalan akan segera mengalir ke tepi jalan angkut, tidak berhenti
dan mengumpul pada permukaan jalan. Hal ini penting karena air yang
menggenang pada permukaan jalan angkut akan membahayakan kendaraan yang
lewat dan mempercepat kerusakan jalan. Menurut Silvia, Sukirman cross slope
ideal pada jalan lajur lurus sebesar 1/50 s.d. 1/25 (20 s.d. 40 mm/m).

Sumber : Partanto Prodjosumarto, 1993


Gambar 2.3. Rumus Kemiringan Melintang

2.4. Kemiringan Jalan


Kemiringan jalan angkut dapat berupa jalan menanjak maupun menurun
yang disebabkan perbedaan ketinggian pada jalur jalan.
Kemampuan dalam mengatasi tanjakan untuk setiap alat angkut berbeda
tergantung pada jenis alat itu sendiri. Kemiringan jalan dinyatakan dalam persen.
Kemiringan 1% merupakan kemiringan permukaan yang menanjak atau menurun
secara vertikal dalam jarak horizontal 100 meter. Untuk mengetahui kemiringan
jalan dapat menggunakan persamaan sebagai berikut (Partanto Prodjosumarto,
1993) :
10

Δh
Grade= ×100 %...................................................................(2.8)
Δx
Dimana : ∆h = beda tinggi antara dua titik yang diukur (meter)
∆x = Jarak datar antara dua titik yang diukur (meter)
2.5. Cycle Time
Waktu edar merupakan waktu yang dilakukan oleh alat mekanis tambang
dalam 1 (satu) siklus pada saat beroperasi, semakin kecil waktu edar maka
produktifitas alat tersebut semakin baik, begitu juga dengan sebaliknya. Waktu
edar alat gali muat sendiri dimulai digging, swing isi, loading, swing kosong,
sedangkan waktu edar dump truck dimulai dari, yaitu loding time (waktu isi),
dumping time (waktu membongkar muatan), hauling time (waktu angkut), return
time (waktu kembali dalam kondisi kosong), spoting time (waktu manuver di
daerah penggalian ditambah dengan manuver di daerah penimbunan), dan delay
time (waktu tunggu dump truck sebelum diisi oleh alat muat).

2.6. Tanggul Keselamatan Jalan Angkut Tambang


Tanggul keselamatan (safety berm) merupakan tanggul pengaman yang
dibuat di tepi jalan angkut tambang memiliki perbedaan ketinggian dengan daerah
di sekitarnya yang berfungsi sebagai penahan apabila terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan. Ketinggian minimal tanggul keselamatan di jalan tambang, yaitu
sebesar ½ dari ketinggian ban alat angkut terbesar yang dipakai di lokasi
penambangan. Pada standar dari perusahaan sebesar ¾ tinggi ban alat terbesar.
Berikut adalah ketentuan tinggi permukaan kerja dan lebar teras kerja
berdasarkan KEPMEN 555.K/MPE/1995:
a) Kemiringan, tinggi dan lebar tetap harus dibuat dengan baik dan aman
untuk keselamatan para pekerja agar terhindar dari material atau benda
jatuh.
b) Tinggi jenjang (bench) untuk pekerjaan yang dilakukan pada lapisan yang
mengandung pasir, tanah liat, kerikil, dan material lepas lainnya harus:
(1) Tidak boleh dari 2,5 meter apabila dilakukan secara manual.
(2) Tidak boleh lebih dari 6 meter apabila dilakukan secara mekanik.
11

(3) Tidak boleh lebih dari 20 meter apabila dilakukan dengan


menggunakan clamshell, dragline, bucket wheel excavator atau
alat sejenis, kecuali mendapat persetujuan Kepala Pelaksana
Inspeksi Tambang.
c) Tinggi jenjang untuk pekerjaan yang dilakukan pada material kompak
tidak boleh dari 6 meter, apabila dilakukan secara manual.
d) Dalam hal penggalian dilakukan sepenuhnya dengan alat mekanis yang
dilengkapi dengan kabin pengaman yang kuat, maka tinggi jenjang
maksimum untuk semua jenis material kompak 15 meter, kecuali
mendapat persetujuan Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang.
e) Studi kemantapan lereng harus dibuat apabila:
(1) Tinggi jenjang keseluruhan pada sistem penambangan berjenjang
lebih dari 15 meter.
(2) Tinggi setiap jenjang lebih dari 15 meter.
f) Lebar lantai teras sekurang-kurangnya 1,5 kali tinggi jenjang atau
disesuaikan dengan alat-alat yang digunakan sehingga dapat bekerja
dengan aman dan harus dilengkapi dengan tanggul pengaman (safety
berm) pada tebing yang terbuka dan diperiksa pada setiap gilir kerja dari
kemungkinan adanya rekahan atau tanda-tanda tekanan atau tanda-tanda
kelemahan lainnya.

2.7. Rolling Resistance (RR)


Rolling Resistance merupakan tahanan gelinding/gulir yang terdapat pada
roda yang sedang bergerak akibat adanya gaya gesek antara roda dengan
permukaan tanah yang arahnya selalu berlawanan. Besar tahanan gulir tergantung
pada kondisi permukaan tanah yang dilewati (kekerasan dan kehalusan), tipe roda,
dan berat dari kendaraan tersebut. Secara teoritis nilai dari tahanan gelinding
dapat ditentukan dengan persamaan berikut (Partanto Prodjosumarto, 1993) :

RP = W.RR........................................................................(2.9)
Dimana : RR = rimpull untuk rolling resistance (lb/ton)
12

W = berat kendaraan (lb)


r = koefisien tahanan gelinding (lb)
Untuk menentukan nilai tahanan gulir sangat sulit untuk dilakukan karena
sebenarnya jenis dan ukuran ban serta kecepatan kendaraan ikut mempengaruhi
harga rolling resistance. Harga rolling resistance ditentukan dalam persen berat
seperti pada tabel 2.2.
Tabel 2.2. Harga Rolling Resistance (RR)

RR untuk Ban
Kondisi Jalan Angkut
Karet (lb/ton)

Jalan keras dan licin 40


Jalan yang di aspal 45 - 60
Jalan keras dengan permukaan terpelihara
45 - 70
baik
Jalan yang sedang diperbaiki dan terpelihara 85 - 100
Jalan yang kurang terpelihara 85 - 100
Jalan yang berlumpur dan tidak terpelihara 165 - 210
Jalan berpasir dan kerikil 240 - 275
Jalan berlumpur dan sangat lunak 290 - 370
Sumber : Partanto Prodjosumarto, 1993

2.8. Grade Resistance (GR)


Grade resistance adalah besarnya gaya berat yang melawan atau
membantu gerak kendaraan, karena kemiringan jalur jalan yang dilewati oleh
kendaraan tersebut. Pengaruh kemiringan terhadap harga GR adalah naik untuk
kemiringan negatif akan berat kendaraan tersebut (ton). Besarnya GR dinyatakan
rata-rata 20 lb dari rimpull untuk setiap gross berat kendaraan beserta isinya pada
setiap kemiringan 1% yang artinya jarak 100 meter dengan tinggi kemiringan 1
meter. Harga GR untuk tiap kemiringan jalan dapat dilihat pada tabel 2.3.
Tabel 2.3. Kemiringan dan Tahanan Kemiringan
GR GR
Kemiringan (%) Kemiringan (%)
(lb/ton) (lb/ton)
13

1 20 11 218
2 40 12 238,4
3 60 13 257,8

GR Kemiringan (%) GR
Kemiringan (%)
(lb/ton) (lb/ton)
4 80 14 277,4
5 100 15 296,6
6 119,8 20 392,3
7 139,8 25 485,2
8 159,2 30 574,7
9 179,2 35 660,6
10 199 40 742,8
Sumber : Komatsu, 2004

2.9. Swell Factor


Swell factor adalah faktor pengembangan material yang merupakan
perbandingan antara volume material dalam keadaan insitu (belum digali = BCM)
dan volume material dalam keadaan loose (telah digali = LCM). Besarnya swell
factor dapat dihitung dengan persamaan berikut :

V insitu
SF = × 100 %................................................................
V loose
(2.10)
Dimana : SF = swell factor = faktor pengembangan (%)
V insitu = volume dalam keadaaan insitu (m3)
V loose = volume dalam keadaaan loose (m3)

Tabel 2.4. Faktor Pengembangan Material


Macam Material Density Insitu (lb/cu yd) Swell Factor (%)
Bauksit 2.700-4.325 75
Tanah liat kering 2.300 85
Tanah liat basah 2.800-3.000 80-82
Antrasit 2.200 74
Batubara bituminous 1.900 74
Bijih tembaga 3.800 74
Tanah biasa kering 2.800 85
14

Tanah biasa basah 3.370 85

Macam Material Density Insitu (lb/cu yd) Swell Factor (%)


Tanah biasa bercampur
3.100 90
pasir dan kerikil
Kerikil kering 3.250 89
Kerikil basah 3.600 88
Granit pecah-pecah 4.500 56-67
Hematite pecah-pecah 6.500-8.700 45
Bijih besi pecah-pecah 3.600-5.500 45
Batu kapur pecah-pecah 2.500-4.200 57-60
Lumpur 2.160-2.970 83
Lumpur sudah ditekan 2.970-3.510 83
Pasir kering 2.200-3.250 89
Pasir basah 3.300-3.600 88
Serpih (shale) 3.000 75
Batu sabak (slate) 4.590-4.860 77
Sumber : Partanto Prodjosumarto, 1993

2.10. Perhitungan Produksi Alat Angkut


Untuk memperkirakan produksi alat-alat berat dan alat mekanis secara
teoritis maupun nyata dikalikan dengan faktor koreksi, hal ini bertujuan untuk
mengetahui kesalahan yang terjadi akibat beberapa faktor seperti efisiensi waktu,
efisiensi kerja atau kesediaan alat yang dapat digunakan serta efisiensi operator.
Untuk menghitung produktifitas alat angkut sebagai berikut :
2.10.1. Produksi Alat Angkut
Untuk menghitung produksi alar angkut Excavator Volvo EC480 dapat
menggunakan persamaan berikut :
( KB x n x Ff x SF ) x 3600 x eff
Q = ..................................................
CT
(2.11)
Eff = fek x fke x feo..............................................................(2.12)

Dimana : Q = produksi alat (BCM/jam)


KB = produksi backhoe/cycle (LCM/jam)
15

n = jumlah pengisian
Ff = fill factor
eff = faktor koreksi
SF = swell factor
CT = cycle time (menit)
fek = faktor koreksi kerja
fke = faktor koreksi efisiensi waktu
feo = faktor efisiensi operator

2.11. Rimpull/Tractive Pull/Tractive Effort/Drawbar Pull


Rimpull merupakan besarnya kekuatan tarik (pulling force) yang dapat
diberikan oleh mesin atau alat tesebut kepada permukaan jalur jalan atau ban
penggeraknya yang menyentuh permukaan jalur jalan. Bila coefisien of traction
cukup tinggi untuk menghindari terjadinya selip maka rimpull maksimum adalah
fungsi dari tenaga mesin (horse power) dan gear ratios (persnelling) antara mesin
dan roda-rodanya, tetapi jika selip maka rimpull maksimum akan sama dengan
besarnya tenaga pada roda penggerak dikalikan coefisien of traction.

Rimpull biasanya dinyatakan dalam pounds (lbs) dan dihitung dengan


persamaan sebagai berikut (Partanto Projosumarto, 1993) :
HPx 375 x Eff
RP = ......................................................................
V
(2.13)
Dimana : RP = rimpull atau kekuatan tarik (lb)
HP = tenaga mesin (horse power)
Eff = efisiensi mesin
v = kecepatan (mph)
Istilah rimpull itu hanya dipakai untuk kendaraan yang beroda ban karet,
untuk yang memakai roda rantai (crawler track),maka istilah yang dipakai ialah
drawbar pull (DBP).
16

Tabel 2.5. Kecepatan Maksimum Pada Tiap-tiap Gigi (Gear)


Kendaraan Roda Ban Karet
Crawler Track/Tractor 15 ton
140 HP
Gear
Kecepatan Kecepatan
RP (lb) RP (lb)
(mph) (mph)
1 3,25 13.730 1,72 28.019
2 7,1 6.285 2,18 22.699
3 12,48 3.576 2,76 17.265
4 21,54 2.072 3,5 13.769
5 33,86 1.319 4,36 10.074
6 7 5.579
Sumber : Partanto Prodjosumarto, 1993

2.12. Menghitung Jarak, Waktu dan Kecepatan


Mengukur jarak tempuh, waktu tempuh, dan kecepatan rata-rata kendaraan
bermotor kita dapat dilakukan dengan rumus fisika kinematika yaitu rumus
mengukur gerak lurus beraturan (GLB). Kecepatan di definisikan sebagai
perubahan kedudukan setiap satuan waktu. Gerak Lurus Beraturan (GLB) adalah
suatu gerak lurus yang mempunyai kecepatan konstan.
Maka nilai percepatannya adalah a = 0 m/s2. Gerakan GLB berbentuk linear dan
nilai kecepatannya adalah hasil bagi jarak dengan waktu yang ditempuh.
Untuk menghitung besarnya kecepatan dapat menggunakan persamaan
sebagai berikut :
S
V = ..........................................................................................
t
(2.14)
Dimana : s = jarak yang ditempuh (m)
v = kecepatan (m/detik)
t = waktu tempuh (detik)

Anda mungkin juga menyukai