HORIZONTAL
3.1 ALINYEMEN HORIZONTAL
Alinyemen horizontal atau dikenal dengan “trase jalan” adalah
proyeksi sumbu jalan pada bidang horizontal. Alinyemen horizontal terdiri
dari garis-garis llurus yang dihubungkan dengan garis-garis lengkung. Garis
lengung ini terdiri dari busur lingkaran ditambah busur peralihan, busur
peralihan saja ataupun busur lingkaran saja (Sukirman, 1994).
Bentuk lengkung pada perencanaan alinyemen horizontal terdiri dari
lengkung Spiral-Circle-Spiral (S-C-S) dan lengkung Full Circle (FC). Dalam
merencanakan alinyemen horizontal perlu diketahui hubungan antara
kecepatan renacana dengan lengkung serta hubungan keduanya dengan
superelevasi. Untuk melakukan perencanaan alinyemen horizontal harus
dilengkapi dengan data baerupa nilai koordinat, sudut azimuth, sudut defleksi,
dan jarak mendatar.
3.2 MENENTUKAN ALINYEMEN HORIZONTAL
1. Nilai Koordinat diambil dari poin pada STA awal, PI pertama, PI
kedua, PI ketiga, dan STA akhir.
2. Azimuth
XB −XA
αAB = arc tan (3.1.)
YB−YA
3. Sudut Defleksi
Sudut defleksi diambil dari selisih 2 azimuth pada garis tangen.
4. Jarak Mendatar
Jarak mendatar diukur dari awal hingga akhir garis tangen.
N JENIS
O MEDAN NOTASI KEMIRINGAN
1 Datar D <3%
2 Perbukitan B 3% - 25%
3 Pegunungan G >25%
6. Jarak pandang
Jarak Pandang merupakan jarak yang diperlukan oleh seorang pengemudi
pada saat mengemudi sehingga jika pengemudi melihat suatu halangan
yang membahayakan, pengemudi dapat melakukan sesuatu untuk
menghindari bahaya tersebut dengan aman.
Kendala jarak pandang
Vr2
vr . T
Jph = + a
3.6 2 x 3.62 x 9.81( +G)
9.81
(3.4)
Keterangan :
a = perlambatan longitudinal (3,4 m/det)
t = waktu reaksi (2,5 detik)
G = gradien / kemiringan memanjang medan jalan (%)
Keterangan :
d₁ = Jarak yang ditempuh selama waktu tanggap (m)(berdasarkan waktu
PIEV).
d₂ = Jarak yang ditempuh selama menyiap sampai kembali ke jalur
semula (m) kecepatan harus ditambah 15 km/jam saat nyalip
d₃ = Jarak antara kendaraan yang menyiap dengan kendaraan yang datang
dari arah berlawanan setelah proses menyiap selesai (m), antara 30 –
100 meter.
d₄ = Jarak yang ditempuh oleh kendaraan yang datang dari arah
berlawanan, yang besarnya diambil sama dengan 2/3 d₂ (m).
a .T 1
d1 = 0,278.T1. (VR – m + ¿ (3.6)
2
Keterangan :
VR : kecepatan kendaraan yang menyiap
T1 : waktu penyesuaian awal= 2,12 + 0,026 VR (±3,7 – 4,3 detik)
a : Percepatan rata-rata kendaraan yang menyiap (km/jam/detik), = 2,052
+ 0,0036 VR
M : selisih kecepatan kendaraan yang menyiap dan disiap (biasanya
diambil 10-15 km/jam)
d2 = 0,278 x VR x T2 (3.7)
Keterangan :
VR : kecepatan kendaraan yang menyiap
T2 : waktu kendaraan menyiap di jalur lawan (dtk) = 6,56 + 0,048 VR
2
d4 = d2 (3.8)
3
Keterangan :
d₂ = Jarak yang ditempuh selama menyiap sampai kembali ke jalur
semula (m) kecepatan harus ditambah 15 km/jam saat nyalip
7. Kendaraan Rencana
Kendaraan Rencana adalah kendaraan yang dimensi dan radius
putarnya dipakai sebagai acuan dalam perencanaan geometrik. Dilihat dari
bentuk, ukuran dan daya dari kendaraan – kendaraan yang menggunakan
jalan, kendaraan - kendaraan tersebut dapat dikelompokkan (Bina Marga,
1997). Kendaraan yang akan digunakan untuk perencanan jalan
disesuaikan dengan fungsi jalan dan jenis kendaraan yang dominan
menggunakan jalan tersebut.
Dimensi & Radius putar sbg dasar penyediaan ruang jalan dalam 3
Kategori:
Kendaraan Kecil (LV): mobil penumpang
Kendaraan Sedang (MV): Truk 3 As tandem atau Bus Besar 2 As
Kendaraan Besar (HV): Truk Tempelan (Semi Trailer)
Tabel 3.2 Dimensi dan Radius Putar Kendaraan
Kategori Dimensi Kendaraan (cm) Tonjolan (cm) Radius Putar Radius
Kendaraa (cm Tonjol
n an
(cm)
Leba Dep Belaka Mini Maxim
Tinggi Panjang
r an ng mum um
Kendaraan
kecil 130 210 580 90 150 420 730 780
Kendaraan
sedang 410 260 1210 210 240 740 1280 1410
Kendaraan
besar 410 260 2100 120 90 290 1400 1370
Keterangan :
i : angka pertumbuhan lalu lintas
n : umur rencana jalan
VR2
Rmin = (3.13)
{127 ( emax+ f ) }
R rencana ≥ R minimum
Keterangan :
Vr = kecepatan rencana
e max = super elevasi max (10%)
f =koefisien gesek melintang
VR
(km/jam
) 120 100 80 60 50 40 30 20
Rmin
(m) 800 670 550 350 250 200 150 100
Ls3 = ¿¿ (3.16)
Keterangan :
VR = Kecepatan rencana (km/jam)
emax = Superelevasi max (10%)
re = Tingkat perubahan pencapaian superelevasi (m/m/det)
en = Superelevasi normal (2%-2,5%)
4. Menggunakan tabel Ls
Tebel Ls diambil sesuai ketentuan dari Bina Marga dengan emax =
10%.
Tabel 3.9 Nilai Ls menurut bina marga dengan emax = 10%
Dari semua hasil Ls diatas, diambil hasil Ls yang paling besar untuk
dilakukan perhitungan ke tahap penentuan bentuk tikungan dari rencana
jalan.
15. Superelevasi
Pencapaian HARUS secara Linear
1. Pada tikungan S-C-S:
a. dari superelevasi normal pada bagian lurus s/d TS: dari (2%-2,5%)
s/d (0%)
b. dari TS s/d SC: 0% s/d superelevasi penuh (e%)
2. Pada tikungan fC:
c. 2/3 LS pada bagian lurus (runoff)
d. 1/3 LS pada bagian Circle (runout)
Superelevasi pada tikungan S-C-S
Gambar 3.6 Metoda Pencapaian Superelevasi Pada Tikungan S-C-S
1 2 2 1
B=
√ 2
{√ Rc−( p+ A )2+ b } +( p+ A )2- √ Rc −( p+ A) + 2 b
2
(3.41)
Keterangan :
R = radius lajur sebelah dalam (m)
Bn = lebar perkerasan pada bagian lurus (m) *jika terdapat 2 lajur
maka Bn = 2 x B
b = lebar kendaraan rencana (m)
p = jarak antar garden (m)
A = tonjolan depan kendaraan (m)
V = kecepatan rencana (km/jam)
n = jumlah lajur
B = lebar lajur (m)
17. Tikungan Gabungan
Tipe tikungan gabungan :
1. TG searah : yaitu dua atau lebih tikungan dengan arah belokan
yang sama tetapi dengan jari-jari yang berbeda, terdapat sisipan
bagian lurus 20 meter.
2. TG Balik Arah : yaitu dua atau lebih tikungan dengan arah belokan
yang berbeda, terdapat sisipan bagian lurus 30 meter
Jika R1/R2 ≥ 2/3, TG searah harus dihindari
Jika R1/R2 < 2/3, TG balik arah harus dilengkapi bagian lurus (atau
clothoide) sepanjang ≥ 20m
Tipe TG searah yang harus dihindari
Gambar 3.10 Tipe TG searah yang harus dihindari