Anda di halaman 1dari 82

BAB V

PERENCANAAN GEOMETRIK,
STRUKTUR PERKERASAN JALAN
DAN SALURAN DRAINASE TEPI

5.1 Perencanaan Geometrik


5.1.1 Kontrol Trase
Tujuan dari perencanaan trase alternatif ini adalah untuk
mencari trase yang lebih efisien,meliputi :
a) Panjang lintasan lebih pendek
b) Tidak banyak tikungan
c) Biaya lebih sedikit

Gambar 5.1. Rencana Trase

101
102

5.1.2 Jarak Pandangan

Jarak Pandangan Henti


Jarak pandang henti adalah jarak minimum yang
diperlukan pengemudi dengan kecepatan rencana untuk
menghentikan kendaraan yang sedang berjalan setelah melihat
adanya rintangan pada jalur yang dilaluinya. Jarak pandang henti
itu sendiri merupakan jumlah dari dua jarak, yaitu:

𝑉𝑅 2
𝑉𝑅 3,6
𝐽𝑕 = . 𝑇.
3,6 2𝑔𝑓

Keterangan :
Vr = Kecepatan rencana (km/jam)
T = Waktu tanggap, ditetapkan 2,5 detik
G = Percepatan gravitasi, ditetapkan 9,8 m/s2
F = Koefisien gesek memanjang perkerasan jalan,
ditetapkan 0,35 - 0,55

dari rumus tersebut di atas disederhanakan menjadi:

𝑉𝑟 2
Jh = 0,694𝑉𝑟 + 0,004
𝑓
Perhitungan:
802
Jh = 0,694 𝑥 80 + 0,004
0,50
Jh = 55,52 + 73,14
Jh = 128,66

Berikut adalah jarak henti (Jh) minimum yang dihitung


berdasarkan pers. 2.3 dengan pembulatan-pembulatan untuk
berbagai kecepatan rencana (Vr).
103

Tabel 5.1 Jarak Pandang Henti Minimum


Vr, km/jam 120 100 80 60 50 40 30 20
Jh minimum (m) 250 175 120 75 55 40 27 16
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, Bina Marga 1997

5.1.3 Alinyemen Horizontal


Alinyemen horizontal terdiri dari bagian lurus dan bagian
lengkung (tikungan) yang berfungsi mengimbangi gaya
sentrifugal yang diterima oleh kendaraan saat melaju dengan
kecepatan tertentu. Dalam perencanaan jalan diperlukan data-data
yang dapat mendukung proses pengklasifikasian untuk
menentukan jenis tikungan, jenis tikungan pada jalan ini terdapat
dua jenis yaitu :

1. Lengkung (tikungan) Full Circle


Syarat :

e < 3%, Lc > 20 m

Diketahui :
 Kecepatan rencana, 𝑉𝑑 = 80 𝑘𝑚/𝑗𝑎𝑚
 Jari-jari tikungan I, 𝑅 = 1432 𝑚
 Jari-jari tikungan II, 𝑅 = 1432 𝑚
 Superelevasi normal, 𝑒𝑛 = 2%
 Superelevasi normal, 𝑒𝑚𝑎𝑘𝑠 = 10%
 Lebar jalan = 14 meter untuk dua arah.

Perhitungan lengkung busur lingkaran dengan lengkung


peralihan (full circle)
Digunakan lengkung full circle pada umumnya karena nilai
superelevasi e lebih kecil dari 3% dan jari – jari tikungan R yang
direncanakan besar.
104

Jadi, dapat diidentifikasikan sebagai Lengkung Lengkung


(tikungan) full circle.
Syarat :
e > 3%, Lc > 20m
TC
E
TC Lc CT

 

Rc Rc

Gambar 5.2 Diagram Lengkung Full Circle

Kontrol Perhitungan Alinyemen Horisontal Titik 1 :


(STA 6+650)

Gambar 5.3 Bentuk lengkung Full Circle Titik I.


105

Vr=80km/h Δ = 33
emaks=0.1
Lebar Jalan 4 x 3.75 m median
Kemiringan melintang normal
2%
R= 1432
e= 0.02
Ls = 70

Tc  Rc  tan 1 2 
= 424.2 m
Ec  Tc  tan 1 4 
= 61.5 m
Lc  0.01745    Rc = 824.6 m

Rc 1  cos 1 2   = 61.5 m
Ec 
cos 1 2 
Kontrol Perhitungan Alinyemen Horisontal Titik 2 :
(STA 8+525)

Gambar 5.4 Bentuk lengkung Full Circle Titik II


106

Vr=80km/h Δ = 41
emaks=0.1
Lebar Jalan 4 x 3.75m median
Kemiringan melintang normal
2%
R= 1432
e= 0.02
Ls = 70

Tc  Rc  tan 1 2  = 535.4029 m

Ec  Tc  tan 1 4  = 96.81661 m

Lc  0.01745    Rc = 1024.52 m


Rc 1  cos 1 2  
Ec  = 96.817 m
cos 1 2 
5.2.4 Alinyemen Vertikal

Alinyemen Vertikal merupakan perpotongan pada bidang


vertikal dengan bidang permukaan jalan melalui sumbu jalan.
Alinyemen vertikal. Kelandaian diasumsikan bernilai positif (+)
jika pendakian dan negatif (-) jika penurunan yang ditinjau dari
kiri. Dalam perencanaan jalan ini diperlukan data-data yang dapat
mendukung proses pengklasifikasian untuk menentukan jenis
lengkungan, jenis lengkungan pada jalan ini terdapat dua jenis
yaitu :

1. Lengkung Cembung
2. Lengkung Cekung
107

Alinemen vertikal atau biasa juga disebut penampang


melintang jalan didefinisikan sebagai perpotongan antara
potongan bidang vertikal dengan badan jalan arah memanjang
(Sukirman, 1994). Perencanaan alinemen vertikal berkaitan erat
dengan besarnya volume galian dantimbunan yang akan terjadi,
oleh karena itu perencanaannya juga terkait dengan besarnya
biaya konstruksi yang akan terjadi. Sebagai contoh, jalan yang
cenderung mengikuti muka tanah asli akan menghasilkan volume
galian dan timbunan yang relatif kecil sehingga mengakibatkan
biaya yang diimbulkan menjadi relatif murah.
Karena jalan tol Mojokerto Kertosono yang direncanakan
hanya memiliki kelandaian maksimal 3 % (datar) maka untuk
kelandaian < 5% diasumsikan tidak terjadi lengkung cembung
maupun lengkung cekung. Sedangkan jumlah timbunan dan
galian yang diperlukan dalam perencanaan jalan ini yaitu sebesar
: (Lihat lampiran).
108

5.2 Perencanaan Struktur Perkerasan kaku


5.2.1 Pertumbuhan Lalu – lintas
Volume lalu-lintas akan bertambah sesuai dengan umur
rencana atau sampai tahap di mana kapasitas jalan dicapai dengan
faktor pertumbuhan lalu-lintas yang dapat ditentukan berdasarkan
rumus sebagai berikut :

(1 + 𝑖)𝑈𝑅 − 1
𝑅=
𝑖
(1  0,0514) 20  1
R
0,0478
𝑅 = 33,79

Dengan pengertian :
R : Faktor pertumbuhan lalu lintas
i : Laju pertumbuhan lalu lintas per tahun dalam %.
UR : Umur rencana (tahun)

5.2.2 Faktor Keamanan Beban


Pada penentuan beban rencana, beban sumbu dikalikan
dengan faktor keamanan beban (Fkb). Faktor keamanan beban ini
digunakan berkaitan adanya berbagai tingkat realibilitas
perencanaan seperti telihat pada Tabel 5.2

Tabel 5.2 Faktor keamanan beban (F KB)


109

5.2.3 Data Teknis


a) CBR tanah dasar : 6%
b) CBR efektif (Gbr. 4.3) : 40 %
c) Kuat Tarik Lentur (fcf) : 4,0Mpa(f’c=285kg/cm2)
d) Mutu Baja Tulangan : BJTU32(FY=3200kg/cm2)
e) Koefisien gesek (μ) : 1,3
f) Bahu Jalan : Ya, (Aspal).
g) Ruji / Dowel : Ya
h) Pertumbuhan lalin (i) : 5,14 %
i) Umur Rencana : 20 Tahun
j) Jalan 4/2 D : Lebar Jalan = 15m
: Bahu luar (ka/ki) = 4m
: Bahu dalam (ka/ki)=2m
: Total = 21m

5.2.4 Analisa Lalu – lintas


Lalu-lintas rencana adalah jumlah kumulatif sumbu
kendaraan niaga pada lajur rencana selama umur rencana,
meliputi proporsi sumbu serta distribusi beban pada setiap jenis
sumbu kendaraan.
Beban pada suatu jenis sumbu secara tipikal
dikelompokkan dalam interval 10 kN (1 ton) bila diambil dari
survai beban.
Jumlah sumbu kendaraan niaga selama umur rencana
dihitung dengan rumus berikut :
𝐽𝑆𝐾𝑁 = 𝐽𝑆𝐾𝑁𝐻 𝑥 365 𝑥 𝑅 𝑥 𝐶
Dengan pengertian :
JSKN : Jumlah total sumbu kendaraan niaga selama
umur rencana .
JSKNH : Jumlah total sumbu kendaraan niaga per hari
pada saat jalan dibuka.
R : Faktor pertumbuhan komulatif
C : Koefisien distribusi kendaraan
110

Tabel 5.3 Analisa Lalu-Lintas


111

 Perhitungan JSKN
(Jumlah total sumbu kendaraan niaga selama umur
rencana)

𝐽𝑆𝐾𝑁 = 𝐽𝑆𝐾𝑁𝐻 𝑥 365 𝑥 𝑅 𝑥 𝐶


𝐽𝑆𝐾𝑁 = 15983 𝑥 365 𝑥 33,79𝑥 0,45
𝐽𝑆𝐾𝑁 = 88.703.506,44

 Perhitungan JSKN rencana

𝐽𝑆𝐾𝑁 𝑟𝑒𝑛𝑐𝑎𝑛𝑎 = 𝐽𝑆𝐾𝑁 𝑥 0,7


𝐽𝑆𝐾𝑁 𝑟𝑒𝑛𝑐𝑎𝑛𝑎 = 88.703.506,44 𝑥 0,7
𝐽𝑆𝐾𝑁 𝑟𝑒𝑛𝑐𝑎𝑛𝑎 = 62.092.455
112

5.2.5 Taksiran Tebal Plat

𝑓𝑐𝑓 = 4,25 𝑀𝑃𝑎, Lalu-Lintas Luar Kota, Dengan Ruji,


FKB = 1,2
Diperoleh taksiran Tebal Plat = 23,5 cm
113

Tabel 5.4 Perhitungan repetisi sumbu rencana


114

1) Uraian perhitungan Repetisi sumbu rencana pada tabel 5.4

a) Jenis Sumbu
Ada 4 macam jenis sumbu yaitu :
STRT (Sumbu Tunggal Roda Tunggal)
STRG (Sumbu Tunggal Roda Ganda)
STdRG (Sumbu Tandem Roda Ganda)
STrRG (Sumbu Tridem Roda Ganda)

b) Beban Sumbu
Penentuan beban sumbu berdasarkan pada tabel Tabel
4.19 Pembagian Beban Sumbu/As (Berdasarkan
Pengukuran Beban) berdasarkan sumber : Dinas
Pekerjaan Umum Bina Marga Propinsi Jawa Timur

c) Jumlah Sumbu
Diambil dari jumlah kendaraan berdasarkan jenis
sumbunya.contoh:
Untuk Beban sumbu 22,68 Ton diperoleh 290 Jumlah
sumbu.

d) Proporsi Beban
𝑃𝑟𝑜𝑝𝑜𝑟𝑠𝑖 𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎𝑕 𝑆𝑢𝑚𝑏𝑢 𝑆𝑇𝑑𝑅𝐺 22,68 𝑇𝑜𝑛


=
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎𝑕 𝑆𝑢𝑚𝑏𝑢 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑆𝑇𝑑𝑅𝐺
290
=
1284
= 0,23
e) Proporsi Sumbu

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎𝑕 𝑆𝑢𝑚𝑏𝑢 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑆𝑇𝑑𝑅𝐺


𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎𝑕 𝑆𝑢𝑚𝑏𝑢
1284
= 0,080
15983
115

f) Lalu lintas Rencana


Diambil dari perhitungan JSKN rencana.

Perhitungan JSKN rencana

𝐽𝑆𝐾𝑁 𝑟𝑒𝑛𝑐𝑎𝑛𝑎 = 𝐽𝑆𝐾𝑁 𝑥 0,7


𝐽𝑆𝐾𝑁 𝑟𝑒𝑛𝑐𝑎𝑛𝑎 = 88.703.506,44 𝑥 0,7
𝐽𝑆𝐾𝑁 𝑟𝑒𝑛𝑐𝑎𝑛𝑎 = 62.092.455

g) Repetisi yang Terjadi

= 𝑃𝑟𝑜𝑝𝑜𝑟𝑠𝑖 𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑥 𝑃𝑟𝑜𝑝𝑜𝑟𝑠𝑖 𝑆𝑢𝑚𝑏𝑢 𝑥 𝐽𝑆𝐾𝑁 𝑟𝑒𝑛𝑐𝑎𝑛𝑎


= 0,23 𝑥 0,080 𝑥 62.092.455
= 1125834
116

Tabel 5.5 Analisa fatik dan erosi Dengan tebal plat = 235 mm

Keterangan : TE = tegangan ekivalen; FRT = faktor rasio tegangan; FE = faktor erosi; TT = tidak
terbatas Dengan tebal plat = 235 mm, jumlah fatik dan erosi lebih besar 100%, maka tebal pelat
ditambah.
117

Tabel 5.6 Tegangan Ekivalen dan Faktor Erosi untuk Perkerasan Tanpa Bahu Beton
118

2) Uraian perhitungan Analisa fatik dan erosi Dengan


tebal plat = 235 mm pada Tabel 5.5

a) Jenis Sumbu
Ada 4 macam jenis sumbu yaitu :
STRT (Sumbu Tunggal Roda Tunggal)
STRG (Sumbu Tunggal Roda Ganda)
STdRG (Sumbu Tandem Roda Ganda)
STrRG (Sumbu Tridem Roda Ganda)

b) Beban Sumbu
Penentuan beban sumbu berdasarkan pada Tabel
4.19 Pembagian Beban Sumbu/As (Berdasarkan
Pengukuran Beban) berdasarkan sumber : Dinas
Pekerjaan Umum Bina Marga Propinsi Jawa
Timur

c) Beban Rencana Per Roda


Untuk STdRG 226,8 KN

𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑆𝑢𝑚𝑏𝑢 𝐾𝑁 𝑥 1,2


=
2
226,8 𝑥 1,2
= = 34,02 𝐾𝑁
8

d) Repetisi yang terjadi


Pada kolom ini angka yang diperoleh adalah
1.125.834 didasarkan Tabel 5.4 (pada kolom 7)

e) Faktor Tegangan Erosi


TE = tegangan ekivalen;
FRT = faktor rasio tegangan;
FE = faktor erosi
Angka yang diperoleh berdasarkan Tabel 5.6 yang
dibedakan berdasarkan tebal perkerasan.
119

f) Repetisi Ijin Analisa Fatik


Angka yang diperoleh berdasarkan gambar 5.7
Analisis fatik dan beban repetisi ijin berdasarkan
rasio tegangan, dengan / tanpa bahu beton

g) Persentase rusak Analisa Fatik

𝑅𝑒𝑝𝑒𝑡𝑖𝑠𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑗𝑎𝑑𝑖 𝑥 100


=
𝑅𝑒𝑝𝑒𝑡𝑖𝑠𝑖 𝑖𝑗𝑖𝑛
Dikarenakan tidak terjadi repetisi ijin (Tidak
terhingga) maka hasulnya adalah 0 (nol)

h) Repetisi Ijin Analisa Erosi


Angka yang diperoleh berdasarkan Gambar 5.11
Analisis faktor erosi dan jumlah repetisi ijin
berdasarkan faktor erosi, tanpa bahu beton

i) Persentase rusak Analisa Erosi

𝑅𝑒𝑝𝑒𝑡𝑖𝑠𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑗𝑎𝑑𝑖 𝑥 100


=
𝑅𝑒𝑝𝑒𝑡𝑖𝑠𝑖 𝑖𝑗𝑖𝑛

1125834 𝑥 100
=
2200000
= 51,17 %

Dikarenakan terjadi repetisi ijin maka hasilnya adalah


51,17 %
120

Gambar 5.5. Analisis fatik dan beban repetisi ijin


berdasarkan rasio tegangan, dengan / tanpa bahu beton
121

Gambar 5.6. Analisis fatik dan beban repetisi ijin


berdasarkan rasio tegangan, dengan / tanpa bahu beton
122

Gambar 5.7. Analisis fatik dan beban repetisi ijin


berdasarkan rasio tegangan, dengan / tanpa bahu beton
123

Gambar 5.8. Analisis fatik dan beban repetisi ijin


berdasarkan rasio tegangan, dengan / tanpa bahu beton
124

Gambar 5.9. Analisis factor erosi dan jumlah repetisi ijin


berdasarkan factor erosi, tanpa bahu beton
125

Gambar 5.10. Analisis factor erosi dan jumlah repetisi ijin


berdasarkan factor erosi, tanpa bahu beton
126

Gambar 5.11. Analisis factor erosi dan jumlah repetisi ijin


berdasarkan factor erosi, tanpa bahu beton
127

Gambar 5.12. Analisis factor erosi dan jumlah repetisi ijin


berdasarkan factor erosi, tanpa bahu beton
128

Tabel 5.7 Analisa fatik dan erosi Dengan tebal plat = 285 mm

Keterangan : TE = tegangan ekivalen; FRT = faktor rasio tegangan; FE = faktor erosi; TT = tidak
terbatas
129

Dengan tebal plat = 285 mm, tenyata jumlah analisa erosi lebih besar 100% maka tebal plat harus di
tambah.

Tabel 5.8 Tegangan Ekivalen dan Faktor Erosi untuk Perkerasan Tanpa Bahu Beton
130

3) Uraian perhitungan Analisa fatik dan erosi Dengan


tebal plat = 285 mm pada Tabel 5.7

a) Jenis Sumbu
Ada 4 macam jenis sumbu yaitu :
STRT (Sumbu Tunggal Roda Tunggal)
STRG (Sumbu Tunggal Roda Ganda)
STdRG (Sumbu Tandem Roda Ganda)
STrRG (Sumbu Tridem Roda Ganda)

b) Beban Sumbu
Penentuan beban sumbu berdasarkan pada tabel
Tabel 4.19 Pembagian Beban Sumbu/As
(Berdasarkan Pengukuran Beban) berdasarkan
sumber : Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga
Propinsi Jawa Timur

c) Beban Rencana Per Roda


Untuk STdRG 226,8 KN

𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑆𝑢𝑚𝑏𝑢 𝐾𝑁 𝑥 1,2


=
2
226,8 𝑥 1,2
= = 34,02 𝐾𝑁
8

d) Repetisi yang terjadi


Pada kolom ini angka yang diperoleh adalah
1.125.834 derdasarkan Tabel 5.4 (pada kolom 7)

e) Faktor Tegangan Erosi


TE = tegangan ekivalen;
FRT = faktor rasio tegangan;
FE = faktor erosi
131

Angka yang diperoleh berdasarkan Tabel 5.8


yang diambil rata-ratanya.

f) Repetisi Ijin Analisa Fatik


Angka yang diperoleh berdasarkan Gambar 5.15
Analisis fatik dan beban repetisi ijin berdasarkan
rasio tegangan, dengan / tanpa bahu beton

g) Persentase rusak Analisa Fatik

𝑅𝑒𝑝𝑒𝑡𝑖𝑠𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑗𝑎𝑑𝑖 𝑥 100


=
𝑅𝑒𝑝𝑒𝑡𝑖𝑠𝑖 𝑖𝑗𝑖𝑛

Dikarenakan tidak terjadi repetisi ijin (Tidak


terhingga) maka hasilnya adalah 0 (nol)

h) Repetisi Ijin Analisa Erosi


Angka yang diperoleh berdasarkan Gambar 5.19
Analisis faktor erosi dan jumlah repetisi ijin
berdasarkan faktor erosi, tanpa bahu beton

i) Persentase rusak Analisa Erosi


1125834 𝑥 100
=
10000000
= 11,26 %
Dikarenakan repetisi ijin maka hasilnya adalah
11,26 %
132

Gambar 5.13. Analisis fatik dan beban repetisi ijin


berdasarkan rasio tegangan, dengan / tanpa bahu beton
133

Gambar 5.14. Analisis fatik dan beban repetisi ijin


berdasarkan rasio tegangan, dengan / tanpa bahu beton
134

Gambar 5.15. Analisis fatik dan beban repetisi ijin


berdasarkan rasio tegangan, dengan / tanpa bahu beton
135

Gambar 5.16. Analisis fatik dan beban repetisi ijin


berdasarkan rasio tegangan, dengan / tanpa bahu beton
136

Gambar 5.17. Analisis factor erosi dan jumlah repetisi ijin


berdasarkan factor erosi, tanpa bahu beton
137

Gambar 5.18. Analisis factor erosi dan jumlah repetisi ijin


berdasarkan factor erosi, tanpa bahu beton
138

Gambar 5.19. Analisis factor erosi dan jumlah repetisi ijin


berdasarkan factor erosi, tanpa bahu beton
139

Gambar 5.20. Analisis factor erosi dan jumlah repetisi ijin


berdasarkan factor erosi, tanpa bahu beton
140

Tabel 5.9 Analisa fatik dan erosi Dengan tebal plat = 290 mm

Keterangan : TE = tegangan ekivalen; FRT = faktor rasio tegangan; FE = faktor erosi; TT = tidak
terbatas. Dengan tebal plat = 290 mm, tenyata jumlah erosi lebih kecil atau mendekati 100% maka
tebal plat diambil 290 mm.
141

29 cm Beton

10 cm CBK

Gambar 5.21 Perkerasan yang digunakan


142

Tabel 5.10 Tegangan Ekivalen dan Faktor Erosi untuk Perkerasan Dengan Bahu Beton
143

4) Uraian perhitungan Analisa fatik dan erosi Dengan


tebal plat = 290 mm pada Tabel 5.9

a) Jenis Sumbu
Ada 4 macam jenis sumbu yaitu :
STRT (Sumbu Tunggal Roda Tunggal)
STRG (Sumbu Tunggal Roda Ganda)
STdRG (Sumbu Tandem Roda Ganda)
STrRG (Sumbu Tridem Roda Ganda)

b) Beban Sumbu
Penentuan beban sumbu berdasarkan pada tabel
Tabel 4.19 Pembagian Beban Sumbu/As
(Berdasarkan Pengukuran Beban) berdasarkan
sumber : Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga
Propinsi Jawa Timur

c) Beban Rencana Per Roda


Untuk STdRG 226,8 KN

𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑆𝑢𝑚𝑏𝑢 𝐾𝑁 𝑥 1,2


=
2
226,8 𝑥 1,2
= = 34,02 𝐾𝑁
8

d) Repetisi yang terjadi


Pada kolom ini angka yang diperoleh adalah
1.125.834 derdasarkan Tabel 5.4 (pada kolom 7)

e) Faktor Tegangan Erosi


TE = tegangan ekivalen;
FRT = faktor rasio tegangan;
FE = faktor erosi
Angka yang diperoleh berdasankan Tabel 5.10.
144

f) Repetisi Ijin Analisa Fatik


Angka yang diperoleh berdasarkan Gambar
5.24. Analisis fatik dan beban repetisi ijin
berdasarkan rasio tegangan, dengan / tanpa bahu
beton

g) Persentase rusak Analisa Fatik


𝑅𝑒𝑝𝑒𝑡𝑖𝑠𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑗𝑎𝑑𝑖 𝑥 100
=
𝑅𝑒𝑝𝑒𝑡𝑖𝑠𝑖 𝑖𝑗𝑖𝑛
Dikarenakan tidak terjadi repetisi ijin (Tidak
terhingga) maka hasulnya adalah 0 (nol)

h) Repetisi Ijin Analisa Erosi


Angka yang diperoleh berdasarkan Gambar
5.28. Analisis factor erosi dan jumlah repetisi ijin
berdasarkan factor erosi, dengan bahu beton

i) Persentase rusak Analisa Erosi


𝑅𝑒𝑝𝑒𝑡𝑖𝑠𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑗𝑎𝑑𝑖 𝑥 100
=
𝑅𝑒𝑝𝑒𝑡𝑖𝑠𝑖 𝑖𝑗𝑖𝑛
1125834 𝑥 100
=
15000000
= 7,51 %
Dikarenakan terjadi repetisi ijin maka hasilnya
adalah 7,51 %
145

Gambar 5.22. Analisis fatik dan beban repetisi ijin


berdasarkan rasio tegangan, dengan / tanpa bahu beton
146

Gambar 5.23. Analisis fatik dan beban repetisi ijin


berdasarkan rasio tegangan, dengan / tanpa bahu beton
147

Gambar 5.24. Analisis fatik dan beban repetisi ijin


berdasarkan rasio tegangan, dengan / tanpa bahu beton
148

Gambar 5.25. Analisis fatik dan beban repetisi ijin


berdasarkan rasio tegangan, dengan / tanpa bahu beton
149

Gambar 5.26. Analisis factor erosi dan jumlah repetisi ijin


berdasarkan factor erosi, tanpa bahu beton
150

Gambar 5.27. Analisis factor erosi dan jumlah repetisi ijin


berdasarkan factor erosi, tanpa bahu beton
151

Gambar 5.28. Analisis factor erosi dan jumlah repetisi ijin


berdasarkan factor erosi, tanpa bahu beton
152

STrRG

Gambar 5.29. Analisis factor erosi dan jumlah repetisi ijin


berdasarkan factor erosi, tanpa bahu beton
153

5.2.6 Perhitungan Tulangan


Setelah mendapatkan dimensi Pelat Beton Perkerasan
Kaku yang telah dihitung sesuai total fatique dan erosi yang
terjadi pada setiap tebal pelat sampai didapat tebal pelat dengan
total fatique dan erosi mendekati atau sama dengan 100%.
Penulangan pada perkerasan beton bersambung dengan
tulangan (BBDT) ada dua yaitu penulangan memanjang dan
melintang.
1) Ukuran pelat
Tebal plat : 29 cm
Lebar plat : 7,50 meter x 2
Panjang plat : 10 meter

2) Sambungan susut (Contraction Joint).


Sambungan susut dipasang tiap 10 meter dan dengan
ketentuan pada Tabel 2.19. Ukuran dan jarak Ruji
(dalam mm), dengan tebal pelat 29 cm adalah :
- Diameter dowel : 36 mm (polos)
- Panjang dowel : 450 mm
- Jarak dowel : 300 mm

3) Sambungan memanjang dengan batang pengikat (tie


bars).
At = 204 x b x h
dan
L = (38,3 x ø) + 75
Dimana :
At = luas penampang tulangan per-meter panjang
sambungan (mm2).
b = jarak terkecil antar sambungan atau jarak
sambungan dengan tepi perkerasan (m).
h = tebal pelat (m).
L = panjang batang pengikat (mm)
ø = diameter batang pengikat (mm)
154

Untuk b = 3,75 m dan h = 0,29 m, maka :


At = 204 x 3,75 x 0,29
= 221,85 mm2/m’
Dicoba tulangan (tie bar) baja ulir D16.
1
A1 = 4 𝜋𝑑2
1
= 4 𝑥 𝜋 𝑥 162
= 201,06 mm2 < At = 221,85 mm2 ............OK
Tulangan yang diperlukan per meter

At
= A1

221,85
= 201,06

= 1,103 ∞ 1 bh

Sehingga jarak tulangan memanjang yang diperlukan :


Jarak antar tulangan = 1000 / 1
= 1000 mm = 1 m

Panjang batang pengikat (tie bar) :


L = (38,3 x ø) + 75
= (38,3 x 16) + 75
= 687,8 mm ∞ 690 mm

Kesimpulan dari ukuran dan jarak tie bar :


- Diameter tie bar : 16 mm (ulir)
- Panjang tiap tie bar : 690 mm
- Jarak tie bar : 1000 mm
155

a) Penulangan Memanjang.
Prosedur tulangan memanjang yang dibutuhkan pada
perkerasan beton bersambung dengan tulangan dihitung
dengan persamaan berikut :
Luas tulangan pada perkerasan ini dihitung dari
persamaan :
𝜇. 𝐿. 𝑀. 𝑔. 𝑕
𝐴𝑠 =
2. 𝑓𝑠 . 0,6
Dimana :
As = Luas penampang tulangan baja (mm2/m’)
fs = Kuat tarik ijin tulangan (Mpa).Biasanya 0,6
kali tegangan leleh.
g = grafitasi 9,8 m/𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘 2
h = 0,29 m (tebal plat)
L = 10 m (jarak antar sambungan/lebar plat)
M = Berat persatuan volume plat 2400 kg/m3
𝜇 = Koefisien gesek antara plat beton dan pondasi
bawah

1,3.10.2400.9,8.0,29
𝐴𝑠 =
2.320.0,6

𝐴𝑠 = 230,91 𝑚𝑚2 /𝑚′

Asmin = 0,1% x 290 mm x 1000 mm


= 290 mm2/m’

Maka untuk tulangan memanjang digunakan


tulangan diameter 13 mm jarak 200 mm, dengan :

A = (1000/jarak) x ¼ x π x d2
= (1000/200) x ¼ x π x 132
= 5 x 0,25 x π x 132
= 663,66 mm2/m’
156

b) Penulangan Melintang.
Prosedur tulangan melintang yang dibutuhkan pada
perkerasan beton bersambung dengan tulangan dihitung
dengan persamaan sebagai berikut :
Luas tulangan pada perkerasan ini dihitung dari
persamaan :
𝜇. 𝐿. 𝑀. 𝑔. 𝑕
𝐴𝑠 =
2. 𝑓𝑠 . 0,6
Dimana :
As = Luas penampang tulangan baja (mm2/m’)
fs = Kuat tarik ijin tulangan (Mpa).Biasanya 0,6
kali tegangan leleh.
g = grafitasi 9,8 m/𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘 2
h = 0,29 m (tebal plat)
L = 7,50 m (jarak antar sambungan/lebar plat)
M = Berat persatuan volume plat 2400 kg/m3
𝜇 = Koefisien gesek antara plat beton dan pondasi
bawah

1,3.7,50.2400.9,8.0,29
𝐴𝑠 =
2.320.0,6

𝐴𝑠 = 173,18 𝑚𝑚2 /𝑚′

Asmin = 0,1% x 290 mm x 1000 mm


= 290 mm2/m’

Maka untuk tulangan melintang digunakan


tulangan diameter 13 mm jarak 300 mm, dengan :

A = (1000/jarak) x ¼ x π x d2
= (1000/300) x ¼ x π x 132
= 3,33 x 0,25 x 22/7 x 132
= 442,22 mm2/m’
157

Berikut sketsa penulangan dari hasil perhitungan


tulangan perkerasan beton bersambung dengan
tulangan :

D 13–16
200 mmmm
- 130
7.50 m

D1613 – 300
- 750 mmmm

10.00 m

Gambar 5.30. Sketsa Penulangan Memanjang dan Melintang


pada Beton Bersambung Dengan Tulangan

5.2.7 Perencanaan Sambungan


Pada perkerasan kaku beton semen, sambungan yang
digunakan ada tiga (3) jenis yaitu :
a. Sambungan Susut (Contraction Joint)
Merupakan sambungan pada bidang yang
diperlemah, dibuat untuk mengalihkan tegangan tarik
akibat : suhu, kelembaban, gesekan sehingga mencegah
retak. Sambungan susut tidak digunakan dalam
perkerasan beton menerus dengan tulangan karena
tulangan sudah direncanakan untuk memegang setiap
retak yang terjadi.
158

Bahan Penutup
6-10 mm
Tulangan polos Ø 36 - 300
Tulangan Polos ø 24 - 300mm

20 mm

51,25 mm

110 mm
145 mm
h = 290 mm
h = 220 mm

24 mm

145 mm
200 mm 200 mm

110mm
diminyaki / dicat

Gambar 5.31. Sketsa Sambungan Susut

b. Sambungan Muai (Expantion Joint)


Merupakan jenis sambungan yang fungsi utama
untuk menyiapkan ruang muai pada perkerasan atau
membebaskan tegangan pada perkerasan beton,
sehingga mencegah terjadinya tegangan tekan yang
akan menyebabkan perkerasan tertekuk. Terletak pada
potongan melintang jalan dan dipasang tiap jarak 100 m
penghamparan direncanakan menggunakan dowel/ruji
diameter ruji yang dipakai diameter 36 mm, panjang
450 mm, dengan jarak 300 mm.

Bahan Penutup
19 mm
20 mm

51,25 mm

145 mm

25 mm
110mm
h = 290 mm

50 mm
h = 220 mm

24 mm

145 mm
110mm

Bahan Pengisi (Filler)


diminyaki / dicat

400 mm

Gambar 5.32. Sketsa Sambungan Muai


159

c. Sambungan Konstruksi / Pelaksanaan


Merupakan sambungan yang diletakkan pada
perbatasan, antara akhir pekerjaan pengecoran dan awal
pekerjaan pengecoran berikutnya. Terletak pada arah
melintang dan memanjang, sambungan pelaksanaan
dengan bentuk lidah alur dilengkapi dengan batang
pengikat (tie bars) yang diprofilkan yang dibuat dari
baja tulangan dengan mutu minimum U32 dan diameter
16 mm, panjang 690 mm dan jarak 1000 mm.

Bahan Penutup
6-10 mm Tulangan polos Ø 36 - 300
Tulangan Polos ø 24 - 300mm
20 mm

51,25 mm

145 mm
110mm
h = 220 mm
h = 290 mm

24 mm

200 mm 200 mm

145 mm
diminyaki / dicat
110mm

Gambar 5.33. Sketsa Sambungan Pelaksanaan arah


Melintang

Bahan Penutup
6-10 mm
51,25 mm

145 mm
110 mm
12 mm
h = 220 mm

24 mm

68,33 mm
h = 290 mm

12 mm

145 mm
110mm

diminyaki / dicat

50 mm

200 mm 200 mm

Gambar 5.34. Sambungan Pelaksanaan Memanjang


dengan Tie Bar
160

5.3 Perencanaan Saluran Tepi (Drainase)


Dalam perencanaan saluran tepi (drainase), penentuan
arah aliran air ditentukan sesuai dengan kelandaian jalan yang ada
dan titik pembuangan yang dituju. Untuk arah aliran rinciannya
sebagai berikut :
1. STA 5+350 – STA 5+500
Arah aliran air ke barat
2. STA 5+500 – STA 5+950
Arah aliran air ke timur
3. STA 5+950 – STA 6+200
Arah aliran air ke barat
4. STA 6+200 – STA 6+725
Arah aliran air ke timur
5. STA 6+950 – STA 7+425
Arah aliran air ke barat
6. STA 7+425 – STA 7+650
Arah aliran air ke timur
7. STA 7+650 – STA 7+950
Arah aliran air ke barat
8. STA 7+950 – STA 8+700
Arah aliran ke timur
9. STA 8+700 – STA 8+950
Arah aliran ke timur
10. STA 8+950 – STA 9+125
Arah aliran ke timur
11. STA 9+175 – STA 9+900
Arah aliran ke barat
12. STA 9+900 – STA 10+350
Arah aliran ke timur
161

5.3.1 Perencanaan Saluran Tepi


1) SALURAN 1
Pada STA 5+350 - 5+500 panjang 150 m + 50 m (Sta
sebelumnya)

a. Perhitungan debit
Penentuan waktu konsentrasi (Tc)
Penentuan inlet time (t1)
2 𝑛𝑑
t1 = (3 𝑥 3,28 𝑥 𝐿𝑜 𝑥 𝑠 )0,167

2 0,013 0,167
t1 perkerasan = 𝑥 3,28 𝑥 8,5𝑥
3 0,02
= 1,09 menit
2 0,013 0,167
t1 bahu = 3
𝑥 3,28 𝑥 2,0 𝑥 0,04
= 0,81 menit
2 0,200 0,167
t1 gebalan rumput = 𝑥 3,28 𝑥 4,0 𝑥
3 0,08
= 1,356 menit

∑t1 = 3,256 menit

Penentuan waktu flow time (t2)


𝐿
t2 = 60 𝑥 𝑉
200
t2 =
60 𝑥 1,5
t2 = 2,22

Total waktu konsentrasi (Tc)


Tc = ∑t1 + t2
= 3,256+ 2,22
= 5,476 menit
162

b. Perhitungan Intensitas Curah Hujan


 Menggunakan Rumus Mononobe
Dari perhitungan di atas (Tc) sebesar 5,476
menit dan bila curah hujan yang terjadi adalah
130,98 mm/24jam sehingga untuk menghitung
intensitas hujan menggunakan rumus mononobe
yaitu :
2

R 24  24 
3

x 
I = 24  Tc 60 
2
 3
130,98  24 
x 
= 24  5,476 
 60 
= 224,006 mm/jam

 Penentuan nilai koefisien aliran (C)


Menentukan luas daerah pengairan (A)
Jalan beton (A1) = 8,5 x 200 = 1700 m2
Bahu jalan (A2) = 2 x 200 = 400 m2
Gebalan rumput (A3) = 4 x 200 = 800 m2
ΣA = 2900 m2

Koefisien C
Jalan beton (C1) = 0,70
Bahu jalan (C2) = 0,70
Gebalan rumput (C3) = 0,45

(𝐶1 x A1) + (C2 x A2)+(C3 x A3)


C = Σ𝐴
(0,7 x 1700) + (0,70 x 400) + (0,45 x 800)
C = 2900
= 0,631
163

 Penentuan debit aliran (Q)


A = 1700 + 400 + 800 = 2900 m2 = 0,0029 km2
C = 0,631
I = 224,006 mm/jam
1
Q = 3,6 𝑥 𝐶 𝑥 𝐼 𝑥 𝐴
1
Q = 𝑥 0,631𝑥 224,006 𝑥 0,0029
3,6
= 0,114 m3/detik

 Perhitungan dimensi dan kemiringan saluran


 Saluran tepi direncanakan berbentuk trapesium
dengan kemiringan talud 1:1
 Penampang basah saluran
𝑄
Fd = 𝑉 Q = 0,114 m3/detik
V = 1,5 m/detik
0,114
Fd = 1,5
= 0,076 m2
diambil Fd minimum untuk saluran = 0,50 m2

𝑏 + 2𝑚𝑑
= 𝑑 𝑚2 + 1
2
𝑏 + 2𝑚𝑑
= 𝑑 12 + 1
2

𝑏 = 0,828𝑑
164

Fe = d ( b + md)
Fe = 1,828 d2
Fe = Fd
1,828 d2 = 0,50 m2 (Fd minimum)
d = 0,52 m
b = 0,828 x 0,52 = 0,43 m

 Dengan tinggi jagaan :


𝑤 = 0.5 𝑑

𝑤 = 0.5 𝑥 0.52

𝑤 = 0,51 𝑚

Kontrol :
Q rencana < Q saluran
Q rencana = 0,114 m3/detik
Q saluran = Fe x V
Q saluran = 0,50 x 1,5
= 0,75 m3/detik
Q rencana < Q saluran
0,114 m3/detik < 0,75 m3/detik .....OK

 Kemiringan saluran ( i ) yang diijinkan.


Angka kekasaran saluran pasangan batu kali dengan
penyelesaian Manning (n) = 0,017 (baik sekali)

V = 1/n (R) 2/3 (i)1/2


𝐹𝑑
R =
𝑃
P = b + 2d 𝑚2 + 1
= 0,43 + 2 x 0,52 0,522 + 1
= 1,60 m
0,50
R = 1,60 = 0,31 m
165

𝑉𝑥𝑛 2
i perhitungan = 𝑅 2/3
1,5 𝑥 0,017 2
=
0,31 2/3
= 0,003099
i perhitungan = 0,31 %

 Kemiringan i lapangan

21,641
21,096

5+350 5+500
0
h A  hB
i lapangan =
L
21,641 - 21,096
=
150
= 0,0036
i lapangan = 0,36 %

Kontrol :
i perhitungan < i lapangan
0,31 % < 0,36 % , maka digunakan
i lapangan = 0,36 %
i perhitungan < i lapangan, maka di buat pematah
arus.
166

Kontrol :
Vendap < V < Vgerus
Dimana :
Vgerus =1.5 m/detik2 (kecepatan aliran yang
diijinkan berdasarkan jenis material)
Vendap = 0.6 m/detik2
Vsaluran =1,3 m/detik < 1.5 m/detik2 (kecepatan
aliran yang diijinkan berdasarkan jenis
material)
Vendap < V < Vgerus
0.6 m/detik2 < 1.3 m/detik2 < 1.5 m/detik2.....OK
Bila V lebih besar dari Vijin maka diperlukan
bangunan pematah arus.
Jadi diperoleh tinggi saluran drainase adalah 1,00
m dan lebar dimensi drainase 0,5 m (lebar diambil
0,5 m sebagai lebar minimal) dengan
menggunakan material pasangan batu kali.

b. SALURAN 2
Pada STA 5+500 - 5+950
Perhitungan debit
Penentuan waktu konsentrasi (Tc)
Penentuan inlet time (t1)
2 𝑛𝑑
t1 = (3 𝑥 3,28 𝑥 𝐿𝑜 𝑥 𝑠 )0,167

2 0,013 0,167
t1 perkerasan = 𝑥 3,28 𝑥 8,5𝑥
3 0,02
= 1,09 menit
2 0,013 0,167
t1 bahu = 3
𝑥 3,28 𝑥 2,0 𝑥 0,04
= 0,81 menit
2 0,200 0,167
t1 gebalan rumput = 3
𝑥 3,28 𝑥 4,0 𝑥 0,08
= 1,356 menit
∑t1 = 3,256 menit
167

Penentuan waktu flow time (t2)


𝐿
t2 = 60 𝑥 𝑉
450
t2 = 60 𝑥 1,5
t2 = 5,00

Total waktu konsentrasi (Tc)


Tc = ∑t1 + t2
= 3,256+ 5,00
= 8,256 menit

b. Perhitungan Intensitas Curah Hujan


 Menggunakan Rumus Mononobe
Dari perhitungan di atas (Tc) sebesar 8,256
menit dan bila curah hujan yang terjadi adalah
130,98 mm/24jam sehingga untuk menghitung
intensitas hujan menggunakan rumus mononobe
yaitu :
2

R 24  24 
3

x 
I = 24  Tc 60 
2
 3
130,98  24 
x 
= 24  8,256 
 60 
= 170,368 mm/jam

 Penentuan nilai koefisien aliran (C)


Menentukan luas daerah pengairan (A)
Jalan beton (A1) = 8,5 x 450 = 3825 m2
Bahu jalan (A2) = 2 x 450 = 900 m2
Gebalan rumput (A3) = 4 x 450 = 1800 m2
ΣA = 6525 m2
168

Koefisien C
Jalan beton (C1) = 0,70
Bahu jalan (C2) = 0,70
Gebalan rumput (C3) = 0,45

(𝐶1 x A1) + (C2 x A2)+(C3 x A3)


C = Σ𝐴
(0,7 x 3825) + (0,70 x 900) + (0,45 x 1800)
C =
6525
= 0,631

 Penentuan debit aliran (Q)


A = 3825 + 900 + 1800 = 6525 m2 = 0,006525 km2
C = 0,631
I = 170,368 mm/jam
1
Q = 3,6 𝑥 𝐶 𝑥 𝐼 𝑥 𝐴
1
Q = 𝑥 0,631𝑥 170,368 𝑥 0,006525
3,6
= 0,195 m3/detik

 Perhitungan dimensi dan kemiringan saluran


 Saluran tepi direncanakan berbentuk trapesium
dengan kemiringan talud 1:1
 Penampang basah saluran
𝑄
Fd = Q = 0,195 m3/detik
𝑉
V = 1,5 m/detik
0,195
Fd =
1,5
= 0,13 m2
diambil Fd minimum untuk saluran = 0,50 m2
169

𝑏 + 2𝑚𝑑
= 𝑑 𝑚2 + 1
2
𝑏 + 2𝑚𝑑
= 𝑑 12 + 1
2
𝑏 = 0,828𝑑
Fe = d ( b + md)
Fe = 1,828 d2
Fe = Fd
1,828 d2 = 0,50 m2 (Fd minimum)
d = 0,52 m
b = 0,828 x 0,52 = 0,43 m

 Dengan tinggi jagaan :


𝑤 = 0.5 𝑑
𝑤 = 0.5 𝑥 0.52
𝑤 = 0,51 𝑚

Kontrol :
Q rencana < Q saluran
Q rencana = 0,195 m3/detik
Q saluran = Fe x V
Q saluran = 0,50 x 1,5
= 0,75 m3/detik
Q rencana < Q saluran
0,114 m3/detik < 0,75 m3/detik .....OK
170

 Kemiringan saluran ( i ) yang diijinkan.


Angka kekasaran saluran pasangan batu kali dengan
penyelesaian Manning (n) = 0,017 (baik sekali)
V = 1/n (R) 2/3 (i)1/2
𝐹𝑑
R = 𝑃
P = b + 2d 𝑚2 + 1
= 0,43 + 2 x 0,52 0,522 + 1
= 1,60 m
0,50
R = 1,60 = 0,31 m
𝑉𝑥𝑛 2
i perhitungan = 𝑅 2/3
1,5 𝑥 0,017 2
= 0,31 2/3
= 0,003099
i perhitungan = 0,31 %

 Kemiringan i lapangan
22,220
21,096

5+500 5+950
h A  hB 0
i lapangan =
L
22,220 - 21,096
=
450
= 0,0025
i lapangan = 0,25 %
171

Kontrol :
i perhitungan > i lapangan
0,31 % > 0,25 % , maka digunakan
i perhitungan = 0,31%
Bila i perhitungan < i lapangan, maka di buat
pematah arus.

Kontrol :
Vendap < V < Vgerus
Dimana :
Vgerus =1.5 m/detik2 (kecepatan aliran yang
diijinkan berdasarkan jenis material)
Vendap = 0.6 m/detik2
Vsaluran =1,3 m/detik < 1.5 m/detik2 (kecepatan
aliran yang diijinkan berdasarkan jenis
material)

Vendap < V < Vgerus


0.6 m/detik2 < 1.3 m/detik2 < 1.5 m/detik2.....OK
Bila V lebih besar dari Vijin maka diperlukan
bangunan pematah arus.

Jadi diperoleh tinggi saluran drainase adalah 1,00


m dan lebar dimensi drainase 0,5 m (lebar diambil
0,5 m sebagai lebar minimal) dengan
menggunakan material pasangan batu kali.
172

c. SALURAN 3
Pada STA 5+950 - 6+200
Perhitungan debit
Penentuan waktu konsentrasi (Tc)
Penentuan inlet time (t1)
2 𝑛𝑑
t1 = (3 𝑥 3,28 𝑥 𝐿𝑜 𝑥 𝑠 )0,167

2 0,013 0,167
t1 perkerasan = 3
𝑥 3,28 𝑥 8,5𝑥 0,02
= 1,09 menit
2 0,013 0,167
t1 bahu = 3
𝑥 3,28 𝑥 2,0 𝑥 0,04
= 0,81 menit
2 0,200 0,167
t1 gebalan rumput = 3
𝑥 3,28 𝑥 4,0 𝑥 0,08
= 1,356 menit
∑t1 = 3,256 menit

Penentuan waktu flow time (t2)


𝐿
t2 =
60 𝑥 𝑉
250
t2 =
60 𝑥 1,5
t2 = 2,78

Total waktu konsentrasi (Tc)


Tc = ∑t1 + t2
= 3,256+ 2,78
= 6,036 menit

b. Perhitungan Intensitas Curah Hujan


 Menggunakan Rumus Mononobe
Dari perhitungan di atas (Tc) sebesar 6,036
menit dan bila curah hujan yang terjadi adalah
130,98 mm/ 24 jam sehingga untuk menghitung
173

intensitas hujan menggunakan rumus mononobe


yaitu :
2

R 24  24 
3

x 
I = 24  Tc 60 
2
 3
130,98  24 
x 
= 24  6,036 
 60 
= 209,927 mm/jam

 Penentuan nilai koefisien aliran (C)


Menentukan luas daerah pengairan (A)
Jalan beton (A1) = 8,5 x 250 = 2125 m2
Bahu jalan (A2) = 2 x 250 = 500 m2
Gebalan rumput (A3) = 4 x 250 = 1000 m2
ΣA = 3625 m2

Koefisien C
Jalan beton (C1) = 0,70
Bahu jalan (C2) = 0,70
Gebalan rumput (C3) = 0,45

(𝐶1 x A1) + (C2 x A2)+(C3 x A3)


C = Σ𝐴
(0,7 x 2125) + (0,70 x 500) + (0,45 x 1000)
C = 3625
= 0,631

 Penentuan debit aliran (Q)


A = 2125 + 500 + 1000 = 3625 m2 = 0,003625 km2
C = 0,631
I = 209,927 mm/jam
1
Q = 3,6 𝑥 𝐶 𝑥 𝐼 𝑥 𝐴
174

1
Q = 3,6
𝑥 0,631𝑥 209,927 𝑥 0,003625
= 0,133 m3/detik

 Perhitungan dimensi dan kemiringan saluran


 Saluran tepi direncanakan berbentuk trapesium
dengan kemiringan talud 1:1
 Penampang basah saluran
𝑄
Fd = Q = 0,133 m3/detik
𝑉
V = 1,5 m/detik
0,133
Fd = 1,5
= 0,0886 m2
diambil Fd minimum untuk saluran = 0,50 m2

𝑏 + 2𝑚𝑑
= 𝑑 𝑚2 + 1
2
𝑏 + 2𝑚𝑑
= 𝑑 12 + 1
2
𝑏 = 0,828𝑑
Fe = d ( b + md)
Fe = 1,828 d2
Fe = Fd
1,828 d2 = 0,50 m2 (Fd minimum)
d = 0,52 m
b = 0,828 x 0,52 = 0,43 m
175

 Dengan tinggi jagaan :


𝑤 = 0.5 𝑑
𝑤 = 0.5 𝑥 0.52
𝑤 = 0,51 𝑚

Kontrol :
Q rencana < Q saluran
Q rencana = 0,133 m3/detik
Q saluran = Fe x V
Q saluran = 0,50 x 1,5
= 0,75 m3/detik
Q rencana < Q saluran
0,114 m3/detik < 0,75 m3/detik .....OK

 Kemiringan saluran ( i ) yang diijinkan.


Angka kekasaran saluran pasangan batu kali dengan
penyelesaian Manning (n) = 0,017 (baik sekali)
V = 1/n (R) 2/3 (i)1/2
𝐹𝑑
R = 𝑃
P = b + 2d 𝑚2 + 1
= 0,43 + 2 x 0,52 0,522 + 1
= 1,60 m
0,50
R = 1,60 = 0,31 m
𝑉𝑥𝑛 2
i perhitungan = 𝑅 2/3
1,5 𝑥 0,017 2
= 0,31 2/3
= 0,003099
i perhitungan = 0,31 %
176

 Kemiringan i lapangan

22,220
21,552

5+950 6+200

h A  hB
i lapangan =
L
22,220 - 21,552
=
250
= 0,0027
i lapangan = 0,27 %

Kontrol :
i perhitungan > i lapangan
0,31 % > 0,27 % , maka digunakan
i perhitungan = 0,31%
Bila i perhitungan < i lapangan, maka di buat
pematah arus.

Kontrol :
Vendap < V < Vgerus
Dimana :
Vgerus =1.5 m/detik2 (kecepatan aliran yang
diijinkan berdasarkan jenis material)
Vendap = 0.6 m/detik2
Vsaluran =1,3 m/detik < 1.5 m/detik2 (kecepatan
aliran yang diijinkan berdasarkan jenis
material)
177

Vendap < V < Vgerus


0.6 m/detik2 < 1.3 m/detik2 < 1.5 m/detik2.....OK
Bila V lebih besar dari Vijin maka diperlukan
bangunan pematah arus.

Jadi diperoleh tinggi saluran drainase adalah 1,00


m dan lebar dimensi drainase 0,5 m (lebar diambil
0,5 m sebagai lebar minimal) dengan menggunakan
material pasangan batu kali.

Untuk perhitungan selanjutnya disajikan dalam


bentuk tabel :
178

REKAPITULASI SALURAN
TABEL 5.11.
Perhitungan Waktu Konsentrasi

Saluran t1 tc I
STA Panjang t2
No. Perkerasan Bahu Jalan Gebalan Rumput t1+t2 Intensitas Curah Hujan
1 5+350 - 5+500 200 m 1.09 mnt 0.81 mnt 1.36 mnt 2.22 m2 5.48 mnt 223.8357612 mm/jam
2 5+500 - 5+950 450 m 1.09 mnt 0.81 mnt 1.36 mnt 5.00 m2 8.26 mnt 170.3111994 mm/jam
3 5+950 - 6+200 250 m 1.09 mnt 0.81 mnt 1.36 mnt 2.78 m2 6.04 mnt 209.8849936 mm/jam
4 6+200 - 6+725 525 m 1.09 mnt 0.81 mnt 1.36 mnt 5.83 m2 9.09 mnt 159.7400354 mm/jam
5 6+950 - 7+425 475 m 1.09 mnt 0.81 mnt 1.36 mnt 5.28 m2 8.54 mnt 166.5967091 mm/jam
6 7+425 - 7+650 225 m 1.09 mnt 0.81 mnt 1.36 mnt 2.50 m2 5.76 mnt 216.5799931 mm/jam
7 7+650- 7+950 300 m 1.09 mnt 0.81 mnt 1.36 mnt 3.33 m2 6.59 mnt 197.9225184 mm/jam
8 7+950- 8+700 750 m 1.09 mnt 0.81 mnt 1.36 mnt 8.33 m2 11.59 mnt 135.859108 mm/jam
9 8+700 - 8+950 250 m 1.09 mnt 0.81 mnt 1.36 mnt 2.78 m2 6.04 mnt 209.8849936 mm/jam
10 8+950 - 9+125 175 m 1.09 mnt 0.81 mnt 1.36 mnt 1.94 m2 5.20 mnt 231.7314321 mm/jam
11 9+175 - 9+900 725 m 1.09 mnt 0.81 mnt 1.36 mnt 8.06 m2 11.32 mnt 138.0735606 mm/jam
12 9+900 -10+350 450 m 1.09 mnt 0.81 mnt 1.36 mnt 5.00 m2 8.26 mnt 170.3111994 mm/jam
179

REKAPITULASI SALURAN
TABEL 5.12.
Perhitungan Debit Air

Saluran Luas Penampang A Koefisien c C Q


STA Panjang A total
No. Perkerasan Bahu Gebalan Rumput Perkerasan Bahu Gebalan Rumput A1xc1+A2xc2+A3xc3/Atotal 1/36 x C x I x A
1 5+350 - 5+500 200 m 1700 m2 400 m2 800 m2 2900.00 m2 0.7 0.7 0.45 0.631 0.114 m3/dtk
2 5+500 - 5+950 450 m 3825 m2 900 m2 1800 m2 6525.00 m2 0.7 0.7 0.45 0.631 0.195 m3/dtk
3 5+950 - 6+200 250 m 2125 m2 500 m2 1000 m2 3625.00 m2 0.7 0.7 0.45 0.631 0.133 m3/dtk
4 6+200 - 6+725 525 m 4463 m2 1050 m2 2100 m2 7612.50 m2 0.7 0.7 0.45 0.631 0.213 m3/dtk
5 6+950 - 7+425 475 m 4038 m2 950 m2 1900 m2 6887.50 m2 0.7 0.7 0.45 0.631 0.201 m3/dtk
6 7+425 - 7+650 225 m 1913 m2 450 m2 900 m2 3262.50 m2 0.7 0.7 0.45 0.631 0.124 m3/dtk
7 7+650- 7+950 300 m 2550 m2 600 m2 1200 m2 4350.00 m2 0.7 0.7 0.45 0.631 0.151 m3/dtk
8 7+950- 8+700 750 m 6375 m2 1500 m2 3000 m2 10875.00 m2 0.7 0.7 0.45 0.631 0.259 m3/dtk
9 8+700 - 8+950 250 m 2125 m2 500 m2 1000 m2 3625.00 m2 0.7 0.7 0.45 0.631 0.133 m3/dtk
10 8+950 - 9+125 175 m 1488 m2 350 m2 700 m2 2537.50 m2 0.7 0.7 0.45 0.631 0.103 m3/dtk
11 9+175 - 9+900 725 m 6163 m2 1450 m2 2900 m2 10512.50 m2 0.7 0.7 0.45 0.631 0.254 m3/dtk
12 9+900 -10+350 450 m 3825 m2 900 m2 1800 m2 6525.00 m2 0.7 0.7 0.45 0.631 0.195 m3/dtk
180

REKAPITULASI SALURAN
TABEL 5.13.
Perhitungan Dimensi Saluran

Saluran Fd Fd minimum d b w P R
STA Panjang
No. Q/V saluran 0,828 x d √0,5 x d 2
(b + 2d )x (√m +1) Fd/P
1 5+350 - 5+500 200 m 0.076 m2 0.50 m2 0.52 m 0.43 m2 0.51 m 1.60 m 0.31 m
2 5+500 - 5+950 450 m 0.130 m2 0.50 m2 0.52 m 0.43 m2 0.51 m 1.60 m 0.31 m
3 5+950 - 6+200 250 m 0.089 m2 0.50 m2 0.52 m 0.43 m2 0.51 m 1.60 m 0.31 m
4 6+200 - 6+725 525 m 0.142 m2 0.50 m2 0.52 m 0.43 m2 0.51 m 1.60 m 0.31 m
5 6+950 - 7+425 475 m 0.134 m2 0.50 m2 0.52 m 0.43 m2 0.51 m 1.60 m 0.31 m
6 7+425 - 7+650 225 m 0.083 m2 0.50 m2 0.52 m 0.43 m2 0.51 m 1.60 m 0.31 m
7 7+650- 7+950 300 m 0.101 m2 0.50 m2 0.52 m 0.43 m2 0.51 m 1.60 m 0.31 m
8 7+950- 8+700 750 m 0.173 m2 0.50 m2 0.52 m 0.43 m2 0.51 m 1.60 m 0.31 m
9 8+700 - 8+950 250 m 0.089 m2 0.50 m2 0.52 m 0.43 m2 0.51 m 1.60 m 0.31 m
10 8+950 - 9+125 175 m 0.069 m2 0.50 m2 0.52 m 0.43 m2 0.51 m 1.60 m 0.31 m
11 9+175 - 9+900 725 m 0.170 m2 0.50 m2 0.52 m 0.43 m2 0.51 m 1.60 m 0.31 m
12 9+900 -10+350 450 m 0.130 m2 0.50 m2 0.52 m 0.43 m2 0.51 m 1.60 m 0.31 m
181

REKAPITULASI SALURAN
TABEL 5.14.
Perhitungan Kemiringan Saluran

Saluran
STA Panjang Elevasi 1 Elevasi 2 i perhitungan i lapangan Kontrol
No.
1 5+350 - 5+500 200 m 21.641 21.096 0.31 % 0.363 % pematah arus
2 5+500 - 5+950 450 m 21.096 22.220 0.31 % 0.250 % ok
3 5+950 - 6+200 250 m 22.220 21.552 0.31 % 0.267 % ok
4 6+200 - 6+725 525 m 21.552 27.253 0.31 % 1.086 % pematah arus
5 6+950 - 7+425 475 m 27.300 21.989 0.31 % 1.118 % pematah arus
6 7+425 - 7+650 225 m 21.989 22.495 0.31 % 0.225 % ok
7 7+650- 7+950 300 m 22.495 21.712 0.31 % 0.261 % ok
8 7+950- 8+700 750 m 21.712 23.779 0.31 % 0.276 % ok
9 8+700 - 8+950 250 m 23.779 23.327 0.31 % 0.181 % ok
10 8+950 - 9+125 175 m 23.327 23.785 0.31 % 0.262 % ok
11 9+175 - 9+900 725 m 23.785 21.683 0.31 % 0.290 % ok
12 9+900 -10+350 450 m 21.683 22.784 0.31 % 0.245 % ok

(*) Bila i lapangan < i perhitungan, maka digunakan i perhitungan


Bila i lapangan > i perhitungan, maka diperlukan pematah arus
182

Dari perhitungan diatas debit dan dimensi saluran pada lampiran


maka dimensi saluran yang direncanakan dapat menampung debit
pada setiap daerah tangkapan (Catchment Area). Jadi pada
perencanaan TOL Mojokerto – Kertosono STA 5+350 - STA
10+350 dengan mengunakan perkerasan kaku ini menggunakan
dimensi saluran berbentuk trapesium dengan lebar (b) = 0.43 m,
tinggi (h) = 1 m (d)= 0,52 m dan kemiringan talud 1:1.

w=0.51m

d=0.52m

b=0.43m

Gambar 5.35 Dimensi Saluran


STA 5+350 - STA 10+350

Anda mungkin juga menyukai