TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Umum
Perencanaan geometrik jalan adalah perencanaan rute dari suatu ruas jalan
secara lengkap, meliputi beberapa elemen yang disesuaikan dengan kelengkapan
data dan data dasar yang ada atau tersedia dari hasil survey lapangan dan telah di
analisis, serta mengacu pada ketentuan yang berlaku (Hendarsin, 2000).
Perkerasan jalan adalah konstruksi yang dibangun diatas lapisan tanah dasar
(subgrade) yang berfungsi untuk menopang beban lalu lintas (Hendarsin, 2000).
Konstruksi prekerasan jalan adalah tanah dasar yang berasal dari lokasi itu
sendiri atau didekatnya, yang telah dipadatkan sampai tingkat kepadatan tertentu
sehingga mempunyai daya dukung yang baik serta berkemampuan
mempertahankan perubahan volume selama masa pelayanan (Sukirman, 1999).
Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan yang diletakkan
di atas tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan teresebut berfungsi
untuk menerima beban lalu lintas dan menyebarkan ke lapisan di bawahnya
(Sukirman, 1999).
Beban kendaraan dilimpahkan ke perkerasan jalan melalui bidang kontak
roda beban berupa beban terbagi rata. Beban tersebut berfungsi untuk diterima
oleh lapisan permukaan dan disebarkan ke tanah dasar menjadi lebih kecil dari
daya dukung tanah dasar (Sukirman, 1999).
10
11
11
12
sebab itu persyaratan perencanaan untuk jalan-jalan antar kota adalah lebih berat
dari berat jalan perkotaan, walaupun pemilihan trase di daerah intra-urban adalah
lebih bebas daripada di daerah perkotaan.
Secara umum trase jalan paa daerah perbukitan, selalu mengikuti kontur dari
topografi, sehingga banyak berkelok-kelok karena untuk mempertahankan
kelandaian memanjang (grade) jalan. Namun demikian yang paling utama adalah
grade disesuaikan dengan persyaratan yang ada, agar kendaraan-kendaraan berat
masih bisa melaluinya. Persyaratan ini mengatur kelandaian memanjang
maksimum (grade) jalan, agar semnua jenis kendaraan yang diijinkan pada ruas
tersebut dapat mempertahankan kecepatan rencananya, dan tidak sampaiterhenti
akibat keterbatasan kapasitas mesin yang dipunyai kendaraan.
klasifikasi medan berdasarkan topografi dapat dilihat pada Tabel 2.2
Tabel 2. 2 Ketentuan Klasifikasi : Fungsi, Kelas Beban, Medan
Keterangan :
1. Pada saat pertama kali mendadak kali membelok, yang dibelokkan adalah
roda depan kendaraan, sehingga jejak roda akan melintasi lintasan peralihan
dari jalan yang lurus ke tikungan berbentuk busur lingkaran.
2. Dari keadaan tersebut diatas, makak gaya sentrifugal yang terjadiakan muncul
secara berangsur-angsur dari mulai R tak terhingga di jalan lurus sampai ke R
= Rc pada tikungan berbentuk busur lingkaran.
Pada lengkung horizontal yang tumpul dengan jari-jari besar, lintasan
kendaraan masih dapat tetap berada pada lajur jalnnya, tetapi pada tikungan yang
tajam kendaraan akan menyimpang dari lajur lain disampingnya. Guna
menghindari hal tersebut, sebaiknya dibulatkan suatu lengkung, yang mana
lengkung tersebut merupakan peralihan dari R = tak terhingga menuju ke R = Rc.
Lengkung ini disebut dengan lengkung peralihan.
Seperti yang disebutkan diatas sebelumnya, bentuk lengkung peralihan,
mempunyai bentuk yang sama dengan jejak roda kendaraan ketika beralih dari
jalan yang lurus ke tikungan berbentuk busur lingkaran dan sebaliknya,
dipengaruhi oleh sifat pengemudi, kecepatan kendaraan, radius lengkung, dan
kemiringan melintang jalan. Lengkung spiral atau clotboid merupakan bentuk
lengkung yang banyak dipergunakan pada saat ini.
Pencapaian kemiringan melintang jalan dari kemiringan jalan normal pada
jalan yang lurus ke kemiringan melintang sebesar superelevasi dan sebaliknya
dilakukan pada awal dan akhir lengkung. Bina Marga memperhitungkan panjang
lengkung peralihan mulai sepanjang penampang melintang berbentuk crown
16
Ls = Lengkung peralihan
e = Superelevasi
em = Superelevasi maksimum
en = Superelevasi normal
TC = Tangen to Circle
CT = Circle to Tangen
Rc = Jari-jari lingkaran
Keterangan:
Xs = Absis titik SC pada garis tangen, jarak dari titik TS ke SC (jarak lurus
lengkung peralihan)
Ys = Ordinat titik SC pada garis tegak lurus garis tangen, jarak tegak lurus ke
titik SC pada lengkung.
Rc = jari-jari lingkaran
𝐿𝑠 2
𝑋𝑠 = 𝐿𝑠 (1 − )
40 𝑅𝑐 2
𝐿𝑠 2
𝑌𝑠 = 𝐿𝑠 ( )
6 𝑅𝑐
90 𝐿𝑠
𝜃𝑠 = 𝑥
𝜋 𝑅𝑐
𝐿𝑠 2
𝑝= − 𝑅𝑐 (1 − 𝑐𝑜𝑠 𝜃𝑠)
6 𝑥 𝑅𝑐𝑐
𝐿𝑠 3
𝑘 = 𝐿𝑠 − ( ) − 𝑅𝑐 × 𝑠𝑖𝑛 𝜃𝑠
40 𝑅𝑐 2
Keterangan gambar :
Rc = Jari-jari lingkaran
Berikut adalah diagram superelevasi yang dapat dilihat pada Gambar 2.4
mengenai diagram superelevasi Full Circle, dan Gambar 2.5 mengenai diagram
superelevasi Spiral-Circle-Spiral, dan Gambar 2.6 mengenai diagram superelevasi
Spiral –Spiral.
22
Keterangan :
Jh = Jarak pandang henti (m)
Lt = Panjang tikungan (m)
E = Daerah kebebasan samping (m)
R = Jari-jari lingkaran (m)
Keterangan :
2∅ 𝜋∅𝑅′
𝑆= 2𝜋𝑅 ′ =
360 90
90 𝑆 90 𝐷𝑆 𝐷𝑆
∅= = =
𝜋 × 𝑅′ 𝜋 1432,39 50
90 𝑆 28,65 × 𝑆
∅= =
𝜋 × 𝑅′ 𝑅′
𝑚 = 𝑅′(1 − cos 𝐷 𝑆⁄50)
𝑚 = 𝑅′ (1 − cos 28,65 × 𝑆⁄ )
𝑅′
(Hendarsin, 2000)
Kecepatan Kecepatan fm D d d
Rencana Jalan perhitungan perhitungan Desain
(km/jam) (km/jam) untuk Vr untuk Vj (m)
(m) (m)
30 27 0.400 29,71 25,94 25 – 30
40 36 0,375 44,60 38,63 40 – 45
50 45 0,350 62,87 54,05 55 – 65
60 54 0,330 84,65 72,32 75 – 85
70 63 0,313 110,28 93,71 95 – 110
80 72 0,300 139,59 118,07 120 – 140
100 90 0,285 207,64 174,44 175 – 210
120 108 0,280 285,87 239,06 240 - 285
(Saodang, 2004)
Gambar dari pelebaran perkerasan pada tikungan dapat dilihat pada Gambar
2.9.
28
𝑇𝑑 = √𝑅𝑟 2 + 𝐴(2𝑝 + 𝐴) − 𝑅
𝑉
𝑍 = 0,105 × ( )
√𝑅
𝜀 =𝐵−𝑊
Keterangan :
B = Lebar perkerasan pada tikungan
N = Jumlah jalur lalu lintas
b = Lebar lintasan truk pada jalur lurus
b’ = Lebar lintasan truk pada tikungan
b” = Penambahan lebar lintasan truk pada waktu belok
P = Jarak As roda depan dengan roda belakang truk
A = Tonjolan depan sampai bumper
W = Lebar perkerasan
29
V = kecepatan rencana
Sta A = 0+000
Mulai
Data:
Perhitungan :
Dicoba Tikungan FC
Diagram superelevasi
Pelebaran Perkerasan
Selesai
Gambar 2.10 diagram alir perencanaan tikungan (full-circle) FC.
32
Mulai
Data:
Perhitungan :
Diagram Superelevasi
Selesai
2. ∆= 𝑔1 − 𝑔2
2
3. 𝑆 = 0,694𝑉𝑟 + 0,004 [𝑉𝑟 ⁄(𝑓)]
∆×𝐿𝑣
4. 𝐸𝑣 = 800
2
∆×(1⁄4𝐿𝑣)
5. 𝑦 = 200×𝐿𝑣
1) Kelandaian maksimum
Kelandaian maksimum didasarkan pada kecepatan truk yang bermuatan
penuh mampu bergerak dengan kecepatan tidak kurang dari separuh
kecepatan semula tanpa harus menggunakan gigi rendah untuk kelandaian
maksimum yang diizinkan sebagaimana pada Tabel 2.6.
Landai maksimum % 3 3 4 5 8 9 10 10
(TPGJAK No 038/T/BM/1997)
35
2) Panjang Kritis
Panjang kritis yaitu panjang landau maksimum yang harus disediakan agar
kendaraan dapat mempertahankan kecepatannya sedemikian sehingga
penurunan kecepatan tidak lebih dari separuh Vr. Lama perjalanan tersebut
ditetapkan tidak lebih dari satu menit. Pada Tabel 2.7 dapat dilihat panjang
kritis yang diizinkan.
(TPGJAK No 038/T/BM/1997)
Dalam perencanaan alinemen vertikal terdapat diagram alir pada Gambar 2.12.
36
Data:
Stationing PPV
Elevasi PPV
Kelandaian Tangent (g)
Kecepatan Rencana (Vr)
Perbedaan Aljabar Kelandaian (A)
Perhitungan :
Selesai
𝐿𝐸𝑃 = ∑ 𝐿𝐻𝑅𝑃𝑗 × 𝐶 × 𝐸
𝑗=𝑚𝑝
𝐿𝐸𝐴 = ∑ 𝐿𝐻𝑅𝐴𝑗 × 𝐶 × 𝐸
𝑗=𝑚𝑝
Catatan : Hubungan nilai CBR dengan garis mendatar kesebelah kiri diperoleh
nilai nilai DDT.
(Alamsyah : 2001)
Dalam menentukan indeks permukaan pada awal umur rencana (IP o) perlu
diperhatikan jenis lapis permukaan jalan (kerataan/ kehalusan serta kekokohan)
pada awal umur rencana menurut Tabel 2.12.
Tabel 2. 12 Indeks Permukaan pada awal umur rencana (IPo)
Koefisien Kekuatan
Kekuatan Relatif Bahan Jenis Bahan
a1 a2 a3 Ms Kta CBR
(kg) Kg/cm2 %
0,4 744 LASTON
0,35 590
0,32 454
0,30 340
0,35 744 LASBUTAG
0,31 590
0,28 454
0,26 340
0,30 340 HRA
0,26 340 Aspal Macadam
0,25 LAPEN (mekanis)
0,20 LAPEN (manual)
0,28 590 LASTON ATAS
0,26 454
0,24 340
0,23 LAPEN (mekanis)
0,19 LAPEN (manual)
0,15 22 Stab. Tanah dengan semen
0,13 18
0,15 22 Stab. Tanah dengan kapur
0,13 18
0,14 100 Pondasi Macadam (basah)
0,12 60 Pondasi Macadam
0,14 100 Batu pecah (A)
0,13 80 Batu pecah (B)
0,12 60 Batu pecah (C)
0,13 70 Batu pecah (A)
0,12 50 Batu pecah (B)
0,11 30 Batu pecah (C)
0,10 20 Tanah/ lempung kepasiran
(Alamsyah : 2001)
Rumus :
𝐼𝑇𝑃 = 𝑎1 𝐷1 + 𝑎2 𝐷2 + 𝑎3 𝐷3
D1, D2, D3 = Tebal masing-masing lapis perkerasan (cm)
Angka 1,2,3 masing-masing lapis permukaan, lapis pondasi atas dan pondasi
bawah
Berikut ini dapat dilihat diagram alir perencanaan tebal perkerasan pada Gambar
2.14.
46
Mulai
Data:
LHR
Pertumbuhan Lalu Lintas (i)
Kelandaian Rata-Rata
Iklim
Umur Rencana (UR)
CBR Rencana
Menghitung Nilai LER Penentuan Nilai DDT Penentuan Faktor Regional (FR)
Berdasarkan LHR Berdasarkan Korelasi CBR 90% Berdasarkan Tabel 2.10
Menentukan IPt
Berdasarkan LER
Selesai
a) Volume Pekerjaan
Kuantitas pekerjaan dapat diperoleh dengan mengukur setiap objek dalam
gambar (dengan mempertimbangkan skala) atapun langsung pada objek aktual di
lapangan, maka metode rata-rata luas penampang digunakan untuk
mengasumsikan sisi-sisi lapangan ruang diukur dalam garis lurus. Satuan ialah
simbol yang mewakili kuantitas yang diukur, cara pengukuran dan karakteristik
objek yang diukur. Jika satuan angka pengukuran tidak disertai dengan satuan
pengukuran, tidak ada artinya, sehingga volume setiap pekerjaan yang dihitung
harus memiliki unit yang jelas karena akan mempengaruhi perhitungan biaya
pelaksanaan.
a) Tentukan jenis tenaga kerja, misal pekerja (P), tukang (Tk), mandor (M), dan
kepala tukang (KT).
b) Kumpulkan data upah yang sesuai dengan peraturan daerah setempat, data
upah hasil survai di tempat yang berdekatan dan berlaku untuk daerah tempat
lokasi pekerjaan akan dilakukan.
c) Perhitungkan tenaga kerja yang diambil dari luar daerah maka
memperhtiungkan biaya makan, menginap dan transport.
d) Tentukan jumlah hari efektif pekerjaan selama satu bulan dikurangi dengan
tanggal merah (24 - 26 hari), dan jumlah jam efektif dalam satu hari (7 jam).
e) Hitung biaya upah dari masing-masing orang per jam.
f) Rerata dari seluruh biaya upah per jam sebagai upah rerata per jam.
g) Nilai rerata biaya upah minimum harus setara dengan Upah Minimum
Regional (UMR) dari daerah setempat (Kementrian Pekerjaan Umum,
Analisis Harga Satuan Pekerjaan (AHSP) Bidang Bina Marga, 2016).
nilai tambah pada pelaksanaan proyek yang menyangkut mutu dari pada
pelaksanaan.