Anda di halaman 1dari 20

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1 Nikel
Nikel dalam tabel periodik merupakan unsur logam yang memiliki
lambang Ni dan nomor atom 28. Nikel mempunyai sifat tahan karat. Dalam
keadaan murni, Nikel bersifat lembek, tetapi jika dipadukan dengan Besi, Krom,
dan logam lainnya dapat membentuk Baja tahan karat yang keras. Nikel
ditemukan oleh A. F. Cronstedt pada tahun 1751, merupakan logam berwarna
putih keperak-perakan yang berkilat, keras dan mulus, tergolong dalam logam
peralihan, sifat tidak berubah bila terkena udara, tahan terhadap oksidasi dan
kemampuan mempertahankan sifat aslinya di suhu yang ekstrim. Nikel digunakan
dalam berbagai aplikasi komersial dan industri, seperti pelindung baja (stainless
steel), pelindung tembaga, industri baterai, elektronik, aplikasi industri pesawat
terbang, industri tekstil, turbin pembangkit listrik bertenaga gas, pembuat magnet
kuat, pembuatan alat-alat laboratorium (Nikrom), kawat lampu listrik berbagai
fungsi lain. (Laporan T.A Mardia Ulangsari, 2017).

3.2 Nikel Laterit


Batuan induk bijih Nikel adalah batuan Peridotit. Menurut Vinogradov
batuan Ultrabasa rata-rata mempunyai kandungan Nikel sebesar 0,2%. Unsur
Nikel tersebut terdapat dalam kisi-kisi kristal mineral Olivin dan Piroksin,
sebagai hasil substitusi terhadap atom Fe dan Mg. Proses terjadinya substitusi
antara Ni, Fe dan Mg dapat diterangkan karena radius Ion dan muatan Ion yang
hampir bersamaan diantara unsur-unsur tersebut. Proses Serpentinisasi yang
terjadi pada batuan Peridotit akibat pengaruh larutan Hidrothermal akan
mengubah batuan Peridotit menjadi batuan Serpentinit atau batuan Serpentinit
Peroditit. Sedangkan kimia dan fisika dari udara, air serta pergantian panas dingin
yang bekerja secara continuous, menyebabkan disintegrasi dan dekomposisi pada
batuan induk. (Laporan K.P Irwan 2016).

1
3.3 Jalan Tambang
Menurut KEPMEN ESDM (2018), jalan pertambangan adalah jalan
khusus yang diperuntukkan untuk kegiatan pertambangan dan berada di area
pertambangan atau area proyek yang terdiri atas jalan penunjang dan jalan
tambang. Jalan tambang/produksi adalah jalan yang terdapat pada area
pertambangan dan/atau area proyek yang digunakan dan dilalui oleh alat
pemindah tanah mekanis dan unit penunjang lainnya dalam kegiatan
pengangkutan tanah penutup, bahan galian tambang, dan kegiatan penunjang
pertambangan. Sedangkan jalan penunjang adalah jalan yang disediakan untuk
jalan transportasi barang/orang di dalam suatu area pertambangan dan/atau area
proyek untuk mendukung operasi pertambangan atau penyediaan fasilitas
pertambangan. 19 “Fungsi utama jalan angkut tambang secara umum adalah untuk
menunjang kelancaran operasi penambangan terutama dalam kegiatan
pengangkutan. Medan berat yang mungkin terdapat di sepanjang rute jalan
tambang harus di atasi dengan merubah rancangan jalan untuk meningkatkan
aspek manfaat dan keselamatan kerja. Apabila perlu dibuat terowongan (tunnel)
atau jembatan, maka cara pembuatan dan kontruksinya harus mengikuti aturan-
aturan teknik sipil yang berlaku. Lajur jalan di dalam terowongan atau jembatan
umumnya cukup satu dan alat angkut atau kendaraan yang akan melewatinya
masuk secara bergantian (Sri wulan Nurauningsih,2022).

3.4 Geometri jalan angkut


Pada perencanaan jalan angkut tambang dibutuhkan adanya pengkajian
geometri jalan yang berlaku. Hal ini bertujuan supaya jalan angkut tambang
tersebut dapat bertahan lama serta proses penambangan bisa berjalan dengan
lancar. Apabila rancangan jalan angkut tidak sesuai dengan kaidah geometri jalan
angkut yang berlaku, maka proses penambangan bisa terhambat, sehingga dapat
menyebabkan kerugian pada perusahaan (Azwari, 2015).
Jalan angkut tambang mempunyai karakteristik khusus yang membedakan
perlakuan terhadap penanganannya dari pada jalan transportasi umum.
Karakteristik tersebut yaitu:

2
1. Jalan tambang selalu dilewati oleh alat berat yang mempunyai crawler track
(roda rantai) sehingga tidak memungkinkan adanya pengaspalan.
2. Jalan tambang yang berada di area seam umumnya selalu mengalami
perubahan elevasi karena adanya aktivitas pengalian jejang.
3. Lebar jalan tambang harus diperhatikan sesuai dengan fungsi jalurnya,
khususnya untuk jalur ganda atau lebih.
Geometri jalan yang harus diperhatikan sama seperti jalan raya umumnya,
yaitu lebar jalan angkut, kemiringan jalan dan sebagainya. Alat angkut atau truck
tambang umumnya berdimensi lebih besar, panjang dan lebar dibanding dengan
alat angkut dijalan raya, oleh karena itu geometri jalan harus sesuai dengan
dimensi alat angkut yang digunakan agar alat angkut dapat bergerak leluasa pada
kecepatan normal dan aman (Febrinald, 2021). Faktor-faktor yang merupakan
geometri penting yang mempengaruhi keadaan jalan angkut yaitu:
a. Lebar jalan angkut pada jalan lurus
Penentuan lebar jalan angkut lurus dan lebar jalan angkut belokan dalam
perhitungan berbeda, Lebar Jalan Pada Keadaan Lurus Penentuan lebar jalan
minimum untuk jalan lurus didasarkan pada Kepmen ESDM No 1827 Th (2018)
yaitu :
- Tiga setengah kali lebar alat angkut terbesar, untuk jalan tambang dua arah
- Dua kali lebar alat angkut terbesar, untuk jalan tambang satu arah
Untuk mengetahui lebar jalan angkut digunakan persamaan sebagai berikut:
Persamaan yang digunakan untuk menentukan lebar jalan angkut pada
jalan lurus adalah :
- Lm = n.Wt + (n + 1) (1/2 x Wt) ……………………………… (3.1)
Sumber: Thony Rianto (2016)
- W = (1.5L + 0.5)X ……………………………… (3.2)
Sumber: Dwayne D. Tannant (2001)
Dengan:
Lm = lebar jalan minimum (m)
n = Jumlah jalur
Wt = Lebar alat angkut (m)
W = Lebar permukaan jalan (m)
3
L = Jumlah Jalur
X = Lebar kendaraan (m)

Sumber : Suwandhi, 2014

Gambar 3.1 Lebar Jalan Angkut Lurus

b. Lebar jalan angkut pada tikungan

Lebar jalan pada tikungan selalu lebih besar dari pada lebar pada jalan
lurus, menurut Sulistyana (2018) untuk jalur ganda, lebar minimum pada tikungan
dapat dihitung bedasarkan pada :
- Lebar jejak ban alat angkut
- Lebar juntai atau tonjolan (overhang) alat angkut bagian depan dan belakang
pada saat membelok.
- Jarak antara alat angkut pada saat bersimpangan.
- Jarak (space) alat angkut dengan tepi jalan.
Menentukan lebar jalan angkut harus disesuaikan dengan pemilihan alat
angkut yang akan digunakan pada proses penambangan. Alat memiliki lebar
lintasan dan jalan memiliki lebar tikungan. Sehingga lebar jalan angkut pada
tikungan selalu lebih besar dari pada lebar jalan lurus dan lebar lintasan yang
dimiliki oleh alat angkut
Perhitungan terhadap lebar jalan angkut pada tikungan atau belokan dapat
menggunakan persamaan :
W = 2 ( U + Fa + Fb + Z ) + C ...................... (3.3)

C = Z = ½ (U + Fa + Fb) .................................... (3.4)

4
Sumber : Nurkhamim (2022)

Keterangan :

W = Lebar jalan angkut minimum pada tikungan (m)

N = Jumlah jalur

U = Jarak jejak roda kendaraan (m)

Fa = Lebar juntai depan (m)

Fb = Lepar juntai belakang (m)

Ad = Jarak as roda depan dengan bagian depan (m)

Ab = Jarak as roda belakang dengan bagian belakang (m)


C = Jarak antara dua truk yang akan bersimpangan (m)
Z = Jarak sisi luar truk ke tepi jalan (m)

Sumber : Suwandhi,2014

Gambar 3.2 Lebar Jalan Angkut pada Tikungan


c. Superelevasi
Superelevasi merupakan kemiringan jalan pada tikungan yang terbentuk
oleh batas antara tepi jalan terluar dengan tepi jalan terdalam karena perbedaan
ketinggian. Bagian tikungan jalan perlu diberi superelevasi, yakni dengan cara
meninggikan jalan pada sisi luar tikungan. Hal ini bertujuan untuk menghindari
atau mencegah kendaraan tergelincie ke luar jalan atau terguling.

5
Sumber : Suwandhi,2014
Gambar 3.3. Gaya – Gaya yang bekerja pada Superelevasi Jalan Angkut
Besarnya superelevasi dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :

2
v
e+f = ……………………………………………(3.5)
127 R

Keterangan :

e = Superelevasi

V = Kecepatan rencana alat angkut

f = Faktor gesekan

R = Radius tikungan (m)

d. Kemiringan Jalan Angkut (grade)

kemiringan (grade) jalan angkut produksi dinyatakan dalam persen (%)


kemiringan 1% berarti jalan tersebut naik atau turun 1m pada jarak mendatar
sejauh 100m. kemiringan (grade) jalan dilakukan dengan acuan standar KepMen
ESDM No 1827 K/30/MEM/2018 di mana nilai maksimal kemiringan adalah
12%. Kemiringan jalan (grade) 1 dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan

......................................... (3.6)
6
∆h
Grade ( α )= Arc Tg …………………………(3.7)
∆y

Keterangan :

h = Beda tinggi antara dua titik segmen yang diukur (meter)

x = Jarak antara dua titik segmen jalan diukur (meter)

7
Sumber: Ir Yanto Indinesianto, (2005)
Gambar 3.4 Kemiringan jalan (grade)

e. Kemiringan Melintang (Cross Slope)


Cross slope merupakan sudut yang dibentuk oleh dua sisi permukaan jalan
terhadap bidang horizontal. Jalan angkut umumnya memiliki bentuk penampang
melintang cembung, hal tersebut bertujuan untuk memperlancar penyaliran di
jalan angkut sehingga apabila hujan turun atau sebab lain, air yang ada di
permukaan jalan akan segera mengalir menuju tepi jalan (Suwandhi, 2004).
Dengan demikian air tidak akan terkumpul pada permukaan jalan sehingga jalan
akan tetap terpelihara dengan baik dan tidak membahayakan kendaraan. Cross
slope dapat dihitung berdasarkan Gambar dibawah ini.

Sumber : Suwandhi,2004
Gambar 6. Penampang Melintang Jalan Angkut

Nilai cross slope (α) dapat dihitung dengan membandingkan antara jarak vertikal
(b) dan horizontal (a) dengan satuan mm/m atau m/m' (Riyanto. dkk, 2016), jika
dimasukkan kedalam persamaan akan menjadi seperti:

1
a= x L ……………………………………………………(8)
2
8
b
α = …………………………………………............................(9)
a

Sehingga untuk menghitung b jika nilai cross slope diketahui kita dapat
menggunakan persamaan dibawah ini :

b = α x a …………………………………………....................(10)

3.5 Geometri Jalan Tambang (KepMenESDM No 1827 K/30/MEM/2018)


1. Pedoman Pengelolaan Teknik Pertambangan
a. Berikut istilah-istilah yang digunakan di area pertambangan

1. Jalan khusus yang diperuntukan untuk kegiatan pertambangan dan


berada di area pertambangan atau area proyek yang terdiri atas jalan
penunjang dan jalan tambang disebut jalan pertambangan.
2. Jalan yang terdapat pada area pertambangan dan/atau area proyek yang
digunakan dan dilalui oleh alat pemindahan tanah penutup, bahan
galian tambang, dan kegiatan penunjang pertambangan disebut jalan
tambang/produksi.
3. Jalan yang disediakan untuk dilalui transportasi barang/orang di dalam
suatu area pertambangan dan/atau area proyek untuk mendukung
operasi pertambangan atau penyediaan fasilitas pertambangan disebut
jalan penunjang.
4. Jalan untuk memasuki area tambang permukaan dan tambang bawah
tanah disebut jalan masuk.
b. Pertimbangan Jalan Pertambangan

1. Pertimbangan alat angkut terbesar yang melintasi jalan pada lebar


jalan tambang/produksi paling kurang.
a. Tiga setengah kali lebar dari alat angkut terbesar yang digunakan,
untuk jalan tambang dua arah.
b. Dua kali lebar alat angkut terbesar yang digunakan, untuk jalan
tambang satu arah.
c. Lebar jalan pada jembatan sesuai ketentuan di atas.

9
2. Disisi luar badan jalan tanggul pengaman dengan tinggi sekurang –

kurangnya (tiga per empat) diameter roda kendaraan terbesar serta


menghitungkan potensi air limpasan dan atau material lepas yang
dapat masuk kejalan yang tersedia pada setiap jalan
tambang/produksi.
3. Jalan tambang/produksi menggunakan boxcut, dan memiliki tanggul.
4. Dalam hal kondisi jalan tambang/produksi menggunakan tipe boxcut
dan berpotensi material lepas, dilakukan penguatan lereng.
5. Disepanjang jalan tambang produksi memiliki sistem penyaliran yang
mampu menyalirkandebit air aliran tertinggi dan dipelihara dengan
baik.
6. Badan jalan tambang atau produksi dibentuk kemiringan melintang
(cross slope) paling kurang 2% (dua persen) disepanjang permukaan
badan jalan.
7. Grade atau kemiringan jalan tambang produksi ketika dibuat tidak
melebihi 12% (duabelas persen ) yang perhitungkan.
a. Spesifikasi dari kemampuan alat angkut
b. Jenis dari material jalan
c. Penggunaan bahan bakar fuel ratio
8. Dalam hal kemiringan jalan tambang/produksi lebih dari 12%
(duabelas persen) dilakukan kajian teknis yang paling kurang
mencakup.
a. Kajian resiko
b. Spesifikasi teknis alat
c. Spesifikasi teknis jalan
9. Lebar jalan, radius tikungan, dan superelevasi pada setiap jalan
pertambangan yang menikung mampu menahan gaya dari setiap jenis
kendaraan yang melintas dengan batasan kecepatan yang telah
ditentukan.
10. Jalan pertambangan dilakukan pemeliharaan dan perawatan sehingga
tidak menghambat kegiatan pengangkutan.

10
11. Jalan pada pertambangan memiliki daya dukung jalan lebih kuat dari
kapasitas terbesar beban kendaraan serta muatan yang melintasi pada
beban statis dlaam waktu tertentu sesuai kajian teknis.
12. Jalur tikungan serta persimpangan jalan tambang atau produksi
dipasang pemisah jalur (separator) tinggi paling kurang setengah dari
diameter roda pada kendaraan terbesar serta lebar bagian atas paling
rendah sama dengan lebar roda kendaraan terbesar.
13. KepMen ESDM No 1827 K/30/M3M/2018 menentukan sudut
belokan pada pertigaan jalan tidak melebihi 70˚.

3.6 Tahanan yang Mempengaruhi Gerak Kendaraan


Tahanan gerak kendaraan merupakan apapun yang menghambat laju dari
bergeraknya suatu benda. Tahanan yang dialami oleh alat angkut yang melaju di
atas permukaan tanah dibagi menjadi dua yaitu tahanan gulir dan tahanan
kemiringan. Tahanan total yang besar akan memperlambat laju dari alat angkut
sehingga sebisa mungkin dilakukan perbaikan untuk meningkatkan kecepatan
laju kendaraan agar alat angkut bekerja lebih efektif. Untuk mencari nilai dari
tahanan total dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Wood, Graeme Scott.,
1994) :

Total Resistance = Grade Resistance + Rolling Resistance ……………… (3.11)

3.6.1 Tahanan Gulir (Rolling Resistance)


Tahanan gulir adalah tahanan yang berusaha menahan putaran roda
kendaraan (lb). Jika tahanan gulir semakin besar akan menyebabkan gaya yang
diperlukan untuk menarik kendaraan di atas tanah semakin besar, hal ini akan
menyebabkan konsumsi bahan bakar yang dipergunakan alat angkut semakin
banyak. Menghitung besarnya rolling resistance dapat menggunakan rumus
(Purifoy, 2006) :
RR factor = 40 lb/ton + 30 lb/ton/inch × tire penetration …….(3.12)

RR = RR factor (lb/ton) 𝑥 gross machine weight …………………(3.13)

11
Keterangan :
Tire Penetration = Amblasan ban pada permukaan jalan angkut, inch
Gross machine weight = Berat keseluruhan alat angkut, ton

Faktor-faktor yang mempengaruhi tahanan gulir yaitu :


1. Berat muatan, yaitu semakin besar muatan yang diberikan maka semakin

besar pula tahanan gulirnya.

2. Keadaan jalan, yaitu semakin rata dan keras jalan angkut maka semakin kecil
tahanan gulirnya.
3. Gesekan dalam (internal friction), yaitu jika terdapat penambahan daya
mekanis antara mesin dan ban maka akan meningkatkan tahanan gulirnya.
4. Pengemudi, yaitu keahlian operator dalam mengemudi kendaraannya
Pengamatan langsung di lapangan dapat menunjukkan berbagai macam
besarnya amblasan roda alat angkut pada permukaan jalan angkut tambang.

3.6.2 Tahanan Kemiringan (Grade Resistance)

Tahanan kemiringan adalah tahanan yang disebabkan oleh adanya


perbedaan ketinggian dari titik awal ke titik selanjutnya, dapat juga diartikan
sebagai gaya yang hilang akibat adanya perbedaan kemiringan jalan. Alat angkut
dapat bergerak pada kemingan jalan jika dapat mengatasi hambatan/gaya yang
hilang akibat pengaruh dari tahanan kemiringan. Tahanan kemiringan bernilai
positif jika bergerak menanjak sedangkan bernilai negatif jika menurun. Standar
perusahaan tambang grade pada jalan angkut tidak boleh melebihi 8%. Faktor-
faktor yang mempengaruhi tahanan kemiringan yaitu besarnya kemiringan jalan
(%) dan berat kendaraan (ton).
Jika kendaraan bergerak naik diperlukan tambahan daya untuk mengatasi
grade resistance. Jika bergerak turun daya mesin pada roda ditambah oleh
adanya pengaruh jalan turun yang mengurangi pemakaian rimpull atau
kemiringan jalan bernilai negatif, sehingga akan terjadi pengereman dan
penambahan tenaga mesin untuk menahan laju kendaraan. Besarnya nilai
kemiringan rata-rata untuk setiap 1% kemiringan yaitu ± 20 lbs/ton. Perhitungan
tahanan kemiringan dapat dihitung dengan rumus (Purifoy, 2006) :

12
GR factor = 20 lb/ton × % grade ………………………………(3.14)

GR = GR factor (lb/ton) × gross machine weight …………….(3.15)

Keterangan :

Grade = Kemiringan jalan, %

Gross machine weight, ton

3.7 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Bahan Bakar


Ada beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya konsumsi bahan
bakar alat angkut, antara lain sebagai berikut :

3.7.1 Daya Alat


Daya alat angkut adalah usaha yang dilakukan per satuan waktu. Usaha
adalah gaya yang diperlukan untuk memindahkan sesuatu dari suatu tempat ke
tempat lain (jarak). Satuan daya alat adalah TK (tenaga kuda) atau HP (horse
power). Untuk menghitung kebutuhan bahan bakar yang digunakan pada setiap
alat mekanis menggunakan nilai dari HP yang tersedia pada mesin yaitu
brake horse power (bhp) atau HP mesin yang dihitung dari torsi mesin (dari
engkol mesin), bukan drawbar horsepower (dbhp) yang merupakan HP yang
disediakan pada roda.
3.7.2 Torsi
Torsi mesin (engine torque) adalah gaya (lbf) yang diperlukan untuk
memutar engkol mesin dalam satuan lb.ft. Torsi mesin juga dapat digunakan
untuk mengetahui besar HP mesin.
1 HP = 550 lb.ft/detik
= 33.000 lb.ft/menit

13
(Sumber : Herman, B., 2017)
Gambar 3.7 Perputaran Engkol Mesin

3.7.3 Rimpull
Rimpull merupakan besarnya gaya atau kekuatan tarik yang dapat
diberikan oleh mesin kepada roda atau ban penggeraknya yang menyentuh
permukaan jalur jalan. Rimpull yang dapat dihasilkan pada setiap gear tidak
sama, pada gear rendah rimpull yang tersedia besar, sedangkan pada gear tinggi
rimpull yang tersedia kecil (Gesang Winukir,dkk).
Rimpull dinyatakan dalam pounds (lbs) dan biasanya sudah tercantum
dalam spesifikasi mesin, apabila tidak ada rimpull dapat dihitung dengan rumus :

375× HP × Eff
Rimpull = ………………………………………..
Speed (mph)
(3.16)

Rumus lain untuk menghitung rimpull yaitu :

Rimpull = 0 , 90 ×Torsi mesin ¿ ¿ …………(3.17)


Keterangan :

HP = Daya mesin, HP
Speed = Kecepatan, mph
eff = Efisiensi mesin (untuk kendaraan beroda ban 80-85%)

3.7.4 Rimpull untuk Percepatan


Rimpull untuk percepatan adalah penambahan kecepatan dari kendaraan
bergerak yang diperoleh dari “gaya percepatan” yang diambil dari kelebihan
rimpull. Rate percepatan bergantung pada berat kendaraan dan kelebihan rimpull
pada masing-masing gear alat angkut.
Apabila tidak ada kelebihan rimpull maka kecepatan laju kendaraan tak
dapat ditambah lagi. Pengamatan langsung di lapangan menunjukkan bahwa
dalam keadaan truk bermuatan dan kosongan apabila berada pada jalan yang
menanjak dan menurun akan ada gaya percepatan yang diberikan oleh alat
angkut untuk mempertahankan kecepatan dan menambah laju kecepatan

14
kendaraan. Hal ini bertujuan untuk mempercepat waktu edar alat angkut.
Percepatan alat angkut dapat dihitung dengan rumus (Wedhanto, Sonny., 2009) :

F ×g
a =
w
Keterangan :

a = Percepatan, ft/dt2

F = Gaya percepatan, lb

g = Percepatan gravitasi, 32,2 ft/dt2

W = Berat kendaraan, lb
Angka rimpull yang efektif dibutuhkan untuk percepatan, diambil dari
angka yang mendekati angka pada kolom rimpull yang dibutuhkan pada tabel
3.3. Rimpull untuk percepatan angkanya harus lebih kecil dari pada sisa rimpull
yang tersedia.

Tabel 3.1 Rate Percepatan untuk Setiap Berat 1 Ton

Rate Percepatan Rimpull yang Dibutuhkan


(mph/menit) (lb/ton)
3,3 5
6,6 10
13,2 20
19,8 30
26,4 40
33,0 50
39,6 60
46,2 70
52,8 80
59,4 90
66,0 100
132,0 200
198,0 300

15
264,0 400
330,0 500
396,0 600
462,0 700
528,0 800
594,0 900
660,0 1000
(Sumber : Indonesianto, Yanto., 2014)

3.7.5 Load Factor

Load factor adalah suatu faktor pengali untuk memperoleh horse power
yang sesungguhnya, sehubungan dengan pengertian bahwa tenaga maksimum
tidak dipergunakan menerus selama periode kerja, jadi besar kecilnya load
factor tergantung pada kondisi kerjanya. Besarnya load factor dapat dihitung
dengan menggunakan pengamatan RPM selama satu jam dan hourmeter (jam
kerja mesin). Load factor juga dapat diketahui dari perhitungan besarnya jumlah
rimpull yang terpakai. Rumus untuk mencari nilai dari load factor yaitu sebagai
berikut :
- Dengan pengamatan RPM :
RPM terpakai senyatanya
Load factor = …………
RPM tersediadalam mesin pada HP maksimal
(3.18)

- Dengan hourmeter (jam kerja mesin) :

hourmeter mesin ( jam kerja mesin)


Load factor = ……………………
watch time(waktu sebenarnya)
(3.19)

- Dengan perhitungan rimpull :

rimpul terpakai
Load factor = …………………………………(3.20)
rimpul maksimum

3.8.Produktivitas Alat Angkut

16
Perhitungan produktivitas alat-alat berat dan alat mekanis secara teoritis
maupun aktual harus dilakukan dengan faktor koreksi. Hal ini bertujuan untuk
mengetahui kesalahan yang terjadi akibat beberapa faktor seperti efesiensi waktur,
efesiensi kerja alat, dan efesiensi operator (hartanto,2005).
Menurut hartanto (2005), dump truck merupakan alat angkut yang
digunakan untuk mengangkut material dalam jumlah yang besar dari front
penambangan ke daerah penimbunan material penambangan.
Produktivitas alat angkut dapat dihitung dengan persamaan
(Peurifoy,1956):

q ×60 × E× M × SF
Q = ……………………………………(3.21)
Cm
Keterangan :
Q = Produktivitas atau produksi per jam (bcm/jam) (ton/jam)
q = Produksi per-cycle dump truck (bcm) (ton)
Cm = Cycle time alat angkut (menit)
E = Job efficiency atau faktor efesiensi
M = Jumlah dump truck yang beroperasi
SF = Faktor pengembangan

1. Waktu edar (Cycle Time)


Cycle Time adalah waktu yang di butuhkan oleh alat mekanis untuk
melakukan kegiatan daur produksi.
a. Waktu Edar (cycle Time) Alat Angkut
1. Manuver for loading Time adalah waktu yang di gunakan untuk mengambil
posisi ketika akan di lakukan Loading (pemuatan).
2. Loading Time (waktu muat), adalah Waktu yang di butuhkan untuk proses
pemuatan dari alat Muat (excavator) ke alat angkut (Dump Truck).
3. Hauling Time (waktu angkut), yaitu waktu yang digunakan oleh sebuah
Dump Truck untuk mengangkut material setelah proses pemuatan.
4. Manuver for Dumping Time adalah waktu yang di gunakan oleh Dump truck
ketika akan melakukan Dumping (Tumpah) di Stock yard atau EFO.

17
5. Dumping Time adalah waktu yang digunakan untuk menumpahkan material
Jadi untuk menghitung cycle time alat angkut dapat dirumuskan :

CT = T1 + T2 + T3 + T4 + T5 + T6 …………………( 3.22)
(Yanto, 2013)
Dimana :
CT = Cycle time alat angkut
T1 = Waktu Mengisi
T2 = Waktu Mengangkut
T3 = Waktu Manuver Tumpah
T4 = Waktu Dumping
T5 = Waktu Kembali Kosong
T6 = Waktu Manuver Muat
Untuk memperkirakan produksi alat-alat berat dan alat-alat angkut secara
teoritis dengan cara dikalikan dengan faktor koreksi, begitu juga untuk
memperoleh kemampuan produksi secara nyata juga dikalikan dengan faktor
koreksi, hal ini bertujuan untuk mengetahui kesalahan yang terjadi akibat
beberapa faktor efisiensi waktu, efisiensi kerja atau kesediaan alat untuk
dioperasikan dan efisiensi operator.

3.9 Perhitungan Konsumsi Bahan Bakar


Menghitung kebutuhan bahan bakar solar pada suatu alat sangat penting
dilakukan. Hal ini dapat dihitung dengan rumus :

berat bahan bakar terpakai /hp / jam/brake hp/load factor


Konsumsi BBM = …
berat bahan bakar per galon
(3.23)

Keterangan :

Berat bahan bakar terpakai/hp/jam = Berat bahan bakar yang masuk ke

mesin selama 1 jam, lb/hp/jam

18
Brake HP = Daya mesin, HP

Load factor = Beban kerja alat

Berat bahan bakar per galon = Berat bahan bakar dalam 1 galon,

lb/gallon
3.10 Rasio Bahan Bakar Alat Angkut

Rasio bahan bakar adalah perbandingan antara konsumsi bahan bakar


dengan banyaknya produktivitas. Konsumsi bahan bakar berlebih akan
mengakibatkan bertambahnya rasio bahan bakar alat angkut terhadap produksi
alat angkut pada satuan waktu. Kondisi alat angkut, kemiringan jalan angkut dan
perkerasan jalan angkut harus diperhatikan untuk memperkecil pemakaian bahan
bakar. Rumus dalam perhitungan rasio bahan bakar yaitu :
Konsumsi Bahan Bakar (gallon/jam)………………(24)
Fuel Ratio =

Produktifitas (ton/jam)

19
20

Anda mungkin juga menyukai