DASAR TEORI
Gambar 3.1
Klasifikasi Rippability menurut Singh
(Sumber : Z.T. Bieniawski, 1989)
Gambar 3.2
Grafik Kriteria Kemampugaruan Pettifier dan Fookes
(Sumber: Pettifier dan Fookes, 1994)
Klasifikasi Kemampugaruan telah digunakan dengan hasil memuaskan di
daerah Afrika Selatan oleh Weaver. Namun demikian perlu diketahui bahwa
klasifikasi ini selanjutnya dimodifikasi oleh Singh dkk yang hanya melibatkan
sifat-sifat batuan seperti kuat tekan uniaksial, beban titik, young's modulus, dan
kecepatan rambat gelombang seismik di lapangan (lihat Gambar 3.1). Kemudian
Pettifer dan Fookes mencoba untuk melakukan beberapa modifikasi terhadap
kriteria penggaruan yang digunakan (lihat Gambar 3.2).
3.1.2. Pembongkaran Overburden dengan Metode Peledakan
Pada proses penambangan terdapat bermacam – macam cara untuk
melepaskan material dari batuan induknya, salah satu cara menggunakan
pemboran dan peledakan. Pekerjaan ini ditempuh apabila cara lain yang lebih
efektif tidak dapat digunakan terhadap batuan, misalnya dengan alat mekanis.
Metode pembongkaran dan peledakan dilakukan dengan melihat daya
tahan batuan terhadap peledakan yang dipengaruhi oleh keadaan batuan dan
tingkat sedimentasi. Daya tahan batuan terhadap peledakan ini sering disebut
Rock blastability. Pada batuan kompak dan keras, peledakan dapat dikontrol
dengan baik sedangkan pada batuan yang banyak rekahannya, sebagian energi
peledakan akan diteruskan ke dalam rekahan dan energi peledakan menjadi
berkurang untuk membongkar massa batuan. Pembobotan massa batuan yang
berhubungan dengan peledakan adalah pembobotan massa batuan berdasarkan
nilai indeks peledakan, salah satunya adalah blastability index menurut Lilly
(1986). Parameter - parameter untuk pembobotan tersebut meliputi Rock Mass
Description (RMD), Joint Plane Spacing (JPS), Joint Plane Orientation (JPO),
Specific Gravity Influence (SGI), dan Hardness (H) (lihat Tabel 3.1). Berikut ini
adalah persamaan untuk mencari blastability index (BI) :
BI = 0,5 (RMD + JPS + JPO + SGI + H)...............................................(3.1)
Tabel 3.1
Bobot Nilai Setiap Parameter Blastability Index
(Sumber: Carlos Lopez Jimeno, 1995)
)
Keterangan:
Nilai dari angka 0,5 pada rumus diatas menunjukkan bahwa ukuran aman
kedua kendaraan yang sedang berpapasan adalah sebesar 0,5 Wt, yaitu setengah
lebar terbesar dari alat angkut yang bersimpangan. Ukuran 0,5 Wt juga digunakan
untuk jarak dari tepi kanan atau kiri jalan ke alat angkut yang melintasi secara
berlawanan (lihat Gambar 3.4).
Gambar 3.4
Lebar Jalan Angkut Lurus
(Sumber : Walter W. Kaufman and James C. Ault, 1997)
Keterangan :
W = Lebar jalan angkut minimum pada tikungan, meter
n = Jumlah jalur
U = Jarak jejak roda kendaraan, meter
Fa = Lebar juntai depan, meter
Fb = Lebar juntai belakang, meter
Ad = Jarak as roda depan dengan bagian depan truk, meter
Ab = Jarak as roda belakang dengan bagian belakang truk, meter
C = Jarak antara dua truk yang akan bersimpangan, meter
Z = Jarak sisi luar truk ke tepi jalan, meter
Fa = Ad x sin α
Fb = Ab x sin α
α = Sudut penyimpangan (belok) roda depan
Gambar 3.3
Lebar Jalan Angkut Pada Tikungan
(Sumber : Walter W. Kaufman and James C. Ault, 1997)
Untuk jalur ganda, lebar minimum pada tikungan dihitung berdasarkan pada :
- Lebar jejak ban.
- Lebar juntai atau tonjolan (overhang) alat angkut bagian depan dan belakang
roda saat membelok.
- Jarak antara alat angkut yang bersimpangan.
- Jarak (spasi) alat angkut terhadap tepi jalan.
Menurut Walter dan James (1977) perhitungan terhadap lebar jalan angkut
pada tikungan atau belokan dapat menggunakan persamaan :
W = 2 ( U + Fa + Fb + Z ) + C........................................................(3.4)
C = Z = ½ (U + Fa + Fb)
Gambar 3.5
Sudut Penyimpangan Maksimum Roda Kendaraan
(Sumber : Suwandi,2004)
5) Superelevasi
Suwandi (2004) menyatakan kemiringan jalan pada tikungan yang terbentuk
oleh batas antara tepi jalan terluar dengan tepi jalan terdalam karena perbedaan
ketinggian. Bagian tikungan jalan perlu diberi superelevasi, yakni dengan cara
meninggikan jalan pada sisi luar tikungan (lihat Gambar 3.6).
Gambar 3.6
Superelevasi Jalan Angkut
(Sumber : Jieun Beek dan Yooson Choi, 2017)
Hal ini bertujuan untuk menghindari/ mencegah kendaraan tergelincir ke luar
jalan atau terguling, sehingga kendaraan akan dapat aman saat berada
padatikungan. Menurut Suwandi (2014) besarnya superelevasi dapat dihitung
dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
𝑉2
e+f= ……………………………………………...………………….(3.8)
127 𝑅
Keterangan :
e = Superelevasi, m/m
V = Kecepatan rencana alat angkut
f = faktor gesekan
R = Radius Tikungan, m
Keterangan :
Ek : Efisiensi kerja
We : Waktu kerja efektif
(menit)
Wt : Waktu kerja tersedia (menit)
Keterangan :
Cta = Waktu edar alat angkut, menit
Ta1 = Waktu mengambil posisi untuk siap dimuati,
detik Ta2 = Waktu diisi muatan, detik
Ta3 = Waktu mengangkut muatan, detik
Ta4 = Waktu mengambil posisi untuk penumpahan, detik
Ta5 = Waktu muatan ditumpahkan (dumping), detik
Ta6 = Waktu kembali kosong, detik
1.2 0.9
1.0
Gambar 3.7
Faktor Pengembangan Material (Swell Factor)
Rumus untuk menghitung swell factor (SF) menurut Purifoy (2006), yaitu :
a) Rumus Swell Factor berdasarkan volume :
SF Bank Volume
…................................................................................. (3.13)
Loose
Volume
b) Rumus Swell Factor berdasarkan densitas :
Loose
SF
Density …................................................................................
Bank
Density
Tabel 3.4
Parameter Kerusakan Jalan Angkut
(Sumber : PT. BMS, 2016)
produksi yang telah ditentukan. Faktor pengisian dari suatu alat gali muat
dipengaruhi oleh kapasitas bucket, jenis dan sifat material yang ditangani. Suatu
penentuan faktor pengisian alat gali muat selalu dipengaruhi dengan kondisi kerja
(lihat Tabel 3.3).
Keterangan :
Gambar 3.8
Powertrain
(Sumber : Uicker, Pennock, & Shigley, 2003)
Gambar 3.9
Transmisi daya (Power Transmission)
(Sumber : Uicker, Pennock, & Shigley,
2003)
3.7.2. Rimpull
Rimpull menurut Purifoy (2006) adalah besarnya gaya atau kekuatan tarik
yang dapat diberikan oleh mesin kepada roda atau ban penggeraknya yang
menyentuh permukaan jalur jalan. Rimpull yang dapat dihasilkan pada setiap gear
tidak sama, pada gear rendah rimpull yang tersedia besar namun dengan
kecepatan yang rendah, sedangkan pada gear tinggi rimpull yang tersedia kecil
akan tetapi kecepatan yang dihasilkan tinggi. Penggunaan rimpull berbeda – beda
setiap kondisi jalan yang dilewati oleh alat angkut.
Apabila kondisi jalan angkut terdapat banyak amblasan dan kemiringan
jalan angkut tinggi, maka dibutuhkan rimpull yang besar. Sebaliknya, apabila
dalam jalan angkut tidak banyak amblasan dan kemiringan jalan angkut standart
kurang lebih 8%, maka rimpull yang dibutuhkan kecil. Rimpull dinyatakan dalam
pounds (lbs) dan biasanya sudah tercantum dalam spesifikasi mesin. Sehingga
setiap alat dapat mempunyai rimpull yang berbeda-beda. Purifoy (2006)
menyatakan apabila tidak terdapat spesifikasi rimpul pada buku panduan alat,
maka rimpul dapat dihitung dengan rumus :
375 x HP x eff....................................................................................................................................
𝑅𝑖𝑚𝑝𝑢𝑙𝑙 = (3.21)
Speed (mph)
Keterangan :
𝐹.𝑔..............................................................................................................................................................................
a= (3.22)
𝑊
Keterangan :
a = percepatan, ft/dt2
F = gaya percepatan, lb
g = percepatan gravitasi, 32,2
ft/dt2 W = berat kendaraan, lb
Angka rimpull yang efektif dibutuhkan untuk percepatan, diambil dari
angka yang mendekati angka pada kolom rimpull yang dibutuhkan pada tabel 3.5
di atas. Rimpull untuk percepatan angkanya harus lebih kecil dari pada sisa
rimpull yang tersedia.
Tabel 3.5
Tabel rate percepatan untuk setiap berat 1 Ton
(Sumber : R.L Peurifoy, 2006)
Rimpull yang
Rate percepatan
dibutuhkan
(mph/menit)
(lb/ton)
3,3 5
6,6 10
13,2 20
19,8 30
33,0 50
66,0 100
132,0 200
198,0 300
270,4 400
338,1 500
405,7 600
473,3 700
540,9 800
608,5 900
676,2 10000
Gambar 3.10
Perputaran Engkol Mesin
(Sumber : Hermans, 2017)
Keterangan:
Berat bahan bakar terpakai/kW/jam : Berat bahan bakar yang masuk ke mesin
selama satu jam, lb/kW.jam
Brake Hp : Tenaga mesin, kW
Load factor : Beban kerja alat
Berat bahan bakar per gallon : Berat bahan bakar dalam satu gallon, lb/gal
Keterangan :
Konsumsi Bahan Bakar : Besarnya bahan bakar yang digunakan oleh alat
angkut, l/jam
Produki Alat Angkut : Produksi alat angkut pada satuan waktu tertentu,
BCM/jam
Hays (dalam Vladislav Kecojevic dan Dragan Komljenovic, 2010 : 45)
menjelasakan bahwa saat idle, mesin truk beroperasi sekitar 10% daya penuh.
Kondisi alat angkut, geometri dan perkerasan jalan angkut tambang yang harus
diperhatikan untuk memperkecil pemakaian bahan bakar. Kondisi kerja alat
angkut pada pengupasan overburden berpengaruh pada produksi alat angkut
tersebut. Menghitung rasio bahan bakar pada suatu alat sangat penting dilakukan.
r = Koefisien korelasi
n = Jumlah pasangan variabel X dan Y
∑X = Jumlah variabel X
∑Y = Jumlah variabel Y
∑X2 = Jumlah kuadrat variabel X
∑Y2 = Jumlah kuadrat variabel Y
Bila daya dukung jalan yang ada tidak dapat menahan beban yang
diterima, maka kondisi jalan akan mengalami penurunan dan pergeseran yang
selanjutnya mengakibatan jalan bergelombang dan banyak amblasan. Tujuan
utama dalam perkerasan jalan angkut adalah membangun dasar jalan yang
memungkinkan dimana dalam pengangkutan muatan, pemindahan beban pada
poros roda yang diteruskan melalui lapisan pondasi tidak boleh melampaui daya
dukung tanan dasar (sub grade).
Gambar 3.11
Susunan Lapisan Perkerasan (Suwandi, 2004)
Fungsi dari lapisan pondasi atas yaitu :
1) Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda
dan menyebarkan beban ke lapisan bawahnya.
2) Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah.
3) Bantalan terhadap lapisan permukaan.