PENDAHULUAN
1
1.2. Permasalahan
Permasalahan yang ditemui di daerah penelitian di UPTP terdapat peningkatan
konsumsi bahan bakar selama 3 bulan terakhir sebesar 3,30 ltr/jam. Hal ini
disebabkan adanya kemiringan jalan angkut yang melebihi peraturan KepMen
ESDM No.1827 K/30/MEM/2018 yaitu 12% dan terdapat amblasan yang melebihi
5 cm pada jalan angkut yang menyebabkan produksi akan menurun dan konsumsi
bahan bakar dump truck akan lebih banyak. Selain itu kurangnya motor grader yang
digunakan untuk pemerataan jalan pada jalan tambang menuju disposal dari loading
point. Oleh karena itu, terjadi peningkatan fuel ratio melebihi batas yang ditetapkan
oleh perusahaan yaitu 0,26 l/BCM.
3
Gambar 1.1
Alur Pikir Penelitian
4
(2) Data Sekunder :
a) Peta kesampaian daerah dan sequence area tambang Blok 3 UPTP.
b) Data kondisi geologi area tambang Blok 3 UPTP.
c) Spesifikasi alat gali-muat dan dump truck, yaitu SANY SY365H, Volvo
FMX 440 dan Volvo A35E
d) Kapasitas alat mekanis yang digunakan.
e) Jam Kerja.
f) Konsumsi bahan bakar pada dump truck Volvo A35E dan FMX 440.
5) Pengolahan Data
Data yang telah terkumpul diolah untuk kemudian digunakan sebagai data
analisis. Pengolahan data dilakukan menggunakan perangkat komputer dan
analisis statistik. Pengolahan dilakukan terhadap data yang ada dengan
perhitungan – perhitungan secara teoritis, yang selanjutnya dilakukan analisis
hasil olahan tersebut untuk menentukan faktor – faktor penyebab
meningkatnya rasio bahan bakar dump truck.
6) Analisis Hasil Pengolahan Data
Menganalisis data hasil pengolahan untuk mengambil kesimpulan.
5
BAB II
TINJAUAN UMUM
Gambar 2.1
Peta Kesampaian Daerah
(Sumber: PT. TIMAH Tbk)
2.2.2 Genesa
Pada lokasi penelitian endapan greisen terbentuk pada kontak bagian atas
antara intrusi granit, kadang-kadang muncul berupa stockwork. Mineralisasi muncul
secara irregular (tidak beraturan) yang terkonsentrasi pada sekitar zona kontak.
Sedangkan untuk endapan skarn mengalami rekristalisasi dari batuan samping
akibat adanya intrusi. Sehingga batugamping menjadi marbel, shale menjadi
hornfles, serta batupasir kuarsa. Kemudian adanya infiltrasi antara fluida
hidrothermal-metamorfik mengakibatkan terubahnya batuan gamping yang
sebelumnya sudah terbentuk pada tahapan pertama menjadi skarn.
Endapan timah primer terbentuk sebagai bagian dari proses magmatisme
pembentukan batuan beku granit yang merupakan batuan bersifat asam. Sebagai
larutan sisa yang banyak mengandung gas maka mudah bergerak mengisi rongga
dan celah batuan yang ada di atasnya. Dengan demikian endapan timah primer
terjebak di bagian atas tubuh batuan granit, di celah-celah retakan dan rongga batuan
yang berada di atasnya.
Sebagian besar endapan timah primer di Bangka dan Belitung sebagian
besarnya saat ini diketemukan pada batuan yang sudah lapuk, sehingga mudah
dikakukan kegiatan pemanbangan (penggalian). Oleh karena itu, perlu dilakukan
serangkaian kegiatan persiapan penambangan untuk dapat melakukan kegiatan
penambangan timah primer.
2.2.3 Stratigrafi
Wilayah penelitian (Pit Batubesi) disusun oleh tiga satuan batuan yaitu Satuan
Batupasir sisipan Batulempung, Intrusi Diorit dan Intrusi Granit. penjelasan masing-
masing satuan sebagai berikut :
1. Satuan Batupasir dengan sisipan Batulempung
Batuan berwarna abu-abu, berukuran butir pasir sedang (0,25 – 0,5 mm), struktur
masif, sortasi baik, bentuk butir sub-rounded hingga sub-angular, kemas grain
supported, komposisi fragmen berupa kuarsa (80%), komposisi matriks berupa
7
mineral lempung (20%). Nama batuan = Batupasir Batuan berwarna coklat
keungu-unguan, berukuran butir lempung hingga lanau (0,004 – 0,125 mm),
Struktur berlapis, sortasi baik, bentuk butir tak teramati, kemas tak teramati,
komposisi berupa mineral lempung (100%). Nama batuan = Batulempung. Pada
beberapa lokasi ditemukan batubesi (magnetit) dan fragmen hematit.
2. Satuan Diorit
Batuan berwarna abu-abu kehijau-hijauan, berukuran kristal 0,5-3 mm, struktur
masif, tekstur berdasarkan kristalitas holokristalin, berdasar granularitas faneritik,
berdasar bentuk kristal euhedral-subhedral, komposisi mineral berupa kuarsa
(15%), plagioklas (60%), hornblende (18%), biotit (5%) dan klorit (2%). Nama
Batuan = Diorit. Pada beberapa tempat, batuan telah mengalami alterasi
prospolitik dalam tingkat rendah.
3. Satuan Granit
Batuan berwarna putih keabu-abuan, berukuran kristal 1-7 mm, struktur masif,
tekstur berdasar kristalinitas holokristalin, berdasar granularitas faneritik,
berdasar bentuk kristal euhedral-subhedral, komposisi berupa kuarsa (40%),
plagioklas (20%), orthoklas (30%), biotit (10%). Pada beberapa tempat, batuan
mengalami alterasi argilik dan greisen.
Gambar 2.2
Peta Geologi Regional Daerah Burungmandi (PT. Timah, 2016)
8
Gambar 2.3
Stratigrafi dan Litologi Lapisan (PT. Timah, 2016)
Gambar 2.4
Lapisan Tanah Pucuk / Top Soil
Gambar 2.5
Kegiatan Pembongkaran Overburden
Gambar 2.6
Kegiatan Pemuatan oleh Excavator SANY SY365H
11
2.4.3 Kegiatan Pengangkutan Overburden
Gambar 2.7
Kegiatan Pengangkutan menuju Disposal
13
BAB III
DASAR TEORI
Gambar 3.1
Klasifikasi Rippability menurut Singh
(Sumber : Z.T. Bieniawski, 1989)
Gambar 3.2
Grafik Kriteria Kemampugaruan Pettifier dan Fookes
(Sumber: Pettifier dan Fookes, 1994)
16
Gambar 3.3
Lebar Jalan Angkut Lurus
(Sumber : Walter W. Kaufman and James C. Ault, 1997)
Keterangan :
17
Gambar 3.4
Lebar Jalan Angkut Pada Tikungan
(Sumber : Walter W. Kaufman and James C. Ault, 1997)
Untuk jalur ganda, lebar minimum pada tikungan dihitung berdasarkan pada :
- Lebar jejak ban.
- Lebar juntai atau tonjolan (overhang) alat angkut bagian depan dan
belakang roda saat membelok.
- Jarak antara alat angkut yang bersimpangan.
- Jarak (spasi) alat angkut terhadap tepi jalan.
Menurut Walter dan James (1977) perhitungan terhadap lebar jalan angkut
pada tikungan atau belokan dapat menggunakan persamaan :
W = 2 ( U + Fa + Fb + Z ) + C ....................................................... (3.2)
C = Z = ½ (U + Fa + Fb)
Gambar 3.5
Sudut Penyimpangan Maksimum Roda Kendaraan
(Sumber : Suwandi, 2004)
𝑤
𝑅= …….……………….………........................................ (3.3)
sin α
Keterangan :
R = jari-jari truk membelok, m
W = jarak antara poros depan dan belakang, m
α = sudut penyimpangan roda depan (derajat)
5) Superelevasi
Suwandi (2004) menyatakan kemiringan jalan pada tikungan yang terbentuk
oleh batas antara tepi jalan terluar dengan tepi jalan terdalam karena perbedaan
ketinggian. Bagian tikungan jalan perlu diberi superelevasi, yakni dengan cara
meninggikan jalan pada sisi luar tikungan (lihat Gambar 3.6).
19
Gambar 3.6
Superelevasi Jalan Angkut
(Sumber : Jieun Beek dan Yooson Choi, 2017)
Keterangan :
e = Superelevasi, m/m
V = Kecepatan rencana alat angkut
f = faktor gesekan
R = Radius Tikungan, m
20
Jenis Material Daya Dukung
Medium Hard Rock 80,000
Hard pan overlying rock 24,000
Compact gravel and boulder gravel formations 20,000
Soft rock 16,000
Compact sand and gravelly sand, very compact sand 12,000
Hard dry consolidatd clay 10,000
Loose coarse to medium sand; medium compact fine 8,000
Compact sand-clay soils 6,000
Loose fine sand; medium compact sand-inorganic silt 4,000
Firm stiff clay 3,000
Loose saturated sand clay soils, medium soft clay 2,000
Keterangan :
Ek : Efisiensi kerja
We : Waktu kerja efektif (menit)
Wt : Waktu kerja tersedia (menit)
Keterangan :
Cta = Waktu edar alat angkut, menit
Ta1 = Waktu mengambil posisi untuk siap dimuati, detik
Ta2 = Waktu diisi muatan, detik
Ta3 = Waktu mengangkut muatan, detik
Ta4 = Waktu mengambil posisi untuk penumpahan, detik
Ta5 = Waktu muatan ditumpahkan (dumping), detik
Ta6 = Waktu kembali kosong, detik
22
volume material yang diganggu dari bentuk aslinya, sedangkan berat material tetap
(lihat Gambar 3.7). Berdasarkan perubahan tersebut, pengukuran volume atau bobot
isi material dibedakan atas :
1) Keadaan asli (bank condition)
Keadaan material yang masih alami dan belum mengalami ganguan dari luar
sama sekali, sehingga mengakibatkan butiran-butiran material yang ada masih
terkonsolidasi dengan baik. Satuan volume material dalam keadaan asli seperti
ini disebut meter kubik dalam keadaan asli (Bank Cubic Meter/BCM).
1.2 0.9
1.0
Change in earth
Volume
Gambar 3.7
Faktor Pengembangan Material (Swell Factor)
Rumus untuk menghitung swell factor (SF) menurut Purifoy (2006), yaitu :
a) Rumus Swell Factor berdasarkan volume :
𝐵𝑎𝑛𝑘 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒
𝑆𝐹 = …………………………………………………(3.10)
𝐿𝑜𝑜𝑠𝑒 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒
23
b) Rumus Swell Factor berdasarkan densitas :
𝐵𝑎𝑛𝑘 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒
𝑆𝐹 = …………………………………………………(3.11)
𝐿𝑜𝑜𝑠𝑒 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒
Tabel 3.2
Faktor Pengisian Bucket (Bucket Fill Factor)
(Sumber : SANY Handbook 30th Edition, 2009)
24
Keterangan :
T = Banyaknya trip, trip/jam
Cta = Waktu edar dump truck, menit
60 = Konversi dari menit ke jam
25
Faktor-faktor yang mempengaruhi tahanan gulir yaitu :
1) Berat muatan yaitu semakin besar muatan yang diberikan akan memberikan
nilai tahanan gulir semakin besar pula
2) Keadaan jalan yaitu semakin keras dan rata jalan tersebut, semakin kecil
tahanan gulirnya.
3) Gesekan dalam (internal friction) yaitu jika terdapat penambahan daya
mekanis antara mesin dan ban akan meningkatkan tahanan gulir.
4) Pengemudi, yaitu keahlian operator untuk mengemudikan kendaraannya secara
baik akan mempengaruhi besarnya nilai tahanan gulir.
Tabel 3.3
Parameter Kerusakan Jalan Angkut
(Sumber : PT. BMS, 2016)
produksi yang telah ditentukan. Faktor pengisian dari suatu alat gali muat
dipengaruhi oleh kapasitas bucket, jenis dan sifat material yang ditangani. Suatu
penentuan faktor pengisian alat gali muat selalu dipengaruhi dengan kondisi kerja
(lihat Tabel 3.3).
27
mengerakkan mesin yang terdapat pada dump truck (lihat Gambar 3.8).
Gambar 3.8
Powertrain
(Sumber : Uicker, Pennock, & Shigley, 2003)
Gambar 3.9
Transmisi daya (Power Transmission)
(Sumber : Uicker, Pennock, & Shigley, 2003)
3.7.2. Rimpull
Rimpull menurut Purifoy (2006) adalah besarnya gaya atau kekuatan tarik
yang dapat diberikan oleh mesin kepada roda atau ban penggeraknya yang
menyentuh permukaan jalur jalan. Rimpull yang dapat dihasilkan pada setiap gear
tidak sama, pada gear rendah rimpull yang tersedia besar namun dengan kecepatan
yang rendah, sedangkan pada gear tinggi rimpull yang tersedia kecil akan tetapi
28
kecepatan yang dihasilkan tinggi. Penggunaan rimpull berbeda – beda setiap
kondisi jalan yang dilewati oleh alat angkut.
Apabila kondisi jalan angkut terdapat banyak amblasan dan kemiringan jalan
angkut tinggi, maka dibutuhkan rimpull yang besar. Sebaliknya, apabila dalam jalan
angkut tidak banyak amblasan dan kemiringan jalan angkut standart kurang lebih
8%, maka rimpull yang dibutuhkan kecil. Rimpull dinyatakan dalam pounds (lbs)
dan biasanya sudah tercantum dalam spesifikasi mesin. Sehingga setiap alat dapat
mempunyai rimpull yang berbeda-beda. Purifoy (2006) menyatakan apabila tidak
terdapat spesifikasi rimpul pada buku panduan alat, maka rimpul dapat dihitung
dengan rumus :
375 x HP x eff .....................................................................................................................................
𝑅𝑖𝑚𝑝𝑢𝑙𝑙 = (3.18)
Speed (mph)
Keterangan :
HP : Tenaga Mesin (HP)
Speed : Kecepatan (mph)
Eff : Effisiensi Mesin; Untuk kendaraan beroda ban 80-85%
𝐹.𝑔 .............................................................................................................................................................................
a= (3.19)
𝑊
Keterangan :
a = percepatan, ft/dt2
F = gaya percepatan, lb
29
g = percepatan gravitasi, 32,2
ft/dt2 W = berat kendaraan, lb
Tabel 3.4
Tabel rate percepatan untuk setiap berat 1 Ton
(Sumber : R.L Peurifoy, 2006)
Rimpull yang
Rate percepatan
dibutuhkan
(mph/menit)
(lb/ton)
3,3 5
6,6 10
13,2 20
19,8 30
33,0 50
66,0 100
132,0 200
198,0 300
270,4 400
338,1 500
405,7 600
473,3 700
540,9 800
608,5 900
676,2 10000
3.7.5. Torque
Torque mesin (engine Torque) adalah gaya (lbf) yang diperlukan untuk
memutar engkol mesin dalam satuan lb.ft (lihat Gambar 3.10). Torque mesin juga
30
dapat digunakan untuk mengetahui besar HP mesin.
1 HP = 550 lb.ft/detik
= 33.000 lb.ft/menit
Gambar 3.10
Perputaran Engkol Mesin
(Sumber : Hermans, 2017)
Apabila rimpull terpakai dan rimpull maksimalnya diketahui, load factor dapat
31
dihitung dengan rumus :
Rimpull terpakai
𝐿𝑜𝑎𝑑 𝑓𝑎𝑐𝑡𝑜𝑟 =
Rimpull maksimal
………………………………………… (3.22)
Keterangan:
Berat bahan bakar terpakai/kW/jam : Berat bahan bakar yang masuk ke mesin
selama satu jam, lb/kW.jam
Brake Hp : Tenaga mesin, kW
Load factor : Beban kerja alat
Berat bahan bakar per gallon : Berat bahan bakar dalam satu gallon, lb/gal
32
Konsumsi bahan bakar
Rasio Bahan Bakar (l/jam) = ..(3.24)
Produksi alat angkut pada satuan waktu tertentu
Keterangan :
Konsumsi Bahan Bakar : Besarnya bahan bakar yang digunakan oleh alat
angkut, l/jam
Produki Alat Angkut : Produksi alat angkut pada satuan waktu tertentu,
BCM/jam
33
1) Untuk menyatakan ada atau tidaknya hubungan yang signifikan antara variabel
satu dengan yang lainnya.
2) Untuk menyatakan besarnya sumbangan variabel satu terhadap yang lainnya
yang dinyatakan dalam persen. Dengan demikian, maka r2 disebut koefisien
determinasi atau koefisien penentu. Hal ini disebabkan r2 terjadi dalam variabel
terikat Y yang mana ditentukan oleh variabel X.
34
Nilai Koefisien Korelasi mendekati 0 (Nol) berarti pasangan data variabel X
dan variabel Y memiliki korelasi yang sangat lemah atau berkemungkinan
tidak berkorelasi.
Tabel 3.5
Intreprestasi Koefisien Korelasi (r)
(Sumber : Jonathan Sarwono, 2016)
Besar Nilai Koefisien Korelasi (r) Interpretasi
0 Tidak Berkorelasi
0,01 – 0,20 Sangat Rendah
0,21 – 0,40 Rendah
0,41 – 0,60 Agak rendah
0,61 – 0,80 Cukup
0,81 – 0,99 Tinggi
1 Sangat Tinggi
Keterangan :
r = Koefisien korelasi
n = Jumlah pasangan variabel X dan Y
∑X = Jumlah variabel X
∑Y = Jumlah variabel Y
∑X2 = Jumlah kuadrat variabel X
∑Y2 = Jumlah kuadrat variabel Y
Setelah nilai koefisien korelasi (r) diperoleh, langkah selanjutnya adalah
menginterpretasikan nilai koralsi untuk melihat kuat atau lemahnya korelasi kedua
variabel dengan menggunakan table interpretasi (lihat Tabel 3.5).
36
dengan tebal 30 cm . Lapisan tanah dasar dapat berupa tanah asli yang dipadatkan. jika
tanah aslinya baik, atau tanah urugan yang didatangkan dari tempat lain. Persyaratan
CBR yang dikehendaki dalam perkerasan >3%.
Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung dari
sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar.
Umumnya persoalan yang menyangkut tanah dasar adalah sebagai berikut :
1) Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) akibat beban lalu lintas.
2) Sifat mengembang dan menyusutnya tanah akibat perubahan kadar air.
3) Daya dukung tanah yang tidak merata akibat adanya perbedaan sifat-sifat tanah
pada lokasi yang berdekatan atau akibat kesalahan pelaksanaan misalnya
kepadatan yang kurang baik.
37
Gambar 3.11
Susunan Lapisan Perkerasan (Suwandi, 2004)
38
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Gambar 4.1
Kondisi Tempat Kerja
39
4.2 Kondisi Jalan Angkut
Suatu evaluasi konsumsi bahan bakar dump truck pada pengupasan
overburden diperlukan untuk analisis terhadap kondisi kerja dan geometri jalan
angkut. Dalam penelitian ini faktor yang mempengaruhi konsumsi bahan bakar
adalah kemiringan jalan angkut, amblesan jalan, berat muatan dan jarak
pengangkutan dari loading point menuju disposal.
Lokasi penelitian difokuskan pada jalan angkut mulai dari loading point ke
disposal pada dua Fleet. Pada Fleet pertama dan Fleet kedua dump truck yang
digunakan adalah Volvo A35E dan Volvo FMX440 dengan alat muatnya Excavator
SANY SY365H untuk setiap Fleet. Keadaan jalan angkut pada penelitian kali ini
dapat dijelaskan dengan memperhatikan kondisi dan geometri jalan angkut. Untuk
memudahkan dalam pengamatan dan perhitungan, maka jalan angkut yang
menghubungkan antara tempat pemuatan menuju tempat disposal dibagi dalam
beberapa Fleet jalan. Pembagian Fleet jalan ini didasarkan pada perbedaan
kemiringan, tikungan dan lebar jalan angkut.
Jalan angkut yang dilalui setiap dump truck di masing – masing Fleet berbeda
dan mempunyai geometri jalan yang berbeda juga. Oleh karena itu dibagilah Fleet-
Fleet jalan yang dilalui dump truck dengan rata – rata lebar jalan 11 m, lebar jalan
tertinggi 15 m dan tersempit 5m (lihat Lampiran G Tabel G.1 sampai Tabel G.2).
Pada penelitian kali ini, kemiringan jalan angkut pada jalur utama dibagi
dalam beberapa Fleet. Fleet ini untuk mempermudah perhitungan kemiringan jalan.
Berdasarkan pengamatan langsung di lapangan kemiringan jalan angkut terbesar
40
pada Fleet pertama adalah 8,90% pada Segmen 6-7 dan kemiringan jalan terkecil -
6,65 % pada Segmen 17-18, untuk Fleet kedua yang terbesar adalah 4,65 % pada
Segmen 7-8 dan yang terkecil -9,35 % pada Segmen 10-11 (lihat Lampiran Tabel
G.3 – Tabel G.4). Berdasarkan perhitungan rimpull, kemampuan maksimal mesin
untuk mengatasi tanjakan dump truck Volvo A35E pada kegiatan pengangkutan
overburden adalah 14,7% dan untuk Volvo FMX440 adalah 11,4%.
4.2.2. Superelevasi
Jalan angkut pada pengangkutan overburden memiliki beberapa tikungan
dengan lebar tikungan yang berbeda. Jari-jari tikungan minimal pada jalan angkut
yang dilalui dump truck adalah 6,5 m. Untuk superelevasi berdasarkan kecepatan
rata-rata dump truck pada saat membelok sebesar ± 20 km/jam, nilai superelevasi
maksimal yang dapat di lalui dump truck Volvo A35E adalah 0,17 m/m dan pada
Volvo FMX440 adalah 0,19 m/m (lihat lampiran H)
41
Gambar 4.2
Peta Jalan Tambang PT TIMAH Tbk
42
4.3 Waktu Edar Dump truck
Apabila melakukan perhitungan produksi dump truck baik itu aktual maupun
rencana diperlukan perhitungan data waktu edar yang diambil dari pengamatan di
lapangan. Waktu edar dump truck yang diperoleh adalah waktu edar rata-rata yang
ditempuh oleh dump truck mulai dari waktu menunggu untuk dimuati sampai pada
posisi mulai menunggu untuk dimuati kembali (lihat Lampiran F).
Tabel 4.1
Rata – Rata Waktu Edar Dump truck
Waktu (Menit)
Ritase
Fleet Dump truck Position Hauling Manuver
Loading Dumping Return Total (rit/jam)
(Empty) (Load) Dumping
Volvo A35 E
Pertama 0,66 1,90 4,07 0,48 0,39 3,62 11,19 6
Volvo
Kedua 0,26 1,33 3,64 0,26 0,45 3,52x 9,46 6
FMX440
43
4.5.1 Hambatan Yang Dapat Dihindari.
Hambatan yang dapat dihindari disebabkan adanya penyimpangan terhadap
waktu kerja yang telah dijadwalkan oleh perusahaan.
1) Keterlambatan datang karyawan
Waktu yang terbuang disebabkan kurang disiplinnya karyawan dalam
mematuhi waktu yang sudah ditentukan (waktu masuk kerja).
2) Waktu istirahat lebih awal
Waktu yang terbuang disebabkan pekerja sudah menghentikan pekerjaannya di
lokasi kerja sebelum waktu istirahat yang sudah terjadwal.
3) Terlambat kerja setelah istirahat
Waktu yang terbuang disebabkan oleh operator dan alat belum mulai bekerja
kembali tepat setelah jam istirahat selesai.
4) Berhenti sebelum akhir kerja
Waktu yang terbuang disebabkan karena berhentinya aktifitas kerja sebelum
waktu yang ditentukan (waktu akhir kerja).
5) Rest And Meal.
Waktu yang digunakan untuk istirahat, makan dan minum, serta keperluan
operator lainnya, misalnya buang air besar/kecil dan lain-lain.
Tabel 4.2
Kemampuan Produksi Dump truck
Produktivitas Produksi Setiap Fleet
No Fleet Dump truck
(bcm/jam) (bcm/jam) (bcm/bulan)
1 Pertama Volvo A35 E 71,92 143,84 77.676,6
2 Kedua FMX 440 57,97 115,95 62.615,71
45
ingin bergerak maka tenaga yang tersedia harus dapat mengatasi kedua jenis tahanan
ini. Apabila semakin banyak amblasan yang terjadi dalam setiap jalan angkut yang
dilalui maka nilai rolling resistance ini akan semakin besar, begitu pula dengan nilai
grade resistance akan semakin besar apabila tanjakan pada suatu jalan angkut
kemiringannya semakin curam. Jika nilai rolling resistance dan grade resistance
tinggi maka akan semakin besar tenaga yang dibutuhkan untuk menggerakkan
dump truck tersebut.
Apabila tenaga yang dibutuhkan untuk menggerakkan dump truck semakin
besar, maka hal ini akan mempengaruhi tingkat konsumsi bahan bakar. Konsumsi
bahan bakar pada kondisi tersebut akan meningkat dan akan lebih boros. Serta
kondisi jalan angkut harus benar-benar diperhatikan untuk memperlancar kegiatan
pengangkutan overburden apalagi pada saat musim penghujan. Sebab hal ini juga
akan mempengaruhi keadaan jalan, waktu edar dump truck, dan konsumsi bahan
bakar.
Tahanan gelinding dan tahanan kemiringan dump truck pada setiap Fleet jalan
berbeda-beda, ada beberapa Fleet jalan yang menunjukkan amblasan roda yang
relatif dalam, yaitu pada tingkat high level severity dan ini tidak di anjurkan oleh
perusahaan, dimana kondisi jalan melebihi parameter aman perkerasan jalan yaitu
5 cm pada jalan angkut tambang (medium level severity). Berdasarkan pengamatan
di lapangan mengenai amblasan roda dan kemiringan jalan angkut, tahanan
gelinding dengan rata rata 9,44% dan kemiringan jalan angkut dengan nilai tertinggi
11,87% dan terendah -11,87% dan dapat dilihat pada Lampiran I Tabel I.1 sampai
Tabel I.2.
Load factor atau faktor pengali untuk memperoleh penggunaan daya mesin
yang sesungguhnya dan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat
konsumsi bahan bakar mesin, untuk mengetahui besarnya load factor bisa diketahui
dengan perhitungan rimpull yang terpakai dibagi dengan rimpull yang tersedia.
Dengan memasukkan parameter daya tarik dump truck, effisiensi mesin dan
kecepatan pada masing-masing gear dump truck maka dapat diperoleh Rimpull
yang tersedia pada setiap gear dump truck. Pengamatan difokuskan pada dua dump
truck yaitu Volvo A35E di Fleet pertama dan Volvo FMX440 di fleet kedua dengan
46
beban kerja, rimpull dan tenaga mesin yang berbeda.
4.9.1 Rimpull Setiap Gear Dump truck
Beban kerja maksimum yang masih dapat ditarik oleh dump truck dapat
diperoleh berdasarkan pengamatan dan spesifikasi dump truck yang digunakan.
Rimpull pada masing masing dump truck yaitu Volvo A35E dan Volvo FMX440
dapat dilihat pada Tabel 4.3 dan Tabel 4.4.
Tabel 4.3
Rimpull Pada Setiap Gear Dump truck Volvo A35E
Speed
Rimpull
Transmisi (mile per km/jam (lb)
hour)
Gigi 1 3,9 6,3 34.245,19
Gigi 2 5,6 9,0 23.849,33
Gigi 3 6,8 10,9 19.640,63
Gigi 4 9,9 16,0 13.490,53
Gigi 5 14,3 23,0 9.339,59
Gigi 6 18,1 29,1 7.378,80
Gigi 7 23,9 38,4 5.588,13
Gigi 8 31,6 50,9 4.226,46
Gigi 9 35,4 56,9 3.772,77
Tabel 4.4
Rimpull Pada Setiap Gear Dump truck Volvo FMX440
Speed
Rimpull
Transmisi (mile per km/jam (lb)
hour)
Gigi 1 4,16 6,69 28.350,36
Gigi 2 6,42 10,33 18.370,33
Gigi 3 8,92 14,35 13.221,69
Gigi 4 12,15 19,55 9.706,79
Gigi 5 16,74 26,94 7.045,25
Gigi 6 19,6 31,54 6.017,22
Gigi 7 24,75 39,83 4.765,15
Gigi 8 33,21 53,44 3.551,26
Gigi 9 37,38 60,15 3.155,10
Gigi 10 41,91 67,44 2.814,07
Gigi 11 46,53 74,88 2.534,66
Gigi 12 50,23 80,84 2.347,95
48
Perhitungan konsumsi bahan bakar dump truck pada penelitian ini berada pada dua
loading point dan dua dump truck yang berbeda. Dump truck yang digunakan adalah
Volvo A35E dan dump truck Volvo FMX440.
Perbedaan data – data konsumsi bahan bakar aktual yang didapat dari
perusahaan dikarenakan jarak dan kondisi kerja dari setiap Fleet berbeda. Sehingga
perbedaan jarak dan kondisi kerja ini yang mengakibatkan perbedaan pada besaran
konsumsi bahan bakar pada setiap Fleet. Pada keadaan waktu tunggu atau idle time
dump truck, menurut Hays (1990) pada Haul truck fuel consumption and CO2
emission under various engine load conditions 2010, konsumsi bahan bakar dump
truck pada idle time berkisar 10% dari kebutuhan total pada saat dump truck berjalan.
Data yang didapat dari perusahaan yaitu nilai parameter untuk perhitungan
kebutuhan bahan bakar solar sebagai berikut :
1) BBM yang masuk ke mesin : 0,38 lb/ kw.hr
2) Densitas bbm : 7,3 lb/ gallon
49
Gambar 4.3
Grafik Kemiringan Jalan Angkut Sebelum Perbaikan di Fleet Pertama Bagian Pertama
50
Gambar 4.4
Grafik Kemiringan Jalan Angkut Sebelum Perbaikan di Fleet Pertama Bagian Kedua
51
Gambar 4.5
Grafik Kemiringan Jalan Angkut Sebelum Perbaikan di Fleet Kedua Bagian Pertama
52
Gambar 4.6
Grafik Kemiringan Jalan Angkut Sebelum Perbaikan di Fleet Kedua Bagian Kedua
53
Konsumsi bahan bakar setelah disesuaikan dengan pemakaian rimpull untuk dump
truck Volvo A35E di Fleet pertama adalah 18,57 l/jam, untuk Volvo FMX440 di Fleet
kedua adalah 14,83 l/jam. Kategori konsumsi bahan bakar berdasarkan Specification and
Application handbook of Volvo A35E edition dibedakan menjadi tiga katagori yaitu Low,
Medium dan High consumption of Fuel rate.
Sehingga dapat diartikan bahwa dump truck Volvo di Fleet pertama dalam satu jam
beroperasi membutuhkan bahan bakar 18,57 liter. Sedangkan dump truck Volvo FMX440
di Fleet kedua dalam satu jam beroperasi membutuhkan bahan bakar 14,83 liter.
Tabel 4.5
Spesifikasi dan Kategori Konsumsi Bahan Bakar Dump truck
(Sumber : Specification and Application handbook of Volvo, 2009)
Medium
Fleet Type Low (lt/jam) High (l/jam)
(lt/jam)
54
BAB V
PEMBAHASAN
56
yang lebih lama untuk dapat melewati di jalan tersebut. Bila letak loading point
berada pada elevasi yang jauh dibawah elevasi disposal, maka penggunaan
kemiringan jalan angkut kecil akan memperpanjang jarak tempuh truk akan tetapi
dapat di atasi dengan menambah percepatan pada kecepatan Dump Truck sehingga
waktu tempuh akan semakin singkat. Semakin besar kemiringan jalan angkut
semakin pendek jarak dan kecepatan semakin kecil, sebaliknya semakin kecil
kemiringan jalan angkut semakin panjang jarak tetapi kecepatan semakin besar
dan waktu tempuh dapat lebih cepat.
Kemampuan maksimal Dump Truck Volvo A35E dan Volvo FMX440
pada jalan angkut menanjak berdasarkan perhitungan secara teoritis dari
spesifikasi Dump Truck adalah 18,4% dan 21,7% (lihat Lampiran K). Kemiringan
jalan angkut yang besar akan mempunyai banyak dampak merugikan, baik dari
kondisi Dump Truck maupun dari pemakaian bahan bakar.
Tabel 5.1
57
Beban Permukaan Jalan Angkut
Beban
Tekanan Udara Luas Daerah
Ban (psi) Permukaan Jalan
No Dump Truck Kontak (in2)
(lb/ft2)
1 Volvo A35E 21,5 367,28 3.441,6
2 Volvo FMX440 18,3 287,41 2.836,2
Kondisi secara aktual di lapangan pada setiap Fleet masih terdapat amblasan
pada permukaan jalan angkut yang dilalui oelh Dump Truck. Hal ini menunjukkan
perlu adanya perkerasan jalan untuk meningkatkan daya dukung tanah agar tidak
terjadi amblasan. Perbaikan yang bias diberikan untuk peningkatan nilai
kepadatan tanah, yaitu dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1) Mengupas badan jalan yang mengalami kerusakan sampai lapis tanah keras.
2) Menambahkan materal baru, material yang disarankan yaitu batulempung.
3) Melakukan pembentukan geometri badan jalan sesuai standar teoritis.
4) Penyiraman dengan menggunakan water truck.
5) Melakukan pemadatan dengan compactor.
6) Melakukan uji CBR lapangan untuk mengetahui daya dukung tanah baru.
Apabila belum sesuai dilakukan pemadatan lagi dengan menggunakan
compactor. Pemilihan material batulempung (claystone) dikarenakan kemudahan
mendapatkannya di lapangan dan jumlahnya yang banyak terdapat di area
penambangan, dengan begitu akan menjadi lebih ekonomis karena hanya
memakai material yang terdapat di area tambang.
58
butuhkan besar dan kecepatan Dump Truck semakin kecil. Hal ini akan
mempengaruhi banyaknya rasio bahan bakar Dump Truck dalam pemindahan
overburden dari loading point menuju disposal. Kemiringan jalan angkut pada
kondisi aktual di lapangan masih terdapat yang melebihi acuan dari perusahaan
yaitu 12%, serta untuk tahanan gelinding masih banyak segmen jalan yang
mempunyai amblasan roda Dump Truck yang melebihi batas aman atau standar
perusahaan, dimana batas aman berada pada kondisi medium severity yaitu
amblasan maksimal 5 cm pada jalan angkut tambang.
Sedangkan untuk batas kecepatan maksimal pada jalan angkut tambang
adalah 20 km/jam yang terdapat pada gear 4 di Dump Truck. Pengaruh kemiringan
jalan menanjak terhadap konsumsi bahan bakar Dump Truck dengan tahanan
kemiringan yang divariasikan mulai dari 1% - 8% berdasarkan perhitungan
rimpull (lihat Tabel 5.2).
Tabel 5.2
Konsumsi Bahan Bakar Volvo A35E Berdasarkan Kemiringan dan Tahanan
Gelinding Jalan Angkut
Amblasan Rolling Total Gear Load Factor Bbm (ltr/jam) Bbm (ltr/km)
Grade
(cm) Resistance Resistance load empty load empty load empty load empty
Amblasan Rolling Total Gear Load Factor Bbm (ltr/jam) Bbm (ltr/km)
Grade
(cm) Resistance Asistance load empty load empty load empty load empty
59
A35E sebesar 0,06 l/km untuk keadaan bermuatan turun dan 0,01 l/km untuk
keadaan kosongan turun. Grafik konsumsi bahan bakar pada konsumsi bermuatan
dan tanpa muatan ditunjukkan pada Gambar 5.1 sampai Gambar 5.4.
Gambar 5.1
Grafik Konsumsi Bahan Bakar Volvo A35E Keadaan Muatan Naik
Gambar 5.2
Grafik Konsumsi Bahan Bakar Volvo A35E Keadaan Kosong Naik
Gambar 5.3
Grafik Konsumsi Bahan Bakar Volvo A35E Keadaan Muatan Turun
60
Gambar 5.4
Grafik Konsumsi Bahan Bakar Volvo A35E Keadaan Kosong Turun
Gambar 5.5
Grafik Konsumsi Bahan Bakar Volvo A35E Keadaan Muatan Naik (Total Resistance)
Gambar 5.6
Grafik Konsumsi Bahan Bakar Volvo A35E Keadaan Kosong Naik (Total Resistance)
61
Gambar 5.7
Grafik Konsumsi Bahan Bakar Volvo A35E Keadaan Muatan Turun (Total Asistance)
Gambar 5.8
Grafik Konsumsi Bahan Bakar Volvo A35E Keadaan Kosong Turun (Total Asistance)
Tabel 5.3
Konsumsi Bahan Bakar Volvo FMX440 Berdasarkan Kemiringan dan
Tahanan Gelinding Jalan Angkut
Alat Grade Amblas Rolling Total Gear Load Factor Bbm (ltr/jam) Bbm (ltr/km)
Angkut an Resista Resista load empty load empty load empty load empty
(cm) nce nce
Volvo 1% 5 4,95% 5,95% 3 5 0,80 0,22 20,67 5,67 1,09 0,30
FMX 2% 5 4,95% 6,95% 3 5 0,77 0,20 19,76 5,26 1,05 0,33
440
3% 5 4,95% 7,95% 3 5 0,80 0,25 20,70 6,49 1,10 0,36
4% 5 4,95% 8,95% 3 5 0,84 0,23 21,65 5,98 1,15 0,37
5% 5 4,95% 9,95% 3 5 0,89 0,23 23,01 5,80 1,22 0,39
6% 5 4,95% 10,95% 2 5 0,89 0,22 22,85 5,63 1,64 0,41
7% 5 4,95% 11,95% 2 5 0,86 0,21 22,10 5,48 1,59 0,42
8% 5 4,95% 12,95% 2 5 0,95 0,04 24,51 1,00 1,76 0,60
Alat Grade Amblas Rolling Total Gear Load Factor Bbm (ltr/jam) Bbm (ltr/km)
Angkut an Resista Resista load empty load empty load empty load empty
(cm) nce nce
Volvo -1% 5 4,95% 3,95% 5 5 0,85 0,38 21,85 9,73 0,67 0,24
FMX -2% 5 4,95% 2,95% 5 5 0,77 0,42 19,84 10,87 0,60 0,20
440
-3% 5 4,95% 1,95% 5 5 0,72 0,46 18,42 11,76 0,56 0,21
-4% 5 4,95% 0,95% 5 5 0,67 0,47 17,17 11,98 0,52 0,18
-5% 5 4,95% -0,05% 5 5 0,71 0,50 18,35 12,87 0,56 0,19
-6% 5 4,95% -1,05% 5 5 0,72 0,52 18,45 13,44 0,56 0,19
-7% 5 4,95% -2,05% 5 5 0,64 0,54 16,42 13,91 0,50 0,15
-8% 5 4,95% -3,05% 5 5 0,64 0,76 16,42 19,53 0,50 0,14
62
Tabel 5.3 menunjukkan bahwa setiap penambahan 1% kemiringan jalan
angkut mengakibatkan penambahan konsumsi bahan bakar Dump Truck Volvo
FMX440 sebesar 0,04 l/km untuk keadaan bermuatan naik dan 0,03 l/km untuk
keadaan kosongan naik. Sedangkan pada setiap penuruman 1% kemiringan jalan
angkut mengakibatkan pengurangan konsumsi bahan bakar Dump Truck Volvo
FMX440 sebesar 0,07 l/km untuk keadaan bermuatan turun dan 0,01 l/km untuk
keadaan kosongan turun. Grafik konsumsi bahan bakar pada kondisi bermuatan
dan tanpa muatan ditunjukkan pada Gambar 5.5 sampai Gambar 5.8.
Gambar 5.9
Grafik Konsumsi Bahan Bakar Volvo FMX440 Keadaan Muatan Naik
Gambar 5.10
Grafik Konsumsi Bahan Bakar Volvo FMX440 Keadaan Kosong Naik
63
Gambar 5.11
Grafik Konsumsi Bahan Bakar Bakar Volvo FMX440 Keadaan Muatan Turun
Gambar 5.12
Grafik Konsumsi Bahan Bakar Bakar Volvo FMX440 Keadaan Kosong Turun
64
Gambar 5.13
Grafik Konsumsi Bahan Bakar Bakar Volvo FMX440 Keadaan Muatan Naik
(Total Resistance)
Gambar 5.14
Grafik Konsumsi Bahan Bakar Bakar Volvo FMX440 Keadaan Kosong Naik
(Total Resistance)
Gambar 5.15
Grafik Konsumsi Bahan Bakar Bakar Volvo FMX440 Keadaan Muatan Turun
(Total Asistance)
65
Gambar 5.16
Grafik Konsumsi Bahan Bakar Bakar Volvo FMX440 Keadaan Kosong Turun
(Total Asistance)
Tabel 5.4
Produksi Dump Truck Volvo A35E Data Aktual Perusahaan dan Data
Pengamatan Lapangan di Fleet Pertama
Dump truck Volvo Cycle Time Ritase Produksi Produksi
No
A35E (min) (rit) (bcm/jam) (bcm/hari)
1 Data Aktual - - 70,61 1.270,98
Perusahaan
2 Data Pengamatan 11,19 6 71,92 1.294,56
Lapangan
Tabel 5.4 menunjukkan angka perbedaan produksi Dump Truck dengan data
aktual perusahaan dengan pengamatan waktu edar langsung di lapangan.
67
Tabel 5.5
Produksi Dump Truck Volvo FMX440 Data Aktual Perusahaan dan Data
Pengamatan Lapangan di Fleet Kedua
Dumptruck Volvo Cycle Time Ritase Produksi Produksi
No
FMX440 (min) (rit) (bcm/jam) (bcm/hari)
1 Data Aktual - - 55,2 993,6
Perusahaan
2 Data Pengamatan 9,46 6 57,97 1.043,46
Lapangan
Dari data produksi aktual dan teori, maka rasio bahan bakar Dump Truck
dapat diketahui dengan perbandingan banyaknya konsumsi bahan bakar dengan
produksi Dump Truck setiap jamnya. Rasio bahan bakar Dump Truck adalah :
Tabel 5.6
Rasio Bahan Bakar Volvo A35E di Fleet Pertama
Dump truck Volvo Produksi BBM Rasio BBM
No
FMX440 (bcm/jam) (ltr/jam) (ltr/bcm)
1 Data Aktual Perusahaan 70,61 24,30 0,34
2 Sebelum Perbaikan 71,92 18,48 0,26
Tabel 5.7
Rasio Bahan Bakar Volvo FMX440 di Fleet Kedua
Dump truck Volvo Produksi BBM Rasio BBM
No
A35E (bcm/jam) (ltr/jam) (ltr/bcm)
1 Data Aktual Perusahaan 55,2 16,20 0,29
2 Sebelum Perbaikan 57,97 14,74 0,26
Angka rasio bahan bakar akan lebih baik atau sesuai yang diharapkan
perusahaan jika nilainya semakin kecil, sehingga biaya yang di keluarkan
perusahaan akan semakain sedikit dalam proses penambangan. Batas maksimal
perusahaan untuk rasio bahan bakar Dump Truck adalah 0,80 l/BCM. Rasio bahan
bakar aktual dan sebelum perbaiakan kondisi jalan berdasarkan perhitungan
rimpull Dump Truck Volvo A35E di Fleet pertama aktualnya adalah 0,34 l/BCM
dan sebelum perbaikan 0,26 l/BCM, dan untuk Dump Truck Volvo FMX440 di
Fleet kedua aktualnya adalah 0,29 l/BCM dan sebelum perbaikan 0,26 l/BCM.
Pada kondisi tersebut, Dump Truck masih berada di atas batas aman dari target
maksimal rasio bahan bakar perusahaan, sehingga perlu dilakukan perbaikan
kondisi kerja dan jalan angkut terhadap pemakaian bahan bakar Dump Truck
untuk meningkatkan produksi dan mengefisiensikan penggunaan bahan bakar.
68
5.4. Pengaruh Perbaikan dan Perawatan Jalan Angkut Terhadap Rasio
Bahan Bakar Dump Truck
Kondisi jalan yang baik dan sesuai dengan acuan perusahaan akan
membantu dalam penghematan konsumsi bahan bakar dan peningkatan produksi.
Oleh karena itu, kondisi aktual jalan angkut yang kurang baik pada beberapa
segmen jalan harus segera diperbaiki pada kondisi medium severity yaitu
amblasan tidak lebih dari 5 cm dengan penambahan lapisan perkerasan dan
perataan jalan angkut. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan bantuan alat mekanis
yaitu grader yang digunakan untuk perataan jalan (lihat Gambar 5.17). Serta dapat
dilakukan dengan cara dumping di jalan yang amblas, kemudian dilakukan
pemadatan di area tersebut. Kemudian untuk penanganan apabila terjadi
kemiringan jalan angkut yang melebihi acuan perusahaan yaitu 12%, maka
mengurangi lapisan tanah dengan cara mendorong dari atas ke bawah (dozing)
menggunakan dozer.
Selain itu, harus juga dilaksanakan road maintenance yaitu melakukan
pemeliharaan dan perawatan jalan angkut. Pada saat melakukan road maintenance
harus menggunakan rambu batas kecepatan, peringatan, barikade dan flagmen
untuk mengendalikan dan mengurangi bahaya pada personel perawatan jalan
(lihat Gambar 5.17). Perhatian yang harus diberikan pada jalan tambang adalah
perawatan (maintenance) yang dilakukan dengan cara sistematis dan terukur
untuk menhgetahui jenis – jenis kerusakan pada jalan tambang.
Gambar 5.17
Motor Grader CAT – GD01 untuk Perawatan Jalan
Perbaikan kondisi jalan angkut pada segmen jalan yang rusak akan
69
menurunkan konsumsi bahan bakar dan meningkatkan produksi Dump Truck pada
pemindahan overburden. Waktu tempuh pengangkutan overburden dari loading
point menuju disposal akan semakin cepat sehingga produksi semakin meningkat.
Selain dengan perbaikan kondisi jalan yaitu dengan menurunkan kemiringan
jalan angkut yang disesuaikan dengan acuan perusahaan yaitu kemiringan jalan
angkut sebesar 12%. Perbaikan dan inovasi baru juga dilakukan dengan
pembuatan dan pemasangan rambu – rambu jalan yang akan dipasang di setiap
segmen jalan.
Rambu – rambu ini mempunyai arti gear dan kecepatan yang harus
digunakan oleh operator. Gear 5 maksudnya adalah penggunaan optimal gear saat
melewati suatu segmen adalah gear 5 dengan kecepatan 25 – 35 Km/jam.
Kemudian untuk rambu – rambu ditikungan juga diberi petunjuk bahwa jalan
menikung dan batas kecepatan yang wajib digunakan adalah 17 Km/jam. Kegiatan
ini apabila terlaksana dan dipatuhi oleh operator maka dapat menghemat
konsumsi bahan bakar pada suatu Dump Truck. Serta dapat juga untuk
mempercepat waktu edar suatu Dump Truck, sehngga nantinya produksi akan
lebih meningkat. Apabila konsumsi bahan bakar rendah sedangkan produksi
meningkat maka rasio bahan bakar pada suatu perusahaan akan rendah.
70
Pada perhitungan waktu tempuh setelah perbaikan jalan angkut dari loading
point menuju disposal berdasarkan pemakaian rimpull Dump Truck di Fleet
pertama adalah 10,48 menit (lihat Lampiran R). Perhitungan konsumsi bahan
bakar Dump Truck setelah perbaikan kemiringan jalan angkut dan amblesan tidak
lebih dari 5 cm (lihat Lampiran Q Tabel Q.3).
Waktu tempuh setelah perbaikan dari loading point menuju disposal
berdasarkan pemakaian rimpull Dump Truck di Fleet kedua adalah 8,78 menit
(lihat Lampiran R). Kemudian perhitungan konsumsi bahan bakar Dump Truck
setelah perbaikan kemiringan jalan angkut dan amblesan tidak lebih dari 5 cm
(lihat Lampiran Q Tabel Q.4).
Kemudian untuk produksi Dump Truck data aktual perusahaan, data
pengamatan lapangan dan setelah perbaikan kondisi jalan angkut yaitu dengan
kemiringan jalan angkut maksimal 12% dan amblasan tidak lebih dari 5 cm
berdasarkan perhitungan rimpull (lihat Tabel 5.8 sampai Tabel.10).
Tabel 5.8
Produksi Dump Truck Volvo A35E Fleet Pertama Setelah Perbaikan
Dump Truck Volvo Cycle Time Ritase Produksi Produksi
No
A35E (min) (rit) (bcm/jam) (bcm/hari)
Data Aktual
1 - - 70,61 1.270,98
Perusahaan
Data Pengamatan
2 11,19 6 71,92 1.294,56
Lapangan
3 Usulan Perbaikan 10,48 6 76,79 1.382,22
Tabel 5.9
Produksi Dump Truck Volvo FMX440 di Fleet Kedua Setelah Perbaikan
Dumptruck Volvo Cycle Time Ritase Produksi Produksi
No A35E (min) (rit) (bcm/jam) (bcm/hari)
Data Aktual
1 - - 55,2 993,6
Perusahaan
Data Pengamatan
2 9,46 6 57,97 1.043,46
Lapangan
3 Usulan Perbaikan 8,78 6 62,46 1.124,28
71
Tabel 5.10
Konsumsi Bahan Bakar Dump Truck Setelah Perbaikan
Travel Time BBM Idlle BBM
BBM (l/hr) (hour) BBM (liter)
Fleet Jenis Alat (liter) BBM Ritase (l/hr)
Load Empty Load Empty Load Empty (liter) (rit)
1 Volvo A35E 83,67 38,89 0,212 0,118 17,77 4,58 22,35 0,89 2,5 58,11
2 Volvo FMX440 89,69 31,22 0,208 0,148 18,69 4,63 23,52 0,75 2,4 57,79
Setelah perbaikan kondisi jalan angkut, konsumsi bahan bakar Dump Truck Volvo
A35E di Fleet pertama adalah 15,79 l/jam, untuk Volvo FMX440 di Fleet kedua adalah
12,31 l/jam. Sehingga rasio bahan bakar Dump Truck setelah perbaikan akan dapat
diketahui (lihat Tabel 5.11 - Tabel 5.12).
Tabel 5.11
Rasio Bahan Bakar Setelah Perbaikan Volvo A35E di Fleet Pertama
Dumptruck Produksi BBM Rasio BBM
No Volvo A35E (BCM/jam) (l/jam) (l/BCM)
1 Data Aktual Perusahaan 70,61 24,30 0,34
Data Pengamatan
2 71,92 18,57 0,26
Lapangan
3 Usulan Perbaikan 76,79 15,79 0,21
Tabel 5.12
Rasio Bahan Bakar Setelah Perbaikan Volvo FMX440 di Fleet Kedua
Dumptruck Produksi BBM Rasio BBM
No Volvo FMX440 (BCM/jam) (l/jam) (l/BCM)
1 Data Aktual Perusahaan 55,2 16,20 0,29
Data Pengamatan
2 57,97 14,83 0,26
Lapangan
3 Usulan Perbaikan 62,46 12,31 0,20
Rasio bahan bakar setelah perbaikan kondisi jalan dengan kemiringan jalan
angkut tidak lebih 12% dan amblasan tidak lebih dari 5 cm berdasarkan perhitungan
rimpull Dump Truck tidak melebihi dari batas pemakaian perusahaan yaitu 0,80 l/BCM.
Rasio bahan bakar untuk Volvo A35E di Fleet pertama adalah 0,21 l/BCM, sedangkan
untuk Volvo FMX440 di Fleet kedua adalah 0,20 l/BCM.
72
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan perhitungan dapat disimpulkan beberapa hal
sebagai berikut :
1) Kondisi jalan angkut aktual untuk dump truck Volvo A35E pada fleet pertama :
a) Masih terdapat amblasan jalan di atas 5 cm pada segmen 0-10, segmen 20-24,
segmen 25-32, segmen 34-45.
b) Terdapat jalan angkut yang tidak sesuai teori geometri jalan angkut tambang,
menurut perhitungan yaitu kurang dari 12 m, terdapat pada segmen 6-13,
segmen 14-20, segmen 25-31, segmen 37-39.
2) Kondisi jalan angkut aktual untuk dump truck Volvo FMX440 pada fleet kedua :
a) Masih terdapat amblasan jalan di atas 5 cm pada segmen 0-12, segmen 16-17,
segmen 20-24, segmen 25-32, segmen 34-45, segmen 46-60
3) Konsumsi bahan bakar dan produktivitas dump truck berdasarkan data aktual
dari Perusahaan, berdasarkan pengamatan lapangan dan setelah rekomendasi
perbaikan jalan angkut adalah sebagai berikut :
a) Konsumsi bahan bakar dan produktivitas dump truck Volvo A35E di fleet
pertama adalah :
• Berdasarkan data aktual dari Perusahaan, konsumsi bahan bakar sebesar
24,30 l/jam dan produktivitas dump truck sebesar 70,61 BCM/jam.
• Berdasarkan pengamatan lapangan sebelum rekomendasi perbaikan jalan
angkut, konsumsi bahan bakar sebesar 18,57 l/jam dan produktivitas dump
73
truck sebesar 71,92 BCM/jam.
• Setelah rekomendasi perbaikan jalan angkut, konsumsi bahan bakar
menjadi 15,79 l/jam dan produksi dump truck sebesar 76,79 BCM/jam.
b) Konsumsi bahan bakar dan produksi dump truck Volvo FMX440 di fleet
kedua adalah :
• Data aktual perusahaan, konsumsi bahan bakar 16,20 l/jam dan produksi
dump truck sebesar 55,20 BCM/jam.
• Berdasarkan pengamatan lapangan, konsumsi bahan bakar 14,83 l/jam dan
produksi dump truck sebesar 57,97 BCM/jam.
• Setelah rekomendasi perbaikan jalan angkut konusumsi bahan bakar 12,31
l/jam dan produksi dump truck sebesar 62,46 BCM/jam.
4) Rasio bahan bakar menurut data aktual perusahaan, pengamatan lapangan dan
setelah rekomendasi perbaikan jalan angkut berdasarkan pada perhitungan
rimpull, yaitu sebesar :
a) Rasio bahan bakar data aktual perushaan untuk Volvo A35E di fleet pertama
0,34 l/BCM, menurut pengamatan lapangan 0,26 l/BCM, dan setelah
rekomendasi perbaikan jalan menjadi 0,21 l/BCM.
b) Rasio bahan bakar data aktual perusahaan untuk Volvo FMX440 di fleet
kedua sebesar 0,29 l/BCM, menurut pengamtan lapangan 0,26 l/BCM, dan
setelah rekomendasi perbaikan jalan menjadi 0,20 l/BCM.
6.2. Saran
Saran yang dapat ditulis dari hasil penelitian ini adalah meningkatkan
perawatan jalan angkut sehingga tidak terdapat kemiringan jalan angkut yang
melebihi KepMen ESDM yaitu sebesar 12 % (KepMen ESDM No.1827
K/30/MEM/2018) dan tidak terjadi amblasan yang menghambat laju kendaraan
apalagi saat musim penghujan. Menambah jumlah motor grader yang pada awalnya
hanya berjumlah 1 menjadi 3 ditempatkan pada loading point, jalan angkut dari
loading point menuju disposal, serta pada disposal area sehingga perawatan jalan
lebih efektif dan tidak ada amblesan jalan yang melebihi 5 cm.
74