Anda di halaman 1dari 18

KAJIAN TEKNIS SISTEM PENIMBUNAN BATUBARA PADA ROM

STOCKPILE UNTUK MENGURANGI TERJADINYA SWABAKAR


DI TAMBANG TERBUKA DI PT. PRIMA INDOJAYA MANDIRI
SITE LAHAT MERAPI BARAT SUMATERA SELATAN

PROPOSAL TUGAS AKHIR

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mendapatkan


Gelar Sarjana Teknik pada Jurusan Teknik Pertambangan

Oleh :

TRIALENA SUSANA TUMANGGER


Nim:14.286.00024

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI TD.PARDEDE
MEDAN
2018
LEMBAR PENGESAHAN

KAJIAN TEKNIS SISTEM PENIMBUNAN BATUBARA PADA ROM


STOCKPILE UNTUK MENGURANGI TERJADINYA SWABAKAR
DI TAMBANG TERBUKA DI PT. PRIMA INDOJAYA MANDIRI
SITE LAHAT MERAPI BARAT SUMATERA SELATAN

Diajukan Sebagai Syarat Untuk Memenuhi Mata Kuliah Tugas Akhir


Pada Jurusan Teknik Pertambangan

PROPOSAL TUGAS AKHIR


Oleh :

TRIALENA SUSANA TUMANGGER


Nim:14.286.00024

Medan, Juni 2018


A. JUDUL

KAJIAN TEKNIS SISTEM PENIMBUNAN BATUBARA PADA ROM STOCKPILE


UNTUK MENGURANGI TERJADINYA SWABAKAR
DI TAMBANG TERBUKA DI PT. PRIMA INDOJAYA MANDIRI
SITE LAHAT MERAPI BARAT SUMATERA SELATAN.

B. ALASAN PEMILIHAN JUDUL

PT Prima Indojaya Mandiri merupakan suatu perusahaan batubara yang memproduksi


keperluan akan batubara, di dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan industri dalam negeri
maupun untuk eksport kebutuhan konsumen luar negeri. Untuk memenuhi kebutuhan para
konsumen tersebut, batubara yang diproduksi harus sesuai dengan permintaan maupun prasyarat
yang diinginkan konsumen. Dalam hal ini terutama adalah kualitas batubara harus sesuai dengan
standart kualitas yang telah disepakati.

Untuk menjaga kualitas dari batubara setelah ditambang, maka harus diperhatikan teknis
penimbunannya. Permasalahan yang timbul dari penimbunan batubara antara lain adalah; adanya
gejala swabakar pada timbunan batubara yang sudah terlalu lama dan terjadi genangan air asam
pada musim hujan serta terhambatnya pelaksanaan pencampuran batubara karena keterlambatan
penyediaan batubara pada “ROM Stockpile”

Swabakar (spontaneous combustion) terjadi karena adanya reaksi kandungan karbon


pada batubara dengan dengan gas oksigen di udara. Pada umumnya swabakar (spontaneous
combustion) terjadi pada batubara kelas rendah (low rank). Batubara kelas rendah (low rank)
mempunyai kandungan volatile matter yang cukup tinggi sehingga mudah terbakar dengan
sendirinya. Selain dari sifat batubara itu sendiri, swabakar (spontaneous combustion) dapat
terjadi akibat pola penimbunan batubara yang kurang baik. Pola penimbunan batubara yang
kurang baik menyebabkan batubara akan bereaksi dengan udara bebas sehingga berpotensi
terjadinya swabakar (spontaneous combustion).
Maka pola penimbunan batubara yang bagaimana yang dapat mengurangi potensi
terjadinya swabakar (spontaneous combustion)? Untuk itu analisa mengenai pola penimbunan
batubara ini perlu dilakukan agar dapat meminimalkan kerugian yang akan dialami oleh
perusahaan akibat terjadinya swabakar (spontaneous combustion) pada stockpile.

C. TUJUAN PENELITIAN
Melakukan kajian untuk mendapatkan informasi-informasi mengenai faktor-faktor
penyebab terjadinya perubahan kualitas batubara pada timbunan batubara di “Rom Stockpile”.
Dengan melakukan kajian terhadap perubahan kualitas tersebut, diharapkan dapat dijadikan
dasar upaya perbaikan cara penimbunan dan penanganan batubara pada “ROM Stockpile” serta
dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi perusahaan di dalam memutuskan kebijakan
mengenai kegiatan penimbunan dan penanganan batubara dalam usaha ke arah perbaikan.

D. PERUMUSAN MASALAH
“ROM Stockpile” adalah suatu tempat penimbunan sementara untuk menampung
batubara hasil pembongkaran dari tambang. Permasalahan yang timbul dari penimbunan
batubara antara lain adalah; adanya gejala swabakar pada timbunan batubara yang sudah terlalu
lama. Selain itu efek potensial yang ditimbulkan dari penimbunan tersebut juga harus
diperhatikan, antara lain :

1. Swabakar dan faktor swabakar timbunan batubara;


a. Lamanya Penimbunan
b. Metode Penimbunan
c. Parameter Batubara
d. Suhu Swabakar
2. Degradasi Ukuran
3. Layout ROM Stock Pile

E. MANFAAT PENELITIAN
Manfaat dari penelitian ini adalah dapat menambah pengetahuan mngenai swabakar

(spontaneous combustion) baik gejala, penyebab maupun penangannya. Selain itu perusahaan

dapat menerapkan pola penimbunan dan geometri stockpile atau temporary stock batubara yang

tepat untuk meminimalkan terjadinya swabakar yang dapat memberikan kerugian bagi

perusahaan, serta dapat menjadi landasan dalam melakukan penelitian tentang swabakar pada

masa yang akan datang.

F. METODOLOGI PENELITIAN
Di dalam melaksanakan penelitian ini, penulis menggabungkan antara studi pustaka
dengan data-data/observasi lapangan. Sehingga dari keduanya didapat pendekatan penyelesaian
masalah. Adapun urutan pekerjaan penelitian yaitu :
1. Studi Literatur
Dilakukan dengan mencari bahan-bahan pustaka yang menunjang, yang diperoleh dari :
- Perpustakaan
- Brosur-brosur
- Informasi-informasi
2. Penelitian di lapangan
Dalam pelaksanaan penelitian di lapangan ini akan dilakukan beberapa tahap, yaitu:
- Pengamatan lapangan, dengan melakukan pengamatan secara langsung terhadap
keadaan di sekitar daerah pertambangan.
- Penentuan lokasi pengamatan, dengan menentukan lokasi yang akan diamati dan
mengambil data-data yang diperlukan.
- Mencocokkan dengan perumusan masalah, yang bertujuan agar penelitian yang
dilakukan tidak meluas. Data yang diambil dapat digunakan secara efektif.
3. Pengambilan data
Data – data yang akan diambil, meliputi :
- Curah hujan
- Jumlah cadangan dan analisa batubara
- Dimensi timbunan
- Besar penimbunan dan pembongkaran harian
- Spesifikasi dan jumlah batubara yang diminta pasar
- Spesifikasi batubara pada timbunan
- Komposisi campuran batubara
- Selisih kumulatif penimbunan dan pembongkaran
- Koefisien berbagai kondisi daerah
- Data waktu edar alat muat dan alat angkut
4. Akuisisi data
- Pengelompokkan data dari lapangan beserta data yang sudah ada disesuaikan dengan
obyek yang mewakili permasalahan.
- Pengecekan keakuratan data, agar kerja lebih efisien.
5. Pengolahan data
Dilakukan dengan beberapa perhitungan maupun penggambaran yang selanjutnya akan
direalisasikan dalam bentuk perhitungan, grafik-grafik, tabel yang menuju perumusan
penyelesaian masalah.
6. Analisa hasil pengolahan data
Hasil dari pengolahan data akan digunakan sebagai kesimpulan sementara. Selanjutnya
kesimpulan sementara ini akan diolah lebih lanjut dalam bagian pembahasan.
7. Kesimpulan
Diperoleh setelah dilakukan korelasi antara hasil pengolahan data yang telah dilakukan
dengan permasalahan yang diteliti.

G. LANDASAN TEORI

1. Batubara

Batubara diartikan sebagai batuan sedimen yang berasal dari material organic

(organoclastic sedimentary rock), dapat dibakar dan memiliki kandungan utama berupa C, H, O

(Sukan darrumidi, 2004). Batubara adalah bahan bakar padat yang mengandung abu. Oleh sebab
itu, dalam pemanfaatannya diperlukan biaya yang cukup tinggi dalam proses penanganannya

(coal handling). Dalam pemanfaatannya batubara memerlukan penanganan yang baik untuk

menghindari beberapa masalah, antara lain :

1. batubara dapat terbakar dengan sendirinya (spontaneous combustion)

2. batubara dapat menimbulkan ledakan, umumnya pada tambang bawah tanah (underground

mining)

3. batubara dapat menyebabkan pencemaran lingkungan, misalnya debu yang dihasilkan oleh

batubara ukuran halus bila ditiup angin

Menurut Zulfachmi (2008), berdasakan hasil pengujian karakteristik swabakar batubara

menggunakan reaktor uji berdasarkan metode suhu titik silang menunjukkan bahwa batubara

stockpile Tanjung Enim memiliki suhu awal pembakaran (85°C) dan suhu titik nyala (325°C)

lebih rendah dibanding batubaraFajar Bumi sakti (121-138°C dan 315-340°C) dan Ombilin (149-

299°C dan >350°C) sehingga batubara Tanjung Enim ini paling rentan terhadap swabakar.

2. Swabakar (Spontaneous Combustion)

Menurut Sukandarrumidi (2004), Batubara dapat terbakar dengan sendirinya setelah

mengalami beberapa proses yang bertahap. Tahap pertama : mula-mula batubara akan menyerap

oksigen dari udara secara perlahan-lahan dan kemudian temperatur batubara akan naik. Tahap

kedua : sebagai akibat temperatur naik, kecepatan batubara menyerap oksigen dari udara

bertambah dan temperatur kemudian akan mencapai 100-1400C. Tahap ketiga : setelah mencapai

temperatur 1400 C, uap dan CO2 akan terbentuk. Tahap keempat : sampai temperatur 2300C

isolasi CO2 akan berlanjut. Tahap kelima : bila temperatur telah berada diatas 3500C, ini berarti

batubara telah mencapai titik solutnya dan akan cepat terbakar.

4. Sebab – Sebab Terjadinya Swabakar


Batubara merupakan bahan bakar organik dan apabila bersinggungan langsung dengan

udara dalam keadaan temperatur tinggi (misalnya musim kemarau yang berkepanjangan) akan

terbakar sendiri. Keadaan ini akan dipercepat oleh :

a. Reaksi eksothermal (uap dan oksigen di udara). Hal ini yang paling sering terjadi

b. Bakteria

c. Aksi katalis dari benda-benda anorganik

Sedangkan penyebab kemungkinan terjadinya swabakar (spontaneous combustion) yang

utama, yaitu karbonisasi yang rendah (low carbonization) dan kadar belerang batubara yang

tinggi (> 2 %) dengan ambang batas kadar belerang sebaiknya 1,2 %.

Selain itu, menurut Gerrard Widodo (2009), terdapat pula faktor-faktor yang

menyebabkan terjadinya swabakar pada penimbunan batubara, antara lain :

a. Lamanya Penimbunan

Semakin lama batubara tertimbun akan semakin banyak panas yang tersimpan

di dalam timbunan, karena volume udara yang terkandung dalam timbunan sema-

kin besar, sehingga kecepatan oksidasi menjadi semakin tinggi.

b. Metode Penimbunan

Dalam timbunan batubara perlu mendapatkan pemadatan. Dengan adanya pemadatan ini

akan dapat menghambat proses terjadinya swabakar batubara, karena ruang antar butir diantara

material batubara berkurang.

c. Kondisi Penimbunan

 Tinggi Timbunan

Tinggi timbunan yang terlalu tinggi akan menyebabkan semakin banyak panas yang

terserap. Hal ini dikarenakan sisi miring yang terbentuk akan semakin panjang sehingga daerah
yang tak terpadatkan akan semakin luas. Akibatnya permukaan yang teroksidasi semakin besar.

Untuk batubara bituminous yang ditimbun lebih dari 30 hari sebaiknya tinggi timbunan

maksimum 6 meter. Sedangkan untuk timbunan batubara lignit lebih dari 14 hari tinggi timbunan

maksimum 4 meter.

 Ukuran Butir

Pada dasarnya semakin besar luas permukaan yang berhubungan langsung dengan udara

luar maka semakin cepat pula terjadinya swabakar. Sebaliknya semakin besar ukuran bongkah

batubara semakin semakin lambat untuk terjadi swabakar. Ukuran butir batubara juga

mempengaruhi kecepatan dari proses oksidasi. Semakin seragam besar ukuran butir dalam suatu

timbunan batubara, semakin besar pula porositas yang dihasilkan dan akibatnya semakin besar

permeabilitas udara luar untuk dapat beredar di dalam timbunan batubara.

 Sudut Timbunan

Adalah sudut yang dibentuk oleh suatu tumpukan batubara pada timbunan (stockpile).

Sudut tersebut sebaiknya lebih kecil dari angle of repose timbunan batuabara. Pada umumnya

material yang berukuran kasar memiliki angle of repose yang lebih besar bila dibandingkan

dengan material berukuran halus. Sudut timbunan batubara pada stockpile yang cukup ideal yaitu

380. (Tabel II.1)

TABEL II.1Angle Of Repose Beberapa Material

MATERIAL ANGLE OF REPOSE ( 0 )


Clay, dari tambang 30 – 40
Coal, dari tambang 38
Graver, dari tambang 38
Limestone, dari tambang 30 – 40
Bijih mangan 39
Batuan, bongkah 20 – 29
Pasir, kering 35
(Sumber : Andri Hermawan, 2001)
d. Parameter Batubara

Parameter batubara yang mempengaruhi proses terjadinya swabakar adalah kandungan air

total (total moisture), terdiri atas kandungan air bebas (free moisture) dan kandungan air bawaan

(inherent moisture), zat terbang (volatile matter), dan indeks ketergerusan (HGI). Batubara yang

mempunyai kandungan moisture yang lebih tinggi lebih rentan mengalami pembakaran sendiri

(swabakar) apabila dibandingkan dengan batubara dengan kandungan moisture yang lebih

rendah (Umar, 2012).

e. Suhu Swabakar

Semua jenis batubara mempunyai kemampuan untuk terjadinya proses swabakar, tetapi

waktu yang diperlukan dan besarnya suhu yang dibutuhkan untuk proses swabakar batuabra ini

tidak sama. Untuk batubara yang mempunyai kelas rendah memerlukan waktu yang lebih pendek

dan suhu yang lebih rendah bila dibandingkan dengan batubara yang mempunyai kelas yang

tinggi.

5. Sistem Penumpukan dan Pola Penimbunan

Sistem penumpukan batubara harus diatur sedemikian rupa agar segresi atau pemisahan

stock berdasarkan perbedaan kualitas dapat dilakukan dengan baik dan juga tumpukan tesebut

dapat meminimalkan resiko terjadinya pembakaran spontan di stockpile. Menurut G. Okten,

Storage of Coal Problem and Precaution, terdapat beberapa macam pola penimbunan diantaranya

antara lain sebagai berikut:

a). Cone ply merupakan pola dengan bentuk kerucut pada salah satu ujungnya sampai tercapai

ketinggian yang dikehendaki dan dilanjutkan menurut panjang stockpile. Pola ini menggunakan

alat curah, seperti stacker reclaimer.


Sumber : G. Okten, 1990

Gambar 4.3 Pola Penimbunan Cone Ply

b). Chevron merupakan pola dengan menempatkan timbunan satu baris material, sepanjang

stockpile dan tumpukan dengan cara bolak-balik hingga mencapai ketinggian yang diinginkan.

Pola ini baik untuk alat curah seperti belt conveyor atau stacker reclaimer.

Sumber : G. Okten, 1990

Gambar 4.4 Pola Penimbunan Chevron


c). Chevcon merupakan pola penimbunan dengan kombinasi antara pola penimbunan chevron

dan pola penimbunan cone ply.

Sumber : G. Okten, 1990

Gambar 4.5 Pola Penimbunan Chevcon

d). Windrow merupakan pola dengan tumpukan dalam baris sejajar sepanjang lebar stockpile

dan diteruskan sampai ketinggian yang dikehendaki ter-

capai. Umumnya alat yang digunakan adalah backhoe, bulldozer, dan loader.

15

14 13

10 11 12

9 8 7 6

1 2 3 4 5

Sumber : G. Okten, 1990

Gambar 4.6 Pola Penimbunan Windrow

6. Efek Potensial Penimbunan Batubara


Menurut I Nengah Budha dan Widoro (1990) efek penimbunan batubara bervariasi pada

berbagai jenis batubara, tergantung pada metode penyimpanan (penimbunan) batubara. Beberapa

efek penimbunan yang sering terjadi adalah sebagai berikut :

a. Swabakar dan faktor swabakar timbunan batuabara

Swabakar timbunan batubara merupakan hal yang sering terjadi dan perlu mendapatkan

perhatian khususnya pada timbunan batubara dalam jumlah besar. Batubara akan teroksidasi saat

tersingkap di permukaan sewaktu penambangan, demikian pada saat batubara ditimbun proses

oksidasi ini terus berlangsung. Akibat dari reaksi oksidasi antara oksigen dengan gas-gas yang

mudah terbakar dari komponen zat terbang akan menghasilkan panas.

Bila reaksi berlangsung terus-menerus, maka panas yang dihasilkan juga akan meningkat,

sehingga dalam timbunan batubara juga akan mengalami peningkatan. Peningkatan suhu ini juga

disebabkan oleh sirkulasi udara dan panas dalam timbunan tidak lancar, sehingga suhu dalam

timbunan akan terakumulasi dan naik sampai mencapai suhu titik pembakaran, yang akhirnya

dapat menyebabkan terjadinya proses swabakar pada timbunan tersebut.

b. Degradasi Ukuran

Proses penguapan kandungan air akan mengakibatkan partikel-partikel batubara pecah,

sehingga luas permukaan total batubara akan menjadi lebih besar. Dengan kondisi yang

demikian maka kesempatan udara luar (oksigen) untuk mempengaruhi luas permukaan butir

batubara terhadap proses oksidasi semakin besar.

c. Pembentukan Genangan Air Asam

Air rembesan dari tumpukan batubara biasanya bersifat asam karena terbebtuknya asam-

asam sulfat dan sulfit, juga asam hidrolik oleh reaksi air, sulfat piritik dan klorin (garam-garam).

Air yang asam mempunyai sifat korosif terhadap fasilitas pengangkutan.


Pengelolaan air asam tambang harus memiliki komitmen dalam mengelola lingkungan.

Salah satunya, pengelolaan air asam tambang menggunakan senyawa alkali kapur (Ca(OH)2)

yang diperoleh dari industri kapur. Air asam tambang yang terbentuk terlebih dahulu dialirkan ke

sediment pond. Tujuannya, untuk mengendapkan partikel-partikel padat tersuspensi yang ada.

Seterusnya air asam dinetralkan dengan menambahkan kapur.

7. Keadaan Tempat Penimbunan

Menurut I Nengah Budha dan widoro S (1990), keadaan penimbunan yang berpengaruh

terhadap syarat teknis penimbunan adalah sebagai berikut :

a. Area Penimbunan yang Bersih

Area penimbunan batubara harus bebas dari segala material yang mudah terbakar seperti

kayu dan sampah. Selain itu juga harus bebas dari potongan-potongan logam.

b. Sumber Air Bertekanan Tinggi

Sumber air bertekanan tinggi sangat dibutuhkan apabila terjadi kebakaran pada daerah

sekeliling timbunan. Apabila kebakaran disekitar timbunan tidak segera dipadamkan maka akan

mempengaruhi naiknya suhu timbunan dan mempercepat proses swabakar pada timbunan.

c. Pembuatan Saluran air di Sekeliling Stockpile

Untuk mengalirkan air pada tumpukan batubara baik yang berasal dari air hujan maupun

penyemprotan maka di sekeliling penimbunan harus dibuatkan paritan atau saluran air menuju ke

kolam pengendapan atau settling pond. Air yang berasal dari tumpukan batubara akan membawa

batubara dengan ukuran halus. Apabila dialirkan langsung ke sungai maka akan mencemari

lingkungan. Oleh karena saluran ini sangat penting agar air yang mengandung campuran

batubara halus dapat dinetralisir pada kolam pengendapan sebelum dialirkan ke sungai terdekat.
Menurut Laode (2011), untuk penumpukan batubara dengan sistem stacking biasa,

pemadatan permukaan batubara dapat dilakukan dengan mudah. Tapi untuk penumpukan yang

dilakukan dengan sistem skyline, pemadatan relative agak sulit dilakukan. Untuk menghindari

segregasi partikel batubara yamg halus dengan yang besar yang akan mempercepat terjadinya

pembakaran spontan, maka penumpukan harus dibuat sedemikian rupa agar segregasi partikel

tersebut dapat diminimalkan. Caranya adalah dengan membuat tumpukan dengan bentuk

chevron atau windrow. Selain itu, untuk mencegah atau memperlambat terjadinya pemanasan

dengan sendirinya di stockpile adalah dengan mengusahakan agar permukaan atas tumpukan

dibuat rata dan tidak berpuncak-puncak. Karena apabila permukaan atas tidak rata atau

berpuncak-puncak, maka hal ini juga dapat menyebabkan percepatan terjadinya oksidasi

batubara yang mengarah ke terjadinya pembakaran spontan. Untuk maintenance stockpile dan

untuk merelokasi batubara yang terbakar apabila tidak bisa dicegah, maka tumpukan batubara

harus diatur agar tidak ada bagian tumpukan batubara yang sampai ke tepi areal stockpile.

H. RENCANA JADWAL KEGIATAN


Rencana pelaksanaan tugas akhir adalah mulai tangga 09 Juli 2018 sampai dengan 09
Agustus 2018 dengan jadwal pelaksanaan sebagai berikut:

Jadwal Pelaksanaan
NO Kegiatan Minggu
1 2 3 4 5 6 7 8

1 Orientasi Lapangan

2 Pengambilan Data

3 Pengolahan dan
Analisa Data
4 Penyusunan Laporan

Tabel.1.Uraian Jadwal Kegiatan Penelitian

I. RENCANA DAFTAR ISI


RINGKASAN

KATA PENGANTAR

DAFTAR GAMBAR

DAFTAR TABEL

DAFTAR LAMPIRAN

BAB

I. PENDAHULAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan Penelitian
C. Permasalahan
D. Pendekatan Masalah
E. Manfaat Penelitian
II. TINJAUAN UMUM
A. Lokasi
B. Topografi dan Geologi
C. Iklim dan Curah Hujan
D. Cadangan Batubara
E. Kegiatan Penambangan
F. Situasi “ROM Stockpile”
G. Pemasaran Batubara
III. DASAR TEORI
A. Parameter Kualitas Batubara
B. Klasifikasi Batubara
C. Efek Potensial Penimbunan Batubara
D. Pencampuran Batubara (Blending)
IV. STUDI PERENCANAAN PENIMBUNAN BATUBARA
A. Tujuan Penimbunan
B. Syarat Teknis Penimbunan
C. Cara Penimbunan Batubara Saat Ini
D. Perhitungan Penerimaan Batubara
E. tudi Rencana Teknis Stockpile
F. Pelaksanaan Pencampuran Batubara (Blending)
V. PEMBAHASAN
A. Rancangan Teknis “ROM Stockpile”
B. Penimbunan dan Pembongkaran Batubara
C. Pencampuran Batubara (Blending)
D. Pencegahan Efek Penimbunan
VI. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

J. RENCANA DAFTAR PUSTAKA


1. American Standart for Testing and Material, “Gaseous Fuels, Coal and Coke,
Atmosperic Analysis”, 1979.
2. Gerard Widodo, “Upaya Menghindari Kebakaran Tumpukan Batubara”, Berita PPTM,
No. 11 dan 12, Tahun IX, Bandung.
3. I Nengah Budha dan Witoro S, “Penimbunan Batubara”, Direktorat Teknologi
Pertambangan, DJPU, 1990.
4. Partanto, “Pemindahan Tanah Mekanis”, Departemen Pertambangan, Direktorat Jenderal
Pertambangan Umum, 1990.
5. Sefano Munir, “Sifat Kecenderungan Beberapa Batubara Indonesia Terhadap Proses
Pembakaran Dengan Sendirinya”, Buletin PPTM, Volume 7, No. 1, Maret, 1985.
6. Ambyo Mangunwidjaja, “Kualitas Batubara Indonesia, Arti Pada Pemanfaatannya”,
Majalah Pertambangan dan Energi, No. 4-5, 1988.

Anda mungkin juga menyukai