Anda di halaman 1dari 33

ANALISIS TERJADINYA DAN

UPAYA PENANGANAN SWABAKAR DI STOCKPILE


DI PT PRIMA INDOJAYA MANDIRI

PROPOSAL TUGAS AKHIR


Untuk Memenuhi Syarat Melaksanakan Tugas Akhir Pada Semester VI
Pada Program Studi Teknik Pertambangan Batubara
Jurusan Teknik Pertambangan
Politeknik Akamigas Palembang

Oleh :
Alvin Dwi Anugrah NPM 2004020

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN BATUBARA


JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
POLITEKNIK AKAMIGAS PALEMBANG
TAHUN 2023
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN BATUBARA
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
POLITEKNIK AKAMIGAS PALEMBANG
LEMBAR PERSETUJUAN PROPOSAL

1. Identitas Peneliti :
Nama : Alvin Dwi Anugrah
NPM : 2004020
Program Studi : Teknik Pertambangan Batubara
Jurusan : Teknik Pertambangan
Perguruan Tinggi : Politeknik Akamigas Palembang
Alamat E-mail : alvindwianugrah7@gmail.com
2 Tempat Penelitian : PT Prima Indojaya Mandiri
3. Waktu Penelitian : 20 Februari 2023 s.d 20 April 2023

Palembang, Februari 2023


Mengetahui, Hormat Saya
Pembimbing Proposal Tugas Akhir

Hj. Aprilliana, S.T., M.T. Alvin Dwi Anugrah


NPM 2004020

Menyetujui,
Wakil Direktur Ketua Program Studi
Bidang Akademik Teknik Pertambangan Batubara

M. Ikbal Aziz, S.E., M.Si. Lina Rianti, S.T., M.T.

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Berdasarkan Bunga, dkk. 2022 : “Hasil penelitian ini didapatkan waktu
yang dibutuhkan untuk batubara terbakar yaitu 5-6 minggu dihitung sejak mulai
ditumpuk. Beberapa faktor penyebab terjadinya swabakar yaitu lama dan metode
penimbunan. Cara pencegahan swabakar pada stockpile di PT Baramulti
Sukessarana yaitu dilakukan pengecekan suhu, dilakukan manajemen FIFO (First
In First Out), dan peyniraman menggunakan zat kimia. Sedangkan cara penanganan
swabakar yaitu, pemisahan antara titik yang terbakar dengan tumpukan dan
penyiraman zat kimia menggunakan water truck”.
Berdasarkan Apriyadi R A, Syahrudin, Purwoko Budhi. 2019. “Hasil yang
didapatkan dari penelitian ini, yaitu area ROM stockpile yang dilengkapi dengan
tanggul, saluran terbuka, settling pond, lantai dilapisi batubara kotor, serta luas
ROM stockpile 6,78 Ha yang dibagi menjadi tiga area penimbunan yaitu ROM A,
ROM B dan ROM C dengan total penerapan kapasitas batubara sebesar 150.000
mt, pemisahan produk batubara berdasarkan kandungan nilai GCV (Gross Calorific
Value) dalam ar dan TS (Total Sulfur) dalam adb, pola penimbunan yang yang
berjalan di ROM stockpile berupa pola windrow dengan metode layering. Kendala
yang menyebabkan penerapan sistem FIFO tidak berjalan dengan baik yaitu
meningkatnya jumlah produk dan jumlah penerimaan batuabara, selisih tertinggi
antara rencana penerimaan dan rencana penjualan maka total batubara yang harus
di timbun di ROM stockpile sebesar 507.503 mt dengan memerlukan luasan area
timbunan 7,9605 Ha, jalan 1,8185 Ha, tanggul 0,2665 Ha, dan saluran air 0,2 Ha
sehingga total luasan yang diperlukan sebesar 10,24 Ha”.
Berdasarkan Maulana Dandi dan Solihin. 2022 : “Teknik pengambilan
sampel adalah dengan membuat 3 tiang tiruan, masing-masing tiang sebanyak 1
Bucket Wheel Loader kemudian ditimbun di area bersih dan diuji. Pengujian yang
dilakukan adalah pemantauan suhu dan pengujian kualitas batubara. Dari pengujian
yang dilakukan terbukti bahwa lama penimbunan berpengaruh terhadap self

1
2

burning dan perubahan kualitas. Pengujian yang dilakukan adalah pemantauan


suhu dan pengujian kualitas batubara. Dari pengujian yang dilakukan terbukti
bahwa lama penimbunan berpengaruh terhadap self burning dan perubahan
kualitas. Pengujian yang dilakukan adalah pemantauan suhu dan pengujian kualitas
batubara. Dari pengujian yang dilakukan terbukti bahwa lama penimbunan
berpengaruh terhadap self burning dan perubahan kualitas”.
Adanya titik swabakar yang terjadi karena banyak faktor yang dapat
merusak kualitas batubara. Selain itu juga akan mengakibatkan kerugian yang tidak
sedikit bagi perusahaan, seperti terbuangnya sebagian volume batubara,
penimbunan dan pengeluaran batubara terganggu dan pihak perusahaan harus
mengeluarkan biaya tambahan untuk menangani batubara yang terbakar, Hal ini
yang melatarbelakangi penulis melakukan penelitian tugas akhir mengenai Analisis
Terjadinya Swabakar dan Upaya Penanganan Swabakar Di PT Prima Indojaya
Mandiri, Sumatera Selatan". Dengan harapan dapat meminimalisir bahkan
menghindari terjadinya swabakar batubara. Laporan tugas akhir ini juga disusun
sebagai syarat untuk mendapatkan gelar ahli madya teknik pada Program Studi
Teknik Pertambangan Batubara Politeknik Akamigas Palembang.

1.2 Batasan Masalah


Batasan masalah dalam tugas akhir ini adalah :
a) Penelitian ini dilakukan di PT Prima Indojaya Mandiri.
b) Penelitian dibatasi pada pengaruh perubahan suhu dan sudut timbunan pada
ROM stockpile di PT Prima Indojaya Mandiri.
c) Penelitian ini membahas mengenai pencegahan dan penanganan swabakar
pada ROM stockpile PT Prima Indojaya Mandiri.

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan dalam tugas akhir ini :
a) Menganalisis pengaruh suhu stockpile untuk mencegah swabakar.
b) Menganalisis pengaruh sudut stockpile untuk langkah pencegahan
swabakar.
3

c) Menganalisis upaya pencegahan dan penanganan suhu stockpile untuk


langkah pencegahan swabakar.

1.4 Manfaat
Manfaat dalam tugas akhir ini adalah :
a) Memahami pengaruh suhu stockpile untuk mencegah swabakar.
b) Memahami pengaruh sudut stockpile untuk langkah pencegahan swabakar.
d) Memahami upaya pencegahan dan penanganan suhu stockpile untuk
langkah pencegahan swabakar.
BAB II
DASAR TEORI

2.1 Pengertian Batubara


Definisi batubara menurut badan standarisasi nasional dalam SNI (1997)
adalah endapan yang mengandung hasil akumulasi material organik yang berasal
dari sisa-sisa tumbuhan yang telah melalui proses lithifikasi untuk membentuk
lapisan batubara. Material tersebut telah mengalami kompaksi, ubahan kimia dan
proses metamorfosis oleh peningkatan panas dan tekanan selama periode geologis.
Bahan-bahan organik yang terkandung dalam lapisan batubara mempunyai berat
>50% volume bahan organik.
Sukandarrumidi (1995), mengatakan bahwa batubara merupakan bahan bakar
hidrokarbon padat yang terbentuk dari proses penggambutan dan pembatubaraan di
dalam suatu cekungan (daerah rawa) dalam jangka waktu geologis yang meliputi
aktivitas bio-geokimia terhadap akumulasi flora di alam yang mengandung selulosa
dan lignit. Proses pembatubaraan juga dibantu oleh faktor tekanan (berhubungan
dengan kedalaman), dan suhu (berhubungan dengan pengurangan kadar air dalam
batubara).

2.2 Jenis Batubara


Tingkat perubahan yang dialami batubara, dari lignite sampai menjadi
antrasit disebut sebagai pengarangan memiliki hubungan yang penting dan
hubungan tersebut disebut sebagai "tingkat mutu" batubara. Menurut American
Society for Testing and Material (ASTM D 388), ada empat jenis batubara, yaitu:
a. Lignite
Lignite merupakan batubara yang paling lunak, menunjukkan kurang lebih
struktur dari zat tumbuhan asli termasuk unsur kayunya. Lignite merupakan
persentase karbon terikat terendah dari keempat golongan itu yaitu sekitar 30%.
Bentuk lignite juga mempunyai kadar tertinggi zat volatile yang mudah menguap
dan lembab. Warna batubara jenis ini beraneka ragam dari cokelat muda sampai

4
5

dengan sangat tua. Varietas yang berwarna cokelat disebut "batubara cokelat".
batubara ini sangat lunak yang mengandung air 35- 75% dari beratnya.
b. Sub-bituminous
Sub-bituminous merupakan batubara lunak yang berwarna hitam dan tidak
menunjukkan sedikitpun zat kayu jika dilihat dengan mata biasa. Kata "bitumen"
menunjukkan beberapa zat mineral yang mudah terbakar seperti aspal, tetapi tidak
dipakai untuk menunjukkan kepada batubara lagi. Sub-bituminous mempunyai
misal 40% karbon terikat.
c. Bituminous
Bituminous merupakan batubara muda, kekerasannya hampir menyerupai
antrasit. Batubara bituminous berisi karbon terikat lebih dari 70%. Zat ini mudah
tersudut api yang berwarna kuning. Menghasilkan asap dan bau, tergantung jumlah
abu dan sulfur yang dikandungnya.
d. Antrachite
Antrachite merupakan batubara yang ditemukan pada lapisan batubara
metamorf yaitu pada strata batuan yang sudah terlipat selama pembentukan
gunung-gunung zaman dahulu. Batubara ini sedikit lembab dan mungkin berisi
lebih dari 90% karbon terikat, keras dan berwarna hitam mengkilap dengan kadar
air kurang dari 8%. Jika dibakar menghasilkan api biru dan tidak mengeluarkan
asap serta hanya sedikit berbau karena pada dasarnya kadar abu dan sulfurnya
rendah.
Tabel 2.1 Titik Nyala (Glow Point) Batubara sesuai dengan kelasnya

Kelas Batubara Titik Nyala (℃)


Lignite 526
Sub-bituminous 528
Bituminous 456
Semi Antrachite 400
Antrachite 600
Sumber : Kesuma, 2015 dalam Novero, 2021
6

Pada tabel 2.1 terlihat bahwa terdapat variasi pada titik nyala batubara untuk
tiap kelasnya. Temperatur terendah dimiliki oleh batubara semi antrachite. dan
temperatur tertinggi pada batubara antrasit. Hal ini disebabkan pada batubara.
antrasit kandungan moisture-nya sedikit sedangkan kandungan volatile matter nya
besar, sehingga menyebabkan lebih mudah terbakar, sedangkan batubara antrachite
walau memiliki kandungan moisture dan volatile matter yang rendah namun ikatan
karbon pada batubara anthracite lebih sulit terurai sehingga lebih sulit terbakar.
Batubara bituminous lebih cepat terbakar dibandingkan batubara semi-bituminous
dikarenakan batubara bitumimuos memiliki kandungan air dan volatile matter yang
lebih sedikit dibandingkan dengan batubara sub-bituminous.

2.3 Pengertian Swabakar


Swabakar atau spontaneous combustion atau disebut juga self combustion
adalah salah satu fenomena yang terjadi pada baubara saat batubara tersebut
disimpan atau di storage ROM stockpile dalam jangka waktu tertentu. Swabakar
pada stockpile merupakan hal yang sering terjadi dan perlu mendapatkan perhatian
khususnya pada stockpile dalam jumlah besar.
Batubara teroksidasi saat tersingkap di permukaan sewaktu penambangan,
dengan demikian pada saat batubara ditimbun proses oksidasi ini terus berlanjut
akibat dari reaksi oksidasi antara oksigen dengan gas-gas yang mudah terbakar dari
komponen zat terbang yang akan menghasilkan panas.
Bila reaksi oksidasi berlangsung terus-menerus, maka panas yang
dihasilkan juga meningkat, sehingga dalam stockpile batubara juga akan mengalami
peningkatan peningkatan suhu ini juga disebabkan oleh sirkulasi udara dan panas
dalam stockpile tidak lancar, sehingga suhu dalam timbunan akan terakumulasi dan
naik sampai mencapai suhu titik pembakaran (self heating), yang akhirnya dapat
menyebabkan proses swabakar pada stockpile tersebut (Hana, 2005).
Sebelum mengalami swabakar batubara akan mengalami proses oksidasi
yang merupakan proses inisiasi dari swabakar, apabila proses oksidasi ini diikuti
dengan meningkatnya temperatur terus menerus yang akhirnya mengakibatkan
terjadinya pembakaran spontan Batubara akan bereaksi dengan oksigen di udara.
7

terutama pada batubara rank rendah seperti lignite dan subbituminous,


sedangkan pada rank batubara bituminous ke atas ini baru akan tampak apabila
batubara tersebut sudah tersingkap dalam jangka waktu yang cukup lama.
Apabila temperatur batubara terus meningkat yang disebabkan oleh self
heating, maka hal ini perlu ditangani dengan serius karena akan berpengaruh
terghadap nilai komersial batubara tersebut, selain itu juga akan mengakibatkan
pembakaran spontan batubara yang sangat tidak di inginkan karena akan merugikan
(Andri, 2000).
Pada temperatur normal kecepatan oksidasi ini kecil sekali, bahkan
cenderung menurun selang dengan waktu, dengan resiko penurunan kualitas karena
ini masih bisa diterima dalam periode waktu pengiriman (8 jam-8 minggu) Oksidasi
yang dimaksud di atas adalah oksidasi yang tidak diikuti dengan pembakaran
spontan atau oksidasi pada temperatur rendah, akan tetapi apabila disimpan dalam
jangka waktu yang lama di stockpile penurunan, Kualitas akibat ini biasanya tidak
dapat diterima, karena selain penurunan kualitas secara kimia juga terjadi
penurunan kualitas secara fisik terutama terjadi pada batubara golongan rendah atau
low coal.
Seperti telah dijelaskan atas bahwa penyebab terjadinya pembakaran
spontan adalah reaksi oksidasi yang terjadi dengan sendirinya dalam batubara, yang
mengakibatkan pemanasan dengan sendirinya yang selanjutnya akan
mengakibatkan pembakaran spontan apabila tidak terkontrol. Batubara akan
mengalami pemanasan dengan sendirnya kapanpun dan dimana pun apabila
batubara tersebut disimpan dalam bentuk bulk (tumpukan dalam jumlah besar) di
stockpile. Self heating disebabkan oleh oksidasi pada permukaan batubara yang
kontak dengan oksigen di udara.
Sebenarnya panas yang dihasilkan dapat terhilang dengan distribusi panas
keseluruhan batubara atau ke udara dengan penguapan moisture batubara tersebut.
Pembakaran akan terjadi apabila (Anne, 2003):
a. Adanya bahan bakar (fuel),
b. Adanya oksidan (udara/oksigen), dan
c. Adanya panas (heat).
8

Sumber : Fire Extinguisher Indonesia, 2016


Gambar 2.1 Segitiga Api

2.4 Upaya Pencegahan Swabakar Pada Stockpile


Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi kejadian swabakar
batubara pada stockpile antara lain sebagai berikut (Hana, 2005).
1) Mengurangi ketinggian stockpile
Tujuan untuk mengurangi ketinggian stockpile adalah untuk mengurangi
impact dari angin yang menerpa stockpile. Semakin besar luas permukaan yang
diterpa angin semakin besar tingkat oksidasi yang terjadi, yang berarti pula semakin
besar kemungkinannya untuk terjadinya swabakar atau pembakaran spontan.
Mengurangi ketinggian stockpile dapat dilakukan dengan menyetok batubara
melebar, atau luasan penumpukan diperbesar.
Apabila luasan areal stockpile tidak mencukupi, maka pemadatan harus
dilakukan. Pemadatan stockpile dapat dilakukan layer by layer atau single
compaction. Pemadatan layer by layer dapat dilakukan terhadapa batubara yang
relatif keras atau tidak rapuh, karena apabila dilakukan terhadap batubara yang
rapuh, maka proses pemadatan akan menghasilkan debu yang cukup signifikan.
Untuk batubara yang mudah hancur, maka pemadatan yang dapat dilakukan adalah
pemadatan dengan metode single compaction.
2) Mengurangi sudut slope pada stockpile
Pengurangan sudut slope pada stockpile dimaksudkan untuk mengurangi
impact angin yang menerpa tumpukan batubara. Dengan melandaikan bagian
permukaan yang menghadap ke arah angin, berarti mengurangi penetrasi angin atau
9

oksigen masuk kedalam tumpukan. Sudut stockpile yang aerodinamis


menyebabkan angin yang menerpa pada tumpukan batubara seolah-olah dibelokkan
ke atas sehingga tidak terjadi turbulensi angin disekitar tumpukan batubara. Hal ini
dapat mengurangi tingkat oksidasi yang terjadi pada batubara.
3) Memadatkan permukaan yang menghadap ke arah angin
Untuk menyimpan batubara yang relatif lama, baik batubara golongan
rendah maupun batubara golongan tinggi, sebaiknya setiap slope tumpukan
dipadatkan, khususnya yang menghadap ke arah angin. Dengan pemadatan setiap
slope tumpukan berarti mengurangi tingkat risiko terjadinya pembakaran spontan.
Swabakar pada stockpile umumnya disebabkan oleh dua faktor yaitu udara
dan panas, maka pencegahan terjadinya swabakar hanya dapat dilakukan apabila
salah satu dari kedua faktor ini dihilangkan melalui pemadatan untuk memperkecil
kontak antara partikel batubara dengan oksigen dari udara. Hal ini perlu dilakukan,
terutama untuk penimbunan atau penyimpanan jangka panjang untuk mencegah
terjadinya penurunan kualitas batubara disamping untuk mengurangi bahaya
swabakar yang menyebabkan kebakaran. Pemadatan stockpile batubara harus
dilakukan secara sistematis, yaitu dilakukan secara lapis demi lapis dimana setiap
lapis yang disebarkan merata dan langsung dipadatakan dengan alat berat.
4) Memonitor temperatur stockpile secara reguler
Monitoring temperatur batubara di stockpile secara reguler dimaksudkan
agar setiap temperatur batubara di stockpile cepat terdeteksi agar dapat dilakukan
tindakan pencegahan untuk mencegah terjadinya pembakaran spontan. Setiap
batubara akan mengalami oksidasi segera setelah terekspose di udara, dimana yang
membedakan antara batubara yang satu dengan yang lain adalah tingkat
oksidasinya. Semakin tinggi rank batubara, semakin rendah tingkat oksidasinya,
karena internal surface areanya lebih kecil dibanding dengan batubara peringkat
rendah. Oksidasi batubara ini bersifat eksotermik atau menghasilkan panas, Pada
saat oksidasi terjadi dipermukaan yang terekspose ke udara, panas yang
ditimbulkan segera dihilangkan dengan konveksi ke udara sehingga temperatur
batubara tersebut tidak naik dan stabil.
10

Namun apabila oksidasi terjadi didalam tumpukan bagian dalam, panas


yang dihasilkan tidak segera terhilangkan dengan konduktifitas. Apabila panas
yang dihasilkan dari oksidasi lebih besar dari panas yang dihilangkan, maka
temperatur batubara akan naik. Proses tersebut dinamakan proses self heating,
Proses ini semakin lama semakin cepat karena semakin tinggi suhunya, semakin
besar tingkat oksidasinya yang berarti semakin tinggi pula panas yang ditimbulkan.
Apabila proses seperti ini tidak di invertensi, semakin lama semakin tinggi sampai
pada ignition temperatur batubara tersebut. Apabila ini terjadi, maka pembakaran
spontan akan segera terjadi. Temperatur kritis masing-masing batubara berbeda-
beda tergantung pada jenis atau peringkat batubara.
5) Melakukan Manajemen FIFO (First In First Out)
Manajemen FIFO atau First in First out di setiap stockpile baik di
perusahaan tambang batubara maupun di end user harus diusahakan terlaksana
karena hal ini untuk mencegah risiko terjadinya pembakaran spontan di stockpile.
Hal ini dikarenakan semakin lama batubara terekspose di udara semakin besar
kemungkinan batubara tersebut mengalami oksidasi yang berarti pula semakin
besar kemungkinan terjadinya self heating sampai terjadinya pembakaran spontan.
Biasanya management FIFO ini terkendala dengan masalah kualitas. Ada kalanya
batubara yang sudah ditumpuk pertama kali di stockpile tidak dapat dimuat karena
alasan kualitas yang tidak sama. Namun demikian setiap kesempatan management
FIFO ini tetap harus prioritas dilakukan pada saat tidak ada alasan kualitas. Dari
seluruh langkah pencegahan yang telah dijelaskan, management FIFO adalah yang
paling murah.

2.5 Manajemen Stockpile


Manajemen stockpile merupakan suatu proses perencanaan,
pengorganisasian, pengkoordinasian dan pengontrolan sumberdaya untuk
mencapai sasaran secara efektif dan efisien. Dimana efektif berarti bahwa tujuan
apat dicapai sesuai dengan rencana, dan efisien berarti bahwa tugas yang ada
dilaksanakan secara benar, terorganisir dan sesuai dengan perencanaan. Dalam
11

kaitannya dengan fungsi dari ROM stockpile batubara sebagai tempat penimbunan
sementara maka diperlukan sistem manajemen stockpile yang tepat.
Prinsip dasar pengelolaan stockpile adalah penerapan sistem FIFO (First
In First Out) dimana batubara yang terdahulu masuk harus dikeluarkan terlebih
dahulu. Disamping itu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikam dalam
manajemen stockpile sebagai berikut:
a). Kontrol temperatur dan swabakar,
b) Kontrol terhadap kontaminasi,
c). Kontrol terhadap aspek kualitas batubara, dan
d). Kontrol terhadap aspek lingkungan

Sumber : Qayum, 2020


Gambar 2.2 Sistem FIFO (First In First Out)

2.6 Desain Stockpile


Desain Stockpile akan ditentukan atau bergantung pada :
a. Kapasitas volume batubara yang akan dikelola,
b. Jumlah pengelompokan kualitas yang akan dijadikan main product, dan
c. Sistem penumpukan yang digunakan.
Efek potensial pada penimbunan batubara adalah efek atau dampak yang
berpotensi muncul dari adanya kegiatan penimbunan batubara. Efek penimbunan
batubara bervariasi pada berbagai jenis batubara, tergantung dari metode
penimbunan (penyimpanan).
12

Swabakar stockpile batubara merupakan hal yang sering terjadi dan perlu
mendapatkan perhatian khususnya pada stockpile batubara dalam jumlah besar
Batubara akan teroksidasi saat tersingkap dipermukaan sewaktu penambangan,
demikian pada saat batubara ditimbun oksidasi ini terus berlangsung. Akibat dari
reaksi oksidasi antara oksigen dengan gas gas yang mudah terbakar dari
komponen zat terbang akan menghasilkan panas.
Bila reaksi oksidasi berlangsung terus menerus, maka panas yang dihasilkan
juga akan meningkat, sehingga dalam stockpile batubara juga akan mengalami
peningkatan. Peningkatan suhu juga disebabkan oleh sirkulasi udara dan panas
dalam stockpile tidak lancar, sehingga suhu dalam stockpile akan terakumulasi
dan naik sampai mencapai titik pembakaran, yang akhirnya dapat menyebabkan
terjadinya proses swabakar.
Faktor-faktor penyebab terjadinya proses swabakar, antara lain (Demo,
2005):
1. Lamanya penimbunan
Semakin lama batubara tertimbun akan semakin banyak panas yang
tersimpan di dalam stockpile, karena volume udara yang terkandung di
dalam stockpile batubara semakin besar, sehingga menjadi semakin tinggi.
2. Metode penimbunan
Dalam penimbunan batubara perlu pemadatan, dengan adanya pemadatan
ini akan dapat menghambat proses terjadinya swabakar batubara karena
ruang antar butir batubara berkurang.
3. Kondisi penimbunan
Pengaruh kondisi stockpile terhadap swabakar batubara, yaitu:
a. Tinggi stockpile
Kondisi stockpile yang terlalu tinggi akan menyebabkan semakin
banyak panas yang terserap, hal ini dikarenakan sisi miring yang
terbentuk akan semakin panjang, sehingga daerah yang tak dipadatkan
akan semakin luas dan akan mengakibatkan permukaan yang teroksidasi
semakin besar. Untuk batubara yang kualitas rendah lebih dari 30 hari
sebaiknya jangan terlalu tinggi untuk timbunannya.
13

b. Sudut stockpile
Sudut yang terbentuk dari suatu tumpukan pada stockpile sebaiknya
lebih kecil dari angle of repose stockpile. Pada umumnya material
berukuran kasar memiliki angle of repose lebih besar dibandingkan
material berukuran halus, ketika material ditumpahkan di bidang
horizontal, maka akan terbentuk tumpukan berbentuk dengan Sudut
kemiringannya berhubungan dengan massa jenis luas permukaan,
bentuk partikel, dan koefesien bentuk bahan.
Selain itu, mempercepat gravitasi juga terkait material dengan sudut
angle of repose yang lebih rendah akan memiliki tumpukan yang lebih
landai dibandingkan dengan bahan yang memiliki sudut yang lebih
tinggi, untuk sudut angle of repose dapat dilihat pada tabel 2.2 sebagai
berikut.

Tabel 2.2 Sudut Angle Of Repose


Material (Condition) Angle Of Repose
Clay, dari tambang 30° - 40°
Coal, dari tambang 38°
Gravel, dari tambang 38°
Limestone, dari tambang 30° - 40°
Bijih Mangan 39°
Batuan Bongkah 20° - 29°
Pasir Kering 35°
Sumber : Andri, 2001

c. Ukuran butir
Pada dasarnya semakin besar permukaan yang berhubungan
langsung dengan udara luar, semakin cepat proses pembakaran dengan
sendirinya berlangsung, sebaliknya semakin besar ukuran bongkah
batubara maka semakin lambat proses swabakar, ukuran butir batubara
juga mempengaruhi kecepatan dari proses oksidasi semakin seragam
besar ukuran butir suatu stockpile, semakin besar pula porositas yang
14

dihasilkan dan akibatnya semakin besar udara masuk dari luar timbunan
ke dalam timbunan.
d. Degradasi ukuran dan pelapukan.
Proses penguapan kandungan air akan mengakibatkan partikel-
partikel batubara pecah, sehingga luas permukaan total batubara akan
menjadi lebih besar dengan kondisi yang demikian maka kesempatan
udara keluar (oksigen) untuk mempengaruhi luas permukaan butir
batubara terhadap proses oksidasi semakin besar.
Pada umumnya material berukuran kasar memiliki angle of repose
lebih besar dibandingkan material berukuran halus, ukuran butir pada
stockpile berkisar antara 30 mm -70 mm. Semakin kecil degradasi
ukuran batubara maka luas permukaan yang berhubungan langsung
dengan udara luar semakin besar, sehingga cepat proses oksidasi
berlangsung dan sebaliknya semakin besar ukuran bongkah batubara,
maka semakin lambat proses swabakar.
4. Akumulasi panas
Akumulasi panas merupakan peningkatan suhu dalam stockpile secara terus
menerus. Swabakar pada stockpile disebabkan karena adanya reaksi
oksidasi antara oksigen dan zat terbang yang ada dalam batubara secara
terus menerus, reaksi ini mengeluarkan kalor, kalor yang dikeluarkan
semakin lama akan terakumulasi terus banyak, sehingga suhu dalam
stockpile akan terakumulasi dan sampai mencapai suhu titik pembakaran
yang akhirnya dapat menyebabkan kemungkinan terjadinya swabakar
semakin besar. Oleh karena itu, dalam melaksanakan penimbunan perlu
penanganan khusus dan hati-hati.
5. Suhu swabakar
Ada dua hal yang menunjang terjadinya swabakar pada timbunan itu
tergantung suhu reaksi dan konsentrasi oksigen yang cukup. Semua jenis
batubara mempunyai kemampuan untuk terjadi swabakar, tetapi waktu yang
diperlukan dan besarmya suhu yang dibutuhkan untuk swabakar batubara
tidak sama. Untuk batubara yang mempunyai rank rendah memerlukan
15

waktu yang lebih pendek dan suhu yang lebih rendah bila dibandingkan
dengan batubara yang mempunyai rank tinggi. Perkembangan panas
batubara kelas bituminous yang disebabkan oleh proses oksidasi antara
O2 dan gas gas yang mudah terbakar seperti, methan, hidrogen, karbon
monoksida dan terjadinya swabakar disebabkan karena adanya aktivitas
penyerapan oksigen, reaksi kimia dapat digambarkan sebagai berikut:
1) Oksigen diserap oleh karbon yang ada dalam batubara yang kemudian
menghasilkan CO2 dan panas dengan persamaan reaksi :
C + O2 CO2 + Panas
2) Reaksi selanjutnya menghasilkan CO dan suhu yang tinggi, dengan
persamaan reaksi sebagai berikut :
CO2 + C CO + Panas
Tahapan terjadinya proses swabakar dapat diringkas sebagai berikut.
(Sukandarrumidi, 2010):
a. Suhu 37°C, batubara dalam stockpile mulai teroksidasi secara
perlahan-lahan sampai suhu timbunan 50°C.
b. Suhu 50°C, proses oksidasi akan meningkat sesuai kecepatan
kenaikan suhu batubara hingga suhu 100°C-140°C.
c. Suhu 140°C, karbon dioksida dan uap air akan terurai dengan cepat
sampai dicapai suhu 230°C.
d. Suhu 230°C, dimana hal ini untuk tahap swabakar terjadi.
e. Suhu di atas 350°C, batubara akan menyala dan terjadi proses
swabakar batubara.
Monitoring temperatur secara regular harus dilakukan setiap
temperatur batubara pada stockpile cepat terdeteksi dan pada temperatur
tinggi khususnya dapat dilakukan preventif action untuk mencegah
terjadinya swabakar, alat yang digunakan dalam pengecekan suhu di area
stockpile yaitu thermogun.
6. Kandungan zat terbang (volatile matter)
Kandungan zat terbang yang terdapat dalam batubara erat kaitannya
dengan kelas batubara. Batubara mempunyai kelas rendah ditandai dengan
16

kandungan zat terbang yang banyak. Zat terbang dalam batubara terdiri dari
gas- gas yang mudah terbakar (seperti: methan, hidrogen, hidrokarbon, dan
karbon monoksida) dan gas-gas yang tidak terbakar (seperti: uap air karbon
dioksida).
Zat terbang memegang peranan penting dalam memprakarsai
terjadinya swabakar karena zat terbang terdiri dari gas-gas yang mudah
terbakar, sehingga reaksi oksidasi terjadi antara gas-gas yang mudah
terbakar dengan oksigen dan menyebabkan terjadinya swabakar. Batubara
dapat sangat bervariasi dalam kemampuan untuk bereaksi dengan oksigen
Kemampuan batubara untuk teroksidasi akan berkurang dengan
meningkatnya kualitas batubara, hal ini disebabkan karena dengan
meningkatnya kualitas batubara, kandungan karbon yang terkandung
semakin tinggi dan kandungan oksigen serta zat terbang yang terkandung
turun sehingga batubara akan sulit teroksidasi.
7. Parameter Batubara
Kualitas batubara terdiri dari beberapa parameter, yaitu total moisture
(TM), inherent moisture (IM), fixed carbon (FC), ash, volatile matter (VM),
total sulfur (TS) dan calorie value (CV). Pada umumnya, terdapat 2 metode
analisa yang digunakan untuk mengetahui kualitas batubara, yaitu air-dried
based (adb) dan as received (ar).
1) Basis Analisis
Basis dalam analisis untuk batubara terdiri dari 5 macam dengan
penggunaan yang bisa saling dikonversi. Basis data dalam analisis uji
parameter batubara terdiri dari:
a. dmmf (dried mineral matter free basis),
b. daf (dried ash free basis).
c. db (dried basis).
d. adb (air dried basis), dan
e. ar (as received basis).
2) Standar Analisis
17

Pengujian batubara terdiri dari beberapa macam analisis, antara lain


analisis ultimate, Setiap analisis memiliki tujuan masing-masing untuk
memperhitungkan parameter tertentu. Analisis proksimat merupakan
analisis yang dilakukan untuk mengetahui kandungan relatif zat terbang
(volatile matter). kandungan air (moisture content), komponen
anorganik berupa abu sebagai hasil pembakaran, serta karbon tertambat
(fixed carbon). Analisis proksimat ini digunakan untuk mengetahui
tingkat kemanfaatan batubara dalam industri pengguna batubara.
Analisis proksimat ini mengacu pada standar American Society for
Testing and Materials (ASTM D3172-13) terdiri dari:
a. Kadar udara total (total moisture).
b. Kandungan zat terbang (volatile matter).
c. Kadar abu (ash), dan
d. Kadar karbon tertambat (fixed carbon).

2.7 Manajemen penimbunan


Manajemen penimbunan merupakan upaya pengaturan yang dilakukan
untuk menimbun batubara agar bisa mencapai tujuan yang telah ditentukan
sebelumnya, Hal ini sangat penting dilakukan karena terkait dengan masalah
pemeliharaan kualitas dan kuantitas batubara di tumpuk di ROM stockpile.
Penumpukan batubara juga harus memperhatikan beberapa hal, baik secara teknis
maupun non teknis karena hal ini sangat berperan penting dalam mendukung suatu
pencapaian target, seperti syarat penimbunan.
Dalam pelaksanaan penimbunan dan pembongkaran dikerjakan harus dapat
dilakukan pengaturan atau pembongkaran yang baik. Hal ini harus menghindari
terjadinya penimbunan yang melebihi kapasitas penimbunan. Dalam hal ini perlu
diperhatikan teknis penimbunannya, syarat teknis penimbunan meliputi:
a. Material stockpile
Batubara yang ditimbun diusahakan harus sejenis untuk menghindari
terbakarnya batubara rank lebih tinggi, maka untuk setiap satu lokasi
penimbunan digunakan batubara yang sejenis. Hal ini dikarenakan batubara
18

kelas lebih rendah lebih mudah dan cepat untuk terbakar dengan sendirinya,
sehingga panas yang dihasilkan oleh batubara kelas rendah terakumulasi dan
mempengaruhi batubara kelas lebih tinggi untuk terbakar.
b. Keadaan tempat penimbunan
Keadaan tempat penimbunan yang berpengaruh terhadap syarat teknis
penimbunan batubara sebagai berikut:
1. Persiapan lantai stockpile
Lantai tempat penimbunan batubara harus dipersiapkan dengan baik yang
terbentuk dari clay atau tanah yang dipadatkan.
2. Area penimbunan yang bersih
Area penimbunan batubara harus bebas dari segala material yang mudah
terbakar seperti kayu dan sampah selain itu juga harus bebas dari
potongan- potongan logam.
3. Sumber air bertekanan tinggi
Sumber air bertekanan tinggi sangat dibutuhkan apabila terjadi kebakaran
pada daerah sekeliling stockpile, karena apabila terbakar tidak segera
dipadamkan akan mempengaruhi naiknya suhu stockpile dan mempercepat
terjadinya swabakar pada stockpile. Sumber air bertekanan tinggi ini
jugatidak dianjurkan untuk menyiram langsung kepada stockpile barubara
apabila terjadi swabakar, karena hal ini dapat meningkatkan oksidasi pada
penimbunan batubara dan sangat beresiko terjadinya ledakan pada
stockpile.
4. Pola penimbunan
Sistem penimbunan memiliki dua metode yaitu metode terbuka (open
stockpile) dan metode penimbunan tertutup (converage stronge).
Penimbunan yang umum dilakukan didalam kegiatan pertambangan
adalah dengan metode penimbunan terbuka (open stockpile). Open
stockpile atau stockpile adalah penumpukan material di atas permukaan
tanah secara terbuka dengan ukuran sesuai tujuan dan proses yang
digunakan. Beberapa macam pola penimbunan antar lain cone play,
chevron, chevcon, dan windrow.
19

2.8 Sistem Penumpukan


Sistem penumpukan batubara harus diatur sedemikian rupa agar segregasi
atau pemisah stock berdasarkan perbedaan kualitas dapat dilakukan dengan baik,
juga tumpukan tersebut dapat meminimalkan resiko terjadinya pembakaran spontan
di stockpile. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menumpukan batubara
memanjang searah dengan angin agar permukaan tumpukan batubara yang
menghadap ke arah datangnya angin menjadi kecil dapat dilihat ilustrasi gambar
2.3.

Sumber : Hana, 2005


Gambar 2.3 Arah Penumpukan Batubara

Selain penumpukan dibuat sejajar dengan arah angin, untuk penyimpanan


batubara yang relatif lama, bagian permukaan yang menghadap ke arah angin harus
dipadatkan dan sudut slope-nya diperkecil.
Pemadatan terhadap seluruh permukaan dapat dilakukan apabila batubara
tersebut akan disimpan dalam jangka waktu lama. Namun demikian hal tersebut
dapat dilakukan tergantung pada desain penumpukan batubara di stockpile tersebut.
Untuk penumpukan batubara dengan stocking system biasa, pemadatan permukaan
batubara dapat dilakukan dengan mudah.
Untuk menghindari segregasi partikel batubara yang halus dengan yang
besar yang akan mempercepat terjadinya pembakaran spontan, maka penumpukan
harus dibuat sedemikian rupa agar segregasi partikel tersebut diminimalkan,
caranya adalah dengan membuat tumpukan dengan bentuk chevron atau windrow
Selain itu, untuk mencegah atau memperlambat terjadinya pemanasan dengan
20

sendiriya di stockpile adalah dengan mengusahakan agar permukaan bagian atas


tidak rata atau berpucak puncak, maka hal ini juga dapat menyebabkan percepatan
terjadinya oksidasi batubara yang mengarah ke terjadinya pembakaran spontan.
Tumpukan batubara harus diatur agar tidak ada bagian tumpukan batubara
yang sapai ketepi areal stoepile di sekeliling tumpukan batubara harus ada akses
jalan baik untuk kontrol maupun untuk excavator apabila diperlukan untuk
menggali batubara yang terbakar.
Sedangkan pada pola penimbunan sendiri terdiri dari dua metode yaitu
metode penimbunan terbuka (open stockpile) dan metode penimbunan tertutup
(converage stockpile). Penimbunan yang umum dilakukan di dalam kegiatan
penambangan adalah metode penimbunan terbuka (open stockpile). Open stockpile
atau stockpile adalah penumpukan material di atas permukaan tanah secara terbuka
dengan ukuran sesuai tujuan dan proses yaang digunakan.
Terdapat beberapa macam penimbunan diantaranya antara lain sebagai
berikut:
1. Cone ply merupakan pola dengan bentuk kerucut pada salah satu ujungnya
sampai tercapai ketinggian yang dikehendaki dan dilanjutkan menurut panjang
stockpile.

Sumber : Okten, 2006 dalam Novero, 2021


Gambar 2.4 Pola penimbunan Cone

2. Chevron (gambar 2.5) merupakan pola dengan menempatkan timbunan atau


satu baris material sepanjang stockpile dan tumpukan dengan cara bolak balik
hingga mencapai ketinggian yang diinginkan.
21

3. Windrow (gambar 2.6) merupakan pola dengan tumpukan dalam baris sejajar
sepanjang lebar stockpile dan diteruskan sampai ketinggian yang dikehendaki
tercapai.

Sumber : Okten, 2006 dalam Novero, 2021


Gambar 2.5 Pola Penimbunan Chevron

Sumber : Okten, 2006 dalam Novero, 2021


Gambar 2.6 Pola Pemuatan Windrow

4. Chevcon merupakan pola penimbunan dengan kombinasi antara pola


penimbunan chevron dan pola cone ply.

Sumber : Okten, 2006 dalam Novero, 2021


Gambar 2.7 Pola Penimbunan Chevcon
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian dalam tugas akhir ini merupakan penelitian deskriptif
dengan data berbentuk kuantitatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang
menjelaskan dan menggambarkan data yang ada di lapangan dan kemudian
dituangkan dalam bentuk laporan. Sedangkan data kuantitatif adalah data yang
dapat dinyatakan dalam angka dan dapat diukur ukurannya.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian


3.2.1 Waktu Penelitian
Pelaksanaan tugas akhir di PT Prima Indojaya Mandiri ini dilakukan 2
bulan, yaitu dilaksanakan tanggal 20 Februari 2023 s.d 20 April 2023.
3.2.2 Tempat penelitian
Tempat penelitian ini dilakukan pada PT Prima Indojaya Mandiri, Sumatera
Selatan.
3.3 Alat yang digunakan dalam penelitian
Alat alat yang digunakan pada penelitian sebagai berikut:
a. Termogun
Thermogun alat untuk mengukur suhu batubara yang berada ditumpukan,
Thermogun ini mempunyai 2 skala suhu Celcius (°C) dan Farenheit (°F) yang
masing masing mempunyai limit dari -50°C sampai 380°C, sedangkan satuan
Fareinheit dari -58°F sampai 716°F, digunakan untuk mengukur temperatur
batubara perhari.
b. Roll meter
Roll meter digunakan untuk melakukan pengukuran langsung dimensi tumpukan
(tinggi, lebar, kemiringan) menggunakan meteran dan diukur secara langsung di
lapangan, roll meter yang digunakan adalah roll meter 50 meter.
c. Clinometer

22
23

Clinometer digunakan untuk mengukur sudut kemiringan tumpukan batubara di


stockpile, clinometer yang digunakan adalah clinometer mobile yang ada di
smartphone.
d. Kompas
Kompas digunakan untuk mengetahui arah mata angin berupa sebuah panah
petunjuk magnetis yang bebas menyelaraskan dirinya dengan medan magnet
bumi secara akurat.
e. Laptop
Digunakan untuk mengolah data yang telah didapatkan di lapangan seperti data
suhu, sudut dan dimensi stockpile yang menggunakan Microsoft Excel, serta
untuk mengetik laporan pada Microsoft Word.
f. Alat tulis
Alat tulis seperti buku, pena, pensil, untuk mencatat data di lapangan untuk
diolah.
g. Kamera
Kamera berfungsi untuk memfoto objek di lapangan untuk di masukkan ke
laporan.

3.3 Metode Penelitian


Metodologi penelitian merupakan cara yang akan digunakan dalam
melaksanakan penelitian agar tersusun secara teratur dan sistematika.
3.3.1 Studi Literatur
Studi literatur adalah serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode
pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat, serta mengelolah bahan
penelitian. Studi literatur dilakukan dengan mencari informasi serta teori yang
berhubungan dengan manajemen stockpile untuk upaya pencegahan swabakar dan
dibantu dengan referensi dari buku, jurnal, internet, dan laporan tugas akhir.
3.3.2 Observasi lapangan
Observasi lapangan merupakan bagian dari data pendukung yang
didapatkan berdasarkan literatur-literatur yang berhubungan dengan permasalahan
yang ada biasanya dilakukan dengan cara melakukan wawancara kepada para
pegawai setempat guna mengumpulkan informasi data pada kegiatan penambangan
24

yang dilakukan di PT Prima Indojaya Mandiri. Pengambilan data tergantung dari


jenis data yang dibutuhkan.
3.3.3 Pengumpulan Data
Data yang dikumpul terbagi menjadi dua, yaitu :
1. Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh dari melakukan pengamatan
langsung ke lapangan dan melakukan wawancara terhadap pegawai setempat, data
tersebut diantaranya, yaitu : Data suhu stockpile, Data tinggi Stockpile, Data sudut
stockpile, Dimensi stockpile, dan Arah mata angin.
2. Data sekunder
Data sekunder merupakan bagian dari data pendukung yang didapatkan
berdasarkan literatur-literatur yang berhubungan dengan permasalahan yang ada.
Pengambilan data tergantung dari jenis data yang dibutuhkan diantaranya: profil
perusahaan, data peta lokasi batubara, kualitas batubara, data curah hujan, dan data
metode penimbunan.
3.3.4 Pengolahan Data
Data-data yang telah diperoleh kemudian diklasifikasikan berdasarkan jenis
data kemudian dilakukan analisis serta perhitungan sesuai dengan kebutuhan dan
tujuan dari penelitian tugas akhir ini.
Data-data yang didapatkan berupa data primer dan sekunder selanjutnya
diolah agar analisa data hasil pengolahan untuk memberikan alternatif penyelesaian
masalah sebagai acuan membahas permasalahan yang telah dikemukakan dengan
membuat sebuah penyusunan secara sistematis, faktual, dan cermat. Tahap ini
mengacu kepada studi pustaka sebagai pelengkap dan sebagai korelasi data yang
sudah didapatkan di lapangan sehingga tercipta suatu solusi yang tepat terhadap
permasalahan yang ditemui di lapangan.
3.3.5 Analisa Hasil Pengolahan Data
Melakukan kajian tentang apa yang telah dianalisis dan diolah dari data
yang sudah didapatkan melalui data primer dan data sekunder untuk dapat dibahas
mengenai apa yang telah dilaksanakan sehingga dapat menyelesaikan permasalahan
yang ada.
25

3.3.6 Pengambilan Kesimpulan dan Saran


Pengambilan kesimpulan merupakan hasil dari pembahasan dari kegiatan
yang telah dilakukan analisis dan dibahas sebelumnya yang telah dirangkum
sehingga memudahkan dalam memahami pembahasan tersebut. Kesimpulan
menjadi point penting yang akan menjadi akhir penyelesaian dari penelitian yang
dilakukan, serta memberikan saran ke perusahaan sebagai bahan pertimbangan
perusahaan.

3.4 Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan laporan Tugas Akhir sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Pendahuluan adalah awalan pada karya tulis yang berisikan latar belakang
masalah dalam penelitian, rumusan masalah yang terkait dengan penelitian yang
akan dilakukan, tujuan dilakukannya penelitian ini, serta manfaat setelah
melakukan penelitian.
BAB II DASAR TEORI
Dasar teori berisikan kumpulan dari ilmu-ilmu yang diperlakukan guna
mendukung penelitian ini serta berisikan teori-teori atau persamaan-persamaan
yang berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi penelitian berisikan tata cara penulisan yang digunakan oleh
penulis dalam melakukan penelitian yang meliputi: jenis penelitian yang dilakukan,
waktu pelaksaan dan tempat dilakukannya penelitian tersebut, batasan masalah,
studi literatur, pengumpulan data, pengolahan data, dan penarikan kesimpulan.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil dan pembahasan adalah pengkajian ulang terhadap hasil penelitian.
Pembahasan hasil penelitian dapat diistilahkan dengan pemikiran original Peneliti
untuk memberikan penjelasan, pembahasan hasil penelitian merupakan bahasan
terhadap temuan yang diperoleh.
BAB V PENUTUP
26

Penutup berisikan kesimpulan dan saran atas hasil dari penelitian yang telah
dilakukan dilapangan.

3.5 Bagan Alir Penelitian


Berdasarkan pengamatan atau penelitian yang akan dilakukan, maka bagan
alir penelitian dapat dilihat pada gambar 3.1

Mulai

Bagaimana kondisi suhu stockpile, bagaimana pengaruh sudut


stockpile terhadap terjadinya swabakar, dan bagaimana cara
penanganan swabakar

Studi Literatur

Observasi lapangan

Pengumpulan Data

Data Primer Data Sekunder


1. Profil perusahaan,
1. Data suhu stockpile 2. Data curah hujan
2. Data tinggi stockpile 3. Kualitas batubara
3. Data sudut stockpile
4. Arah mata angin

Kesimpulan dan saran

Selesai

Gambar 3.1 Bagan Alir Penelitian


BAB IV
JADWAL PENELITIAN

Kegiatan Tugas Akhir di PT Prima Indojaya Mandiri, Sumatera Selatan ini


direncanakan berlangsung selama dua bulan dan akan dilaksanakan mulai tanggal
20 Februari 2023 s.d 20 April 2023 atau disesuaikan dengan jadwal aktivitas
perusahaan.

Tabel 4.1 Jadwal Penelitian


No. Kegiatan Minggu-ke
1 2 3 4 5 6 7 8
1 Orientasi - - - - - - -
lapangan ✓
2 Pengambilan data - ✓ ✓ ✓ - - - -
3 Pengolahan data - - - ✓ ✓ - -
4 Pembuatan - - - - - - ✓ ✓
laporan
Keterangan :
✓ = Dilaksanakan

27
BAB V
PENUTUP

5.1. Penutup
Demikianlah proposal ini penulis sampaikan agar pada proses selanjutnya
dapat berguna sebagai kerangka acuan penelitian Tugas Akhir yang dilakukan oleh
mahasiswa Teknik Pertambangan Batubara Politeknik Akamigas Palembang.
Kesempatan yang diberikan kepada saya untuk melaksanakan penelitian
Tugas Akhir di PT Prima Indojaya Mandiri, Sumatera Selatan akan saya laksanakan
dengan maksimal dan penuh tanggung jawab.
Demikian proposal tugas akhir ini saya ajukan, Besar harapan saya PT
Prima Indojaya Mandiri dapat menyetujui dan menerima proposal tugas akhir ini.
Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.

28
DAFTAR PUSTAKA

Andri, Hermawan. 2000. Pengenalan Umum Batubara,Coal Quality Control &


Quantity. Sucifida.

Anne, M Carpeter. 2003. Pencegahan Swabakar.Yogyakarta: PT Geoservices,Ltd.


Hanbook, application dan specification backhoe.

Annual Book of ASTM. 2005. American Standard for Testing and Material.
Finicare Factory,China.

Apriyadi, dkk. 2019. Kajian Teknis Manajemen Penimbunan Batubara Di Rom


Stockpile PT Ganda Alam Makmur Kecamatan Kaubun Dan Karangan
Kabupaten Kutai Timur Kalimantan Timur.
https://jurnal.untan.ac.id/index.php/JMHMS/article/view/31439. (Diakses 20
januari 2023)

Bunga, dkk. 2022. Studi Pencegahan Swabakar (Self Combustion) Pada


Stockpile Di PT Bara multi Sukses Sarana.
https://repository.unmul.ac.id/bitstream/handle/123456789/40199/2022%20
JTM%20Juni%202022.pdf?sequence. (Diakses 20 januari 2023)

Demo, Saputro, 2013. Akumulasi Panas. Yogyakarta : PT Geoservices, Ltd.

Hana, Mulyana.2005. Kualitas Batubara Dan Stockpile Management. Yogyakarta:


PT Geoservices.

Maulana, Dandi dan Solihin. 2022. Analisis Lamanya Penimbunan Terhadap


Swabakar Pada Stockpile Produk Batubara PT XYZ.
https://journals.unisba.ac.id/index.php/JRTP/article/view/1191. (Diakses 17
Januari 2023)

Qayum,Adeel. 2020. 9 Top Inventory Management Software Solutions for Small


Businesses.

Sukandarrumidi. 2008. Batubara dan gambut. Yogyakarta : Gadjah Mada


University Press.

29
CURICULUM VITAE
Data Pribadi
Nama : Alvin Dwi Anugarh
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat, Tanggal Lahir : Ujanmas, 27 November 2001
Kewarganegaraan : Indonesia
Status Sipil : Belum Menikah
Status : Mahasiswa Aktif
Agama : Islam
Alamat : Desa Ujanmas Lama Dusun 3 Kec. Ujanmas Kab.
Muara Enim Sumatra Selatan 31351
Telepon/HP : 0857-7167-7347
Indeks Prestasi Komulatif : 3,48
Email : alvindwianugrah7@gmail.com

Pendidikan
Nama Institusi dan tahun :
No Tingkat Pendidikan NamaInstitusi Tahun

1 SD SD Negeri 1 Ujanmas 2008 s.d 2014


2 SMP SMP Negeri 1 Ujanmas 2014 s.d 2017
3 SMA SMA Negeri 1 Ujanmas 2017 s.d 2020
4 PerguruanTinggi Politeknik Akamigas Palembang 2020 s.d sekarang

Riwayat Organisasi
• Anggota HMPS MATARATU Tahun 2020/2021
• Anggota BEM Divisi Olahraga Tahun 2021/ 2022

Seminar dan Pelatihan tak bersertifikat


• Peserta OPDIK/MADABINTAL, 2020
• Peserta Studi Ekskursi Tambang Bawah Tanah di Balai Diklat Tambang
Bawah Tanah Sawahlunto, 23 Maret 2022

30
• Peserta Studi Ekskusi Pelatihan Teknologi Keselamatan Tambang Bawah
Tanah dan Preparasi Batubara dari Team Mitsui Matsusima Recources, 11
Oktober 2021.
• Peserta Diklat Pertambangan Batubara (Open Pit Coal Mining) oleh
PPSDM Geominerba Bandung,22 Maret 2021
• Peserta Studi Geologi Lapangan, 2021.

Palembang, Februari 2022


Hormat Saya,

Alvin Dwi Anugrah


NPM 2004020

31

Anda mungkin juga menyukai