Oleh :
Alvin Dwi Anugrah NPM 2004020
1. Identitas Peneliti :
Nama : Alvin Dwi Anugrah
NPM : 2004020
Program Studi : Teknik Pertambangan Batubara
Jurusan : Teknik Pertambangan
Perguruan Tinggi : Politeknik Akamigas Palembang
Alamat E-mail : alvindwianugrah7@gmail.com
2 Tempat Penelitian : PT Prima Indojaya Mandiri
3. Waktu Penelitian : 20 Februari 2023 s.d 20 April 2023
Menyetujui,
Wakil Direktur Ketua Program Studi
Bidang Akademik Teknik Pertambangan Batubara
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
1.4 Manfaat
Manfaat dalam tugas akhir ini adalah :
a) Memahami pengaruh suhu stockpile untuk mencegah swabakar.
b) Memahami pengaruh sudut stockpile untuk langkah pencegahan swabakar.
d) Memahami upaya pencegahan dan penanganan suhu stockpile untuk
langkah pencegahan swabakar.
BAB II
DASAR TEORI
4
5
dengan sangat tua. Varietas yang berwarna cokelat disebut "batubara cokelat".
batubara ini sangat lunak yang mengandung air 35- 75% dari beratnya.
b. Sub-bituminous
Sub-bituminous merupakan batubara lunak yang berwarna hitam dan tidak
menunjukkan sedikitpun zat kayu jika dilihat dengan mata biasa. Kata "bitumen"
menunjukkan beberapa zat mineral yang mudah terbakar seperti aspal, tetapi tidak
dipakai untuk menunjukkan kepada batubara lagi. Sub-bituminous mempunyai
misal 40% karbon terikat.
c. Bituminous
Bituminous merupakan batubara muda, kekerasannya hampir menyerupai
antrasit. Batubara bituminous berisi karbon terikat lebih dari 70%. Zat ini mudah
tersudut api yang berwarna kuning. Menghasilkan asap dan bau, tergantung jumlah
abu dan sulfur yang dikandungnya.
d. Antrachite
Antrachite merupakan batubara yang ditemukan pada lapisan batubara
metamorf yaitu pada strata batuan yang sudah terlipat selama pembentukan
gunung-gunung zaman dahulu. Batubara ini sedikit lembab dan mungkin berisi
lebih dari 90% karbon terikat, keras dan berwarna hitam mengkilap dengan kadar
air kurang dari 8%. Jika dibakar menghasilkan api biru dan tidak mengeluarkan
asap serta hanya sedikit berbau karena pada dasarnya kadar abu dan sulfurnya
rendah.
Tabel 2.1 Titik Nyala (Glow Point) Batubara sesuai dengan kelasnya
Pada tabel 2.1 terlihat bahwa terdapat variasi pada titik nyala batubara untuk
tiap kelasnya. Temperatur terendah dimiliki oleh batubara semi antrachite. dan
temperatur tertinggi pada batubara antrasit. Hal ini disebabkan pada batubara.
antrasit kandungan moisture-nya sedikit sedangkan kandungan volatile matter nya
besar, sehingga menyebabkan lebih mudah terbakar, sedangkan batubara antrachite
walau memiliki kandungan moisture dan volatile matter yang rendah namun ikatan
karbon pada batubara anthracite lebih sulit terurai sehingga lebih sulit terbakar.
Batubara bituminous lebih cepat terbakar dibandingkan batubara semi-bituminous
dikarenakan batubara bitumimuos memiliki kandungan air dan volatile matter yang
lebih sedikit dibandingkan dengan batubara sub-bituminous.
kaitannya dengan fungsi dari ROM stockpile batubara sebagai tempat penimbunan
sementara maka diperlukan sistem manajemen stockpile yang tepat.
Prinsip dasar pengelolaan stockpile adalah penerapan sistem FIFO (First
In First Out) dimana batubara yang terdahulu masuk harus dikeluarkan terlebih
dahulu. Disamping itu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikam dalam
manajemen stockpile sebagai berikut:
a). Kontrol temperatur dan swabakar,
b) Kontrol terhadap kontaminasi,
c). Kontrol terhadap aspek kualitas batubara, dan
d). Kontrol terhadap aspek lingkungan
Swabakar stockpile batubara merupakan hal yang sering terjadi dan perlu
mendapatkan perhatian khususnya pada stockpile batubara dalam jumlah besar
Batubara akan teroksidasi saat tersingkap dipermukaan sewaktu penambangan,
demikian pada saat batubara ditimbun oksidasi ini terus berlangsung. Akibat dari
reaksi oksidasi antara oksigen dengan gas gas yang mudah terbakar dari
komponen zat terbang akan menghasilkan panas.
Bila reaksi oksidasi berlangsung terus menerus, maka panas yang dihasilkan
juga akan meningkat, sehingga dalam stockpile batubara juga akan mengalami
peningkatan. Peningkatan suhu juga disebabkan oleh sirkulasi udara dan panas
dalam stockpile tidak lancar, sehingga suhu dalam stockpile akan terakumulasi
dan naik sampai mencapai titik pembakaran, yang akhirnya dapat menyebabkan
terjadinya proses swabakar.
Faktor-faktor penyebab terjadinya proses swabakar, antara lain (Demo,
2005):
1. Lamanya penimbunan
Semakin lama batubara tertimbun akan semakin banyak panas yang
tersimpan di dalam stockpile, karena volume udara yang terkandung di
dalam stockpile batubara semakin besar, sehingga menjadi semakin tinggi.
2. Metode penimbunan
Dalam penimbunan batubara perlu pemadatan, dengan adanya pemadatan
ini akan dapat menghambat proses terjadinya swabakar batubara karena
ruang antar butir batubara berkurang.
3. Kondisi penimbunan
Pengaruh kondisi stockpile terhadap swabakar batubara, yaitu:
a. Tinggi stockpile
Kondisi stockpile yang terlalu tinggi akan menyebabkan semakin
banyak panas yang terserap, hal ini dikarenakan sisi miring yang
terbentuk akan semakin panjang, sehingga daerah yang tak dipadatkan
akan semakin luas dan akan mengakibatkan permukaan yang teroksidasi
semakin besar. Untuk batubara yang kualitas rendah lebih dari 30 hari
sebaiknya jangan terlalu tinggi untuk timbunannya.
13
b. Sudut stockpile
Sudut yang terbentuk dari suatu tumpukan pada stockpile sebaiknya
lebih kecil dari angle of repose stockpile. Pada umumnya material
berukuran kasar memiliki angle of repose lebih besar dibandingkan
material berukuran halus, ketika material ditumpahkan di bidang
horizontal, maka akan terbentuk tumpukan berbentuk dengan Sudut
kemiringannya berhubungan dengan massa jenis luas permukaan,
bentuk partikel, dan koefesien bentuk bahan.
Selain itu, mempercepat gravitasi juga terkait material dengan sudut
angle of repose yang lebih rendah akan memiliki tumpukan yang lebih
landai dibandingkan dengan bahan yang memiliki sudut yang lebih
tinggi, untuk sudut angle of repose dapat dilihat pada tabel 2.2 sebagai
berikut.
c. Ukuran butir
Pada dasarnya semakin besar permukaan yang berhubungan
langsung dengan udara luar, semakin cepat proses pembakaran dengan
sendirinya berlangsung, sebaliknya semakin besar ukuran bongkah
batubara maka semakin lambat proses swabakar, ukuran butir batubara
juga mempengaruhi kecepatan dari proses oksidasi semakin seragam
besar ukuran butir suatu stockpile, semakin besar pula porositas yang
14
dihasilkan dan akibatnya semakin besar udara masuk dari luar timbunan
ke dalam timbunan.
d. Degradasi ukuran dan pelapukan.
Proses penguapan kandungan air akan mengakibatkan partikel-
partikel batubara pecah, sehingga luas permukaan total batubara akan
menjadi lebih besar dengan kondisi yang demikian maka kesempatan
udara keluar (oksigen) untuk mempengaruhi luas permukaan butir
batubara terhadap proses oksidasi semakin besar.
Pada umumnya material berukuran kasar memiliki angle of repose
lebih besar dibandingkan material berukuran halus, ukuran butir pada
stockpile berkisar antara 30 mm -70 mm. Semakin kecil degradasi
ukuran batubara maka luas permukaan yang berhubungan langsung
dengan udara luar semakin besar, sehingga cepat proses oksidasi
berlangsung dan sebaliknya semakin besar ukuran bongkah batubara,
maka semakin lambat proses swabakar.
4. Akumulasi panas
Akumulasi panas merupakan peningkatan suhu dalam stockpile secara terus
menerus. Swabakar pada stockpile disebabkan karena adanya reaksi
oksidasi antara oksigen dan zat terbang yang ada dalam batubara secara
terus menerus, reaksi ini mengeluarkan kalor, kalor yang dikeluarkan
semakin lama akan terakumulasi terus banyak, sehingga suhu dalam
stockpile akan terakumulasi dan sampai mencapai suhu titik pembakaran
yang akhirnya dapat menyebabkan kemungkinan terjadinya swabakar
semakin besar. Oleh karena itu, dalam melaksanakan penimbunan perlu
penanganan khusus dan hati-hati.
5. Suhu swabakar
Ada dua hal yang menunjang terjadinya swabakar pada timbunan itu
tergantung suhu reaksi dan konsentrasi oksigen yang cukup. Semua jenis
batubara mempunyai kemampuan untuk terjadi swabakar, tetapi waktu yang
diperlukan dan besarmya suhu yang dibutuhkan untuk swabakar batubara
tidak sama. Untuk batubara yang mempunyai rank rendah memerlukan
15
waktu yang lebih pendek dan suhu yang lebih rendah bila dibandingkan
dengan batubara yang mempunyai rank tinggi. Perkembangan panas
batubara kelas bituminous yang disebabkan oleh proses oksidasi antara
O2 dan gas gas yang mudah terbakar seperti, methan, hidrogen, karbon
monoksida dan terjadinya swabakar disebabkan karena adanya aktivitas
penyerapan oksigen, reaksi kimia dapat digambarkan sebagai berikut:
1) Oksigen diserap oleh karbon yang ada dalam batubara yang kemudian
menghasilkan CO2 dan panas dengan persamaan reaksi :
C + O2 CO2 + Panas
2) Reaksi selanjutnya menghasilkan CO dan suhu yang tinggi, dengan
persamaan reaksi sebagai berikut :
CO2 + C CO + Panas
Tahapan terjadinya proses swabakar dapat diringkas sebagai berikut.
(Sukandarrumidi, 2010):
a. Suhu 37°C, batubara dalam stockpile mulai teroksidasi secara
perlahan-lahan sampai suhu timbunan 50°C.
b. Suhu 50°C, proses oksidasi akan meningkat sesuai kecepatan
kenaikan suhu batubara hingga suhu 100°C-140°C.
c. Suhu 140°C, karbon dioksida dan uap air akan terurai dengan cepat
sampai dicapai suhu 230°C.
d. Suhu 230°C, dimana hal ini untuk tahap swabakar terjadi.
e. Suhu di atas 350°C, batubara akan menyala dan terjadi proses
swabakar batubara.
Monitoring temperatur secara regular harus dilakukan setiap
temperatur batubara pada stockpile cepat terdeteksi dan pada temperatur
tinggi khususnya dapat dilakukan preventif action untuk mencegah
terjadinya swabakar, alat yang digunakan dalam pengecekan suhu di area
stockpile yaitu thermogun.
6. Kandungan zat terbang (volatile matter)
Kandungan zat terbang yang terdapat dalam batubara erat kaitannya
dengan kelas batubara. Batubara mempunyai kelas rendah ditandai dengan
16
kandungan zat terbang yang banyak. Zat terbang dalam batubara terdiri dari
gas- gas yang mudah terbakar (seperti: methan, hidrogen, hidrokarbon, dan
karbon monoksida) dan gas-gas yang tidak terbakar (seperti: uap air karbon
dioksida).
Zat terbang memegang peranan penting dalam memprakarsai
terjadinya swabakar karena zat terbang terdiri dari gas-gas yang mudah
terbakar, sehingga reaksi oksidasi terjadi antara gas-gas yang mudah
terbakar dengan oksigen dan menyebabkan terjadinya swabakar. Batubara
dapat sangat bervariasi dalam kemampuan untuk bereaksi dengan oksigen
Kemampuan batubara untuk teroksidasi akan berkurang dengan
meningkatnya kualitas batubara, hal ini disebabkan karena dengan
meningkatnya kualitas batubara, kandungan karbon yang terkandung
semakin tinggi dan kandungan oksigen serta zat terbang yang terkandung
turun sehingga batubara akan sulit teroksidasi.
7. Parameter Batubara
Kualitas batubara terdiri dari beberapa parameter, yaitu total moisture
(TM), inherent moisture (IM), fixed carbon (FC), ash, volatile matter (VM),
total sulfur (TS) dan calorie value (CV). Pada umumnya, terdapat 2 metode
analisa yang digunakan untuk mengetahui kualitas batubara, yaitu air-dried
based (adb) dan as received (ar).
1) Basis Analisis
Basis dalam analisis untuk batubara terdiri dari 5 macam dengan
penggunaan yang bisa saling dikonversi. Basis data dalam analisis uji
parameter batubara terdiri dari:
a. dmmf (dried mineral matter free basis),
b. daf (dried ash free basis).
c. db (dried basis).
d. adb (air dried basis), dan
e. ar (as received basis).
2) Standar Analisis
17
kelas lebih rendah lebih mudah dan cepat untuk terbakar dengan sendirinya,
sehingga panas yang dihasilkan oleh batubara kelas rendah terakumulasi dan
mempengaruhi batubara kelas lebih tinggi untuk terbakar.
b. Keadaan tempat penimbunan
Keadaan tempat penimbunan yang berpengaruh terhadap syarat teknis
penimbunan batubara sebagai berikut:
1. Persiapan lantai stockpile
Lantai tempat penimbunan batubara harus dipersiapkan dengan baik yang
terbentuk dari clay atau tanah yang dipadatkan.
2. Area penimbunan yang bersih
Area penimbunan batubara harus bebas dari segala material yang mudah
terbakar seperti kayu dan sampah selain itu juga harus bebas dari
potongan- potongan logam.
3. Sumber air bertekanan tinggi
Sumber air bertekanan tinggi sangat dibutuhkan apabila terjadi kebakaran
pada daerah sekeliling stockpile, karena apabila terbakar tidak segera
dipadamkan akan mempengaruhi naiknya suhu stockpile dan mempercepat
terjadinya swabakar pada stockpile. Sumber air bertekanan tinggi ini
jugatidak dianjurkan untuk menyiram langsung kepada stockpile barubara
apabila terjadi swabakar, karena hal ini dapat meningkatkan oksidasi pada
penimbunan batubara dan sangat beresiko terjadinya ledakan pada
stockpile.
4. Pola penimbunan
Sistem penimbunan memiliki dua metode yaitu metode terbuka (open
stockpile) dan metode penimbunan tertutup (converage stronge).
Penimbunan yang umum dilakukan didalam kegiatan pertambangan
adalah dengan metode penimbunan terbuka (open stockpile). Open
stockpile atau stockpile adalah penumpukan material di atas permukaan
tanah secara terbuka dengan ukuran sesuai tujuan dan proses yang
digunakan. Beberapa macam pola penimbunan antar lain cone play,
chevron, chevcon, dan windrow.
19
3. Windrow (gambar 2.6) merupakan pola dengan tumpukan dalam baris sejajar
sepanjang lebar stockpile dan diteruskan sampai ketinggian yang dikehendaki
tercapai.
22
23
Penutup berisikan kesimpulan dan saran atas hasil dari penelitian yang telah
dilakukan dilapangan.
Mulai
Studi Literatur
Observasi lapangan
Pengumpulan Data
Selesai
27
BAB V
PENUTUP
5.1. Penutup
Demikianlah proposal ini penulis sampaikan agar pada proses selanjutnya
dapat berguna sebagai kerangka acuan penelitian Tugas Akhir yang dilakukan oleh
mahasiswa Teknik Pertambangan Batubara Politeknik Akamigas Palembang.
Kesempatan yang diberikan kepada saya untuk melaksanakan penelitian
Tugas Akhir di PT Prima Indojaya Mandiri, Sumatera Selatan akan saya laksanakan
dengan maksimal dan penuh tanggung jawab.
Demikian proposal tugas akhir ini saya ajukan, Besar harapan saya PT
Prima Indojaya Mandiri dapat menyetujui dan menerima proposal tugas akhir ini.
Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.
28
DAFTAR PUSTAKA
Annual Book of ASTM. 2005. American Standard for Testing and Material.
Finicare Factory,China.
29
CURICULUM VITAE
Data Pribadi
Nama : Alvin Dwi Anugarh
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat, Tanggal Lahir : Ujanmas, 27 November 2001
Kewarganegaraan : Indonesia
Status Sipil : Belum Menikah
Status : Mahasiswa Aktif
Agama : Islam
Alamat : Desa Ujanmas Lama Dusun 3 Kec. Ujanmas Kab.
Muara Enim Sumatra Selatan 31351
Telepon/HP : 0857-7167-7347
Indeks Prestasi Komulatif : 3,48
Email : alvindwianugrah7@gmail.com
Pendidikan
Nama Institusi dan tahun :
No Tingkat Pendidikan NamaInstitusi Tahun
Riwayat Organisasi
• Anggota HMPS MATARATU Tahun 2020/2021
• Anggota BEM Divisi Olahraga Tahun 2021/ 2022
30
• Peserta Studi Ekskusi Pelatihan Teknologi Keselamatan Tambang Bawah
Tanah dan Preparasi Batubara dari Team Mitsui Matsusima Recources, 11
Oktober 2021.
• Peserta Diklat Pertambangan Batubara (Open Pit Coal Mining) oleh
PPSDM Geominerba Bandung,22 Maret 2021
• Peserta Studi Geologi Lapangan, 2021.
31