Anda di halaman 1dari 20

ANALISIS FAKTOR SWABAKAR BATUBARA PADA STOCKPILE DI

PT.XXX

Diajukan untuk Memenuhi Syarat Permohonan Tugas Akhir Di PT. Bumi


Merapi Energi, Lahat, Sumatera Selatan

Oleh:

Herru Dwi Prayitno (03021181823008)

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN


JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN DAN GEOLOGI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2021
IDENTITAS DAN PENGESAHAN USULAN
TUGAS AKHIR

1. Judul : Analisis Faktor Swabakar Batubara Pada Stockpile di PT.


a. Pengusul :
Nama/NIM : Herru Dwi Prayitno (03021181823008)
b. Institusi : Teknik Pertambangan Universitas Sriwijaya

2. Tempat : PT. xxx


3. Waktu : Juli 2021 – Agustus 2021

Indralaya, 2021
Pemohon , Pemohon , Pemohon ,

Herru Dwi Prayitno Herru Dwi Prayitno Herru Dwi Prayitno


NIM. 03021181823008 NIM. 03021181823008 NIM. 03021181823008

Mengetahui,
Ketua Jurusan Teknik Pertambangan Pembimbing Proposal,
Universitas Sriwijaya,

Rr.Hj.Harminuke Eko Handayani, S.T.,M.T. Dr. Ir. H. Maulana Yusuf, MS., MT.
NIP. 1969020991997032001 NIP. 195909251988111001
A. JUDUL
Analisis Faktor Swabakar Batubara Pada Stockpile di PT.xxx

B. LOKASI
PT. xxx

C. BIDANG ILMU
Teknik Pertambangan.

D. LATAR BELAKANG
Batubara merupakan salah satu bahan bakar fosil yang memiliki prospek
tinggi untuk dapat dijadikan sebagai energi alternatif pengganti minyak bumi
guna menunjang kebutuhan energi saat ini. Berdasarkan data yang dikeluarkan
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral per Juni, 2018 batubara
merupakan sumber energi fosil dengan potensi terbesar di Indonesia dengan total
cadangan sebesar 37 Miliar Ton. Nilai kualitas batubara dari suatu tambang sangat
dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut yaitu kandungan air (moisture),
kandungan abu (ash content), belerang (sulphur content), zat terbang (Volatile
Matter), zat tertambat (fixed carbon) dan nilai kalori (gross calorific value). Pihak
konsumen (pasar) didalam mencukupi kebutuhannya atas batubara, secara umum
menetapkan nilai kalori tertentu sebagai tolak ukur utamanya. Kondisi keberadaan
besarnya nilai kalori hasil produksi suatu tambang batubara bervariasi tergantung
dari faktor lingkungan, proses dan umur terbentuknya batubara tersebut (kadar in
situ). Jumlah cadangan batubara yang terdapat pada suatu lapangan harus dapat
dimanfaatkan secara optimal sehingga akan menghasilkan nilai ekonomis yang
tinggi. Setelah dilakukan penambangan batubara, maka perlu suatu tempat khusus
dimana batubara dapat ditempatkan yang kemudian disebut Stockpile.
Stockpile batubara perlu diperhitungan dengan baik agar tidak mengalami
masalah seperti kelebihan muatan (Overload), penempatan batubara yang salah,
dan swabakar batubara. Swabakar batubara di Stockpile dapat terjadi karena
beberapa faktor seperti Angle of Repose yang lebih besar, kesalahan prediksi Total
Moisture, kesalahan prediksi kadar zat terbang, suhu dan kecepatan angin.
Batubara memiliki peringkat dan jenis yang berbeda-beda sehingga diperlukan
analisa yang baik dalam memperhitungkan hal tersebut agar tidak terjadi
swabakar batubara. Dengan terjadinya 5-7 kali swabakar batubara dalam
seminggu pada setiap titik stockpile yang berbeda, maka akan merugikan dalam
bentuk penurunan kualitas dan kuantitas sehingga perlu dilakukan analisa agar
tidak terjadi swabakar batubara. Oleh karena itu, penelitian ini mengangkat judul
“Analisa Faktor Swabakar Pada Batubara di Stockpile PT. xxx”.

E. DASAR PEMIKIRAN
Kegiatan Tugas Akhir ini diselenggarakan berdasarkan:
1. Pengaplikasian ilmu yang telah didapat di perkuliahan untuk diterapkan di
industri
2. Adanya kesenjangan antar pengetahuan teori yang dipelajari saat kuliah
dengan prakteknya di lapangan, baik itu merupakan persoalan-persoalan
industri, masyarakat, maupun keahlian yang terus berkembang.
3. Program link and match antara dunia industri dengan perguruan tinggi
sesuai dengan Keputusan Menteri Pendidikan Republik Indonesia.
4. Kurikulum tahun 2014 yang berlaku di Jurusan Teknik Pertambangan
Universitas Sriwijaya yang menjadikan Kerja Praktek sebagai syarat untuk
pengerjaan Tugas Akhir dan kelulusan sarjana.

F. TUJUAN
Tujuan dari penelitian Tugas Akhir ini adalah:
1. Menganalisis terjadinya swabakar batubara di Stockpile.
2. Menganalisis faktor terjadinya swabakar batubara di Stockpile.
3. Mengevaluasi pencegahan kemungkinan terjadinya swabakar pada batubara di
Stockpile.

G. PERMASALAHAN
Permasalahan pada Tugas Akhir ini adalah :
1. Bagaimana dapat terjadinya swabakar pada batubara di stockpile?
2. Apa faktor terjadinya swabakar pada batubara di stockpile?
3. Bagaimana cara pencegahan akan terjadinya swabakar pada batubara di
stockpile?

H. PEMBATASAN MASALAH
Pembatasan masalah pada Tugas Akhir ini dibatasi pada karakteristik
proximate batubara yang terdiri dari zat terbang, Total Moisture, serta faktor
lainnya seperti suhu dan kecepatan angin.

I. TINJAUAN PUSTAKA
Batubara merupakan salah satu sumber energi yang paling penting yang
umumnya didapat dalam bentuk deposit (coal seam). Deposit batubara merupakan
hasil final dari pengaruh-pengaruh kumulatif dari pembusukan atau dekomposisi
tanaman, pengendapan dan penimbunan oleh sedimen, pergerakan kulit bumi dan
pengaruh erosi. Seperti umumnya bahan yang terdapat di alam, batubara tidak
pernah berada dalam keadaan murni, selalu bercampur dengan senyawa-senyawa
atau sisa-sisa tanaman lain hasil metamerfosis (Komariah, 2012).
Batubara adalah suatu batuan sedimen organik yang berasal dari penguraian
sisa berbagai tumbuhan yang merupakan campuran yang heterogen antara
senyawa organik dan zat anorganik yang menyatu dibawah beban strata yang
menghimpitnya (Muchjidin, 2006). Sedangkan menurut Elliot (1981), dalam
Muchjidin mengatakan bahwa batubara ialah batuan sedimen yang secara kimia
dan fisika adalah heterogen yang mengandung unsur-unsur karbon, hidrogen, dan
oksigen sebagai unsur utama dan belerang serta nitrogen sebagai unsur tambahan.
Zat lain, yaitu senyawa anorganik pembentuk ash tersebar sebagai partikel zat
mineral terpisah-pisah di seluruh senyawa batubara. Beberapa jenis batubara
meleleh dan menjadi plastis apabila dipanaskan, tetapi meninggalkan suatu residu
yang disebut kokas. Batubara dapat dibakar untuk membangkitkan uap atau
dikarbonisasikan untuk membuat bahan bakar cair atau dihidrogenasikan untuk
membuat metan. Gas sintetis atau bahan bakar berupa gas dapat diproduksi
sebagai produk utama dengan jalan gasifikasi sempurna dari batubara dengan
oksigen dan uap atau udara dan uap.

2.1. Swabakar Batubara


Menurut Falcon, R.M (1986) menyebutkan Spontaneous Combustion pada
semua batubara terjadi akibat kontak atmosfir (udara) yang secara cepat atau
lambat menunjukkan tanda-tanda oksidasi dan pelapukan dengan resultan
penurunan konten kalori, Volatile Matter, dan terjadinya swelling capacities.
Reaksi eksotermis yang menghasilkan panas apabila tidak hilang akan mencapai
suhu inisiasi yang pada akhirnya membentuk titik api pada hot spot batubara.
Menurut Sukandarrumidi (2006), swabakar atau spontaneouse combustion
atau disebut juga self combustion adalah salah satu fenomena yang terjadi pada
batubara pada waktu batubara tersebut disimpan di storage / Stockpile dalam
jangka waktu tertentu. Swabakar pada Stockpile merupakan hal yang sering terjadi
dan perlu mendapatkan perhatian khususnya pada timbunan batubara dalam
jumlah besar. Batubara akan teroksidasi saat tersingkap dipermukaan sewaktu
penambangan, demikian pula pada saat batubara ditimbun proses oksidasi ini
terus berlangsung. Akibat dari reaksi oksidasi antara oksigen dengan gas-gas yang
mudah terbakar dari komponen zat terbang akan menghasilkan panas. Swabakar
batubara dapat terjadi pada berbagai peringkat dengan perbedaan suhu untuk
masing-masing peristiwa. Umumnya untuk batubara berperingkat sedang terjadi
pada suhu lebih kurang 50°C dan 80°C untuk batubara berperingkat tinggi.
Pada golongan batubara bituminus keatas atau high rank coal, oksidasi ini
baru akan tampak apabila batubara tersebut sudah diekspose dalam jangka waktu
yang sangat lama. Apabila temperatur batubara terus meningkat yang disebabkan
oleh Self Heating, maka ini perlu ditangani dengan serius karena ini akan
berpengaruh terhadap nilai nilai komersial dari batubara tersebut, selain itu, hal ini
akan mengakibatkan pembakaran spontan batubara yang sangat tidak kita
inginkan karena akan merugikan dan juga mengakibatkan kerusakan lingkungan.
Akan tetapi, pada temperatur normal kecepatan oksidasi ini kecil sekali, bahkan
cenderung menurun selang dengan waktu. Dengan demikian resiko penurunan
kualitas karena oksidasi ini masih bisa diterima dalam perioda waktu pengiriman
yang normal (8 jam – 8 minggu). Oksidasi yang dimaksud diatas adalah oksidasi
yang tidak diikuti dengan pembakaran spontan atau oksidasi pada temperatur
rendah. Akan tetapi apabila disimpan dalam jangka waktu lama
di Stockpile penurunan kualitas akibat ini biasanya tidak dapat diterima karena
selain penurunan kualitas secara kimia juga akan terjadi penurunan kualitas secara
fisik terutama terjadi pada batubara golongan rendah atau low rank coal.
Sebelum mengalami swabakar batubara akan mengalami proses oksidasi
yang merupakan proses inisiasi dari swabakar apabila proses oksidasi ini diikuti
dengan meningkatnya temperatur terus menerus yang akhirnya mengakibatkan
terjadinya pembakaran spontan. Batubara akan bereaksi dengan oksigen di udara
segera setelah batubara tersebut tersingkap selama penambangan. Kecepatan
reaksi ini lebih besar terutama pada batubara golongan rendah seperti lignite dan
sub-bituminus, sedangkan pada golongan batubara bituminus keatas atau, oksidasi
ini baru akan tampak apabila batubara tersebut sudah tersingkap dalam jangka
waktu yang cukup lama. Apabila temperatur batubara terus meningkat yang
disebabkan oleh Self Heating, maka ini perlu ditangani dengan serius karena ini
akan berpengaruh terhadap nilai komersial batubara tersebut, selain itu akan
mengakibatkan pembakaran spontan batubara yang sangat tidak diinginkan karena
akan merugikan.

2.2. Faktor-faktor Swabakar Batubara


Batubara adalah bahan bakar fosil yang terbanyak, diperkirakan berasal dari
tumbuh-tumbuhan yang memfosil. Ditaksir bahwa paling tidak diperlukan 20 cm
tumbuh-tumbuhan yang dipadatkan untuk memperoleh lapisan batubara sebesar 1
cm. Tumbuhan yang padat ini tanpa adanya udara, dengan dipengaruhi oleh
tekanan dan suhu tinggi selanjutnya akan berubah menjadi turf (tumbuhan lapuk),
kemudian menjadi batubara coklat, lalu menjadi lignite, kemudian menjadi
batubara subbituminus, lalu menjadi bituminus dan akhirnya menjadi batubara
antrasit. Dengan berlangsungnya proses aging (penuaan), batubara akan menjadi
keras, kandungan hidrogen dan oksigennya berkurang dan kandungan karbon
meningkat (Muchjidin, 2006). Paramater dalam uji proximate ini yang
diperhatikan yaitu kandungan air (moisture) dan zat terbang (Volatile Matter).

2.2.1. Kandungan Air (Moisture)


Menurut Widodo (2009) salah satu parameter batubara yang
mempengaruhi proses terjadinya Spontaneous Combustion adalah kandungan air
total dimana batubara dengan kandungan air total yang cukup tinggi memiliki
resiko lebih tinggi mengalami swabakar batubara dibanding dengan sedikit air.
Moisture dalam batubara berada dalam beberapa bentuk yang berbeda yaitu air
bebas dipermukaan; air yang terkondensasi di kapiler, air yang terserap, air yang
terikat dengan gugus polar dan kation; dan air yang timbul akibat dekomposisi
kimia baik material organik maupun inorganik (Deevi dan Suuberg, 2009). Dan
menurut Muchjidin (2006), inherent moisture dapat didefinisikan sebagai air yang
dapat dihilangkan bila batubara dipanaskan sampai 105°C. Menurut Komariah
(2012), kandungan air ini dibedakan atas:
1. Kandungan air total (Total Moisture)
Total Moisture ialah seluruh jumlah air yang terdapat pada batubara dalam
bentuk inherent dan adherent pada kondisi saat batubara tersebut diambil
contohnya (as sampled) atau pada kondisi saat batubara tersebut diterima (as
received).
2. Kandungan air bebas (Free Moisture)
Menurut ISO free moisture ialah jumlah air yang menguap apabila conto
batubara yang baru diterima atau yang baru diambil, dikeringkan dalam
ruangan terbuka pada kondisi tertentu sampai didapat berat konstannya. Berat
konstan ialah berat penimbangan terakhir apabila pada dua penimbangan
terakhir dicapai perbedaan berat > 0,1% per jam.
3. Kandungan air bawaan (Inherent Moisture)
Inherent Moisture merupakan moisture yang dianggap terdapat di dalam
rongga-rongga kapiler dan pori-pori batubara yang relatif kecil pada kedalaman
aslinya, yang secara teori dinyatakan bahwa kondisi tersebut ialah kondisi
dengan tingkat kelembaban 100%.
Kandungan air total mempunyai peranan dalam terjadinya swabakar yang
terdapat pada Stockpile. Besarnya kandungan air yang terdapat pada setiap
peringkat batubara mempunyai kemungkinan masing-masing terhadap terjadinya
swabakar batubara. Pada gambar 2.1. swabakar mempunyai kemungkinan terbesar
terjadi pada peringkat batubara sedang (bituminus-subbituminus) dengan
kandungan air tidak terlalu banyak dan tidak terlalu sedikit (antrasit). Kandungan
air tersebut merupakan titik optimal terhadap terjadinya swabakar batubara.

Semakin Besar

Swabakar

>> Besar
Total Moisture

Gambar 2.1. Grafik Pengaruh Total Moisture terhadap Swabakar

2.2.2. Zat Terbang (Volatile Matter)


Vollatile matter merupakan zat aktif yang terdapat pada batubara yang
menghasilkan energi atau panas apabila batubara tersebut dibakar. Zat terbang
tersebut terdiri dari gas-gas yang mudah terbakar seperti hidrogen (H), karbon
monoksida (CO), H2S, NH3 dan methan (CH4). Ikatan antara karbon dan hidrogen
memiliki ikatan yang kuat jadi dibutuhkan suhu yang tinggi untuk
memutuskannya. Volatil ematter erat kaitannya dengan range batubara, makin
tinggi volatilematte rmaka makin rendah kelasnya (Muchjidin, 2006).
Menurut Sulistiyan dan Saputra (2012) menyebutkan bahwa batubara yang
mempunyai kadar zat terbang tinggi dapat memungkinkan terjadinya Spontaneous
Combustion atau swabakar. Berkurangnya zat terbang juga berpengaruh terhadap
kandungan karbon tertambat. Zat terbang adalah bagian batubara yang mudah
menguap pada saat batubara dipanaskan tanpa udara. Zat terbang merupakan hasil
penguraian senyawa kimia dan campuran kompleks pembentuk batubara. Adanya
peningkatan suhu yang tinggi dapat menguraikan senyawa atau memutuskan
ikatan molekul pembentuk batubara tersebut. Dengan makin berkurangnya
senyawa yang mudah menguap pada molekul batubara ini maka kandungan
karbon tertambat pada batubara akan semakin besar (Berkowitz, 1985).
Kandungan zat terbang mempunyai pengaruh yang cukup dominan dalam
terjadinya swabakar batubara. Kandungan zat terbang berbeda-beda untuk setiap
peringkat batubara. Pada gambar 2.2. semakin besar kandungan zat terbang maka
mempunyai kemungkinan terjadinya swabakar batubara semakin besar. Semakin
sedikit kandungan zat terbang pada batubara maka mempunyai kemungkinan
untuk terjadinya swabakar batubara semakin kecil.

Semakin Besar

Swabakar

>> Besar
Zat Terbang

Gambar 2.2. Grafik Pengaruh Zat Terbang dengan Swabakar Batubara

2.2.3. Suhu
Semua jenis batubara mempunyai kemampuan untuk terjadinya proses
Spontaneous Combustion, tetapi waktu yang diperlukan dan besarnya suhu yang
dibutuhkan untuk proses Spontaneous Combustion batubara ini tidak sama.
Batubara yang golongan rendah memerlukan waktu yang lebih pendek dan suhu
yang lebih rendah bila dibandingkan dengan batubara yang mempunyai kelas
yang tinggi (Widodo, 2009).
2.2.4. Kecepatan Angin
Kontak yang antara partikel batubara dengan oksigen dari udara dapat
menyebabkan Spontaneous Combustion karena mempercepat reaksi panas pada
batubara sehingga menyebabkan swabakar batubara menurut Mulyana (2005).
Kecepatan angin yang terjadi merupakan faktor yang tidak dapat dikendalikan.
Kecepatan angin hanya dapat diprediksi sebagai salah satu tolak ukur penyebab
percepatan terjadinya swabakar batubara. Angin yang berhembus pada Stockpile
batubara membawa oksigen dan menghantarkan panas pada batubara yang
dilaluinya sehingga akan mempercepat terjadinya swabakar batubara.
2.3. Pencegahan Swabakar Batubara
Menurut Muchjidin (2005), beberapa anjuran dalam melakukan penumpukan
batubara untuk mengurangi kecenderungan terjadinya swabakar, antara lain:
a. Segregasi
Segregasi dari batubara berukuran besar di sekeliling dasar tumpukan
batubara harus dihindarkan karena akan membantu pergerakan bebas dari
udara. Sehingga udara dapat melakukan penetrasi kedalam timbunan
batubara yang memicu terjadinya oksidasi. Apabila penetrasi udara terjadi
secara terus menerus, temperatur timbunan akan meningkat dan akhirnya
akan memicu terjadinya swabakar. Oleh karena itu perlu penggunaan
batubara halus untuk melapisi permukaan suatu Stockpile agar dapat
mengurangi penetrasi udara.
b. Pemadatan Permukaan
Untuk menyimpan batubara yang relatif lama, baik batubara golongan
rendah maupun batubara golongan tinggi, sebaiknya setiap Slope
tumpukan dipadatkan, khususnya yang menghadap kearah angin. Seperti
yang telah dijelaskan terdahulu, bahwa pemadatan permukaan berarti
mengurangi penetrasi oksigen kedalam tumpukan batubara yang juga
akan mengurangi tingkat oksidasi batubara dalam tumpukan tersebut.
Pemadatan harus dilakukan secara berkala pada lapisan timbunan
batubara dengan ketebalan antara 0,5 sampai 1 meter. Pemadatan
diperlukan untuk menjaga kualitas dan memperkecil resiko pembakaran
sendiri (swabakar) pada Stockpile dalam waktu yang lama.
c. Mengurangi Ketinggian Stockpile
Tujuan mengurangi ketinggian Stockpile adalah untuk mengurangi impact
dari angin yang menerpa Stockpile. Semakin besar luas permukaan yang
diterpa angin maka semakin besar tingkat oksidasi yang terjadi, yang
berarti pula semakin besar kemungkinannya untuk terjadi swabakar atau
pembakaran spontan. Mengurangi ketinggian Stockpile dapat dilakukan
dengan membuat stock batubara melebar atau luasan penumpukan
diperbesar. Apabila luasan areal Stockpile tidak mencukupi, maka
pemadatan harus dilakukan. Apabila dilakukan terhadap batubara yang
rapuh, maka pemadatan akan menghasilkan debu. Sehingga efektif
dilakukan terhadap batubara relatif keras atau tidak rapuh.
d. Mengurangi Sudut Slope Tumpukan
Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi impact angin yang menerpa
tumpukan batubara. Dengan melandaikan bagian permukaan yang
menghadap ke arah angin, berarti juga mengurangi penetrasi angin atau
oksigen masuk ke dalam tumpukan. Karena dengan sudut aerodinamis
angin yang menerpa pada tumpukan batubara seolah-olah dibelokkan ke
atas sehingga tidak terjadi turbulensi angin disekitar tumpukan batubara.
Hal ini akan mengurangi tingkat oksidasi yang terjadi terhadap batubara.

Tabel 2.1 Angle of Repose (0) Berbagai Kualitas Dan Kondisi Batubara
(Hartman Et All, 1992)

Angle of Repose
Material
(0)
Coal, antrachite 27
Coal, antrachite, sized 27
Coal, bituminous 45-55
Coal, bituminous, mined, sized 35
Coal, lignite 38
e. Ketinggian Stacker
Ketinggian stacker penuangan dari ujung stacker harus diperkecil,
terutama untuk batubara yang mudah pecah dan cenderung menimbulkan
swabakar. Terbentuknya batubara sangat halus (fines) harus dihindari
karena besarnya luas permukaan akan menyebabkan kecenderungan untuk
terjadinya Self Heating.
f. Cara-cara lainnya
Selain kegiatan diatas, pencegahan terhadap terjadinya swabakar dapat
dilakukan dengan melindungi Stockpile dari tiupan angin, penyemprotan
dengan air terhadap batubara yang panas, dan menggunakan antioksidan
serta melapisi permukaan timbunan batubara agar tidak terjadi penetrasi
udara kedalam timbunan batubara. Bentuk bangun atau dimensi Stockpile
yang umum dijumpai antara lain berupa kerucut, limas, kerucut dan limas
terpancung (Okten et all, 1990). Penentuan volume dimensi Stockpile
dilakukan melalui perhitungan menggunakan rumus bangun ruang sesuai
bentuk Stockpile. Volume Stockpile berbentuk kerucut dan limas
terpancung dihitung dengan rumusan berikut (Carpenter, 1999):

1. Volume Kerucut Terpancung

1
V= π x t (R2 + r2 + R x r) ........................................ (2.1)
3

Dimana :
V = Volume Kerucut Terpancung (m3)
t = Tinggi Kerucut Terpancung (m)
r = Jari-jari Lingkaran Atas (m)
R = Jari-jari Lingkaran Bawah (m)

2. Volume Limas Terpancung


1
V= x h x ( L B + L A + √ (LB+ LA)..….......................... (2.2)
3

Dimana :

V = Volume Limas Terpancung (m3)


h = Tinggi Limas Terpancung (t) (m)
LB = Luas Bidang Bawah (m2)
LA = Luas Bidang Atas (m2)

Batubara dari semua rank dan jenis dapat memanas dengan sendirinya
kemudian dilanjutkan peristiwa terbakarnya batubara apabila tidak dilakukan
pencegahan (Spontaneous Combustion) di dalam Stockpile. Peristiwa ini sering
terjadi terhadap batubara dengan rank rendah yang disebabkan lebih luas
permukaannya, lebih tinggi kandungan airnya (moisture content), dan lebih
banyak kandungan oksigennya.
Peristiwa Self Heating merupakan awal mula terjadinya swabakar batubara
(Spontaneous Combustion) karena adanya absorpsi air pada batubara kering atau
setengah kering, dan terjadinya oksidasi pada permukaan yang telah peka oleh
oksigen dari udara. Pengabsorpsian air dan oksida oleh batubara merupakan
proses eksotermis, dan apabila kecepatan panas yang ditimbulkannya melampaui
kecepatan panas yang hilang (dengan cara penguapan air, ventilasi, dsb) maka
suhu batubara akan naik terus menerus dan akhirnya dapat terjadi pembakaran.
Jika suatu keadaan kesetimbangan dalam semua proses tersebut berkembang
secara alami, sebelum suhu batubara mencapai nilai kritis, umumnya 70-80 °C
untuk batubara rank tinggi sampai medium, tetapi 50-55 °C untuk batubara rank
rendah, maka pembakaran dapat dihindarkan. Penjelasan antara Self Heating dan
Spontaneous Combustion dijelaskan dalam kurva berikut:
Gambar 2.3. Kurva Terjadinya Self Heating dan Spontaneous Combustion
(Muchjidin, 2006)

Kurva (a) menyatakan satu jenis proses Self Heating dimana oksigen yang
diabsorpsi oleh batubara jumlahnya sedikit dan hasilnya suhu naik sedikit demi
sedikit. Kurva (b) juga menunjukkan satu jenis lain dari Self Heating, tetapi
oksigen yang diabsorpsi lebih banyak, sehingga sifat-sifat fisika dan kimia dari
batubara terpengaruh lebih banyak bila dibandingkan kurva (a).
Suhu telah mencapai maksimal dibawah suhu pembakaran batubara, dan
massanya semakin lama semakin dingin secara bertahap. Kurva (c) bahkan hampir
sama dengan (a) dan (b) pada tahap awal penimbunan, tetapi kecepatan
penyerapan oksigen sangat tinggi, sehingga dihasilkan suhu yang tinggi. Kenaikan
suhu diatas 50-80 °C (tergantung rank) umumnya menunjukkan bahwa
pembakaran spontan akan terjadi dan tindakan pencegahan harus segera
dilakukan. Akibar adanya oksidasi, akan berpengaruh pada sifat-sifat batubara,
seperti:
1. Penurunan sifat-sifat ukuran, Volatile Matter, calorific value, crucible
swelling number, gieseler maximum fluidity, persentase karbon (dmmf),
persentase hidrogen (dmmf), dan yield of pyrolysis tar.
2. Kenaikan sifat-sifat hardgrove grindability index, dan presentase oksigen
(dmmf)
Untuk menghindarkan Self Heating dan Spontaneous Combustion serta
mencegah kerusakan sifat-sifat komersial batubara (misalnya sifat-sifat coking
untuk batubara kokas, dan berkurangnya calorific value untuk batubara bahan
bakar) dianjurkan untuk tidak melakukan stock batubara bersamaan berikut ini:
1. Batubara berbagai ukuran yang telah dipisahkan, seperti cobbe, nut, fines.
2. Batubara yang telah mengalami pelapukan (teroksidasi) dan yang segar.
3. Batubara yang mempunyai kecenderungan terhadap terjadinya
pembakaran spontan yang berbeda.
4. Batubara yang basah dan yang kering.
5. Batubara yang kasar (raw coal, ROM) dan batubara yang telah dipreparasi
(cleaned coal, washed coal).
6. Batubara yang mempunyai karakteristik proximate berbeda.

Penjadwalan penambangan dan penanganan batubara besar


kemungkinannya akan mengalami pembakaran spontan yang harus diatur untuk
mengurangi waktu keberadaan (residence time) batubara tersebut di Stockpile.
Pemilihan cara yang digunakan untuk membuat Stockpile akan bergantung pada
tonase batubara yang akan ditumpuk selama periode tertentu, daerah yang
tersedia, topografi, kondisi cuaca, dan lingkungan.

J. METODOLOGI PENELITIAN
Adapun metodologi penelitian yang akan dilakukan ialah:
1. Pengumpulan data, yang mencakup:
a. Data primer, data ini didapatkan dari pengamatan
langsung di lapangan.
b. Data sekunder, data ini didapatkan dari literatur maupun
laporan serta penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.
2. Penyusunan laporan, setelah melakukan pengamatan dilapangan.
Dilakukan bimbingan secara berkala serta penyusunan laporan hasil tugas
akhir secara sistematis dan ilmiah.
K. WAKTU PELAKSANAAN
Sesuai dengan surat permohonan yang diajukan, maka kami bermaksud
untuk melaksanakan Tugas Akhir pada tanggal Juli 2020 – Agustus 2020 yang
memakan waktu lebih kurang lebih empat minggu.
Adapun perincian kegiatan yang akan dilaksanakan adalah sebagai berikut:
Minggu ke-
No Kegiatan
1 2 3 4
1 Orientasi Lapangan
2 Pengamatan dan Observasi
3 Pengumpulan Data
4 Penyusunan Laporan

L. PENUTUP
Demikian proposal permohonan Tugas Akhir yang direncanakan akan
dilakukan di PT.xxx . Besar harapan agar kami dapat melakukan penelitian
Tugas Akhir dan mendapat sambutan yang baik dari pihak perusahaan. Melihat
keterbatasan dan kekurangan yang dimiliki, maka kami sangat mengharapkan
bantuan dan dukungan baik moril maupun materil dari pihak perusahaan untuk
kelancaran Tugas Akhir ini.
Bantuan yang sangat kami harapkan dalam pelaksanaan Tugas Akhir ini
adalah:
1. Adanya bimbingan selama Tugas Akhir.
2. Kemudahan dalam mengadakan penelitian (akomodasi) ataupun
pengambilan data-data yang diperlukan selama melaksanakan Tugas
Akhir.
Semoga hubungan baik antara pihak industri pertambangan dengan pihak
institusi pendidikan pertambangan di Indonesia tetap berlangsung secara
harmonis demi kemajuan dunia pendidikan dan perkembangan industri
pertambangan Indonesia. Atas perhatian dan bantuan yang diberikan, kami
ucapkan terima kasih.

M.1DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2018. Arsip Kementerian Energi dan Sumberdaya Energi.

Berkowitz, N. 1985. The Chemistry of Coal. Elsevier: Coal Science and


Technology.

Cassidy, S. M. 1973. Elemnts of Practical Coal Mining. New York: The American
Institute of Mining, Metallurgical, and Petroleum Engineers, Inc.

Coaltech. 2011. Prevention and control of Spontanious Combustion. Best Practice


Guidlines for Surface Coal Mines in South Africa. South Afrika: Coaltech
Reasearch Asosiation.

Ejlali, A. 2009. Numerical Analysis of fluid flow and Heat Transfer Through A
Reactive coal Stockpile. Sevent Internasional conference on CFD in the
Minerals and Process Industries, CSIRO. Melbourne, Australia: 9-11
Desember 2009.

Ghavilun, R. 2015. Analisis Pengaruh Pola Penimbunan Batubara Terhadap


Potensi Terjadinya Swabakar Di Temporary Stockpile Pit 1a Banko Barat
Pt. Bukit Asam (Persero), Tbk Tanjung Enim Sumatera Selatan. Skripsi
Teknik Pertambangan Universitas Sriwijaya. Inderalaya.
Komariah, W. E. 2012. Peningkatan Kualitas Batubara Indonesia Peringkat
Rendah Melalui Penghilang Moisture dengan Pemanasan Gelombang
Mikro. Tesis Teknik Kimia Universitas Indonesia. Jakarta.

Muchjidin. 2006. Pengendalian Mutu Dalam Industri Batubara. Bandung: Institut


Teknologi Bandung.

Munir, M. 2008. Pemanfaatan Abu Batubara (Fly Ash) untuk Hollow Block yang
Bermutu dan Aman bagi Lingkungan. Tesis Ilmu Lingkungan Universitas
Diponegoro. Semarang.
Saputra, I. F. A. 2016. Analisa Hubungan Ash, Volatile Matter Dan Fixed Carbon
Terhadap Gross Calori Value Pada Timbunan Batubara Di Pt. Bukit Asam
(Persero) Tbk Unit Dermaga Kertapati. Skripsi Teknik Pertambangan
Universitas Sriwijaya. Inderalaya.

Sari, Oktarina. 2017. Analisis Penentuan Nilai Kalori Batubara Market Brand 55
Menggunakan Model Matematika Analisis Regresi Linier Berganda Di
Tambang Air Laya Pt. Bukit Asam (Persero) Tbk Tanjung Enim, Sumatera
Selatan. Skripsi Teknik Pertambangan Universitas Sriwijaya. Inderalaya.

Sukandarrumidi. 1995. Batubara dan Pemanfaatannya Cetakan Ke-2.


Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Sulistiyana dan Saputra. 2007. Perencanaan Tambang. Yogyakarta: Awan Putih


Offset.

Triono, dan Ambak, Y. S. 2015. Kajian Teknis Pencegahan Swabakar Batubara di


PT. Bukit Baiduri Energy Kabupaten Kutai Kartanegara Provinsi
Kalimantan Timur. Jurnal Teknik Pertambangan, 2:10.
Widodo, G. 2009. Upaya Menghindari Kebakaran Tumpukan Batubara. Bandung:
Berita PPTM.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Yang membuat daftar riwayat hidup ini:


1. Nama Lengkap : Herru Dwi Prayitno
2. Tempat / Tempat Lahir : Palembang / 18 Maret 2000
3. Jenis Kelamin : Laki-Laki
4. Kawin / Belum Kawin : Belum Kawin
5. Agama : Islam
6. Pekerjaan : Pelajar / Mahasiswa
7. Alamat Rumah : Jalan Urip Sumoharjo No. 1729,
Palembang, Sumatera Selatan
8. No. HP / Email : 082371171154 /
herru_dwi100@yahoo.com
9. Nama Orang Tua : Martoyo SF
10. Pendidikan
a. SD Muhammadiyah 9 Palembang 2006 - 2012
b. SMPN 8 Palembang 2012 - 2015
c. SMAN 5 Palembang 2015 - 2018
d. Universitas Sriwijaya 2018 - Sekarang
Demikian daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sesungguh-sungguhnya dan
menurut keadaan yang sebenarnya.
Indralaya, Juni 2020
Hormat Saya,

Herru Dwi Prayitno


NIM. 03021181823008

Anda mungkin juga menyukai