Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

“PIROLISIS”

Dosen :

RR. Yunita Bayu Ningsih, ST.,MT .


Dibuat sebagai Tugas Mata Kuliah Konversi dan Pemanfaatan Batubara
Jurusan Teknik PertambanganFakultas Teknik
Universitas Sriwijaya

Oleh:
Awang Septian 03021281419099
Bara Yuslihan 03021281419092
Heldian Warsito 03021281419101
Hesti Khairunisa 03021281419169
Ripin Panggabean 03021281419103
Yulian Fauzi Aldi 03021281419171

UNIVERSITAS SRIWIJAYA
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia mempunyai cadangan batubara cukup besar kurang lebih 32 milyar


ton. Sebanyak 71% terdapat di pulau Sumatra dan 27% di Kalimantan sisanya di
pulau Jawa, sulawesi dan Irian Jaya 5). Batubara tersebut sebagian besar
digunakan masyarakat sebagai bahan bakar secara langsung dalam bentuk briket
yaitu bahan bakar padat dengan bentuk dan ukuran tertentu yang terdiri dari
partikel-partikel batubara halus dan bahan pengikat disamping sebagai
pembangkit tenaga listrik. Pembakaran langsung batubara tersebut banyak efek
negatifnya, karena kurang aman bagi lingkungan, oleh karena itu perlu
dikembangkan usaha-usaha melalui penelitian untuk meningkatkan nilai guna dan
nilai ekonomis yang tinggi dengan jalan mengolah batubara menjadi bahan yang
mudah dalam pengangkutan, mudah dalam penggunaannya dan aman bagi
lingkungannya.

Salah satu cara untuk mendapatkan batubara yang diinginkan adalah dengan
pirolisis yaitu thermal cracking tanpa adanya oksigen. Pirolisis batubara
merupakan salah satu proses penting pada teknologi konversi batubara. Pirolisis
batubara pada dasarnya adalah proses pemanasan batubara dengan suhu
meningkat dengan tanpa adanya atau sedikit udara atau reagen lainnya yang tidak
memungkinkan terjadinya reaksi gasifikasi. Hasil utama dari pirolisis adalah gas,
cairan (tir batubara) dan residu (arang).Tir batubara berwarna hitam
kecoklatcoklatan dan pada suhu kamar kental. Berat molekul rerata tir batubara
antara 200 sampai 1200 terdiri dari hidrokarbon rantai panjang, oleh karena itu
perlu dipecah lagi menjadi rantai yang lebih pendek untuk mendapatkan senyawa
karbon fasa cair dengan fraksi yang lebih ringan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu pirolisis itu?
2. Bagaimana kelebihan dan kekurangan pirolisis?
3. Apa saja reaktor yang digunakan dalam pirolisis?
4. Bagaimana proses pirolisis itu?

1.3 Tujuan

1. Mempelajari apa itu pirolisis


2. Mempelajari kelebihan dan kekurangan pirolisis
3. Mempelajari macam macam reaktor yang digunakan dalam pirolisis
4. Mempelajari proses pirolisis
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Pirolisis

Pirolisis batubara merupakan salah satu proses penting pada teknologi


konversi batubara. Pirolisis batubara pada dasarnya adalah proses pemanasan
batubara dengan suhu meningkat dengan tanpa adanya atau sedikit udara atau
reagen lainnya yang tidak memungkinkan terjadinya reaksi gasifikasi. Selama
proses pirolisis terjadi, batubara akan terdekomposisi dan menghasilkan
condensable gases yang disebut dengan tar, non-condensable gases yang disebut
dengan gas dan padatan mikrokristalin yang disebut dengan char. Produk hasil
pirolisis batubara tidak hanya menghasilkan energi yang bersih tetapi juga dapat
digunakan sebagai bahan baku untuk industri kimia. Produk pirolisis batubara
yang berpotensi besar sebagai bahan baku industri kimia adalah char dan tar. Char
adalah produk hasil pirolisis batubara yang berbentuk padat. Batubara bituminus
merupakan jenis batubara dengan kualitas baik yang tergolong ke dalam jenis
coking coal/metallurgical coal yang apabila dipirolisis akan menghasilkan char
yang memiliki struktur kohern yang sering disebut dengan kokas metalurgi.
Kokas metalurgi digunakan sebagai bahan bakar dan agen pereduksi dalam
produksi baja, besi, fosfor, kalsium karbida, elektroda karbon dan beberapa
industri lainnya. Selanjutnya apabila kokas ini digasifikasi, akan menghasilkan
syngas yang merupakan bahan baku industri petrokimia. Tar adalah produk hasil
pirolisis batubara yang berbentuk cair. Tar dapat digunakan sebagai bahan baku
industri kimia seperti karet sintesis, polimer, obat-obatan, pelarut, grafit dan
coating. Tar hasil pirolisis batubara juga merupakan sumber senyawa benzen dan
turunannya yang sangat penting seperti naftalen yang merupakan bahan dasar
industri polimer seperti plastik. Sejumlah proses baru terus dikembangkan untuk
menghasilkan tidak hanya hasil char dan tar yang optimum, tetapi juga gas yang
dihasilkan. Kokas metalurgi pada dasarnya adalah char hasil pirolisis batubara
jenis bituminus pada suhu rendah (773-973 K) dan waktu tinggal fase uap lama.
Proses pembuatan kokas dengan metode pirolisis seperti ini disebut dengan
karbonisasi. Pirolisis batubara bituminus akan menghasilkan hasil char dan tar
yang tinggi dengan hasil gas yang rendah. Meskipun demikian, telah dilakukan
beberapa modifikasi pada proses karbonisasi dengan tujuan tertentu. Penambahan
katalisator Ca(OH)2 pada pirolisis batubara bituminus Australian Newlands untuk
menghasilkan char yang selanjutnya akan dijadikan bahan baku pada proses
gasifikasi. Penambahan katalisator pada proses pirolisis akan meningkatkan
reaktivitas char yang akan sangat berpengaruh pada efisiensi gasifier. Pada
Gasifier jenis fluidized-bed, reaktivitas char yang tinggi berarti konversi karbon
sebelum meninggalkan bed tinggi, sirkulasi yang diperlukan untuk mencapai
konversi tinggi menjadi lebih sedikit, dan konversi tinggi berarti volume gasifier
yang diperlukan lebih kecil. Penambahan katalisator Ca(OH)2 pada proses
pirolisis juga diharapkan akan menurunkan kandungan sulfur pada produk hasil
pirolisis. Proses pirolisis juga dapat dilakukan dengan penambahan gas, baik gas
inert atau gas pereaksi dengan tujuan tertentu. Penambahan gas inert seperti N2
pada proses pirolisis akan meningkatkan porositas pada char sehingga char yang
dihasilkan lebih reaktif. Pirolisis dengan penambahan gas pereaksi seperti H2
akan meningkatkan kemungkinan terjadinya reaksi sekunder pada char dan
menghasilkan gas dengan komposisi utama metana dan etana.

Model DAEM dan FG adalah model umum yang digunakan dalam


mempelajari kinetika reaksi pirolisis batubara.Distributed Activation Energy
Model, (DAEM) merupakan energi aktivasi terdistribusi antara E sampai E+dE
yang didekati dengan pendekatan distribusi Gauss. Model FG didasarkan pada
asumsi bahwa gas fraksi ringan yang terbentuk selama proses pirolisis, dihasilkan
dari dekomposisi beberapa gugus fungsional dengan reaksi paralel orde satu.
Dalam pirolisis juga dikenal model Three Lumps, menyatakan bahwa suatu bahan
padat akan terurai menjadi 3 produk yaitu padat, cair dan gas berdasarkan reaksi
paralel orde satu. Aplikasi dari model-model tersebut memungkinkan untuk
mendapatkan nilai parameter-parameter kinetika pirolisis.

Teori kimia pirolisis batubara menunjukkan langkah langkah dekomposisi


sebagai berikut :
1. Bila suhu dinaikkan, ikatan karbon karbon alifatik putus lebih dahulu.
Reaksi ini berlangsung pada suhu dibawah 200C.
2. Berikutnya, hubungan karbon-hidrogen putus pada suhu kurang lebih
600C.
3. Eliminasi kompleks lingkar-hetero dan romantisasi secara berangsur
merupakan reaksi penting yang berlangsung selama dekomposisi dan
proses karbonisasi.
4. Bobot molekul produk antara berkurang secara teratur bersamaan dengan
naiknya suhu. Air, karbonmonoksida, hidrogen, metana, dan hidrokarbon
lainya terbentuk.
5. Dekomposisi berlangsung maksimum pada suhu antara 600 dan 800 C.
Semua reaki diatas bervariasi bergantung pada laju pemanasan dan suhu
yang dicapai.

2.2 Kelebihan dan Kekurangan Proses Pirolisis / Pirolisa

a. Kelebihan Proses Pirolisa/Pirolisis

1. Tekanan bisa rendah atau keadaan atmosfir biasa


2. Tidak memerlukan tambahan hydrogen atau bahan kimia terhadap kecuali
pada hidrokarbonisasi
3. Waktu reaksi bisa sangat meningkat
4. Peralatannya sederhana dan murah

b. Kerugian Proses Pirolisa / Pirolisis Dalam Menghasilkan Bahan Bakar Cair :

1. Hanya 1/3 jumlah batubara umpan berubah menjadi liquid


2. Kebanyakan liquid yang dihasilkan adalah heavy oil dan secara komersial
untuk pengembangan lebih lanjut tidak ekonois dalam memisahkan char
dan abu
3. Char yang dihasilkan sulit mendapatkan pemasarannya dan sukar
ditransporkan dan akan lebih menguntungkan bial unit gasifikasi
merupakan integrated unit dengan likuifaksi
4. Liquid yang dihasilkan memerlukan pengolahan

2.3 Pola Kontak Batubara – Oksidan

Menurut pola kontak antara batubara dengan oksidan sebagai media gasifikasi,
terdapat 5 macam gasifier batubara yang banyak digunakan, antara lain:

1. Fixed–bed (Unggun Tetap) Gambar 1 menunjukkan di mana serbuk batubara


berukuran 3~30 mm diumpankan dari atas gasifier yang beroperasi pada
tekanan 10~100 bar dan suhu 800~1000oC menyerupai tanur tiup (blast
furnace), sehingga batubara akan mengalir ke bawah secara perlahan melalui
zona–zona pengeringan, penguapan zat terbang (devolatilisasi, karbonisasi),
gasifikasi dan pembakaran dengan waktu tinggal selama 30~60 menit
(Hebden, D., H.J.F. Stroud, 1981). Sementara O2+steam ditiupkan dari
bawah sehingga akan bereaksi menjadi gas sintetis (CO, H2) melalui reaksi
oksidasi parsial (partial oxidation), gasifikasi uap (steam gasification) dan
pergeseran air ke gas (water–gas shift).

Distribusi ukuran batubara harus terkontrol untuk menjaga permeabilitas


unggun yang stabil, jika serbuk batubara berlebihan akan menghalangi aliran
media gasifikasi, sehingga perlu diinjeksikan O2 melalui tuyeres atau dibriket
untuk mempertahankan kestabilan operasi. Fixed–bed gasifier dapat
menggasifikasi batubara peringkat rendah dengan kadar air tinggi sekalipun,
karena batubara awalnya diperlakukan dengan pengeringan oleh produk gas.
Selain itu, dapat mengakomodasi jenis karakteristik abu apapun dari titik
leleh abu rendah hingga tinggi, jika abu tidak memadu bisa diambil oleh
suatu kisi mekanis, jika berupa terak basah diambil melalui lubang
pengeluaran. Suhu operasi gasifikasi dipertahankan berada dibawah titik leleh
abu batubara agar operasiunggun fluida stabil, karena jika suhu lebih tinggi
partikel serbuk menjadi lengket sehingga akan terjadi peningkatan endapan
berlebih di unggun fluidisasi. Karakteristik lelehan abu mempengaruhi
permeabilitas unggun sehingga kapur perlu ditambahkan untuk memodifikasi
karakteristik aliran terak.Gas sintetis meninggalkan gasifier dengan nilai
kalori 150 Btu/scf mengandung tar dan minyak (Simbeck, D.R., Dickenson,
R.I., Moll, A.J., 1982). Tar didinginkan dan didaur–ulang agar tidak
menyulitkan pemurnian gas. Fixed–bed gasifier langkah tunggal (single–
stage) dapat memproses batubara dengan FSI>6 dengan menggunakan
pengaduk, sehingga tidak ada masalah mengenai sifat pengkokasan
(Nowacki, P., 1981). Beberapa modifikasi tipe gasifier ini adalah proses
Lurgi, British Gas dan KILnGas yang dilengkapi dengan alat pemisah debu
kering.

2. Moving–bed (Unggun Bergerak)


Gambar 2 menunjukkan di mana batubara berukuran agak besar (lump–coal)
diumpankan dari bagian atas gasifier yang beroperasi pada suhu relatif rendah
sekitar 6000C, sedangkan O2+steam dihembuskan dari bagian bawah,
sehingga batubara turun secara perlahan dengan waktu tinggal (residence
time) cukup lama sekitar 1 jam. Abu dikeluarkan dari bawah gasifier.

3. Fluidized–bed (Unggun Mengambang)


Gambar 3 menunjukkan di mana suspensi serbuk batubara (1~5 mm)
diumpankan dari samping (side feeding) gasifier yang beroperasi pada
tekanan 10~30 bar dan suhu 800~1100°C, kemudian bergerak secara turbulen
diikuiti oleh kecepatan alir media gasifikasi (uap air, udara, O2) cukup tinggi
yang diumpankan dari bawah dengan gaya dorong dari steam dan O2
setimbang gaya gravitasi, sehingga gejolak suhupada seluruh bagian gasifier
seragam dan pada saat terjadi proses gasifikasi serbuk batubara dalam
keadaan mengambang. Karakteristik batubara harus memiliki temperatur
melunak abu (softening temperature) di atas suhu operasional gasifier, agar
produk abu selama proses dalam bentuk abu kering yang tidak meleleh,
sehingga mudah dipisahkan dan tidak mengganggu kondisi media
pengambang.

Kondisi penggunaan oksidan berfungsi ganda, yaitu sebagai reaktan sekaligus


media pengambang batubara, tentunya salah satu fungsi tidak akan dapat
berfungsi maksimal karena harus melengkapi fungsi lainnya atau bersifat
komplementer, sehingga tingkat konversi karbon kurang maksimal hanya
sekitar 97% tidak setinggi pada moving–bed gasifier maupun entrained–flow
gasifier yang dapat mencapai ≥99% (Higman, Van der Burgt (2003), Imam
Budi Raharjo, 2007). Komposisi gas sintetis sebelum pemurnian adalah H2
(35~46%), CO (30~40%), CO2 (13~25%) dan CH4 (1~2%). Fluidized–bed
gasifier banyak digunakan untuk memproses batubara peringkat rendah
seperti lignit atau peat yang memiliki sifat lebih reaktif dibanding jenis
batubara lain, namun lebih peka terhadap kadar air sehingga umumnya
dibatasi hingga 8%. Tingkat daur–ulang partikel serbuk batubara tinggi,
sehingga konversi karbon mencapai 95~98%.Pengembangan lebih lanjut dari
fluidized–bed gasifier sangat diharapkan untuk dapat mengakomodasi secara
lebih luas penggunaan batubara peringkat rendah, biomasa dan limbah padat
perkotaan (Municipal Solid Waste, MSW).Winkler gasifier merupakan pionir
fluidized–bed gasifier, yaitu HTW (High Temperature Winkler), KBR
(Kellog Brown Root) Transport Gasifier, KRW (Kellog Rust Westinghouse)
dan U–gas.

4. Entrained–flow (Unggun Semburan)

Gambar 4 menunjukkan di mana serbuk batubara berukuran 0,1 mm atau


100µ disemburkan ke dalam gasifier yang beroperasi pada suhu
1200~19000C dan tekanan 20~30 atm (25~40 bar) searah aliran oksidan (O2,
udara, atau steam) dengan waktu tinggal kurang dari 1 detik. Kondisi suhu
operasi entrained–flow gasifier sedemikian tinggi, dimaksudkan (i) untuk
memproduksi gas sintetis kualitas tinggi dengan kadar CH4 relatif sedikit,
dan (ii) agar tidak ada batasan jenis batubara yang akan digunakan karena abu
akan meleleh membentuk gelas (glassy slag) yang bersifat inert, namun
sebaiknya dihindari batubara dengan kadar abu tinggi karena dapat
mengganggu kesetimbangan panas akibat proses pelelehan abu yang
berlebihan.Batubara dengan suhu leleh abu tinggi biasanya dicampur dengan
kapur (limestone) untuk menurunkan suhu leleh agar dapat menekan suhu
operasional gasifier. Batubara sub–bituminus sampai antrasit lebih disukai,
sementara lignit (brown coal) pada prinsipnya dapat digasifikasi, hanya
kurang ekonomis karena memiliki kadar air tinggi yang menyebabkan
konsumsi energi besar.

5. Molten Iron Bath (Kubah Besi Cair)

Proses gasifikasi batubara di dalam suatu kubah besi cair merupakan suatu
pengembangan dasar teknologi pembuatan baja menggunakan dapur oksigen
(Basic Oxygen Furnace, BOF) yang dikembangkan secara terpisah oleh
Sumitomo Metal Industries (SMI) Ltd., Osaka–Jepang dan KHD Humboldt
Wedag AG, Cologne – Jerman Barat, di mana SMI menggunakan sistem
tiupan dari atas (top–blowing) sedangkan KHD menerapkan sistem tiupan
dari bawah (bottom– blowing) (Gambar 5). Sistem tiupan dari atas
dikembangkan oleh SMI sejak tahun 1978, kemudian dilanjutkan dengan
mendirikan pilot– plant kapasitas 60 ton/hari batubara di pabrik baja Kashima
dengan dukungan Pemerintah Jepang.Prinsip sistem tiupan dari bawah
(bottom– blowing) adalah batubara, O2, gas pendingin dan flux ditiupkan
secara kontinyu melalui tuyere pada dasar kubah besi cair. Sementara sistem
peniupan dari atas, serbuk batubara 0,074 mm ditiupkan menggunakan O2
pada permukaan kubah besi cair 1400~1600oC dengan kecepatan tinggi
melalui main–lance (pipa peniup rancangan khusus tekanan 1~3 bar) bersama
gas CO2 sebagai gas pembawa, sehingga secara seketika diuraikan menjadi
karbon yang terlarut dalam besi cair dan hidrogen terlepas sebagai gas H2.

Berikut perbedaan dari pola kontak batubara – oksidan :


BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Proses Pirolisis

Pirolisis adalah proses dekomposisi kimia dengan menggunakan


pemanasan tanpa adanya oksigen. Proses ini atau disebut juga proses karbonasi
atau yaitu proses untuk memperoleh karbon atau arang, disebut juga High
Temperature Carbonization pada suhu 4500C-5000C. Dalam proses pirolisis
dihasilkan gas-gas, seperti CO, CO2, CH4, H2, dan hidrokarbon ringan. Jenis gas
yang dihasilkan bermacam-macam tergantung dari bahan baku. Salah satu
contoh pada pirolisis dengan bahan baku batubara menghasilkan gas seperti
CO, CO2, NOx, dan SOx yang dalam jumlah besar, gas-gas tersebut dapat
mencemari lingkungan dan membahayakan kesehatan manusia baik secara
langsung maupun tidak langsung.

Gambar 6.Proses Pirolisis


Paris, dkk (2005) mengatakan bahwa pirolisis merupakan proses
pengarangan dengan cara pembakaran tidak sempurna bahan-bahan yang
mengandung karbon pada suhu tinggi. Kebanyakan proses pirolisis menggunakan
reaktor bertutup yang terbuat dari baja, sehingga bahan tidak terjadi kontak
langsung dengan oksigen. Umumnya proses pirolisis berlangsung pada suhu di
atas 300°C dalam waktu 4-7 jam. Namun keadaan ini sangat bergantung pada
bahan baku dan cara pembuatannya (Demirbas, 2005). Pencairan batubara dengan
proses pirolisis baik untuk batubara dengan nilai kalori rendah sampai sedang
karena pada batubara kelas ini akan kita dapatkan gas metana yang lebih banyak
dibandingkan kelas tinggi selain itu arang yang dihasilkan dapat dibentuk
menjadi kokas untuk pembriketan yang berguna untuk kebutuhan rumah
tangga serta industri kecil sampai menengah. Pada proses pirolisis akan
didapatkan residu padat berupa tar yang berkadar karbon tinggi serta minyak
dan gas berkadar hidrogen tinggi yang akan digunakan untuk mengkonversi
menjadi bahan bakar cair (Hidayat, 1995).

Proses pirolisis dapat dibagi menjadi beberapa fase dimana menjadi


pedoman kesuksesan prosesnya.
1) Fase pengeringan.
Pada suhu 200 °C pengeringan fisik disertai produksi uap air, jika yang
dimasukkan bahan biomasa yang basah maka perlu disertakan atau
dimasukkan steam (uap air panas) ke dalam reaktor,
2) Fase pirolisis.
Pirolisis terjadi pada suhu 200 – 500 °C.struktur makromolekul pecah
menjadi gas, komponen organik cair, karbon padat.
3) Fase evolusi gas.
Evolusi gas terjadi pada 500 – 1200 °C, produk hasil pirolisis diturunkan
lebih lanjut, menjadi karbon padat dan produk organik cair menghasilkan
gas yang stabil.Hidrokarbon besar molekul besar dipecah menjadi metana
dan karbon padat.Metana direaksikan dengan uap air dikonversi menjadi
karbon monoksida dan hidrogen.Karbon padat direksikan dengan uap air
atau karbon dioksida dikonversi menjadi karbon monoksida dan hidrogen.
Reaksi kimia peruraian selulosa pada biomasa.
3(C6H10O5) 8H2O + C6H8O + 3CO2 + CH4 + H2 + 8C
Reaksi utama yang terjadi pada fase evolusi gas dijabarkan sebagai
berikut.
CnHm xCH4 + y H2 + zC
CH4 + H2O CO + 3H2
C + H2 O CO + H2
C + CO2 2CO
Tabel 3. Reaksi kimia peruraian selulosa
Reaksi Produk
C6H10O5 + panas CH4 + 2CO + 3H2O + 3C
C6H10O5 6C + 5H2O(g) Karbon
C6H10O5 0.8 C6H8O + 1.8 H2O(g) + 1.2 CO2 Oli residu
C6H10O5 2C2H4 + 2CO2 + H2O(g) Etilen

3.2 Faktor yang Mempengaruhi Proses Pencairan

Beberapa faktor penting yang mempengaruhi hasil konversi produk dan


konsumsi hidrogen pada proses pencairan batubara, antara lain: peringkat
batubara, kondisi operasi serta rasio batubara/pelarut.

a. Pengaruh peringkat batubara

Peringkat asal batubara mempengaruhi konversi produk yang dihasilkan.


Syaker dan Kelvin mempelajari pengaruh karateristik batubara terhadap
minyak yang dihasilkan setelah proses pencairan, mereka menyatakan bahwa
semakin tinggi peringkat batubara, makin sedikit minyak yang dihasilkan

b. Pengaruh rasio batubara/pelarut

Rasio batubara/pelarut (coal-solvent ratio) yang digunakan mempunyai


peranan yang penting dalam menaikan konversi produk yang dihasilkan.
Pelarut yang digunakan biasanya mengandung hidroaromatik, seperti: tetralin,
dekalin, dihidroantresen, dihidrofenantren dan lain lain. Pelarut yang dipilih
biasanya mempunyai temperatur superkritis pirolisis batubara, sebagai contoh:
tetralin mempunyai temperatur kritis 448oC, sehingga proses pencairan
biasanya dilakukan sekitar temperatur 450o C. Jones dan Rotterdorf (1980)
menyatakan bahwa dengan rasio berat batubara / pelarut : ¼ dan 1/3 ternyata
menunjukan hasil konversi produk yang hampir sama. Menurut Ghazali dan
Nasir (1994). Dengan rasio batubara/pelarut: 2/3 dan 1/3 diperlukan konsumsi
hidrogen berturut-turut: 2,4% dan 2,5%, konsumsi hidrogen yang tinggi ini
menunjukkan kemampuan pelarut berfungsi dengan baik.

c. Pengaruh kondisi operasi

Kondisi operasi proses pencairan batubara yang utama disini adalah:


temperatur, tekanan dan waktu

i. Pengaruh temperatur operasi


Temperatur operasi pencairan batubara biasanya terjadi antara
375oC – 450oC. Batubara bituminus bila dipanaskan pada
temperatur 325oC 350oC akan lunak dan bersifat plastis, keadaan
ini disebut “plastic state”, dan pada kondisi ini kecepatan reaksi
berjalan sangat lambat, bahkan belum terjadi reaksi. Laju
pemanasan yang cepat untuk mencapai temperatur operasi
optimum akan melindungi bagian reaktif batubara terhadap
polimerisasi.

ii. Pengaruh waktu operasi


Waktu operasi proses pencairan batubara sekitar 20 menit sampai 2
jam, namun ada peneliti yang menyatakan bahwa terjadi
peningkatan konversi batubara menjadi produk minyak dengan
kenaikan waktu operasi sampai 200 menit. Pemanasan partikel
batubara secara cepat dalam media gas hidrogen dapat
meningkatkan waktu kntak sehingga kurang dari 15 menit (short
contact time liquefaction), dengan konversi produk yang tetap
tinggi.
3.3 Produk Pirolisis
Produk utama dari proses pirolisis adalah arang, gas atau produk minyak
yang dapat digunakan sebagai feedstocks petrokimia, dan bahan karbon untuk
berbagai aplikasi. Minyak dapat dipergunakan sebagai bahan bakar untuk
menghasilkn energi listrik melalui mesin pembakaran dalam atau internal
combustioan engine seperti motor bensin maupun motor diesel. Char atau arang
merupakan sisa pirolis yang dapat dipergunakan sebagai bahan bakar padat. Juga
dapat dipergunakan sebagai bahan bakar pada proses pembakaran langsung
melalui ataupun tanpa melului proses densifikasi. Sedangkan syngas dapat
menghasilkan energi listrik melalui turbin gas.Namun komposisi produk pirolisis
dapat berbeda berdasarkan jenis limbah yang digunakan. Pirolisis dari limbah
domestik (sampah kota) menghasilkan 35% produk arang dan kadar abu hingga
37%. Pirolisis dengan laju pemanasan yang lambat terhadap limbah ban akan
menghasilkan arang hingga 50% dan kadar abu sekitar 10%.

3.4 Bahan Baku Dan Kondisi Proses


Pirolisis menggunakan bahan baku berupa komponen organik yang
didapatkan dari suatu limbah seperti limbah plastik dll, yang akan diubah oleh
panas menjadi produk-produk halus/sempurna bernilai tinggi seperti nafta,
minyak mentah (crude oil) atau synga. Sebagai contoh, pada pembuatan bahan
bakar (fuel) dari limbah plastik mengunakan bahan baku berupa limbah plastik PP
yang diperoleh dari pemulung - pemulung dan katalis zeolit yang diperoleh dari
alam. Pertama limbah plastik dicuci dengan air bersih, untuk menghilangkan
kotoran yang masih menempel. Kemudian dipotong dengan ukuran 3-5 mm.
Proses pirolisis dilakukan menggunakan reaktor semi batch stainless steel
unstirred berkapasitas 3,5 dm3 operasi pada tekanan 1 atmosfer. Pertama
menyiapkan sampel dari limbah plastik PP sebanyak 50 gram.Kemudian
ditambahkan katalis 5 gram atau 10% w/w (berat zeolit alam per berat sampel
limbah plastik).Sampel ditempatkan ke dalam reaktor yang dialiri nitrogen.
Kemudian, sampel dipanaskan sampai suhu 400, 450, atau 500 °C dengan waktu
tinggal di dalam reaktor selama 30 menit. Pengambilan sampel dilakukan setelah
pecobaan selesai dilakukan, kemudian dianalisis pengaruh suhu pirolisis terhadap
yield senyawa hidrokarbon yang dihasilkan.
Pada tahap kondensasi, uap hasil dari rektor pirolisis dialirkan ke
rangkaian kondensor yang dialiri air pendingin, kemudian liquid hasil kondensasi
dikumpulkan dalam erlenmeyer.Sedangkan uap yang tidak terkondensasi
dikumpulkan di dalam penampung gas.Liquid hasil kondensasi dianalisa dengan
Gas chromatography–mass spectrometry (GC-MS). Bahan baku yang digunakan
dianalisa menggunakan Spektrofotometer Fourier Transform Infra Red (FTIR).
BAB IV
KESIMPULAN

Salah satu cara untuk mendapatkan batubara yang diinginkan adalah dengan
pirolisis yaitu thermal cracking tanpa adanya oksigen. Pirolisis batubara
merupakan salah satu proses penting pada teknologi konversi batubara.

Menurut pola kontak antara batubara dengan oksidan sebagai media gasifikasi,
terdapat 5 macam gasifier batubara yang banyak digunakan, antara lain:

1. Fixed–bed (Unggun Tetap)


2. Moving–bed (Unggun Bergerak)
3. Fluidized–bed (Unggun Mengambang)
4. Entrained–flow (Unggun Semburan)
5. Molten Iron Bath (Kubah Besi Cair)

Produk utama dari proses pirolisis adalah arang, gas atau produk minyak yang
dapat digunakan sebagai feedstocks petrokimia, dan bahan karbon untuk berbagai
aplikasi.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2016. Kelebihan dan Kekurangan Proses Pirolisis / Pirolisa.


(online).http://www.ryoalifbuana.bid/2016/06/kelebihan-dan-kekurangan-
proses-pirolisis. html?m=1 (diakses pada tanggal pada 28 April 2017).
Ant, Radiyanto.2016. Proses Pirolisis Batu Bara.(online). https://
readyantpa.blogspot.co.id /2016/08/bahan-kimia-dan-proses-pirolisis-dari
.html ?m=1 ,(diakses pda tanggal 28 April 2017)
Sutrisna, I Putu, Bambang Suwondo Rahardjo. Rancangan Dasar Gasifier
Batubara sirkulasi Unggun Mengambang Untuk Membangkitkan Listrik 1
.(Online).http://www.puslit2.petra.ac.id, (diakses pada tanggal 28 April
2017).

Anda mungkin juga menyukai