Anda di halaman 1dari 23

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pompa Slurry


Slurry merupakan perpaduan antara air dan tanah. Tipe untuk Pompa slurry
yang digunakan pada TB 2.1 Tempilang adalah pompa sentrifugal. Nugraha
(2014), menjelaskan bahwa pompa sentrifugal termasuk salah satu jenis pompa
pemindah non positip yang prinsip kerjanya mengubah energi kinetis (kecepatan)
cairan menjadi energi potensial (dinamis) melalui suatu impeller yang berputar
dalam casing kedalam pompa tekanan dinamis mengangkat fluida dari tempat
yang rendah ketempat yang lebih tinggi.
Crawford (2012) menjelaskan bahwa pompa slurry sentrifugal harus
didesain dengan saluran yang dapat dilalui partikel yang abrasif sehingga pompa
slurry memerlukan impeller yang lebar dan kuat untuk mengakomodir laluan
partikel besar, juga harus dibangun dengan material khusus untuk meminimalisir
kehausan internal yang disebabkan oleh solid. Berikut komponen-komponen
pompa slurry yang dibedakan dengan pompa sentrifugal lainnya:
1. Impeller
Impeller merupakan komponen berputar utama yang secara normal
mempunyai sudu untuk memberikan gaya centrifugal kepada fluida. Impeller
pompa slurry adalah tipe sudu plain atau francis (Gambar 2.1).

Gambar 2.1 Bentuk Sudu Impeller (Warman Slurry pump Handbook, 2009)

6 Universitas Sriwijaya
7

Sudu francis mempunyai garis keliling yang terproyeksi terhadap mata


impeller. Beberapa keuntungan dari tipe sudu francis memiliki efisiensi yang lebih
tinggi, meningkatkan kemampuan hisap dan usia pakai yang lebih baik terhadap
beberapa jenis slurry karena sudut benturan terhadap fluida lebih efektif. Impeller
tipe sudu plain memperlihatkan karakteristik usia pakai yang lebih baik pada
aplikasi slurry yang sangat kasar.

2. Casing
Casing adalah bagian terluar dari rumah pompa yang berfungsi sebagai pelindung
semua elemen yang berputar. Bentuk casing secara umum untuk pompa slurry
adalah semi-volute dengan celah lebar pada bagian cutwater (Gambar 2.2),
sehingga kecepatan aliran (lifting velocity) dengan menggunakan casing pompa
slurry lebih lambat dibandingkan dengan casing pompa air bersih, dengan tujuan
untuk memperkecil kehausan pada casing. Efisiensi pada kebanyakan casing
terbuka lebih rendah dari tipe volute, meskipun demikian casing tipe volute
menawarkan masa pakai dengan tingkat kompromi yang paling baik untuk slurry.

Gambar 2.2 Bentuk Casing Pompa (Warman Slurry pump Handbook, 2009)

2.1.1 Aliran Fluida


Dalam ilmu fisika dinyatakan bahwa energi tidak dapat diciptakan atau
dimusnahkan tetapi dapat diubah dari suatu bentuk ke bentuk lainnya. Energi
cairan yang mengalir dinyatakan dengan persamaan keseluruhan yaitu hukum
kekekalan energi yang ditulis sebagai berikut (Olson M Riben, 1993):

P1 V 12 P2 V 22
  Z1    Z 2 .…………………………............ (2.1)
 2g  2g

Universitas Sriwijaya
8

Berdasarkan persamaan diatas, maka untuk sistem pemompaan dan perpipaan


rumusnya menjadi :

P1 V 12 P2 V 2 2
  Z1  H L  H P    Z 2……………………. (2.2)
 2g  2g

Dimana :
P
= Head tekanan udara

V2 = Head kecepatan
2g
Z = Head potensial
HL = Head loss
Hp = Head pompa

Dalam perhitungan ini diasumsikan bahwa di permukaan air danau bidang


z1 = 0 dan V1 = V2. Head akibat perbedaan tekanan udara diabaikan karena
perbedaan nilai P2 = P1 terlalu kecil, sehingga ET = 0 atau tidak ada energi yang
terpakai. Dari uraian diatas persamaan Bernoulli dapat diubah menjadi :

Hp = z + HL…………………………………………………………… (2.3)
Dimana :
Hp = head pompa (m)
Z = ketingian diukur dari bidang referensi (m)
vd = kecepatan aliran pada pipa keluar (m/detik)
g = percepatan gravitasi (m/detik2)
HL = kehilangan energi / head loss (m)

2.1.2 Angka Reynold


Siregar (2013), menjelaskan bahwa semakin besar bilangan Reynold maka
semakin kecil koefisien gesek f yang terjadi. Besaran yang bisa menghubungkan
antara kecepatan aliran (𝜵), viskositas fluida (𝛎), dan kondisi penampang diameter
pipa (D) adalah angka Reynold (Re).
Perumusannya adalah sebagai berikut (Siregar et al, 2013):

Universitas Sriwijaya
9

𝛻𝐷
𝑅𝐸 = 𝜈 ……………………………………………………………... (2.4)

Keterangan :
RE = Angka Reynold
𝜵 = Kecepatan laju aliran
𝛎 = Kinematika viskositas slurry

Angka Reynold akan mewakili kondisi aliran, untuk angka Reynold :


1. Re < 2000 Aliran Laminar
2. 2000 < Re < 3500 Aliran Transisi
3. Re>3500 Aliran Turbulen

Pengaruh kekentalan adalah sangat besar sehingga dapat meredam gangguan


yang dapat menyebabkan aliran menjadi turbulen. Dengan berkurangnya
kekentalan dan bertambahnya kecepatan aliran maka daya redam terhadap
gangguan akan berkurang, yang sampai pada suatu batas tertentu akan
menyebabkan terjadinya perubahan aliran dari laminar ke turbulen. Triadmojo
(1996) menjelaskan bahwa pada aliran turbulen gerak partikel-partikel zat cair
tidak teratur. Aliran ini terjadi apabila kecepatan besar dan kekentalan zat cair
kecil.

2.1.3 Kapasitas Pompa Slurry


1. Perhitungan kapasitas slurry berdasarkan hukum darcy
Pada prinsipnya pompa tanah memindahkan material tanah dalam bentuk
slurry yang debit pemompaan nya sangat bergantung pada diameter pipa yang
digunakan dan kecepatan yang direncanakan. Laisamputty (2014), menjelaskan
bahwa kapasitas pompa adalah kemampuan pompa untuk mengalirkan volume
fluida dalam waktu tertentu dengan satuan m3/detik. Oleh karena itu, perhitungan
yang akan menggunakan:
Q = A × V............................................................................................. (2.5)
Keterangan :
Q = Kapasitas pompa (m3/detik)
A = Luas penampang pipa (m2)

Universitas Sriwijaya
10

V = Kecepatan aliran / lifting velocity (m/detik)

Dengan persamaan diatas untuk mineral timah (berat jenis = 7) pada ukuran
butir 20 mesh, kecepatan aliran (lifting velocity) yang dibutuhkan adalah 2,4
m/detik. Sedangkan melalui hasil percobaan yang pernah dilakukan, untuk dapat
mengangkut mineral timah dengan ukuran 20 – 150 mesh adalah pada kecepaan
2,96 – 3,62 m/detik.
2. Berdasarkan konsentrasi slurry dan berat jenis solid material
Perhitungan slurry yang akan digunakan adalah berdasarkan konsentrasi
slurry dan berat jenis slurry. Prasetyo (2014), menjelaskan semakin besar
presentase volume solid maka semakin besar pula nilai berat jenis (spesific
gravity/SG) untuk material (S.G.m), berat konsentrasi (consentration weight/Cw)
dan Volume konsentrasi (concentration volume/Cv) yang akan mempengaruhi
jumlah kapasitas dalam pemindahan tanah dengan menggunakan pompa slurry.
Berikut disampaikan secara singkat prosedur perhitungan SG dan persentase solid:
1. Ambil slurry dengan volume tertentu, misal (A) ml
2. Timbang berat slurry tersebut, misal (B) gram
3. Keringkan dalam oven sampai semua airnya habis
4. Timbang padatan yang tersisa, misal (C) gram

Penjelasan :
a. Perhitungan persen solid
Persen solid = ( Berat Solid / Berat Slurry ) x 100 %
= C / B x 100 %
b. Perhitungan SG Padatan
SG = ( Berat Padatan / Volume Padatan )

2.1.4 Menentukan Batas Kecepatan Aliran (Velocity Limit/VL)

Ville roitto (2014), menjelaskan bahwa dalam menentukan VL yang akurat,


diperlukan untuk melakukan pengujian dengan slurry pada sebuah pipa. Alternatif
yang lebih praktis, jika pengujian tersebut tidak memungkinkan, VL dapat
ditentukan melelalui metode berikut berdasarkan formula Durand:

Universitas Sriwijaya
11

Formula Durand :

𝑠−𝑠1
𝑉𝐿 = 𝐹𝐿 √2𝑔𝐷[ 𝑠1 ].......................................................................... (2.6)

Keterangan:
VL = Batas kecepatan aliran
g = 9,81 m/detik2
D = Diameter pipa
S = SG solid
S1 = SG air

Dimana parameter batas gesekan (friction limit/FL) tergantung pada ukuran


partikel dan konsentrasi solid yang dapat dilihat di parameter grafik Durand
(Gambar 2.3).

Gambar 2.3 Grafik parameter FL menurut Durand (Warman Slurry pump


Handbook, 2009)

Universitas Sriwijaya
12

2.1.5 Julang (Head)


Head dalam teknis pemompaan yaitu energi yang diperlukan untuk
mengalirkan sejumlah air pada kondisi tertentu. Semakin besar debit air yang
dipompa, maka head juga akan semakin besar. Tahara (2004), menjelaskan
bahwa Head total pada pompa merupakan penjumlahan dari head angkat
(statis) dan berapa kerugian dengan kondisi yang direncanakan.

𝐻 = ℎ𝑠 + ∆ℎ𝑝 + ℎ𝑓 + ℎ𝑠𝑣 + ℎ𝑣 ……………………………………... (2.7)

Keterangan:
H = Head total pompa (m)
hs = Head statis merupakan perbedaan tinggi antara tinggi air di sump dengan
titik buangan (m)
∆hp = Perbedaan head tekan yang bekerja pada permukaan air (m)
Hf = Kerugian pada jalur pipa yang sangat panjang (m)
hsv = Kerugian akibat fiting-fiting (belokan) pada pipa (m)
hv = Head kecepatan pada ujung pipa keluar (m)

2.1.6 Panjang, Jenis, dan Diameter Pipa


Persyaratan utama yang lain untuk evaluasi sistem pemompaan slurry
adalah menentukan panjang pipa yang akan digunakan dan jenis pipa pada
aplikasi. Tahara (2004), menjelaskan hal ini terjadi karena sistem perpipaan tidak
terlepas dari adanya gaya gesekan, belokan, pencabangan, bentuk katup, serta
perlengkapan pipa lainnya dan juga dapat menyebabkan hilangnya energi sehinga
turunnya tekanan di dalam pipa (Tabel 2.1). Oleh sebab itulah mengapa panjang
aktual pipa, dan detail semua belokan atau variasi pipa yang lain harus ditetapkan
seakurat mungkin.
Tabel 2.1 Koefisien kekasaran pipa (Ram S. Gupta, 1989)

Hazen – Williams Material Koefisien Hazen-Williams ( C )


ABS - Styrene Butadiene Acrylonite 130
Aluminium 130 -150
Asbes Semen 140
Lapisan Aspal 130 – 140

Universitas Sriwijaya
13

Kuningan 130 – 140


Brick selokan 90 – 100
Cast Iron baru tak bergaris (CIP) 130
Cast iron 10 tahun 107 – 113
Cast iron 20 tahun 89 – 100
Cast iron 30 tahun 75 – 90
Cast iron 40 tahun 64 – 43
Cast Iron aspal dilapisi 100
Cast Iron semen 140
Cast Iron aspal berjajar 140
Cast Iron laut berlapis 120
Beton berjajar, bentuk kayu 120
Beton tua 100 – 110
Tembaga 130 – 140
Corrugated Metal 60
Ulet Pipa Besi (DIP) 140
Plastik 130-150
Pipa halus 140

Pemilihan diameter pipa yang optimal juga merupakan bagian yang penting
dalam sistem pemompaan slurry. Penggunaan pipa yang terlalu kecil dapat
menghasilkan debit yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan membutuhkan power
pompa yang tinggi.

Untuk menentukan head total pompa terlebih dahulu harus ditentukan


kerugian yang terjadi pada instalasi pompa yang digunakan.
1. Head statis (hs)
Tahara (2004) menjelaskan bahwa Head statis adalah selisih elevasi muka
air di sisi keluar dan di sisi hisap yang dibutuhkan untuk mengalirkan fluida.
Aktual tinggi vertikal (Head statis) dimana slurry harus dipompakan juga harus
ditentukan secara akurat dalam pemilihan sebuah pompa.

hs = elevasi sisi keluar - elevasi sisi hisap…………………………... (2.8)

2. Perbedaan tekanan atmosfir pada permukaan air (∆hp)

∆hp = hpa – hpb……………...…………………………………….… (2.9)

Universitas Sriwijaya
14

hpa = 10,33 (1-0,0065 x ha/288)5,256

hpb = 10,33 (1-0,0065 x hb/288)5,256

3. Head Loss Gesekan Untuk Pipa


Pemisahan Estimasi Head Hisap dan Head Keluar
a. Gesekan pipa (head friction)
Head loss gesekan pipa diperhitungkan untuk panjang pipa ekivalen L (m),
yang merupakan penjumlahan panjang pipa total La(m) dan jumlah panjang
semua katup (valve), belokan, dan penyambung (fitting) ekivalen Lf(m)
(Gambar 2.4) berpengaruh kepada head loss gesekan pada pipa.

Gambar 2.4 Panjang Ekivalen Fitting dan Valve (Warman Slurry pump
Handbook, 2009)

Secara umum L = La + Lf.


Secara spesifik:
1) Untuk sisi hisap (suction):
𝑣2
𝐻𝑓 = 0,5 × ……………………………………..………………. (2.10)
2×𝑔

Keterangan:
g = percepatan gravitasi (9,8 m/detik2)
v = kecepatan aliran rata-rata di dalam pipa (m/detik)

Universitas Sriwijaya
15

2) Untuk sisi keluar (discharge):


𝑣2
𝐻𝑓 = ............................................................................................ (2.11)
2×𝑔

Keterangan:
g = percepatan gravitasi (9,8 m/detik2)
v = kecepatan aliran rata-rata di dalam pipa (m/detik)

Nilai Hfs dan Hfd harus diestimasikan secara terpisah, dengan estimasi terpisah
Hs, nilai yang didapat siap digunakan pada perhitungan NPSHa.

b. Head loss inlet (Hi): Head Loss Velocity Keluar (Hve)


Pemisahan selalu dibuat dalam formula standar untuk:
i) Hi, Head Loss Inlet (Sisi hisap saja), dan
ii) Hve, Head Loss Velocity Keluar (Sisi keluar saja).
Rumus ini umumnya digunakan untuk menghitung Head Gesekan pada
pipa, dapat menggunakan persamaan Hazen-Williams (Tahara 2004):

1,85
10,666 𝑄
𝐻𝑓 = × 𝐿 ………………………………………………. (2.12)
𝐶1,85 𝐷4,85
Keterangan:
Hf = Julang kerugian (m)
Q = laju aliran (m3/s)
D = diameter pompa (m)
L = panjang pipa (m)
C = koefesien

c. Tambahan akibat dampak pada Hfs atau Hfd


Nilai yang dihitung untuk Hfs dan Hfd harus benar untuk memenuhi head
loss gesekan permanen jika terdapat hambatan segaris, seperti pemasangan alat
pengukur aliran atau plat orifice seperempat lingkaran. (Bruce et all, 2005)
mengemukakan hal ini disebabkan oleh gesekan antara fluida dengan dinding
pipa atau perubahan kecepatan yang dialami oleh aliran fluida. Metode yang

Universitas Sriwijaya
16

direkomendasikan untuk estimasi Hf pada air bersih adalah dengan


menggunakan formula Darcy sebagai berikut:

𝐿 𝑣2
𝐻𝑓 = 𝑓 × × ……………...………………………………….. (2.13)
𝐷 2𝑔

Dimana :
Hf = Kerugian Gesek (m)
L = Total panjang pipa (m)
D = Diameter dalam pipa (m)
f = Factor gesekan Darcy
V = Kecepatan/Velocity (m/detik)
g = Percepatan Gravitasi (9.81 m/detik²)

Untuk mengevaluasi gesekan Darcy, digunakan grafik faktor gesekan pipa (f)
seperti (Gambar 2.5).

Gambar 2.5 Grafik Gesekan Pipa (Warman Slurry pump Handbook, 2009)

Universitas Sriwijaya
17

CATATAN : Untuk ketepatan, nilai yang dimasukkan dalam grafik di atas


adalah diameter dalam pipa (d) dalam satuan mm. Aplikasi dari formula Darcy,
dan kombinasi dengan grafik gesekan pipa, adalah metode yang
direkomendasikan untuk memperkirakan Hf untuk air. Informasi ini juga dapat
digunakan untuk membuat kurva sistem tahanan.

4. Kerugian head pada belokan (hsv)


Menurut Tahara (2004) rumus head belokan sebagai berikut :

𝑉2
𝐻𝑠𝑣 = 𝑓 (2 𝑔) ………………...……………………………………… (2.14)

atau
𝐷 3,5 𝜃 0,5
𝑓 = [0,31 + 1,847 (2𝑅) ] × (90) ……………………...………. (2.15)

Keterangan :
D = Diameter dalam Pipa (m)
R = Jari jari lengkung sumbu belokan (m) = Sudut belokan (derajat)
V = Kecepatan rata-rata aliran dalam pipa (m/detik)

5. Kerugian head kecepatan ujung keluar (hv)


Berikut rumus head untuk kecepata ujung keluar Tahara (2004):

𝑉𝑑 2
ℎ𝑣 =. ……………………………………………………………. (2.16)
2×𝑔

Keterangan:
g = percepatan gravitasi (9,8 m/detik2)
Vd = Kecepatan aliran dalam pipa (m/detik)

2.1.7 Performansi efisiensi Pompa


Penjelasan performa dari pompa sentrifugal merupakan kebutuhan untuk
mengetahui bagaimana performa individu pompa. Efisiensi pompa merupakan
perbandingan daya yang diberikan pompa kepada fluida dengan daya yang
diberikan motor listrik kepada pompa (Nasirwan, 2008).

Universitas Sriwijaya
18

𝑁
Ƞ = 𝑁 𝑃 × 100%................................................................................... (2.17)
𝑀

Keterangan:
Ƞ = Efisiensi Perfomansi Pompa
NP = Daya pompa
NM = Daya Mesin

Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi kerja pompa sebagai berikut :


1) Besarnya head (julang)
Dalam menentukan besarnya head pompa yang diperlukan, perlu diketahui
berapa besar head pada pipa. Besarnya head total (head manometris) terdiri
dari Head geometris, Head kecepatan, Head loss, dan Friction Head.
2) Putaran impeller
Putaran impeller dapat mempengaruhi putaran pompa. Dengan bertambahnya
putaran, maka kemampuan isap pompa akan bertambah pula.
3) Berat jenis fluida
Pada pompa berat jenis slurry akan mempengaruhi jumlah slurry yang dapat
dihisap. Dengan bertambah besarnya berat jenis slurry, maka slurry yang dapat
dihisap oleh pompa akan sedikit atau berkurang. Hubungan daya pompa
dengan berat jenis fluida sebagai berikut (Nasirwan, 2008) :

𝑃 = (𝑄 × 𝐻𝑚 × 𝑆𝑚)/(1,02 × 𝑒𝑚)…………………………………. (2.18)


Dimana :
P = Daya pompa (Kw)
sm = Berat jenis slurry
em = efisiensi pompa
Q = Laju aliran volume (m3/detik)
Hm = Total head slurry (m)

Selain itu, kapasitas pompa juga dipengaruhi oleh kecepatan dan luas
penampang dengan rumus :
Q = A x V…………………………………………………………….. (2.19)
Dimana :

Universitas Sriwijaya
19

Q = Laju aliran volume (m3/detik)


A = Luas Permukaan
V = Kecepatan Aliran

2.1.8 Konsentrasi Solid dan Rasio Julang (Head Ratio)


Efek perubahan performa pompa disebabkan adanya solid pada slurry, jika
dibandingkan dengan performa pompa pada pemompaan air bersih, kejadian
mendasarnya sebagai berikut :
1) Gesekan antara fluida dan partikel solid selama akselerasi dan deselerasi pada
slurry ketika masuk dan keluar impeller.
2) Peningkatan kerugian gesekan pada pompa. Kerugian meningkat karena
kerapatan massa pada slurry.
Head Ratio (HR) adalah perbandingan total head pompa pada air dengan
pemompaan campuran slurry, dan pompa bekerja dengan kecepatan yang sama.
Crawford (2012), menjelaskan bahwa Head Ratio adalah head yang dibuat
dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi performa pompa slurry yang diukur
berdasarkan head air.
Head Ratio (HR) dinyatakan sebagai perbandingan ratio:

𝐻𝑤
𝐻𝑅 = ............................................................................................. (2.20)
𝐻𝑚
Keterangan:
Hw = Head air
Hm = Head slurry

Peningkatan konsentrasi solid juga menurunkan efisiensi pompa. Pada


konsentrasi tinggi, reduksi efisiensi ini dapat dipertimbangkan dengan
menghitung efisiensi rasio dari pompa slurry tersebut. Crawford (2012),
menjelaskan bahwa rasio efisiensi (efficiency ratio) adalah perbandingan antara

Universitas Sriwijaya
20

efisiensi rasio pompa air dengan efisiensi pompa slurry yang perhitungannya
berdasarkan perhitungan untuk fluida air.
Efficiency Ratio (ER) dinyatakan sebagai perbandingan :

𝑒𝑤
......................................................................................................... (2.21)
𝑒𝑚
Keterangan:
ew = Efisiensi pompa air
em = Efisiensi pompa slurry

(Gambar 2.6) telah dikembangkan, dari pengujian dan hasil di lapangan,


untuk menyediakan perkiraan yang beralasan dari HR dan ER pada banyak kasus
praktek. Menggunakan grafik dibawah, kecepatan dibutuhkan pompa sentrifugal
ketika memompa suatu campuran slurry, akan menjadi lebih tinggi daripada
indikasi kurva performa pada pemompaan air bersih.
Hal yang sama dengan kebutuhan tenaga pada pompa sentrifugal ketika
memompa campuran slurry akan menjadi lebih tinggi daripada nilai yang
diperoleh dengan perkalian sederhana nilai tenaga pada air bersih dengan berat
jenis (specific gravity) dari campuran slurry (Sm / Slurry mixture).

Universitas Sriwijaya
21

Gambar 2.6 Grafik Head Ratio (HR) (Warman Slurry Pump Handbook, 2009)

2.1.9 Proses Pemisahan Jig


Gaudin (1977), menjelaskan bahwa jigging merupakan suatu proses
pemisahan bijih dalam suatu media cair dengan memanfaatkan prinsip perbedaan
berat jenis dari mineral-mineral yang akan dipisahkan dengan membentuk
stratifikasi dalam beberapa lapisan berdasarkan berat jenis mineral dan kemudian
mineral yang memiliki berat jenis besar akan dilanjutkan dengan pengeluaran
melalui spigot.
Dalam menentukan metode pemisahan yang akan digunakan, terlebih
dahulu harus diperhatikan sifat-sifat fisik, mekanis dan kimia yang dimiliki oleh
suatu mineral yang terkandung didalam bijih. Gaudin (1977), menjelaskan untuk
mempermudah proses pemisahan yang akan dilakukan, maka diperlukan
pengetahuan mengenai karakteristik dari masing-masing mineral, sehingga pada
akhirnya akan dapat ditentukan suatu metode pemisahan mineral yang dapat
memberikan hasil yang optimal.

Universitas Sriwijaya
22

Pemisahan disini yaitu memisahkan mineral Cassiterit (SnO2) dengan


mineral berharga lainnya seperti Ilmenite, Xenotine, Monazite, Zirkon dengan
mineral pengotornya antara lain Kuarsa, Turmaline, Topas, dan Siderite.

2.2 Peralatan Mekanis dan Alat Pencucian


Alat-alat mekanis dan alat pencucian yang akan digunakan dalam operasi
penambangan timah pada TB 2.1 Tempilang adalah :
1. Excavator Backhoe
2. Bulldozer
3. Dump Truck
4. Monitor
5. Pompa
6. Jig
Berikut penjelasan untuk alat mekanis yang dimulai dari penggalian tanah
mengandung timah adalah sebagai berikut :
1. Excavator Backhoe
(Ilahi, 2014) menjelaskan bahwa excavator backhoe adalah alat penggali
yang cocok untuk menggali parit atau saluran-saluran, dan backhoe juga
digunakan sebagai alat gali muat. Untuk menentukan produksi alat perlu diketahui
faktor-faktor antara lain :
a. Dimensi Bucket dan Bucket Factor
Merupakan faktor yang membandingkan antara volume sebenarnya dari suatu
bucket saat mengambil material dengan volume bucket sebenarnya.
b. Efisiensi
Efisiensi merupakan tingkat kegunaan suatu alat untuk menghasilkan
produktivitas yang tinggi. Berikut tingkat efisiensi alat yang dapat dijabarkan
seperti pada (Tabel 2.2) :

Tabel 2.2 Efisiensi Pengelolaan (Prodjosumarto, 1993)

Kondisi Efisiensi pengelolaan (manajemen)


Kerja Bagus sekali Bagus Sedang Buruk

Universitas Sriwijaya
23

Bagus sekali 0,84 0,81 0,76 0,70


Bagus 0,78 0,75 0,71 0,65
Sedang 0,72 0,69 0,65 0,60
Buruk 0,63 0,61 0,57 0,52

c. Waktu edar
Waktu edar merupakan waktu yang diperlukan alat mekanis untuk
menyelesaikan satu siklus kerja. Waktu edar terdiri dari : waktu gali, waktu
putar, waktu buang, dan waktu putar kembali.
d. Swell Faktor
Tenriajeng (2003) menjelaska bahwa faktor pengembangan (swell factor)
adalah persentase dari pemberaian volume material terhadap volume asli yang
dapat mengakibatkan bertambahnya jumlah material yang harus dipindahkan,
untuk lempung biasanya mempunyai swell factor 85 % (Tabel 2.3).
Menurut Tenriajeng (2003), untuk menghitung Swell Factor dapat digunakan
rumus seperti di bawah ini :

Vinsitu
Swell Factor = x 100 % …………………………… (2.22)
Vloose

Tabel 2.3 Swell Faktor dari beberapa Material (Prodjosumarto, 1993)

Macam Material Swell Faktor


Tanah liat 0,85
Tanah biasa 0,85
Tanah bercampur pasir dan kerilik 0,90
Kaksa 0,84
Lumpur 0,83
Humus 0,74

Universitas Sriwijaya
24

2. Bulldozer
(Tenriadjeng, 2003) menjelaskan bahwa Bulldozer merupakan salah satu alat berat
yang memiliki roda rantai dan bisa dipekerjakan berbagai bidang pertambangan
dan memiliki kemampuan traksi yang tinggi. alat gusur berupa alat yang
dilengkapi dengan kemampuan dorong/gusur akibat adanya gaya dorong yang
diberikan (dozing) dan gaya tarikan akibat adanya gaya tarik.
3. Dump Truck
Menurut (Tenriadjeng, 2003) dump truck merupakan suatu alat yang digunakan
untuk memindahkan material dengan jarak menengah, yaitu 500 meter atau lebih.
Di dalam penggunaannya syarat yang penting, agar dump truck dapat bekerja
secara efektif adalah jalan kerja yang keras dan rata, tetapi ada kalanya dump
truck didesain agar mempunyai “cross country ability” yaitu suatu kemampuan
berjalan di luar jalan biasa.
4. Monitor
Shah (2012), menjelaskan bahwa Abrasive jet water machining atau monitor
adalah proses permesinan yang non konvensional dimana material dihapus oleh
erosi akibat tekanan tinggi dan kecepatan air yang tinggi sehingga menyebabkan
abrasive pada tanah yang di semprotkan. Banyaknya tekanan air yang dihasilkan
oleh monitor dipengaruhi oleh diameter nozzle, daya motor penggerak, panjang
diameter pipa serta perbedaan tinggi monitor terhadap permukaan air. Tekanan
yang keluar dari monitor harus disesuaikan dengan tekanan yang diperlukan
untuk memecahkan lapisan tanah.
Dalam operasinya, monitor selalu bersama-sama kerjanya dengan pompa
tanah, sehingga kemampuan semprot monitor harus sesuai dengan kemampuan
pompa slurry. Kemampuan semprot monitor ini dipengaruhi oleh :
a. Sifat dan macam lapisan
Lapisan tanah mempunyai berat jenis dan ukuran butir yang berbeda-beda.
Berdasarkan data yang diperoleh, diketahui bahwa berat jenis tanah yang
mengandung bijih timah primer di Pulau Bangka antara 1,90-2,00 (Tabel 2.4)
dan berikut beberapa parameter ukuran butir terhadap ukuran screen yang ada
pada jig dari material yang ada (Tabel 2.5).

Universitas Sriwijaya
25

Tabel 2.4 Berat Jenis Dari Berbagai Lapisan Tanah (Prodjosumarto, 1993)

Macam Lapisan Tanah Berat Jenis


Tanah humus bercampur lempung 1,40 – 1,50
Pasir halus 1,80 – 1,85
Pasir kasar 1,85 – 1,90
Tanah liat 1,80 – 1,85
Tanah yang mengandung bijih timah 1,90 – 2,00
Pasir timah - 6,90

Tabel 2.5 Ukuran Butir Dari Berbagai Jenis Material (Prodjosumarto, 1993)

Jenis Material Ukuran Butir (mm)


Lempung ≤ 0,005
Lanau 0,005 – 0,050
Pasir sangat halus sekali 0,050 – 0,150
Pasir sangat halus 0,150 – 0,250
Pasir halus 0,250 – 0,500
Pasir agak kasar 0,500 – 1,000
Pasir kasar 1,000 – 2,000

b. Berat jenis air


Berat jenis air harus diperhatikan karena berat jenis yang lebih besar dari 1,0
akan mengakibatkan besarnya kehilangan tekanan pada sistem (pipa). Berat
jenis air yang lebih besar dari satu disebabkan karena adanya material berat
yang terdapat dalam air.

c. Teknik penyemprotan
Secara umum teknik penyemprotan dapat dibagi atas tiga cara sebagai berikut :
1) Slicing
Slicing adalah sistem penggalian dengan menghancurkan langsung lapisan
tanah menjadi bagian-bagian yang kecil. Cara penghancuran ini dilakukan
dengan menggerakkan monitor secara horizontal ke kiri dan ke kanan pada
seluruh permukaan lapisan.
2) Under cutting

Universitas Sriwijaya
26

Under cutting adalah cara penyemprotan dari bagian bawah sehingga bagian
atas akan runtuh dengan sendirinya.

3) Side cutting
Side cutting adalah suatu cara penyemprotan dari arah samping.
Untuk penggalian tanah dengan menggunakan monitor, ada beberapa
faktor yang harus diperhatikan yaitu :
1) Tekanan semprot
Untuk meruntuhkan lapisan tanah, diperlukan tekanan air yang keluar dari
mulut monitor yang disebut nozzle, dan setiap lapisan tanah juga memiliki
standar tekanan semprot (Tabel 2.6). Tekanan air semprot ini dipengaruhi
oleh :
 Daya dan putaran pompa mempengaruhi besar tekanan penyemprotan.
Apabila kehilangan tekanan bertambah besar, maka tekanan semprot
akan berkurang sebanding dengan kehilangan tekanan tersebut dan
begitupun sebaliknya.
 Diameter nozzle, juga mempengaruhi tekanan penyemprotan dengan
bertambah besarnya diameter nozzle, maka tekanan semprot yang
dihasilkan akan berkurang.

Tabel 2.6 Tekanan Semprot Berbagai Jenis Tanah (POP PT. Timah Persero Tbk,
2013)

Jenis Tanah Tekanan Semprot (Kg/m2)


Humus, gambut, lapisan bertimah 25
Tanah liat 50 – 100
Pasir kasar 35
Kerikil yang diseman limonit 50 – 80
Tanah liat berpasir 50 – 100

2) Jarak semprot
Jarak semprot yaitu jarak pancaran dari ujung nozzle ke titik
penyemprotan. Dengan jarak yang berbeda akan menghasilkan volume hasil
galian yang berbeda pula. Oleh karena itu jarak semprot harus
diperhitungkan untuk memperoleh hasil galian yang besar. Pada saat

Universitas Sriwijaya
27

penyemprotan harus diusahakan agar jarak semprot cukup dekat, tetapi


masih dalam batas keselamatan kerja peralatan maupun operator monitor
dan bahaya longsoran tanah yang digali seperti pada (Tabel 2.7).

Tabel 2.7 Jarak Semprot Minimum Berbagai Lapisan Tanah (POP PT. Timah
Persero Tbk, 2013)

Jenis Lapisan Tanah Jarak Semprot Minimum


Lempung liat 0,4 – 0,6 x tinggi lapisan tanah
Lempung berpasir 0,6 – 0,8 x tinggi lapisan tanah
Lempung lemah 1,0 x tinggi lapisan tanah
Pasir dan tanah lepas 1,2 x tinggi lapisan tanah

5. Pompa
Pompa merupakan alat yang digunakan untuk menghisap air dan tanah yang
berupa slurry dari lubang hisap ke instalasi pencucian. Jumlah slurry yang dapat
dipindahkan pompa tanah tergantung kecepatan aliran dan diameter pompa.
Skema dari pompa hasenda yang dipakai pada TB 2.1 tempilang dapat terlihat
pada (Gambar 2.7).

Gambar 2.7 Skema Pompa (POP PT. Timah Persero Tbk, 2013)

Universitas Sriwijaya
28

6. Jigging
Gaudin (1977), menjelaskan bahwa jigging merupakan salah satu proses
pemisahan atau pengolahan mineral berdasarkan perbedaan berat jenis dari
masing-masing mineral. Pemisahan ini terjadi akibat adanya gaya tekan (pulsion)
dan gaya isap (suction) pada suatu media cair yang dilengkapi dengan suatu
saringan dan media penghambat semi stasionary (bed) berupa mineral atau batuan
hematite (Gambar 2.8).

Gambar 2.8 Pan American Jig (POP PT. Timah Persero Tbk, 2013)

Universitas Sriwijaya

Anda mungkin juga menyukai