Anda di halaman 1dari 24

MANAGEMENT PENIMBUNAN BATUBARA DARI ROM

MENUJU STOCKPILE DI PT BARA KUMALA


DESA KUTAI LAMA, KECAMATAN ANGGANA, KABUPATEN
KUTAI KARTANEGARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

PROPOSAL KERJA PRAKTIK

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mata Kuliah Kerja Praktik (TTA-300)
pada Semester VI Program Studi Teknik Pertambangan Fakultas Teknik
Universitas Islam Bandung Tahun Akademik 2018/2019

Diajukan Oleh :
1. Muhamad Rijaludin (10070116089)
2. Pandu Putra Nusantara (10070116041)

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
1440 H / 2019 M
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahiim,
Assalamualaikum Wr. Wb
Puji dan Syukur pemohon panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan kekuatan dan kesempatan kepada pemohon sehingga pemohon dapat
menyelesaikan proposal kerja praktek ini dengan baik. Proposal kerja praktek ini
dibuat sebagai syarat untuk mendapatkan kesempatan melakukan tugas akhir di
salah satu site pada tambang PT. Bara Kumala.
Dalam proposal tugas akhir ini, pemohon mengajukan tema “MANAGEMENT
PENIMBUNAN BATUBARA DARI ROM MENUJU STOCKPILE DI PT BARA
KUMALA DESA KUTAI LAMA, KECAMATAN ANGGANA, KABUPATEN KUTAI
KARTANEGARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR”.
Pemohon menyadari bahwa proposal kerja praktek ini banyak kekurangannya,
baik itu tema maupun isinya. Pemohon bersedia dan siap apabila diberikan tema yang
lain. Tak lupa pemohon menyampaikan banyak terima kasih pada semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan proposal ini sehingga dapat terselesaikan
dengan baik.
Wassalamualaikum Wr. Wbr

Bandung, Agustus 2019

Pemohon
I. JUDUL
Judul yang direncanakan adalah : “Management Penimbunan Batubara Dari
Rom Menuju Stockpile Di Pt Bara Kumala Desa Kutai Lama, Kecamatan Anggana,
Kabupaten Kutai Kartanegara Provinsi Kalimantan Timur”. Bila ditemui permasalahan
lain di lapangan, maka rencana judul ini akan disesuaikan dengan permasalahan
tersebut.

II. LATAR BELAKANG


Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan
sumberdaya alam yang cukup besar. Berdasarkan data outlok energi 2014 yang
dikeluarkan oleh Dewan Energi Nasional (DEN), Indonesia memiliki sumberdaya
batubara sebesar 119,82 miliar ton dan cadangan batubara sebesar 28,97 miliar ton
dengan rincian sumberdaya terukur sebesar 39,45 miliar ton, tertunjuk sebesar 29,44
miliar ton, tereka sebesar 32,08 miliar ton dan hipotetik sebesar 19,56 miliar ton.
Cadangan ini tersebar di beberapa wilayah seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi
dan Jawa. Dalam kebutuhan domestik, porsi signifikan dari batubara thermal yang
diekspor terdiri dari jenis kualitas menengah (5.100 hingga 6.100 cal/gram) dan
kualitas rendah (<5.100 cal/gram) yang sebagian besar permintaanya berasal dari
China, Jepang, Korea Selatan dan India.
Berkaitan dengan cadangan batubara secara global, indonesia saat ini
menempati peringkat ke-9 dengan sekitar 2,2 persen dari total cadangan batubara
global (BP Statistical Review of World Energy). Sekitar 60% dari cadangan batubara
total indonesia terdiri dari batubara dengan kualitas rendah dan memiliki kandungan
<6.100 cal/gram. Berdasarkan kebutuhan dan permintaan pasar, perbedaan kualitas
batubara yang diinginkan dapat menjadi suatu kendala, dimana tidak semua lapisan
batubara yang berada pada pit memiliki karakteristik yang sama sehingga perlu
dilakukan pemisahan dengan cara membedakan tempat timbunan berdasarkan
karakteristik dari batubara tersebut agar tidak terjadi delusion.
PT. Bara Kumala merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dibidang
batubara yang memiliki areal penimbunan batubara atau stockpile seluas 7 hektar
Maka dari itu perlu dilakukannya kajian teknis untuk memperbaiki sistem penimbunan
batubara yang dilakukan dari ROM hingga stockpile agar kualitas dari batubara tetap
baik dan mengurangi resiko terjadinya swabakar. Sehingga proses blending.dapat
lebih optimal sehingga dihasilkan kualitas dan kuantitas batubara yang diharapkan
oleh buyer.

III. PERUMUSAN MASALAH


Masalah penelitian yang akan dibahas pada penelitian ini adalah :
1. Bagaimana karakteristik batubara pada pit penambangan
2. Bagaimana kegiatan hauling batubara yang dilakukan
3. Bagaimana pola dan sistem penimbunan yang diterapkan
4. Bagaimana kegiatan pengaturan penimbunan dan pembongkaran batubara
pada stockpile

IV. MAKSUD DAN TUJUAN


4.1 Maksud
Maksud kerja praktik ini dilakukan untuk mengamati serta mengetahui kegiatan
manajemen tempat penimbunan di PT Bara Kumala.

4.2 Tujuan
Tujuan dari dilaksanakannya kerja praktik ini untuk melakukan penelitian
antara lain :
1. Mengetahui karakteristik batubara di daerah pit
2. Mengetahui kegiatan hauling batubara.
3. Mengetahui dimensi dari stockpile batubara
4. Mengetahui pola dan sistem penimbunan batubara yang diterapkan
5. Mengetahui kegiatan pengaturan penimbunan dan pembongkaran pada
stockpile.
6. Melakukan kajian teknis terhadap sistem penimbunan batubara, sehingga
dapat menetukan pola dan sistem penimbunan batubara yang lebih optimal.

V. RUANG LINGKUP
Berdasarkan maksud dan tujuan yang dikemukakan diatas, maka lingkup
masalah dibatasi terhadap Management Stockpile yang lebih memfokuskan terhadap
sistem penimbunan batubara dari ROM sampai tempat penimbunan batubara.
VI. METODA PENELITIAN
1 Studi Literatur
Yaitu dengan mempelajari teori-teori yang berhubungan dengan masalah
yang akan dibahas melalui buku-buku literatur, mempelajari penelitian yang
pernah dilakukan sebelumnya maupun dari laporan perusahaan tersebut.
2 Orientasi Lapangan
Kegiatan orientasi lapangan adalah dengan melakukan pengamatan secara
langsung terhadap masalah yang akan dibahas yaitu pada kondisi daerah
penambangan batubara, sistem penambangan yang digunakan serta kondisi
stockpile saat ini.
3 Pengambilan Data
Pengambilan data dilaksanakan setelah dilakukanya studi literatur dan
orientasi lapangan selesai dilaksanakan. Adapun pengambilan data yang
dilakukan berupa pengambilan data primer dan data sekunder.
a. Data Primer
Meliputi penelitian secara langsung yang didalamnya mencakup:
1. Letak aktual timbunan batubara berdasarkan kualitas batubara
2. mengukur jarak dari ROM hingga tempat penimbuan
3. pengukuran serta pengambilan data seperti kualitas batubara, kondisi
timbunan batubara, data produksi batubara yang masuk dan keluar
4. Mengukur dimensi dari stockpile
5. Alat berat penunjang di ROM stockpile
6. serta berdiskusi dengan cara wawancara dengan pengawas, operator
dan pembimbing saat di lapangan.
b. Data Sekunder
Meliputi suatu kegiatan dalam mencari referensi dari berbagai sumber
Seperti :
1. Jenis kualitas batubara
2. Peta layout stockpile
3. Luas stockpile
4. Peta layout jalan kegiatan hauling batubara
5. Kemiringan lantai penimbunan
6. Tinggi dan sudut kemiringan maksimum timbunan batubara
7. Kapasitas maksimum ROM stockpile
8. Rencana penerimaan dan pengeluaran batubara dari stockpile
4 Pengolahan Data
Pengolahan data dapat dilakukan dengan beberapa perhitungan ataupun
penggambaran yang dapat direalisasikan dalam bentuk perhitungan, grafik,
tabel yang menuju perumusan penyelesaian masalah.
5 Evaluasi dan Analisa Hasil Pengolahan Data
Evaluasi dan Analisa pengolahan data dilakukan tehadap hasil penolahan
data dan memberikan alternatif penyelesaian untuk pembahasan masalah.
6 Kesimpulan dan Rekomendasi
Kesimpulan akan diperoleh setelah dilakukan koreksi antara hasil pengolahan
data yang ada terhadap permasalahan yang diteliti. Dengan adanya
kesimpulan dapat menunjukan telah diperolehnya hasil akhir sebagai
pemecahan masalah yang diteliti serta dapat memberikan rekomendasi
optimal yang dapat digunakan oleh perusahaan.
Gambar 1.1
Metodologi Penelitian
VII. LANDASAN TEORI
7.1 Karakteristik Batubara
Karakteristik batubara dapat dinyatakan berdasarkan sifat fisika dan sifat
kimia yang dimilikinya. Karakteristik batubara yang menunjukkan sifat fisikanya,
antara lain diwakili oleh nilai kerapatan/densitas, kekerasan, ketergerusan
(grindability), kalor jenis (specific heat), fluiditas, caking property, dan sebagainya. Di
lain pihak, sifat kimia batubara ditunjukkan dengan hasil analisis proksimat, analisis
ultimat, nilai kalori, komposisi abu, dan sebagainya.
7.1.1 Sifat-Sifat Fisik & Kimia Batubara
A. Sifat Fisik Batubara
Sifat fisik batubara tergantung kepada unsur kimia yang membentuk batubara
tersebut, semua fisik yang dikemukakan dibawah ini mempunyai hubungan erat satu
sama lain.
a) Berat jenis
Berat jenis (specific gravity) batubara berkisar dari 1,25g/cm3 sampai 1,70
g/cm3, pertambahannya sesuai dengan peningkatan derajat batubaranya.
Tetapi berat jenis batubara turun sedikit dari lignit (1,5g/cm3) sampai batubara
bituminous (1,25g/cm3), kemudian naik lagi menjadi 1,5g/cm3 untuk antrasit
sampai grafit (2,2g/cm3). Berat jenis batubara juga sangat bergantung pada
jumlah dan jenis mineral yang dikandung abu dan juga kekompakan
porositasnya. Kandungan karbon juga akan mempengaruhi kualitas batubara
dalam penggunaan. Batubara jenis yang rendah menyebabkan sifat
pembakaran yang baik.
b) Kekerasan
Kekerasan batubara berkaitan dengan struktur batubara yang ada. Keras atau
lemahnya batubara juga terkandung pada komposisi dan jenis batubaranya.
Uji kekerasan batubara dapat dilakukan dengan mesin Hardgrove Grindibility
Index (HGI). Nilai HGI menunjukan niali kekersan batubara. Nilai HGI
berbanding terbalik dengan kekerasan batubara. Semakin tinggi nilai HGI ,
maka batubara tersebut semakin lunak. Dan sebaliknya, jika nilai HGI
batubara tersebut semakin rendah maka batubara tersebut semakin keras.
c) Warna
Warna batubara bervariasi mulai dari berwarna coklat pada lignit sampai
warna hitam legam pada antrasit. Warna variasi litotipe (batubara yang kaya
akan vitrain) umumnya berwarna cerah.
d) Goresan
Goresan batubara warnanya berkisar antara terang sampai coklat tua. Pada
lignit, mempunyai goresan hitam keabu-abuan, batubara berbitumin
mempunyai warna goresan hitam, batubara cannel mempunyai warna
goresan dari coklat sampai hitam legam.
e) Pecahan
Pecahan dari batubara memperlihatkan bentuk dari potongan batubara dalam
sifat memecahnya. Ini dapat pula memeperlihatkan sifat dan mutu dari suatu
batubara. Antrasit dan batubara cannel mempunyai pecahan konkoidal.
Batubara dengan zat terbang tinggi, cenderung memecah dalam bentuk
persegi, balok atau kubus.
7.1.2 Sifat Kimia Batubara
Sifat kimia dari batubara sangat berhubungan langsung dengan senyawa
penyusun dari batubara tersebut, baik senyawa organik ataupun senyawa anorganik.
Sifat kimia dari batubara dapat digambarkan dari unsur yang terkandung di dalam
batubara,antara lain sebagai berikut :
a) Karbon
Jumlah karbon yang terdapat dalam batubara bertambah sesuai dengan
peningkatan derajat batubaranya. Kenaikan derajatnya dari 60% sampai
100%. Persentase akan lebih kecil daripada lignit dan menjadi besar pada
antrasit dan hamper 100% dalam grafit. Unsur karbon dalam batubara sangat
penting peranannya sebagai penyebab panas. Karbon dalam batubara tidak
berada dalam unsurnya tetapi dalam bentuk senyawa. Hal ini ditunjukkan
dengan jumlah karbon yang besar yang dipisahkan dalam bentuk zat terbang
b) Hidrogen
Hidrogen yang terdapat dalam batubara berangsur-angsur habis akibat
evolusi metan. Kandungan hidrogen dalam liginit berkisar antara 5%, 6% dan
4.5% dalam batubara berbitumin serta sekitar 3% smpai 3,5% dalam antrasit.
c) Oksigen
Oksigen yang terdapat dalam batubara merupakan oksigen yang tidak reaktif.
Sebagaimana dengan hidrogen kandungan oksigen akan berkurang selam
evolusi atau pembentukan air dan karbondioksida. Kandungan oksigen dalam
lignit sekitar 20% atau lebih, dalam batubara berbitumin sekitar 4% sampai
10% dan sekitar 1,5% sampai 2% dalam batubara antrasit
d) Nitrogen
Nitrogen yang terdapat dalam batubara berupa senyawa organik yang
terbentuk sepenuhnya dari protein bahan tanaman asalnya jumlahnya sekitar
0,55% sampai 3%. Batubara berbitumin biasanya mengandung lebih banyak
nitrogen daripada lignit dan antrasit.
e) Sulfur
Sulfur dalam batubara biasanya dalam jumlah yang sangat kecil dan
kemungkinan berasal dari pembentuk dan diperkaya oleh bakteri sulfur. Sulfur
dalam batubara biasanya kurang dari 4%, tetapi dalam beberapa hal sulfurnya
bisa mempunyai konsentrasi yang tinggi.
Batubara merupakan bahan galian fosil padat yang terdiri dari komponen
kandungan air total, kandungan abu, zat terbang dan karbon padat, dimana
kandungan di dalam komponen batubara tersebut akan menentukan besarnya nilai
panas yang dihasilkan. Kualitas batubara ditentukan oleh beberapa parameter yang
terkandung dalam batubara, yaitu :
A. Kandungan air total (Total Moisture)
Merupakan banyaknya kandungan air yang terdapat pada batubara sesuai
dengan kondisi di lapangan, terdiri atas :
1) Kandungan air bebas (free moisture), merupakan kandungan air yang
terdapat pada permukaan batubara akibat pengaruh dari luar.
2) Kandungan air bawaan (inherent moisture), merupakan kandungan air yang
ada pada batubara saat pembentukan batubara tersebut.
B. Analisa proximate Analisa ini meliputi :
1) Air bawaan (inherent moisture), merupakan kandungan air yang ada pada
batubara saat pembentukan batubara tersebut.
2) Zat terbang (volatile matter), merupakan zat aktif yang terdapat pada
batubara, terdiri dari gas-gas yang mudah terbakar seperti; methan (CH4),
hidrogen (H2), karbon monoksida (CO), dan zat-zat yang tidak mudah
terbakar seperti: uap air (H2O), karbon dioksida (CO2).
3) Karbon tertambat (fixed carbon), merupakan karbon yang tertinggal setelah
dilakukan pembakaran pada batubara sesudah penguapan volatilematter.
4) Kandungan abu (ash content), merupakan hasil akhir setelah dilakukan
pembakaran terhadap batubara dan diperoleh nilai inherent moisture, volatile
matter dan fixed carbon. Kandungan abu tersebut berasal dari pengotor
bawaan saat terbentuk batubara maupun saat penambangan.
C. Analisa ultimate
Untuk mengetahui kadar unsur-unsur seperti karbon (C), hidrogen (H),
oksigen (O), nitrogen (N), sulfur(S).
D. Analisa abu
Analisa yang bertujuan untuk mengetahui kandungan abu yang terdapat pada
batubara yaitu apabila dilakukan pembakaran tehadap batubara, maka
batubara akan meninggalkan sisa pembakaran berupa abu. Abu batubara ini
terdiri dari senyawa-senyawa seperti : SiO2, Al2O3, TiO2, Fe2O3, Mn3O4,
MgO, CaO, Na2O, K2O, P2O5.
E. Total sulfur
Digunakan untuk mengetahui kandungan belerang total yang terdapat pada
batubara dengan membakar conto batubara pada suhu tinggi (±1350ºC).
F. Indeks ketergerusan (Hardgrove Grindability Index = HGI)
Adalah suatu nilai yang menunjukkan kemudahan batubara untuk digerus.
Makin tinggi harga HGI makin mudah batubara tersebut digerus. Adapun
harga HGI batubara dapat dicari dengan rumus :
HGI = 13,6 + 6,93 W
Dimana harga W adalah berat dalam gram batubara lembut ukuran 200 mesh.
G. Nilai kalor
Adalah besarnya panas yang dihasilkan dari proses pembakaran batubara.
harga nilai kalori yang dilaporkan dalam bentuk :
1) Gross Calorific Value (GCV) adalah nilai kalori kotor sebagai nilai kalor hasil
dari pembakaran batubara dengan semua air dihitung dalam keadaan wujud
gas.
2) NetCalorific Value (NCV) adalah nilai kalori bersih hasil pembakaran batubara
dimana kalori yang dihasilkan merupakan nilai kalor.
Di dalam analisa kualitas batubara di laboratorium menurut ASTM (American
Standart for Testing Material), dilaporkan dengan menyebutkan beberapa dasar
analisa kualitas batubara yaitu :
1) As Receive (AR) adalah batubara hasil dari proses penambangan, sehingga
masih diperhitungkan total moisture dan abu yang ada pada batubara.
2) Air Dried Base (ADB) adalah batubara yang telah mengalami proses
pemasaran lanjutan, sehingga kandungan air bebasnya hilang pada kondisi
temperatur dan kelembaban standar sehingga tidak diperhitungkan lagi. Pada
kondisi ini batubara dikatakan dalam kondisi dasar udara kering yang masih
mengandung abu dan inherent moisture.
3) Dried Base (DB) adalah keadaan batubara kondisi dasar udara kering yang
dipanaskan pada suhu standar, sehingga batubara dalam kondisi dasar kering
dan bebas dari kandungan air total tetapi masih mengandung abu.
4) Dried Ash Free (DAF) adalah batubara bersih dan bebas dari abu maupun
total moisture
5) Dried Mineral Matter Free (DMMF) adalah batubara bersih kering yang telah
bebas dari mineral-mineral pengotor yang berasal dari zat bukan organik pada
batubara saat proses pembentukannya.

7. 2 Pengangkutan batubara (coal Hauling)


Pengangkutan adalah serangkaian pekerjaan yang dilakukan untuk
mengangkut endapan bahan galian dari suatu operasi penambangan. Pengangkutan
ini sangat mempengaruhi kegiatan penambangan, kadang-kadang untung dan rugi
suatu perusahaan pertambangan terletak pada lancar atau tidaknya pengangkutan.
Beberapa alat angkut yang sering digunakan pada tambang terbuka adalah :
a. Dump Truck
Alat angkut ini banyak dipakai untuk mengangkut material-material seperti
tanah, endapan bijih, batuan untuk bangunan dan lainnya pada jarak yang dekat
sampai sedang.Dump truck cukup fleksibel, artinya dapat dipakai untuk mengangkut
bermacam-macam barang dengan muatan, bentuk dan jumlahnya beranekaragam
dan tidak tergantung pada jalur jalan.Alat angkut ini dapat digerakkan dengan
menggunakan motor bensin, diesel, butane dan propane. Jenis alat ini dapat
dibedakan menjadi:
1. Rigid Dump Truck
Dump truck jenis ini memiliki bagian kabin yang bersatu dengan bagian
vesselnya, sehingga pergerakannnya kaku atau tidak fleksibel.
2. Articulated Dump Truck
Tipe kerangka dari alat ini bagian kabin terpisah dari kerangaka bagian
belakang atau vesselnya, sehingga dalam pengoperasiannya menjadi lebih
fleksibel dan mempunyai jari-jari putar yang lebih kecil.Jika dilihat dari
perbandingan antara articulated dan dump truck yang kelasnya sama maka
ukuran vessel lebih kecil dari rigid dump truck.
Adapun waktu edar dump truck merupakan waktu yang dihitung sejak dump
truck tersebut melakukan suatu kegiatan yang serupa dalam satu putaran. Waktu
edar dump truck yang dihitung meliputi:
1. Waktu untuk memuat
2. Waktu saat hauling
3. Waktu untuk manuver dumping
4. Wakttu untuk dumping
5. Waktu kembali kosong
6. Waktu menunggu untuk dimuat
7. Waktu untuk manuver muat

3.3 Management Stockpile Batubara


Management stockpile adalah proses pengaturan atau prosedur yang terdiri
dari pengaturan kualitas dan prosedur penumpukan batubara di stockpile.
Management stockpile merupakan suatu upaya agar batubara yang diproduksi dapat
dikontrol, dari kualitasnya maupun kuantitasnya. Selain itu stockpile management
juga dimaksudkan untuk mengurangi kerugian yang mungkin muncul dari proses
handling atau penanganan batubara di stockpile. Seperti misalnya terjadi penyusutan
kuantitas batubara baik yang diakibatkan oleh erosi pada musim hujan, debu pada
musim kering, atau terbuang yang disebabkan oleh terbakarnya batubara di stockpile.
Stockpile management secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga bagian
pekerjaan yatu :
1. Storage atau Stocking Management.
2. Quality dan Quantity Management.
3. Blending Management.
Ketiga langkah pekerjaan tersebut diatas merupakan satu kesatuan yang
harus dikerjakan secara bersama – sama. Prosedur management stockpile disuatu
tempat dengan tempat lainnya tergantung pada situasi dan kondisi masing – masing
tempat dan keperluan. Misalnya stockpile management yang dilakukan stockpile
supplier batubara diperusahaan tambang batubara lebih ditujukan bagaimana
mensuplai batubara agar kualitas dan kuantitasnya disesuikan dengan permintaan
pasar.
Namun walaupun demikian secara umum tujuan dari target yang ingin dicapai
dari suatu management stockpile baik dipemasok batubara atau di end user pada
prinsipnya sama yaitu melihat dan mengontrol kuantitas dan kualitas batubara di
stockpile.
3.3.1 Storage Management
Pengaturan penyimpanan batubara sangat penting karena hal ini terkait
dengan masalah pemeliharaan kuantitas dan kualitas batubara yang ditumpuk di
stockpile. Management penumpukan dimulai dari pembuatan desain stockpile yang
sesuai yang berorientasi pada pemeliharan kuantitas dan kualitas serta pada
lingkungan. Berorientasi pada pemeliharaan kuantitas karena suatu storage
mangement harus menpertimbangkan faktor kapasitas stockpile yang dapat
semaksimum mungkin pada area yang tersedia tetapi tetap memperhatikan faktor
kualitas dan lingkungan. Sedangkan berorientasi pada pemeliharaan kualitas karena
desain suatu stockpile harus mempertimbangkan kualitas yang efisien sehingga
keperluan untuk pengaturan kualitas seperti blending, penumpukan yang didasarkan
pada kualitas produk dan lain-lain, berorientasi pada lingkungan karena desain
stockpile harus benar-benar memiliki fasilitas pengolahan atau pengelolaan limbah
yang berasal dari stockpile.
Kemungkinan limbah yang dihasilkan dari stockpile diantaranya adalah :
a. Fine coal yang mungkin terbawa oleh air, baik yang berasal dari air hujan atau
dari proses penyemprotan stockpile.
b. Terjadinya leaching terhadap batubara atau material bedding stockpile yang
mungkin melarutkan zat-zat yang dapat menyebabkan penyakit atau
membahayakan kesehatan apabila air tersebut dikonsumsi baik oleh hewan,
tumbuh-tumbuhan maupun manusia.
c. Debu yang berasal dari proses operasional stockpile tersebut, seperti proses
crushing, penyetokan, dan proses pemuatan batubara keatas truck, wagon,
tongkang atau kapal.

3.4 Pola Penimbunan


Sistem penimbunan memiliki dua metode yaitu metode penimbunan terbuka
(open stockpile) dan metode penimbunan tertutup (coverage storage). Penimbunan
yang umum dilakukan di dalam kegiatan pertambangan adalah : dengan metode
penimbunan terbuka (open stockpile). Open stockpile atau stockpile adalah
penumpukan material di atas permukaan tanah secara terbuka dengan ukuran sesuai
tujuan dan proses yang digunakan. Pola penimbunan antara lain sebagai berikut:
1. Cone ply
Merupakan pola dengan bentuk kerucut pada salah satu ujungnya sampai
tercapai ketinggian yang dikehendaki dan dilanjutkan menurut panjang
stockpile. Pola ini menggunakan alat curah, seperti stacker reclaimer.

5 4 3 2 1

1,2,3,4 = Urutan Penimbunan.

Sumber : Sanwani,1998
Gambar 3.1
Pola penimbunan cone ply
2. Chevron
Merupakan pola dengan menempatkan timbunan satu baris material,
sepanjang stockpile dan tumpukan dengan cara bolak balik hingga mencapai
ketinggian yang diinginkan. Pola ini baik untuk alat curah seperti belt conveyor
atau stacker reclaimer.
1,2,3,4 = Urutan Penimbunan.

Sumber : Sanwani,1998
Gambar 3.2
Pola penimbunan chevron
3. Chevcon
Merupakan pola penimbunan dengan kombinasi antara pola penimbunan
chevron dan pola peinmbunan cone ply.
4. Windrow
Merupakan pola dengan tumpukan dalam baris sejajar sepanjang lebar
stockpile dan diteruskan sampai ketinggian yang dikehendaki tercapai.
Umumnya alat yang digunakan adalah backhoe, bulldozer, dan loader.

1
0
8 9
5 6 7
1 2 3 4
1,2,3,4…. = Urutan Penimbunan.

Sumber : Sanwani,1998
Gambar 3.3
Pola penimbunan windrow

3.4.1 Desain Stockpile


Desain suatu stockpile akan ditentukan atau bergantung pada :
a. Kapasitas dan volume batubara yang akan dikelola
b. Jumlah pengelompokan kualitas yang akan dijadikan main produk
c. Blending system yang akan diterapakan
d. Sistem penumpukan/stacking sistem yang digunakan
Namun demikian, prinsip-prinsip pembuatan stockpile yang berorientasi pada
pemeliharaan kuantitas, pemeliharaan kualitas serta berwawasan lingkungan pada
dasarnya sama, baik itu stockpile berkapasitas kecil maupun berkapasitas besar.
Pada desain stockpile ini ada beberapa bagian yang perlu diperhatikan antara lain
adalah sebagai berikut :
1. Desain Permukaan Dasar Stockpile
Permukaan dasar dari suatu stockpile harus dibuat stabil dan dibuat bedding
dengan menggunakan material yang cukup kuat untuk menopang berat tumpukan
batubara. Selain itu permukaan dasar stockpile harus dibuat agak cembung agar
drainage stockpile lancar. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi genangan air yang
terjebak di tengah stockpile pada saat hujan. Pada penumpukan batubara yang
menyerupai kerucut, titik berat akan berada disekitar pusat lingkaran. Hal ini akan
menyebabkan terjadinya penurunan dasar stockpile.
Apabila terjadi penurunan dasar stockpile maka akan menyebabkan air
terjebak dalam cekungan tersebut yang mengakibatkan terjadinya perbedaan
humiditas dalam tumpukan batubara tersebut yang dalam jangka panjang akan
memicu terjadinya self heating atau menjadi akselelator pada saat batubara bagian
atas mengalami kenaikan temperatur. Selain itu cekungan tersebut semakin lama
akan semakin dalam dengan kegiatan operasional di stockpile yang pada akhirnya
akan menimbun sebagian batubara kedalam tanah. Pada saat pengambilan batubara
atau reclaiming, yang dijadikan dasar permukaan adalah level disekitar pinggiran
stockpile yang belum turun. Sehingga pada saat pengambilan batubara dibagian
tengah tumpukan, batubara dalam cekungan yang akan diakibatkan dari batubara
tersebut akan tertinggal dan semakin lama semakin banyak. Dengan membuat dasar
stockpile yang cukup kuat dan relatif cembung, maka diharapkan penurunan pada
dasar permukaan stockpile dapat dihindarkan.
2. Pembuatan Saluran di Sekililing Stockpile
Untuk mengalirkan air yang berada di tumpukan batubara, baik yang berasa
dari air hujan, maupun yang berasal dari penyemprotan air, disekeliling areal
stockpile tersebut harus dibuat paritan atau saluran air yang akhirnya akan dialirkan
settling pond atau kolam pengendapan. Air yang melewati tumpukan batubara akan
melarutkan batubara halus dari tumpukan batubara, sehingga partikel batubara yang
halus akan terbawa oleh aliran air. Oleh karena itu sebelum air tersebut dialirkan ke
sungai, perlu ada pengolahan air stockpile tersebut, atau paling tidak dibuatkan kolam
pengendap. Dengan demikian partikel batubara yang terbawa oleh air dari stockpile
tersebut tidak mencemari lingkungan khususnya tidak mencemari sungai. Selain
kolam pengendap apabila terbukti dari pengukuran bahwa air yang berasal dari
stockpile tersebut bersifat asam, maka perlu juga dilakukan netralisasi. Netralisasi air
asam dari batubara dapat menggunakan kapur. Proses netralisasi dilakukan setelah
air tersebut melewati kolam pengendap, atau dilakukan sebelum air dibunag ke
sungai atau laut.
3. Pembuatan Wind Sield atau Penangkal Angin
Angin yang bertiup ke dan dari stockpile dapat mengakibatkan kerusakan
pada batubara dan berakibat buruk bagi lingkungan. Angin yang bertiup kearah
tumpukan batubara akan mempercepat terjadinya oksidasi batubara, yang akan
berlanjut pada terjadinya self heating atau pemanasan pada tumpukan batubara
tersebut. Apabila hal ini tidak dapat dikendalikan maka akan berakhir dengan
terjadinya pembakaran spontan. Tentunya hal ini akan merugikan, baik akibat
hilangnya kuantitas batubara maupun biaya untuk merelokasi batubara yang
terbakar. Selain itu angin yang bertiup dari arah stockpile ke luar akan mengakibatkan
debu di udara dan dapat berpengaruh pada lingkungan. Masalah debu ini akan
semakin besar pengaruhnya apabila lokasi stockpile berada dekat pemukiman
penduduk. Untuk mencegah hal tersebut diatas dibuat semacam greenbelt di sekitar
stockpile, atau paling tidak di daerah dimana biasanya angin berhembus. Greenbelt
tersebut biasanya dapat dibuat dengan membuat jaring pepohonan di sekitar
stockpile, sehingga pada saat angin berhembus ke arah stockpile dapat dipecah atau
dihalangi dengan oleh pepohonan tersebut.
4. Sistem Penumpukan Batubara
Sistem penumpukan batubara harus diatur sedemikian rupa agar segresi atau
pemisahan stock berdasarkan perbedaan kualitas dapat dilakukan dengan baik, juga
tumpukan tersebut dapat meminimimalkan resiko terjadinya pembakaran spontan di
stockpile. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menumpuk batubara memanjang
searah dengan arah angin agar permukaan tumpukan batubara yang menghadapa
kearah datangnya angin menjadi kecil.
Selain penumpukan dibuat sejajar dengan arah angin, untuk penyimpanan
batubara yang relatif lama, bagian permukaan yang menghadap ke arah angin harus
dipadatkan dan sudut slopnya diperkecil. Pemadatan terhadap seluruh permukaan
dapat dilakukan apabila batubara tersebut akan disimpan dalam jangka waktu yang
lama.Namun demikian hal tersebut dapat dilakukan tergantung pada desain
penumpukan batubara di stockpile tersebut. Untuk penumpukan batubara dengan
sistem stacking biasa, pemdatan permukaan batubara dapat dilakukan dengan
mudah. Tetapi untuk penumpukan yang dilakukan dengan sistem skyline, pemadatan
relatif agak sulit dilakukan.
3.4.2 Penanganan Timbunan Batubara
Untuk mengurangi penyebab terjadinya swabakar pada timbunan batubara
diperlukan teknik penanganan timbunan batubara. Hal-hal yang perlu dilakukan
dalam penanganan timbunan batubara diantaranya yaitu:
1. Pemadatan Timbunan
Pemadatan sangat perlu dilakukan untuk mengurangi rongga-rongga yang
terdapat di dalam timbunan. Untuk itu bentuk timbunan perlu diperhatikan dengan
baik karena tanpa adanya pemadatan dapat mengakibatkan terjadinya swabakar.
Oleh karena itu perlu diperhatikan beberapa hal yaitu:
a Pemadatan pada sisi miring harus dijaga pada saat penimbunan atau
pembongkaran timbunan batubara. Untuk timbunan yang akan disimpan lama
(> 3 bulan) maka harus dilakukan pemadatan dengan baik.
b Setelah batubara ditimbun kemudian batubara disebarkan merata ke seluruh
area penimbunan dengan ketebalan ± 30 cm kemudian dipadatkan. Apabila
dilakukan penimbunan baru dimana pemadatan terbatas hanya pada bagian
active pile.
2. Memonitor Temperatur Timbunan pada Stockpile
Memonitor temperatur batubara di stockpile secara reguler dimaksudkan agar
setiap kenaikan temperatur batubara di stockpile cepat terdeteksi agar dapat
dilakukan tindakan penanggulangan untuk mencegah terjadinya pembakaran
spontan. Apabila hasil pengukuran suhu mencapai titik puncak, maka tumpukan
batubara harus segera dibongkar atau dipadatkan

3.5 Pembongkaran Batubara


Pembongkaran merupakan kegiatan untuk mengambil atau membongkar
batubara yang ditimbun di tempat penimbunan. Pembongkaran timbunan memiliki
beberapa sistem antara lain yaitu:
1. Sistem LIFO (Last In First Out)
Yaitu dimana batubara yang terakhir kali ditimbun paling awal diambil. Pada
sistem ini kegiatan penimbunan dilakukan sesuai dengan jadwal akan tetapi
kegiatan pembongkaran timbunan dilakukan pada batubara yang terakhir
ditimbun, sehingga pola ini memungkinkan batubara tertimbun lebih lama.
2. Sistem FIFO (First In First Out)
Yaitu dimana batubara yang pertama kali ditimbun pertama kali diambil.
Manajemen FIFO di setiap stockpile baik di perusahaan tambang batubara
maupun di end user harus diusahakan terlaksana karena akan mencegah
resiko terjadinya pembakaran spontan di stockpile. Hal ini dikarenakan
semakin lama batubara terekspose di udara semakin besar kemungkinannya
batubara tersebut mengalami oksidasi yang berarti pula semakin besar
kemungkinan terjadinya self heating sampai terjadinya pembakaran spontan.
Biasanya manajemen FIFO ini terkendala dengan masalah kualitas. Ada
kalanya batubara yang sudah ditumpuk pertama kali di stockpile tidak dapat
dimuat atau diambil karena alasan kualitas yang tidak memenuhi. Namun
demikian setiap kesempatan manajemen FIFO ini tetap harus diprioritaskan
dilakukan pada saat tidak ada alasan kualitas karena diantara langkah
pencegahan yang lain, manajemen FIFO adalah yang paling murah.

VIII. LOKASI DAN JADWAL KERJA PRAKTIK


Kerja praktek ini dilaksanakan di PT. Bara Kumala Pemilihan lokasi kegiatan
ini dengan pertimbangan, bahwa untuk mengkaji potensi sumber daya alam yang
dimiliki, sehingga hasil kerja praktek ini akan dapat bermanfaat baik dari segi
keilmuan maupun pengalaman kerja.
Kegiatan kerja praktek ini ini dilakukan pada pertengahan Bulan september
2019 dan berakhir pada akhir Bulan oktober 2019. Tahapan kegiatan Tugas Akhir
dapat dijelaskan dengan matriks sebagai berikut :
Tabel 1.1
Matriks Kegiatan Kerja Praktek
WAKTU KEGIATAN - TAHUN 2019(BULAN/MINGGU)
JENIS KEGIATAN 15 September- 17 oktober 2019
Minggu I Minggu II Minggu III Minggu IV
Orientasi Lapangan
Kegiatan Lapangan
Evaluasi Data
Penyusunan Laporan

Ket : : kegiatan yang tidak dilakukan


: kegiatan yang dilakukan
IX. PESERTA KERJA PRAKTIK
Adapun data peserta kegiatan Tugas Akhir di PT. Bara Kumala adalah sebagai
berikut :
1. Nama : Muhamad Rijaludin
NPM : 1007.01.16.089
Prodi : Teknik Pertambangan
Universitas : Universitas Islam Bandung (UNISBA)
2. Nama : Pandu Putra Nusantara
NPM : 1007.01.16.041
Prodi : Teknik Pertambangan
Universitas : Universitas Islam Bandung (UNISBA)

X. PERMOHONAN FASILITAS
Untuk mendukung terlaksananya dan kelancaran kegiatan Tugas Akhir ini,
maka kami mengharapkan sekiranya dari pihak perusahaan menyediakan fasilitas
berupa :
1. Tempat tinggal (mess) selama kegiatan berlangsung
2. Konsumsi selama kegiatan berlangsung.
3. Penyediaan alat-alat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) selama
kegiatan (bila diperlukan).
4. Penyediaan transportasi selama kegiatan berlangsung.
5. Peralatan dan perlengkapan penunjang kegiatan.
6. Biaya pulang pergi.
7. Dan lain - lain yang berupa sarana dan prasarana sebagai penunjang dalam
kegiatan Kerja Praktik.
XI. PENUTUP
Demikianlah proposal ini saya buat sebagai acuan dalam melaksanakan Tugas
Akhir ini. Besar harapan saya akan bantuan segenap direksi dan karyawan PT Bara
Kumala.
Demi kelancaran serta suksesnya pelaksanaan Kerja Praktik yang akan penulis
laksanakan.

Bandung, Agustus 2019


DAFTAR PUSTAKA

1. Arif, I. 2014. “Batubara Indonesia”. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka


Utama, Jakarta.

2. Arta, Merja. 2019. “Rancangan Teknis Stockpile 2 Di PT. Bukit Asam


TBK”. Unit Pelabuhan Tarahan, Lampung.

3. Fathoni, R., Solihin, S., & Ashari, Y, 2017. “Manajemen Penimbunan


Batubara Pada Lokasi ROM Stockpile PT. Titan Wijaya”.
Fakultas Teknik Universitas Islam Bandung, Bandung.

4. Jolo, Aliyusra, 2016. “Managemen Stockpile Untuk Mencegah


Terjadinya Swabakar Batubara Di PT. PLN (Persero) Tidore”.
Fakultas Teknik Pertambangan Universitas Muhammadiyah
Maluku Utara, Maluku.

5. Muchidjin, 2006. “Pengendalian Mutu Dalam Industri Batubara”.


Penerbit Fakultas Teknik Institut Teknologi Bandung. Bandung.

6. Mulyana, H, 2005. “Karakteristik Kualitas Batubara dan Stockpile


Management di Indonesia”. Jakarta : PT. Gramedia Nusantara,
Jakarta.

7. Petromindo. 2014. “Indonesian Coal Book 2014 / 2015


Petromindo.com- APBL” . Jakarta: Petromindo.com.

8. Rizal, Apriyadi, 2017. “Kajian Teknis Penimbunan Batubara Di ROM


Stockpile PT. Ganda Alam Makmur”. Fakultas Teknik
Universitas Tanjungpura Pontianak, Kalimantan.

9. Republik Indonesia. 2009. “Keputusan Menteri ESDM No. 34 tahun 2009


tentang Pengutamaan Pemasokan Kebutuhan Mineral dan
Batubara Dalam Negeri” Kementrian Energi dan Sumber Daya
Mineral. Jakarta.

10. Reza, Muchamad, 2011. “Kajian Teknis Desain dan Manajemen


Penimbunan Batubvara Pada Stockpile PT. Bukit Asam
(Persero) TBK”. Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya, Sumatera

11. Sanwani, Edi, dkk. 1998. “Pencucian Batubara” Jurusan Teknik


Pertambangan- FTM, Pertambangan, Institut Teknologi Bandung,
Bandung.
12. Silvika, Rakhman, 2016. “Optimasi Pengolahan Stockroom-Stockpile
Serta Simulasi Penanganan Tumpukan Batubara Pada
Stockroom”. Fakultas Teknik Universitas Lambung Mangkurat
Banjarbaru. Kalimantan Selatan.

13. Sukandarmudi, 1995. “Batubara dan Gambut”. Fakultas Teknik


Universitas Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

14. Soelistijo, U, W. 2006. “Manajemen Industri Pertambangan”. Universitas


Islam Bandung, Bandung.

15. Yusuf, Dedi, 2018. “Kajian Managemen Stockpile Pada Stockpile 4


(Phase 5) Di PT. Bukit Asam (Persero) TBK”. Unit Pelabuhan
Tarahan, Lampung.

Anda mungkin juga menyukai