DASAR TEORI
16
memiliki kemudahan untuk memilih material dan dapat menjangkau alat angkut
lebih baik untuk melakukan pemuatan.
Gambar 3.1
Pola Pemuatan Top Loading dan Bottom Loading
(Nichols dan Day, 2005)
Gambar 3.2
Pola Pemuatan Berdasarkan Jumlah Penempatan Alat Angkut
(Caterpillar, 2015)
17
c. Berdasarkan manuver posisi alat muat terhadapmuka jenjang Pola
pemuatannya dibedakan menjadi :
1) Frontal Cut
Pola ini menunjukan posisi alat muat yang berhadapan langsung
dengan muka jenjang. Penggalian dilakukan ke arah depan dan samping
dari posisi alat muat. Pada kondisi ini dapat digunakan double sideloading
dalam penempatan posisi dump truck. Pemuatan pada dump truck
didahului pada salah satu sisi dandilanjutkan pada sisi lainnya.
2) Parallel cut with drive-by
Pemuatan dilakukan secara sejajar dengan muka jenjang. Pada metode
inidiperlukan akses alat angkut dari dua arah. Pada metode ini sudut putar
rata – rata lebih besar dibandingkan frontal cut, tetapi alat angkut tidak
perlu memosisikan diri terhadap alat muat, sehingga pemosisian alat dapat
lebih mudah (Gambar 3.3).
Gambar 3.3
Pola Pemuatan Berdasarkan Cara Manuvernya
A. Frontal Cut B. Paralel Cut with Drive By (Hustrulid dan Kuchta, 2013)
18
a. Lebar jalan Angkut pada Jalan Lurus
Lebar jalan angkut minimum yang dipakai untuk jalur ganda atau lebih
(Gambar 3.4) adalah:
Gambar 3.4
Lebar Jalan Angkut Dua Jalur (Kaufman dan Ault, 1977)
W = n ( U + Fa + Fb + Z ) + C ....................................................... (3.2)
C =Z = ½ ( U + Fa + Fb) .............................................................. (3.3)
Keterangan :
W = Lebar jalan angkut pada tikungan, (m)
n = Jumlah jalur
U = Jarak jejak roda kendaraan (m)
19
Fa = Lebar juntai depan (m), ( jarak as depan dengan bagian depan x sinus
sudut penyimpangan roda )
Fb = Lebar juntai belakang (m), ( jarak as belakang dengan bagian belakang x
sinus sudut penyimpangan roda )
C = Jarak antara dua dump truck yang akan bersimpangan, (m)
Z = Jarak sisi luar dump truck ke tepi jalan, (m)
Gambar 3.5
Lebar Jalan Angkut Untuk Dua Jalur Pada Tikungan
(Kaufman dan Ault, 1977)
c. Kemiringan Jalan
Kemiringan atau grade jalan angkut merupakan salah satufaktor penting
yang harus diamati secara detil dalam suatu kajian terhadap kondisi jalan tambang
karena akan mempengaruhi kinerja alat angkut yang melaluinya. Kemiringan
jalan angkut (Gambar 3.6) biasanya dinyatakan dalam persen (%). Kemiringan
1% berarti jalan tersebut naik atau turun 1 meter pada jarak mendatar sejauh 100
meter. Kemiringan (grade) dapat dihitung menggunakan rumus :
Keterangan :
h = Beda tinggi antara dua titik yang diukur (m)
x = Jarak datar antara dua titik yang diukur (m)
20
Gambar 3.6
Kemiringan Jalan Angkut (Sulistyana, 2017)
d. Superelevasi
Superelevasi merupakan kemiringan jalan pada tikungan yang
terbentukoleh batas antara tepi jalan terluar dengan tepi jalan terdalam karena
perbedaan ketinggian. Tujuan dibuat super elevasi pada daerah tikungan jalan
angkut yaitu untuk menghindari atau mencegah kendaraan tergelincir keluar jalan
atau terguling. Selain itu, agar kendaraan dapat mempertahankan kecepatan saat
melewati tikungan. Secara matematis kemiringan tikungan jalan angkut merupakan
perbandingan antara tinggi jalan dengan lebar jalan. Persamaan yang digunakan
untuk menghitung superelevasi yaitu
𝑉2
e = − 𝑓 ............................................................................(3.5)
𝑔 ×𝑅
Keterangan :
e = tan θ = superelevasi
v = kecepatan kendaraan (m/detik)
R = radius/ jari-jari tikungan (m)
g = gravitasi bumi (9,8 m/det2)
f = koefisien gesekan
21
Tabel 3.1
Angka Superelevasi yang Direkomendasikan (m/m)
(Tannat dan Regensburg, 2001)
Jari-jari Kecepatan (km/jam)
Tikungan
24 32 40 48 >56
(m)
15 4%
30 4% 4%
45 4% 4% 5%
75 4% 4% 4% 6%
90 4% 4% 4% 4% 6%
180 4% 4% 4% 4% 4%
300 4% 4% 4% 4% 4%
Keterangan :
Ctm : Total waktu edar siklus pemuatan, (detik)
Tm1: Waktu untuk menggali material, (detik)
Tm2: Waktu ayun bermuatan, (detik)
Tm3: Waktu untuk menumpahkan material, (detik)
Tm4: Waktu ayun tidak bermuatan, (detik)
22
3.3.2. Waktu Edar Alat Angkut
Waktu edar alat angkut adalah waktu satu siklus pengangkutan yang diawali
dari waktu kegiatan mengatur posisi untuk pemuatan, waktu pemuatan, waktu
mengangkut material, waktu menunggu penumpahan, waktu penumpahan dan
waktu kembali dalam kondisi kosong. Rumus untuk menghitung waktu siklus edar
alat angkut (Burt dan Caccetta, 2014) adalah:
Keterangan :
Cta : Total waktu edar siklus pengangkutan, (menit)
Ta1: Waktu mengambil posisi untuk pemuatan, (menit)
Ta2: Waktu pemuatan, (menit)
Ta3: Waktu mengangkut material, (menit)
Ta4: Waktu mengambil posisi untuk penumpahan, (menit)
Ta5: Waktu penumoahan, (menit)
Ta6: Waktu kembai dalam kondisi kosong, (menit)
Keterangan :
23
3.4.2. Produktivitas Alat Angkut
Kegiatan pengangkutan adalah kegiatan untuk memindahkan material hasil
pembongkaran yang telah dilakukan pemuatan untuk diolah ke proses lebih lanjut.
Produktivitas alat angkut adalah banyaknya material yang dapat dipindahkan oleh
kemampuan alat angkut dinyatakan dalam satuan waktu. Pada proses pengangkutan
batubara diperlukan pertimbangan fill factor dari kapasitas bak. Produktivitas alat
angkut dapat diketahui dengan menggunakan persamaan (Hustrulid dan Kuchta,
2013):
Pa = x KBm x FF x EK x SF ……………....…..........….(3.9)
Keterangan :
24
Contoh : bulldozer, ripper, grader, lubrication truck, water truck, fuel
truck, dan sebagainya.
a. Volume Material
Dikenal ada tiga bentuk volume material yang mempengaruhi perhitungan
pemindahannya, yaitu dinyatakan dalam bank cubic meter (BCM), loose cubic
meter (LCM) dan compacted cubic meter (CCM). Perubahan ini terjadi karena
adanya perbedaan densitas akibat penggalian atau pemadatan dari densitas aslinya.
BCM adalah volume material pada kondisi aslinya di tempat yang belum
terganggu(insitu). LCM adalah volume material yang sudah lepas akibat
penggalian, sehingga volumenya akan mengembang dengan berat tetap sama.CCM
adalah volume material yang mengalami pemadatan kembali setelah penggalian,
sehingga volumenya akan lebih kecil dibanding volume aslinya dengan berat tetap
sama.
b. Pemberaian (swell)
25
Adalah persentase pemberaian volume material dari volume asli yang dapat
mengakibatkan bertambahnya jumlah material yang harus dipindahkan dari
kedudukan aslinya.
Rumus yang berkaitan dengan pemberaian material sebagai berikut :
c. Faktor Muat
Pada saat material sebanyak 1 BCM dimuatkan kedalam sebuah mangkok
(bucket), material yang terangkat oleh mangkok tersebut akan kurang dari 1 BCM
karena sepanjang proses penggalian terjadi pengurangan volume akibat adanya
pemberaian. Faktor muat(load Factor) dapat dihitung sebagai berikut :
100 %
LF =................................................................................................... (3.14)
100 % + % berai
Jadi untuk mengestimasi muatan pada kondisi BCM, kapasitas mangkok pada
LCM harus dikalikan dengan LF.
26
Densitas adalah berat per unit volume dari suatu material. Material mempunyai
densitas yang berbeda karena dipengaruhi sifat-sifat fisiknya, antara lain: ukuran
partikel, kandungan air, pori-pori dan kondisi fisik lainnya.
Densitas material tentunya akan berubah akibat adanya penggalian yaitu dari
kondisi bank ke loose. Pada kondisi loose, densitas material akan berkurang
disbanding densitas pada kondisi bank karena adanya pori-pori udara. Untuk
mengkonversi densiotas material dari bank ke loose digunakan rumus sbb :
Kg/BCM
( 1 + %berai ) = ................................................................................. (3.17)
Kg/LCM
e. Faktor Pengisian
Faktor pengisian(Fill Factor) adalah perbandingan antara kapasitas nyata muat
dengan kapasitas baku alat muat yang dinyatakan dalam persen. Semakin besar
faktor pengisian maka semakin besar pula kemampuan nyata dari alat tersebut.
Faktor pengisian mangkuk disebut juga sebagai bucket fill factor. Untuk
menghitung faktor pengisian digunakan persamaan sebagai berikut :
Tabel 3.2.
Faktor Pengisian (Fill Factor)
27
Didalam memilih suatu alat untuk pekerjaan penggalian material, bijih, atau
overburden harus dipertimbangkan tenaga kendaraan yang mampu mengatasi
medan kerja. Medan kerja yang dimaksud adalah kondisi jalan; misalnya jalan
kering mulus dan padat, becek dan lembek, lurus, banyak tikungan, mendaki,
menurun, dan sebagainya. Yang mempengaruhi laju kendaraan pada saat bermuatan
atau kosong.
3.5.3. Waktu Edar
Waktu edar (cycle time) maksudnya adalah waktu yang diperlukan alat
mulai dari aktifitas pengisian atau pemuatan (loading), pengangkutan (hauling)
untuk truck dan sejenisnya atau swing backhoe dan power shovel, pengosongan
(dumping), kembali kosong, dan mempersiapkan posisi (manuver) untuk diisi.
Disamping aktifitas-aktifitas tersebut terdapat pula waktu menunggu (delay) bila
terjadi antrian untuk mengisi atau dimuat.
Waktu edar alat muat merupakan total waktu pada alat muat, yang dimulai
dari pengisian bucket sampai dengan menumpahkan muatan ke dalam alat angkut
dan kembali kosong.
Rumus :
keterangan:
CTm : Total waktu edar alat muat (detik)
Am : Waktu untuk mengisi mangkuk (detik)
Bm : Waktu mengangkat mangkuk bermuatan (detik)
Cm : Waktu untuk menumpahkan material yang dimuat (detik)
Dm : Waktu memutar dengan mangkuk kosong (detik)
Waktu edar alat angkut pada umumnya terdiri dari waktu menunggu alat
untuk dimuat, waktu mengatur posisi untuk dimuati, waktu diisi muatan, waktu
mengangkut muatan, waktu dumping, dan waktu kembali kosong.
28
Ba : Waktu diisi muatan (menit)
Ca : Waktu mengangkut muatan (menit)
Da : Waktu mengambil posisi untuk penumpahan (menit)
Ea : Waktu muatan ditumpahkan (menit)
Fa : Waktu kembali kosong (menit)
3.5.4 Efisiensi Kerja
Efisiensi kerja adalah perbandingan antara waktu kerja produktif dengan
waktu kerja yang tersedia, dinyatakan dalam persen (%). Efisiensi kerja ini akan
mempengaruhi kemampuan produksi dari suatu alat. Faktor manusia, mesin (alat),
keadaan cuaca dan kondisi kerja secara keseluruhan akan menentukan besarnya
efisiensi kerja.Efisiensi kerja dapat digunakan untuk menilai baik tidaknya
pelaksanaan suatu pekerjaan. Dalam waktu kerja tidak semua waktu kerja yang
tersedia dapat digunakan secara optimal, ada beberapa hambatan yang seringterjadi
dalam bekerja.
Waktu kerja efektif adalah waktu kerja yang benar–benar digunakan oleh
operator bersama alat untuk operasi produksi. Waktu kerja efektif berpengaruh
terhadap efisiensi kerja. Waktu kerja efektif dapat dihitung dengan menggunakan
rumus sebagai berikut :
Keterangan :
We : Waktu kerja efektif, menit.
Wt : Waktu kerja yang tersedia, menit.
Whd : Waktu hambatan yang dapat dihindari, menit.
Wtd : Waktu hambatan yang tidak dapat dihindari, menit. Ek
: Efisiensi kerja, %.
Pekerjaan mekanik untuk perawatan tidak dapat dimasukan sebagai
penyebab berkurangnya efisiensi kerja operator, karena pekerjaan perawatan alat
harus sudah terjadwal untuk masuk bengkel. Tabel 3.2 mungkin dapat dipakai
sebagai acuan untuk membatasi porsi pekerjaan operasional dan mekanik.
29
Mungkin setiap perusahaan memberikan definisi yang berbeda tentang pengertian
waktu tertunda, terhenti dan sebagainya.
Tabel 3.3.
Parameter Pengukuran Efisiensi Kerja
TERJADWAL (SCHEDULED); S
TERSEDIA (AVAILABLE); A PERAWATAN (MAINTRANCE);
M
JALAN (OPERATION); O TERHENTI PERBAIKAN PERAWATAN
(IDLE); I MENDADAK; TERJADWAL;
KERJA TERTUNDA
UM SM
(WORKING) (DELAY); D
;W
Kerja lancar - Mengisi - Diminta - Waktu - Waktu
BBM stanby perbaikan perbaikan
- Ganti bit - Tak ada - Tunggu suku - Tunggu suku
- Peledakan operator cadang cadang
- Tunggu alat - Makan - dll - dll
muat &istirahat
- Tunggu - Hujan
Truck lebat, kabut
- Maneuver - Rapat
alat - dll
- dll
Dari Tabel 3.3 dapat diukur tingkat efisiensi kerja operator yang lebih teliti
karena pengelompokan penyebab alat berhenti dibuat atas dasar kondisi yang
sebenarnya dan yang lebih pentingpengelompokan tersebut telah disepakati dan
dipahami oleh seluruh karyawan. Dengan demikian dapat dibuat tiga ukuran
efisiensi menggunakan data waktu dalam tabel, yaitu :
1. Ketersediaan mekanikal (mechanichal avaibility/MA) adalah kondisi mekanis
alat yang sesungguhnya, dapat dihitung dengan rumus :
MA = (W / O) x 100% ................................................................. (3.17)
Keterangan :
W = waktu kerja
O = waktu operasi
2. Ketersediaan Fisik (physical availability/PA) adalah ukuran sehat tidaknya
alat untuk beroperasi, rumusnya adalah :
PA = (A / S) x 100% ............................................................ (3.18)
30
Keterangan :
A = waktu tersedia
S = waktu terjadwal
31
Dari persamaan di atas akan muncul 3 kemungkinan, yaitu:
1. MF < 1, artinya alat muat bekerja kurang dari 100%, sedang alat angkut
bekerja 100%, sehingga terdapat waktu tunggu bagi alat muat yaitu :
1 >Na x Ctm
Nm x Cta
Nm x Cta>Na x Ctm
Nm x Cta> Ctm
Na
Ctm <Nm x Cta
Na
Dari persamaan tersebut setelah disamakan karena terdapat kekurangan
waktu maka ditambahkan WTm, sehingga didapatkan persamaan sebagai
berikut :
WTm + Ctm =Nm x Cta
Na
Jadi waktu tunggu alat muat :
WTm = Nm x Cta - Ctm
Na
2. MF > 1, artinya alat muat bekerja 100%, sedangkan alat angkut bekerja
kurang dari 100%, sehingga terdapat waktu tunggu bagi alat angkut yaitu :
1 <Na x Ctm
Nm x Cta
Nm x Cta<Na x Ctm
Cta < Na x Ctm
Nm
Cta <Na x Ctm
Nm
Dari persamaan tersebut setelah disamakan karena terdapat kekurangan waktu
maka ditambahkan WTa, sehingga didapatkan persamaan sebagai berikut :
WTa + Cta = Na x Ctm
Nm
Jadi waktu tunggu alat muat :
WTa = Na x Ctm - Cta
Nm
32
3. MF = 1, artinya alat muat dan angkut bekerja 100%, sehingga tidak terjadi
waktu tunggu dari kedua jenis alat tersebut.
Keserasian kerja (match factor) alat muat dan alat angkut juga dapat
disajikandalam bentuk grafik (Gambar 3.7).
Gambar 3.7.
Grafik Keserasian Kerja Alat (Burt dan Caccetta, 2014)
33
1. Down Time Losses
a. Equipment Failure yaitu kerusakan mesin yang tiba–tiba atau kerusakan yang
tidak diinginkan, keadaan tersebut akan menimbulkan kerugian karena kerusakan
mesin akan menyebabkan mesin tidak beroperasi.
34
AT = Available Time
TT = Total Calender Time
𝑈 = 𝑈𝑇/𝐴𝑇..............................................................................(3.22)
Dimana:
UT = Utilization Time
AT = Available Time
𝑆 = 𝐶𝑇𝑝/𝐶𝑇𝑎...................................................................(3.23)
Dimana:
CTp = Planned Cyle Time
CTa = Aktual Cycle Time
𝐵 = 𝑂𝑎𝑐/𝑂𝑝𝑐....................................................................(3.25)
35
Untuk Menghitung produksi pada waktu tertentu dapat digunakan
rumus:
3600
𝑂p = 𝑂𝑝𝑐 × T𝑇× × 𝑂𝐸𝐸...........................................(3.28)
𝐶𝑇𝑝
Maka diperoleh O yaitu output produksi dalam jangka waktu tertentu (m³).
36