Anda di halaman 1dari 21

BAB III

DASAR TEORI

3.1. Pola Pemuatan


Untuk memperoleh hasil yang sesuai dengan target produksi maka pola
pemuatan merupakan faktor yang memengaruhi waktu edar alat angkut dan alat
muat. Alat muat melakukan penggalian dan apabila mangkuk (bucket) terisi
penuh maka material siap ditumpahkan. Setelah alat angkut (dump truck) terisi
penuh maka harus segera keluar dan digantikan dengan alat angkut (dump truck)
yang lainnya. Pola pemuatan dapat diklasifikasikan menurut beberapa jenis sudut
pandang (Hustrulid dan Kutcha, 2013; Nichols dan Day, 2005), yaitu sebagai
berikut:
a. Berdasarkan kedudukan alat muat terhadap alat angkut.
Pola pemuatan oleh alat secara umum ditentukan oleh posisi kedudukannya.
Perbedaan posisi dari alat tersebut dapat dibedakan berdasarkan perbedaan
ketinggian level kerja. Posisi tersebut memungkinkan untuk bekerja pada level yang
sama ataupun berbeda, perbedaan tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.1. Cara
pemuatan terbagi menjadi dua, yaitu:
1) Top Loading
Top loading merupakan posisi pemuatan yang mana kedudukan alat
muatberada pada posisi yang lebih tinggi dari pada bak dump truck (alat muat
berada di bagian atas jenjang). Posisi ini memiliki kelebihan pada kondisi jenjang
yang rendah dan waktu pemuatan akan memakan waktu yang lebih sedikit
dibandingkan posisi bottom loading.
2) Bottom loading
Bottom loading merupakan posisi pemuatanyang mana kedudukan alat muat
akan berada pada level yang sama dengan level alat angkut. Posisi ini memiliki
kelebihan pada kondisi jenjang yang memiliki ketinggian cukup tinggi sehingga

16
memiliki kemudahan untuk memilih material dan dapat menjangkau alat angkut
lebih baik untuk melakukan pemuatan.

Gambar 3.1
Pola Pemuatan Top Loading dan Bottom Loading
(Nichols dan Day, 2005)

b. Berdasarkan jumlah dan penempatan alat muat terhadap alat angkut

1) Single – Side Loading


Pada pola pemuatan ini, dump truck hanya mengambil posisi pada
salah satusisi dari alat muat
2) Double – Side Loading
Pada pola ini, dump truck dapat mengambil posisi pemuatan dari dua
sisi alat muat. Pada waktu salah satu dump truck sedang diisi muatan,
dump truck yang lainnya telah siap memposisikan diri untuk dimuati
(Gambar 3.2).

Gambar 3.2
Pola Pemuatan Berdasarkan Jumlah Penempatan Alat Angkut
(Caterpillar, 2015)

17
c. Berdasarkan manuver posisi alat muat terhadapmuka jenjang Pola
pemuatannya dibedakan menjadi :
1) Frontal Cut
Pola ini menunjukan posisi alat muat yang berhadapan langsung
dengan muka jenjang. Penggalian dilakukan ke arah depan dan samping
dari posisi alat muat. Pada kondisi ini dapat digunakan double sideloading
dalam penempatan posisi dump truck. Pemuatan pada dump truck
didahului pada salah satu sisi dandilanjutkan pada sisi lainnya.
2) Parallel cut with drive-by
Pemuatan dilakukan secara sejajar dengan muka jenjang. Pada metode
inidiperlukan akses alat angkut dari dua arah. Pada metode ini sudut putar
rata – rata lebih besar dibandingkan frontal cut, tetapi alat angkut tidak
perlu memosisikan diri terhadap alat muat, sehingga pemosisian alat dapat
lebih mudah (Gambar 3.3).

Gambar 3.3
Pola Pemuatan Berdasarkan Cara Manuvernya
A. Frontal Cut B. Paralel Cut with Drive By (Hustrulid dan Kuchta, 2013)

3.2. Geometri Jalan Angkut


Fungsi utama jalan angkut dalam usaha pertambangan adalah untuk
menunjang kelancaran operasi tambang, terutama kegiatan pengangkutan.
Dalamrangka penggunaan jalan angkut, ada beberapa geometri yang perlu
diperhatikan dan dipenuhi agar tidak menimbulkan gangguan dan hambatan yang
dapat menghambat kegiatan pengangkutan.

18
a. Lebar jalan Angkut pada Jalan Lurus
Lebar jalan angkut minimum yang dipakai untuk jalur ganda atau lebih
(Gambar 3.4) adalah:

Gambar 3.4
Lebar Jalan Angkut Dua Jalur (Kaufman dan Ault, 1977)

L = n.Wt + ( n + 1 ) ( 1/2.Wt ) ....................................................... (3.1)


Keterangan:
L = Lebar jalan angkut minimum, (m)
n = Jumlah jalur
Wt = Lebar alat angkut, (m)

b. Lebar Jalan Angkut pada Tikungan


Lebar jalan angkut pada tikungan selalu lebih besar daripada jalan angkut
pada jalan lurus. Rumus yang digunakan untuk menghitung lebar jalan angkut
minimum pada tikungan (Gambar 3.5) adalah:

W = n ( U + Fa + Fb + Z ) + C ....................................................... (3.2)
C =Z = ½ ( U + Fa + Fb) .............................................................. (3.3)
Keterangan :
W = Lebar jalan angkut pada tikungan, (m)
n = Jumlah jalur
U = Jarak jejak roda kendaraan (m)

19
Fa = Lebar juntai depan (m), ( jarak as depan dengan bagian depan x sinus
sudut penyimpangan roda )
Fb = Lebar juntai belakang (m), ( jarak as belakang dengan bagian belakang x
sinus sudut penyimpangan roda )
C = Jarak antara dua dump truck yang akan bersimpangan, (m)
Z = Jarak sisi luar dump truck ke tepi jalan, (m)

Gambar 3.5
Lebar Jalan Angkut Untuk Dua Jalur Pada Tikungan
(Kaufman dan Ault, 1977)

c. Kemiringan Jalan
Kemiringan atau grade jalan angkut merupakan salah satufaktor penting
yang harus diamati secara detil dalam suatu kajian terhadap kondisi jalan tambang
karena akan mempengaruhi kinerja alat angkut yang melaluinya. Kemiringan
jalan angkut (Gambar 3.6) biasanya dinyatakan dalam persen (%). Kemiringan
1% berarti jalan tersebut naik atau turun 1 meter pada jarak mendatar sejauh 100
meter. Kemiringan (grade) dapat dihitung menggunakan rumus :

Grade (G) = h .................................................... (3.4)


(100%)
x

Keterangan :
h = Beda tinggi antara dua titik yang diukur (m)
x = Jarak datar antara dua titik yang diukur (m)

20
Gambar 3.6
Kemiringan Jalan Angkut (Sulistyana, 2017)

d. Superelevasi
Superelevasi merupakan kemiringan jalan pada tikungan yang
terbentukoleh batas antara tepi jalan terluar dengan tepi jalan terdalam karena
perbedaan ketinggian. Tujuan dibuat super elevasi pada daerah tikungan jalan
angkut yaitu untuk menghindari atau mencegah kendaraan tergelincir keluar jalan
atau terguling. Selain itu, agar kendaraan dapat mempertahankan kecepatan saat
melewati tikungan. Secara matematis kemiringan tikungan jalan angkut merupakan
perbandingan antara tinggi jalan dengan lebar jalan. Persamaan yang digunakan
untuk menghitung superelevasi yaitu

𝑉2
e = − 𝑓 ............................................................................(3.5)
𝑔 ×𝑅

Keterangan :
e = tan θ = superelevasi
v = kecepatan kendaraan (m/detik)
R = radius/ jari-jari tikungan (m)
g = gravitasi bumi (9,8 m/det2)
f = koefisien gesekan

Besarnya Nilai koefisien gesekan pada jalan tambang sangat kecil


sehingga nilainya dapat di abaikan. Untuk penentuan nilai superelevasi selain
dengan menggunakan rumus, juga dapat dilakukan dengan menggunakan tabel,
seperti ditunjukan pada Tabel 3.1.

21
Tabel 3.1
Angka Superelevasi yang Direkomendasikan (m/m)
(Tannat dan Regensburg, 2001)
Jari-jari Kecepatan (km/jam)
Tikungan
24 32 40 48 >56
(m)
15 4%
30 4% 4%
45 4% 4% 5%
75 4% 4% 4% 6%
90 4% 4% 4% 4% 6%
180 4% 4% 4% 4% 4%
300 4% 4% 4% 4% 4%

3.3. Waktu Edar


Setiap alat berat yang bekerja mempunyai kemampuan memindah material
disetiap siklus. Siklus kerja adalah proses gerakan suatu alat dari gerakan mulanya
sampai kembali lagi pada gerakan mula tersebut. Adapun waktu yang diperlukan
untuk melakukan satu siklus kegiatan kerja dari alat mekanis disebut denganwaktu
edar (cycle time).

3.3.1. Waktu Edar Alat Muat


Waktu edar alat muat adalah waktu satu siklus pemuatan yang diawali dari
kegiatan menggali material sampai menumpahkan material ke dalam alat angkut
dan kembali ke kondisi awal dengan mangkuk alat muat kosong. Rumus untuk
menghitung waktu edar (Hustrulid dan Kuchta, 2013) adalah sebagai berikut:

Ctm=Tm1+Tm2+Tm3+Tm4 ...................................................................................................... (3.6)

Keterangan :
Ctm : Total waktu edar siklus pemuatan, (detik)
Tm1: Waktu untuk menggali material, (detik)
Tm2: Waktu ayun bermuatan, (detik)
Tm3: Waktu untuk menumpahkan material, (detik)
Tm4: Waktu ayun tidak bermuatan, (detik)

22
3.3.2. Waktu Edar Alat Angkut

Waktu edar alat angkut adalah waktu satu siklus pengangkutan yang diawali
dari waktu kegiatan mengatur posisi untuk pemuatan, waktu pemuatan, waktu
mengangkut material, waktu menunggu penumpahan, waktu penumpahan dan
waktu kembali dalam kondisi kosong. Rumus untuk menghitung waktu siklus edar
alat angkut (Burt dan Caccetta, 2014) adalah:

Cta = Ta1 + Ta2 + Ta3 + Ta4 + Ta5 + Ta6 ................................................................... (3.7)

Keterangan :
Cta : Total waktu edar siklus pengangkutan, (menit)
Ta1: Waktu mengambil posisi untuk pemuatan, (menit)
Ta2: Waktu pemuatan, (menit)
Ta3: Waktu mengangkut material, (menit)
Ta4: Waktu mengambil posisi untuk penumpahan, (menit)
Ta5: Waktu penumoahan, (menit)
Ta6: Waktu kembai dalam kondisi kosong, (menit)

3.4. Produktivitas dan Produksi Alat Mekanis


3.4.1. Produktivitas Alat Muat
Kegiatan pemuatan adalah kegiatan penambangan setelah pembongkaran
batuan pada front kerja yang bertujuan untuk memuat bahan galian alat angkut.
Produktivitas alat muat adalah kemampuan alat untuk memuat material dalam
satuan jam. Persamaan produktivitas alat muat (Hustrulid dan Kuchta, 2013)adalah
sebagai berikut:
Ptm = 60 x KB x FF x EK x SF
Ctm bcm/jam......................................... (3.8)

Keterangan :

Ptm = Produktivitas alat muat, (m3/ jam)


FF = Faktor pengisian, (%)
CTm = Waktu edar alat muat, (menit)
EK = Efisiensi kerja, (%)

KB = Kapasitas bucket alat muat, (m3)


SF = Faktor pengembangan, (%)

23
3.4.2. Produktivitas Alat Angkut
Kegiatan pengangkutan adalah kegiatan untuk memindahkan material hasil
pembongkaran yang telah dilakukan pemuatan untuk diolah ke proses lebih lanjut.
Produktivitas alat angkut adalah banyaknya material yang dapat dipindahkan oleh
kemampuan alat angkut dinyatakan dalam satuan waktu. Pada proses pengangkutan
batubara diperlukan pertimbangan fill factor dari kapasitas bak. Produktivitas alat
angkut dapat diketahui dengan menggunakan persamaan (Hustrulid dan Kuchta,
2013):

Pa = x KBm x FF x EK x SF ……………....…..........….(3.9)

Keterangan :

Pa = Produktivitas alat muat, (m3/ jam)


EK = Efisiensi kerja, (%)
Cta = Waktu edar alat angkut, (menit)
SF = Faktor pengembangan, (%)

KBm = Kapasitas bak alat angkut, (m3)

FF = Faktor pengisian, (%)

Peralatan produksi pada operasi penambangan merupakan sarana produksi


yang vital untuk menunjang target produksi akhir yang telah ditentukan oleh
manajemen perusahaan. Ditinjau dari fungsinya, peralatan produksi dapat
diklasifikasikan sebagai :
1. Alat gali isi, adalah alat-alat produksi untuk menggalidan mengisikan material
hasil galiannya ke alat angkut.
Contoh : power shovel, backhoe, dragline, front-end loader, claimshell,
bucket wheel excavator (BWE), bucket chain excavator (BCE), dan
sebagainya.
2. Alat angkut, adalah alat-alat produksi untuk mengangkut material menuju
proses berikutnya.
Contoh : Truck, lori-lokomotif (train), belt conveyor, pipa lumpur (slurry),
scrapper, dan sebagainya.
3. Alat bantu, adalah alat-alat berat yang digunakan untuk kelancaran produksi.

24
Contoh : bulldozer, ripper, grader, lubrication truck, water truck, fuel
truck, dan sebagainya.

Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan di dalam memilih alat berat


antara lain : jenis material, altitude, kapasitas, sistem penambangan, medan kerja
dan ketersediaan dana.
3.5. Elemen – Elemen Produksi
Produksi adalah laju material yang dapat dipindahkan atau dialirkan per
satuan waktu (biasanya per jam). Untuk memperoleh angka produksi ada emnpat
parameter yang harus diperhitungkan, yaitu : kapasitas alat, tenaga kendaraan atau
alat, waktu edar (cycle time) dan efisiensi kerja. Umumnya perpindahan material
dihitung berdasarkan volume (m3 atau cuyd), sedangkan pada tambang bijih
dinyatakan dalam ton. Mengetahui prinsip elemen-elemen produksi penting artinya
karena tidak diinginkan adanya kesalahan estimasi produksi alat-alat berat.

3.5.1. Kapasitas Alat


Kapasitas alat adalah jumlah material yang diisi, dimuat atau diangkut oleh
suatu alat berat. Kapasitas alat berkaitan erat dengan jenis material yang diisi atau
dimuat, baik berupa tanah maupun batu lepas.

a. Volume Material
Dikenal ada tiga bentuk volume material yang mempengaruhi perhitungan
pemindahannya, yaitu dinyatakan dalam bank cubic meter (BCM), loose cubic
meter (LCM) dan compacted cubic meter (CCM). Perubahan ini terjadi karena
adanya perbedaan densitas akibat penggalian atau pemadatan dari densitas aslinya.
BCM adalah volume material pada kondisi aslinya di tempat yang belum
terganggu(insitu). LCM adalah volume material yang sudah lepas akibat
penggalian, sehingga volumenya akan mengembang dengan berat tetap sama.CCM
adalah volume material yang mengalami pemadatan kembali setelah penggalian,
sehingga volumenya akan lebih kecil dibanding volume aslinya dengan berat tetap
sama.

b. Pemberaian (swell)

25
Adalah persentase pemberaian volume material dari volume asli yang dapat
mengakibatkan bertambahnya jumlah material yang harus dipindahkan dari
kedudukan aslinya.
Rumus yang berkaitan dengan pemberaian material sebagai berikut :

Volume lepas untuk berat tertentu


% berai = -1..................(3.10)
Volume alsi untuk berat yang sama

Swell factor = volume bank / volume loose ..................................... (3.11)

Volume lepas (loose)


Volume asli (bank) =............................................................. (3.12)
( 1 + % berai )

Volume lepas (loose)= volume asli x ( 1 + %berai).......................... (3.13)

c. Faktor Muat
Pada saat material sebanyak 1 BCM dimuatkan kedalam sebuah mangkok
(bucket), material yang terangkat oleh mangkok tersebut akan kurang dari 1 BCM
karena sepanjang proses penggalian terjadi pengurangan volume akibat adanya
pemberaian. Faktor muat(load Factor) dapat dihitung sebagai berikut :
100 %
LF =................................................................................................... (3.14)
100 % + % berai

Jadi untuk mengestimasi muatan pada kondisi BCM, kapasitas mangkok pada
LCM harus dikalikan dengan LF.

Muatan (BCM) = Muatan (LCM) x LF............................................ (3.15)

Penciutan material (shrinkage) merupakan perbandingan antara volume


material yang telah dipadatkan dengan kondisi bank disebut juga Shrinkage Factor
(SF). Jadi rumusnya adalah

SF = CCM / BCM ........................................................................... (3.16)


d. Densitas Material

26
Densitas adalah berat per unit volume dari suatu material. Material mempunyai
densitas yang berbeda karena dipengaruhi sifat-sifat fisiknya, antara lain: ukuran
partikel, kandungan air, pori-pori dan kondisi fisik lainnya.
Densitas material tentunya akan berubah akibat adanya penggalian yaitu dari
kondisi bank ke loose. Pada kondisi loose, densitas material akan berkurang
disbanding densitas pada kondisi bank karena adanya pori-pori udara. Untuk
mengkonversi densiotas material dari bank ke loose digunakan rumus sbb :

Kg/BCM
( 1 + %berai ) = ................................................................................. (3.17)
Kg/LCM
e. Faktor Pengisian
Faktor pengisian(Fill Factor) adalah perbandingan antara kapasitas nyata muat
dengan kapasitas baku alat muat yang dinyatakan dalam persen. Semakin besar
faktor pengisian maka semakin besar pula kemampuan nyata dari alat tersebut.
Faktor pengisian mangkuk disebut juga sebagai bucket fill factor. Untuk
menghitung faktor pengisian digunakan persamaan sebagai berikut :

Fp=(Vb/Vd ) x 100 % .......................................................................... (3.18)


Keterangan :
Fp : Faktor pengisian
Vb : Kapasitas nyata alat muat, m3
Vd : Kapasitas teoritis alat muat, m3

Tabel 3.2.
Faktor Pengisian (Fill Factor)

Excavating Conditions Bucket Fill


Factor
Easy Excavating natural ground of clayey soil 1,1 – 1,2
clay, or soft soil
Average Excavating natural ground of soil such as
sandy soil, and dry soil 1,0 – 1,1
Rather Difficult Excavating natural ground of sandy soil 0,8– 0,9
with gravel
Difficult Loading of blasted rock 0,7 – 0,8
th
Sumber :Anonymous (2005), Komatsu Performance Handbook, 26 Edition, Japan

3.5.2. Tenaga Kendaraan

27
Didalam memilih suatu alat untuk pekerjaan penggalian material, bijih, atau
overburden harus dipertimbangkan tenaga kendaraan yang mampu mengatasi
medan kerja. Medan kerja yang dimaksud adalah kondisi jalan; misalnya jalan
kering mulus dan padat, becek dan lembek, lurus, banyak tikungan, mendaki,
menurun, dan sebagainya. Yang mempengaruhi laju kendaraan pada saat bermuatan
atau kosong.
3.5.3. Waktu Edar
Waktu edar (cycle time) maksudnya adalah waktu yang diperlukan alat
mulai dari aktifitas pengisian atau pemuatan (loading), pengangkutan (hauling)
untuk truck dan sejenisnya atau swing backhoe dan power shovel, pengosongan
(dumping), kembali kosong, dan mempersiapkan posisi (manuver) untuk diisi.
Disamping aktifitas-aktifitas tersebut terdapat pula waktu menunggu (delay) bila
terjadi antrian untuk mengisi atau dimuat.
Waktu edar alat muat merupakan total waktu pada alat muat, yang dimulai
dari pengisian bucket sampai dengan menumpahkan muatan ke dalam alat angkut
dan kembali kosong.
Rumus :

CTm = Am+Bm+ Cm + Dm ............................................................. (3.14)

keterangan:
CTm : Total waktu edar alat muat (detik)
Am : Waktu untuk mengisi mangkuk (detik)
Bm : Waktu mengangkat mangkuk bermuatan (detik)
Cm : Waktu untuk menumpahkan material yang dimuat (detik)
Dm : Waktu memutar dengan mangkuk kosong (detik)

Waktu edar alat angkut pada umumnya terdiri dari waktu menunggu alat
untuk dimuat, waktu mengatur posisi untuk dimuati, waktu diisi muatan, waktu
mengangkut muatan, waktu dumping, dan waktu kembali kosong.

Cta = Aa + Ba + Ca + Da + Ea + Fa .............................................. (3.15)


Keterangan :
Cta : Waktu edar alat angkut (menit)
Aa : Waktu mengambil posisi siap dimuati (menit)

28
Ba : Waktu diisi muatan (menit)
Ca : Waktu mengangkut muatan (menit)
Da : Waktu mengambil posisi untuk penumpahan (menit)
Ea : Waktu muatan ditumpahkan (menit)
Fa : Waktu kembali kosong (menit)
3.5.4 Efisiensi Kerja
Efisiensi kerja adalah perbandingan antara waktu kerja produktif dengan
waktu kerja yang tersedia, dinyatakan dalam persen (%). Efisiensi kerja ini akan
mempengaruhi kemampuan produksi dari suatu alat. Faktor manusia, mesin (alat),
keadaan cuaca dan kondisi kerja secara keseluruhan akan menentukan besarnya
efisiensi kerja.Efisiensi kerja dapat digunakan untuk menilai baik tidaknya
pelaksanaan suatu pekerjaan. Dalam waktu kerja tidak semua waktu kerja yang
tersedia dapat digunakan secara optimal, ada beberapa hambatan yang seringterjadi
dalam bekerja.
Waktu kerja efektif adalah waktu kerja yang benar–benar digunakan oleh
operator bersama alat untuk operasi produksi. Waktu kerja efektif berpengaruh
terhadap efisiensi kerja. Waktu kerja efektif dapat dihitung dengan menggunakan
rumus sebagai berikut :

We =Wt– ( Wtd + Whd) ................................................................ (3.16)

Ek =(We/ Wt ) x 100 % ................................................................ (3.17)

Keterangan :
We : Waktu kerja efektif, menit.
Wt : Waktu kerja yang tersedia, menit.
Whd : Waktu hambatan yang dapat dihindari, menit.
Wtd : Waktu hambatan yang tidak dapat dihindari, menit. Ek
: Efisiensi kerja, %.
Pekerjaan mekanik untuk perawatan tidak dapat dimasukan sebagai
penyebab berkurangnya efisiensi kerja operator, karena pekerjaan perawatan alat
harus sudah terjadwal untuk masuk bengkel. Tabel 3.2 mungkin dapat dipakai
sebagai acuan untuk membatasi porsi pekerjaan operasional dan mekanik.

29
Mungkin setiap perusahaan memberikan definisi yang berbeda tentang pengertian
waktu tertunda, terhenti dan sebagainya.

Tabel 3.3.
Parameter Pengukuran Efisiensi Kerja

TERJADWAL (SCHEDULED); S
TERSEDIA (AVAILABLE); A PERAWATAN (MAINTRANCE);
M
JALAN (OPERATION); O TERHENTI PERBAIKAN PERAWATAN
(IDLE); I MENDADAK; TERJADWAL;
KERJA TERTUNDA
UM SM
(WORKING) (DELAY); D
;W
Kerja lancar - Mengisi - Diminta - Waktu - Waktu
BBM stanby perbaikan perbaikan
- Ganti bit - Tak ada - Tunggu suku - Tunggu suku
- Peledakan operator cadang cadang
- Tunggu alat - Makan - dll - dll
muat &istirahat
- Tunggu - Hujan
Truck lebat, kabut
- Maneuver - Rapat
alat - dll
- dll

Dari Tabel 3.3 dapat diukur tingkat efisiensi kerja operator yang lebih teliti
karena pengelompokan penyebab alat berhenti dibuat atas dasar kondisi yang
sebenarnya dan yang lebih pentingpengelompokan tersebut telah disepakati dan
dipahami oleh seluruh karyawan. Dengan demikian dapat dibuat tiga ukuran
efisiensi menggunakan data waktu dalam tabel, yaitu :
1. Ketersediaan mekanikal (mechanichal avaibility/MA) adalah kondisi mekanis
alat yang sesungguhnya, dapat dihitung dengan rumus :
MA = (W / O) x 100% ................................................................. (3.17)
Keterangan :
W = waktu kerja
O = waktu operasi
2. Ketersediaan Fisik (physical availability/PA) adalah ukuran sehat tidaknya
alat untuk beroperasi, rumusnya adalah :
PA = (A / S) x 100% ............................................................ (3.18)

30
Keterangan :
A = waktu tersedia
S = waktu terjadwal

3. Ketersediaan penggunaan (use of availability/UA) adalah alat yang sehat


terpaksa tidak dioperasikan karena beberapa sebab, misalnya hujan lebat, rapat,
kecelakaan tambang dll, persamaanya adalah :
UA = (O / A) x 100% ....................................................................... (3.19)
Keterangan :
O = waktu operasi
A = waktu tersedia

4. Efisiensi kerja rata-rata merupakan penjumlahan persamaan MA, PA dan UA


dibagi tiga, jadi :
MA + PA + UA
Eff. Rata-rata =.................................................................................... (3.20)
3
3.5.5 Faktor Keserasian
Faktor keserasian (match factor) merupakan suatu persamaan sistematis
yang digunakan untuk menghitung tingkat keselarasan kerja antara alat muat dan
alat angkut untuk setiap kondisi pemuatan dan pengangkutan.
Operasi kerja yang serasi antara alat muat dan alat angkut akan
memperlancar kegiatan pemuatan dan pengangkutan sehingga produksi yagn
dihasilkan akan lebih optimum. Untuk menilai keserasian alat muat dan alat angkut
dapat digunakan rumus match factor adalah sebagai berikut (Burt dan Caccetta,
2014) :
MF =Na x Ctm
Nm x Cta
Keterangan :
MF = Match Factor atau faktor keserasian
Na = Jumlah alat angkut dalam kombinasi kerja , unit
Nm = Jumlah alat muat dalam kombinasi kerja, unit
N = Banyaknya pengisian tiap satu alat angkut
Cta = Waktu edar alat angkut, detik
Ctm = Waktu edar alat muat, detik

31
Dari persamaan di atas akan muncul 3 kemungkinan, yaitu:
1. MF < 1, artinya alat muat bekerja kurang dari 100%, sedang alat angkut
bekerja 100%, sehingga terdapat waktu tunggu bagi alat muat yaitu :
1 >Na x Ctm
Nm x Cta
Nm x Cta>Na x Ctm
Nm x Cta> Ctm
Na
Ctm <Nm x Cta
Na
Dari persamaan tersebut setelah disamakan karena terdapat kekurangan
waktu maka ditambahkan WTm, sehingga didapatkan persamaan sebagai
berikut :
WTm + Ctm =Nm x Cta
Na
Jadi waktu tunggu alat muat :
WTm = Nm x Cta - Ctm
Na
2. MF > 1, artinya alat muat bekerja 100%, sedangkan alat angkut bekerja
kurang dari 100%, sehingga terdapat waktu tunggu bagi alat angkut yaitu :
1 <Na x Ctm
Nm x Cta
Nm x Cta<Na x Ctm
Cta < Na x Ctm
Nm
Cta <Na x Ctm
Nm
Dari persamaan tersebut setelah disamakan karena terdapat kekurangan waktu
maka ditambahkan WTa, sehingga didapatkan persamaan sebagai berikut :
WTa + Cta = Na x Ctm
Nm
Jadi waktu tunggu alat muat :
WTa = Na x Ctm - Cta
Nm

32
3. MF = 1, artinya alat muat dan angkut bekerja 100%, sehingga tidak terjadi
waktu tunggu dari kedua jenis alat tersebut.
Keserasian kerja (match factor) alat muat dan alat angkut juga dapat
disajikandalam bentuk grafik (Gambar 3.7).

Gambar 3.7.
Grafik Keserasian Kerja Alat (Burt dan Caccetta, 2014)

3.6. Overall Equipment Effectiveness

Overall Equipment Effectiveness (OEE) merupakan ukuran menyeluruh


mengendentifikasikan tingkat produktivitas mesin/peralatan dan kinerja secar teori.
Pengukuran ini sangat penting untuk mengetahui area mana yang perlu untuk
ditingkatkan produktivitas maupun effisiensi mesin/peralatannya. Overall
Equipment Effectiveness (OEE) merupakan metode yang digunakan sebagai alat
ukur dalam penerapan metode Total Productive Maintenance. Overall Equipment
Effectiveness berguna untuk menjaga mesin atau peralatan tetap dalam kondisi ideal
dengan menghapuskan six big lossespada mesin atau peralatan. The Six Big Losses
merupakan penyebab peralatan produksi tidak beroperasi dengan normal
(Nakajima,1988) yaitu: Start up Loss, Set up or Adjustment Loss, Cycle time Losses,
Speed Loss, Breakdown Loss, dan Defect Loss. Perhitungan Metode ini diharapkan
mampu memberikan masukan tentang variabel mana yang mempengaruhi terhadap
produktifitas mesin. Faktor dari variabel tersebut adalah Six Big Losses yang
digolongkan menjadi 3 yaitu:

33
1. Down Time Losses
a. Equipment Failure yaitu kerusakan mesin yang tiba–tiba atau kerusakan yang
tidak diinginkan, keadaan tersebut akan menimbulkan kerugian karena kerusakan
mesin akan menyebabkan mesin tidak beroperasi.

b. Set Up and Adjustment adalah semua waktu set up termasuk penyesuaian


(adjustment) dan juga waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan pengganti satu jenis
produk.
2. Speed Losses
a. Idling and Minor Stoppages yaitu disebabkan oleh kejadian seperti
pemberhentian mesin sejenak, kemacetan mesin (error) dan idle time dari mesin.
Kenyataan kerugian ini tidak dapat terdeteksi secara langsung tanpa adanya alat
pelacak. Ketika operator tidak dapat memperbaiki pemberhentian yang bersifat
minor stoppages dalam waktu yang telah ditentukan dapat dianggap sebagai suatu
breakdown.
b. Reduced Speed Losses yaitu kerugian karena mesin tidak bekerja optimal
(penurunan kecepatan operasi) terjadi jika kecepatan aktual operasimesin/peralatan
lebih kecil dari kecepatan optimal atau kecepatan mesin yang dirancang.
3. Quality Losses
a. Defect in Process yaitu kerugian yang disebabkan karena adanya produk cacat
maupun karena proses pengerjaan diulang. Proses cacat yang dihasilkan akan
mengakibatkan kerugian material, mengurangi jumlah produksi. Kerugian akibat
pengerjaan ulang akan mempengaruhi waktu waktu yang dibutuhkan untuk
mengolah atau memperbaiki produk yang cacat

b. Reduced Yield Losses disebabkan material yang tidak terpakai.


Berikut adalah faktor yang akan di itung pada komponen OEE:
3.6.1. Faktor Ketersediaan
Faktor ketersediaan (availability factor/A) adalah suatu perbandingan
antara waktu yang tersedia untuk alat bekerja dengan waktu total kalender.Dapat
dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
𝐴 = 𝐴𝑇/𝑇𝑇...............................................................................(3.21)
Dimana:

34
AT = Available Time
TT = Total Calender Time

3.6.2. Faktor Penggunaan


Faktor penggunaan (Utilization Factor/U) adalah perbandingan waktu yang
digunakan oleh alat dengan waktu yang tersedia uuntuk alat,dapat dihitung dengan
perasamaan:

𝑈 = 𝑈𝑇/𝐴𝑇..............................................................................(3.22)

Dimana:
UT = Utilization Time
AT = Available Time

3.6.3. Faktor Kecepatan


Faktor kecepatan (speed factor/S) adalah ratio waktu siklus yang
direncanakan dengan waktu siklus aktual, dapat dihitung dengan persamaan sebagai
berikut:

𝑆 = 𝐶𝑇𝑝/𝐶𝑇𝑎...................................................................(3.23)

Dimana:
CTp = Planned Cyle Time
CTa = Aktual Cycle Time

3.6.4. Faktor Pengisisan


Faktor pengisian (bucket fill factor/B)adalah kegunaan produktif kapasitas
bucket yang mana ratio kuantitas bucket yang dimuat secara aktual dibandingkan
dengan output rencana dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

𝐵 = 𝑂𝑎𝑐/𝑂𝑝𝑐....................................................................(3.25)

3.6.5. OEE Of Equipment

OEE = A x U x S x B ............................................................................... (3.26)

Dari persamaan diatas didapatkan

𝑂𝐸𝐸 = 𝐴𝐴𝑇𝑇 ×𝑈𝑇𝐴𝑇 × 𝐸𝑂𝑇𝑈𝑇 × 𝑁𝑂𝑇𝐸𝑂𝑇 = 𝑁𝑂𝑇𝑇𝑇.....(3.27)


3.6.6. Output Produksi

35
Untuk Menghitung produksi pada waktu tertentu dapat digunakan

rumus:
3600
𝑂p = 𝑂𝑝𝑐 × T𝑇× × 𝑂𝐸𝐸...........................................(3.28)
𝐶𝑇𝑝

Maka diperoleh O yaitu output produksi dalam jangka waktu tertentu (m³).

36

Anda mungkin juga menyukai