Anda di halaman 1dari 18

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

Pada dasarnya ada dua jenis penambangan yang umum dilakukan


yaitu surface mining dan underground mining. Surface mining merupakan
kegiatan usaha penggalian yang seluruh aktivitas kerjanya berhubungan
langsung dengan udara bebas dan terik matahari yang letaknya tepat di
permukaan tanah. Pada underground mining, semua aktivitas baik itu
pembongkaran, pemuatan, dan pengangkutan berlangsung di bawah tanah
tanpa berhubungan langsung dengan udara luar.
Penggunaan alat – alat berat yang kurang tepat dengan kondisi dan
situasi lapangan pekerjaan akan berpengaruh berupa kerugian antara lain
rendahnya produksi, tidak tercapainya jadwal atau target yang telah
ditentukan, atau kerugian biaya perbaikan yang tidak semestinya. Oleh karena
itu sebelum menentukan tipe dan jumlah peralatan dan attachmentnya,
sebaiknya dipahami terlebih dahulu fungsi dan aplikasinya.
Terdapat beraneka macam alat berat yang sering dipergunakan dalam
pekerjaan konstruksi, tetapi peralatn yang akan dibahas dalam hal ini adalah
peralatan yang berhubungan dengan pekerjaan pemindahan tanah
(earthmoving technic) yang umumnya diproduksi atau disuplai oleh supplier alat
berat seperti PT United Traktor, PT Trakindo dan lain sebagainya. Adapun
earthmoving technic yang biasa dilakukan antara lain; penyipan lahan
pertanian, perkebunan, konstruksi jalan dan penambangan batubara,
nikel, timah dan lain-lain. Pendapat dan penafsiran mengenai fungsi dan aplikasi
alat berat bisa bermacam-macam, akan tetapi pada prinsipnya tidak
banyak perbedaan. (Tenriajeng, 2003 halaman 11).
Semakin banyaknya alat berat dan peralatan PTM (Pemindahan Tanah
Mekanis) yang tersedia membuat semakin banyak pilihan dalam menentukan
kombinasi alat alat PTM apa saja yang akan digunakan dalam operasi
penambangan hingga bisa efektif dan memberikan output yang besar. Oleh
karena itu pada pekerjaan pekerjaan di sektor pertambangan sangatlah penting
untuk diperhatikan sebagai berikut:
1. Merencanakan sistem peralatan PTM yang akan dipakai.
2. Mengetahui persyaratan “engineering” dari peralatan PTM yang diminta.
Dalam merencanakan kombinasi peralatan PTM yang digunakan, urutan
yang sebaiknya digunakan antara lain:
1. Menentukan terlebih dahulu (prediction) kemampuan (performance) peralatan
PTM yang akan digunakan.
2. Melakukan pembandingan dari beberapa kombinasi peralatan PTM yang tepat
atau tidak, juga perlu dilakukan analisa lapangan (Field Analysis). Kegunaan dari
analisa lapangan tersebut adalah untuk mengetahui:
a. Dasar dasar keteknikan (Engineering Fundamentals) yang diminta kondisi
lapangan terhadap mesin.
b. Spesifikasi peralatan PTM yang diminta sesuai dengan keadaan lapangan
sesungguhnya
c. Produksi (output) sesungguhnya dilapangan yaitu produksi alat PTM yang
mungkin bisa dihasilkan sesuai dengan medan kerja.
Sangatlah berguna membandingkan antara produksi aktual dengan produksi
secara teoritis. Apabila ada perbedaan diantara keduanya kemudian perlu
dianalisa untuk menemukan penyebabnya.
Prosedur umum dalam menganalisa kombinasi peralatan PTM :
1. Tentukan output dari peralatan yang digunakan
2. Pertimbangkan apakah peralatan PTM yang outputnya sudah diketahui
(sesuai dengan masing masing kapasitas peralatan) sesuai dan cocok dan
memungkinkan dalam kondisi grade, altitude dan hauling distance (ketiga faktor
tersebut diperoleh dari hasil analisis lapangan).
3. Hitung biaya pemilikan (cost of owning) dan biaya operasi (cost of operating)
dari peralatan-peralatan PTM yang digunakan sesuai dengan out put yang
diminta dan kondisi lapangan.
(Indonesianto,2005 halaman 1)

3.1. Excavator
Sesuai dengan namanya alat ini dibuat agar dapat berfungsi sebagai
penggali, pengangkat maupun pemuat tanpa harus berpindah tempat
menggunakan tenaga power take off dari mesin yang dimiliki. Karakteristik
penting dari hydraulic excavator adalah pada umumnya menggunakan tenaga
diesel engine dan full hydraulic system. Excavating operation paling efisien
adalah menggunakan metode “heel and toe”mulai dari atas permukaan sampai
ke bagian bawah. Bagian atas mampu berputar 360o (derajat).

III - 2
Dalam konfigurasi backhoe, ukuran boom lebih panjang sehingga
jangkauan lebih jauh tetapi ukuran bucket lebih kecil. Ukuran bucket yang kecil
bukan berarti produktivitasnya kecil, namun dapat diimbangi dengan kecepatan
swing-nya yang lebih cepat sehingga cycle time nya lebih kecil. Pada konfigurasi
lain adalah loading shovel, biasanya boom-nya lebih pendek namun bucket-nya
lebih besar, cycle time lebih lama. Dengan cycle time yang lebih lama bukan
berarti produktivitasnya lebih rendah karena di imbangi dengan kapasitas bucket-
nya yang lebih besar. (Tenriajeng,2003 halaman 21)
Kelebihan Excavator adalah bisa mendistribusikan muatan keseluruh bagian
vessel dengan merata. Artinya lebih mudah dalam mengatur muatan sehingga
jalannya alat angkut dump truck bisa lebih seimbang. Secara anatomis bagian
utama dari excavator adalah :
1. Bagian atas (dapat berputar) disebut “revolving unit”.
2. Bagian bawah (untuk gerak maju, mundur dan jalan) disebut “travel unit”.
3. Attachment unit adalah perlengkapan yang diganti sesuai kebutuhan
Bagian traveling unit dari Excavator dapat berupa crawler (rantai) atau
wheel mounted (roda karet) yang digunakan untuk berjalan. Khusus pada
Excavator wheel mounted dimaksudkan agar memiliki kecepatan gerak atau
berpindah dari satu tempat ketempat lain relative lebih cepat dibandingkan
menggunakan crawler excavator, sehingga wheel excavator memiliki dua mesin
penggerak, pertama sebagai mesin penggerak traveling unit kendaraannya
(truck) dan lainnya merupakan mesin penggerak alat excavator seperti revolving
unit maupun penggerak attachment unit dalam melakukan fungsinya sebagai alat
penggali, pengangkat maupun pemuat. Dan bagian revolving unit merupakan
bagian untuk berputar mendatar. (Soemardikatmodjo, 2003 halaman 26)

3.2. Cara Pemuatan Material


Cara pemuatan material oleh alat muat ke dalam alat angkut ditentukan
oleh kedudukan alat muat terhadap material dan alat angkut, apakah kedudukan
alat muat tersebut berada lebih tinggi atau kedudukan kedua-duanya sama
tinggi. Cara pemuatan dibagi menjadi 2 (dua), yaitu :
1. Top Loading
Kedudukan alat muat lebih tinggi dari bak truck (alat muat berada diatas
tumpukkan material atau berada diatas jenjang). Cara ini hanya dipakai pada
alat muat backhoe, selain daripada itu operator lebih leluasa untuk melihat

III - 3
bak dan menempatkan material. Untuk melakukan loading dengan “bottom
loading” langkah-langkah yang perlu diperhatikan adalah :
a. Letak atau posisi backhoe sejajar dengan DT, agar unit tidak mudah
terjungkal dan tidak terlalu sering bergeser atau bergerak ganti posisi.
b. Jarak antara bagian depan dengan pinggir tebing sekitar ± 1.5 meter dan
sejajar dengan lokasi kerja.
c. Sudut pengambilan material terhadap posisi DT lebih kecil dari 45° yang
tujuannya agar cycle time kecil dan produksi besar.
d. Posisi front idler selalu berada di depan.

*sumber : Prodjarsomarto, 1993)


*Sumber : Prodjarsomarto, 1993
Gambar 3.1
Cara Pemuatan Material Top Loading

2. Bottom Loading
Ketinggian alat angkut dan truk adalah sama. Cara ini dipakai pada alat
muat power shovel. Dalam melakukan loading yang posisinya sama rata
dengan DT maka yang perlu diperhatikan :
a. Posisi truck selalu tegak lurus terhadap lereng searah dengan
pergeseran atau kemajuan lokasi kerja dengan jarak. ± 150 meter dan
dump truck berada dibelakang excavator.
b. Posisi front idler berada didepan, bilamana terjadi keretakan tanah
(longsor) unit cepat digerakkan mundur dan berfungsi sebagai peredam
pada saat pengambilan material.
c. Ketinggian bucket pada saat membuang material ke dalam vessel DT ±
0.50 meter dan berada ditengah-tengah vessel.
d. Berilah tanda pengaman atau tanggul agar DT pada saat mundur menuju
ke tempat loading point tidak terjadi benturan dengan excavator.

III - 4
*Sumber : Prodjarsomarto, 1993
Gambar 3.2
Cara Pemuatan Material Bottom Loading

3.3. Posisi Pemuatan


Posisi pemuatan dilihat dari alat muat terhadap front penggalian dan
posisi alat angkut terhadap alat muat. Dapat dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu:
1. Frontal Cut
Alat muat berhadapan dengan muka jenjang atau front penggalian. Pada
pola ini memuat pertama kali pada dump truk sebelah kiri sampai penuh dan
berangkat setelah itu dilanjutkan pada dump truk sebelah kanan.
2. Pararel Cut with Turn Drive-bye
Alat muat (backhoe) bergerak melintang dan sejajar dengan front
penggalian. Pola ini diterapkan apabila lokasi pemuatan memiliki 2 (dua)
akses .
3. Pararel Cut with Turn and Back
Pararel cut with turn and back terdiri dari 2 (dua) metode berdasarkan
cara pemuatannya yaitu:
a. Single Spotting / single Truk Back Up
Truk kedua menunggu selagi alat muat memuat ke truk pertama, setelah
truk pertama berangkat, truk kedua berputar dan mundur. Saat truk kedua
dimuat, truk ketiga datang dan melakukan manufer, dan seterusnya.
b. Double Spotting / Double Truck Back Up
Truk memutar dan mundur ke salah satu sisi alat muat selagi alat muat
memuati truk pertama. Begitu truk pertama berangkat, alat muat mengisi

III - 5
truk kedua dimuati, truk ketiga datang dan langsung berputar dan mundur
kearah alat muat, demikian seterusnya.
(Prodjarsomarto, 1993)

*Sumber : yanto,
2005
Gambar 3.3
Pola Pemuatan Alat Muat
Gerakan yang dilakukan dalam satu siklus akan berbeda tergantung
kepada:
1. Jenis alat berat yang digunakan
Misalnya:
a. Dump-truck : Pemuatan - Pengangkutan - Penumpahan – Kembali
b. Bulldozer : Penancapan blade - penggusuran - Pengangkatan Blade
Memutar
c. Excavator : Penggalian - Ayun bermuatan - Penumpahan - Ayun kosong
d. Dragline : Pelemparan bucket - Pengerukan - Pengangkatan bucket - Ayun
bermuatan - Penumpahan - Ayun kosong
2. Jenis Kegiatan yang dilakukan
Misal : dozer untuk menggusur, memotong, mengepras atau menyuai tinggi

3. Metoda kerja yang digunakan


Misalnya : backhoe mengeruk tanah kemudian tanah tersebut dibuang
begitu saja, siklusnya akan berbeda kalau backhoe tersebut mengeruk tanah
kemudian tanah tersebut dimuat ke atas dumptruck atau ditimbun ke stockpile
dan atau waste-dump.

III - 6
3.4. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Alat Mekanis
Menurut Indonesianto (2005), produktivitas alat merupakan ukuran
kemampuan alat untuk memindahkan jumlah material dalam ukuran waktu
tertentu. Produktivitas alat dinyatakan dalam BCM/jam atau Ton/jam. Indikator
keberhasilan kerja alat mekanis adalah besarnya produksi yang dapat dicapai
oleh alat tersebut. Untuk menentukan kemampuan produktivitas alat gali muat
dan alat angkut yang digunakan untuk pemuatan perlu diperhatikan faktor faktor
yang berpengaruh terhadap kemampuan produktivitas alat gali muat dan alat
angkut tersebut. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut :

3.4.1. Waktu Edar (Cycle Time)


Waktu edar adalah jumlah waktu yang diperlukan oleh alat mekanis baik
alat muat maupun alat angkut untuk melakukan satu siklus kegiatan produksi dari
awal sampai akhir dan siap untuk memulai lagi (Prodjosumarto, 1995).
3.4.1.1 Waktu Edar (Cyle Time) Alat Gali Muat
Dapat dinyatakan dalam persamaan :
CTExc = Dgt + SLT + Dpt + SET......................................(persamaan 3.1)
Keterangan :
CTExc : Total waktu edar alat gali muat (detik)
Dgt : Waktu untuk penggalian (Digging time) (detik)
SLT : Waktu untuk ayunan bermuatan (Swing time loaded) (detik)
Dpt : Waktu untuk menumpahkan material (Dumping time) (detik)
SET : Waktu ayunan kosong (Swing time empty) (detik)
3.4.1.2 Waktu Edar (Cyle Time) Alat Angkut
Dapat dinyatakan dalam persamaan :
CTDt = LT + HLT + SDT + DT + RT+ SLT......................(persamaan 3.2)
Keterangan :
CTDt : Total waktu edar alat angkut (detik)
SLT : Waktu manuver untuk diisi muatan (detik)
LT : Waktu diisi muatan (detik)
HLT : Waktu mengangkut muatan (detik)
SDT : Waktu manuver untuk menumpahkan muatan (detik)
DT : Waktu menumpahkan muatan (detik)
RT :Waktu kembali kosong (detik)
(Riswan, 2021)

III - 7
3.4.2. Bucket Fill Factor
Faktor pengisian mangkuk (bucket) adalah perbandingan antara volume
material yang dapat ditampung oleh mangkuk terhadap volume mangkuk secara
teoritis. Semakin besar faktor pengisian maka semakin besar pula kemampuan
nyata dari alat tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi faktor pengisian
mangkuk adalah
1. Kandungan air, dimana semakin besar kandungan air maka faktor pengisian
semakin kecil, karena terjadi pengurangan volume material.
2. Fragmentasi material, dimana material dengan ukuran yang bagus
(fragmentasi baik) akan memiliki faktor pengisian mangkuk yang tinggi
sedangkan material dengan ukuran buruk (fragmentasi besar) akan memiliki
faktor pengisian mangkuk yang rendah sehingga produktifitas alat gali muat
akan rendah.
3. Keterampilan dan kemampuan operator, dimana operator yang
berpengalaman dan terampil dapat memperbesar faktor pengisian mangkuk.
Untuk menghitung faktor pengisian digunakan persamaan sebagai berikut :
BFF = Vn x 100%........................................................................(persamaan 3.3)

Vt
Keterangan :
BFF = Bucket Fill Factor (%)
Vn = Volume nyata alat muat (m3)
Vt = Volume teoritis alat muat, (m3)

3.4.3. Kapasitas Bucket


Kapasitas bucket Merupakan nilai volume dari bucket alat gali muat
(excavator) tipe backhoe dalam keadaan munjung (heaped). Apabila suatu alat
gali muat memiliki kapasitas bucket yang besar, maka produktivitas alat tersebut
juga akan besar. Untuk memenuhi target produksi yang telah ditentukan, perlu
kapasitas bucket rata-rata untuk setiap alat besar sehingga dapat ditentukan alat
gali muat yang akan digunakan. Terdapat tiga jenis ukuran bucket yang harus
diperhitungkan dalam pemilihan alat gali muat, yaitu :
1) Kapasitas Batas Muatan Statis, yaitu kapasitas yang dapat membuat alat gali
muat terjungkit (static tipping load).
2) Kapasitas Peres (struck capacity), yaitu kapasitas atau volume material yang
dapat mengisi bucket rata hingga batas bibir bucket.

III - 8
3) Kapasitas Munjung (heaped capacity), yaitu kapasitas atau volume alat
sesungguhnya (struck capacity) ditambah dengan volume material yang
menggunung diatas bucket alat tersebut.

3.4.4. Swell Factor


Swell Factor adalah faktor pengembangan volume suatu material setelah
digali dari tempatnya. Di alam, material didapati dalam keadaan padat dan
terkonsolidasi dengan baik, sehingga hanya sedikit bagian-bagian kosong (void)
yang terisi udara di antara butir-butirnya. Apabila material digali dari tempat
aslinya, maka akan terjadi pengembangan volume (swell).
Pengembangan volume suatu material perlu diketahui, karena yang
diperhitungkan pada penggalian selalu didasarkan pada kondisi material
sebelum digali, yang dinyatakan dalam “pay yard” atau “bank yard” atau “bank
volume” atau “in place volume” atau “volume insitu”. Sedangkan material yang
ditangani (dimuat untuk diangkut) selalu material yang telah mengembang (loose
volume). (Indonesianto, 2005 : II-8)

.......................................... (persamaan 3.4)

a. Sifat Fisik Material


Material Material yang berada di permukaan bumi ini sangat berakneka
ragam baik jenis, bentuk dan lain sebagainya. Oleh karenanya alat yang
dipergunakan untuk memindahkannya pun beraneka ragam juga. Dengan
demikian mutlak diperlukan kesesuaian alat dengan kondisi material. Jika tidak,
akan menimbulkan kesulitan berupa tidak efisiennya alat yang otomatis akan
menimbulkan kerugian karena banyaknya loss time. Beberapa sifat fisik material
yang penting untuk diperhatikan dalam pekerjaan tanah adalah sebagai berikut:
pengembangan material, berat material, bentuk material, kekerasan material dan
daya dukung tanah (Tenriajeng, 2003:1).
1) Pengembangan dan penyusutan material
a) Keadaan Asli (bank condition), keadaan material yang masih alami dan
belum mengalami gangguan teknologi, butiran-butiran yang
dikandungnya masih terkonsolidasi dengan baik. satuan volume material
dalam keadaan asli disebut Bank Cubic Meter (BCM).

III - 9
b) Keadaan Terberai (loose condition), material yang telah tergali dari
tempat aslinya akan mengalami perubahan volume yaitu mengembang.
Hal ini disebabkan adanya material, dengan demikian volumenya
menjadi lebih besar. Satuan volume penambahan rongga udara diantara
butiran-butiran material dalam keadaan terberai disebut loose cubic
meter (LCM).
c) Keadaan padat (compacted condition), keadaan padat akan dialami oleh
material yang mengalami proses pemadatan. Perubahan volume terjadi
karena adanya penyusutan rongga udara di antara butiran-butiran
material tersebut, dengan demikian volumenya akan berkurang tetapi
beratnya akan tetap sama. Satuan volume material dalam keadaan
padat disebut Compacted Cubic Meter (CCM).
d) Berat jenis Material berat jenis (density) material adalah suatu sifat yang
dimiliki oleh setiap material. Dimana kemampuan suatu alat untuk
mendorong, mengangkat, dan melakukan pekerjaan lainnya, akan
sangat dipengaruhi oleh berat jenis material tersebut.
2) Bentuk material akan mempengaruhi produksi alat mekanis. Bentuk material
yang cenderung bulat akan memiliki gaya gesek lebih kecil dibandingkan
material dengan bentuk segi banyak (poligon).
kekerasan Material yang keras akan lebih sukar dikoyak, digali atau dikupas oleh
alat berat. Hal ini akan menurunkan produktivitas alat. Pengukuran kekerasan
tanah bisa dilakukan dengan cara shear meter, ripper meter, seismic (suara atau
getaran) dan soil investigation drill (pengeboran)
(Tenriajeng, 2003:8).

3.4.5. Efisiensi Kerja


Efisiensi kerja merupakan penilaian terhadap pelaksanaan suatu
pekerjaan atau merupakan perbandingan antara waktu yang dipakai untuk
bekerja dengan waktu yang tersedia. Dalam perhitungannya digunakan
pengertian persentase waktu kerja efektif (%). Beberapa faktor yang
mempengaruhi efisiensi kerja adalah: (Wedhandto, 2009: 57-61)

III - 10
a. Waktu kerja penambangan (working time)
Waktu kerja penambangan adalah jumlah waktu kerja yang digunakan
untuk melakukan kegiatan penambangan, meliputi kegiatan penggalian,
pemuatan dan pengangkutan. Efisiensi kerja akan semakin besar apabila
jumlah waktu kerja yang disediakan digunakan secara optimal.
b. Kondisi tempat kerja (job layout)
Kondisi tempat kerja dalam hal ini adalah lokasi daerah penambangan
dan kondisi jalan angkut sangat berpengaruh pada efisiensi kerja peralatan
mekanis dalam kegiatan penambangan. Dengan kondisi tempat kerja yang
baik maka alat mekanis dapat bekerja dengan optimal, lain halnya dengan
kondisi tempat kerja yang buruk akan mengakibatkan alat tidak dapat bekerja
secara optimal.
c. Kondisi cuaca (weather)
Turunnya hujan akan mempengaruhi terhadap volume produksi
kegiatan penambangan, terutama produksi Alat Gali Muat dan Alat Angkut.
Maka perlu diperhatikan besar kecilnya curah hujan untuk dilakukan analisis
pengaruh hujan terhadap waktu kerja maupun volume produksi yang
dihasilkan.
d. Gangguan alat
Gangguan alat adalah segala hal yang mengakibatkan alat tidak
berfungsi sebagaimana mestinya pada suatu kegiatan penambangan. Dalam
hal ini gangguan dapat berupa : rusaknya alat pada suatu kegiatan produksi.
e. Faktor manusia (human element)
Faktor manusia sangat mempengaruhi efisiensi kerja penambangan,
dalam hal ini adalah kedisiplinan kerja. Dengan bekerja pada waktu yang telah
ditentukan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan sesuai dengan jadwal
yang diharapkan efisiensi akan semakin meningkat. Sebaliknya dengan
pekerja yang tidak disiplin maka efisiensi sangat berkurang sehingga sasaran
produksi tidak tercapai.
Dalam kenyataannya, penentuan besarnya efisiensi kerja sulit diukur,
tetapi dengan dasar pengalaman dapat ditentukan efesiensi kerja yang
mendekati kenyataan.

III - 11
Tabel 3.1.
Efisiensi Kerja Dalam Keadaan Segala Kondisi
Pemeliharaan Mesin
Kondisi Operasi
Baik Baik Sedang Buruk Buruk
Alat
Sekali Sekali
Baik Sekali 0.83 0.81 0.76 0.70 0.63
Baik 0.78 0.75 0.71 0.65 0.60
Sedang 0.72 0.69 0.65 0.60 0.54
Buruk 0.63 0.61 0.57 0.52 0.45
Buruk sekali 0.52 0.50 0.47 0.42 0.32
*Sumber: Nurhakim, 2004 : 5

Cara yang sangat umum dipakai untuk menentukan efisiensi alat adalah
dengan menghitung berapa menit alat tersebut bekerja secara efektif dalam satu
jam, diformulasikan sebagai (Nurhakim, 2004 : 5).

ΣCT
E x 100% …………………………..... (persamaan 3.5)
ΣCT+Σw
dd WT

Keterangan :
E = Efisiensi Kerja (%)
CT = Waktu Edar
(second)
WT = Waktu Delay (second)

3.5. Perhitungan Produktivitas Alat Berat


3.5.1. Perhitungan Produktivitas Excavator
Menurut Indonesianto (2005), kemampuan produktivitas alat gali muat
merupakan besarnya produktivitas yang terpenuhi secara aktual oleh alat gali
muat berdasarkan pada kondisi yang dapat dicapai. Produktivitas alat gali muat
dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :

P = 3600 x Kb x FF x SFx βi ............................................( persamaan 3.6)


Ct

III - 12
Keterangan :
P = Produktivitas alat gali muat (Ton/jam)
Kb = Kapasitas Bucket(Lcm)
Sf = Swell Factor
FF = Bucket Fill Factor (faktor koreksi pengisian bucket)
Ct = Cycle Time (detik)
βi = Densitas batubara (ton/bcm)

3.5.2. Perhitungan Produktivitas Alat Angkut


Menurut Tenriajeng (2003), Produktivitas alat angkut dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan berikut :

P = 3600 x Kb x Bf x Sf x n x βi ....................................( persamaan 3.7)


CT

Keterangan :
P = Produktivitas alat muat (Ton/jam)
Eff = Effisiensi Kerja alat
Kb = Kapasitas Bucket (Lcm)
Sf = Swell faktor
Bf = Bucket Fill Factor (faktor koreksi pengisian bucket)
n = Jumlah Pengisian (kali)
CT = Cycle Time (detik)
βi = Densitas batubara (ton/bcm)

3.6. Keserasian Kerja (Match Factor)


Faktor keserasian biasanya digunakan untuk mengetahui jumlah alat
angkut yang sesuai (serasi) untuk melayani satu unit alat gali muat. Keserasian
alat gali muat dan alat angkut dapat dirumuskan sebagai :
Na x n x Ctm
Match Factor (MF) = (persamaan 3.8)
Nm x Cta...................................................
Keterangan :
Na : Jumlah alat angkut
Nm : Jumlah alat gali muat
n : Banyaknya pengisian tiap satu alat angkut
Cta : Waktuu siklus alat angkut
Ctm : Waktu siklus alat gali muat
(Anisari, Rezky. 2012)
III - 13
3.7. Time Categorization
Time Categorization adalah suatu sistem pengelompokan waktu yang
diterapkan untuk mendefinisikan semua aktivitas dari unit yang berhubungan
dengan dispatch di lapangan sehingga dapat ditentukan besarnya operating
time, usage, dan utilized time alat, serta lamanya durasi idle dan delay. Time
categorization terbagi menjadi dua kelompok yaitu availble time dan down time.
3.7.1. Available Time
Available Time adalah durasi waktu yang tersedia bagi alat untuk
beroperasi. Available time dibagi menjadi dua, yaitu utilized time (operating time
dan operating delay), dan operating standby.
a) Operating time adalah lamanya waktu dimana suatu unit melakukan kegiatan
penambangan yang produktif. Durasi Operating time dapat diperkiraka dari
usage unit tersebut.
b) Operating delay menunjukan waktu yang tertunda dalam pengoperasian suatu
unit meskipun dalam keadaan siap bekerja atau tidak rusak.
c) Operating standby menunjukan durasi waktu yang hilang saat alat sedang
beroperasi sehingga alat tersebut tidak dapat berproduksi.
3.7.2. Down Time
Down Time adalah waktu dimana unit tidak dapat beroperasi karena unit
tersebut mengalami perbaikan (service) maupun perawatan (maintenance).
Down Time dibagi menjadi dua kategori yaitu scheduled maintenance (perawatan
unit yang terjadwal) dan unscheduled maintenance (perbaikan unit akibat
kerusakan).
(Nur Ananda, Natasha, 2019)

3.8. Estimasi Jumlah Alat yang Diperlukan


Untuk dapat mengestimasikan jumlah alat angkut yang diperlukan, maka
harus diketahui terlebih dahulu target produktivitas dan produktivitas aktual alat.
Sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut :

Tvp
N = Kp ...................................................................................(persamaan 3.9)

III - 14
Keterangan :
N = Jumlah alat yang diperlukan
Tvp = Target produktivitas alat
Kp = Produktivitas aktual alat
(Suryaputra, 2009)

3.9. Geometri Jalan


3.9.1. Lebar Jalan pada Kondisi Lurus
Lebar jalan minimum pada jalan lurus dengan lajur garda atau lebih,
menurut Aasho Manual Rural Way Design, jalan harus ditambah dengan
setengah lebar alat angkut pada bagian tepi kiri, kanan jalan, dan jarak antar
kendaraan (lihat gambar 3.4). Dari ketentuan tersebut dapat digunakan cara
sederhana untuk menentukan lebar jalan angkut minimum, yaitu menggunakan
rule of thumb atau angka perkiraan seperti terlihat pada tabel 3.3.
Tabel 3.2.
Lebar Jalan Angkut Minimum
Jumlah Jalur Truk Perhitungan Lebar Jalan Angkut Minimal
1 1 + (2 x 1/2) 2
2 2 + (3 x 1/2) 3,5
3 3 + (4 x 1/2) 5
4 4 + (5 x 1/2) 6,5
Sumber : Suwandhi, 2004.

Dari kolom perhitungan pada Tabel 3.3. dapat ditetapkan rumus lebar jalan
angkut minimum pada jalan lurus. Seandainya lebar kendaraan dan jumlah lajur
yang direncanakan masing – masing adalah Wt dan n, maka lebar jalan angkut
pada jalan lurus dapat dirumuskan sebagai berikut :

Lmin = n x Wt + (n + 1) x (0,5 x Wt) .........................................(persamaan 3.10)

Keterangan :
Lmin = Lebar jalan angkut minimum (m)
Wt = Lebar alat (m)
N = Jumlah jalur

III - 15
Sumber : Suwandhi,2004
Gambar 3.4
Lebar Jalan Angkut Dua Jalur pada Jalan Lurus

3.9.2. Lebar Jalan pada Kondisi Tikungan


Lebar jalan angkut pada tikungan selalu dibuat lebih besar daripada jalan
lurus. Hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi adanya penyimpangan lebar
alat angkut yang disebabkan oleh sudut yang dibentuk oleh roda depan dengan
badan truk saat melintas tikungan. Untuk jalur ganda, lebar jalan minimum pada
tikungan dapat dihitung dengan berikut :
a. Lebar jejak roda.
b. Lebar juntai atau tonjolan (overhang) alat angkut bagian depan dan belakang
pada saat membelok.
c. Jarak antar alat angkut saat bersimpangan.
d. Jarak alat angkut terhadap tepi jalan.
Persamaan yang digunakan untuk menghitung lebar jalan angkut minimum
pada tikungan adalah sebagai berikut :
W = n (U + Fa + Fb + Z) + C....................................(persamaan 3.11)
C = Z = 0,5 (U + Fa + Fb).......................................(persamaan 3.12)

III - 16
Keterangan :
W = Lebar jalan angkut pada tikungan (meter)
U = Jarak antar roda (meter)
Fa = Lebar juntai depan (meter)
Fb = Lebar juntai belakang (meter)
Z = Lebar bagian tepi jalan (meter)
C = Lebar antara alat angkut saat bersimpangan (meter)

Sumber : Suwandhi,2004
Gambar 3.5
Lebar Jalan Angkut Dua Jalur pada Tikungan

3.10. Grade Jalan


Kemiringan jalan angkut berhubungan langsung dengan kemampuan alat
angkut baik dalam pengereman ataupun dalam mengatasi tanjakan. Kemiringan
jalan umumnya dinyatakan dalam persen (%).
Kemiringan maksimum yang dapat dilalui dengan baik oleh alat angkut
truck berkisar 8% - 12%. Akan tetapi untuk jalan naik turun pada lereng bukit
lebih aman bila kemiringan jalan maksimum sekitar 10%.
Kemiringan alat angkut dapat dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut :

III - 17
∆h
Grade (ɑ) =xℎ100% ................................................ (persamaan 3.13)
∆x
Keterangan :
∆h = beda tinggi antara 2 titik yang diukur (m)
∆x = jarak datar antara 2 titik yang diukur (m)

Sumber : Suwandhi,2004
Gambar 3.6
Grade Jalan

Anda mungkin juga menyukai