Anda di halaman 1dari 39

KAJIAN TEKNIS PRODUKTIVITAS EXCAVATOR SANY

SY365H DAN DUMPTRUCK SANY SKT90S PADA


PENAMBANGAN BIJIH BESI PT. ADIDAYA
TANGGUH SITE TALIABU KABUPATEN
PULAU TALIABU MALUKU UTARA

SKRIPSI

Oleh :
CHRISTIAN SUTRISNO
112180031

PROGRAM SARJANA
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2022
KAJIAN TEKNIS PRODUKTIVITAS EXCAVATOR SANY
SY365H DAN DUMPTRUCK SANY SKT90S PADA
PENAMBANGAN BIJIH BESI PT. ADIDAYA
TANGGUH SITE TALIABU KABUPATEN
PULAU TALIABU MALUKU UTARA

SKRIPSI

Disusun sebagai salahsatu syarat memperoleh gelar Sarjana Teknik dari


Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta

Oleh :
CHRISTIAN SUTRISNO
112180031

PROGRAM SARJANA
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2022
KAJIAN TEKNIS PRODUKTIVITAS EXCAVATOR SANY
SY365H DAN DUMPTRUCK SANY SKT90S PADA
PENAMBANGAN BIJIH BESI PT. ADIDAYA
TANGGUH SITE TALIABU KABUPATEN
PULAU TALIABU MALUKU UTARA

Oleh :
CHRISTIAN SUTRISNO
112180031

Disetujui untuk
Program Sarjana
Program Studi Teknik Pertambangan
Jurusan Teknik Pertambangan
Fakultas Teknologi Mineral
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
Tanggal :…………………….

Pembimbing I Pembimbing II

Ir. Hartono, M.T. Dr. Ir. Eddy Winarno, S.Si, M.T.


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


PT. Adidaya Tangguh adalah perusahaan pertambangan bijih besi yang
terletak di kecamatan Lede, Taliabu Barat, Taliabu Barat Laut dan Taliabu Utara,
Kabupaten Pulau Taliabu, Provinsi Maluku Utara. Kegiatan penambangan bijih
besi dilakukan dengan menggunakan sistem tambang terbuka dengan metode
Open Cast yaitu sistem penambangan yang penggalian endapan bijih dilakukan
pada suatu lereng bukit sehingga medan kerja digali dari arah bawah ke atas atau
sebaliknya (side hill type).
Kegiatan tersebut terdiri dari pembongkaran, pemuatan, dan pengangkutan.
Pembongkaran dan pemuatan dilakukan menggunakan Excavator SANY SY365H
dan proses pengangkutan dilakukan oleh dumptruck SANY SKT90S. Kegiatan
penambangan dikerjakan sendiri oleh perusahaan. Pada kegiatan penambangan,
keberadaan alat mekanis sangat dibutuhkan guna menunjang keberhasilan
penambangan itu sendiri. Berdasarkan kenyataan di lapangan, terdapat
ketidakserasian kerja antara alat muat dan alat angkut yang dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain, efisiensi kerja, waktu edar, serta faktor kondisi jalan
angkut.
PT. Adidaya Tangguh mempunyai IUP (Izin Usaha Pertambangan) sebesar
22.332,98 Ha dan target produksi penambangan bijih besi sebesar 208.000
ton/bulan. Produksi penambangan aktual hanya memperoleh 153.506 ton/bulan.
Oleh karena itu perlu dilakukan kajian teknis kemampuan produktivitas alat muat
dan alat angkut untuk memenuhi target produksi bijih besi.

1.2. Rumusan Masalah


Permasalahan yang terjadi adalah belum tercapainya target produksi sebesar
208.000 ton/bulan yang telah di tetapkan oleh PT. Adidaya Tangguh serta terdapat

1
faktor yang mempengaruhi produktivitas alat mekanis. Oleh karena itu diperlukan
kajian untuk meningkatkan produktivitas dari alat muat dan alat angkut agar dapat
memenuhi target produksi

1.3. Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Menganalisis kemampuan produktivitas dari alat muat dan alat angkut
2. Menganalisis faktor serta hambatan yang menjadi penyebab belum
tercapainya target produksi
3. Melakukan upaya peningkatan produktivitas alat muat dan alat angkut untuk
mendapatkan produksi optimal

1.4. Batasan Masalah


Rumusan masalah pada penelitian ini adalah :
1. Penelitian dibatasi pada permasalahan teknis kerja alat muat excavator Sany
SY365H dan alat angkut dump truck Sany SKT90S
2. Penelitian difokuskan pada faktor keserasian kerja alat mekanis dan tidak
membahas segi ekonomi dalam tercapainya target produksi.

1.5. Metode penelitian


Pada penelitian ini dilakukan pengamatan dan pengambilan data di lapangan
secara langsung (data primer) maupun secara tidak langsung (data sekunder) yang
kemudian akan dilakukan pengolahan data. Hasil pengolahan data akan dianalisis
sehingga dapat diambil kesimpulan dan saran yang sesuai dengan permasalahan
yang ada:
1. Studi Literatur
Studi literatur dilaksanakan dengan mempelajari teori-teori yang
berhubungan dengan masalah yang dibahas dilapangan melalui buku-buku
literatur. Selain itu juga mempelajari laporan penelitian yang pernah dilakukan
perusahaan mengenai kajian tentang alat muat dan alat angkut serta handbook alat
berat pertambangan.
2. Observasi Lapangan

2
Pengamatan dilapangan dilakukan dengan melakukan peninjauan lapangan
secara langsung untuk melakukan pengamatan kondisi dan keadaan di lapangan
serta pengamatan terhadap proses yang terjadi dan mencari informasi pendukung
yang terkait dengan permasalahan yang akan dibahas, kemudian menentukan area
yang akan diteliti dan merencanakan waktu pengambilan data yang akan di ambil
datanya.
3. Pengambilan Data
Pengambilan data adalah kegiatan untuk mendapatkan data-data yang
dibutuhkan untuk dapat menyelesaikan penelitian. Data ini diperoleh dari
pengamatan langsung dilapangan (data primer) dan berdasarkan literatur - literatur
yang berhubungan dengan masalah yang diteliti (data sekunder).
a. Data Primer
1) Kondisi jalan angkut.
2) Pola pemuatan.
3) Waktu edar alat muat dan alat angkut.
4) Data hambatan kerja
b. Data Sekunder
1) Data target produksi
2) Peta topografi
3) Data curah hujan
4) Jam kerja
5) Spesifikasi alat
6) Faktor pengembangan
7) Faktor pengisian alat muat
8) Catatan dan laporan-laporan yang ada di perusahaan
4. Pengolahan Data
a. Data mengenai jam kerja aktual dan jam kerja yang ditentukan dari
masing-masing alat akan diolah untuk mengetahui waktu kerja efektif.
b. Data mengenai waktu edar, efisiensi kerja, faktor pengembangan, faktor
pengisian alat muat, dan spesifikasi alat akan diolah untuk mengetahui
produksi dari masing-masing alat secara teoritis.

3
5. Analisis Data
Hasil pengolahan data digunakan untuk mengetahui kemampuan produksi
alat muat dan alat angkut yang digunakan. Kemudian menentukan faktor-faktor
penyebab tidak tercapainya target produksi. Setelah diketahui penyebabnya, dapat
ditentukan upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kegiatan
produksi dengan memberikan suatu alternatif. Hasil yang diperoleh dari alternatif
tersebut dilakukan penilaian sehingga dapat diambil suatu kesimpulan.
Kemampuan produksi alat muat dan alat angkut serta faktor-faktor penghambat
kegiatan produksi dapat diketahui, dan diharapkan kemampuan produksi dapat
ditingkatkan dengan melakukan koreksi dan perbaikan-perbaikan baik dari segi
teknis, alat, manusia dan kondisi tempat kerja.
6. Kesimpulan dan Analisis Data
Faktor apa saja yang dapat mempengaruhi kemampuan produksi alat muat
dan alat angkut, dan upaya apa saja yang dapat dilakukan untuk mengatasi
masalah tersebut dapat diketahui dari hasil pengolahan data.
1.6. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat berguna bagi perusahaan sebagai
masukan mengenai usaha yang dapat dilakukan dalam peningkatan target
produksi dari alat muat dan alat angkut pada kegiatan penambangan bijih besi.

4
1.7. Diagram Alir Metode Penelitian
Diagram alir metode penelitian ialah sebagai berikut:

STUDI LITERATUR

OBSERVASI LAPANGAN

PENGAMBILAN DATA

DATA
DATA
SEKUNDER
PRIMER

PENGOLAHAN DAN
ANALISIS DATA

HASIL

Gambar 1.1
Diagram Alir Metode Penelitian

5
BAB II
TINJAUAN UMUM

2.1. Lokasi dan Kesampaian Daerah


Lokasi penelitian berada di Kabupaten Pulau Taliabu yang merupakan dataran
rendah dengan ketinggian rata-rata +7,38 meter di atas permukaan laut yang secara
administratif terletak di Kecamatan Lede, Kabupaten Pulau Taliabu, Provinsi
Maluku Utara. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Kepulauan Taliabu
tahun 2021, luas wilayah Kabupaten Taliabu berupa dataran seluas 738,1 km 2.
Kabupaten Pulau Taliabu terletak antara 1º 00’ - 2º 15’ lintang selatan dan 123º 00’
- 125º 00’ bujur timur di mana di sebelah Utara dibatasi oleh Laut Maluku, sebelah
timur Selat Capalulu, sebelah selatan Laut Banda dan sebelah barat Kepulauan
Banggai Laut. Koordinat lokasi penelitian terletak pada E 124º26’36” - 124º27’6”
dan S 1º45’34” - 1º46’4” dengan sistem koordinat World Geodetic System (WGS)
1984 serta luas lokasi penelitian mencapai 1.000 m2. Daerah penelitian PT. Adidaya
Tangguh dapat dicapai dengan menggunakan tiga jalur, yaitu :
1. Transportasi udara (pesawat), yaitu dari Daerah Istimewa Yogyakarta menuju
Jakarta sejauh 561 km dengan waktu tempuh ±1 jam 40 menit, kemudian dilanjut
kembali dari Jakarta menuju Makassar dengan jarak tempuh 1.605 km selama 2
jam 10 menit. Selanjutnya dari Makassar menuju ke Luwuk sejauh 1.601 km dan
diperlukan waktu ±1 jam 45 menit menggunakan jalur udara.
2. Transportasi air, yaitu dari Luwuk menuju Desa Lede Kabupaten Pulau Taliabu,
Maluku Utara dengan kapal Pelra dengan jarak sekitar 393,26 km dan
menempuh waktu ± 13 jam,
3. Transportasi darat, yaitu dari pelabuhan khusus PT. Adidaya Tangguh dengan
perjalanan darat menggunakan bus menuju PT. Adidaya Tangguh selama ± 1
jam. Kondisi jalan belum beraspal masih berupa jalan pengerasan sepanjang
jalan dari pelabuhan sampai ke lokasi PT. Adidaya Tangguh.

6
Keterangan :
7

Gambar 2.1
Peta Lokasi dan Kesampaian Daerah Penelitian
6
2.2. Iklim dan Curah Hujan
Seperti daerah lain di Indonesia, daerah Taliabu beriklim tropis dan umumnya
banyak dipengaruhi oleh musim kemarau dan musim hujan. Musim kemarau
berlangsung antara bulan April sampai dengan September, dimana pada musim ini
situasi laut berombak besar, terjadi di sepanjang pantai selatan Pulau Taliabu.
Musim hujan berlangsung antara bulan Oktober sampai dengan Maret, dimana pada
musim ini akan menyebabkan adanya gelombang besar di sepanjang pantai bagian
utara Pulau Taliabu. Kedua musim tersebut tidak selalu datang tepat pada
waktunya.
Berdasarkan data curah hujan perusahaan tahun 2017-2021, daerah penelitian
memiliki curah hujan rata-rata 345,32 mm/bulan dan hari hujan rata-rata sebanyak
19 hari/bulan. Data curah hujan daat dilihat pada Lampiran A.

800

700

669.56
600
587.98
500
CURAH HUJAN

471.92 470.18
450.36
400
(MM)

361.86
300
298.1
263.04
200 228.94 217.82204.42
185.552
100

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
BULAN

Sumber : PT Adidaya Tangguh, 2021

Gambar 2.2
Grafik Curah Hujan Bulanan Rata-rata Periode 2017-2021

7
2.3. Kondisi Geografi
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri no. 39 Tahun 2015 luas daratan
dan lautan Kabupaten Pulau Taliabu yaitu 1.507,78 km2. Wilayah Kabupaten Pulau
Taliabu bagian Utara berbatasan dengan Laut Maluku, sebelah timur berbatasan
dengan Selat Capalulu, Sebelah selatan berbatasan dengan Kepulauan Banggai laut.

2.4. Kondisi Geologi


2.4.1. Fisiografi
Satuan fisiografi adalah satu bagian permukaan bumi yang memiliki ciri-ciri
topografi, struktur, karakteristik fisik, dan sejarah geologi dan geomorfik yang
berbeda dengan satuan lainnya. Geomorfologi daerah penelitian dibagi menjadi 2
(dua) satuan geomorfologi, yaitu; satuan Struktural, dan satuan Perbukitan
Denudasional. Daerah penelitian dibagi menjadi 3 (tiga) satuan batuan dengan
urutan dari tua ke muda, yaitu : satuan Granit (Perm Akhir hingga Trias) serta granit
pembawa mineralisasi bijih diperkirakan umur (Trias hingga Jura Tengah), satuan
Batulempung (Jura Tengah) dan satuan Batu Pasir Kuarsa (Jura Awal). Struktur
geologi daerah penelitian berupa sesar naik Lede relatif berarah NW-SE yang
memotong satuan batuan Batupasir, Batulempung dan Granit, serta kekar gerus.
Endapan bijih Besi terdapat dalam satuan batuan Granit yang berasosiasi dengan
Batupasir. Dalam bijih Besi terkandung mineral bijih seperti Magnetite (Fe3O4),
Hematit (Fe2O3), Goethite (FeOOH), Limonit (FeO(OH) n (H2O) dan Siderite
(FeCO3). Berdasarkan pada komposisi mineralogi pembentukan endapan bijih Besi
diduga oleh proses kontak hidrotermal. Sebaran bijih Besi di lokasi penelitian lebih
tebal menyebar dengan arah relatif ke utara timur laut berkisar 80% dibandingkan
dengan arah selatan berkisar antara 20%.
2.4.2. Stratigrafi
Stratigrafi adalah studi mengenai sejarah, komposisi dan umur relatif serta
distribusi perlapisan tanah dan interpretasi lapisan-lapisan batuan untuk
menjelaskan sejarah Bumi. Pulau Taliabu tersusun atas beberapa formasi batuan
yang menyebar diseluruh bagian dari wilayah tersebut konglomerat, breksi,
batupasir dengan sisipan serpih dan lignit, lensa batutahu dan bintal pirit meruakan

8
batuan yang paling banyak keterdapatannya di wilayah tersebut. Formasi batuan
Pulau Taliabu terdiri atas sebelas formasi yang menyusunnya yakni Aluvium,
Formasi peleng, Formasi Salodik, Formasi Tanamu, Formasi Buya, Formasi
Bobong, Batuan Gunungapi Mangole, Diabase, Granit Banggai, Formasi Menanga
dan Kompleks Batuan Malihan.
1. Alluvial
Endapan aluvium terdiri atas material sedimen terdiri atas lumpur, lempung,
pasir, kerikil dan kerakal. Umur dari formasi ini adalah kuarter sekitar 3-0 juta
tahun tahun yang lalu, batuan ini terendapkan dalam lingkungan sungai, rawa, delta
dan pantai.
2. Formasi Bobong
Konglomerat, breksi, batupasir dengan sisipan serpih dan lignit, lensa batutahu,
dan bintal pirit merupakan batuan penciri dari formasi Bobong, dan merupakan
formasi batuan yang paling banyak menyusun daerah pulau taliabu, tersebar
dihampir semua bagian dari pulau taliabu dengan umur dari formasi bobong adalah
Jura atas sampai tengah dan umur dari formasi ini diperkirakan sekitar 160-176 juta
tahun yang lalu.
3. Formasi Banggai
Batuan granit, granodiorit, diorite kuarsa dan pegmatit merupakan batuan
penyusun dari formasi ini dengan penyebarannya lebih banyak di bagian barat dari
pulau Taliabu dan sebagian lagi di daerah timur namun keterdapatannya hanya
dalam bagian kecil saja. Dengan umur dari batuan yakni berumur sekitar trias
tengah sampai Permian atas dan diperkirakan sekitar 225-251 juta tahun yang lalu.
4. Formasi Buya
Formasi Buya tersusun atas batuan serpih, batulempung gampingan, bersisipan
batupasir kuarsa dan kalkarenit, batuan ini menunjukan umur dari formasi tersebut
diperkirakan pada zaman kapur bawah sampai jura atas dan umur dari batuan ini
diperkirakan sekitar 141-160 juta tahun yang lalu, dengan penyebarannya paling
banyak pada bagian timur dari pulau Taliabu dan sebagian lagi di bagian barat.

9
5. Kompleks Batuan Malihan
Tersusun atas batuan sekis, genes, amfibolit dan kuarsit yakni batuan yang telah
mengalami proses metamorphisis batuan ini diperkirakan terbentuk pada masa
paleozoikum dan zaman karbon dengan perkiraan waktu pembentukan sekitar 318-
345 juta tahun yang dan batuan ini tersebar di bagian selatan dari pulau taliabu
yakni daerah pamau sampai bagian utara dan sebagian lagi di bagian daerah
Bobong.
Pembagian satuan batuan di daerah penelitian berdasarkan pada pembagian
litostratigrafi, yaitu didasarkan pada ciri litologi yang dapat diamati di lapangan
yang meliputi jenis batuan dan kombinasinya, keseragaman gejala litologi dan
gejala lainya dalam tubuh batuan. Berdasarkan hal diatas, maka pembagian satuan
stratigrafi daerah penelitian dapat disusun menjadi 6 satuan stratigrafi, yaitu :
1. Alluvial
Satuan ini merupakan endapan sungai, pantai dan rawa terdiri dari pasir, kerikil,
kerakal, dan lumpur. Sebenarnya terdapat di sepanjang pantai dan disekitar muara
sungai besar.
2. Satuan Batupasir (sandstone)
Satuan batupasir kuning kecoklatan, getas, padat, ukuran butir berukuran kurang
1- 2 mm, sub rounded, yang tersusun oleh kuarsa.
3. Satuan Lempung (clay)
Satuan batulempung berwarna abu-abu hingga kehitaman, agak keras dan padat,
berlapis dengan ketebalan 15-30 cm.
4. Satuan Batugamping
Satuan batugamping, bewarna putih kekuningan keras, dan padat.
5. Satuan Batuan Metamorf
Batuan metamorf (Malihan) terdiri dari sekis, geneis, amfibolit, filit, batupasir
malih, dan argilit.
6. Satuan Batuan Granit
Satuan batuan granit, bewarna putih kelabu, secara megaskopis tersusun oleh
mineral kuasa, orthoclass, biotit, dan bijih.

10
11

Gambar 2.3
Peta Geologi Pulau Taliabu

11
Gambar 2.4
Stratigrafi Pulau Taliabu dan Sekitarnya
2.4.3. Struktur Geologi
Struktur geologi yang berkembang di Pulau Taliabu adalah sesar- sesar yang
berarah utara-selatan, barat timur, barat laut-tenggara, dan timur laut barat daya.
Struktural utama di NW Banda Basin selatan Kepulauan Banggai Sula. Hal tersebut
telah disebut Tampomas Ridge, Zona Sesar Hamilton–Lawanopo dan Zona Sesar
Buru Barat yang telah diinterpretasikan sebagai sesar transformasi berarah NW-SE
di dalam kerak samudera. Zona Patahan Hamilton sering terhubung dengan Zona
Sesar Lawanopo dan terhubung dengan Zona Sesar Palu-Koro. Tampomas dan
Zona Sesar Buru Barat ditafsirkan menghilang atau bergabung dengan ujung barat
Sesar Sorong sebelum menghubungkan ke Zona Sesar Matano. Struktur NE-SW
mewakili keretakan Laut Banda yang juga dapat diamati di Banda. Palung Tolo
berbentuk lengkung fitur di area barat cekungan yang terkait dengan struktur lipatan
lepas pantai. (lihat Gambar 2.4)

12
2.5. Kegiatan Penambangan
Kegiatan penambangan yang dilakukan di PT. Adidaya Tangguh adalah sistem
tambang terbuka (surface mining) dengan metode open pit mining yaitu
menambang bijih (ore) dari singkapan sampai dengan kedalaman tertentu sepanjang
daerah penambangan dengan nisbah pengupasan yaitu 1:2. Tahapan kegiatan
penambangan pada PT. Adidaya Tangguh adalah sebagai berikut :
1. Pembongkaran
Kegiatan pembongkaran bertujuan untuk membongkar batuan dari batuan induk.
Pembongkaran dilakukan menggunakan peralatan mekanis Excavator Sany
SY365H.

Gambar 2.5
Operasi Pembongkaran Material menggunakan Sany SY365H
2. Pemuatan
Pemuatan merupakan kegiatan lanjutan setelah dilakukan pembongkaran. bijih
(ore) serta tanah penutup yang telah terbongkar kemudian dimuat ke dalam bak truk
menggunakan alat muat untuk selanjutnya diangkut (lihat gambar 2.6). Pemuatan
dilakukan dengan menggunakan alat muat Excavator Sany SY365H dengan
kapasitas bucket 1,8 m3

13
Gambar 2.6
Operasi Pemuatan menggunakan Excavator Sany SY365H

3. Pengangkutan
Bijih (ore) dan tanah penutup (overburden) yang telah dimuat kemudian
diangkut dengan Dumptruck SKT90S dengan kapasitas bak adalah 31 m 3 seperti
pada Gambar 2.7 di bawah ini.

Gambar 2.7
Operasi Pengangkutan menggunakan Dumptruck Sany SKT90S

14
BAB III
DASAR TEORI

3.1. Pola Pemuatan


Untuk memperoleh hasil yang sesuai dengan target produksi maka pola
pemuatan merupakan faktor yang memengaruhi waktu edar alat angkut dan alat
muat. Alat muat melakukan penggalian dan apabila mangkuk (bucket) terisi
penuh maka material siap ditumpahkan. Setelah alat angkut (dump truck) terisi
penuh maka harus segera keluar dan digantikan dengan alat angkut (dump truck)
yang lainnya. Pola pemuatan dapat diklasifikasikan menurut beberapa jenis sudut
pandang (Hustrulid dan Kutcha, 2013; Nichols dan Day, 2005), yaitu sebagai
berikut:
a. Berdasarkan kedudukan alat muat terhadap alat angkut.
Pola pemuatan oleh alat secara umum ditentukan oleh posisi kedudukannya.
Perbedaan posisi dari alat tersebut dapat dibedakan berdasarkan perbedaan
ketinggian level kerja. Posisi tersebut memungkinkan untuk bekerja pada level yang
sama ataupun berbeda, perbedaan tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.1. Cara
pemuatan terbagi menjadi dua, yaitu:
1) Top Loading
Top loading merupakan posisi pemuatan yang mana kedudukan alat
muatberada pada posisi yang lebih tinggi dari pada bak dump truck (alat muat
berada di bagian atas jenjang). Posisi ini memiliki kelebihan pada kondisi jenjang
yang rendah dan waktu pemuatan akan memakan waktu yang lebih sedikit
dibandingkan posisi bottom loading.
2) Bottom loading
Bottom loading merupakan posisi pemuatanyang mana kedudukan alat muat
akan berada pada level yang sama dengan level alat angkut. Posisi ini memiliki
kelebihan pada kondisi jenjang yang memiliki ketinggian cukup tinggi sehingga

16
memiliki kemudahan untuk memilih material dan dapat menjangkau alat angkut
lebih baik untuk melakukan pemuatan.

Gambar 3.1
Pola Pemuatan Top Loading dan Bottom Loading
(Nichols dan Day, 2005)

b. Berdasarkan jumlah dan penempatan alat muat terhadap alat angkut

1) Single – Side Loading


Pada pola pemuatan ini, dump truck hanya mengambil posisi pada
salah satusisi dari alat muat
2) Double – Side Loading
Pada pola ini, dump truck dapat mengambil posisi pemuatan dari dua
sisi alat muat. Pada waktu salah satu dump truck sedang diisi muatan,
dump truck yang lainnya telah siap memposisikan diri untuk dimuati
(Gambar 3.2).

Gambar 3.2
Pola Pemuatan Berdasarkan Jumlah Penempatan Alat Angkut
(Caterpillar, 2015)

17
c. Berdasarkan manuver posisi alat muat terhadapmuka jenjang Pola
pemuatannya dibedakan menjadi :
1) Frontal Cut
Pola ini menunjukan posisi alat muat yang berhadapan langsung
dengan muka jenjang. Penggalian dilakukan ke arah depan dan samping
dari posisi alat muat. Pada kondisi ini dapat digunakan double sideloading
dalam penempatan posisi dump truck. Pemuatan pada dump truck
didahului pada salah satu sisi dandilanjutkan pada sisi lainnya.
2) Parallel cut with drive-by
Pemuatan dilakukan secara sejajar dengan muka jenjang. Pada metode
inidiperlukan akses alat angkut dari dua arah. Pada metode ini sudut putar
rata – rata lebih besar dibandingkan frontal cut, tetapi alat angkut tidak
perlu memosisikan diri terhadap alat muat, sehingga pemosisian alat dapat
lebih mudah (Gambar 3.3).

Gambar 3.3
Pola Pemuatan Berdasarkan Cara Manuvernya
A. Frontal Cut B. Paralel Cut with Drive By (Hustrulid dan Kuchta, 2013)

3.2. Geometri Jalan Angkut


Fungsi utama jalan angkut dalam usaha pertambangan adalah untuk
menunjang kelancaran operasi tambang, terutama kegiatan pengangkutan.
Dalamrangka penggunaan jalan angkut, ada beberapa geometri yang perlu
diperhatikan dan dipenuhi agar tidak menimbulkan gangguan dan hambatan yang
dapat menghambat kegiatan pengangkutan.

18
a. Lebar jalan Angkut pada Jalan Lurus
Lebar jalan angkut minimum yang dipakai untuk jalur ganda atau lebih
(Gambar 3.4) adalah:

Gambar 3.4
Lebar Jalan Angkut Dua Jalur (Kaufman dan Ault, 1977)

L = n.Wt + ( n + 1 ) ( 1/2.Wt ) ....................................................... (3.1)


Keterangan:
L = Lebar jalan angkut minimum, (m)
n = Jumlah jalur
Wt = Lebar alat angkut, (m)

b. Lebar Jalan Angkut pada Tikungan


Lebar jalan angkut pada tikungan selalu lebih besar daripada jalan angkut
pada jalan lurus. Rumus yang digunakan untuk menghitung lebar jalan angkut
minimum pada tikungan (Gambar 3.5) adalah:

W = n ( U + Fa + Fb + Z ) + C ....................................................... (3.2)
C =Z = ½ ( U + Fa + Fb) .............................................................. (3.3)
Keterangan :
W = Lebar jalan angkut pada tikungan, (m)
n = Jumlah jalur
U = Jarak jejak roda kendaraan (m)

19
Fa = Lebar juntai depan (m), ( jarak as depan dengan bagian depan x sinus
sudut penyimpangan roda )
Fb = Lebar juntai belakang (m), ( jarak as belakang dengan bagian belakang x
sinus sudut penyimpangan roda )
C = Jarak antara dua dump truck yang akan bersimpangan, (m)
Z = Jarak sisi luar dump truck ke tepi jalan, (m)

Gambar 3.5
Lebar Jalan Angkut Untuk Dua Jalur Pada Tikungan
(Kaufman dan Ault, 1977)

c. Kemiringan Jalan
Kemiringan atau grade jalan angkut merupakan salah satufaktor penting
yang harus diamati secara detil dalam suatu kajian terhadap kondisi jalan tambang
karena akan mempengaruhi kinerja alat angkut yang melaluinya. Kemiringan
jalan angkut (Gambar 3.6) biasanya dinyatakan dalam persen (%). Kemiringan
1% berarti jalan tersebut naik atau turun 1 meter pada jarak mendatar sejauh 100
meter. Kemiringan (grade) dapat dihitung menggunakan rumus :

Grade (G) = h .................................................... (3.4)


(100%)
x

Keterangan :
h = Beda tinggi antara dua titik yang diukur (m)
x = Jarak datar antara dua titik yang diukur (m)

20
Gambar 3.6
Kemiringan Jalan Angkut (Sulistyana, 2017)

d. Superelevasi
Superelevasi merupakan kemiringan jalan pada tikungan yang
terbentukoleh batas antara tepi jalan terluar dengan tepi jalan terdalam karena
perbedaan ketinggian. Tujuan dibuat super elevasi pada daerah tikungan jalan
angkut yaitu untuk menghindari atau mencegah kendaraan tergelincir keluar jalan
atau terguling. Selain itu, agar kendaraan dapat mempertahankan kecepatan saat
melewati tikungan. Secara matematis kemiringan tikungan jalan angkut merupakan
perbandingan antara tinggi jalan dengan lebar jalan. Persamaan yang digunakan
untuk menghitung superelevasi yaitu

𝑉2
e = − 𝑓 ............................................................................(3.5)
𝑔 ×𝑅

Keterangan :
e = tan θ = superelevasi
v = kecepatan kendaraan (m/detik)
R = radius/ jari-jari tikungan (m)
g = gravitasi bumi (9,8 m/det2)
f = koefisien gesekan

Besarnya Nilai koefisien gesekan pada jalan tambang sangat kecil


sehingga nilainya dapat di abaikan. Untuk penentuan nilai superelevasi selain
dengan menggunakan rumus, juga dapat dilakukan dengan menggunakan tabel,
seperti ditunjukan pada Tabel 3.1.

21
Tabel 3.1
Angka Superelevasi yang Direkomendasikan (m/m)
(Tannat dan Regensburg, 2001)
Jari-jari Kecepatan (km/jam)
Tikungan
24 32 40 48 >56
(m)
15 4%
30 4% 4%
45 4% 4% 5%
75 4% 4% 4% 6%
90 4% 4% 4% 4% 6%
180 4% 4% 4% 4% 4%
300 4% 4% 4% 4% 4%

3.3. Waktu Edar


Setiap alat berat yang bekerja mempunyai kemampuan memindah material
disetiap siklus. Siklus kerja adalah proses gerakan suatu alat dari gerakan mulanya
sampai kembali lagi pada gerakan mula tersebut. Adapun waktu yang diperlukan
untuk melakukan satu siklus kegiatan kerja dari alat mekanis disebut denganwaktu
edar (cycle time).

3.3.1. Waktu Edar Alat Muat


Waktu edar alat muat adalah waktu satu siklus pemuatan yang diawali dari
kegiatan menggali material sampai menumpahkan material ke dalam alat angkut
dan kembali ke kondisi awal dengan mangkuk alat muat kosong. Rumus untuk
menghitung waktu edar (Hustrulid dan Kuchta, 2013) adalah sebagai berikut:

Ctm=Tm1+Tm2+Tm3+Tm4 ...................................................................................................... (3.6)

Keterangan :
Ctm : Total waktu edar siklus pemuatan, (detik)
Tm1: Waktu untuk menggali material, (detik)
Tm2: Waktu ayun bermuatan, (detik)
Tm3: Waktu untuk menumpahkan material, (detik)
Tm4: Waktu ayun tidak bermuatan, (detik)

22
3.3.2. Waktu Edar Alat Angkut

Waktu edar alat angkut adalah waktu satu siklus pengangkutan yang diawali
dari waktu kegiatan mengatur posisi untuk pemuatan, waktu pemuatan, waktu
mengangkut material, waktu menunggu penumpahan, waktu penumpahan dan
waktu kembali dalam kondisi kosong. Rumus untuk menghitung waktu siklus edar
alat angkut (Burt dan Caccetta, 2014) adalah:

Cta = Ta1 + Ta2 + Ta3 + Ta4 + Ta5 + Ta6 ................................................................... (3.7)

Keterangan :
Cta : Total waktu edar siklus pengangkutan, (menit)
Ta1: Waktu mengambil posisi untuk pemuatan, (menit)
Ta2: Waktu pemuatan, (menit)
Ta3: Waktu mengangkut material, (menit)
Ta4: Waktu mengambil posisi untuk penumpahan, (menit)
Ta5: Waktu penumoahan, (menit)
Ta6: Waktu kembai dalam kondisi kosong, (menit)

3.4. Produktivitas dan Produksi Alat Mekanis


3.4.1. Produktivitas Alat Muat
Kegiatan pemuatan adalah kegiatan penambangan setelah pembongkaran
batuan pada front kerja yang bertujuan untuk memuat bahan galian alat angkut.
Produktivitas alat muat adalah kemampuan alat untuk memuat material dalam
satuan jam. Persamaan produktivitas alat muat (Hustrulid dan Kuchta, 2013)adalah
sebagai berikut:
Ptm = 60 x KB x FF x EK x SF
Ctm bcm/jam......................................... (3.8)

Keterangan :

Ptm = Produktivitas alat muat, (m3/ jam)


FF = Faktor pengisian, (%)
CTm = Waktu edar alat muat, (menit)
EK = Efisiensi kerja, (%)

KB = Kapasitas bucket alat muat, (m3)


SF = Faktor pengembangan, (%)

23
3.4.2. Produktivitas Alat Angkut
Kegiatan pengangkutan adalah kegiatan untuk memindahkan material hasil
pembongkaran yang telah dilakukan pemuatan untuk diolah ke proses lebih lanjut.
Produktivitas alat angkut adalah banyaknya material yang dapat dipindahkan oleh
kemampuan alat angkut dinyatakan dalam satuan waktu. Pada proses pengangkutan
batubara diperlukan pertimbangan fill factor dari kapasitas bak. Produktivitas alat
angkut dapat diketahui dengan menggunakan persamaan (Hustrulid dan Kuchta,
2013):

Pa = x KBm x FF x EK x SF ……………....…..........….(3.9)

Keterangan :

Pa = Produktivitas alat muat, (m3/ jam)


EK = Efisiensi kerja, (%)
Cta = Waktu edar alat angkut, (menit)
SF = Faktor pengembangan, (%)

KBm = Kapasitas bak alat angkut, (m3)

FF = Faktor pengisian, (%)

Peralatan produksi pada operasi penambangan merupakan sarana produksi


yang vital untuk menunjang target produksi akhir yang telah ditentukan oleh
manajemen perusahaan. Ditinjau dari fungsinya, peralatan produksi dapat
diklasifikasikan sebagai :
1. Alat gali isi, adalah alat-alat produksi untuk menggalidan mengisikan material
hasil galiannya ke alat angkut.
Contoh : power shovel, backhoe, dragline, front-end loader, claimshell,
bucket wheel excavator (BWE), bucket chain excavator (BCE), dan
sebagainya.
2. Alat angkut, adalah alat-alat produksi untuk mengangkut material menuju
proses berikutnya.
Contoh : Truck, lori-lokomotif (train), belt conveyor, pipa lumpur (slurry),
scrapper, dan sebagainya.
3. Alat bantu, adalah alat-alat berat yang digunakan untuk kelancaran produksi.

24
Contoh : bulldozer, ripper, grader, lubrication truck, water truck, fuel
truck, dan sebagainya.

Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan di dalam memilih alat berat


antara lain : jenis material, altitude, kapasitas, sistem penambangan, medan kerja
dan ketersediaan dana.
3.5. Elemen – Elemen Produksi
Produksi adalah laju material yang dapat dipindahkan atau dialirkan per
satuan waktu (biasanya per jam). Untuk memperoleh angka produksi ada emnpat
parameter yang harus diperhitungkan, yaitu : kapasitas alat, tenaga kendaraan atau
alat, waktu edar (cycle time) dan efisiensi kerja. Umumnya perpindahan material
dihitung berdasarkan volume (m3 atau cuyd), sedangkan pada tambang bijih
dinyatakan dalam ton. Mengetahui prinsip elemen-elemen produksi penting artinya
karena tidak diinginkan adanya kesalahan estimasi produksi alat-alat berat.

3.5.1. Kapasitas Alat


Kapasitas alat adalah jumlah material yang diisi, dimuat atau diangkut oleh
suatu alat berat. Kapasitas alat berkaitan erat dengan jenis material yang diisi atau
dimuat, baik berupa tanah maupun batu lepas.

a. Volume Material
Dikenal ada tiga bentuk volume material yang mempengaruhi perhitungan
pemindahannya, yaitu dinyatakan dalam bank cubic meter (BCM), loose cubic
meter (LCM) dan compacted cubic meter (CCM). Perubahan ini terjadi karena
adanya perbedaan densitas akibat penggalian atau pemadatan dari densitas aslinya.
BCM adalah volume material pada kondisi aslinya di tempat yang belum
terganggu(insitu). LCM adalah volume material yang sudah lepas akibat
penggalian, sehingga volumenya akan mengembang dengan berat tetap sama.CCM
adalah volume material yang mengalami pemadatan kembali setelah penggalian,
sehingga volumenya akan lebih kecil dibanding volume aslinya dengan berat tetap
sama.

b. Pemberaian (swell)

25
Adalah persentase pemberaian volume material dari volume asli yang dapat
mengakibatkan bertambahnya jumlah material yang harus dipindahkan dari
kedudukan aslinya.
Rumus yang berkaitan dengan pemberaian material sebagai berikut :

Volume lepas untuk berat tertentu


% berai = -1..................(3.10)
Volume alsi untuk berat yang sama

Swell factor = volume bank / volume loose ..................................... (3.11)

Volume lepas (loose)


Volume asli (bank) =............................................................. (3.12)
( 1 + % berai )

Volume lepas (loose)= volume asli x ( 1 + %berai).......................... (3.13)

c. Faktor Muat
Pada saat material sebanyak 1 BCM dimuatkan kedalam sebuah mangkok
(bucket), material yang terangkat oleh mangkok tersebut akan kurang dari 1 BCM
karena sepanjang proses penggalian terjadi pengurangan volume akibat adanya
pemberaian. Faktor muat(load Factor) dapat dihitung sebagai berikut :
100 %
LF =................................................................................................... (3.14)
100 % + % berai

Jadi untuk mengestimasi muatan pada kondisi BCM, kapasitas mangkok pada
LCM harus dikalikan dengan LF.

Muatan (BCM) = Muatan (LCM) x LF............................................ (3.15)

Penciutan material (shrinkage) merupakan perbandingan antara volume


material yang telah dipadatkan dengan kondisi bank disebut juga Shrinkage Factor
(SF). Jadi rumusnya adalah

SF = CCM / BCM ........................................................................... (3.16)


d. Densitas Material

26
Densitas adalah berat per unit volume dari suatu material. Material mempunyai
densitas yang berbeda karena dipengaruhi sifat-sifat fisiknya, antara lain: ukuran
partikel, kandungan air, pori-pori dan kondisi fisik lainnya.
Densitas material tentunya akan berubah akibat adanya penggalian yaitu dari
kondisi bank ke loose. Pada kondisi loose, densitas material akan berkurang
disbanding densitas pada kondisi bank karena adanya pori-pori udara. Untuk
mengkonversi densiotas material dari bank ke loose digunakan rumus sbb :

Kg/BCM
( 1 + %berai ) = ................................................................................. (3.17)
Kg/LCM
e. Faktor Pengisian
Faktor pengisian(Fill Factor) adalah perbandingan antara kapasitas nyata muat
dengan kapasitas baku alat muat yang dinyatakan dalam persen. Semakin besar
faktor pengisian maka semakin besar pula kemampuan nyata dari alat tersebut.
Faktor pengisian mangkuk disebut juga sebagai bucket fill factor. Untuk
menghitung faktor pengisian digunakan persamaan sebagai berikut :

Fp=(Vb/Vd ) x 100 % .......................................................................... (3.18)


Keterangan :
Fp : Faktor pengisian
Vb : Kapasitas nyata alat muat, m3
Vd : Kapasitas teoritis alat muat, m3

Tabel 3.2.
Faktor Pengisian (Fill Factor)

Excavating Conditions Bucket Fill


Factor
Easy Excavating natural ground of clayey soil 1,1 – 1,2
clay, or soft soil
Average Excavating natural ground of soil such as
sandy soil, and dry soil 1,0 – 1,1
Rather Difficult Excavating natural ground of sandy soil 0,8– 0,9
with gravel
Difficult Loading of blasted rock 0,7 – 0,8
th
Sumber :Anonymous (2005), Komatsu Performance Handbook, 26 Edition, Japan

3.5.2. Tenaga Kendaraan

27
Didalam memilih suatu alat untuk pekerjaan penggalian material, bijih, atau
overburden harus dipertimbangkan tenaga kendaraan yang mampu mengatasi
medan kerja. Medan kerja yang dimaksud adalah kondisi jalan; misalnya jalan
kering mulus dan padat, becek dan lembek, lurus, banyak tikungan, mendaki,
menurun, dan sebagainya. Yang mempengaruhi laju kendaraan pada saat bermuatan
atau kosong.
3.5.3. Waktu Edar
Waktu edar (cycle time) maksudnya adalah waktu yang diperlukan alat
mulai dari aktifitas pengisian atau pemuatan (loading), pengangkutan (hauling)
untuk truck dan sejenisnya atau swing backhoe dan power shovel, pengosongan
(dumping), kembali kosong, dan mempersiapkan posisi (manuver) untuk diisi.
Disamping aktifitas-aktifitas tersebut terdapat pula waktu menunggu (delay) bila
terjadi antrian untuk mengisi atau dimuat.
Waktu edar alat muat merupakan total waktu pada alat muat, yang dimulai
dari pengisian bucket sampai dengan menumpahkan muatan ke dalam alat angkut
dan kembali kosong.
Rumus :

CTm = Am+Bm+ Cm + Dm ............................................................. (3.14)

keterangan:
CTm : Total waktu edar alat muat (detik)
Am : Waktu untuk mengisi mangkuk (detik)
Bm : Waktu mengangkat mangkuk bermuatan (detik)
Cm : Waktu untuk menumpahkan material yang dimuat (detik)
Dm : Waktu memutar dengan mangkuk kosong (detik)

Waktu edar alat angkut pada umumnya terdiri dari waktu menunggu alat
untuk dimuat, waktu mengatur posisi untuk dimuati, waktu diisi muatan, waktu
mengangkut muatan, waktu dumping, dan waktu kembali kosong.

Cta = Aa + Ba + Ca + Da + Ea + Fa .............................................. (3.15)


Keterangan :
Cta : Waktu edar alat angkut (menit)
Aa : Waktu mengambil posisi siap dimuati (menit)

28
Ba : Waktu diisi muatan (menit)
Ca : Waktu mengangkut muatan (menit)
Da : Waktu mengambil posisi untuk penumpahan (menit)
Ea : Waktu muatan ditumpahkan (menit)
Fa : Waktu kembali kosong (menit)
3.5.4 Efisiensi Kerja
Efisiensi kerja adalah perbandingan antara waktu kerja produktif dengan
waktu kerja yang tersedia, dinyatakan dalam persen (%). Efisiensi kerja ini akan
mempengaruhi kemampuan produksi dari suatu alat. Faktor manusia, mesin (alat),
keadaan cuaca dan kondisi kerja secara keseluruhan akan menentukan besarnya
efisiensi kerja.Efisiensi kerja dapat digunakan untuk menilai baik tidaknya
pelaksanaan suatu pekerjaan. Dalam waktu kerja tidak semua waktu kerja yang
tersedia dapat digunakan secara optimal, ada beberapa hambatan yang seringterjadi
dalam bekerja.
Waktu kerja efektif adalah waktu kerja yang benar–benar digunakan oleh
operator bersama alat untuk operasi produksi. Waktu kerja efektif berpengaruh
terhadap efisiensi kerja. Waktu kerja efektif dapat dihitung dengan menggunakan
rumus sebagai berikut :

We =Wt– ( Wtd + Whd) ................................................................ (3.16)

Ek =(We/ Wt ) x 100 % ................................................................ (3.17)

Keterangan :
We : Waktu kerja efektif, menit.
Wt : Waktu kerja yang tersedia, menit.
Whd : Waktu hambatan yang dapat dihindari, menit.
Wtd : Waktu hambatan yang tidak dapat dihindari, menit. Ek
: Efisiensi kerja, %.
Pekerjaan mekanik untuk perawatan tidak dapat dimasukan sebagai
penyebab berkurangnya efisiensi kerja operator, karena pekerjaan perawatan alat
harus sudah terjadwal untuk masuk bengkel. Tabel 3.2 mungkin dapat dipakai
sebagai acuan untuk membatasi porsi pekerjaan operasional dan mekanik.

29
Mungkin setiap perusahaan memberikan definisi yang berbeda tentang pengertian
waktu tertunda, terhenti dan sebagainya.

Tabel 3.3.
Parameter Pengukuran Efisiensi Kerja

TERJADWAL (SCHEDULED); S
TERSEDIA (AVAILABLE); A PERAWATAN (MAINTRANCE);
M
JALAN (OPERATION); O TERHENTI PERBAIKAN PERAWATAN
(IDLE); I MENDADAK; TERJADWAL;
KERJA TERTUNDA
UM SM
(WORKING) (DELAY); D
;W
Kerja lancar - Mengisi - Diminta - Waktu - Waktu
BBM stanby perbaikan perbaikan
- Ganti bit - Tak ada - Tunggu suku - Tunggu suku
- Peledakan operator cadang cadang
- Tunggu alat - Makan - dll - dll
muat &istirahat
- Tunggu - Hujan
Truck lebat, kabut
- Maneuver - Rapat
alat - dll
- dll

Dari Tabel 3.3 dapat diukur tingkat efisiensi kerja operator yang lebih teliti
karena pengelompokan penyebab alat berhenti dibuat atas dasar kondisi yang
sebenarnya dan yang lebih pentingpengelompokan tersebut telah disepakati dan
dipahami oleh seluruh karyawan. Dengan demikian dapat dibuat tiga ukuran
efisiensi menggunakan data waktu dalam tabel, yaitu :
1. Ketersediaan mekanikal (mechanichal avaibility/MA) adalah kondisi mekanis
alat yang sesungguhnya, dapat dihitung dengan rumus :
MA = (W / O) x 100% ................................................................. (3.17)
Keterangan :
W = waktu kerja
O = waktu operasi
2. Ketersediaan Fisik (physical availability/PA) adalah ukuran sehat tidaknya
alat untuk beroperasi, rumusnya adalah :
PA = (A / S) x 100% ............................................................ (3.18)

30
Keterangan :
A = waktu tersedia
S = waktu terjadwal

3. Ketersediaan penggunaan (use of availability/UA) adalah alat yang sehat


terpaksa tidak dioperasikan karena beberapa sebab, misalnya hujan lebat, rapat,
kecelakaan tambang dll, persamaanya adalah :
UA = (O / A) x 100% ....................................................................... (3.19)
Keterangan :
O = waktu operasi
A = waktu tersedia

4. Efisiensi kerja rata-rata merupakan penjumlahan persamaan MA, PA dan UA


dibagi tiga, jadi :
MA + PA + UA
Eff. Rata-rata =.................................................................................... (3.20)
3
3.5.5 Faktor Keserasian
Faktor keserasian (match factor) merupakan suatu persamaan sistematis
yang digunakan untuk menghitung tingkat keselarasan kerja antara alat muat dan
alat angkut untuk setiap kondisi pemuatan dan pengangkutan.
Operasi kerja yang serasi antara alat muat dan alat angkut akan
memperlancar kegiatan pemuatan dan pengangkutan sehingga produksi yagn
dihasilkan akan lebih optimum. Untuk menilai keserasian alat muat dan alat angkut
dapat digunakan rumus match factor adalah sebagai berikut (Burt dan Caccetta,
2014) :
MF =Na x Ctm
Nm x Cta
Keterangan :
MF = Match Factor atau faktor keserasian
Na = Jumlah alat angkut dalam kombinasi kerja , unit
Nm = Jumlah alat muat dalam kombinasi kerja, unit
N = Banyaknya pengisian tiap satu alat angkut
Cta = Waktu edar alat angkut, detik
Ctm = Waktu edar alat muat, detik

31
Dari persamaan di atas akan muncul 3 kemungkinan, yaitu:
1. MF < 1, artinya alat muat bekerja kurang dari 100%, sedang alat angkut
bekerja 100%, sehingga terdapat waktu tunggu bagi alat muat yaitu :
1 >Na x Ctm
Nm x Cta
Nm x Cta>Na x Ctm
Nm x Cta> Ctm
Na
Ctm <Nm x Cta
Na
Dari persamaan tersebut setelah disamakan karena terdapat kekurangan
waktu maka ditambahkan WTm, sehingga didapatkan persamaan sebagai
berikut :
WTm + Ctm =Nm x Cta
Na
Jadi waktu tunggu alat muat :
WTm = Nm x Cta - Ctm
Na
2. MF > 1, artinya alat muat bekerja 100%, sedangkan alat angkut bekerja
kurang dari 100%, sehingga terdapat waktu tunggu bagi alat angkut yaitu :
1 <Na x Ctm
Nm x Cta
Nm x Cta<Na x Ctm
Cta < Na x Ctm
Nm
Cta <Na x Ctm
Nm
Dari persamaan tersebut setelah disamakan karena terdapat kekurangan waktu
maka ditambahkan WTa, sehingga didapatkan persamaan sebagai berikut :
WTa + Cta = Na x Ctm
Nm
Jadi waktu tunggu alat muat :
WTa = Na x Ctm - Cta
Nm

32
3. MF = 1, artinya alat muat dan angkut bekerja 100%, sehingga tidak terjadi
waktu tunggu dari kedua jenis alat tersebut.
Keserasian kerja (match factor) alat muat dan alat angkut juga dapat
disajikandalam bentuk grafik (Gambar 3.7).

Gambar 3.7.
Grafik Keserasian Kerja Alat (Burt dan Caccetta, 2014)

3.6. Overall Equipment Effectiveness

Overall Equipment Effectiveness (OEE) merupakan ukuran menyeluruh


mengendentifikasikan tingkat produktivitas mesin/peralatan dan kinerja secar teori.
Pengukuran ini sangat penting untuk mengetahui area mana yang perlu untuk
ditingkatkan produktivitas maupun effisiensi mesin/peralatannya. Overall
Equipment Effectiveness (OEE) merupakan metode yang digunakan sebagai alat
ukur dalam penerapan metode Total Productive Maintenance. Overall Equipment
Effectiveness berguna untuk menjaga mesin atau peralatan tetap dalam kondisi ideal
dengan menghapuskan six big lossespada mesin atau peralatan. The Six Big Losses
merupakan penyebab peralatan produksi tidak beroperasi dengan normal
(Nakajima,1988) yaitu: Start up Loss, Set up or Adjustment Loss, Cycle time Losses,
Speed Loss, Breakdown Loss, dan Defect Loss. Perhitungan Metode ini diharapkan
mampu memberikan masukan tentang variabel mana yang mempengaruhi terhadap
produktifitas mesin. Faktor dari variabel tersebut adalah Six Big Losses yang
digolongkan menjadi 3 yaitu:

33
1. Down Time Losses
a. Equipment Failure yaitu kerusakan mesin yang tiba–tiba atau kerusakan yang
tidak diinginkan, keadaan tersebut akan menimbulkan kerugian karena kerusakan
mesin akan menyebabkan mesin tidak beroperasi.

b. Set Up and Adjustment adalah semua waktu set up termasuk penyesuaian


(adjustment) dan juga waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan pengganti satu jenis
produk.
2. Speed Losses
a. Idling and Minor Stoppages yaitu disebabkan oleh kejadian seperti
pemberhentian mesin sejenak, kemacetan mesin (error) dan idle time dari mesin.
Kenyataan kerugian ini tidak dapat terdeteksi secara langsung tanpa adanya alat
pelacak. Ketika operator tidak dapat memperbaiki pemberhentian yang bersifat
minor stoppages dalam waktu yang telah ditentukan dapat dianggap sebagai suatu
breakdown.
b. Reduced Speed Losses yaitu kerugian karena mesin tidak bekerja optimal
(penurunan kecepatan operasi) terjadi jika kecepatan aktual operasimesin/peralatan
lebih kecil dari kecepatan optimal atau kecepatan mesin yang dirancang.
3. Quality Losses
a. Defect in Process yaitu kerugian yang disebabkan karena adanya produk cacat
maupun karena proses pengerjaan diulang. Proses cacat yang dihasilkan akan
mengakibatkan kerugian material, mengurangi jumlah produksi. Kerugian akibat
pengerjaan ulang akan mempengaruhi waktu waktu yang dibutuhkan untuk
mengolah atau memperbaiki produk yang cacat

b. Reduced Yield Losses disebabkan material yang tidak terpakai.


Berikut adalah faktor yang akan di itung pada komponen OEE:
3.6.1. Faktor Ketersediaan
Faktor ketersediaan (availability factor/A) adalah suatu perbandingan
antara waktu yang tersedia untuk alat bekerja dengan waktu total kalender.Dapat
dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
𝐴 = 𝐴𝑇/𝑇𝑇...............................................................................(3.21)
Dimana:

34
AT = Available Time
TT = Total Calender Time

3.6.2. Faktor Penggunaan


Faktor penggunaan (Utilization Factor/U) adalah perbandingan waktu yang
digunakan oleh alat dengan waktu yang tersedia uuntuk alat,dapat dihitung dengan
perasamaan:

𝑈 = 𝑈𝑇/𝐴𝑇..............................................................................(3.22)

Dimana:
UT = Utilization Time
AT = Available Time

3.6.3. Faktor Kecepatan


Faktor kecepatan (speed factor/S) adalah ratio waktu siklus yang
direncanakan dengan waktu siklus aktual, dapat dihitung dengan persamaan sebagai
berikut:

𝑆 = 𝐶𝑇𝑝/𝐶𝑇𝑎...................................................................(3.23)

Dimana:
CTp = Planned Cyle Time
CTa = Aktual Cycle Time

3.6.4. Faktor Pengisisan


Faktor pengisian (bucket fill factor/B)adalah kegunaan produktif kapasitas
bucket yang mana ratio kuantitas bucket yang dimuat secara aktual dibandingkan
dengan output rencana dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

𝐵 = 𝑂𝑎𝑐/𝑂𝑝𝑐....................................................................(3.25)

3.6.5. OEE Of Equipment

OEE = A x U x S x B ............................................................................... (3.26)

Dari persamaan diatas didapatkan

𝑂𝐸𝐸 = 𝐴𝐴𝑇𝑇 ×𝑈𝑇𝐴𝑇 × 𝐸𝑂𝑇𝑈𝑇 × 𝑁𝑂𝑇𝐸𝑂𝑇 = 𝑁𝑂𝑇𝑇𝑇.....(3.27)


3.6.6. Output Produksi

35
Untuk Menghitung produksi pada waktu tertentu dapat digunakan

rumus:
3600
𝑂p = 𝑂𝑝𝑐 × T𝑇× × 𝑂𝐸𝐸...........................................(3.28)
𝐶𝑇𝑝

Maka diperoleh O yaitu output produksi dalam jangka waktu tertentu (m³).

36

Anda mungkin juga menyukai