SKRIPSI
Oleh :
CHRISTIAN SUTRISNO
112180031
PROGRAM SARJANA
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2022
KAJIAN TEKNIS PRODUKTIVITAS EXCAVATOR SANY
SY365H DAN DUMPTRUCK SANY SKT90S PADA
PENAMBANGAN BIJIH BESI PT. ADIDAYA
TANGGUH SITE TALIABU KABUPATEN
PULAU TALIABU MALUKU UTARA
SKRIPSI
Oleh :
CHRISTIAN SUTRISNO
112180031
PROGRAM SARJANA
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2022
KAJIAN TEKNIS PRODUKTIVITAS EXCAVATOR SANY
SY365H DAN DUMPTRUCK SANY SKT90S PADA
PENAMBANGAN BIJIH BESI PT. ADIDAYA
TANGGUH SITE TALIABU KABUPATEN
PULAU TALIABU MALUKU UTARA
Oleh :
CHRISTIAN SUTRISNO
112180031
Disetujui untuk
Program Sarjana
Program Studi Teknik Pertambangan
Jurusan Teknik Pertambangan
Fakultas Teknologi Mineral
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
Tanggal :…………………….
Pembimbing I Pembimbing II
1
faktor yang mempengaruhi produktivitas alat mekanis. Oleh karena itu diperlukan
kajian untuk meningkatkan produktivitas dari alat muat dan alat angkut agar dapat
memenuhi target produksi
2
Pengamatan dilapangan dilakukan dengan melakukan peninjauan lapangan
secara langsung untuk melakukan pengamatan kondisi dan keadaan di lapangan
serta pengamatan terhadap proses yang terjadi dan mencari informasi pendukung
yang terkait dengan permasalahan yang akan dibahas, kemudian menentukan area
yang akan diteliti dan merencanakan waktu pengambilan data yang akan di ambil
datanya.
3. Pengambilan Data
Pengambilan data adalah kegiatan untuk mendapatkan data-data yang
dibutuhkan untuk dapat menyelesaikan penelitian. Data ini diperoleh dari
pengamatan langsung dilapangan (data primer) dan berdasarkan literatur - literatur
yang berhubungan dengan masalah yang diteliti (data sekunder).
a. Data Primer
1) Kondisi jalan angkut.
2) Pola pemuatan.
3) Waktu edar alat muat dan alat angkut.
4) Data hambatan kerja
b. Data Sekunder
1) Data target produksi
2) Peta topografi
3) Data curah hujan
4) Jam kerja
5) Spesifikasi alat
6) Faktor pengembangan
7) Faktor pengisian alat muat
8) Catatan dan laporan-laporan yang ada di perusahaan
4. Pengolahan Data
a. Data mengenai jam kerja aktual dan jam kerja yang ditentukan dari
masing-masing alat akan diolah untuk mengetahui waktu kerja efektif.
b. Data mengenai waktu edar, efisiensi kerja, faktor pengembangan, faktor
pengisian alat muat, dan spesifikasi alat akan diolah untuk mengetahui
produksi dari masing-masing alat secara teoritis.
3
5. Analisis Data
Hasil pengolahan data digunakan untuk mengetahui kemampuan produksi
alat muat dan alat angkut yang digunakan. Kemudian menentukan faktor-faktor
penyebab tidak tercapainya target produksi. Setelah diketahui penyebabnya, dapat
ditentukan upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kegiatan
produksi dengan memberikan suatu alternatif. Hasil yang diperoleh dari alternatif
tersebut dilakukan penilaian sehingga dapat diambil suatu kesimpulan.
Kemampuan produksi alat muat dan alat angkut serta faktor-faktor penghambat
kegiatan produksi dapat diketahui, dan diharapkan kemampuan produksi dapat
ditingkatkan dengan melakukan koreksi dan perbaikan-perbaikan baik dari segi
teknis, alat, manusia dan kondisi tempat kerja.
6. Kesimpulan dan Analisis Data
Faktor apa saja yang dapat mempengaruhi kemampuan produksi alat muat
dan alat angkut, dan upaya apa saja yang dapat dilakukan untuk mengatasi
masalah tersebut dapat diketahui dari hasil pengolahan data.
1.6. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat berguna bagi perusahaan sebagai
masukan mengenai usaha yang dapat dilakukan dalam peningkatan target
produksi dari alat muat dan alat angkut pada kegiatan penambangan bijih besi.
4
1.7. Diagram Alir Metode Penelitian
Diagram alir metode penelitian ialah sebagai berikut:
STUDI LITERATUR
OBSERVASI LAPANGAN
PENGAMBILAN DATA
DATA
DATA
SEKUNDER
PRIMER
PENGOLAHAN DAN
ANALISIS DATA
HASIL
Gambar 1.1
Diagram Alir Metode Penelitian
5
BAB II
TINJAUAN UMUM
6
Keterangan :
7
Gambar 2.1
Peta Lokasi dan Kesampaian Daerah Penelitian
6
2.2. Iklim dan Curah Hujan
Seperti daerah lain di Indonesia, daerah Taliabu beriklim tropis dan umumnya
banyak dipengaruhi oleh musim kemarau dan musim hujan. Musim kemarau
berlangsung antara bulan April sampai dengan September, dimana pada musim ini
situasi laut berombak besar, terjadi di sepanjang pantai selatan Pulau Taliabu.
Musim hujan berlangsung antara bulan Oktober sampai dengan Maret, dimana pada
musim ini akan menyebabkan adanya gelombang besar di sepanjang pantai bagian
utara Pulau Taliabu. Kedua musim tersebut tidak selalu datang tepat pada
waktunya.
Berdasarkan data curah hujan perusahaan tahun 2017-2021, daerah penelitian
memiliki curah hujan rata-rata 345,32 mm/bulan dan hari hujan rata-rata sebanyak
19 hari/bulan. Data curah hujan daat dilihat pada Lampiran A.
800
700
669.56
600
587.98
500
CURAH HUJAN
471.92 470.18
450.36
400
(MM)
361.86
300
298.1
263.04
200 228.94 217.82204.42
185.552
100
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
BULAN
Gambar 2.2
Grafik Curah Hujan Bulanan Rata-rata Periode 2017-2021
7
2.3. Kondisi Geografi
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri no. 39 Tahun 2015 luas daratan
dan lautan Kabupaten Pulau Taliabu yaitu 1.507,78 km2. Wilayah Kabupaten Pulau
Taliabu bagian Utara berbatasan dengan Laut Maluku, sebelah timur berbatasan
dengan Selat Capalulu, Sebelah selatan berbatasan dengan Kepulauan Banggai laut.
8
batuan yang paling banyak keterdapatannya di wilayah tersebut. Formasi batuan
Pulau Taliabu terdiri atas sebelas formasi yang menyusunnya yakni Aluvium,
Formasi peleng, Formasi Salodik, Formasi Tanamu, Formasi Buya, Formasi
Bobong, Batuan Gunungapi Mangole, Diabase, Granit Banggai, Formasi Menanga
dan Kompleks Batuan Malihan.
1. Alluvial
Endapan aluvium terdiri atas material sedimen terdiri atas lumpur, lempung,
pasir, kerikil dan kerakal. Umur dari formasi ini adalah kuarter sekitar 3-0 juta
tahun tahun yang lalu, batuan ini terendapkan dalam lingkungan sungai, rawa, delta
dan pantai.
2. Formasi Bobong
Konglomerat, breksi, batupasir dengan sisipan serpih dan lignit, lensa batutahu,
dan bintal pirit merupakan batuan penciri dari formasi Bobong, dan merupakan
formasi batuan yang paling banyak menyusun daerah pulau taliabu, tersebar
dihampir semua bagian dari pulau taliabu dengan umur dari formasi bobong adalah
Jura atas sampai tengah dan umur dari formasi ini diperkirakan sekitar 160-176 juta
tahun yang lalu.
3. Formasi Banggai
Batuan granit, granodiorit, diorite kuarsa dan pegmatit merupakan batuan
penyusun dari formasi ini dengan penyebarannya lebih banyak di bagian barat dari
pulau Taliabu dan sebagian lagi di daerah timur namun keterdapatannya hanya
dalam bagian kecil saja. Dengan umur dari batuan yakni berumur sekitar trias
tengah sampai Permian atas dan diperkirakan sekitar 225-251 juta tahun yang lalu.
4. Formasi Buya
Formasi Buya tersusun atas batuan serpih, batulempung gampingan, bersisipan
batupasir kuarsa dan kalkarenit, batuan ini menunjukan umur dari formasi tersebut
diperkirakan pada zaman kapur bawah sampai jura atas dan umur dari batuan ini
diperkirakan sekitar 141-160 juta tahun yang lalu, dengan penyebarannya paling
banyak pada bagian timur dari pulau Taliabu dan sebagian lagi di bagian barat.
9
5. Kompleks Batuan Malihan
Tersusun atas batuan sekis, genes, amfibolit dan kuarsit yakni batuan yang telah
mengalami proses metamorphisis batuan ini diperkirakan terbentuk pada masa
paleozoikum dan zaman karbon dengan perkiraan waktu pembentukan sekitar 318-
345 juta tahun yang dan batuan ini tersebar di bagian selatan dari pulau taliabu
yakni daerah pamau sampai bagian utara dan sebagian lagi di bagian daerah
Bobong.
Pembagian satuan batuan di daerah penelitian berdasarkan pada pembagian
litostratigrafi, yaitu didasarkan pada ciri litologi yang dapat diamati di lapangan
yang meliputi jenis batuan dan kombinasinya, keseragaman gejala litologi dan
gejala lainya dalam tubuh batuan. Berdasarkan hal diatas, maka pembagian satuan
stratigrafi daerah penelitian dapat disusun menjadi 6 satuan stratigrafi, yaitu :
1. Alluvial
Satuan ini merupakan endapan sungai, pantai dan rawa terdiri dari pasir, kerikil,
kerakal, dan lumpur. Sebenarnya terdapat di sepanjang pantai dan disekitar muara
sungai besar.
2. Satuan Batupasir (sandstone)
Satuan batupasir kuning kecoklatan, getas, padat, ukuran butir berukuran kurang
1- 2 mm, sub rounded, yang tersusun oleh kuarsa.
3. Satuan Lempung (clay)
Satuan batulempung berwarna abu-abu hingga kehitaman, agak keras dan padat,
berlapis dengan ketebalan 15-30 cm.
4. Satuan Batugamping
Satuan batugamping, bewarna putih kekuningan keras, dan padat.
5. Satuan Batuan Metamorf
Batuan metamorf (Malihan) terdiri dari sekis, geneis, amfibolit, filit, batupasir
malih, dan argilit.
6. Satuan Batuan Granit
Satuan batuan granit, bewarna putih kelabu, secara megaskopis tersusun oleh
mineral kuasa, orthoclass, biotit, dan bijih.
10
11
Gambar 2.3
Peta Geologi Pulau Taliabu
11
Gambar 2.4
Stratigrafi Pulau Taliabu dan Sekitarnya
2.4.3. Struktur Geologi
Struktur geologi yang berkembang di Pulau Taliabu adalah sesar- sesar yang
berarah utara-selatan, barat timur, barat laut-tenggara, dan timur laut barat daya.
Struktural utama di NW Banda Basin selatan Kepulauan Banggai Sula. Hal tersebut
telah disebut Tampomas Ridge, Zona Sesar Hamilton–Lawanopo dan Zona Sesar
Buru Barat yang telah diinterpretasikan sebagai sesar transformasi berarah NW-SE
di dalam kerak samudera. Zona Patahan Hamilton sering terhubung dengan Zona
Sesar Lawanopo dan terhubung dengan Zona Sesar Palu-Koro. Tampomas dan
Zona Sesar Buru Barat ditafsirkan menghilang atau bergabung dengan ujung barat
Sesar Sorong sebelum menghubungkan ke Zona Sesar Matano. Struktur NE-SW
mewakili keretakan Laut Banda yang juga dapat diamati di Banda. Palung Tolo
berbentuk lengkung fitur di area barat cekungan yang terkait dengan struktur lipatan
lepas pantai. (lihat Gambar 2.4)
12
2.5. Kegiatan Penambangan
Kegiatan penambangan yang dilakukan di PT. Adidaya Tangguh adalah sistem
tambang terbuka (surface mining) dengan metode open pit mining yaitu
menambang bijih (ore) dari singkapan sampai dengan kedalaman tertentu sepanjang
daerah penambangan dengan nisbah pengupasan yaitu 1:2. Tahapan kegiatan
penambangan pada PT. Adidaya Tangguh adalah sebagai berikut :
1. Pembongkaran
Kegiatan pembongkaran bertujuan untuk membongkar batuan dari batuan induk.
Pembongkaran dilakukan menggunakan peralatan mekanis Excavator Sany
SY365H.
Gambar 2.5
Operasi Pembongkaran Material menggunakan Sany SY365H
2. Pemuatan
Pemuatan merupakan kegiatan lanjutan setelah dilakukan pembongkaran. bijih
(ore) serta tanah penutup yang telah terbongkar kemudian dimuat ke dalam bak truk
menggunakan alat muat untuk selanjutnya diangkut (lihat gambar 2.6). Pemuatan
dilakukan dengan menggunakan alat muat Excavator Sany SY365H dengan
kapasitas bucket 1,8 m3
13
Gambar 2.6
Operasi Pemuatan menggunakan Excavator Sany SY365H
3. Pengangkutan
Bijih (ore) dan tanah penutup (overburden) yang telah dimuat kemudian
diangkut dengan Dumptruck SKT90S dengan kapasitas bak adalah 31 m 3 seperti
pada Gambar 2.7 di bawah ini.
Gambar 2.7
Operasi Pengangkutan menggunakan Dumptruck Sany SKT90S
14
BAB III
DASAR TEORI
16
memiliki kemudahan untuk memilih material dan dapat menjangkau alat angkut
lebih baik untuk melakukan pemuatan.
Gambar 3.1
Pola Pemuatan Top Loading dan Bottom Loading
(Nichols dan Day, 2005)
Gambar 3.2
Pola Pemuatan Berdasarkan Jumlah Penempatan Alat Angkut
(Caterpillar, 2015)
17
c. Berdasarkan manuver posisi alat muat terhadapmuka jenjang Pola
pemuatannya dibedakan menjadi :
1) Frontal Cut
Pola ini menunjukan posisi alat muat yang berhadapan langsung
dengan muka jenjang. Penggalian dilakukan ke arah depan dan samping
dari posisi alat muat. Pada kondisi ini dapat digunakan double sideloading
dalam penempatan posisi dump truck. Pemuatan pada dump truck
didahului pada salah satu sisi dandilanjutkan pada sisi lainnya.
2) Parallel cut with drive-by
Pemuatan dilakukan secara sejajar dengan muka jenjang. Pada metode
inidiperlukan akses alat angkut dari dua arah. Pada metode ini sudut putar
rata – rata lebih besar dibandingkan frontal cut, tetapi alat angkut tidak
perlu memosisikan diri terhadap alat muat, sehingga pemosisian alat dapat
lebih mudah (Gambar 3.3).
Gambar 3.3
Pola Pemuatan Berdasarkan Cara Manuvernya
A. Frontal Cut B. Paralel Cut with Drive By (Hustrulid dan Kuchta, 2013)
18
a. Lebar jalan Angkut pada Jalan Lurus
Lebar jalan angkut minimum yang dipakai untuk jalur ganda atau lebih
(Gambar 3.4) adalah:
Gambar 3.4
Lebar Jalan Angkut Dua Jalur (Kaufman dan Ault, 1977)
W = n ( U + Fa + Fb + Z ) + C ....................................................... (3.2)
C =Z = ½ ( U + Fa + Fb) .............................................................. (3.3)
Keterangan :
W = Lebar jalan angkut pada tikungan, (m)
n = Jumlah jalur
U = Jarak jejak roda kendaraan (m)
19
Fa = Lebar juntai depan (m), ( jarak as depan dengan bagian depan x sinus
sudut penyimpangan roda )
Fb = Lebar juntai belakang (m), ( jarak as belakang dengan bagian belakang x
sinus sudut penyimpangan roda )
C = Jarak antara dua dump truck yang akan bersimpangan, (m)
Z = Jarak sisi luar dump truck ke tepi jalan, (m)
Gambar 3.5
Lebar Jalan Angkut Untuk Dua Jalur Pada Tikungan
(Kaufman dan Ault, 1977)
c. Kemiringan Jalan
Kemiringan atau grade jalan angkut merupakan salah satufaktor penting
yang harus diamati secara detil dalam suatu kajian terhadap kondisi jalan tambang
karena akan mempengaruhi kinerja alat angkut yang melaluinya. Kemiringan
jalan angkut (Gambar 3.6) biasanya dinyatakan dalam persen (%). Kemiringan
1% berarti jalan tersebut naik atau turun 1 meter pada jarak mendatar sejauh 100
meter. Kemiringan (grade) dapat dihitung menggunakan rumus :
Keterangan :
h = Beda tinggi antara dua titik yang diukur (m)
x = Jarak datar antara dua titik yang diukur (m)
20
Gambar 3.6
Kemiringan Jalan Angkut (Sulistyana, 2017)
d. Superelevasi
Superelevasi merupakan kemiringan jalan pada tikungan yang
terbentukoleh batas antara tepi jalan terluar dengan tepi jalan terdalam karena
perbedaan ketinggian. Tujuan dibuat super elevasi pada daerah tikungan jalan
angkut yaitu untuk menghindari atau mencegah kendaraan tergelincir keluar jalan
atau terguling. Selain itu, agar kendaraan dapat mempertahankan kecepatan saat
melewati tikungan. Secara matematis kemiringan tikungan jalan angkut merupakan
perbandingan antara tinggi jalan dengan lebar jalan. Persamaan yang digunakan
untuk menghitung superelevasi yaitu
𝑉2
e = − 𝑓 ............................................................................(3.5)
𝑔 ×𝑅
Keterangan :
e = tan θ = superelevasi
v = kecepatan kendaraan (m/detik)
R = radius/ jari-jari tikungan (m)
g = gravitasi bumi (9,8 m/det2)
f = koefisien gesekan
21
Tabel 3.1
Angka Superelevasi yang Direkomendasikan (m/m)
(Tannat dan Regensburg, 2001)
Jari-jari Kecepatan (km/jam)
Tikungan
24 32 40 48 >56
(m)
15 4%
30 4% 4%
45 4% 4% 5%
75 4% 4% 4% 6%
90 4% 4% 4% 4% 6%
180 4% 4% 4% 4% 4%
300 4% 4% 4% 4% 4%
Keterangan :
Ctm : Total waktu edar siklus pemuatan, (detik)
Tm1: Waktu untuk menggali material, (detik)
Tm2: Waktu ayun bermuatan, (detik)
Tm3: Waktu untuk menumpahkan material, (detik)
Tm4: Waktu ayun tidak bermuatan, (detik)
22
3.3.2. Waktu Edar Alat Angkut
Waktu edar alat angkut adalah waktu satu siklus pengangkutan yang diawali
dari waktu kegiatan mengatur posisi untuk pemuatan, waktu pemuatan, waktu
mengangkut material, waktu menunggu penumpahan, waktu penumpahan dan
waktu kembali dalam kondisi kosong. Rumus untuk menghitung waktu siklus edar
alat angkut (Burt dan Caccetta, 2014) adalah:
Keterangan :
Cta : Total waktu edar siklus pengangkutan, (menit)
Ta1: Waktu mengambil posisi untuk pemuatan, (menit)
Ta2: Waktu pemuatan, (menit)
Ta3: Waktu mengangkut material, (menit)
Ta4: Waktu mengambil posisi untuk penumpahan, (menit)
Ta5: Waktu penumoahan, (menit)
Ta6: Waktu kembai dalam kondisi kosong, (menit)
Keterangan :
23
3.4.2. Produktivitas Alat Angkut
Kegiatan pengangkutan adalah kegiatan untuk memindahkan material hasil
pembongkaran yang telah dilakukan pemuatan untuk diolah ke proses lebih lanjut.
Produktivitas alat angkut adalah banyaknya material yang dapat dipindahkan oleh
kemampuan alat angkut dinyatakan dalam satuan waktu. Pada proses pengangkutan
batubara diperlukan pertimbangan fill factor dari kapasitas bak. Produktivitas alat
angkut dapat diketahui dengan menggunakan persamaan (Hustrulid dan Kuchta,
2013):
Pa = x KBm x FF x EK x SF ……………....…..........….(3.9)
Keterangan :
24
Contoh : bulldozer, ripper, grader, lubrication truck, water truck, fuel
truck, dan sebagainya.
a. Volume Material
Dikenal ada tiga bentuk volume material yang mempengaruhi perhitungan
pemindahannya, yaitu dinyatakan dalam bank cubic meter (BCM), loose cubic
meter (LCM) dan compacted cubic meter (CCM). Perubahan ini terjadi karena
adanya perbedaan densitas akibat penggalian atau pemadatan dari densitas aslinya.
BCM adalah volume material pada kondisi aslinya di tempat yang belum
terganggu(insitu). LCM adalah volume material yang sudah lepas akibat
penggalian, sehingga volumenya akan mengembang dengan berat tetap sama.CCM
adalah volume material yang mengalami pemadatan kembali setelah penggalian,
sehingga volumenya akan lebih kecil dibanding volume aslinya dengan berat tetap
sama.
b. Pemberaian (swell)
25
Adalah persentase pemberaian volume material dari volume asli yang dapat
mengakibatkan bertambahnya jumlah material yang harus dipindahkan dari
kedudukan aslinya.
Rumus yang berkaitan dengan pemberaian material sebagai berikut :
c. Faktor Muat
Pada saat material sebanyak 1 BCM dimuatkan kedalam sebuah mangkok
(bucket), material yang terangkat oleh mangkok tersebut akan kurang dari 1 BCM
karena sepanjang proses penggalian terjadi pengurangan volume akibat adanya
pemberaian. Faktor muat(load Factor) dapat dihitung sebagai berikut :
100 %
LF =................................................................................................... (3.14)
100 % + % berai
Jadi untuk mengestimasi muatan pada kondisi BCM, kapasitas mangkok pada
LCM harus dikalikan dengan LF.
26
Densitas adalah berat per unit volume dari suatu material. Material mempunyai
densitas yang berbeda karena dipengaruhi sifat-sifat fisiknya, antara lain: ukuran
partikel, kandungan air, pori-pori dan kondisi fisik lainnya.
Densitas material tentunya akan berubah akibat adanya penggalian yaitu dari
kondisi bank ke loose. Pada kondisi loose, densitas material akan berkurang
disbanding densitas pada kondisi bank karena adanya pori-pori udara. Untuk
mengkonversi densiotas material dari bank ke loose digunakan rumus sbb :
Kg/BCM
( 1 + %berai ) = ................................................................................. (3.17)
Kg/LCM
e. Faktor Pengisian
Faktor pengisian(Fill Factor) adalah perbandingan antara kapasitas nyata muat
dengan kapasitas baku alat muat yang dinyatakan dalam persen. Semakin besar
faktor pengisian maka semakin besar pula kemampuan nyata dari alat tersebut.
Faktor pengisian mangkuk disebut juga sebagai bucket fill factor. Untuk
menghitung faktor pengisian digunakan persamaan sebagai berikut :
Tabel 3.2.
Faktor Pengisian (Fill Factor)
27
Didalam memilih suatu alat untuk pekerjaan penggalian material, bijih, atau
overburden harus dipertimbangkan tenaga kendaraan yang mampu mengatasi
medan kerja. Medan kerja yang dimaksud adalah kondisi jalan; misalnya jalan
kering mulus dan padat, becek dan lembek, lurus, banyak tikungan, mendaki,
menurun, dan sebagainya. Yang mempengaruhi laju kendaraan pada saat bermuatan
atau kosong.
3.5.3. Waktu Edar
Waktu edar (cycle time) maksudnya adalah waktu yang diperlukan alat
mulai dari aktifitas pengisian atau pemuatan (loading), pengangkutan (hauling)
untuk truck dan sejenisnya atau swing backhoe dan power shovel, pengosongan
(dumping), kembali kosong, dan mempersiapkan posisi (manuver) untuk diisi.
Disamping aktifitas-aktifitas tersebut terdapat pula waktu menunggu (delay) bila
terjadi antrian untuk mengisi atau dimuat.
Waktu edar alat muat merupakan total waktu pada alat muat, yang dimulai
dari pengisian bucket sampai dengan menumpahkan muatan ke dalam alat angkut
dan kembali kosong.
Rumus :
keterangan:
CTm : Total waktu edar alat muat (detik)
Am : Waktu untuk mengisi mangkuk (detik)
Bm : Waktu mengangkat mangkuk bermuatan (detik)
Cm : Waktu untuk menumpahkan material yang dimuat (detik)
Dm : Waktu memutar dengan mangkuk kosong (detik)
Waktu edar alat angkut pada umumnya terdiri dari waktu menunggu alat
untuk dimuat, waktu mengatur posisi untuk dimuati, waktu diisi muatan, waktu
mengangkut muatan, waktu dumping, dan waktu kembali kosong.
28
Ba : Waktu diisi muatan (menit)
Ca : Waktu mengangkut muatan (menit)
Da : Waktu mengambil posisi untuk penumpahan (menit)
Ea : Waktu muatan ditumpahkan (menit)
Fa : Waktu kembali kosong (menit)
3.5.4 Efisiensi Kerja
Efisiensi kerja adalah perbandingan antara waktu kerja produktif dengan
waktu kerja yang tersedia, dinyatakan dalam persen (%). Efisiensi kerja ini akan
mempengaruhi kemampuan produksi dari suatu alat. Faktor manusia, mesin (alat),
keadaan cuaca dan kondisi kerja secara keseluruhan akan menentukan besarnya
efisiensi kerja.Efisiensi kerja dapat digunakan untuk menilai baik tidaknya
pelaksanaan suatu pekerjaan. Dalam waktu kerja tidak semua waktu kerja yang
tersedia dapat digunakan secara optimal, ada beberapa hambatan yang seringterjadi
dalam bekerja.
Waktu kerja efektif adalah waktu kerja yang benar–benar digunakan oleh
operator bersama alat untuk operasi produksi. Waktu kerja efektif berpengaruh
terhadap efisiensi kerja. Waktu kerja efektif dapat dihitung dengan menggunakan
rumus sebagai berikut :
Keterangan :
We : Waktu kerja efektif, menit.
Wt : Waktu kerja yang tersedia, menit.
Whd : Waktu hambatan yang dapat dihindari, menit.
Wtd : Waktu hambatan yang tidak dapat dihindari, menit. Ek
: Efisiensi kerja, %.
Pekerjaan mekanik untuk perawatan tidak dapat dimasukan sebagai
penyebab berkurangnya efisiensi kerja operator, karena pekerjaan perawatan alat
harus sudah terjadwal untuk masuk bengkel. Tabel 3.2 mungkin dapat dipakai
sebagai acuan untuk membatasi porsi pekerjaan operasional dan mekanik.
29
Mungkin setiap perusahaan memberikan definisi yang berbeda tentang pengertian
waktu tertunda, terhenti dan sebagainya.
Tabel 3.3.
Parameter Pengukuran Efisiensi Kerja
TERJADWAL (SCHEDULED); S
TERSEDIA (AVAILABLE); A PERAWATAN (MAINTRANCE);
M
JALAN (OPERATION); O TERHENTI PERBAIKAN PERAWATAN
(IDLE); I MENDADAK; TERJADWAL;
KERJA TERTUNDA
UM SM
(WORKING) (DELAY); D
;W
Kerja lancar - Mengisi - Diminta - Waktu - Waktu
BBM stanby perbaikan perbaikan
- Ganti bit - Tak ada - Tunggu suku - Tunggu suku
- Peledakan operator cadang cadang
- Tunggu alat - Makan - dll - dll
muat &istirahat
- Tunggu - Hujan
Truck lebat, kabut
- Maneuver - Rapat
alat - dll
- dll
Dari Tabel 3.3 dapat diukur tingkat efisiensi kerja operator yang lebih teliti
karena pengelompokan penyebab alat berhenti dibuat atas dasar kondisi yang
sebenarnya dan yang lebih pentingpengelompokan tersebut telah disepakati dan
dipahami oleh seluruh karyawan. Dengan demikian dapat dibuat tiga ukuran
efisiensi menggunakan data waktu dalam tabel, yaitu :
1. Ketersediaan mekanikal (mechanichal avaibility/MA) adalah kondisi mekanis
alat yang sesungguhnya, dapat dihitung dengan rumus :
MA = (W / O) x 100% ................................................................. (3.17)
Keterangan :
W = waktu kerja
O = waktu operasi
2. Ketersediaan Fisik (physical availability/PA) adalah ukuran sehat tidaknya
alat untuk beroperasi, rumusnya adalah :
PA = (A / S) x 100% ............................................................ (3.18)
30
Keterangan :
A = waktu tersedia
S = waktu terjadwal
31
Dari persamaan di atas akan muncul 3 kemungkinan, yaitu:
1. MF < 1, artinya alat muat bekerja kurang dari 100%, sedang alat angkut
bekerja 100%, sehingga terdapat waktu tunggu bagi alat muat yaitu :
1 >Na x Ctm
Nm x Cta
Nm x Cta>Na x Ctm
Nm x Cta> Ctm
Na
Ctm <Nm x Cta
Na
Dari persamaan tersebut setelah disamakan karena terdapat kekurangan
waktu maka ditambahkan WTm, sehingga didapatkan persamaan sebagai
berikut :
WTm + Ctm =Nm x Cta
Na
Jadi waktu tunggu alat muat :
WTm = Nm x Cta - Ctm
Na
2. MF > 1, artinya alat muat bekerja 100%, sedangkan alat angkut bekerja
kurang dari 100%, sehingga terdapat waktu tunggu bagi alat angkut yaitu :
1 <Na x Ctm
Nm x Cta
Nm x Cta<Na x Ctm
Cta < Na x Ctm
Nm
Cta <Na x Ctm
Nm
Dari persamaan tersebut setelah disamakan karena terdapat kekurangan waktu
maka ditambahkan WTa, sehingga didapatkan persamaan sebagai berikut :
WTa + Cta = Na x Ctm
Nm
Jadi waktu tunggu alat muat :
WTa = Na x Ctm - Cta
Nm
32
3. MF = 1, artinya alat muat dan angkut bekerja 100%, sehingga tidak terjadi
waktu tunggu dari kedua jenis alat tersebut.
Keserasian kerja (match factor) alat muat dan alat angkut juga dapat
disajikandalam bentuk grafik (Gambar 3.7).
Gambar 3.7.
Grafik Keserasian Kerja Alat (Burt dan Caccetta, 2014)
33
1. Down Time Losses
a. Equipment Failure yaitu kerusakan mesin yang tiba–tiba atau kerusakan yang
tidak diinginkan, keadaan tersebut akan menimbulkan kerugian karena kerusakan
mesin akan menyebabkan mesin tidak beroperasi.
34
AT = Available Time
TT = Total Calender Time
𝑈 = 𝑈𝑇/𝐴𝑇..............................................................................(3.22)
Dimana:
UT = Utilization Time
AT = Available Time
𝑆 = 𝐶𝑇𝑝/𝐶𝑇𝑎...................................................................(3.23)
Dimana:
CTp = Planned Cyle Time
CTa = Aktual Cycle Time
𝐵 = 𝑂𝑎𝑐/𝑂𝑝𝑐....................................................................(3.25)
35
Untuk Menghitung produksi pada waktu tertentu dapat digunakan
rumus:
3600
𝑂p = 𝑂𝑝𝑐 × T𝑇× × 𝑂𝐸𝐸...........................................(3.28)
𝐶𝑇𝑝
Maka diperoleh O yaitu output produksi dalam jangka waktu tertentu (m³).
36