Anda di halaman 1dari 64

LAPORAN KERJA PRAKTEK

OPTIMALISASI AKTIVITAS PENAMBANGAN BAUKSIT UNTUK


MENCAPAI TARGET PRODUKSI DI PT. CITA MINERAL INVESTINDO
TBK. SITE AIR UPAS
KECAMATAN MARAU KABUPATEN KETAPANG
KALIMANTAN BARAT

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


Dalam menyelesaikan Program S1 Teknik Pertambangan

Oleh :
DIMAS SENO WIJAYANTO
NIM D1101211019

Kosentrasi : Pertambangan Umum


Jurusan : S1 Teknik Pertambangan
Program Studi : Teknik Pertambangan’

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS TANJUNGPURA


PONTIANAK

2024
1

LEMBAR PENGESAHAN

OPTIMALISASI AKTIVITAS PENAMBANGAN BAUKSIT UNTUK


MENCAPAI TARGET PRODUKSI DI PT. CITA MINERAL INVESTINDO
TBK. SITE AIR UPAS
KECAMATAN MARAU KABUPATEN KETAPANG
KALIMANTAN BARAT
OLEH:

DIMAS SENO WIJAYANTO


D1101211019
Laporan hasil penelitian ini telah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat
telah menyelesaikan penelitian di PT. Cita Mineral Investindo, Tbk Site Air Upas,
kecamatan Marau, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat.
Tanggal: 13 Februari 2024

Mengetahui Disahkan

Pembimbing
2

KATA PENGANTAR
3

OPTIMALISASI AKTIVITAS PENAMBANGAN UNTUK MENCAPAI


TARGET PRODUKSI DI PT. CITA MINERAL INVESTINDO TBK. SITE
AIR UPAS
KECAMATAN MARAU KABUPATEN KETAPANG
KALIMANTAN BARAT

ABSTRAK
4

DAFTAR ISI
5

DAFTAR TABEL
6

DAFTAR GAMBAR
7

DAFTAR LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bauksit adalah biji utama aluminium terdiri dari hydrous aluminium oksida dan
aluminium hidroksida yakni dari mineral gibbsite 𝐴𝑙(𝑂𝐻)3 , boehmite y-ALO
(OH), dan diaspore a-ALO (OH), bersama-sama dengan oksida besi gocthite dan
bijih besi, mineral tanah liat kaolinit dan sejumlah kecil anatase Tio2. Dalam hal
tampilan fisiknya, bauksit biasanya memiliki berbagai warna, termasuk putih, abu-
abu, dan kadang-kadang kuning, jingga, merah, merah muda, dan coklat. Bauksit
ini kemudian diolah menjadi aluminium. Aluminium adalah logam yang lunak
dalam bentuk murni namun keras seperti baja jika padat, ringan, tahan terhadap
korosi dan merupakan konduktor listrik yang baik. Keunggulan tersebut membuat
aluminium sangat diperlukan sebagai bahan baku dalam industri seperti komponen
otomotif, bahan konstruksi, peralatan rumah tangga dan sebagainya. PT. Cita
Mineral Investindo, Tbk Site Air Upas merupakan perusahaan swasta yang bergerak
dalam bidang pertambangan. Lokasi daerah penambangan bijih bauksit terletak di
Dusun Batang Belian Desa Karya Baru Kecamatan Marau Kabupaten Ketapang
Provinsi Kalimantan Barat.

Dalam kegiatan penambangan bijih bauksit, PT. Cita Mineral Investindo, Tbk
Site Air Upas menggunakan metode penambangan open shaft/backfilling dengan
pengoperasian peralatan mekanis seperti excavator untuk pemuatan dan dump truck
untuk pengangkutan. Salah satu penentu keberhasilan penambangan ini adalah
seberapa besar produksi peralatan mekanis tersebut dapat dimanfaatkan seefektif
dan seefesien mungkin dalam melakukan pekerjaanya agar hasil yang diperoleh
maksimal.

1
2

1.2 Identifikasi Masalah


Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang
menyebabkan tidak tercapainya target produksi, terutama pada aktivitas loading
dan hauling yang melibatkan alat excavator sebagai alat muat dan dump truk
sebagai alat angkut material dari pit hingga ke washing plant.

1.3 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian kali ini adalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana faktor teknis dilapangan meliputi jarak, kondisi jalan, dan
kondisi tempat kerja?
2. Faktor apa saja yang mempengaruhi tidak tercapainya target produksi?
3. Bagaimana cara meningkatkan produktivitas alat muat dan alat angkut agar
target produksi dapat tercapai?
1.4 Batasan Masalah
Berdasarkan pada rumusan masalah yang ada, maka penelitian ini hanya di
batasi di area pit site PT. Cita Mineral Investindo Tbk. terkait kondisi di area
penambangan, serta kajian mengenai alat muat dan alat angkut, dan permasalahan
atau kendala yang muncul pada aktivitas penambangan bauksit.
1.5 Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan dilakukan penelitian ini adalah:
1.5.1 Maksud
Maksud dan tujuan dilakukannya penelitian ini ialah untuk memenuhi
persyaratan Kerja Praktek serta persyaratan akademis dalam meraih gelar Strata I
dalam bidang ilmu Teknik Pertambangan di Universitas Tanjungpura Pontianak.
1.5.2 Tujuan
Adapun tujuan dalam penulisan proposal penelitian ini adalah:
1. Mengetahui produktivitas alat gali dan alat angkut yang digunakan
dilapangan.
2. Mengetahui faktor-faktor penghambat proses produksi.
3. Mendapat solusi terhadap masalah yang terjadi sehingga diharapkan
dapat meningkatkan pencapaian target produksi perusahaan.
3

1.6 Manfaat Penelitian


Adapun harapan dilakukan nya Penelitian Kerja Praktek ini yaitu:
1. Sebagai bahan latihan memecah masalah dan mengambil kesimpulan di
bidang produksi.
2. Hasil dari penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan pertimbangan dalam
rangka pengambilan keputusan terkait dengan produktivitas alat muat dan
alat angkut.
3. Supaya penelitian ini dapat menjadi bahan pembelajaran atau perbandingan
bagi peneliti lain yang melakukan penelitian yang serupa.
4. Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh perusahaan sebagai bahan evaluasi
atau informasi dalam peningkatan produktivitas alat muat dan alat angkut.
5. Sebagai bahan gambaran bagi perusahaan terkait kondisi penambangan
yang ada di pit serta kendala-kendala yang kerap terjadi di lapangan.
6. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi perbandingan antara jumlah
produksi secara teori dan secara aktual di perusahaan.
7. Meminimalisir faktor-faktor yang menyebabkan tidak tercapainaya target
produksi perusahaan.
1.7 Metodelogi Penelitian
Metodelogi penelitian yang digunakan untuk penyusunan laporan penelitian
kerja praktek adalah sebagai berikut:
1. Perumusan masalah
Menentukan topik permasalahan yang akan diteliti dengan menganalisis kondisi
di lapangan serta kinerja dari alat muat dan alat angkut hingga faktor-faktor yang
menyebabkan tidak tercapainya target produksi.
2. Studi Literatur
Tahapan studi literatur dilakukan dengan pengumpulan sumber informasi yang
berasal dari referensi maupun data perusahaan yang berkaitan dengan tujuan
penelitian, studi literatur ini sendiri dilakukan sebelum dan selama penelitian ini
berlangsung.
3. Pengamatan lapangan
Pengamatan ini dilakukan untuk mengumpulkan data yang berkaitan dengan
permasalahan yang akan dibahas, antara lain:
4

• Survei terhadap daerah penelitian dengan melakukan pengamatan


langsung di daerah penambangan dan menentukam daerah lokasi
pengambilan data.
• Pengamatan dan pencatatan secara langsung dilapangan terhadap cycle
time alat muat dan alat angkut beserta faktor lainnya yang berpengaruh
terhadap proses produksi.
• Pengamatan terhadap hilangnya waktu produksi yang di sebabkan oleh
aktivitas stanby.
4. Pengumpulan Data
Mengumpulkan data dari hasil pengamatan di lapangan secara langsung
ataupun data sekunder dari referensi laporan perusahaan serta karya tulis ilmiah
yang berhubungan langsung dengan judul penelitian.
5. Pengolahan Data
• Menghitung produktivitas alat muat dan alat angkut secara aktual dan
teoritis.
• Menentukan faktor kesesuaian alat muat dan alat angkut yang optimal.
• Menghitung jumlah produksi tercapai secara aktual dan teoritis selama
periode bulan Januari 2024.
6. Analisis Data
• Upaya peningkatan produktivitas alat muat dan alat angkut.
• Analisis waktu efisiensi waktu kerja optimum.
• Merekomendasikan keserasian alat muat dan alat angkut.
7. Kesimpulan
Melakukan simulasi untuk peningkatan produktivitas alat muat dan alat angkut
dengan beberapa alternatif, serta upaya mengatasi masalah yang menghambat
proses produksi di area penambangan.
Adapun diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.1
5

Persiapan

Menentukan Rumusan Masalah

Menentukan Tujuan Penelitian

Pengambilan Data

Studi Literatur Pengamatan Lapangan

➢ Teori pemindahan Tanah ➢ Metode penambangan bauksit


Mekanis ➢ Cycle time alat muat dan alat
➢ Jenis dan Spesifikasi alat angkut
muat dan alat angkut ➢ Waktu hambatan alat muat dan
➢ Ketersediaan alat mekanis alat angkut
➢ Kondisi jalan angkut loading
point menuju washing plant
➢ Keserasian alat mekanis

Pengolahan Data

Analisis Data

Kesimpulan dan Saran

Gambar 1.1
Diagram Alir Penelitian
BAB II

TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN

2.1 Profil Perusahaan

PT. Cita Mineral Investindo, Tbk merupakan perusahaan perseroan terbatas


yang didirikan berdasarkan akta notaris nomor 32 tanggal 20 april 2001
berkedudukan di Jakarta pusat, perusahaan ini berkantor di gedung panin Bank Lt.
2, jalan Jendral Sudirman, senayan, kelurahan Gelora, Kecamatan Tanah Abang.

Sejarah singkat PT. Cita Mineral Investindo, Tbk Site Air Upas bermula
didirikan dengan nama PT. Cita Panel Utama pada tahun 1992 dan pada tahun
tersebut memulai kegiatan komersilnya. Pada tahun 2002 perusahaan tersebut
mencantumkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan kode “CITA”.
Dalam perkembangannya PT Cita Mineral Investindo mengembangkan usahanya
pada sektor pertambangan melalui investasi pada PT. Harita Prima Abadi Mineral
(HPAM). Sejalan dengan berkembangnya bidang usaha tersebut, pada 2 Mei 2007,
secara resmi mengubah nama perusahaan yang semula bernama PT. Cita Panel
Utama menjadi PT. Cita Mineral Investindo, Tbk.

PT. Cita Mineral Investindo, Tbk Site Air Upas mengantongi izin untuk
melakukan kegiatan pertambangan dan penggalian biji logam. Kegiatan utama PT.
CMI bergerak di bidang investasi pertambangan dan kegiatan pertambangan
bauksit yang menghasilkan Metallurical Grade Bauxite (MGB) melalui anak usaha
dan memproduksi Smelter Grade Alumina (SGA) melalui entitas asosiasi (investasi
asing) PT. Well Harvest Winning Alumina Refinery (PT. WHW) pada tahun 2013
di Kalimantan Barat untuk menigkatkan nilai tambah produksi bauksit, dalam
upaya mendukung pemerintah meningkatkan nilai tambah bauksit.78 Fasilitas
produksi SGA kemudian beroperasi pada tahun 2016 dan menjadikannya sebagai
perusahaan penghasil SGA pertama di Indonesia, melalui Asosiasi PT Well Harvest
Winning Alumina Refinery (WHW). Dalam hal ini Pt. Cita Mineral Investindo,
memiliki sekitar 30% saham di WHW, sementara 56% dipegang oleh China
Hongqiao Group Limited, 9% dipegang oleh Winning Investment (HK) Company,

6
7

dan 5% dipegang oleh Shandong Weiqiao Aluminium and Electricity Co., Ltd.
Selain itu dalam menjalankan usahanya PT Cita Mineral Investindo mengantongi
Perizinan Dasar dan Izin Operasional dengan mengantongi Izin Lingkungan dan
Izin Usaha Pertambangan (IUP) termasuk IUP Eksplorasi dan IUP Operasi
Produksi dengan IUP OP total seluas 26.245 Ha yang terdiri 3 IUP OP yaitu :

a. Keputusan Bupati Ketapang Nomor 190/DPMPTSP-D.B/2018 tanggal 30


Mei 2018 tentang Izin Lingkungan Kegiatan Peningkatan Kapasitas Produksi
beserta Fasilitas Pendukung Pertambngan Bauksit oleh PT. Cita Mineral Investindo,
Tbk yang berlokasi di Kecamatan Air Upas, Marau, Manis Mata, Singkup dan
Kendawangan Kabupaten Ketapang;

b. Keputusan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu


Pintu Provinsi Kalimantan Barat Nomor 503/107/MINERBA/DPMPTSP.C/2017
tanggal 3 Agustus 2017 tentang pemberian izin usaha pertambangan operasi
produksi secara afiliasi kepada PT Cita Mineral Investindo, Tbk dengan Luas
15.670 Ha;

c. Keputusan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu


Pintu Provinsi Kalimantan Barat Nomor 503/108/MINERBA/DPMPTSP.C/2017
tanggal 3 Agustus 2017 secara afiliasi kepada PT Cita Mineral Investindo, Tbk.
Dengan Luas 7.833 Ha;

d. Keputusan Kepala Dinas Penamaan Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
Provinsi Kalimantan Barat Nomor 503/109/MINERBA/DPMPTSP.C/2017 tanggal
3 Agustus 2017 secara afiliasi kepada PT. Cita Mineral Investindo, Tbk. Dengan
Luas 2.742 Ha.

Selanjutnya PT. Cita Mineral Investindo, Tbk Site Air Upas juga mengantongi
SKKL dan SKIL yang diterbitkan oleh Bupati Ketapang dengan nomor :81

a. SKKL Nomor : Keputusan Bupati Ketapang Nomor 185/DPMPTSPD.B/2018


pada tanggal 30 Mei 2018;
b. SKIL Nomor : Keputusan Bupati Ketapang Nomor 190/DPMPSTPD.B/2018
pada tanggal 30 Mei 2018.
8

Kantor perwakilan PT. Cita Mineral Investindo Tbk. di ketapang terletak di Jl.
Kolonel Sugiono No. 55 Ketapang, Kalimantan Barat.

2.2 Lokasi dan Kesampaian Daerah

Secara administratif PT. Cita MineralInvestindo, Tbk Site Air Upas berada di
Dusun Batang Belian, Desa Karya Baru, Kecamatan Marau, Kabupaten Ketapang,
Provinsi Kalimantan Barat. Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) di PT. Cita
Mineral Investindo, Tbk secara geografis terletak pada posisi 110˚ 42ʹ 01ʺ sampai
110˚ 53ʹ 03ʺ BT dan 2˚ 07ʹ 09ʺ sampai 2˚ 24ʹ 02ʺ LS. Secara umum wilayah PT.
Cita Mineral Investindo, Tbk dapat dicapai melalui beberapa route dari Pontianak
sebagai berikut:
1. Transportasi Udara dari Pontianak ke Ketapang selama kurang lebih 35
menit.
2. Transportasi air dari Pontianak ke Ketapang selama kurang lebih 4 jam
menggunakan kapal express
3. (A) Transportasi darat dari ketapang menuju Dusun Batang Belian dengan
kondisi jalan yang kurang baik mungkin dapat ditempuh selama kurang
lebih 5 jam, atau transportasi darat dari Ketapang ke Kendawangan selama
kurang lebih 3 jam, dilanjutkan dengan transportasi air dari Kendawangan
ke Kedondong (Kelampai) selama kurang lebih 30 menit lalu dilanjutkan
lagi dengan transportasi darat dari desa Kelampai ke Dusun Batang Belian
melalui Hauling Road HG selama kurang lebih 1 jam.
(B) Transportasi darat dari Pontianak langsung ke dusun batang belian
dengan menggunakan jalur Provinsi selama kurang lebih 12 jam perjalanan.
9

Gambar 2.1
Peta Kesampian Daerah
10

(Sumber: Peta Konsesi PT. Cita Mineral Investindo, Tbk site Air Upas)
Gambar 2.2
Peta Konsesi Daerah Penelitian

2.3 Geologi Regional


2.3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian
Secara umum, morfologi daerah penelitian teramati berupa perbukitan dan
lembahan. Satuan perbukitan bergelombang lemah-sedang. Satuan ini menempati
bagian barat dan tengah wilayah penyelidikan mengisi lembah-lembah berelevasi
topografi rendah diantara satuan perbukitan terjal bergelombang kuat. Elevasi
topogravi berkisar 20 hingga 60 mdpl, dengan kemiringan lereng berkisar 0 hingga
10 derajat membentuk pola punggungan perbukitan yang tidak beraturan. Pada
satuan ini, secara umum anak-anak sungai di daerah tinggi berkembang membentuk
pola aliran dendritic-subdendritic, untuk kemudian induk-induk sungainya
cenderung berkembang membentuk pola aliran meandering, menunjukkan proses
pelapukan telah lama berlangsung. ( Lihat Gambar 2.3)
11

Gambar 2.3
Perbukitan Lembah-sedang
2.3.2 Stratigrafi
Secara regional di daerah penyelidikan termasuk dalam Peta Geologi Bersistem
Lembar Ketapang 1411, di mana formasi batuan penyusun dari muda ke tua adalah
sebagai berikut (E.Rustandi (GRDC) & F. De Keyser (AGSO), 1993):
1) Endapan Aluvium (Qa)
Merupakan endapan permukaan Kuarter yang terdiri dari kerikil, pasir, lanau,
kadangkadang gambut. Bersifat lepas. Umumnya mengisi daerah pantai dan daerah
aliran sungai besar.
2) Rombakan Lereng, Talus (Qs)
Berupa rombakan kerakal dan bongkah batuan yang kasar, berumur Kuarter,
menjemari dengan alluvium dan endapan rawa.
3) Basal Bunga (Kubu)
Terdiri dari batuan basal berwarna hitam sampai kelabu tua dan pejal, selain itu
terdapat dasit, andesit kelabu kehijauan, lava, tufa litik-kristal dan breksi gunungapi
dimana pada alasnya terdapat batupasir sedang sampai halus, diperkirakan berumur
Kapur Akhir Paleosen. Batuan ini tidak selaras diatas Komplek Ketapang, Batuan
Gunung api Kerabai dan Granit Sukadana serta menindih Granit Sangiyang.
12

4) Formasi Granit Sangiyang (Kusa)


Merupakan batuan beku pluton berkomposisi granitik alkali-feldspar
leukokratik. Batuan ini mengerobos formasi Granit Sukadana (Kus), Batuan
Gunung Api Kerabai (Kuk) dan mungkin juga menerobos Basal Bunga (Kubu).
5) Formasi Granit Sukadana (Kus)
Merupakan batuan pluton; banyak mempunyai banyak jenis/tingkatan:
Monzonit Kuarsa, Monzogranit, Syenogranit dan Granit Alkali-Feldspar, sedikit
Syenit kuarsa, Monzodiorit Kuarsa dan Diorit kuarsa dan syenogranit, langka diorit
dan gabro, beberapa mengandung olivin retas dan urat aplit tingkat akhir bersifat
lokal: Macam-macam tingkatan kuarsa feldspar alkali (umumnya pertit atau
mikropertit) plagioklas (biasanya berlajur) biotit, hornblenda, klinopiroksen,
ortopiroksen, dan hasil ubahannya yang umum berupa granit alkali-felspar
mengandung ribekit dan atau arsvendosit; K-felspar setempat-setempat
terkaolinisasikan, terutama syenit kuarsa, dan granit alkali feldspar. Metasomatis
potas tingkat lanjut diperlihatkan oleh munculnya K-felsfar dari dua generasi dalam
beberapa batuan (satu yang terkaolinisasi lebih tua, dan yang muda yang lebih segar
yang setempat-setempat mengandung mineral mafik dan mineral- mineral lainnya);
Mineral mafik umumnya dalam gumpalan, dan jelas adanya macam-macam
kandungan mineral dalam satu singkapan memberikan dugaan bahwa satuan ini
berasal dari pencampuran susunan magma.
6) Formasi Gunungapi Kerabai (Kuk)
Tersusun dari batuan piroklastik (abu, lapili, kristal, tufa kristal dan litik, breksi
gunung api dan aglomerat) umumnya berkomposisi Basaltik dan Andesitik;
mengandung mineral dolerit, trakhiandesit, krotofir kuarsa; Beberapa berkomposisi
dasitik, riodasitik dan riolitik umumnya terdapat setempat-setempat; Terdapat
terobosan dan lava porfiritik, umumnya pecah-pecah, terubah secara hidrotermal
dan terpotong oleh urat-urat klorit epidot. Susunan piroklastik tufa berwarna fresh
hijau sampai kelabu, di mana umumnya dalam keadaan lapuk memberikan
bermacam-macam warna yaitu coklat, merah dan kuning, terdapat mineral-mineral
pofiroklas dari felspar yang tersausuritisasi, hornblenda, augit, sedikit kuarsa,
hipersten dan biotit, sedikit olivin, fragmen batuan daripada batuan gunung api
13

berbutir halus. Formasi ini diendapkan secara tidak selaras di atas dan setempat-
setempat berjemari dengan Komplek Ketapang; tidak selaras dengan Formasi
Granit Laur, diterobos dan menindih Formasi Granit Sukadana yang terlihat
berkerabat; diterobos Granit Sangiyang; ditindih oleh Basal Bunga. Sebagian sama
dengan Basal Bunga. Terbentuk oleh proses gunungapi subaerial yang berumur
Kapur akhir-Paleosen; Ketebalan Tidak diketahui; Penyebarannya meliputi seluruh
bagian dataran lembar peta membentuk dataran rendah diselatan tetapi naik sampai
>1000 mdpl di bagian utara. (Pieters & Sanyoto, 1987; Komplek Mantan de Kenser
& Rustandi, 1989).
7) Komplek Ketapang (JKke)
Tersusun dari Batuan pesamit dan terlapis secara pelitik, terlapis sedang sampai
tipis, terubah secara beraneka ragam oleh malihan termal dan ubahan hidrotermal:
batulempung, batupasir halus-kasar dan lepungan yang serisitan (setempat-
setempat lanauan dan bersilang siur), arenit litik (Beberapa tufaan atau mengandung
pecahan batuan gunung api hasil 'rework'). Serpih (setempat- setempat pasiran), dan
batusabak; Kadang-kadang gampingan membentuk batuan kalk-silikat. Batuan
terangkat dan terlipat, umumnya dengan kemiringan antara 30 derajat sampai tegak.
Terdapat fosil Mikroflora Lanjut Caytonipollenites (Muller, 1968; Albian Akhir-
Cenomanian), dan satu conto terlihat kaya akan sepon litistid yang mungkin
berumur Jura. Satuan ini terbentuk secara tidak selaras di atas Malihan Pinoh tetapi
tak terlihat kontaknya; Tidak selaras dan setempat-setempat berjemari dengan
batuan Gunugapi Kerabai; Tidak selaras di bawah Basal Bunga; Diterobos oleh
Granit Sukadana dan Granit Sangiyang; kontak dengan Granit Belaban tidak
terlihat. Mungkin dapat disebandingkan dengan batupasir Kempari di Ngataman.
Berumur Jura- Kapur Akhir. Ketebalan tidak diketahui; Penyebarannya meliputi
wilayah tanah rendah yang secara topografi tidak jelas bentuknya, tersebar di
banyak wilayah lembar peta, termasuk Pulau Cempedak, (van Bemmelen, 1939; de
Keyser & Rustandi, 1989).
8) Batuan Malihan Pinoh (PzTRp)
Terdiri batuan kuarsit berwarna kelabu tua, terhablur ulang mengandung
anortit, kaya turmalin, genes klinopiroksin-hornblende, mengandung klinozoisit
dan skapolit, dan batuan migmatik; sekis mika dan kuarsit mika dengan biotit
14

porfiroblastik, andalusit, garnet, muskovit sekunder dan turmalin local; sekis


andalusit-mika. Batuan ini diperkirakan berumur Paleozoik (?) - Trias (?), berada
tidak selaras dibawah Komplek Ketapang, diterobos dan termalihkan secara termal
oleh Granit Sukadana. (Lihat Gambar 2.4 Dan Tabel 2.1)

(Sumber: Peta geologi regional oleh, E. Rustandi dan F. DE keyser 1993)


Gambar 2.4
Peta Geologi Regional Kalimantan Barat
15

Tabel 2.1
Stratigrafi Lembar Air Upas

(Sumber: Stratigrafi lembar air upas oleh , E Rustandi dan F. DE Keyser 1993)

2.3.3 Struktur Geologi


Seluruh Ketapang terletak dalam suatu sabuk magma Kapur yang ekstensif
yang menghasilkan Batholit Schwaner. Erosi telah membongkar banyak sekali
batuan asal, tetapi beberapa bagian atasnya yang tersebar, masih tersisa, sebagian
dari bagian batholit yang mempunyai batuan gunung api sebagai penutup. Batuan-
batuan yang tersingkap membuktikan fase-fase deformasi, proses magma, dan atau
proses malihan sebagai berikut:
1) Deformasi dan malihan regional (Perem-Trias)
2) Lokasi terobosan granit yang jelas (Jura Akhir)
3) Terobosan granit, dan malihan termal yang menyertai di wilayah lembar peta
ke arah utara dan timur laut (Kapur Awal)
4) Terobosan Granit disertai malihan termal (Kapur-Akhir), Pengangkatan
regional dan volkanisma (menerus sampai Paleosen); dan terdapat sumbat Gunung
api (Oligosen Miosen ).
16

Struktur yang berkembang di daerah penyelidikan berupa sesar mendatar yang


memiliki arah umum timur laut barat daya. Sesar dan kekar secara umum
berkembang di bagian barat.
2.3.4 Pola Aliran Sungai
Sungai sungai di PT. Cita Mineral Investindo, Tbk termasuk dalam Satuan
Wilayah Sungai (SWS) Pawan. Dalam satuan daerah pengaliran sungai yang lebih
kecil, wilayah studi termasuk dalam Daerah Aliran Sungai (DAS) Air Hitam Besar,
DAS Kendawangan dan DAS Jelai. Pola aliran sungai di tiga daerah aliran sungai
tersebut berbentuk menyerupai cabang pohon (dendritic, sub dendritic dan trellis),
dimana anak-anak sungai mengalir ke satu sungai utama. Pola aliran dendritic
berkembangan didaerah daratan yang terletak dibagian barat wilayah studi. Pola
aliran sub dendritic berkembangan pada morfologi bergelombang lemah yang
terletak pada bagian utara wilayah studi dan pola aliran trellis lebih berkembangan
pada daerah perbukitan yang terletak dibagian selatan wilayah studi. Analisis
Dampak Lingkungan (2007) PT. Cita Mineral Investindo, Tbk. PT. Global Estetika,
Ketapang/Kalimantan Barat.
2.4 Ganesa Bauksit
2.4.1 Deskripsi Umum Endapan Bauksit Laterit
Bauksit laterit adalah endapan batuan yang berkadar aluminium oksida
(Al2O3) relatif tinggi yang ditemukan di Les Baux dekat Avignon, Prancis Selatan
(Berthier, 1821). Bauksit laterit endapan batuan berkadar aluminium oksida
(Al2O3) relatif tinggi yang mengalami proses pengayaan karena pelapukan mineral
gibsit pada bataun basalt di Vogelsberg, Jerman (A. Liebrich, 1892). Dalam
perkembangan selanjutnya, bauksit laterit didefinisikan sebagai endapan residual
yang berkadar aluminium relatif tinggi, kadar besi rendah, dan sedikit atau tidak
mengandung kuarsa (SiO2) bebas. Sehingga, bauksit laterit adalah material
heterogen dengan komposisi mineral gibsit (Al(OH)3), bochmit (AIO(OH)), dan
diaspore (AIO(OH)). Sebagian besar bauksit laterit di dunia ditemukan dalam
bentuk gibsit yang merupakan bauksit laterit trihidrat, dan sebagian kecil dalam
bentuk boehmit ataupun diaspore yang disebut juga bauksit laterit monohidrat.
1) Pengertian Bauksit Laterit
17

Bauksit laterit merupakan laterit berkomposisi aluminium hidroksida yang


hampir murni. Bauksit laterit adalah bijih aluminium, logam yang sangat
banyak digunakan seperti sebagai bahan pembuatan kaleng maupun pesawat
terbang. Aluminium memiliki faktor konsentrasi yang kecil, dengan kata lain
sangat umum dijumpai di alam dan ekonomis. Hasil produksi bauksit laterit
kebanyakan diolah menjadi logam aluminium. Serta dapat juga digunakan
untuk keperluan operasi non-metalurgi, seperti pabrik refractory, ampelas,
alumina, dan pabrik semen
2) Mineral Penyusun Bauksit Laterit
Bauksit laterit memiliki sistem oktahedral yang terdiri dari A1203(35-
65%), SiO2(2-10%), Fe2O3(2-20%), TiO2 (1-3%) dan H2O (10-30%). Secara
komersial, bauksit laterit terjadi dalam tiga bentuk, yaitu: pissolitic atau oolitic
yang berukuran diameter beberapa sentimeter sebagai amorphous trihydrate,
sponge ore (Arkansas) yang berupa sisa dari batuan asal berkomposisi utama
gibsit dan bersifat porous, dan amorphous atau bijih lempung.

2.4.2 Ganesa Bauksit Laterit


1) Host Rock Bauksit Laterit
Bauksit laterit dapat terbentuk dari berbagai macam batuan primer,
seperti pada batuan sedimen kaolinit (kandungan Al 30%-35%), batuan granit
(kandungan Al 10%-15%), dan batuan basalt (kandungan Al 10%-15%).
Kandungan unsur aluminium dari batuan asal bisa bermacam-macam bahkan di
bawah 15%. Batuan asal sendiri bukanlah faktor utama dari keterdapatan bauksit
laterit karena kontrol utamanya adalah proses leaching. Salah satu faktor kontrol
tersebut adalah perbandingan antara aluminium dan silika serta kecepatan
pelapukan (weathering) batuan dasar. Selain kandungan aluminium, kandungan
besi yang rendah juga merupakan salah satu faktor penting. Fe dengan kadar
tinggi dapat membentuk formasi laterit ferruginous yang dapat mengurangi zona
bauksit laterit.
2) Paragenesa Pembentukan Bauksit Laterit
Bauksit laterit dapat terjadi karena adanya bauksit lateritisasi. Bauksit
lateritisasi ini dikontrol oleh air meteorik atau air hujan, yang dapat
18

menyebabkan terjadinya pelindian (leaching) silika dan pengayaan aluminium


secara kuat. Biasanya, pelindian silika terjadi saat musim kemarau, dan
pengayaan aluminium terjadi di saat musim penghujan. Oleh karena itulah,
sebaran bauksit laterit berada di daerah yang beriklim subtropis hingga tropis.
Bauksit lateritisasi terjadi pada suhu 22°Cdengan curah hujan rata-rata 1200 mm
(Bardossy dan Aleva, 1990). Paragenesis mineralogi dari bagian atas profil
pelapukan dikontrol oleh kelembaban atmosfer dalam jangka waktu yang lama.
Selain itu, bauksit lateritisasi juga dikontrol oleh: porositas efektif yang
membuat air mengalir secara bebas, drainase yang tinggi, relief topografi rendah
sampai moderat, adanya vegetasi. Adapun tiga proses pembentukan bauksit
laterit adalah pelapukan dan pelindian secara insitu dari batuan asal, pengayaan
aluminium dari batuan yang terlapukkan oleh air tanah, erosi dan redepositasi
material bauksit laterit. Proses pelapukan dan pelindian merupakan proses yang
umum terjadi dalam pembentukan bauksit laterit.

3) Sub-tipe Endapan Bauksit Laterit


Endapan bauksit laterit dapat dikelompokkan menjadi orthobauksit,
metabauksit dan kriptobauksit;
1. Ortho bauksit
Ortho bauksit memiliki profil laterit yang normal yang terbentuk secara
kontinu pada daerah tropis dengan curah hujan lebih dari 1700 mm/tahun,
merupakan hasil evolusi dari protobauksit yang mengandung gibsit, goethit dan
hematit. Ortho bauksit berkembang dari batuan asal yang cukup kaya besi yang
didominasi oleh mineral gibsit.
2. Meta bauksit
Meta bauksit merupakan bauksit laterit yang terjadi secara in situ pada
batuan asal dengan kadar kuarsa rendah. Kandungan besi pada metabauksit lebih
rendah dari orthobauksit. Terbentuk pada dataran tinggi yang luas dan
memungkinkan terjadinya oksidasi secara kuat. Selain itu, perubahan kondisi dari
lembab menuju kering sangat membantu terjadinya formasi metabauksit. Pada
bagian atas profil, goethit dan gibsit melepaskan air dan berubah menjadi hematit
dan boehmit.
19

3. Kripto bauksit
Kripto bauksit merupakan endapan bauksit laterit yang tertutupi oleh lapisan
lempung tebal. Sangat jarang ditemui di daerah pelapukan tropis serta jarang juga
membentuk endapan yang ekonomis utuk ditambang. Kriptobauksit dicirikan oleh
fase mikro-agregat yang berkomposisi kaolinit yang mengandung gibsit dan
goethit. Kripto bauksit tersebar sangat banyak di daerah Amazonia.( Lihat tabel 2.2

Tabel 2.2
Klasifikasi endapan bauksit laterit
Harder And Greig Hose(1960) Valeton(1972) Grabb(1973) Hutchison
(1960) (1983)
Surface Blanket Bauxites Formed Bauxites overlying High-level or Lateritic crusts
Deposits On Peneplains igncous and upland bauxites
metamorphic rocks: 1.
Slope type 2. Plateau
type anabasic ignecous
rocks 2i, plateau type on
variable rock types

Interlayered beds Bauxites formed Low-level Karsa bauxites


or lenses in on volcanis domes Penerplain-
Stratigraphic or plateaux type bauxites

Sequences bauxites formed bauxites on sedimentary Sedimentary


Pocket deposites on limestones rocks: i. On carbonate bauxites
in limestone, or karstic rocks 2i.on phosphate
clays or igncous plateaux rocks
rocks

detrical bauxites sedimentaryb


reworked bauxites

Sumber: Ore Deposite Geology And Its Influence On Mineral Exploration (Richard, 1986)

Pembagian sederhana dari Grubb didasarkan pada ketinggian topografi dari


deposit yang terbentuk. Hutchison menggabungkan dua kelas dari klasifikasi Grubb
ke dalam satu kelas yang diberi nama lateritic crust. Pembahasan mineralogi dan
20

geokimiadari bauksit laterit dapat ditemukan dalam penjelasan dari Maynard (1983)
yaitu sebagai berikut,
1) High level or upland bauksit
Bauksit ini biasanya terjadi pada batuan beku atau vulkanik yang
membentuk lapisan tebal dengan ketebalan mencapai 30 m. Lapisan ini menutup
zona plato di daerah iklim tropis dan subtropis. Contoh dari bauksit jenis ini adalah
di Deccan traps (India), Quessland, Ghana, dan Guinea. Bauksit jenis ini memiliki
kenampakan yang berpori dan rapuh menunjukkan tekstur 14 batuan asal dan
didominasi oleh gibbsitic. Pembentukan bauksit laterit sebagian besar dikontrol
oleh pola kekar pada batuan asal.
2) Low level peneplain-type bauksit
Bauksit jenis ini biasanya terjadi pada level yang rendah di sepanjang garis
pantai tropis, misalnya di daerah Amerika Selatan, Australia dan Malaysia. Mereka.
dibedakan oleh perkembangan dari tekstur pisolitic dan mempunyai komposisi
boehmitic. Deposit yang bertipe peneplain biasanya mempunyai ketebalan kurang
dari 9m dan biasanya dipisahkan oleh kaolinitic underclay dari batuan asalnya.
Mereka biasanya sering berasosiasi dengan detrital bauksit horizon yang diproduksi
oleh aktivitas sungai dan laut.
3) Karst bauksit
Jenis ini termasuk jenis bauksit laterit yang tertua yang pernah diketahui.
Ditemukan di daerah Mediterania, Jamaika, dan Hispaniola. Bauksit laterit jenis ini
berada pada permukaan karst batu gamping dan dolomit yang tidak teratur.
Tekstur karst bauksit laterit cukup bervariasi.
4) Transported or sedimentary bauksit
Bauksit jenis ini merupakan kelas yang kecil dari bauksit laterit non residual
yang dibentuk oleh erosi dan redeposit dari material bauksit.
2.4.3 Bentuk Endapan Bauksit Laterit
Bauksit laterit merupakan endapan sekunder berupa residual. Bauksit laterit
mengganti dan terakumulasi di atas batuan asal nya yang telah terlapukkan , oleh
karena itu, endapan bauksit laterit terakumulasi relatif datar sesuai dengan relief
batuan asal nya yang berupa permukaan datar pada saat sebelum terjadi proses
pelapukan dan leaching. Dataran tingghi bauksit laterit yang ditemukan sekarang
21

merupakan sisa dari permukaan datar pada masa lampau yang memiliki kemiringan
1˚-5˚, sehingga secara regional paleo-surface yang sama mungkin terbentuk pada
ketinggian yang berbeda.
2.4.4 Zona Endapan Bauksit Laterit
Endapan bauksit laterit dapat dibagi menjadi beberapa zona lapisan. Yaitu
tanah penutup, pisolitic, nodular ironstone dan zona lempung. Kadar alumina
terbanyak berada pada zona pisolitic yang kadar alumina nya di atas 45%. Zona lain
yang memiliki kadar alumina rendah akan dibuang dan menjadi overburden dan
waste.( Lihat gambar 2.5)

Sumber: Maynard (1983)


Gambar 2.5
Zona Horizon atau Endapan Bauksit Laterit
22

2.5 Kegiatan Penambangan


Operasi Penambangan Bauksit di PT. Cita Mineral Investindo,Tbk
dilakukan oleh tiga kontraktor yaitu PT. Hasta Panca Mandiri Utama (HPMU), PT.
Ratu Intan Mining (RIM), dan PT. Wira Wisesa Pratama Indonesia (WWPI), serta
beberapa kontraktor lainya di bagian-bagian yang berbeda.
Pada saat ini, PT. Cita Mineral Investindo, Tbk site air upas memiliki
beberapa washing plant yang beroperasi , yaitu WP 1-3, WP 7-8, dan WP 13-14.
Serta metode penambangan yang digunakan ialah sistem Tambang Terbuka dengan
metode Open Shaft. Endapan bauksit di setiap lokasi memiliki kadar yang berbeda-
beda, sehingga penambangan nya dilakukan secara selektif yang terbagi kedalam
beberapa blok prospek, sehingga untuk kemajuan penambangan setiap blok
disesuaikan dengan blok rencana penambangan pada peta tambang. Untuk metode
dan urutan penambangan bijih bauksit di PT. Cita Mineral Investindo,Tbk site Air
Upas sendiri adalah sebagai berikut:
2.5.1 Pembersihan Lahan (Land Clearing)
Pembuatan lokasi penambangan merupakan kegiatan awal untuk
mempersiapkan medan kerja yang baik untuk kegiatan penambangan. Kegiatan
pembukaan lokasi penambangan meliputi pekerjaan pembersihan lahan dari
vegetasi, pengupasan tanah penutup dan pembuatan jalan masuk ke medan kerja.
Pembersihan lahan dari semak-semak dan pohon besar, sedangkan untuk di
beberapa lokasi yang terdapat perkebunan kelapa sawit, terkadang dilakukan civing
atau pencacahan batang kelapa sawit oleh excavator setelah ditumbangkan. (Lihat
Gambar 2.6 dan 2.7)
23

(Sumber: Dokumentasi pribadi 2024)


Gambar 2.6
Land clearing

(Sumber: Dokumentasi pribadi, 2024)


Gambar 2.7
Hasil Civing
2.5.2 Pengupasa Top soil dan Overburden
24

Setelah kegiatan pembersihan lahan selesai dikerjakan, selanjutnya yang


dilakukan yaitu pengupasan tanah pucuk (Top Soil) dan pengupasan tanah penutup
(overburden) , yang umumnya memiliki ketebalan 1-2 meter, terdiri dari tanah dan
batuan. Setelah dikupas, material tersebut dikumpulkan di sisi kiri dan kanan area
penambangan sebagai disposal. (Lihat gambar 2.8)

(sumber: Dokumentasi pribadi 2024)


Gambar 2.8
Pengupasan Top Soil dan Ob
2.5.3 Penggalian dan Pemuatan Bauksit
Untuk melakukan penggalian endapan bauksit, dilakukan dengan metode
Open Shaft dangan alat muat excavator Komatsu PC 300 dan PC 500, Bauksit hasil
penggalian kemudian dimuat kedalam Unit Dump Truk, dengan kapasitas 20 ton
hingga 30 ton. Pengangkutan (Hauling ore) dari lokasi pit penambangan menuju ke
washing plant untuk selanjutnya di lakukan pencucian. (Lihat Gambar 2.9)
25

(Sumber: Dokumentasi pribadi 2024)


Gambar 2.9
Proses Loading Ore
2.4.5 Penutupan Lahan (Back Filling)
Setelah bauksit selesai dimuat dan di angkut, maka proses selanjutnya ialah
Penutupan lahan dengan menggunakan lapisan tanah penutup (Overburden) dan
tanah pucuk (Top soil) yang ditempatkan di sisi lahan tambang yang nantinya akan
digunakan kembali untuk reklamasi pada daerah bekas tambang.
( Lihat Gambar 2.10)
26

(Sumber: Dokumentasi pribadi 2024)


Gambar 2.10
Proses Penutupan Lahan (Back Filling)
2.5.5 Pengolahan Bauksit
Bijih Bauksit dari tambang dilakukan pencucian. Proses pencucian bijih
bauksit dimaksudkan untuk menaikan kualitasnya dengan cara mencuci dan
memisahkan bijih bauksit tersebut dari unsur lain yang tidak dinginkan seperti
kuarsa, lempung dan pengotor lainnya. Partikel yang halus ini dapat terbebaskan
dari yang kasar antara lain dengan pancaran air (water jet) yang kemudian
dibebaskan melalui penyaringan (screening). (Lihat Gambar 2.11)
27

(Sumber: Dokumentasi Pribadi 2024)


Gambar 2.11
Bauxite processing plant PT. Cita Mineral Investindo, Tbk
28

Pengolahan dilakukan secara mekanis dengan alat pemisah adalah tromol


baby (Trommel Screen) dan alat pencucian adalah tromol primer (Trommel Drum).
Proses ini bertujuan untuk memisahkan material bauksit kotor (unwashed bauxite)
dari hasil penambangan (ROM) dengan material pengotor (gangue mineral) yang
berupa tanah liat, pasir, batuan besar (boulder), serta material pengotor lainnya.
Pada instalasi BPP terdapat beberapa komponen alat untuk proses pengolahan atau
pencucian. Adapun komponenen-komponen tersebut adalah:
1. Hopper, berfungsi sebagai wadah atau tempat penampung material bauksit
yang diangkut dari front penambangan untuk dilakukan pengolahan.
2. Monitor Air (Water Jet), yaitu berupa semprotan air (water shoot) yang
keluar dari water stick berfungsi untuk menjatuhakan material pada hopper agar
lolos atau jatuh ke tromol baby.
3. Tromol Baby (Trommel Screen), yaitu alat saringan (screen) yang berbentuk
tromol berfungsi untuk memperkecil ukuran material (sizing) sehingga
menghasilkan material undersize -10 cm.
4. Belt Conveyor (Boulder), yaitu rangkaian ban berjalan yang berfungsi untuk
membawa atau mentransfer material oversize+10 cm dari hasil proses
pengecilan ukuran pada tromol baby, sehingga akan lolos menuju jalur boulder
(boulder helt conveyor).
5. Tromol Primer (Trommel Drum), yaitu alat saringan(screen) yang
berbentuk tromol drum berfungsi untuk proses pencucian material dan
penyeragaman ukuran yang menghasilkan produk MGB ±3 mesh. Material
yang berukuran<6 mesh akan lolos menuju saluran tailing (tailing chute).
6. Belt Conveyor, yaitu rangkaian ban berjalan yang berfungsi untuk
membawa atau mentransfer material oversize 3 mesh dari hasil proses
penyeragaman ukuran dan pencucian pada tromol primer, sehingga akan lolos
menuju jalur MGB (Metallurgical Grade Bauxite).
Berikut ini adalah diagram alir komponen pencucian bauksit pada BPP 3.
29

ROM

MONITOR 1 MONITOR 2

HOPPER

BELT

TROMMOL BABY CONVEYOR

(BOULDER)

TAILING TROMMOL PRIMER

BELT CONVEYOR

(MGB)

(Sumber: Alur Proses pencucian bauksit PT. Cita Mineral Investindo, Tbk site Air Upas)

Gambar 2.12

Bagan Alir Proses Pencucian Bauksit PT. Cita Mineral Investindo, Tbk
30

2.5.6 Reklamasi Lahan dan Revegetasi

Merupakan kegiatan pasca tambang yang dilakukan sepanjang tahapan


usaha pertambangan untuk memulihkan dan memperbaiki kualitas lingkungan dan
ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesuai dengan peruntukannya, kegiatan
reklamasi yang biasa di lakukan di PT. Cita Mineral Investindo, Tbk sendiri
biasanya dengan cara mengembalikan lapisan tanah penutup (Overburden) dan
tanah pucuk (Top soil), dengan susunan overburden di bawah kemudian di atasnya
di tutup dengan lapisan top soil, hal ini bertujuan agar nantinya tanaman yang di
akan di tanam bisa lebih mudah tumbuh, setelah selesai proses regreding, maka
selanjutnya lahan tersebut ditanami kembali (Revegetasi) dengan tanaman yang
sesuai dengan keadaan tanah dan iklim setempat: Pohon Kelapa Sawit, Karet, serta
tanaman-tanaman khusus yang digunakan untuk memperbaiki struktur tanah (
Legume Crop Cover). (Lihat Gambar 2.13)

(Sumber: Dokumentasi pribadi 2024)

Gambar 2.13

Reklamasi dan Revegetasi PT. Cita Mineral Investindo, Tbk


31

BAB III
LANDASAN TEORI
3.1 Metode Penambangan Bauksit
Sistem penambangan bauksit dilakukan dengan sisitem penambangan
terbuka (Open Pit) sebab kita dapat ketahui bahwa endapan bauksit berada pada
permukaan dengan overburden yang tidak terlalu tebal sehingga dibuat beberapa
shaft untuk mengumpulkan overburden di shaft yang belum di tambang agar
mempermudah proses penambangan, setelah selesai ditambang kemudian tanah
penutup (overburden) ditimbunkan kembali ke lahan bekas tambang dengan
metode backfilling.
Dalam sistem penambangan dibatasi oleh beberapa faktor-faktor kendala
antara lain:
a. Faktor teknik – ekonomi yang diwujudkan dalam usaha mendapatkan
perolehan tambang semaksimal mungkin dengan biaya yang sekecil
mungkin.
b. Faktor keamanan dan keselamatan kerja yang diwujudkan dalam usaha
memperkecil kemungkinan terjadinya kecelakaan dalam melaksanakan
kegiatan penambangan.
c. Faktor keserasian lingkungan hidup yang diwujudkan dalam usaha
mencegah terjadinya perusakan alam, serta pencemaran lingkungan yang
diakibatkan oleh kegiatan penambangan.
3.1.1 Kondisi Fornt kerja
Pada area kerja di perusahaan pertambangan, tidak hanya harus memenuhi
syarat bagi pencapaian produksi, tetapi juga harus aman bagi penempatan alat
beserta mobilitas pekerja yang berada di sekitar tempat kerja, tempat kerja yang
memiliki area luas akan memperkecil waktu edar alat karena ada cukup tempat
untuk berbagai kegiatan, seperti keleluasaan tempat berputar bagi alat muat
excavator, serta manufer unit pengangkut yaitu dump truk sebelum dilakukan
proses loading ore.
32

3.1.2 Pola Pemuatan


Cara pemuatan material oleh alat muat ke alat angkut ditentukan oleh
kedudukan alat muat terhadap material dan alat angkut, apakah kedudukan alat
muat tersebut lebih tinggi atau kedudukan kedua-duanya sama tinggi.
1. Top Loading
Kedudukan alat muat lebih tinggi dari bak truk jungkit ( alat muat berada di
atas tumpukan material atau berada di atas jenjang ). Cara ini hanya dipakai
pada alat muat backhoe. Selain itu operator lebih leluasa untuk melihat bak
dan menempatkan material kedalam bak.(Lihat Gambar 3.1)

(Sumber: Agust Suryaputra)


Gambar 3.1
Pola Muat Top Loading
2. Bottom Loading
Ketinggian atau letak alat muat dan alat angkut adalah sama, cara ini dipakai
pada alat muat powder shovel.(Lihat Gambar 3.2)
33

(Sumber: Agust Suryaputra)


Gambar 3.2
Pola Muat Bottom Loading

3.2 Faktor Penghambat Aktivitas Penambangan


Berdasarkan pengamatan yang sudah dilakukan di lapangan serta perolehan
data-data sekunder dari pekerja yang berada di area pit penambangan, dapat
diketahui apa saja faktor yang menghambat aktivitas penambangan, di antara lain
yaitu:
1. Cuaca, keadaan cuaca yang tidak menentu di area pit sangat berpengaruh
terhadap keberlangsungan kegiatan penambangan, terlebih pada bulan
Januari 2024 yang masih memasuki musim penghujan, dikarenakan
material yang akan di gali menjadi lengket apabila terkena hujan dengan
intensitas yang cukup tinggi, serta kondisi area penambangan yang basah,
hal ini dapat menghambat alat pengangkut untuk masuk ke area pit
penambangan dikarenakan kondisi jalan yang rusak akibat hujan.
2. Faktor Alat
Alat yang digunakan dalam proses penambangan memberikan pengaruh
yang sangat signifikan terhadap produktivitas penambangan. Faktor-faktor
ini biasnaya dibagi menjadi tiga, yaitu:
34

1. Cycle Time Alat


• Cycle time Alat gali, dipengaruhi oleh kondisi material insitu,
distribusi fragmentasi, sudut swing, keterampilan operator dan
match factor
• Cycle time alat angkut, dipengaruhi oleh jarak angkut,
kemiringan jalan, tahanan gulir, geometri jalan dan kapasitas alat
2. Match Factor (Faktor Kesesuaian)
3. Kapasitas Alat

3.3 Faktor Produksi Alat Muat dan Alat Angkut


Berdasarkan pertimbangan faktor-faktor teknis, seperti kondisi material dan
kondisi lapisan penutup serta pertimbangan ekonomis, maka penambangan bauksit
di PT. Cita Mineral Investindo, Tbk site air upas menggunakan metode
penambangan open shaft/backfilling dengan pengoperasian peralatan mekanis
seperti excavator untuk penggalian dan pemuatan serta dump truck untuk kegiatan
pengangkutan.Untuk memperkirakan dengan lebih teliti produksi alat muat dan alat
angkut yang digunakan untuk pengangkutan dan pemuatan material, maka perlu
diperhatikan beberapa faktor yang berpengaruh terhadap produksi alat-alat tersebut,
antara lain:
1. Sifat fisik material
2. Rimpull
3. Tahanan gulir (rolling resistance)
4. Tahanan kemiringan (grade resistance)
5. Percepatan
6. Jalan angkut
7. Ketersediaan alat
8. Efisiensi kerja
9. Iklim dan kondisi lokasi kerja
3.3.1 Sifat Fisik Material
Setiap material pada dasarnya memiliki sifat fisik yang berbeda-beda, oleh
karena itu jenis material yang terdapat di suatu daerah tertentu dengan sifat fisik
35

material tertentu harus diperhatikan agar tidak terjadi ketidaksesuaian penggunaan


alat mekanis.
3.3.2 Pengembangan dan Penyusutan Material
Material di alam diketemukan dalam keadaaan padat dan terkonsolidasi dengan
baik, sehingga hanya sedikit bagian-bagian yang kosong atau ruangan- ruangan
yang terisi udara (voids) diantaranya butir-butirnya, lebih-lebih kalau butir- butir itu
halus sekali. Pengembangan dan penyusutan material adalah perubahan berupa
penambahan dan pengurangan volume material yang diganggu dari bentuk aslinya,
sedangkan berat material tetap. Berdasarkan perubahan tersebut, pengukuran
volume atau bobot isi material dibedakan atas:
a. Keadaan asli (bank condition)
Keadaan material yang masih alami dan belum mengalami ganguan
teknologi, butiran-butiran material yang dikandungnya masih terkonsolidasi
dengan baik. Satuan volume material dalam keadaan asli disebut meter
kubik dalam keadaan asli (Bank Cubic Meter/BCM).
b. Keadaan terberai (loose condition)
Material yang telah tergali dari tempat aslinya akan mengalami perubahan
volume yaitu mengembang. Hal ini disebabkan adanya penambangan
rongga udara diantara butiran-butiran material, dengan demikian
volumenya menjadi lebih besar. Satuan volume material dalam keadaan
terberai disebut meter kubik dalam keadaan terberai (Loose Cubic
Meter/LCM).
c. Keadaan padat (compact condition) Keadaan padat akan dialami oleh
material yang mengalami proses pemadatan. Perubahan volume terjadi
karena adanya penyusutan rongga udara diantara butiran-butiran material
tersebut, dengan demikian volumenya akan berkurang tetapi beratnya akan
tetap sama. Satuan volume material dalam keadaan padat disebut meter
kubik dalam keadaan padat (Compact Cubic Meter/CCM).
Beberapa persamaan faktor-faktor diatas:
36

Percent Swell = ( ) x 100%


𝑉 𝑙𝑜𝑜𝑠𝑒
-1
𝑉 𝐼𝑛𝑠𝑖𝑡𝑢

𝑉 𝑖𝑛𝑠𝑖𝑡𝑢
Swell Factor = 𝑉 𝑙𝑜𝑜𝑠𝑒
x 100%

Shrinkage Factor = ( 1- ) x 100%


𝑉 𝐶𝑜𝑚𝑝𝑎𝑐𝑡𝑒𝑑
𝑉 𝑖𝑛𝑠𝑖𝑡𝑢

Kalau angka untuk shrinkage factor tidak ada biasanya di anggap sama
dengan percent swell. Beberapa istilah penting yang berkaitan dengan kemampuan
penggalian yaitu:
a. Faktor Bilah (blade factor), yaitu perbandingan antara volume material
yang mampu ditampung oleh bilah terhadap kemampuan tampung bilah
secara teoritis.
b. Faktor Mangkuk (bucket factor), yaitu perbandingan antara volume
material yang dapat ditampung oleh mangkuk terhadap kemampuan
tampung mangkuk secara teoritis.
c. Faktor Muatan (payload factor), yaitu perbandingan antara volume
material yang dapat ditampung oleh bak alat angkut terhadap bak alat
angkut menurut spesialisasi teknisnya.
3.3.3 Berat Jenis Material
Berat Jenis (density) material adalah suatu sifat yang dimiliki oleh setiap
material. Dimana kemampuan suatu alat untuk mendorong, mengangkat, dan
melakukan pekerjaan lainnya, akan sanggat dipengaruhi oleh berat jenis material
tersebut. Berat material yang akan di angkut oleh alat-alat dapat mempengaruhi:
a. Kecepatan kendaraan dengan HP mesin yang di milikinya.
b. Membatasi kemampuan kendaraan untuk mengatasi tahanan kemiringan
dan tahanan gulir dari jalur yang dilaluinya.
c. Membatasi volume material yang dapat di angkut.
Oleh sebab itu berat jenis material harus diperhitungkan pengaruhnya terhadap
kapasitas alat muat maupun alat angkut.
37

Tabel 3.1 Bobot isi dan faktor pengembangan dari berbagai material
Bobot isi Swell factor
Macam Material (density)
Lb/cu yd (in bank
insitu correction factor)
1. Bauksit 2.700-4.325 0,75
2. Tanah liat, kering 2.300 0,85
3. Tanah liat, basah 2.800-3.000 0,82-0,80
4. Antrasit (anthracite) 2.200 0,74
5. Batubara bituminous (bituminoud coal) 1.900 0,74
6. Tanah biasa, kering 2.800 0,85
7. Tanah biasa, basah 3.370 0,85
8. Tanah biasa bercampur pasir dan kerikil 3.100 0,90
(gravel
9. Kerikil kering 3.250 0,89
10. Kerikil basah 3.600 0,88
11. Batu kapur, pecah-pecah 2.500-4.200 0,60-0,57
(Sumber: Ir. Sahruddin Sahminan)

3.3.4 Kohesivitas Material


Merupakan daya lekat atau kemampuan saling mengikat diantara butir-butir
material itu sendiri. Material dengan nilai kohesivitas tinggi akan mudah
menggunung atau munjung (heaped). Contoh material dengan nilai kohesivitas
tinggi adalah tanah liat. Sedangkan material dengan nilai kohesivitas rendah apabila
menempati suatu ruangan akan sukar untuk munjung, melainkan akan cenderung
rata (struck). Contoh material dengan nilai kohesivitas rendah adalah pasir.

3.3.5 Bentuk Material


Bentuk material akan mempengaruhi produksi alat mekanis. Bentuk material
yang cenderung bulat akan memiliki gaya gesek lebih kecil dibandingkan material
dengan bentuk segi banyak (poligon). Hal ini akan berpengaruh pada kecepatan
material dalam menempati ruangan pada alat muat maupun alat angkut.
38

3.3.6 Kekerasan Material


Merupakan suatu sifat material yang menentukan sukar atau mudahnya material
tersebut untuk dikoyak (ripped), digali (digging) atau dikupas (stripped). Nilai
kekerasan material biasanya diukur dengan mempergunakan ripper meter atau
seismic test meter dengan satuan m/detik, yaitu sesuai dengan satuan untuk
kecepatan gelombang seismik pada batuan.

3.3.7 Rimpull
Rimpull yaitu besarnya kekuatan tarik (pulling force) yang dapat diberikan oleh
mesin suatu alat mekanis kepada permukaan roda atau ban penggeraknya yang
menyentuh permukaan jalur jalan. Jika koefisien traksi cukup tinggi untuk
menghindari terjadinya selip, maka rimpull maksimum adalah fungsi dari tenaga
mesin (horse power) dan gear ratio antara mesin dengan roda penggerak alat
mekanis. Tetapi jika terjadi selip maka rimpull maksimum akan sama dengan
besarnya tenaga pada roda penggerak dikalikan koefisien traksi.

𝐻𝑃 𝑥 375 𝑥 𝑛
RP =
𝑣

Dimana:
RP = rimpull atau kekuatan tarik (lb)
HP = tenaga mesin, HP
V = kecepatan, mph
375 = angka konversi
N = efisiensi mesin
39

Gambar 3.3
Rimpull Table (Caterpillar 793)
3.3.8 Tahanan Gulir
Tahanan gulir (rolling resistance) merupakan seluruh gaya-gaya luar seperti
gaya gesek antara bagian luar ban kendaraan dengan permukaan tanah yang bersifat
menahan dan berlawanan arahnya dengan penggerak alat berat diatas jalur jalan
atau permukaan tanah. Adapun gaya-gaya yang bekerja tersebut.

P
RR

Arah gaya-gaya W yang bekerja pada kendaraan


40

Sedangkan rumus tahanan gulir sebagai berikut:

𝑃
RR = 𝑊

Dimana:
RR = Tahanan gulir, lb/gross ton (%)
P = Gaya tarik, lb
W = Berat kendaraan, gross ton
Besarnya RR dinyatakan dalam "pounds" (lbs) dari tractive pull yang
diperlukan untuk menggerakan tiap gross ton berat kendaraan berserta muatannya
pada jalur mendatar dengan kondisi jalur jalan tertentu.
Keadaan bagian kendaraan yang berkaitan dengan permukaan jalur jalan :
a. Kondisi jalan, yaitu kekerasan dan kemulusan permukaannya. Semakin keras dan
mulus, maka akan semakin kecil tahanan gulirnya.
b. Kalau memakai ban karet yang akan berpengaruh adalah ukuran ban, tekanan
dan keadaan permukaan bannya apakah masih baru atau gundul dan macam
kembangan pada ban tersebut. Jika memakai crawler track maka keadaan dan
macam track kurang berpengaruh tetapi yang lebih berpengaruh adalah keadaan
jalan.
Tabel 3.2 Nilai Tahanan gulir untuk berbagai macam jalan
Ban Karet
Crawler Type
Macam Jalan Tek. Ban Tek. Ban
(Lb/Ton) Rata – Rata
Tinggi Rendah
1. Smooth coccrete 55 35 45 40
2. Good aspalt 60-70 40-65 50-60 45-60
3. Hard earth, smooth, well maintenance 60-80 40-70 50-70 45-70
4. Drit road, average construction road, 70-100 90-100 80-100 85-100
little maintenance
5. Dirt road, soft, rutted, poorly 80-110 100-140 70-100 85-100
maintenaned
6. Earth, muddy, rutted, No. 140-180 180-220 150-220 165-210
maintenance
7. Loose sand and gravel 160-200 260-290 220-260 240-275
8. Earth, very muddy & soft 200-240 300-400 280-340 290-370
Sumber: Ir. Sahruddin Sahminan
41

Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam rolling resistance, bahwa
nilai rolling resistance dapat bervariasi walaupun pada kondisi jalan yang sama dan
tingkat kekerasan yang sama. Hal ini disebabkan karena nilai rolling resistance juga
dipengaruhi oleh cuaca, hujan akan menyebabkan jalan becek, terutama jalan yang
memiliki kekerasan kurang baik.
Hal lain yang dapat menyebabkan variasi rolling resistance adalah kondisi ban,
pada kondisi jalan yang baik maka tekanan yang baik akan menghasilkan rolling
resistance yang lebih rendah dari pada tekanan ban yang rendah. Namun pada
kondisi perkerasan jalan yang baik, tekanan ban yang rendah menghasilkan rolling
resistance lebih rendah dari pada tekanan ban yang tinggi.

3.3.9 Tahanan Kemiringan


Tahanan kemiringan adalah besarnya gaya berat yang melawan atau membantu
gerak kendaraan yang disebabkan oleh kemiringan jalur jalan yang dilaluinya. Jika
jalur tersebut naik disebut kemiringan positif (plus slope) maka tahanan kemiringan
akan melawan gerak kendaraan (grade resistance), sehingga memperbesar rimpull
yang diperlukan. Sebaliknya, jika jalur jalan tersebut turun disebut kemiringan
negatif (minus slope) maka tahanan kemiringan akan membantu gerak kendaraan
(grade resistance), sehingga mengurangi rimpull yang dibutuhkan.
Kemiringan jalan angkut berhubungan langsung dengan kemampuan alat
angkut baik dalam mengatasi tanjakan maupun dalam pengereman pada saat alat
angkut berisi muatan maupun dalam keadaan kosong. Kemiringan dapat dihitung
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

∆ℎ
Grade = x 100%
∆𝑥

Dimana:
∆h = beda tinggi antara dua titik yang diukur
∆x = jarak datar antara dua titik yang diukur
42

Tahanan kemiringan itu terutama tergantung dari dua faktor yaitu:


a. Besarnya kemiringan yang biasanya dinyatakan dalam bentuk persen (%)
Kemiringan 1% berarti jalur jalan itu naik atau turun satu meter untuk tiap
jarak mendatar sebesar 100 meter : atau naik turun 1 ft untuk setiap 100 ft
jarak mendatar.
b. Berat kendaraan itu sendiri yang dinyatakan dalam “gross ton” besarnya
rimpull untuk mengatasi tahanan kemiringan itu harus dijumlahkan secara
aljabar dengan rimpull untuk mengatasi tahanan gulir.
Tabel 3.3 Pengaruh kemiringan jalan terhadap tahanan kemiringan
Kemiringan GR Kemiringan GR Kemiringan GR
(%) Ib/ton (%) Ib/ton (%) Ib/ton
1 20,0 9 179,2 20 392,3
2 40,0 10 199,0 25 485,2
3 60,0 11 218,0 30 574,7
4 80,0 12 238,4 35 660,6
5 100,0 13 257,8 40 742,8
6 119,8 14 277,4 45 820,8
7 139,8 15 296,6 50 894,4
8 159,2
Sumber: lr. Sahruddin Sahminan

3.3.10 Percepatan
Percepatan adalah waktu yang diperlukan untuk mempercepat kendaraan
dengan memakai kelebihan rimpull yang tidak digunakan untuk menggerakan
kendaraan pada jalur jalan tertentu. Waktu yang dibutuhkan untuk mempercepat
kendaraan tergantung dari beberapa faktor yaitu:
a. Berat kendaraan, semakin berat suatu kendaraan maka akan semakin lama
waktu yang diperlukan untuk mempercepat kendaraan.
b. Semakin besar rimpull yang berlebih maka semakin cepat kendaraan untuk
mengalami percepatan. Sedangkan bila kelebihan rimpull tidak ada, maka
percepatan tidak terjadi, artinya kendaraan tersebut tidak dapat dipercepat.
43

Untuk menghitung percepatan dapat dengan menggunakan rumus newton sebagai


berikut:

fxg
𝛼=
w

Dimana:
𝛼 = Percepatan (ft/sec2)
F = Kelebihan rimpull (lbs)
W = Berat alat yang harus dipercepat (lbs)
G = Percepatan karena gaya gravitasi (32,2 ft/sec 2)
Cara lain untuk menghitung percepatan secara tidak langsung adalah dengan
menghitung kecepatan rata-ratanya. Rumus sederhana yang dipakai adalah:

𝐊𝐞𝐜𝐞𝐩𝐚𝐭𝐚𝐧 𝐫𝐚𝐭𝐚 − 𝐫𝐚𝐭𝐚 = 𝐊𝐞𝐜𝐞𝐩𝐚𝐭𝐚𝐧 𝐦𝐚𝐤𝐬𝐢𝐦𝐚𝐥 𝐱 𝐟𝐚𝐤𝐭𝐨𝐫 𝐤𝐞𝐜𝐞𝐩𝐚𝐭𝐚𝐧

Faktor kecepatan dipengaruhi jarak yang ditempuh kendaraan, semakin jauh


jaraknya maka semakin besar faktor kecepatan kendaraan tanpa memperhatikan
bagaimana keadaan jalur jalan yang dilalui.
Tabel 3.4 Faktor Kecepatan
Jarak yang ditempuh (ft) Faktor kecepatan
500-1.000 0,46-0,78
1.000-1.500 0,59-0,82
1.500-2.000 0,65-0,82
2.000-2.500 0,69-0,83
2.500-3.000 0,73-0,83
3.000-3.500 0,75-0,84
3.500-4.000 0,77-0,85
Sumber: lr. Sahruddin Sahminan
44

3.3.11 Jalan Angkut


Jalan angkut pada lokasi tambang sanggat mempengaruhi kelancaran operasi
penambangan terutama dalam kegiatan pengangkutan. Terdapat beberapa
pertimbangan yang perlu diperhatikan agar tidak menimbulkan gangguan atau
hambatan yang dapat mempengaruhi keberhasilan pengangkutan, antara lain:
1. Letak jalan angkut
a. Akses yang baik ke lokasi pembuangan tanah penutup (timbunan). Arah
jalan searah dengan pergerakan penambangan.
b. Topografi merupakan faktor penting. Pada umum nya letak jalan berada
pada topografi yang landai, karena akan sulit membuat jalan pada
topografi yang curam.
2. Lebar jalan angkut pada jalan lurus
Lebar jalan angkut minimum yang dipakai sebaiknya jalur ganda atau lebih
menurut “AASTHO Manual Rural High-Way” pada jalan lurus adalah:

L(m) = n.Wt + (n+1)(1/2.Wt)

Dimana:
Lmin = Lebar jalan angkut minimum (meter)
n = Jumlah lajur
Wt = Lebar alat angkut (meter)

Tabel 3.5 Lebar Jalan Angkut Minimum


Jumlah lajur track Perhitungan Lebar jalan angkut
minimal(m)
1 1+(2 x 1⁄2) 2,00

2 2+(3 x 1⁄2) 3,50

3 3+(4 x 1⁄2) 5,00

4 4+(5 x 1⁄2) 6,50

Sumber: Prodjosumarto, 1995


45

Sumber: lr. Sahruddin Sahminan


Gambar 3.4
Lebar Jalan Angkut Dua Jalur
3. Lebar jalan angkut tikungan
Lebar jalan angkut pada tikungan selalu besar dari pada jalan lurus. Untuk
jalur ganda, lebar minimun pada tikungan dihitung berdasarkan:
a. Lebar jejak ban
b. Lebar tonjolan alat angkut bagian depan dan belakang pada saat
membelok
c. Jarak alat angkut pada saat bersimpangan
d. Jarak alat angkut terhadap jalan tepi
Perhitungan terhadap lebar jalan angkut pada tikungan dapat menggunakan rumus:

Wmin = 𝑛 (𝑈 + 𝐹𝑎 + 𝐹𝑏 + 𝑍) + 𝐶 )
U + Fa + Fb
Z=
2

Dimana:
Wmin = lebar jalan angkut pada belokan
n = jumlah jalur
U = lebar jejak roda kendaraan
46

Fa = lebar juntai depan (m), jarak as roda depan dengan bagian


depan truk x sin 𝛼 (m)
Fb = lebar juntai belakang (m), jarak asa roda belakang dengan
bagian belakang truk sin x 𝛼 (m)
𝛼 = sudut penyimpangan roda depan
Z = jarak sisi luar truk ke tepi jalan (m)
C = jarak antara dua truk yang akan bersimpangan

Sumber: lr. Sahruddin Sahminan


Gambar 3.5
Lebar jalan angkut tikungan dua jalur
4. Panjang jalan angkut
a. Jika jalan yang dihasilkan dengan penimbunan lembah lebih panjang
dibandingkan dengan memotong bukit, dan volume material yang
dipotong sedikit, sehingga dalam pengerjaannya tidak memakan waktu
yang lama dibandingkan dengan penimbunan lembah (valley), maka
untuk kasus seperti ini, pilihan pemotongan secara umum akan lebih
baik digunakan.

b. Pembuatan jalan tetap memperhatikan faktor jarak tempuh dari loading


point ke dumping point, selain faktor waktu pembuatan dan banyaknya
material yang dipotong.
47

3.3.12 Ketersediaan Alat


Ketersediaan alat merupakan salah satu hal yang mempengaruhi produktivitas
alat muat maupun alat angkut. Ketersediaan alat merupakan faktor yang
menunjukkan kondisi alat-alat mekanis yang dipergunakan dalam melakukan
kegiatan penambangan. Parameter yang digunakan untuk mengetahui ketersediaan
alat dan penggunaan nya dilapangan, secara umum dibedakan menjadi empat yaitu:
1. Mechanical availability (MA)
Parameter ini digunakan untuk mengetahui kondisi mekanis yang
sesungguhnya dari alat yang sedang digunakan dengan memperhitungkan
kehilangan waktu yang digunakan untuk memperbaiki mesin, perawatan,
dan alasan mekanis lainnya.

W
MA = x100%
W+R

Dimana:
W = jumlah jam kerja alat
R = waktu untuk melakukan perbaikan dan waktu yang hilang

2. Physical availability
Merupakan catatan mengenai keadaan fisik dari alat yang digunakan

W+S
PA = x100%
W+R+S

Dimana:
S = stanby hours
W+R+S = Jumlah jam kerja yang dijadwalkan
48

3. Use Of Availability
Menyatakan berapa persen waktu yang dipergunakan oleh suatu alat untuk
beroperasi pada saat alat tersebut dapat dipergunakan. Nilai parameter ini
biasanya dapat memperlihatkan seberapa efektif suatu alat yang sedang
tidak rusak dapat dimanfaatkan. Hal ini dapat menjadikan ukuran seberapa
baik pengelolaan (manjemen) peralatan yang dipergunakan.

W
UA = x100%
W+S

4. Menunjukkan seberapa besar dari seluruh waktu kerja yang tersedia dapat
dimanfaatkan untuk bekerja secara produktif (efisiensi kerja)

W
EU = x100%
W+R+S

3.3.13 Efisiensi Kerja


Efesiensi kerja adalah penilaian terhadap pelaksanaan suatu perkerjaan atau
merupakan perbandingan antara waktu yang dipakai untuk berkerja dengan waktu
Yang tersedia, dinyatakan dalam persen (%). Waktu kerja efektif adalah waktu yang
benar-benar digunakan oleh operator bersama alat mekanis yang digunakan untuk
kegiatan produksi. Besarnya waktu yang telah terjadwalkan ini dalam kenyataanya
belum dapat digunakan seluruhnya untuk produksi (kurang dari 100%). Hal ini
disebabkan karena adanya hambatan-hambatan yang terjadi selama alat mekanis
tersebut beroperasi, sehingga menyebabkan operator tidak berkerja 60 menit dalam
satu jam. Berdasarkan pengalaman jika waktu kerja efektif yang digunakan sebesar
83% maka sudah dapat dianggap sama dengan efisiensi kerja yang baik sekali.
Persamaan yang dapat digunakan untuk menghitung efisiensi kerja adalah kerja
sebagai berikut:
49

We = Wt+(Wtd+Whd)
Ek = (We/Wt) x 100%

Dimana:
We = waktu kerja efektif (menit)
Wt = waktu kerja tersedia (menit)
Whd = waktu hambatan dapat dihindari (menit)
Wtd = waktu hambatan tidak dapat dihindari (menit)
Ek = Efisiensi kerja (%)
Tabel 3.6 Efisiensi kerja
Kondisi Kondisi manajemen
kerja Baik sekali Baik Sedang Buruk
Baik sekali 0,84 0,81 0,76 0,70
Baik 0,78 0,75 0,71 0,65
Sedang 0,72 0,69 0,65 0,60
Buruk 0,63 0,61 0,57 0,52
Sumber: Prodjosumarto, 1995
Beberapa faktor yang mempengaruhi penilaian terhadap efisiensi kerja antara lain:
• Waktu kerja sesungguhnya Waktu kerja penambangan adalah waktu yang
digunakan untuk melakukan kegiatan penambangan yang meliputi penggalian,
pemuatan, dan pengangkutan. Efisiensi kerja akan semakin besar apabila
banyaknya waktu kerja nyata untuk penambangan semakin mendekati jumlah
waktu yang tersedia.
• Hambatan-hambatan yang terjadi
Dalam kenyataan di lapangan akan terjadinya hambatan-hambatan baik yang
dapat dihindari maupun yang tidak dapat dihindari, sehingga akan berpengaruh
terhadap besar kecilnya efisiensi kerja. Jika jumlah jam kerja dapat
dimanfaatkan secara efektif, maka diharapkan produksi dari alat muat dan alat
angkut dapat optimal.
50

• Jam perawatan (Repair hours)


Waktu kerja yang hilang karena menunggu saat perbaikan termasuk juga waktu
untuk penyediaan suku cadang (spare parts) serta perawatan rutin seperti
service berkala, pelumasan dan sebagainya.
3.3.14 Iklim dan Ketinggian lokasi kerja
Di Indonesia hanya dikenal dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau.
Yang sering menghambat pekerjaan adalah pada saat musim hujan, sehingga hari
kerja menjadi lebih pendek. Jika hujan sangat lebat, tanah kebanyakan menjadi
becek dan lengket, sehingga alat-alat tidak dapat berkerja dengan baik. Oleh karena
itu diperlukan sistem penyaliran (drainage) yang baik. Sebaliknya pada musim
kering (kemarau) akan timbul banyak debu yang dapat menghalangi pandangan
operator alat mekanis, sehingga pekerjaan dapat mengalami hambatan. Ketinggian
letak suatu daerah ternyata juga berpengaruh terhadap hasil kerja mesin- mesin,
karena mesin-mesin tersebut saat bekerja dipengaruhi oleh tekanan dan temperatur
udara luar Semakin rendah tekanan udaranya maka semakin sedikit jumlah oksigen
hal ini dapat mengakibatkan mesin-mesin tersebut tidak bekerja secara optimal.
Berdasarkan pengalaman, mesin akan mengalami penurunan tenaga akibat
berkurangnya tekanan, rata-rata adalah ± 3% dari HP di atas permukaan laut untuk
setiap kenaikan tinggi 1.000 ft kecuali 1.000 ft yang pertama untuk mesin 4 tak.
Sedangkan untuk mesin 2 tak ternyata kemerosotannya lebih kecil yaitu = 1% dari
HP diatas permukaan laut untuk setiap kenaikan tinggi 1.000 ft kecuali 1.000 ft
yang pertama.
3.4 Produksi Alat Muat
Waktu edar merupakan salah satu parameter produksi. Dengan asumsi kapasitas
mangkuk tetap, semakin kecil waktu edar maka produksi alat tersebut semakin
tinggi sedangkan semakin besar waktu edar maka produksi alat semakin rendah.
Waktu edar alat muat terdiri dari empat bagian, yaitu: waktu mengisi mangkuk
(digging time), waktu ayun isi (swing loaded), waktu ayun kosong (empty swing),
waktu membuang isi mangkuk (dumping time).
51

𝐶𝑇(𝑚) = Digging + swing loaded + Dumping + empty swing

Waktu edar ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu:


a. Tahan gali material yang dimuat
b. Berat isi material yang dimuat
c. Fragmentasi material
d. Kedalaman galian
e. Ketinggian bench penggalian
f. Sudut ayun

Untuk memenuhi target produksi yang telah ditentukan, perlu diketahui


kapasitas mangkuk rata-rata untuk setiap alat besar sehingga dapat ditentukan alat
muat mana yang akan digunakan. Terdapat tiga jenis ukuran mangkuk yang harus
diperhitungkan dalam pemilihan alat muat, yaitu:
a. Kapasitas batas muatan statis, yaitu kapasitas yang dapat membuat alat muat
terjungkit (static tipping load).
b. Kapasitas peres (struck capacity), yaitu kapasitas atau volume material yang
dapat mengisi mangkukrata hingga batas bibir mangkuk.
c. Kapasitas munjung (heaped capacity), yaitu kapasitas atau volume alat
sesungguhnya (struck capacity) ditambah dengan volume material yang
menggunung diatas mangkuk alat tersebut.
Karekteristik ukuran material memiliki peranan penting dalam menentukan
proses pemuatan. Produksi dari alat muat sangat dipengaruhi oleh material yang
dimuatnya. Disini dikenal istlah faktor pengisisan bucket (bucket fill factor), yaitu
perbandingan antara volume material sebenarnya yang dimuat mangkuk dengan
kapasitas munjung mangkuk yang dinyatakan dalam persen (%).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengisian mangkuk adalah:
a. Kandungan air, dimana semakin besar kandungan air maka faktor pengisian
semakin kecil, karena terjadi pengurangan volume material.
b. Fragmentasi material, dimana material dengan ukuran yang bagus akan
memiliki bucket fill factor yang tinggi sedangkan material dengan ukuran
buruk.
52

Akan memiliki bucket fill factor yang rendah sehingga produksi alat muat
akan rendah
c. Keterampilan dan kemampuan operator, dimana operator yang
berpengalaman dan terampil dapat memperbesar faktor pengisian mangkuk.

Faktor pengisian mangkuk alat muat (F0 dapat dinyatakan sebagai


perbandingan volume nyata (Vn) dengan munjung teoritis (Vt), seperti yang
dinyatakan dalam persamaan:

Vn
F= x100%
Vt

Dimana:
F = Faktor pengisian mangkuk (%)
Vn = volume nyata atau kapasitas nyata mangkuk (m3 )
Vt = volume munjung teoritis mangkuk (m3 )
Produksi alat muat dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut:

3600
𝑃𝑚 = 𝑥 𝑘𝑏 𝑥 𝐹𝑓 𝑥 𝑆𝑓 𝑥 𝑓𝑘
𝐶𝑡𝑚

Dimana:
Pm = produksi alat muat ( bcm/jam)
Ctm = waktu edar alat muat (detik)
Kb = kapasitas munjung mangkuk alat muat (m3 )
Ff = bucket fill factor (%)
Sf = swell factor
Fk = faktor koreksi
53

3.5 Produksi Alat Angkut


Salah satu parameter produksi alat angkut ialah waktu edar dimana waktu edar
alat angkut dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya:
a. Kondisi loading point, yaitu kondisi dimana lokasi pemuataan diatur
sedemikian rupa sehingga alat angkut dapat secara efektif keluar masuk dan
mengambil posisi yang tepat untuk di lokasi pemuatan. Untuk mencapai
maksud tersebut lokasi pemuatan harus terus-menerus dipantau, bahkan bila
perlu dilakukan perbaikan.
b. Kondisi jalur pengangkutan, yaitu kondisi jalan yang dilalui oleh alat angkut
mulai dari loading point hingga tempat pembuangan material (waste dump
area). Hal ini dipengaruhi oleh kemiringan jalan, kondisi jalan, dan
persimpangan yang harus dilalui oleh alat angkut tersebut.
c. Pola pemuatan, untuk memperoleh hasil yang sesuai dengan sasaran produksi
maka pola pemuatan juga merupakan faktor yang mempengaruhi waktu edar
alat muat dan alat angkut.
Waktu edar alat angkut dapat dirumuskan sebagai berikut;

Cta= STL+ LT + LTT + STD + DT + ETT + Qe

Dimana:
Cta = cycle time of haul unit ( waktu edar alat angkut)
STL = spot time at loader (waktu pengambilan posisi pemuatan)
LT = loading time ( waktu pemuatan)
LTT = load travel time ( waktu pengangkutan bermuatan )
STD = spot time at dump (waktu spot di tempat penimbunan)
DT = dumping time ( waktu penumpahan muatan )
ETT = empty travel time ( waktu angkut kosong)
Qe = queuing time ( waktu menunggu pemuatan )
Waktu isi dan kosong (load and empty travel time) dapat dirumuskan sebagai
berikut:
54

𝐻𝐷 𝐻𝐷
𝐿𝑇𝑇 = 𝐸𝑇𝑇 =
𝑉𝐿 𝑉𝑒

Dimana:
HD = jarak dari area pemuatan hingga area penumpukan (km)
VI = kecepatan rata-rata alat angkut saat bermuatan (km/jam)
Ve = kecepatan rata-rata alat angkut pada saat kosong (km/jam)
Produksi alat angkut dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut:

3600
𝑃𝛼 = 𝑥 𝑛 𝑥 𝑘𝑏 𝑥 𝐹𝑓 𝑥 𝑆𝑓 𝑥 𝑓𝑘
𝐶𝑡𝑎

Dimana:
P𝛼 = produksi alat angkut (bcm/jam)
Ctm = waktu edar alat muat (detik)
Kb = kapasitas munjung mangkuk alat muat (m^3)
Ff = bucket fill factor (%)
Sf = swell factor
Fk = faktor koreksi
Jumlah pengisian mangkuk kedalam alat angkut (n) dapat dirumuskan sebagai
berikut:

𝐾𝛼
𝑛=
𝐾𝑏 𝑥 𝐹𝑓

Sedangkan jumlah trip (jt) yang dilakukan alat angkut dalam waktu satu jam adalah:

3600
𝐽𝑡 =
𝐶𝑡𝑎
55

Dimana:
Ka = kapasitan munjung bakn truk (m3 )
Jt = jumlah trip/jam
3.6 Faktor kesesuaian Alat (Match Factor)
Kombinasi effesiensi kerja alat angkut dan alat muat yang tertinggi dipilih untuk
dipakai. Keserasian kerja antara alat muat dan alat angkut dapat ditentukan dengan
menghitung faktor keserasian (match factor) melalui persamaan sebagai berikut:

𝑁𝛼 𝑥 𝐶𝑡𝑚 𝑥 𝑛
𝑀𝐹 =
𝑁𝑚𝑥 𝐶𝑡𝛼

Dimana:
Na = jumlah alat angkut
Nm = jumlah alat muat
Ctm = waktu edar alat mjuat (detik)
Cta = waktu edar alat angkut (detik)
n = jumlah penggisian bucket
kriteria faktor keserasian yaitu:
1. Faktor keserasian <1, berarti alat muat lebih sering menunggu dibandingkan
dengan truk, besarnya waktu tunggu alat muat (Dm) dapat dinyatakan
dengan persamaan :

1
𝐷𝑚 = x Cta
𝑀𝐹

2. Besarnya faktor kesesuaian >1, berarti alat angkut lebih sering menunggu
dibandingkan dengan alat muat. Besarnya waktu tunggu alat angkut (Da)
dapat dinyatakan dengan persamaan:

𝐷𝑎 = (𝑀𝐹 − 1)𝑥 𝐶𝑡𝑚 𝑥 𝑛 𝑥 𝑁𝑎


56

3. Faktor keserasian, faktor keserasian =1 berarti alat muat dan alat angkut
sama-sama sibuk dalam waktu tertentu.
Nilai match factor terbaik adalah bernilai 1 tapi sangat sulit tercapai, oleh sebab itu
nilai match factor diusahakan agar dapat mendekati 1 seperti diutarakan oleh
Prodjosumarto (1995) dan Erick (2008).
3.7 Perhitungan Jumlah Alat Yang Digunakan
Untuk menghitung jumlah truck dapat dihitung berdasarkan waktu edar alat
mekanis, jadi rumusnya:

𝑇𝑡𝑐
𝑁𝑡 =
𝑇𝑡𝑙

Dimana:
Nt = jumlah truk
Ttc = total waktu edar truk,menit
Ttl = waktu pemuatan, (Ct alat muat x jumlah pass) menit

Anda mungkin juga menyukai