Disusun oleh :
KERJA PRAKTEK
Mengetahui Disetujui
Fakultas Teknologi Mineral Jurusn Teknik Pertambangan
Dekan Ketua Jurusan
1
dapat digunakan untuk kebutuhan aspal hotmix, beton, jalan, dan kontruksi
lainnya disesuaikan dengan kebutuhan.
Sekarang yang diperlukan perusahaan pertambangan adalah meningkatkan
produksi perusahaan agar dapat memenuhi permintaan pasar, salah satunya adalah
dengan meningkatkan produktivitas dengan konsep-konsep dan strategi yang tepat
agar dapat menghasilkan produk yang maksimal.
2
1.6 METODE KERJA PRAKTEK
Dalam pelaksanaan pengamatan ini, penulis menggabungkan antara teori
dengan data di lapangan sehingga di dapat pendekatan penyelesaian masalah dan
metodologi pengamatan yang dilakukan adalah :
1. Studi Literatur
Studi literatur dilakukan dengan mencari bahan-bahan pustaka yang menunjang
dan diperoleh dari :
a) Perpustakaan
b) Laporan Penelitian Perusahaan
2. Pengamatan Lapangan
Dilakukan dengan melakukan peninjauan lapangan untuk melakukan
pengamatan langsung terhadap semua kegiatan yang akan diambil datanya.
3. Pengambilan Data
Pengambilan data yang di lakukan adalah dengan metode observasi yaitu suatu
usaha untuk mengumpulkan data yang dilakukan secara sistematis dengan
prosedur yang standar melalui pengamatan, pengukuran dan perhitungan.
4. Akuisi Data
Akuisi data pada kerja praktek ini bertujuan untuk :
7. Kesimpulan
3
Diperoleh setelah dilakukan korelasi antara hasil pengolahan data yang
telah dilakukan dengan permasalahan yang diteliti.
Bulan
November Desember
Kegiatan Kerja Praktek
Minggu Minggu Minggu Minggu I
II III IV
Study literature
Observasi lapangan
Pengambilan dan pengolahan data
Penyusunan laporan
4
II. DASAR TEORI
5
2. Control Panel
menggerakkan unit peremuk batu dan mengoperasikan dengan tombol turn on.
Hal ini bertujuan agar control panel dan unit peremuk saling berhubung dan
1. Biaya alat
2. Perawatan
3. Lokasi alat
6
2.3.1 Produktivitas Wheel Loader
60
Prod = uk.bucket x x BFF x waktu
CT
Keterangan :
Ukuran bucket = Ukuran bucket Wheel Loader
CT Wheel Loader = LT + HT + DT + RT
BFF = faktor pemuatan bucket
Waktu efisiensi = waktu normal kerja perjam
Kaps. Loader =
kapasitas bucket x jumlah pengisian x kapasitas Cold Bin
jamtersedia
P x LxT
V=
4
Keterangan :
V = Kapasitas ukuran bucket, ton
P = Panjang bucket (m)
L = Lebar bucket (m)
T = Tinggi bucket (m)
7
2.4 Kegiatan Unit Peremuk
Dalam setiap proses peremukan batuan pada prinsipnya bertujuan untuk
memperoleh ukuran butiran tertentu melalui peremukan dan pengayakan.
Peremuk juga dapat mereduksi ukuran material yang sesuai dengan permintaan
pasar.
Unit peremuk berfungsi untuk memperkecil material hasil penambangan
yang umumnya masih berukuran bongkahan menggunakan alat peremuk. Dengan
dibuatnya Rom mampu menampung material hasil penambangan sebelum dioalah
dan sebagai persediaan. Jarak dari Rom ke unit Crusher ± 50 m. Mula-mula alat
pendukung seperti genset dan control panel harus siap sebelum material dari Rom
(ukuran 12 cm) masuk melalui Cold bin (ukuran 9 cm). Kemudian dialirkan
menuju Vibrating Feeder untuk memperkecil material masuk ke dalam Jaw
Crusher Primer dengan ukuran material ±5 cm. Kemudian material dialirkan
melalui Belt Conveyer menuju Jaw Crusher Secunder dengan ukuran 4 cm.
Kemudian material dialirkan melalui Belt Conveyer menuju Screening dengan
ukuran 5 mm, 12 mm, dan 20 mm, 30 mm bila material tidak bisa diayak masih
ukuran 4 cm, maka material masuk ke dalam Cone Crusher untuk digiling
kembali sesuai ukuran Screen. Kemudian material dari Cone Crusher diangkut
dengan Belt Conveyer menuju Jaw Crusher Secunder. Kemudian menuju kembali
ke Screening. Produk yang sudah memenuhi ukuran produksi akan dialirkan
menuju Stockpile menggunakan Belt Conveyor untuk pengolahan lebih lanjut
sampai menjadi aspal hotmix.
Untuk kegunaan batu split hasil dari unit peremuk dapat digunakan
berbagai konstruksi bangunan antara lain : beton, jalan, bangunan, aspal hotmix
dan konstruksi lainnya. Untuk kebutuhan aspal hotmix hasil peremukan batu split
harus ukuran standart dan tidak boleh > 30 mm, dikarenakan aspal hotmix
memilki kepadatan material dan kekompakkan material.
8
2.5.1 Cold Bin
Cold Bin adalah alat pelengkap pada rangkaian unit peremuk yang
berfungsi sebagai tempat penerima material umpan yang berasal dari lokasi
penambangan sebelum material tersebut masuk ke dalam alat peremuk dan
mencegah bongkahan oversize masuk ke jaw crusher, bongkahan oversize harus
dipecah dengan menggunakan mata gigi di jaw crusher.
9
yang dibuat oleh pabrik pembuat mesin peremuk dan kapasitas nyata didapatkan
dengan cara pengambilan contoh produk yang dihasilkan
1) Pecahnya batuan dari Jaw Crusher karena adanya :
a) Daya tahan batuan lebih kecil dari gaya yang menekan.
b) Nip angle.
c) Resultante gaya yang arahnya ke bawah.
10
Reduction ratio merupakan perbandingan antara ukuran umpan dengan
ukuran produk. Reduction ratio yang baik untuk ukuran primary crushing
adalah 5 cm, sedangkan untuk secondary crushing adalah 4 cm.
Kegunaan Jaw Crusher adalah untuk memecahkan bongkahan batu yang
sangat kasar. Proses pemecahan dengan alat pemecah yang melawan bagian yang
tidak bergerak, gerakannya seperti rahang yang sedang menguyah. Penghancuran
akan terjadi apabila crusher melampaui batas plastis dari material yang
dihancurkan. Untuk memperoleh ukuran dari produk yang diinginkan dapat
diperoleh dengan cara mengatur bukaan (feed).
11
2.5.3.3 Energi Input Peremuk Batu
Energi input merupakan energi yang dibutuhkan peremuk batu untuk dapat
mereduksi ukuran batuan, dapat dihitung dengan rumus.
10Wi 10 Wi
W= −
√P √F
Keterangan :
W = Tenaga input yang diperlukan (Kw/ton)
Wi = Indeks batu split kerja (ton)
F = ukuran hasil dari ayakan (mm)
P = ukuran yang masuk ke Cold Bin (cm)
12
2.5.4.2 Keunggulan dari Mesin Cone Crusher
a) Tingkat produksi tinggi, kualitas tinggi.
b) Mesin kurang menghentikan waktu.
c) Mudah dalam perawatan dan rendah biaya
Keterangan :
Kc = Kapasitas Cone Crusher (ton)
V = Kecepatan alat (m/s)
Ta = Kapasitas desain Cone Crusher (ton)
Tn = Berat keseluruhan alat Cone Crusher (ton)
F = Ukuran dari hasil cone cruher (cm)
Keterangan :
Ec = Efesiensi kerja Cone Crusher (%)
Ta = Kapasitas desain Cone Crusher (ton)
Tn = Berat keseluruhan alat Cone Crusher (ton)
2.5.5 Screening
Screening adalah proses pengelompokkan material berdasarkan ukuran
lubang ayakan sehingga ukurannya seragam. Alat untuk melakukan screening
disebut screen. Biasanya alat screen ini langsung berhubungan dengan alat
stockpile antara lain:
13
a. Proses pengolahan material memerlukan ukuran-ukuran partikel dengan
distribusi kecil (berukuran relatif seragam) yang sesuai dengan ukuran
maksimal derajat material. Keseragaman ukuran-ukuran material dapat
diperoleh melalui proses pengayakan.
b. Screen sendiri merupakan alat yang digunakan untuk pemilahan ukuran butir
material dengan cara melewatkan material dari atas ayakan, material yang
lebih kecil dari lubang ayakan dapat lolos kebawah ayakan sebagai produk
halus (undersize) sedangkan partikel yang lebih kasar dari ukuran ayakan
teratahan di atas ayakan sebagai produk kasar (oversize).
Tujuan dilakukannya proses screening adalah :
a. Menghasilkan produk akhir yang berukuran relatif seragam agar sesuai dengan
spesifikasi pasar.
b. Meningkatkan kapasitas unit operasi lainnya.
c. Mencegah undersize masuk ke dalam mesin crusher.
d. Mencegah oversize masuk ke proses pengolahan selanjutnya.
e. Mencegah terjadinya over crushing atau over grinding.
14
2.5.5.2 Efesiensi Kerja Screening
Efesiensi kerja Screen adalah faktor yang menunjukan kemampuan
produksi yang dicapai secara aktual, dapat dihitung dengan rumus :
Ta Tn
Es = x 100%
Ks Ta
Keterangan :
Es = Efesiensi kerja screen (%)
Ta = Kapasitas desain screen (ton)
Ks = Kapasitas produksi screen (ton)
15
2.5.6.1 Kapasitas Produksi Belt Conveyer
3600 x A x V x Bi x S
Qt =
10000
Keterangan:
Qt = Kapasitas produksi Belt Conveyer (ton)
A = Luas penampang melintang di atas belt (m2)
V = Kecepatan translasi belt berjalan (m/s)
Bi = Berat material (kg)
S = Ukuran material (cm)
Keterangan
Kb = Kapasitas ban berjalan dalam kondisi berjalan (ton)
Bi = Berat material (kg)
V = kecepatan translasi belt berjalan (m/s)
16
Keterangan :
Ebc = Efisiensi kerja Belt Conveyer (%)
Qt = Kapsitas produksi Belt Conveyer (ton)
Kb = Kapasitas Belt Conveyer dalam kondisi berjalan (ton)
2.6 Stockpile
Stockpile adalah suatu tempat yang dibuat untuk menampung material
hasil grinding yang sudah melewati proses pengecilan ukuran atau peremukan,
Stockpile yang dirancang berbentuk lingkaran dapat menampung material siap
produksi sebanyak 25.5 ton/hari. Stockpile memiliki lubang bukaan di dasar
lantainya yang berfungsi untuk mengalirkan material secara otomatis
menggunakan gaya gravitasi bumi. Material yang jatuh dari bawah (lubang
bukaan) stockpile akan digunakan untuk campuran pada aspal cair menjadi aspal
hotmix yang siap digunakan untuk kebutuhan pembangunan.
17
3. Use of availability adalah untuk menentukan persen waktu yang dipergunakan
oleh suatu alat untuk beropersi pada saat alat tersebut dapat dipergunakan,
dapat dihitung dengan persamaan :
W
UA = x 100%
W +S
Keterangan :
W = Working hours atau jam kerja, (jam)
R = Repair hours atau jam perbaikan, (jam)
S = Hours of standby atau jam siap nunggu, (jam)
T = W + R + S = scheduled hours (jam tersedia), (jam)
4. Effective utilization untuk menetukan persen waktu yang dapat digunakan oleh
suatu alat beroperasi dari seluruh waktu kerja yang tersedia. Efective
utilization dengan effisiensi kerja alat. Dapat dihitung dengan persamaan :
W
EU = x 100
W + R+ S
Keterangan :
W = Working hours atau jam kerja, (jam)
R = Repair hours atau jam perbaikan, (jam)
S = Hours of standby atau jam siap nunggu, (jam)
T = W + R + S = scheduled hours (jam tersedia), (jam)
18
3. Gangguan pada ayakan getar berupa :
a. Pengelasan pada batang ayakan
4. Gangguan Wheel Loader berupa :
a. Gigi bucket yang aus
5. Gangguan Wheel Loader berupa :
a. Gigi bucket yang aus
b. sheel hydrolic yang bocor
19
terhadap waktu kerja alat angkut untuk mengatasi kerja untuk pengangkutan
material. Pembahasan yang disarankan adalah dengan melakukan pembagian kerja
yaitu untuk kerja pengangkutan material dilakukan pada jam (12.00 wib) selain
dari waktu tersebut alat angkut sepenuhnya bekerja sebagai alat pemasuk umpan.
Berdasarkan rumus sebagai berikut :
Hnt = Total hambatan non teknis (jam)-lama
Keterangan :
Tp = Peningkatan Produksi, ton/hari
20
1. Keras dan kuat
2. Bersih
3. Tahan lama
4. Massa jenis tinggi
5. Butir bulat
6. Distribusi ukuran butir yang cocok
Dan untuk hal-hal yang perlu diperhatikan dalam campuran material batu
dengan aspal cair agar menjadi aspal hotmix antara lain, yaitu :
1. Volume Udara
Volume beban yang tidak terisi penuh oleh campuran aspal cair lainnya,
dengan semakin besar volume udara maka kekuatan semakin berkurang dan
sebaliknya.
2. Volume Padat
Perbandingan antara, berat dengan volume suhu material. Ini juga dipengaruhi
oleh faktor-faktor tertentu sebagai berikut :
a. Kepadatan material, dimana semakin padat suatu material maka volume
akan semakin besar, karena jika suatu material semakin padat rongganya
juga berkurang maka massanya bertambah.
b. Ukuran perbutiran agregat, untuk angregat yang butirnya seragam tidak
baik untuk campuran aspal cair karena banyak ruang-ruang kosongnya.
Agregat yang baik adalah agregat yang heterogen bentuknya karena
rongganya semakin sedikit.
c. Suhu/temperatur, jika suhu rendah atau tinggi akan dipengaruhi berat air
tersebut.
3. Berat Jenis
Berat jenis batu split adalah perbandingan antara kuat butir dan berat butiran
terhadap air yang sama. Dimana terbagi atas tiga bagian menurut keadaanya
adalah :
a. Berat jenis kering, perbandingan antara kuat butir dan berat air pada
volume yang sama dimana material.
b. Berat jenis surface reted dry, didapat setelah material sudah kering
21
dipermukaan,
c. Berat jenis semu, yakni pada seat butir masih benar-benar jenuh baik
porinya maupun permukaanya.
Kekuatan suatu aspal hotmix dipenuhi oleh berat jenis dan daya serap atau
besar absorsi dari agregat yang digunakan untuk campuran aspal cair. Makin
keras agregat makin tinggi jenisnya dan semakin murah daya serapnya.
4. Penyerapan, yakni serapan air dihitung dari banyaknya air yang mampu
diserap oleh agregat pada kondisi jenuh permukaan kering, kondisi ini
merupakan :
a. Keadaan kebasahan agregat yang hampir sama dengan agregat dalam aspal
cair, sehingga agregat tidak akan menambah maupun mengurangi air dari
pastanya.
b. Kadar air di lapangan lebih banyak rnendekati kondisi saturated surface
dry, daripada kondisi kering tungka.
5. Kadar air permukaan batu split, yakni banyaknya air terkandung dalam
suatu agregat. Kadar air agregat dapat dibedakan menjadi empat jenis :
a. Kadar air kering tungku, yaitu keadaan yang benar-benar tidak berair.
b. Kadar kering udara yaitu kondisi agregat yang permukaanya kering tetapi
sedikit mengandung air dalam porinya dan masih menyerap air.
c. Jenuh kering permukaan, yaitu keadaan dimana tidak ada air di permukaan
agregat, tetapi agregat tersebut masih mampu menyerap air.
d. Kondisi basah, yaitu kondisi dimana butir-butir agregat banyak
mengandung air sehingga akan menyebabkan penambahan kadar air
campuran aspal cair.
Dari keempat kondisi tersebut hanya dua kondisi yang sering dipakai yaitu
kering tungku dan kondisi saturated surface dry. Jika agregat basah ditimbang
beratnya (w), kemudian dimasak dan dicampur di hot dryer blending dalam
tungku dengan suhu 100°C + 60°C sampai beratnya konstan maka kadar air dapat
diketahui. Berat jenis digunakan untuk menentukan volume yang diisi oleh
agregat. Berat jenis dari agregat pada akhirnya akan menetukan berat jenis dari
aspal hotmix sehingga secara langsung menentukan banyaknya campuran agregat
dalam campuran aspal cair. Hubungan antara berat jenis agregat maka semakin
22
kecil daya serap air agregat tersebut.
Untuk pengolahan batu spilit hasil dari unit peremuk dapat digunakan
berbagai kontruksi bangunan, contohnya : Aspal hotmix, beton, jalan, bangunan
dan kontruksi lainnya yang didasarkan oleh kuat tekan dan kepadatan dari batu
split tersebut.
Secara umum agregat dapat dibedakan berdasarkan ukurannya yaitu batu split
kasar dan batu split halus. Batasan antara batu split kasar dan batu split halus
berbeda antara disiplin ilmu yang satu dengan yang lainnya. Meskipun demikian,
dapat diberikan batasan ukuran antara batu spilit halus dengan batu split kasar
(standar ASTM). Batu split kasar adalah batuan yang ukuran butirannya 20 mm,
30 mm. Batu split halus adalah batuan yang ukuran butirannya 5 mm, 12 mm, 20
mm. Batu split yang digunakan dalam campuran aspal hotmix biasanya berukuran
lebih kesil dari 30 mm. Batu spilit yang ukurannya lebih besar dari 30 mm
digunakan untuk pekerjaan sipil lainnya, misalnya untuk pekerjaan jalan, tanggul-
tanggul penahan tanah, bendungan dan lain-lain. Dari keterangan di atas disebut
dengan agregat, dimana agregat tersebut terbagi atas dua, yakni : yang lebih halus
biasanya dinamakan pasir dan agregat kasar dinamakan kerikil, split, batu pecah,
kricak dan lainnya. Dan di bawah ini syarat-syarat batu split berdasarkan menurut
SII, ASTM, dan SK SNI :
1. Butirannya tajam, kuat dan keras
2. Bersifat kekal, tidak pecah atau hancur karena pengaruh cuaca.
3. Sifat kekal, apabila diuji dengan larutan jenuh garam sulfat sebagai berikut :
a. Jika dipakai Natrium Sulfat, bagian yang hancur maksimum 12%
b. Jika dipakai Magnesium Sulfat, bagian yang hancur maksimum 10%
4. Agregat kasar tidak boleh mengandung lumpur (bagian yang dapat melewati
ayakan 0,060 mm) lebih dari 1%. Apabila lebih dari 1% maka kerikil harus
dicuci.
5. Harus mempunyai variasi besar butir (gradasi) yang baik, sehingga rongganya
sedikit. Mempunyai modulus kehalusan antara 6-7,10.
Pengolahan batu split ini juga harus disesuaikan dengan kuat tekan dan tingkat
kekerasannya, dan untuk kuat tekan sekitar 15-40 Mpa, berat jenis, adalah 2,5-2,7
atau tidak boleh kurang dari 1,2 kg/m2
23
Jenis-jenis Aspal Hotmix yang Siap Pakai
1. Jenis ATB (Asphalt Traeted Base) dengan Tebal minimum 5cm digunakan
sebagai lapis permukaan konstruksi jalan dengan lalu lintas berat atau tinggi.
2. Jenis AC BC (Asphalt Congcreed Binder Course) dengan ketebalan minimum
4cm biasanya digunakan lapisan kedua sebelum Wearing Course atau Laston.
3. Jenis AC WC (Asphalt Congcreed Wearing Course) dengan ketebalan
minimum 4cm digunakan sebagai lapis permukaan jalan dengan lalu lintas
berat.
4. Jenis HRS (Hot Roller Sheet) atau Laston 3 dengan ketebalan minimum 3cm
digunakan sebagai lapisan permukaan konstruksi jalan dengan lalu lintas
sedang.
5. Sand Sheet dengan ketebalan minimum 2cm biasanya digunakan untuk jalan
Perumahan, Parkiran
24
IV. METODE PENGAMATAN
Metode penulisan yang digunakan dalam penyususan Laporan Kerja
Praktek ini adalah :
1. Metode Pustaka
Metode Pustaka yaitu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan
cara membaca dan mempelajari buku-buku literatur yang ada hubungannya
dengan masalah pembahasan dalam menyusun Laporan Kerja Praktek.
2. Metode Lapangan
Metode Lapangan yaitu suatu metode penelitian lapangan dengan tujuan
mendapatkan data-data yang diperlukan untuk menyusun Laporan Kerja Praktek.
Metode yang digunakan penulis adalah:
a. Metode Observasi
Metode Observasi yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan
peninjauan langsung terhadap objek penelitian, sehingga mendapatkan data yang
relevan.
b. Metode Wawancara
Metode wawancara yaitu teknik memperoleh data dengan tanya jawab atau
wawancara secara langsung dengan pihak-pihak yang terkait dengan
permasalahan yang akan dipecahkan.
25
V. LOKASI DAN WAKTU PENGAMATAN
Lokasi pengamatan ini diharapkan akan dilaksanakan di PT. RAPI
ARJASA, DESA PAHLAWAN, KECAMATAN BINJAI UTARA, KOTA
BINJAI, PROVINSI SUMATERA UTARA.Waktu pelaksanaan Kerja Praktek
diharapkan selama kurang lebih satu bulan Tahun ajaran 2021/2022 yaitu dari
tanggal 08 November hingga tanggal 07 Desember 2021. Hal ini dilakukan untuk
menghindari terbenturnya waktu pelaksanaan kerja praktek dengan waktu
perkuliahan di Jurusan Teknik Pertambangan Institut Sains dan Teknologi T.D
Pardede Medan.
26
27