Anda di halaman 1dari 41

ANALISIS SIKLUS TUNNELLING UNTUK

MENINGKATKAN PRODUKSI DAN KEMAJUAN


DI PT FREEPORT INDONESIA, KABUPATEN
MIMIKA, PROVINSI PAPUA

PROPOSAL SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Persyaratan


Memperoleh Gelar Sarjana Strata1
Pada Jurusan Teknik Pertambangan

OLEH:

AGUS TOMY
DBD 114 084

KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
2018
I. JUDUL
“Analisis Siklus Tunnelling untuk meningkatkan Produksi dan
Kemajuan di PT Freeport Indonesia, Kabupaten Mimika, Provinsi
Papua”
I. LATAR BELAKANG
Pertambangan merupakan salah satu elemen penting yang menopang
perekonomian negara Indonesia. Dampak positif kegiatan penambangan
dapat dirasakan langsung oleh warga sekitar daerah pertambangan, yaitu
peningkatan infrastruktur dan ekonomi warga setempat. Selain itu, kegiatan
pertambangan mutlak penting bagi keberlangsungan hidup manusia. Di
negara Indonesia terdapat banyak perusahaan yang bergerak di sektor
pertambangan, salah satunya adalah PT Freeport Indonesia.
PT Freeport Indonesia merupakan perusahaan yang bergerak dibidang
pertambangan yang meliputi menambang, memproses dan melakukan
eksplorasi terhadap bijih yang mengandung tembaga, emas dan perak. PT
Freeport Indonesia merupakan perusahaan afiliasi dari Freeport-McMoRan.
Lokasi PT Freeport Indonesia beroperasi di daerah dataran tinggi di
Kabupaten Mimika Provinsi Papua, Indonesia. Pemasaran utama PT Freeport
Indonesia adalah konsentrat yang mengandung tembaga, emas dan perak ke
seluruh penjuru dunia.
Metode block caving merupakan cara penambangan bawah tanah yang
dilakukan oleh PT Freeport Indonesia, di mana blok-blok besar bijih di bawah
tanah dipotong dari bawah sehingga bijih tersebut runtuh akibat gaya beratnya
sendiri. Setelah runtuh, bijih yang dihasilkan "ditarik" dari drawpoint (titik
tarik) dan diangkut menuju alat penghancur.
Pada block cave DOZ, alat LHD (loader) memindahkan lumpur bijih
ke dalam ore pass menuju saluran pelongsor. Selanjutnya lumpur bijih pada
saluran tersebut mengisi truk-truk angkut AD-55 untuk dipindahkan keke alat
penghancur. Dari sana, bijih yang telah dihancurkan dikirim ke pabrik
pengolah (mill) melalui ban berjalan (conveyor).
Oleh sebab itu untuk tercapainya target produksi dan kemajuan pada
kegiatan penambangan yang diinginkan oleh perusahaan, maka perlu
dilakukan suatu analisis terhadap siklus tunnelling yang dilaksanakan oleh
perusahaan maupun mitra kerja lainnya. Kegiatan Tunnelling merupakan
kegiatan pembuatan Tunnel (terowongan) yang ditujukan untuk mengambil
mineral berharga dari dalam tanah maupun menuju lokasi mineral berharga
yang nantinya akan diproduksi. Kegiatan Tunnelling secara terencana
tergambar dalam alur siklus kerja Tunnelling yang saling berkaitan satu sama
lain sehingga produktivitas dari tiap bagian-bagian kerja harus terjaga agar
target yang direncanakan dapat tercapai. Siklus Tunnelling merupakan hal
yang sangat penting, karena Siklus Tunnelling adalah kegiatan yang paling
dasar yang bisa menentukan maju atau mundurnya suatu perusahaan.
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas serta, penulis memilih judul
“Analisis Siklus Tunnelling untuk meningkatkan Produksi dan Kemajuan di
PT Freeport Indonesia, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua “.
II. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana kegiatan siklus tunnelling yang dilakukan oleh PT Freeport
Indonesia ?
2. Bagaimana efesiensi kerja siklus tunnelling yang dilakukan oleh PT
Freeport Indonesia ?
3. Apa saja faktor penghambat siklus kerja tunnelling di PT Freeport
Indonesia ?
4. Berapa produksi yang dihasilkan dan biaya yang dikeluarkan dalam satu
kegiatan siklus tunnelling di PT Freeport Indonesia ?
III. MAKSUD DAN TUJUAN PENELITIAN
4.1 Maksud
Maksud dari penelitian ini adalah untuk memenuhi syarat
penyusunan Skripsi guna mendapatkan gelar Strata -1 Program Studi
Teknik Pertambangan, Fakultas Teknik Universitas Palangka Raya.
4.2 Tujuan
1. Mengetahui kegiatan siklus tunnelling yang dilakukan oleh PT
Freeport Indonesia ?
2. Mengetahui efesiensi kerja siklus tunnelling yang dilakukan oleh
PT Freeport Indonesia ?
3. Mengetahui apa saja faktor penghambat siklus kerja tunnelling di
PT Freeport Indonesia ?
4. Mengetahui produksi yang dihasilkan dan biaya yang dikeluarkan
dalam satu kegiatan siklus tunnelling di PT Freeport Indonesia ?
IV. MANFAAT PENELITIAN
Manfaat dari Penelitian Skripsi ini adalah untuk :
1. Bagi Perusahaan
a. Dapat mengenal kualitas peserta didik.
b. Dapat menjadi sumber data referensi untuk melakukan perbaikan
(improvement) dalam kegiatan operasi di lapangan.
c. Merupakan wujud nyata perusahaan dalam Coorparate Social
Respontibility mengembangkan bidang pendidikan.
2. Bagi Perguruan Tinggi
a. Dapat menjalin hubungan yang baik antara perusahaan dengan
perguruan tinggi.
b. Menambah wawasan kepada para dosen, karena mendapatkan
informasi atau kabar-kabar terbaru di dunia pertambangan.
c. Dapat menjadi sumber referensi mahasiswa/i lain untuk
mengerjakan proposal, laporan KP dan TA.
3. Bagi Mahasiswa
a. Menambah pengetahuan dan pengalaman kerja yang sebenarnya
secara praktis.
b. Sebagai latihan bagi mahasiswa sebelum memasuki dunia kerja yang
sebenarnya.
VI. BATASAN MASALAH

Untuk mendapatkan hasil penelitian yang maksimal maka perlu dibatasi


permasalahan yang akan dibahas yaitu :

1. Penelitian hanya dibatasi pada kegiatan siklus tunnelling yang dilakukan


oleh PT Freeport Indonesia ?
2. Hanya menganalisis kegiatan siklus tunnelling yang dilakukan oleh PT
Freeport Indonesia ?
3. Tidak membahas tentang geoteknik.

VII. BATASAN MASALAH

Metode penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah metode


kuantitatif, yaitu metode penelitian yang bersifat induktif, objektif dan
diperoleh berupa angka – angka atau pernyataan yang dinilai. Penelitian
dilaksanakan melalui prosedur sebagai berikut :

1. Studi Literatur yaitu melakukan studi atau mencari referensi di


perpustakaan dengan membaca literatur. Literatur yang digunakan
berasal dari buku, jurnal penelitian, laporan, internet serta makalah-
makalah yang berhubungan dengan penelitian.

2. Kegiatan studi lapangan

Merupakan pengamatan langsung di lapangan terhadap operasional


sistem dan metode ventilasi. Wawancara yaitu, melakukan pencatatan
hasil tanya jawab (interview) di lapangan dengan pihak-pihak terkait di
PT Freeport Indonesia dengan topik penelitian.

3. Pengelompokan Data.

Data yang diperoleh dari hasil studi literatur dan studi lapangan,
kemudian dikelompokan menjadi data sekunder dan data primer. Data
sekunder adalah data penunjang yang didapat peneliti dari pihak
perusahaan, instansi yang terkait dengan penelitian. Data primer adalah
data yang diambil peneliti di lapangan dan diolah peneliti.

4. Pengolahan Data

Pengolahan data dengan beberapa perhitungan selanjutnya disajikan


dalam bentuk tabel – tabel, grafik atau rangkaian perhitungan dalam
menyesuaikan suatu proses tertentu.

5. Pembahasan

Melakukan analisa terhadap data-data hasil penelitian sehingga


didapatkan solusi guna penyelesaian masalah yang ada.

6. Kesimpulan dan Saran

Sebagai rekomendasi kepada perusahaan untuk menyelesaikan


permasalahan di lapangan yang terkait dengan hasil penelitian ini.

VIII. DASAR TEORI

2.1 Tunnelling
Tunnel atau Terowongan adalah lubang bukaan mendatar atau sedikit
miring yang dibuat dibawah tanah, gunung, sungai, laut, daerah pemukiman.
Tujuan utama manusia membuat terowongan tambang adalah untuk
mengambil bahan galian di bawah tanah.
Terowongan tambang bawah tanah memiliki beberapa fungsi, yaitu :
a) Sebagai jalan masuk dan keluar bagi karyawan dan jalan angkut.
b) Mengangkut material hasil penambangan, system telekomunikasi, pipa air
dan pipa lumpur
c) Lubang khusus ventilasi
d) Untuk penirisan sumur dan open channel
e) Untuk keselamatan kerja (penyelamatan jika terjadi kecelakaan)
Bentuk terowongan bawah tanah pun terdiri dari berbagai macam
bentuk, yaitu sebagai berikut :
a) Bentuk Lingkaran
b) Bentuk Segi empat
c) Bentuk Travesium
d) Bentuk Tapal kuda
e) Bentuk Poligon

Tunnelling adalah proses pembuatan terowongan. Siklus tunnelling


dilakukan secara kontinu sampai pada lokasi yang diinginkan dan terdiri dari
beberapa tahapan sebagai berikut :
1) Pengeboran
Kegiatan pengeboran adalah kegiatan penggerusan pada tunnel
menggunakan alat bor,yang hasilnya nanti sebagai lubang ledak untuk
tempat bahan peledak.
2) Charging dan Blasting
Charging adalah kegiatan pengisian bahan peledak ke dalam lubang
ledak, sedangkan Blasting adalah kegiatan peledakan itu sendiri.
Dalam charging dan blasting biasanya menggunakan bahan peledak power
gell/dinamit dan pemicu peledakan menggunakan non elektrik.
3) Smoke clearing
Smoke clearing adalah kegiatan pembersihan asap, debu dan gas-gas
beracun hasil peledakan dengan menggunakan angin kemudian dihisap
oleh fan. Durasi dalam kegiatan smoke clearing dipengaruhi oleh jumlah
fan yang tersedia pada front kerja. Kegiatan ini saling berkaitan dengan
kegiatan blasting, dilakukan pada waktu istirahat atau overshift sehingga
memanfaatkan waktu istirahat/overshift.
4) Mucking
Kegiatan ini dilakukan dengan pemuatan dan pengangkutan material hasil
peledakan, material diangkut menuju tempat penampungan sementara di
area tambang bawah tanah menggunakan wheel loader.
5) Washing dan scalling
Washing adalah proses pembersihan asap, debu dan gas-gas beracun
dengan menyemprotkan air bertekanan pada seluruh fromt kerja.
Dilanjutkan kegiatan scalling yang dilakukan setelah front kerja dipastikan
aman dari asap, debu dan gas-gas beracun hasil peledakan. Kegiatan
scalling bertujuan untuk menjatuhkan batuan gantung yang dapat jatuh dan
berpotensi membahayakan, dilakukan menggunakan tongkat besi dan
kegiatan washing.
6) Supporting
Perkuatan atau penyanggan adalah kegiatan yang ditujukan untuk
memperkuat batuan agar dapat menyangga massa batuan itu sendiri.
Kegiatan ini dilakukan setelah kegiatan charging dan blasting. Supporting
dilakukan pada batuan dengan klasifikasi tertentu, dengan berpedoman
pada Geotechnic Recommendation.
2.2 Pengeboran
Kegiatan pengeboran adalah suatu aktivitas vital dalam proses
penambangan baik dalam pembuatan tunnel yang berfungsi sebagai akses
menuju ore maupun pembuatan tunnel yang berfungsi sebagai sarana
pendukung kegiatan produksi, pengeboran produksi berupa penyiapan lubang
ledak untuk mengambil ore yang bernilai ekonomis dan pemasangan
supporting (penyangga) disetiap tunnel meurut rekomendasi geoteknik.
2.2.1 Faktor yang mempengaruhi pemilihan alat bor
Pemilihan suatu alat produksi harusnya melalui suatu prosedur
yang telah dicanangkan dengan baik. Hal ini merupakan persoalan
rancangan rekayasa yang sebenarnya yang memerlukan suatu
pertimbangan harga. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan bor
adalah:
a. Ukuran lubang ledak
b. Kedalaman lubang ledak
c. Jenis batuan
d. Kondisi lapangan dan jalan masuk
e. Fragmentasi dan output yang dibutuhkan
f. Ekonomis
g. Pertauran yang berlaku dan harus dipatuhi
2.2.2 Sistem Pengeboran Secara Mekanik (Mechanical Drilling)
Mechanical Drilling merupakan operasi pengeboran yang
peralatan pengeborannya digerakkan secara mekanis sehingga
operator pengeboran dapat mengendalikan semua parameter
pengeboran lebih mudah. Peralatan pengeboran ini disangga diatas
rigs dan menggunakan roda atau ban rantai. Komponen utama pada
mechanical drilling adalah,
a. Mesin (sumber energi mekanik)
b. Batang Bor (mentransmisi energi mekanik)
c. Mata Bor (menggunakan energi mekanik untuk menembus
batuan)
d. Flushing (membersihkan lubang bor dari cuttings)

Mechanical drilling terbagi menjadi tiga macam berdasarkan cara


penetrasi terhadap batuan, yaitu: rotary drilling, percussive
drilling, dan rotary-percussive drilling.

a) Metode Pengeboran Rotary Drilling


Rotary Drilling adalah metode pengeboran yang menggunakan
aksi putaran untuk melakukan penetrasi terhadap batuan. Pada
metode ini ada dua jenis mata bor, yaitu tricone bit dengan hasil
penetrasinya berupa gerusan dan drag bit dengan hasil
penetrasinya berupa potongan (cutting).

Gambar 2.1 Sistem Pengeboran Rotary (Koesnaryo S. 2001).


b) Metode Pengeboran Percussive Drilling
Percussive Drill adalah metode pengeboran yang menggunakan
aksi tumbukan untuk melakukan penetrasi terhadap batuan.
Komponen utama Percussive drilling adalah piston. Energi
tumbukan piston diteruskan ke batang bor dan mata bor dalam
bentuk gelombang kejut yang bergerak sepanjang batang bor untuk
meremukkan permukaan batuan.

Gambar 2.2 Sistem Pengeboran Percussive (Koesnaryo S. 2001)

c) Metode Pengeboran Rotary – Percussive Drilling


Rotary-Percussive Drilling adalah metode pengeboran yang
menggunakan aksi tumbukan yang dikombinasikan dengan aksi
putaran, sehingga terjadi proses peremukan dan penggerusan
batuan. Metode ini terbagi menjadi dua :
• Top Hammer
Pada metode ini, aksi putaran dan tumbukan dihasilkan diluar
lubang bor yang kemudian ditransmisikan melalui batang bor
yang menuju mata bor.
• Down The Hole Hammer
Pada metode ini, aksi tumbukan dihasilkan didalam lubang bor
yang dialirkan langsung ke mata bor, sedangkan aksi
putarannya dihasilkan diluar mata bor yang kemudian
ditransmisikan melalui batang bor menuju mata bor.
Gambar 2.3 Sistem Pengeboran Rotary-percussive (Koesnaryo S.
2001)

2.2.3 Perlengkapan Metode Pengeboran Rotary-Percussive


Batang bor yang digunakan pada pengeboran rotary-percussive ada
dua macam, yaitu integral drill steel dan extention drill Steel.
• Integral Drill Steel
Integral drill steel tidak memerlukan couplings karena mata bor
dan batang bornya menjadi satu. Batang bor ini biasanya
digunakan untuk jenjang yang relatif rendah atau kedalaman
pengeboran relatif dangkal dan diameter lubang bor antara 22-41
mm.
Gambar 2.4 Komponen Batang Bor Jenis Integral (Jimeno,.CL. 1995)

• Extension Drill Steel


Berbeda dengan Integral drill, extension drill memerlukan
coupling untuk menghubungkan shank rod dengan extension
rods. Selain itu, batang bor jenis extension dapat dipakai untuk
mendapatkan kedalaman pengeboran yang diinginkan.

Gambar 2.5 Komponen batang Extension (Jimeno,.CL. 1995)


Perlengkapan pengeboran pada alat bor rotary-percussive drilling
dengan menggunakan extension drill steel adalah :
1. Threads
Drill Steel threads berfungsi menghubungkan, shank, coupling
sleeve, rods dan bits selama operasi pengeboran. Threads terdiri
dari 4 macam, yaitu:
a. R – Thread
R – thread digunakan pada lubang berdiameter kecil (22-38
mm), R-thread memiliki sebuah pitch berukuran 12,77 mm
dan mempunyai profil sudut yang besar.
Gambar 2.6 Jenis R, T, C, GD-Thread (Jimeno,.CL. 1995)
b. T – Thread
Dapat digunakan pada semua kondisi pengeboran dengan
batang bor berukuran 38 – 51 mm. T-thread memiliki ukuran
pitch yang lebih besar dan sudut yang lebih kecil sehingga
pelepasan koplingnya lebih mudah daripada R – thread.
Umur pakai thread tipe ini lebih panjang.
c. C – Threads
C – thread didesain untuk batang berukuran 51 mm atau
lebih. Pitch pada thread ini berukuran besar dan slope angle
mirip dengan T- thread.
d. GD or HL – Thread
Thread ini mempunyai karakteristik diantara R- thread dan T
– thread. Thread ini mempunyai asymmetrical ‘sawtooth’
profil dan digunakan pada batang bor berukuran 25 – 57 mm.
2. Shank Adaptor
Shank adaptor merupakan komponen mesin bor yang pertama
yang menstransmisikan energi pukulan dari piston ke batang bor.
Shank adaptor ini terletak didalam mesin bor dan dihubungkan
dengan couplings ke batang bor pertama.

Gambar 2.7 Jenis Shank Adaptor (Jimeno,.CL. 1995)

3. Batang Bor
Batang bor berguna untuk meneruskan energi putaran dan energi
pukulan dari shank adaptor ke mata bor. Pada pengeboran dengan
top hammer batang bor merupakan komponen setelah drill chuck
dan dapat berbentuk hexagonal maupun round cross – section.
Gambar 2.8 Tipe Batang Bor (Jimeno,.CL. 1995)
4. Couplings
Coupling berguna untuk menyambungkan batang bor yang
satu dengan batang bor lainnya. Tujuan penggunaan coupling
untuk memperoleh kedalaman yang diinginkan. (Gambar 2.9)
5. Mata bor
Mata bor berguna untuk meneruskan energi putaran dan
tumbukan dari batang bor ke batuan. Alat bor rotary-
percussive drill terdiri dari 2 jenis mata bor, yaitu:
• Button Bit
Button bit berbentuk silinder. Pada bagian permukaan
button bit terbesar tungstan carbide dalam berbagai bentuk
dengan diameter antara 50 mm – 251 mm. Button bit ini
lebih cocok digunakan pada rotary-percusive drilling,
mempunyai kecepatan yang lebih tinggi daripada insert bit,
lebih resisten terhadap pengerutan dan cold-pressing, dan
mampu meneruskan energy dari batang bor secara lebih
efektif. (Gambar 2.10)

Gambar 2.9 Jenis Coupling (Jimeno,.CL. 1995)

• Insert Bit
Insert bit ini terdiri dari dua bentuk yaitu cross bit dan X-
bit. Cross bit terdiri dari empat buah tungsten carbide yang
saling membentuk sudut 90̊ sedangkan X-bit terdiri dari
empat buah tungsten carbide yang saling membentuk sudut
75̊ dan 105̊. Insert bit memiliki ukuran diameter mulai dari
35 mm sampai 57 mm untuk cross bit dan 64 mm untuk X-
bit.(Gambar 2.10)
2.2.4 Kegiatan Dasar pada Pengeboran Rotary-Percussive
a) Percussion
Energi pukulan dihasilkan dari shock wave yang menggerakkan
piston secara berulang-ulang kemudian ditransmisikan dari
hammer ke mata bor melalui batang bor.

Button Bit

Cross Bit X-Bit


Gambar 2.10 Jenis-jenis Mata Bor (Jimeno,.CL. 1995)
b) Rotation
Gerakan putaran yang menghasilkan perputaran mata bor diantara
energi pukulan berulang-ulang. Gerakan ini mengakibatkan
terjadinya tumbukan mata bor batuan dengan posisi yang berbeda-
beda.
c) Feed, or Thrust Load
Trhust Load adalah energi yang dihasilkan oleh pull down motor
untuk menggerakkan hammer dan kemudian diteruskan ke mata
bor sehingga terjadi kontak permanen dengan batuan. Feed adalah
komponen dari rotary-percussive rock drill yang menggerakkan
pneumatic maupun hydraulic hammers maju mundur. Feed juga
menyediakan thrust load yang diperlukan pada operasi pengeboran.
d) Flushing
Flushing adalah semburan udara, air, atau busa ke dalam lubang
bor untuk mengeluarkan cutting dari dalam lubang bor serta
bertujuan untuk membersihkan lubang bor.
2.2.5 Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Pengeboran
Kinerja suatu mesin bor dipengaruhi oleh faktor-faktor sifat
batuan yang di bor, rock drillability, geometri pengeboran, umur dan
kondisi mesin bor, dan keterampilan operator.
1. Sifat Batuan
Sifat batuan yang berpengaruh pada penetrasi dan sebagai
konsekuensi pada pemiliha metode pengeboran, yaitu :
• Kekerasan Batuan
Kekerasan adalah tahanan dari suatu bidang permukaan halus
terhadap abrasi. Kekerasan dipakai untuk mengukur sifat-sifat
teknis dari material batuan dan dapat juga dipakai untuk
menyatakan berapa besarnya tegangan yang diperlukan untuk
menyebabkan kerusakan pada batuan. Kekerasan batuan
merupakan fungsi dari kekerasan, komposisi butiran mineral,
porositas, dan derajat kejenuhan serta merupakan hal yang
utama yang harus diketahui untuk menentukan tingkat
kemudahan pengeboran. Kekerasan batuan diklasifikasikan
dengan skala Fredrich Van Mosh (1882) pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Kekerasan Batuan dan Kekuatan Batuan
Kuat Tekan Batuan
Klasifikasi Skala Mohs
(MPa)
Sangat Keras +7 + 200
Keras 6–7 120 - 200
Kekerasan Sedang 4.5 – 6 60 - 120
Cukup Lunak 3 – 4.5 30 - 60
Lunak 2-3 10 - 30
Sangat Lunak 1-2 - 10

• Kekuatan Batuan (strength)


Kekuatan mekanik suatu batuan adalah suatu sifat dari
kekerasan terhadap gaya luar, baik itu kekuatan statik maupun
dinamik. Pada prinsipnya, kekuatan batuan tergantung pada
komposisi mineralnya.
• Abrasivitas
Abrasivitas adalah sifat batuan untuk menggores permukaan
mineral lain, ini merupakan suatu parameter yang
mempengaruhi keausan (umur) mata bor dan batang bor.
Faktor yang mempengaruhi abrasivitas batuan adalah:
- Kekerasan batuan
- Bentuk butir
- Ukuran butir
- Porositas batuan
- Ketidaksamaan penyusun batuan

• Elastisitas
Sifat elastisitas batuan dinyatakan dengan Modulus Young (E),
dan nisbah Poisson (υ). Modulus elastisitas merupakan faktor
kesebandingan antara tegangan normal dengan regangan
relatifnya, sedangkan nisbah Poisson merupakan
kesebandingan antara regangan lateral dengan regangan
aksial. Modulus elastisitas sangat tergantung pada komposisi
mineralnya, porositas, jenis perpindahan, dan besarnya beban
yang diterapkan.

• Plastisitas
Plastisitas batuan merupakan perilaku batuan yang
menyebabkan deformasi tetap setelah tegangan dikembalikan
ke kondisi awal, dimana batuan tersebut belum hancur. Sifat
plastis tergantung pada komposisi mineral penyusun batuan.

Tabel 2.2 Sifat Fisik Dan Mekanik dari Batuan Sedimen


Modulus Elastisitas Nisbah
Batuan Sedimen Porositas
104 x (MPa) Poisson

Dolomit 1,96 – 8,24 0,08 – 0,2 0,27 – 4,10

Limestone 0,98 – 7,85 0,1 – 0,2 0,27 – 4,10

Sandstone 0,49 – 8,43 0,066 – 0,125 1,62 – 26,40

Shale 0,8 – 3,0 0,11 – 0,54 20,0 – 50,0

Sumber : Laporan Geoteknik PT. UBPE Antam (2010), Pongkor, Bogor,


Jawa Barat.
• Tekstur Batuan
Tekstur suatu batuan menunjukkan hubungan antaa mineral-
mineral penyusun batuan, sehingga dapat diklasifikasikan
berdasarkan dari sifat-sifat porositas ikatan antar butir, bobot
isi, dan ukuran butir. Tekstur juga mampengaruhi kecepatan
pengeboran.
• Struktur Geologi
Penyesuaian kelurusan lubang ledak, aktivitas pengeboran,
dan kemantapan lubang ledak dipengaruhi oleh struktur
geologi seperti patahan, rekahan, kekar, bidang perlapisan.
• Karakteristik Pecahan
Karakteristik pecahan dapat digambarkan seperti perilaku
batuan ketika dipukul. Tiap-tiap tipe batuan mempunyai
karakteristik pecah yang berbeda dan ini berhubungan dengan
tekstur, dan komposisi mineral.
2. Drilabilitas Batuan (Rock Drillability)
Drilabilitas batuan adalah kecepatan penetrasi rata-rata mata bor
terhadap batuan. Nilai drilabilitas ini diperoleh dari hasil pengujian
terhadap toughness berbagai tipe batuan oleh Sievers dan Furby.
Hasil pengujian mereka memperlihatkan kesamaan nilai penetration
speed dan net penetration rate untuk tipe batuan yang sejenis.
Tabel 2.3 Nilai Faktor Drilabilitas dan Abrasivitas Berbagai Batuan
Batuan Lokasi Drillability Abrasion index
Barre Granite Barre, VT 1,00 1,00
Granite Dvorshak, ID 1,11 1,14
Granite California 1,10 0,54
Granite Newark, NJ 1,05 1,27
Granite Mt.Blanc, France 0,92 0,86
Granite Grand Coulee, WA 0,50 2,40
Granite Bulgaria 0,45 2,29
Granite Gneiss Denver, CO 1,52 1,00
Granite Gneiss Vancouver, BC, Canada 0,89 1,03
Granite Gneiss Hamburg, NJ 0,67 1,46
Quartzite Capetown, South Africa 1,22 2,70
Quartzite Corter Dam, GA 1,00 1,40
Quartzite New Zealand 0,78 1,70
Quartzite Canada 0,72 3,17
Quartzite Minnesota 0,56 8,60
Quartzite Canada 0,33 1,45
Magnetite Kiruna, Sweden 1,00 1,23
Magnetite Kirkland, ON, Canada 0,59 1,41
Taconite Kirkland, ON, Canada 0,84 4,13
Hematite (red) Sarajevo, Yugoslavia 1,50 0,40
Hematite (dark) Sarajevo, Yugoslavia 2,20 0,70
Siderite Sarajevo, Yugoslavia 0,90 0,80
Siderite Suffern, NY 0,89 0,55
Sandstone Nova, Scotia, Canada 2,70 0,14
Sandstone Ohio 3,10 0,11
Sandstone New Zealand 2,30 1,20
Shale Michel, BC, Canada 0,75 2,80
Shale Scranton, PA 2,00 0,00
Limestone Davenport, IA 1,79 0,28
Limestone Portsmounth, NH 1,77 0,65
Limestone Saratoga, NY 1,22 0,01
Sumber : Laporan Geoteknik PT. UBPE Antam (2010), Pongkor,
Bogor, Jawa Barat.
3. Geometri Pengeboran
a. Diameter Lubang ledak
Faktor-faktor yang mempengaruhi penentuan diameter lubang
ledak adalah :
• Volume batuan yang dibongkar
• Tinggi jenjang dan konfigurasi isian
• Tingkat Fragmentasi yang diinginkan
• Mesin bor yang tersedia
• Kapasitas alat muat yang akan menangani material hasil
peledakan.
b. Arah Lubang ledak
Pada kegiatan pengeboran ada dua macam arah lubang ledak
yaitu arah tegak dan arah miring. Pada tinggi jenjang yang sama,
kedalaman lubang ledak miring > dari pengeboran tegak selain
itu pengeboran miring penempatan posisi awal lebih sulit karena
harus menyesuaikan dengan kemiringan lubang ledak yang
direncanakan.
c. Kedalaman Lubang ledak
Penentuan kedalaman lubang ledak disesuaikan dengan tinggi
jenjang, dimana kedalaman lubang ledak>tinggi jenjang.
Kelebihan kedalaman lubang bor (subdrilling) dimaksudkan
untuk memperoleh jenjang yang rata.
4. Umur dan Kondisi Mesin Bor
Alat yang sudah lama digunakan biasanya dalam kegiatan
pengeboran, kemampuan mesin bor akan menurun sehingga sangat
berpengaruh pada kecepatan pengeboran. Umur mata bor dan batang
bor ditentukan oleh meter kedalaman yang dicapai dalam melakukan
pengeboran.
Untuk menilai kondisi suatu alat dapat dilakukan dengan mengetahui
empat tingkat ketersediaan alat, yaitu:
a. Ketersediaan Mekanik (Mechanical Availability, MA)
Ketersediaan mekanik adalah suatu cara untuk mengetahui
kondisi mekanik yang sesungguhnya dari alat yang digunakan.
Ketersediaan mekanik (MA) menunjukkan ketersediaan alat
dengan kondisi baik dan normal, tanpa adanya permasalan.
Persamaan dari ketersediaan mekanik adalah
𝑊
MA = (𝑊+𝑅) 100% …………………………………..…. (2.1)

Keterangan:
W = Jumlah jam kerja alat, yaitu waktu yang dipergunakan oleh
operator untuk melakukan kegiatan pengeboran.
R = Jumlah jam perbaikan, yaitu waktu yang dipergunakan
untuk perbaikan dan waktu yang hilang akibat menunggu saat
perbaikan termasuk juga waktu penyediaan suku cadang serta
waktu perawatan.
b. Ketersediaan Fisik (Physical Availability, PA)
Ketersediaan fisik menunjukkan kesiapan alat untuk beroperasi
didalam seluruh waktu kerja yang tersedia. Persamaan dari
ketersediaan fisik adalah :
𝑊+𝑆
PA = (𝑊+𝑅+𝑆) x 100% ……………………………… (2.2)

Keterangan:
S = Jumlah jam siap yaitu jumlah jam alat yang tidak
dipergunakan padahal alat tersebut siap beroperasi
(W+R+S) = Jumlah jam tersedia, yaitu jumlah seluruh jam atau
jumlah jam kerja yang tersedia dimana alat dijadwalkan untuk
beroperasi.
c. Penggunaan Efektif
Penggunaan efektif menunjukkan berapa persen waktu yang
dipergunakan oleh alat untuk beroperasi pada saat alat tersebut
dapat digunakan. Penggunaan efektif sebenarnya sama dengan
pengertian efisiensi kerja.
Persamaan dari kesediaan penggunaan efektif adalah:
𝑊
EU = (𝑊+𝑅+𝑆)x 100………………………………….(2.3)

d. Pemakaian Ketersediaan (Use of Availability, UA)


Ketersediaan Penggunaan menunjukkan berapa persen waktu
yang dipergunakan oleh alat untuk beroperasi pada saat alat
tersebut dapat digunakan. Penggunaan efektif EU sebenarnya
sama dengan pengertian efisiensi kerja. Persamaan dari
ketersediaan penggunaan adalah:
𝑊
UA = (𝑊+𝑆)x 100% …………………………………(2.4)

Penilaian Ketersediaan alat bor dilakukan untuk mengetahui


kondisi dan kemampuan alat bor untuk menyediakan lubang
ledak. Kesediaan alat dikatakan sangat baik jika persen ≥90%,
dikatakan sedang jika berkisar antara 70%-80%, dikatakan buruk
(kecil) jika persen kesediaan alat ≤70%.
5. Keterampilan Operator
Keterampilan operator tergantung pada individu masing-masing
yang dapat diperoleh dari latihan dan pengalaman kerja.

2.2.6 Estimasi Produksi Mesin Bor


Untuk mengetahui kemampuan produksi dari suatu alat bor, maka
dapat diketahui melalui beberapa parameter berikut :
1. Waktu Edar (Cycle Time)
Waktu edar yang dibutuhkan untuk membuat satu lubang.
Ct = Bt + St + At + Pt + Dt…………………………………(2.5)
Keterangan :
Ct = Waktu edar (menit)
Bt = Waktu pengeboran (menit)
St = Waktu menyambung batang bor (menit)
At = Waktu melepas batang bor (menit)
Dt = Waktu untuk mengatasi hambatan (menit)
Pt = Waktu pindah ke lubang yang lain, dan mempersiapkan alat
bor hingga siap untuk melakukan pengeboran (menit)
2. Kecepatan Pengeboran Rata-rata ( Drilling Speeds)
Kecepatan pengeboran terdiri dari beberapa definisi :
a. Drilling Rate
Drilling Rate merupakan perbandingan kedalaman lubang bor
yang dicapai terhadap waktu yang diperlukan untuk membuat
1 atau lebih lubang bor, tanpa memperhitungkan waktu untuk
mengatasi hambatan (delay time).
𝐻
Dr1 = ……………………………………………(2.6)
𝐶𝑡−𝐷𝑡

Keterangan :
Dr1 : Kecepatan pengeboran bersih (meter/menit)
H : Kedalaman lubang tembak (meter)
Ct – Dt : Waktu edar pengeboran tanpa hambatan (menit)
b. Gross Driling Rate
Gross Drilling Rate merupakan perbandingan kedalaman
lubang bor yang dicapai terhadap waktu yang tersedia.
𝐻
GDR = ………………………………………………(2.7)
𝐶𝑡

Keterangan:
GDR = Kecepatan pengeboran (m/menit)
H = Kedalaman Lubang Tembak (meter)
Ct = waktu edar pengeboran (menit)
3. Efisiensi Kerja Pengeboran
Efisiensi kerja pengeboran adalah perbandingan antara waktu
kerja produktif dengan waktu kerja yang terjadwal dan
dinyatakan dalam persen. Waktu produktif adalah waktu yang
digunakan untuk kerja pengeboran. Jadi efisiensi kerja dapat
dinyatakan:
𝑊𝑃
EK = 𝑊𝑇 100%....................................................................... (2.8)

Keterangan: EK = Efisiensi kerja pengeboran (%)


WP = waktu kerja produktif (jam)
WT = waktu kerja yang tersedia (jam)
4. Volume Setara
Volume setara (Equivalent volume, Veq) menyatakan volume
batuan yang diharapkan terbongkar untuk setiap meter kedalaman
lubang ledak yang dinyatakan dalam m3/m. Volume setara dapat
dihitung denga persamaan:
𝑉
Veq = (𝑛𝑋𝐻)…………………………………………………(2.9)

Keterangan :
Veq = volume setara (m3/m)
V = volume batuan yang diledakkan (m3)
n = jumlah lubang tembak
H = kedalaman lubang tembak (m)
5. Produksi Pengeboran
Produksi pengeboran tergantung kecepatan pengeboran mesin
bor, volume setara dan penggunaan efektif mesin bor. Produksi
tersebut dinyatakan dalam m3/jam.
Maka persamaan produksi pengeboran adalah:
P = Veq x GDR x EK x 60…………………………………(2.10)
Keterangan :
P = produksi alat bor (m3/jam/alat)
60 = konversi dari menit ke jam
2.3 Pemuatan dan Pengangkutan
Material bongkahan yang berupa ore dan waste dimuat ke dalam lori
dengan menggunakan wheel loader. Sebelum dimuat kedalam lori, terlebih
dahulu kegiatan diawali dengan mucking, hauling, dan dumping material hasil
peledakan dari front penambangan menuju loading point yang masih berada
dalam area tambang bawah tanah.
Kemudian dari stockpile dalam tambang dimuat kedalam lori dan
diangkut menuju stockpile yang berada di luar. Kegiatan pengangkutan
bertujuan untuk mengangkut hasil material peledakan dari lokasi
penambangan ke loading point. Pengangkutan ore atau waste keluar tambang
dilakukan dengan menggunakan lori jenis granby car dengan side dump
system yang berkapasitas 3𝑚3.
2.4 Penyanggan (Supporting)
Setelah lubang bukaan bawah tanah digali pada batuan yang lemah
diperlukan adanya sistem penyanggaan yang dapat membantu massa batuan
menyangga dirinya sendiri, dimana penentuan jenis penyangga yang
digunakan tergantung dari klasifikasi massa batuan dan rekomendasi
geoteknik pada tunnel tersebut.
Penyanggaan berfungsi untuk mengontrol masa batuan disekitar lubang
bukaan, yaitu :
• Menahan perpindahan tegangan pada dinding lubang bukaan
• Menyangga batuan yang potensial untuk runtuh atau memperkecil
deformasi massa batuan

Menurut sifatnya, penyanggaan terbagi 2, yaitu Penyanggaan Aktif dan


Penyanggaan Pasif :
1. Penyanggaan Aktif (Active Support)
Bersifat memperkuat masa batuan secara langsung (Reinforcement).
Artinya jika penyangga sudah dipasang, maka penyangga tersebut secara
langsung menahan beban batuan. Yang termasuk ke penyanggaan aktif
adalah Rock Bolt, Weld Mesh, Wire Mesh, dan Rock Straps (lihat
lampiran E).
a. Rock Bolt (Baut Batuan)
Bermacam-macam baut batuan (RockBolt) telah digunakan saat ini
diseluruh dunia. Banyak diantaranya hanya memperlihatkan
perbedaan yang kecil didalam rancangannya, namun konsep
dasarnya sama. Pemasangan RockBolt menggunakan Jumbo Drill
atau Jack Leg.
• Fungsi Penahan :
Pemasangan baut batuan harus pada massa batuan yang relatif
keras & stabil yang berada diatas lapisan yang berpotensial
runtuh
• Fungsi Penguat (Reinforcement) :
Baut batuan tidak dapat mencegah terjadinya pecah batuan
tetapi dapat memperbaiki kekuatan dan integritas.
Keuntungan penggunaan penyangga Rockbolt :
• Lebih fleksibel, dapat digunakan dalam bentuk geometri yang
bervariasi.
• Memberikan reaksi penyanggaan yang cepat setelah
pemasangan.
• Pemasangannya dapat sepenuhnya dengan mekanisasi,
sehingga relatif lebih cepat, sehingga produktifitas kerja lebih
meningkat.
• Tahan terhadap korosi & relatif murah
• Kerapatannya (jumlah baut batuan per satuan luas)
• Dengan mudah disesuaikan dengan kondisi batuan local
• Dapat dikombinasikan dengan penyangga seperti “Wire Mesh”,
Weld Mesh, Rock Straps, dan Penyangga Pasif
Kerugian penggunaan penyangga Rockbolt :
• Penyimpanan atau penanganan harus hati-hati, karena dapat
mempengaruhi kehandalan pemasangan baut batuan.
• Resin mempunyai batas waktu pakai : 12 bulan pada temperatur
15 °C dan 6 bulan pada temperatur 25 °C .
• Pemasangan baut batuan memerlukan pemantauan dan
pengujian yang khusus serta prosedur yang baik dan benar.
Keuntungan pemakaian Rockbolt dibandingkan dengan H-Beam :
• Stabilitas : Kestabilan atap lebih baik pada perkuatan batu
batuan (RockBolt).
• Roof Displacement : Jumlah pergeseran atap lebih rendah.
• Roof Softening : Tinggi pergeseran di atap berkurang.
b. Mesh (Wire Mesh dan Weld Mesh)
Dua jenis Mesh umumnya digunakan dengan kombinasi baut batuan
(Rockbolt) yaitu Wire Mesh dan Weld Mesh.
• Wire Mesh kuat dan fleksibel, umumnya digunakan pada
permukaan, untuk mencegah karyawan cedera dan kerusakan
peralatan dari lepasnya serpihan batuan. Wire Mesh kurang
cocok untuk penguatan Beton Tembak (Shotcrete).
• Weld mesh digunakan untuk memperkuat beton tembak
(Shotcrete) dan lebih kaku dari Wire Mesh.
• Pemasangan Wire Mesh menggunakan Jack Leg, dan Weld
Mesh menggunakan Jumbo Drill.
c. Rock Strap (Tali Pengikat Batuan)
Biasanya terbuat dari besi baja berukuran tebal 6 mm (1/4 inch)
dengan lebar sekitar 100 mm ( 4 inch ) dan berbagai ukuran panjang
Rock Straps. Digunakan dimana kondisi batuan jelek dan sering
terjadi batuan lepas pada sekitar ujung baut batuan.
2. Penyangga Pasif (Passive Support)
Bersifat memperkuat masa batuan yang akan runtuh / tidak secara
langsung (Rigid). Artinya penyangga hanya akan bekerja, jika ada batuan
runtuh . Yang termasuk ke penyanggaan pasif diantara nya :
a. H-Beam
Penyangga ini biasanya dipasang untuk lubang yang bentuknya
empat persegi panjang dan umumnya digunakan didaerah lubang-
lubang produksi (lihat lampiran E)

Keuntungan penggunaan penyangga H – Beam :


- Homogen dan mempunyai sifat elastisitas yang tinggi
- Tidak dipengaruhi oleh kelembaban
- Lebih tahan lama dibandingkan dengan kayu

Kerugian penggunaan penyangga H-BEAM :


- Mahal Harganya
b. Cribbing
Mempunyai bentuk penampang yang lebar. Umumnya digunakan
didaerah yang memerlukan pemerkuatan tinggi, seperti di lubang
produksi dan perempatan (Junction) (lihat lampiran E).
Keuntungan penggunaan penyangga Cribbbing :
- Ringan, mudah dibawa, dibentuk dan dipasang
- Akan retak sepanjang seratnya sehingga mudah dideteksi
- Sisa potongan dapat digunakan sebagai pasak, dsb.

Kerugian penggunaan penyangga Cribbing :


- Kekuatan mekaniknya tergantung struktur serat dan cacat alami
- Kelembaban dapat mempengaruhi kekuatannya
- Mudah lapuk & Mudah terbakar
c. Shotcrete (Penyangga Beton / Beton Tembok)
Shotcrete adalah suatu proses dimana beton diproyeksikan atau
disemprot dibawah tekanan tinggi dengan menggunakan suatu alat
bantu atau alat semprot ke suatu permukaan untuk membentuk
struktural seperti dinding, lantai dan atap (lihat lampiran E).
Campuran antara semen, pasir dan air yang kadang-kadang ditambah
CaCl2 (Calsium Chlorida) yang berfungsi mempercepat waktu
pengerasan (curing time). Biasa digunakan sebagai bahan
penyangga di tempat yang dipertahankan dalam waktu lama, seperti
mulut terowongan, lubang bukaan vertikal dan ruang mesin.
Jika lokasi penyanggaan Beton (Shotcrete) sangat jauh dari
permukaan, maka material Shotcrete dibawa dalam tangki
Kendaraan Tambang yaitu Normet. Ada dua tipe dasar shotcrete,
yaitu :
• Shotcrete campuran kering (dry – mix shotcrete), dimana
campuran semennya kering dan air ditambahkan pada saat
penyemprotan (di nozzle).
• Shotcrete campuran basah (wet – mix shotcrete), pada dasarnya
memiliki komponen yang sama dengan campuran kering, tetapi
airnya telah dicampurkan di dalam mixer

Syarat dalam Pekerjaan Shotcrete


Ada beberapa persyaratan mutlak dalam pekerjaan shotcrete yang
harus konsisten dilaksanakan untuk mendapatkan hasil yang baik,
yaitu:
i. Maksimal agregat 10 mm (aggregat bulat atau screening) agar
tidak terjadi blocking dalam mesin
ii. Semen minimum 400 kg dalam 1m3 beton
iii. Pasir beton kualitas baik, kadar lempung kurang dari 5%,
gradasi dan kekerasan butiran cukup baik
iv. Tekanan angin minimal 7 bar
v. Jarak Nozzle dengan bidang yang disemprot 0.9 – 1.5 m dan
usahakan selalu tegak lurus
vi. Pemakaian additive yang tepat, tidak berbahaya untuk
lingkungan & kesehatan serta tidak ada efek strength. Misalnya
pemakaian accelerator dengan aluminate based akan
menyebabkan penurunan final strength sekitar 40% dan
berbahaya untuk kulit, mata dan pernapasan.
vii. Mix desain yang baik atau komposisi semen, aggregat halus dan
kasar sesuai
viii. Permukaan bidang harus kasar untuk mendapatkan bonding
strength yang baik
ix. Untuk slope protection, tergantung dari jenis tanah yang akan
disemprot. Misalnya pasir tidak dapat disemprot
x. Nozzleman yang berpengalaman dan didukung oleh tim yang
kompak
Keuntungan penggunaan penyangga Shortcrete :
• Mempunyai kuat tekan yang tinggi
• Tahan terhadap pengaruh cuaca
• Bahan-bahan mudah didapat
• Bisa digunakan pada kondisi batuan apapun
Kerugian penggunaan penyangga Shortcrete :
• Membutuhkan biaya yang mahal
• Mempunyai kuat tarik rendah
• Dapat hancur tiba-tiba, tanpa ada tanda-tanda
• Hancuran beton tidak dapat digunakan lagi
2.5 Charging dan Blasting
Charging dan Blasting adalah suatu proses pengisian bahan peledak
pada lubang tembak yang kemudian akan diledakan mempunyai tujuan untuk
memberai atau memecahan batuan dengan menggunakan energi yang
dihasilkan dari bahan peledak.
2.5.1 Tujuan Peledakan Tambang Bawah Tanah
Adapun Tujuannya adalah
1. Meledakan batuan untuk mendapatkan ruang yang berfungsi
sebagai jalan masuk, gudang, terowongan pipa, dan lain-lain.
2. Untuk membongkar / mengambil material (dalam kegiatan
penambangan).
2.5.2 Dasar Peledakan Tambang Bawah Tanah
Perbedaan yang paling mendasar antara peledakan terowongan
dengan peledakan jenjang adalah dalam peledakan terowongan,
dilakukan peledakan kearah 1 bidang bebas. Sedangakan pada
peledakan jenjang dilakukan kearah 2 atau lebih bidang bebas. Selain
itu ruangan untuk melakukan peledakan di tambang bawah tanah
sangat terbatas, sehingga batuan lebih sukar di ledakan dan perlu
dibuat bidang bebas kedua yang merupakan arah peledakaan
selanjutnya. Bidang bebas kedua diperoleh dengan membuat cut pada
permukaan terowongan. Cut ini berfungsi sebagai bidang bebas pada
peledakan berikutnya, yang kemudian akan diperbesar dengan dua
atau lebih susunan lubang tembak peledakan.
Tahapan pembuatan desain peledakan pada tambang bawah tanah
terdiri dari :
1. Pembuatan Cut
2. Stoping
3. Contour Hole
a. Lubang Atap
b. Lubang Dinding
c. Lubang Lantai
Dibuat dengan agak diserongkan keluar dari kontur untuk
menghasilkan bentuk yang direncanakan ( out look, L ) Peladakan
yang terakhir adalah peledakan lubang “Tummer” (roof holes, wall
holes, and floor holes) yang akan menentukan bentuk dari
terowongan.

Gambar 2.11 Look Out pada roof, wall dan floor


2.5.3 Pola Pembora Pada Tambang Bawah Tanah
Mengingat ruang sempit pada tambang bawah tanah yang membatasi
kemajuan pengeboran dan hanya terdapat satu bidang bebas, maka
harus dibuat satu pola pengeboran yang sesuai dengan kondisi
tersebut. Pada operasi peledakan minimal terdapat dua bidang bebas
agar proses pelepasan energi berlangsung sempurna, sehingga batuan
akan terlepas atau terberai dari induknya lebih ringan.

Gambar 2.12 Macam-macam Cut Hole


Sumber : Laporan Geoteknik PT. UBPE Antam (2010).

Cut yang biasa digunakan untuk membuat terowongan adalah large hole
cut untuk pengeboran horizontal tegak lurus pada permukaan batuan
semua lubang dalam cut dibor pararel sama terhadap yang lain dan
peledakan dilaksanakan kea rah lubang kosong yang bertindak sebagai
bukaan.
Secara umum terdapat empat tipe cut yang kemudian dikembangkan lagi
sesuai kondisi batuan, yaitu:
a. Center cut disebut juga pyramid atau diamond cut. Empat atau enam
lubang dengan diameter yang sama dibor kea rah satu titik, sehingga
berbentuk pyramid. Puncak pyramid di bagian dalam dilebihkan
sekitar 15 cm (6 inchi) dari kedalaman seluruh lubang bor yang ada.
Dengan meledakkan center cut ini secara serentak akan terbentuk
bidang bebas baru bagi lubang-lubang ledak disekitarnya. Center cut
sangat efektif untuk batuan kuat, tetapi konsumsi bahan peledak
banyak dan mempunyai efek getaran tinggi yang disertai oleh
lemparan batu-batu kecil.
b. V –Cut disebut juga Wedge-cut, angled cut atau cut berbentuk baji:
setiap pasang empat atau enam lubang dengan diameter yang sama
dibor kearah satu titik, tetapi lubang bor antar pasangan sejajar,
sehingga berbentuk baji.Pola pengeboran tipe ini lebih mudah
dibandingkan dengan pola pengeboran tipe pyramid cut, tetapi
kurang efektif untuk meledakkan batuan keras.
c. Drag cut atau pola kipas: bentuknya mirip dengan V-cut, yaitu
berbentuk baji. Perbedaannya terletak pada posisi bajinya tidak
ditengah-tengah bukaan. Cara membuatnya adalah lubang dibor
miring untuk membentuk rongga dilantai atau dinding. Pengeboran
untuk membuat rongga dari bagian dinding disebut juga denga fun
cut atau cut kipas. Beberapa pertimbangan pada pola drag cut:
• Sangat cocok untuk batuan berlapis, misalnya shale, slate atau
batuan sedimen lainnya.
• Tidak efektif diterapkan pada batuan keras
• Dapat berperan sebagai controlled blasting, yaitu apabila
terdapat instalasi yang penting diruang bawah tanah atau pada
bukaan dengan penyangga kayu.
• Burn cut disebut juga dengan cylinder cut. Pola ini sangat
cocok untuk batuan yang keras dan regas seperti batu pasir
(sandstone) atau batuan beku. Pola ini tidak cocok untuk
batuan berlapis, namun demikian, dapat disesuaikan dengan
berbagai variasi. Ciri-ciri pola Burn cut antara lain:
- Lubang bor dibuat sejajar, sehingga dapat member lebih
dalam disbanding jenis cut lainnya.
- Lubang tertentu dikosongkan untuk membuat bidang
bebas mini, sehingga pelepasan gelombang kompresi
menjadi tarik dapat berlangsung efektif. Sedangkan
untuk lubang kosong berperan sebagai ruang terbuka
tempat batuan terlempar karena muatan bahan peledak.
Gambar 2.13 Macam-macam Pola Pengeboran (S. Koehler. 1967).

Setelah bukaan atau cut terbentuk, maka stoping kearah cut dimulai.
Lubang kontur (contour hole) yang terdiri atas: lubang atap (roof
hole), lubang dinding (wall hole), dan lubang lantai (floor hole)
dibuat agak diserongkan keluar dari kontur (look out), sehingga
terowongan yang dihasilkan mempunyai bentuk seperti yang
direncanakan. Cut dapat diletakkan di sembarang tempat pada muka
terowongan tetapi harus diperhatikan bahwa letak cut
mempengaruhi : lemparan, konsumsi bahan peledak, dan jumlah
ledak dalam round. Apabila letak cut dekat dengan dinding mungkin
dapat mengurangi jumlah lubang tembak dalam round, tetapi ada
kelemahan-kelemahan lainnya.
Gambar 2.14 Penamaan Lubang Ledak pada Peledakan di Terowongan
(Laporan Geoteknik PT. UBPE Antam. 2010).

Gambar 2.15 Posisi Penempatan Cut Hole


(Laporan Geoteknik PT. UBPE Antam. 2010).

2.5.4 Urutan Penyalaan


Urutan penyalaan akan mempengaruhi arah bergerak batuannya,
dan efektivitas burden atau beban yang akan diberaikan dari energi
peledakan yang dihasilkan, contoh urutan penyalaan dapat dilihat
pada Gambar Pada contoh pola penyalaan, angka menunjukkan
urutan peledakan pada
lubang tembak, batuan yang akan diledakkan pertama kali adalah
batuan yang berada pada Cut maka arah gerak batuan akan terpusat
ke tengah menuju lubang kosong.
Gambar 2.16 Urutan Penyalaan Pada Peledakan
2.6 Efektivitas Kerja
Penilaian efisiensi dan produktifitas kerja dirasakan sangat sukar karena
yang ditentukan adalah faktor manusia yang tidak dapat diukur secara tepat
karena kondisinya selalu berubah-ubah dari waktu ke waktu bergantung pada
kondisi cuaca, alat, lapangan kerja dan lainlain.
Pengamatan aktifitas kerja merupakan hal yang sangat penting untuk
mengetahui seberapa produktif serta mengetahui faktor-faktor penghambat
suatu pekerjaan. Tentunya perusahaan perlu untuk melakukan pengamatan
dan evaluasi terhadap kinerja mitra kerja sebagai upaya meningkatkan target
kemajuan tunnelling. Dalam hal ini pada setiap kegiatannya maka akan di
ketahui waktu jumlah jam kerja produktif, jumlah jam kerja tersedia, dan
jumlah jam berhenti.
Dari pengamatan jam kerja tersebut maka akan diolah dan didapatkan
suatu komponen yang dapat memberikan penilaian terhadap efektivitas dan
efisiensi kerja tersebut. Nilai Efisiensi kerja dapat ditentukan dengan rumus
berikut :
Jumlah jam kerja produktif
Efektivitas kerja = x 100 %
Jumlah jam kerja tersedia

Dimana jumlah jam kerja produktif = Jam kerja tersedia – jam berhenti
IX. LOKASI PENELITIAN

Adapun tempat pelaksanaan Penelitian Skripsi ini adalah di PT Freeport


Indonesia, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua.
X. DIAGRAM ALIR PENELITIAN

“Analisis Siklus Tunnelling untuk meningkatkan Produksi dan Kemajuan di PT


Freeport Indonesia, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua”

Rumusan Masalah :

1. Bagaimana kegiatan siklus tunnelling yang dilakukan oleh PT Freeport


Indonesia ?
2. Bagaimana efesiensi kerja siklus tunnelling yang dilakukan oleh PT
Freeport Indonesia ?
3. Apa saja faktor penghambat siklus kerja tunnelling di PT Freeport
Indonesia ?
4. Berapa produksi yang dihasilkan dan biaya yang dikeluarkan dalam satu
kegiatan siklus tunnelling di PT Freeport Indonesia ?

Studi Literatur

Pengambilan Data

Data Primer : Data Sekunder :


• Faktor penghambat siklus tunnelling • Data kelas batuan
• Cycle time dari siklus tunnelling • Struktur oraganisasi perusahaan
• Data pola pengeboran dan peledakan • Data kemajuan peledakan
• Data kadar
• Penggunaan material siklus tunnelling
• Kondisi geologi
• Dokumentasi Kegiatan • Harga material
• Peta-peta pendukung lainnya

Pengolahan Data :

1. Melakukan analisis siklus kerja tunnelling.

2. Melakukan analisis efisiensi siklus kerja tunnelling.

3. Melakukan analisis faktor-faktor yang menghambat siklus kerja dari tunnelling.

4. Melakukan analisis biaya yang dikeluarkan dalam satu siklus kerja tunnelling.

Hasil dan Pembahasan

Kesimpulan dan Saran


XI. WAKTU PENELITIAN
Untuk menyelesaikan skripsi ini, peneliti telah menyiapkan rencana
kegiatan. Ini berfungsi agar semua kegiatan penelitian dapat berjalan sesuai
dengan diharapkan dan selesai dengan tepat waktu.

Penelitian Skripsi ini dilaksanakan pada kurun waktu 60 hari sejak di


perusahaan. Tanggal dan waktu ditetapkan oleh perusahaan.

Tabel 11.1 Waktu Penelitian


Oktober 2018 – November 2018

No. Kegiatan Oktober November

1 2 3 4 1 2 3 4

1 Orientasi Lapangan

Pengambilan,

2 Pengumpulan dan

Pengolahan Data

3 Penyusunan Laporan

4 Presentasi Laporan

XII. PENUTUP
Demikian proposal ini saya buat sebagai bahan pertimbangan bagi
pihak perusahaan dengan harapan dapat menerima dan memudahkan
pelaksanaan penelitian Skripsi nantinya. Saya menyadari bahwa dalam
penulisan proposal ini banyak terdapat kekurangan atau kekeliruan, untuk itu
dimohon adanya saran konstruktif untuk perbaikan dan penyempurnaan
pelaksanaan penelitian Skripsi ini.

Anda mungkin juga menyukai