Anda di halaman 1dari 90

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Secara umum pengertian produktivitas merupakan istilah dalam kegiatan
produksi sebagai perbandingan antara pengeluaran (output) dengan masukan
(input). Dalam kegiatan penambangan bijih nikel laterit, produktivitas alat muat
dan alat angkut merupakan factor penting dalam kegiatan ore getting maupun ob
removal. Hal ini sangat berpengaruh kepada seberapa besar dapat mengetahui
target produksi yang akan tercapai dalam schedule. Oleh karena itu, produktivitas
alat muat dan alat angkut ini membahas tentang cara dan kemampuan kerja alat
serta hambatan-hambatan dilapangan.
Menurut Herjanto, produktivitas merupakan suatu ukuran yang menyatakan
bagaimana baiknya sumber daya yang diatur dan dimanfaatkan untuk mencapai
hasil yang optimal. Menurut Indonesianto (2013), produktivitas alat muat dan alat
angkut merupakan kemampuan produksi penambangan dapat diketahui dengan
melakukan perhitungan kemampuan produksi alat mekanis masing-masing
rangkaian kerja yang telah ditetapkan. Kemampuan produksi alat muat dan alat
angkut dapat digunakan untuk menilai kemampuan kerja dari suatu alat. Semakin
besar hasil produksi suatu alat dalam waktu yang singkat berarti produktifitas alat
tersebut juga akan semakin baik.
Penambangan sistem terbuka yang diterapkan di PT. MLP diharapkan dapat
meningkatkan hasil produksi OB (Over Burden) dan Bijih (Ore) hal in digunakan
untuk upaya dalam peningkatan produktivitas, dengan peningkatan nilai
produktivitas maka dapat meminimalisir adanya waktu sekunder yang terdapat
dalam suatu proses penambangan juga dalam upaya tersebut dapat menciptakan
kondisi operasional tambang yang ramah lingkungan dapat dilihat dari alat
penggerak atau bahan bakar yang digunakan alat dalam operasional
penambangan, dengan biaya yang ekonomis dan target produksi lapisan tanah
penutup (Overburden) dan Bijih (Ore) yang optimal.

Medan Institute Of Technology  I‐1 
 
1.2. Rumusan Masalah
Pada kerja praktek ini terdapat rumusan masalah yang harus dipecahkan
yaitu:
 Bagaimana mencari dan menentukan nilai waktu edar (cycle time) pada alat
muat dan alat angkut dalam kegiatan penambangan Nikel Laterit di PT
MLP.
 Bagaimana menentukan dan mendapatkan nilai produktivitas pada alat
muat dan alat angkut dalam kegiatan penambangan Nikel Laterit di PT
MLP.
 Apakah serasi atau tidak nilai match factor antara alat muat dan alat angkut
dalam kegiatan penambangan Nikel Laterit di PT MLP.

1.3. Batasan Masalah


Pada kerja praktek ini pengerjaannya hanya dibatasi pada pembelajaran yaitu:

 Operasional kegiatan pengupasan dan pengangkutan overburden


(Overburden Removal) untuk mendapatkan waktu edar (cycle time),
produktivitas serta keserasian alat gali muat dan alat angkut.
 Operasi kegiatan penggalian dan pengangkutan bijih (Ore) untuk
mendapatkan waktu edar (cycle time), produktivitas serta keserasian alat
gali muat dan alat angkut.
 Operasi kegiatan penggalian dan pengangkutan Quarry untuk
mendapatkan waktu edar (cycle time), produktivitas serta keserasian alat
gali muat dan alat angkut.

1.4. Maksud
Adapun maksud dilakukannya kegiatan kerja praktek di PT. MLP ini adalah :
 Untuk mengetahui dan memahami nilai produktivitas pada alat muat dan
angkut pada kegiatan pengupasan overburden serta penggalian dan
pengangkutan bijih (ore)

Medan Institute Of Technology  I‐2 
 
 Untuk mengetahui dan memahami nilai cycle time pada alat muat dan
angkut pada kegiatan pengupasan overburden serta penggalian dan
pengangkutan bijih (ore)
 Untuk mengetahui tingkat keserasian alat (Match Factor) pada alat muat
dan angkut pada kegiatan pengupasan overburden serta penggalian dan
pengangkutan bijih (ore)

1.5. Tujuan
Adapun tujuan dilakukannya kerja praktek di PT. MLP adalah :
 Agar mengetahui target produktivitas per-jam/per-hari dari alat gali muat
dan alat angkut
 Supaya dapat mengetahui berapa banyak Dump Truck dan Excavator yang
akan bekerja di lokasi penambangan dengan perhitungan Match factor

1.6. Metodologi Penulisan


Adapun metodologi yang digunakan dalam penulisan laporan ini antara lain
adalah sebagai berikut :
1. Studi Pustaka, mempelajari literatur – literatur yang berkaitan dengan
segala aktivitas penambangan di PT. Makmur Lestari Primatama (MLP)
dan juga referensi – referensi yang menjadi acuan dalam penyusunan
laporan kerja praktek ini.
2. Observasi, metode ini dilakukan dangan melakukan tinjauan secara
langsung terhadap kondisi lapangan untuk mendapat gambaran mengenai
segala aktivitas penambangan penunjang produktivitas penambangan di
PT. Makmur Lestari Primatama (MLP)
3. Diskusi, Metode ini melibatkan interaksi secara langsung antara mahasiswa
dengan Asisten Manager, Supervisor, Operator dan juga rekan – rekan
sesama mahasiswa yang sedang melaksanakan kerja praktek dan tugas
akhir yang berada disatuan kerja Penambangan di PT. Makmur Lestari
Primatama (MLP).
4. Pengumpulan Data hasil pengamatan
 Data Primer

Medan Institute Of Technology  I‐3 
 
Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari hasil
pengamatan dilapangan berupa data Cycle Time dan Produktivitas alat
gali muat dan alat angkut, jarak angkut, jam kerja dan lain sebagainya.
 Cycle Time alat muat dan alat angkut adalah waktu yang
diperlukan oleh alat untuk menghasilkan daur kerja dimana
semakin kecil waktu edar suatu alat maka produktivitasnya makin
tinggi (Eugene P. Pfleider, 1972)
 Produktivitas alat muat dan alat angkut adalah Kemampuan
produksi alat muat dan alat angkut yang dapat digunakan untuk
menilai kemampuan kerja dari suatu alat. Semakin besar hasil
produksi suatu alat dalam waktu yang singkat berarti produktifitas
alat tersebut juga akan semakin baik. (Indonesianto, 2013)
 Data Sekunder
Data Sekunder merupakan data pendukung seperti data produksi, data
geologi, data curah hujan, data ketersediaan alat, serta data – data yang
berasal dari literatur yang berhubungan dengan pengamatan hasil
observasi orang lain, laporan – laporan teknis maupun publikasi
terdahulu.
5. Pengolahan Data, mengolah data hasil observasi lapangan kedalam bentuk
yang lebih berarti menjadi suatu informasi yang didapat dari hasil
penelitian dilapangan.
6. Kesimpulan.

1.7 Tempat dan Waktu Pelaksanaan


Kegiatan kerja praktek ini dilakukan di Pada Site PT. Makmur Lestari
Primatama (MLP). Yang terletak di Kecamatan Langgikima, Kabupaten Konawe
Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara yang dilakukan selama + 1 bulan yang dimulai
dari tanggal 01 Agustus 2018 sampai dengan 01 September 2018.

Medan Institute Of Technology  I‐4 
 
1.8 Diagram Alir Kegiatan

Aktivitas Pengupasan overburden serta Penggalian dan Pengambilan


Ore (Bijih) dengan menggunakan Alat gali muat Excavator dan Alat
angkut Dump Truck (DT) Hino 500 dilokasi Penambangan PT Makmur
Lestari Primatama (MLP).

Studi Pendahuluan

Pengumpulan Data

Data primer : Data sekunder :


- Data Cycle Time Alat Gali Muat - Data Produksi
dan Data Cycle Time Alat Angkut - Data curah Hujan
- Data Produktivitas Alat Muat dan - Data Waktu Efektif Kerja
Angkut dan Data Produktivitas - Spesifikasi alat
Alat Angkut

Pengolahan Data

Kesimpulan

Pembuatan Laporan

Gambar 1.1 Diagram Alir Kegiatan

Medan Institute Of Technology  I‐5 
 
BAB II
TINJAUAN UMUM

2.1 Sejarah Perusahaan PT. Makmur Lestari Primatama (MLP)


PT. Makmur Lestari Primatama (MLP) adalah salah satu perusahaan swasta
nasional yang akan melakukan kegiatan pertambangan di kabupaten Konawe
Utara, berdasarkan surat keputusan Bupati Konawe Utara Nomor 407 Tahun 2014
tentang Revisi Batas dan Luas wilayah izin usaha pertambangan (IUP) operasi
produksi kepada PT. Makmur Lestari Primatam seluas 407 Ha di kecamatan
Langgikima Kabupaten Konawe Utara dan izin prinsip penanaman modal asing
dari Badan koordinasi Penanaman Modal Nomor 719/1/IP-PB/PMA/2016
(terlampir).
Sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, peraturan pemerintah Nomor 27
tahun 2012 tentang Izin lingkungan, peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor 05 Tahun 2012 tentang jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib
AMDAL terkait dengan rencana kegiatan pertambangan bijih nikel di kecamatan
langgikima kabupaten konawe utara.
Sebelumnya PT. Makmur Lestari Primatama pada tahun 2008 telah
memiliki dokumen analisis mengenai dampak lingkungan terkait dengan kegiatan
penambangan bijih nikel di kecamatan langgikima kabupaten konawe utara.
Namun demikian, karena dalam rentang waktu sejak tahun 2008 hingga saat ini
PT. Makmur Lestari Primatama tidak melakukan kegiatan, dan telah mengalami
perubahan batas dan luas WIUP yang telah diiliki PT. Makmur Lestari Primatama
dari 637,1 Ha menjadi 407 Ha, maka dipandang perlu untuk menyusun ulang
(revisi) dokumen analisa mengenai dampak lingkungan.
Selain studi AMDAL, studi lain yang telah dilakukan PT. Makmur Lestari
Primatama adalah studi kelayakan yang menilai kelayakan teknis dan ekonomi
terkait dengan rencana pertambangan bijih nikel di kecamatan Langgikima.

Medan Institute Of Technology  II‐1 
 
2.2. Struktur Organisasi Perusahaan
Sehubungan dengan rencana penambangan bijih nikel maka diharapkan
organisasi pertambangan nikel mampu mengoperasikan tambang dengan skala
produksi sampai dengan 1.000.000 WMT bijih pertahun, mampu mangatur
perencanaan tambang yang efisien dan mempertimbangkan variasi kualitasnya,
mampu menangani masalah penambangan dan pengiriman ore ke pabrik dan
mampu menjamin keselamatan kerja serta melaksanakan tugas lingkungan dengan
baik, termasuk terciptanya keharmonisan dengan masyarakan dan daerah.
Organisasi yang direncanakan PT MLP adalah model klasik, dimana pundak
pemimpin bersifat tunggal (direktur) dan mempunyai garis komando langsung
dalam membuat keputusan final. Dalam mengendalikan operasi penambangan
dikepalai oleh seorang kepala teknik tambang dibantu oleh wakil kepala teknik
(sesuai Kepmen ESDM No. 1086.K/40/MEM/2003 tentang Standardisasi
Kompetensi Tenaga Teknik Khusus Bidang Geologi dan Pertambangan). Secara
hirarki kepala teknik bertanggung jawab langsung kepada direktur secara vertikal,
dan secara horizontal berhubungan langsung dengan elemen pemerintahan,
masyarakat tempatan, dan lain-lain.
Pada kegiatan penambangan di PT MLP atau pada setiap pekerjaan, terdapat
tiga unsur pelaku utama yang memiliki peran masing-masing dengan unsur serta
hubungannya digambarkan pada bagan dibawah ini :

Pemilik Pekerjaan
PT MAKMUR LESTARI
PRIMATAMA (MLP)

Konsultan Supervisi Kontraktor


PT. MMP PT.ASKON
(Mitra Mineral Perkasa) (Anugerah Sakti Kontruksi )

Medan Institute Of Technology  II‐2 
 
2.3. Lokasi dan Luas Wilayah Izin Usaha Pertambangan
Lokasi Penambangan PT Makmur Lestari Primatama (MLP) terletak pada
wilayah Kabupaten Konawe Utara yaitu termasuk dalam Desa Lameruru dan Desa
Molore Kecamatan Langgikima. Lokasi ini berada pada wilayah bagian utara
Provinsi Sulawesi Tenggara, ± 150 km di sebelah barat laut kota Kendari, Ibukota
provinsi Sulawesi Tenggara (Gambar 2.1).

Wilayah KP
PT. MLP 

(Sumber: Google Earth)


Gambar 2.1. Peta Lokasi Penelitian di PT. MLP

Luas wilayah IUP PT MLP adalah 407 ha (Berdasarkan SK Bupati


Kabupaten Konawe Utara No 407 Tahun 2014 Tanggal 22 September 2014
tentang revisi batas dan luas wilayah Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi
PT Makmur Primatama (KW 07 JN ER 011) yang merupakan revisi dari SK
Bupati Konawe Utara Nomor 420 Tahun 2009 tanggal 22 Desember 2009 tentang
peningkatan Kuasa Pertambangan Eksplorasi menjadi Izin Usaha Pertambangan
Operasi Produksi (KW 07 JN ER 011).

Medan Institute Of Technology  II‐3 
 
(Sumber: PT. MLP)
Gambar 2.2. Batas Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) PT. Makmur Lestari Primatama

Medan Institute Of Technology  II‐4 
 
2.4. Geologi Daerah Penelitian
2.4.1 Geologi Regional
Menurut peta geologi regional lembar Lasusua, Lembar Bungku dan Lembar
Malili bahwa daerah operasi produksi didominasi oleh kelompok Batuan Ultramafik
yang terdiri dari Dunit, Peridotit, Harzbugit, Werllit dan Serpentinite yang disertai
retas gabro dan diduga berumur kapur. Kelompok Batuan Ultramafik (KU) tersebut
tertidih secara tidak selaras oleh sendimen kalsilusit dan bersisipan dengan nepal
serpih, rijang dari formasi selaras oleh sedimen kalsilutit dan bersisipan dengan napal
serpih, rijang dari formasi selaras di endapan batuan sedimen laut berupa batu
gamping kalsilutit dan colute formasi selodik (Temps) yang berumur Eosen. Diatas
formasi salodik secara tidak selaras diendapkan batuan sedimen yang terdiri dari
konglomerat batu pasir lempung Formasi Pandua (Tmpp) yang berumur Pliosen.
Pada saat pleistosen diendapkan batuan sendimen yang terdiri dari batuan pasirdan
batu lempung Formsi Alangga (Qpa) selanjutnya yang paling akhir di endapkan
Aluvial (Qa).
Struktur yang berkembang di Langgikima adalah sangat kompleks diantaranya
sesar sorong, sesar kolaka, sesar lawanaga (TO, Simanjuntak, 1986) yang telah
mengalami pengangkatan keseluruhan kompleks batuan ultramafik dan semakin
keatas batuannya berumur lebih muda seperti yang terlihat hingga sekarang.
Beradasarkan lingkungan tektonik regional pada bagian timur sulawesi terdiri dua
melange subdiksi (sybdiction melange) yang masing-masing terangkat pada kala
sebelum dan sesudah miosen. Melange sebelum miosen berada dibagian selatan dan
barat sulawesi yang terdiri dari batuan sekis dan bongkah-bongkah batuan ultramafik.
Batuan ini telah mengalami pelapukan kuat berupa laterit dan membentuk morfologi
plateu. Endapan bijih nikel lateril terbentuk tersebar terutama di sepanjang pinggiran
pantai sepertiyang terdapat didaerah pomalaa. Dibagian selatan, melange lebih
mengalami pengangkatan seperti di daerah Bahudopi dan Soroako berada pada
elevasi lebih dari 600 m dari permukaan laut. Didaerah lainnya yang mengalami
depresi membentuk morfologi plateu mengandung endapan laterit dan sebagian lagi

Medan Institute Of Technology  II‐5 
 
membentuk iron cap khususnya didaerah sekitar danau Towuti, danau Matano dan
Danau Mahloma.
Endapan nikel laterit sulawesi lain yang berkembang dengan baik yaitu di
semananjung tenggara yang berasal dari hasil pelapukan batuan ultramafik peridotit.
Endapan laterit nikel eonomi berasal dari batuan induk yang kaya akan kandungan
mineral olivune dan orto piroxen. Faktor lain yang berpengaruh adalah adanya
kontrol aktifitas pensesaran dan pengkekaran yang cukup intensif dan bentuk bentang
dengan morfologi yang relatif landai dengan kemiringan lereng cukup rendah.
Menurut peta geologi yang diterbitkan oleh P3G Bandung dipaparkan bahwa batuan-
batuan yang berumur Paleogon dan Mesozoikum lebih berkekarkan kuat yang secara
teoritis akan menyebabkan terjadinya penetrasi air hujan lebih insentif ke dalam
batuan sehingga akan menyebabkan pelapukan kimia lebih intensif.

Medan Institute Of Technology  II‐6 
 
Gambar 2.3. Peta Geologi Regional Area PT. Makmur Lestari Primatama
(Sumber: PT. MLP)

Medan Institute Of Technology  II‐7 
 
2.4.2 Geologi Lokal
2.4.2.1 Morfologi
Morfologi daerah Kabupaten Konawe Utara merupakan daerah terdiri atas 4
satuan morfologi yaitu Pegunungan, Perbukitan, Karts dan Dataran Rendah.
a) Satuan pegunungan antara lain Pegunungan Hialu (896 m), Pegunungan
Morombo (1054 m), Bulu Ranawuwu (851 m) yang batuan penyusunnya
terdiri dari batuan ultramafik yang umumnya bertonjolan kasar dan
berlereng tidak begitu curam.
b) Satuan perbukitan dengan ketinggian 75-750 m dpl berada pada Pulau
Labengke (697 m), dan Mandiodo (736 m), satuan ini membentuk
perbukitan bergelombang yang ditumbuhi semak dan alang-alang.
c) Satuan Morfologi Karst ditemukan di Pulau Labangke yang dicirikan
dengan sungai bawah tanah dan Gua batu gamping
d) Satuan dataran rendah pada sepanjang aliran dan muara sungai Lasolo.
Ketinggiannya berkisar 75 m dpl. Satuan ini tersusun atas alluvium yang
merupakan sedimentasi dari pegunungan yang dibawah oleh aliran sungai
Langgikima.

Morfologi lokal lokasi oertambangan bijih nikel PT. Makmur Lestari


Primatama, dibagi atas beberapasatuan morfologi yaitu morfologi pedaratan dan
morfologi perbukitan. Morfologi perbukitan ini menmanjang dari barat laut ke
tenggara lokasi tertinggi berada pada bagian utara daerah Lameruru dengan
ketinggian antara 100 m sampai 30 m dari permukaan air laut. Morfologi perbukitan
dan menempati sekitar 75% daerah penelitian. Satuan ini membentuk perbukitan
landai hingga terjal yang ditumbuhi phon-pohon yang lebat. Sungai daerah ini
berpola aliran denritik. Morfologi dataran umumnya disusun oleh material-material
alluvial dari proses erosi dan pengendapan material sedimen. Morfologi ini dapat
dijumpai pada bagian barat dengan penyebaran yang tidak begitu luas. Beda tinggi
berkisar antara 0 sampai 5 dengan ketinggian kira-kira 50-100 meter dari permukaan
air laut. Morfologi pedataran dicirikan oleh kemiringan lereng 0-5̊.

Medan Institute Of Technology  II‐8 
 
)

(Sumber : Dokumentasi kp)


Gambar 2.4 Morfologi daerah Lameruru

Medan Institute Of Technology  II‐9 
 
2.4.2.2 Litologi
Berdasarkan hasil pemetaan geologi permukaan, WIUP PT MLP disusun oleh
batuan ultrabasa jenis peridotit dengan tingkat serpentinisasi rendah hingga sedang,
namun pada bebearapa tempat pada bagian timur merupakan batuan harzburgit
dengan tingkat serpentinisasi tinggi.
Secara makroskopis jenis batuan peridotit terserpentinisasi rendah hingga
sedang berwarna abu-abu hingga hijau kekuningan, dengan kandungan mineral utama
berupa olivin, piroksin, serpentin dan sedikit silika dan garnerit. Kehadiran mineral
silika dan serpentin terutama pada zona urat-urat batuan dan zona gerusan. Harzburgit
dengan tingkat serpentinisasi tinggi berwarna hijau-hijau keabu-abuan, dengan
kandungan mineral utama berupa serpentin (jenis antigorit dan krisotil), piroksin,
olivin dan sedikit silika, umumnya pada batuan ini dijumpai dalam bentuk struktur
terbreaksi. Umumnya batuan penyusun pada wilayah Langgkima telah mengalami
proses pelapukan kimia tingkat rendah-sedang dan tingkat oksidasi yang tinggi.
Namun pada beberapa bagian terutama pada daerah tebing/lerang punggungan, proses
pelapukan dan oksidasi tidak berlangsung lebih cepat. Berdasrkan geologi regional
unit litologi ini berumur Kapur hingga Oligosen (Rumsana, dkk, 1993).

Medan Institute Of Technology  II‐10 
 
(Sumber : Dokumentasi kp)
Gambar 2.5 Profile Nikel Laterit

Medan Institute Of Technology  II‐11 
 
2.4.2.3 Struktur Geologi
Struktur geologi di daerah Langgikima berhubungan daerah tektonik regional
Pulau Sulawesi yang menunjukan fenomena struktural insentif yang baik untuk
mengembangkan tanah laterit. Di lapangan, batuan menunjukkan rekah insentif dan
terbreaksikan, dan beberapa dari rekahan diisi oleh vein silika.

2.5. Iklim dan Curah Hujan


Secara keseluruhan keadaan wilayah merupakan gambaran dari suatu
eskosistem dengan komponen utama yang meliputi iklim, tanah, air, vegetasi dan
sumber daya manusia. Kondisi suatu wilayah mempunyai karakteristik spesifik
berkaitan dengan bentuk fisiknya sperti curah hujan, suhu, radiasi, penguapan,
kelembaban udara, kecepatan angin yang disebut unsur iklim atau cuaca. Unsur-unsur
tersebut tidak bekerja sendiri-sendiri melainkan saling berinteraksi satu unsur dengan
unsur lainnya yang mencirikan kondisi iklim suatu wilayah. Kondisi iklim seperti ini
berkaitan erat dengan fluktuasi iklim wilayah tahunan terutama iklim mikro (suhu
udara, kelembaban udara dan penguapan, kecepatan angin serta intensitas
penyinaran).

Kondisi curah hujan di wilayah studi, berdasarkan hasil pencatatan di stasiun


curah hujan Stasiun Asera periode 2005 sampai 2014. Hasil tabulasi curah hujan rata-
rata pada stasiun curah Asera di wilayah Kabupaten Konawe Utara sebagaimana
disajikan pada Tabel 2.1

Medan Institute Of Technology  II‐12 
 
Tabel 2.1 Curah Hujan Rata-rata pada Stasiun Asera Kab. Konawe Utara (2005-2014)

No Bulan CH Rata-rata CH Rata-rata


(mm) (cm)
1 Januari 276,26 27,63
2 Februari 273,41 27,34
3 Maret 312,94 31,29
4 April 392,19 39,22
5 Mei 336,23 33,62
6 Juni 347,49 34,75
7 Juli 198,37 19,84
8 Agustus 199,77 19,98
9 September 93,03 9,30
10 Oktober 119,56 11,96
11 November 117,44 11,74
12 Desember 192,61 19,26
Tahunan 2.859,30 285,93
Sumber : Stasiun Curah Hujan Asera, 2005-2014.

Tabel 2.1 menunjukkan bahwa curah hujan rata-rata tahunan di wilayah


cakupan stasiun curah hujan Asera tersebut yaitu 2.859,30 mm, curah hujan rata-rata
bulanan tertinggi terjadi pada Bulan April yaitu 92,19 mm, dan curah hujan rata-rata
bulanan terendah terjadi pada Bulan September yaitu 93,03 mm. Berdasarkan sistem
klasifikasi Oldeman (BB= CH rata-rata >200 mm Bulan-1, Bk = CH rata-rata <100
-1
mm Bulan ), iklim di wilayah cakupan stasiun curah hujan Asera tergolong tipe
agroklimat D, yaitu terdapat 6 Bulan basah (BB) yaitu Bulan Januari-Juni, serta 6
Bulan kering berurutan (BK) yaitu Bulan Juli sampai Desember.

Medan Institute Of Technology  II‐13 
 
Tabel 2.2 Suhu dan kelembapan Udara Rata-rata Kab. Konawe Utara (2001-2010)

No Bulan Suhu Rata-Rata Kelembaban


(̊C) (%)
1 Januari 27,2 72,1
2 Februari 27,2 72,61
3 Maret 27,8 72,64
4 April 27,8 72,87
5 Mei 27,6 75,31
6 Juni 27,6 77,93
7 Juli 27,6 75,55
8 Agustus 28,8 74,19
9 September 28,7 77,59
10 Oktober 28,7 74,3
11 November 28,5 70,95
12 Desember 27,7 72,55
Tahunan 28,02 74,05
Sumber : Stasiun Klimatologi Andowia, 2001-2010.

2.6 Keadaan Endapan


Bentuk dan penyebaran endapan nikel yang berada di dalam wilayah IUP
merupakan bentuk endapan nikel laterit, yang terbentuk dari proses pelapukan batuan
beku ultramafic. Secara kimia dan fisika pada zona-zona lapukan batuan induk
mengalami pengayaan unsure nikel (nickel enrichment) dan mineral-mineral ubahan
batuan asalnya. Pengayaan unsure nikel laterit sangat dipengaruhi oleh tingkat
resistensi mineral batuan, kondisi topografi (bentuk bentang alam), kondisi curah
hujan yang akan mempercepat proses oksidasi dan reduksi pada batuan induk, dan
kondisi atau tingkat intensitas struktur geologi yang berkembang.

Medan Institute Of Technology  II‐14 
 
Umumnya didalam wilayah IUP zona-zona pengayaan unsure nikel dijumpai
pad zona limonit dan saprolit, dimana secara normal pengayaan unsure nikel dari
zona limonit akan semakin bertambah besar hingga ke zona saprolite dan akan
perlahan menurun pada zona batuan dasar (bedrock). Penyebaran endapan nikel
laterit yang berkembang di dalam wilayah IUP menempati beberapa bagian, yaitu
memanjang dari arah timur ke barat. Umumnya penyebaran endapan nikel laterit ini
dijumpai mengikuti daerah-daerah pegunungan bukit dengan bentuk topografi yang
tidak terlalu terjal.

2.6.1 Distribusi Kimia


Peta distribusi kimia yang disajikan dalam laporan ini terdiri dari Ni dan Fe
isograde serta peta distribusi ketebalan ore. Peta distribusi kimia dan ketebalan ore
dibuat menggunakan software ArcGIS dengan menggunakan IDW dan ketebalan
minimal 2 meter.
 Distribusi Ni
Bila menggunakan definisi ore dengan COG (cut-off grade) 1.4 Ni dan minimum
ketebalan ore 2m maka kadar Ni yang berkembang pada lokasi PT. MLP yaitu Ni
dengan kadar rendah-tinggi (1.4->2.00% Ni). Distribusi ore relative mengikuti
pengunungan bukit

 Distribusi Fe
Dengan menggunakan CoG 1.4 Ni, kadar Fe yang berkembang pada umumnya
lebih besar dari 30%. Lokasi ini didominasi oleh limonit ore yang ditandai oleh
warna merah dan biru (Fe tinggi)

 Distribusi Ketebalan Ore


Dengan menggunakan CoG 1.4% Ni, umunya distribusi ketebalan ore rata-rata 5-
12 meter. Daerah zona no ore (ketebalan ore <2meter) ditandai dengan area
berwarna abu-abu gelap pada peta distribusi ketebalan ore.

Medan Institute Of Technology  II‐15 
 
(Sumber: PT. MLP)
Gambar 2.6 Peta distribusi penyebaran ore pada lokasi PT MLP

Medan Institute Of Technology  II‐16 
 
2.6.2 Profil Geokimia Laterit
Profil laterit menunjukan perilaku unsure-unsur dari atas secara bertahap
berdasarkan kedalaman. Profil laterit ini menjelaskan karakteristik bijih dan potensi
pengayaan. Grafik dibuat dengan kumulatif elemen yang umum dijumpai pada zona
laterit atau merupakan elemen makro yang memiliki nilai persentase besar. Unsur-
unsur ini diuji dengan analisa laboratorium menggunkan alat XRF. Grafik ini hanya
ditampilkan untuk unsure Ni, Co, Ca, Fe, MgO, dan SiO2.
Pada lokasi IUP PT MLP menunjukan profil laterit yang normal dengan elemen
utama Ni dan Fe. Profil di bawah ini menunjukan grafik profil laterit. Peningkatan
yang unsur Ni seiring dengan bertambahnya kedalaman. Nilai Ni terlihat mengalami
pengayaan (enrichment) pada zona transisi dan puncaknya pada zona saprolit, dan
pada mengalami penurunan pada zona batuan dasar (bedrock). Grafik ini juga
menunjukkan adanya unsure-unsur minor sperti Co dan Ca. Unsur minor Co memiliki
defleksi normal, tinggi pada zona limonit dan mengalami penurunan di zona saprolit,
sedangkan unsure Ca memiliki nilai tinggi pada zona saprolit.
Pada grafik profil leterit untuk SiO2, MgO dan Fe menunjukan defleksi
menunjukkan defleksi tinggi di zona limonit dan terdefleksi tajam pada batas zona
saprolit.

Medan Institute Of Technology  II‐17 
 
2.7 Cadangan Dan Kualitas Bijih (Nikel)
Jumlah cadangan nikel yang terdapat pada lokasi PT. MLP dapat dilihat pada tabel sebagai betikut :

Tabel 2.3. Potensi Cadangan Bintaro Di PT. MLP


Material Volume Tonnes Ni Fe Co SiO2 Cao MgO Basicity Al2o3 Sima
HGSO 1179034 1940720 2,25 21,24 0,03 29,64 0,44 13,66 0,69 0,46 2,17
MGSO 1614988 2703422 1,83 25,31 0,05 26,94 0,40 11,07 0,91 0,38 2,43
LGSO 3367122 5811722 1,54 34,26 0,10 19,82 0,23 5,88 1,55 0,22 3,37
OB/WASTE 12647763 22478237 0,88 38,77 0,03 10,94 -0,01 1,76 1,01 0,02 6,21
TOTAL ORE 6.161.144 10.455.864 1,75 29,53 0,07 23,48 0,31 8,67 1,23 0,30 2,71
TOTAL 18.808.907 32.934.101 3,63 112,87 0,14 46,99 0,29 12,45 3,40 0,34 3,77
SR 2,15

Medan Institute Of Technology  II‐18 
 
2.8 Sistem Penambangan
Sistem penambangan yang diterapkan oleh PT. Makmur Lestari Primatama
adalah sistem tambang terbuka (open pit mining), dengan metode backfilling dan
selective mining yang diterapkan per blok penambangan. Alat yang diperlukan
untuk di front tambang adalah alat gali muat, yaitu Excavator sekelas PC200,
sedangkan alat angkut yang digunakan menggunakan Dump truck Hino 500
dengan daya angkut sebesar 20 ton. Kegiatan pendorongan dan penumpukan
laterit di stockpile menggunakan bulldozer. Teknik penggalian bijih nikel
bertahap dari elevasi yang paling tinggi ke elevasi yang rendah sampai kedalaman
batas tambang yang telah ditentukan (pit limit). Arah kemajuan penambangan
akan mengikuti pola sebaran lapisan nikel pada setiap lokasi yang akan
ditambang.
Setelah pengupasan overburden selesai, bijih nikel yang telah tersingkap
disampling kembali dengan grid sampling sekitar 5 meter. Excavator PC200 dan
bulldozer ukuran kecil digunakan untuk menggali atau membersihkan sisa
material overburden dan waste agar tidak terjadi dilusi pada ore (selective
mining). Bijih yang sudah bersih dari pengotor (overburden/waste) akan
ditambang dan diangkut langsung dan ditumpuk di stockpile ( EFO ).

Medan Institute Of Technology  II‐19 
 
(Sumber: PT. MLP)
Gambar 2.7 Bentuk Akhir Pit Bintaro

Medan Institute Of Technology  II‐20 
 
BAB III
DASAR TEORI

3.1. METODE PENAMBANGAN OPEN PIT DAN OPEN CAST


Apabila dilihat dari genesa endapan nikel laterit, yaitu dimulai dari
terjadinya fase pelapukan pada batuan ultra basa baik secara kimia maupun fisika
yang kemudian mengakibatkan terjadinya transportasi mineral – mineral yang
terkandung pada batuan. Terjadinya transportasi mineral juga diikuti dengan
terjadinya fase pelarutan (leaching) oleh air yang berasal dari permukaan tanah
yang mengandung senyawa CO2 sehingga mengakibatkan mineral – mineral
ringan dan tidak stabil terbawa oleh arus aliran air dan kemudian terakumulasi dan
terendapkan pada suatu cekungan sedangkan untuk mineral berdensitas berat dan
stabil tidak akan terlarutkan melainkan dengan adanya tekanan air yang berasal
dari permukaan tanah akan mengakibatkan mineral – mineral tersebut semakin
terkompaksi pada lokasi pembentukkannya. Terhadap endapan yang terakumulasi
pada suatu cekungan dapat ditambang dengan metoda penambangan Open pit di
mana proses kegiatan penambangannya dimulai dari permukaan tanah menuju ke
arah bawah sampai endapannya habis tertambang dengan memperhatikan pola Pit
Limit dari penambangan. Bagi mineral stabil di mana lokasi genesanya pada suatu
lereng atau bukit maka dapat ditambang dengan metoda penambangan Open Cast
di mana arah penggaliannya untuk endapan Nikel Laterit dimulai dari bawah ke
atas bukit dengan arah penggalian mengikuti kontur lereng.

A. METODE PENAMBANGAN OPEN PIT


Merupakan Metode penambangan terbuka yang dilakukan untuk menggali
endapan bijihh atau mineral yang terdapat pada daerah lembah. Tanah akan digali
ke bagian bawah sehingga akan membentuk cekungan (Pit) dengan batasan
penambangannya disebut sebagai Pit Limit. Pit Limit adalah suatu area pada pit
yang menandakan bahwa area penggalian atau penambangan sudah maksimal
dengan memperhatikan standar keselamatan operasi kerja pada lereng.

Medan Institute Of Technology III-1


Gambar 3.1 : Faktor Karakteristik Deposit Dalam Pemilihan Metode
Penambangan (Open Pit & Open Cast)

Gambar 3.2 : Variasi Metoda Tambang Open Pit (Hartman, 1987)

Medan Institute Of Technology III-2


Gambar 3.3 : Aplikasi Metode Penambangan Open Pit

Gambar 3.4 : Sistem penirisan tambang – mine dewatering (open pit)

B. METODE PENAMBANGAN OPEN CAST


Sistem Penambangan yang dilakukan dengan penggalian endapan bijihh pada
suatu lereng bukit (letak endapan dangkal). Untuk memudahkan penggalian maka
arah penggalian di desain dari arah bawah ke atas dengan mengikuti kontur bukit.
Bentuk tambang melingkari bukit atau berupa undakan, hal tersebut tergantung
dari letak endapan penambangan.

Medan Institute Of Technology III-3


Gambar 3.5: Aplikasi Metode Penambangan Open Cast

Gambar 3.6 : Sistem penirisan tambang – mine drainage (open cast)

Medan Institute Of Technology III-4


3.2. TAHAPAN PENAMBANGAN OPEN PIT DAN OPEN CAST

A. Metode Open Pit

• Excavating
Waste removal 
• Loading and Transportation (Land clearing & Stripping) 

• Waste Disposal

• Excavating

• Loading and Ore Transportation Ore Extraction  

• Stockpiling

• Pit Dewatering
Others Activities 
• Back Filling

1. Pembersihan Lahan (Land Clearing)


Kegiatan pembersihan lahan merupakan kegiatan awal dari seluruh rangkaian
kegiatan penambangan dengan melakukan pembersihan (penebangan pohon)
terhadap berbagai jenis vegetasi yang ada di atas permukaan tanah dengan
bantuan Buldozer sehingga dapat melakukan aktivitas penambangan
.
2. Pengupasan Top Soil ( Zat Pengakaran ) dan Overburden
Top Soil merupakan lapisan tanah penutup pada bagian atas yang
mengandung banyak unsur hara yang berguna sebagai media tumbuh berbagai
jenis vegetasi. Top Soil yang telah dikupas kemudian dimuat dengan
Excavator dan diangkut dengan menggunakan Dump Truck yang kemudian
akan ditumpahkan pada Waste Dump Area.

Overburden merupakan lapisan tanah penutup yang terdapat diantara Top Soil
dan Endapan Bijihh yang akan digali. Lapisan yang masuk pada kategori
Overburden adalah lapisan Limonit dengan kadar Ni rendah dimana dianggap
kurang ekonomis untuk ditambang. Material Overburden juga ditampung pada

Medan Institute Of Technology III-5


Waste Dump Area. Dalam kegiatan ini digunakan alat Buldozer, kemudian
Excavator sebagai alat gali dan muat, dan Dump Truck sebagai alat angkut dari
front tambang ke Waste Dump Area.

3. Ore Extraction
Ore Extraction merupakan kegiatan penambangan terhadap endapan mineral
dengan melakukan penggalian, pemuatan, dan pengangkutan.

4. Stockpilling
Stockpilling merupakan kegiatan pengumpulan / penumpukan endapan bahan
galian yang telah digali pada suatu area yang tidak jauh dari area
penambangan, tempat ini disebut dengan stockpile area.

5. Mine Dewatering
Mine Dewatering merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengeluarkan air
yang masuk pada area penambangan. Pengeluaran air dari dasar pit (area
terendah dalam pit) dilakukan dengan menggunakan pompa. Air akan
dipompa menuju sump, Check Dam, settling pond supaya terjadi pengendapan
mineral berat secara efektif dan siap untuk dialirkan ke badan air (laut /
sungai) yang sesuai dengan baku mutu lingkungan.

6. Backfilling
Backfilling merupakan kegiatan penutupan / penimbunan area bekas tambang
(cekungan) dengan material Overburden yang sebelumnya disimpan pada
disposal area, selain dengan material OB, backfilling juga dilakukan dengan
material sisa pengolahan pabrik (Slag).

Medan Institute Of Technology III-6


B. Metode Open Cast

•Excavating

•Loading and Transportation Waste removal 
(Land clearing & Stripping) 
•Waste Disposal

•Rock Breaker

•Excavating
Ore Extraction  
•Loading and Ore Transportation

•Stockpiling

•Pit Drainage
Others Activities 
•Mine Out

Untuk metode Open Cast, dalam kegiatan ore extraction, sebelum penggalian
bijihh (ore getting), terlebih dahulu dilakukan kegiatan pemberaian pada lapisan
yang terkompaksi secara padat / keras menggunakan alat Hydraulic Rock Breaker.

Sistem penyaliran pada metode penambangan Open Cast dinamakan mine


Drainage , yaitu dengan membuat paritan pada area penambangan (lereng bukit)
dengan tujuan untuk mencegah air masuk dan menggenangi area penambangan
dengan prinsip gaya gravitasi.

Pada metode Open Cast terdapat kegiatan untuk mengakhiri kegiatan


penambangan disebut dengan Mine Out , yaitu secara langsung melakukan
penutupan area bekas tambang (lereng bukit yang telah digali) dengan
menggunakan Top Soil.

Medan Institute Of Technology III-7


3.3 Aktivitas Penambangan
Untuk mendukung operasi tambang dan pabrik pengolahan nikel di wilayah
IUP PT MLP dengan target produksi yang telah ditentukan, perlu direncanakan
system dan sarana transportasi dengan baik. Fasilitas transportasi yang akan
dibangun harus mampu untuk mendukung kegiatan pada masa kontruksi dan
operasi produksi. Adapun aktivitas penambangan di PT Makmur Lestari
Primatama (MLP), antara lain :

3.3.1 Proses Pengangkutan dan Penimbunan


3.3.1.1 Proses Pengangkutan (Hauling)
Pada masa operasi produksi, akan dipersiapkan fasilitas prasarana dan
sarana transportasi untuk mendukung pengangkutan bijih nikel dari lokasi
tambang ke Eto sementara ke Efo. Disamping itu juga dipertimbangkan untuk
menyediakan fasilitas pengangkutan overburden dari lokasi tambang ke tempat
penimbunan.
Overburden akan diangkat dan ditimbun ke tempat penimbuan di sekitar
pit dengan jarak yang tidak terlalu jauh dan membuat pembagian khusus
berdasarkan kategori agar tidak tercampur antara kadar yang masih bisa
dimanfaatkan sehingga pada saat selesainya penambangan dapat
dikembalikan/ditimbun kembali ke pit yang telah selesai ditambang. Hal ini juga
sejalan dengan program konservasi material tambang yang berkadar marginal agar
bisa diketahui secara pasti tempat penimbunan, jumlah material timbunan dan
kadar dari material timbunan. Manajemen pengangkutan dan penimbunan
overburden akan direncanakan dan dilaksanakan sedemikian rupa agar tidak
menggangu urutan pelaksanaan penambangan, namun dibuat seefesien mungkin,
sehingga lokasi dan jarak angkut direncanakan secara cermat.

Medan Institute Of Technology III-8


Gambar 3.7 Jarak Lokasi PT. MLP

Medan Institute Of Technology III-9


Kelancaran target produksi per tahun tergantung pada pengangkutan bijih, yang
direncanakan dengan alat angkut dump truck. Adapun jenis kegiatan
pengangkutan yang akan dilakukan meliputi:

 Pengangkutan Overburden
Pada setiap kegiatan penambangan overburden yang akan digali berupa
material tanah atau batuan dengan kadar nikel dibawah rata-rata yang akan di
tambang. Overburden tersebut sebagian akan ditempatkan di lokasi penimbunan
yang ditentukan degan jarak tidak lebih dari 4 km dari lokasi pit.
Sebagian lagi akan digunakan untuk penimbunan kembali pada pit-pit yang
sudah selesai proses peambangannya dan tidak ada lagi bijih dengan kadar tinggi
yang tersisa dalam rangka reklamasi lahan bekas tambang. Jalan angkut menuju
lokasi penimbunan overburden merupakan jalan yang diperkeras dengan material
quarry, lebar jalan angkut direncanakan adalah total 12 meter yang terabgi atas
badan jalan seluas 10 meter, tanggul dan parit di sisi kiri kanan jalan msing-
masing selebar 1 meter. Alat angkut yang akan digunakan untuk mengangkut
material overburden tersebut adalah Dumptruck Hino 500 kapasitas 20 ton.

(Sumber: dokumentasi kerja praktek)


Gambar 3.8 Pengangkutan Overburden (OB)

 Pengangkutan Bijih
Bijih nikel hasil penambangan akan diangkut dengan tahapan pengangkutan
sebagai berikut :

Medan Institute Of Technology III-10


1. Jalur pengangkutan bijih dari daerah penambangan (Efo) di blok tambang
menuju Eto melalui jalan tambang (MHR), menggunakan Dumptruck Hino
500 berkapsitas 20 ton. Jarak angkut dari lokasi tambang menuju Eto
berkisar antara 1-6 km.
2. Pengangkutan bijih dari lokasi Eto menuju lokasi Efo pabrik sejauh ± 1-2
km.

(Sumber: dokumentasi kerja praktek)


Gambar 3.9 Pengangkutan Bijih (Ore)

 Pengangkutan Material Sipil


Material sipil yang akan diambil dari lokasi quarry akan diangkut
menggunakan Dumptruck Hino 500 kapasitas 20 ton melalui jalan tambang
yang digunakan untuk operasi pengangkutan bijih dan disposal. Jarak angkut
dari lokasi quarry menuju lokasi pit antara 3-6 km.

(Sumber: dokumentasi kerja praktek)


Gambar 3.10 Pengangkutan Material Sipil (Quarry)

Medan Institute Of Technology III-11


3.2.1.2.Proses Penimbunan (Dumping)
Manajemen penimbunan baik untuk bijih nikel maupun overburden akan
direncanakan dan dilaksanakan sedemikian rupa agar tidak mengganggu kegiatan
operasi penambangan secara keseluruhan, namun dibuat se-efesien mungkin,
sehingga lokasi dan jarak angkut direncanakan dengan cermat.
 Penimbunan Overburden
Lapisan Zona Perakaran dan tanah penutup (Overburden) akan ditimbun
pada daerah bekas tambang atau daerah yang tidak mengandung bijih nikel,
dengan jarak tidak lebih dari 4 km dari lokasi penambangan. Pembuangan tanah
penutup/overburden di disposal area akan selalu membentuk sudut sesuai dengan
angle of repose dari material tersebut.
Besarnya sudut lereng akan tergantung dari banyaknya kadar air yang
dikandung oleh material tersebut. Apabila dalam pelaksanaan penimbunan
material dalam keadaan kering mka sudut lereng dapat lebih besar, dibandingkan
dalam keadaan basah.
Agar lereng timbunan dalam keadaan tidak longsor maka selalu diusahakan
agar tebal timbunan tidak melebihi 10 m, diatas timbunan disposal yang telah ada
atau ketebalan maksimjum 15 m diatas tanah asli atau blue zone. Namun
demikian tanah timbunan tersebut akan selalu dikontrol kestabilannya dengan
melakukan inspeksi atau audit keselamatan secara berkal setiap minggu atau
setaip bulan. Tanah timbunan tidak boleh terendam atau tergenang oleh air hujan
atau mata iar, karena dapat menyebabkan material timbunan menjadi jenuh air
yang menyebabkan material tersebut dapat longsor sehingga akan mengakibatkan
kecelakaan kerja yang serius jika ada pekerjaan atau alat berat yang tertimbun
material longsoran.

Medan Institute Of Technology III-12


(Sumber: dokumentasi kerja praktek)
Gambar 3.11 Penimbunan Overburden (OB)

 Penimbunan Ore (Bijih) Nikel


Bijih nikel hasil penambangan diangkut menuju lokasi Eto dan ditimbun di
lokasi yang telah ditentukan sebelum dibawa ke Eto pabrik. Biasanya lokasi Eto
di PT MLP diberi nama Eto.

(Sumber: dokumentasi kerja praktek)


Gambar 3.12 Penimbunan Ore (Bijih) di lokasi Eto Texas

3.4 Kegiatan Pendukung Aktivitas Penambangan


Aktivitas penambangan di PT Makmur Lestari Primatama (MLP) tentunya
Membutuhkan kegiatan pendukung yang berperan penting guna terciptanya
kondisi kerja yang nyaman dan membantu kelancaran aktivitas penambangan.

Medan Institute Of Technology III-13


Adapun kegiatan pendukung aktivitas penambangan di PT Makmur Lestari
Primatama (MLP), antara lain :

3.4.1. Perawatan Jalan di Front Tambang dan Jalan Angkut


Kegiatan ini bertujuan agar alat angkut dan kendaraan operasional lainnya
dapat berjalan dengan lancar dengan demikian proses produksi berjalan optimal.
Perawatan jalan angkut dilakukan dengan menggunakan alat mekanis untuk
melakukan perawatan jalan tambang dan memadatkan material penutup yang ada
dilokasi pertambangan. Alat yang digunakan dalam melakukan perawatan jalan di
front tambang dan jalan angkut yaitu Bulldozer untuk pemerataan dan pemadatan
overburden didaerah disposal dan Compactor untuk melakukan perawatan jalan
tambang dan memadatkan material penutup serta Excavator untuk melakukan
pemerataan dan pemadatan quarry di jalan angkut.

(Sumber: dokumentasi kerja praktek)


Gambar 3.13 Pemerataan dan pemadatan jalan angkut menggunakan Bulldozer

Medan Institute Of Technology III-14


Sumber: dokumentasi kerja praktek)
Gambar 3.14 Pemerataan dan pemadatan jalan angkut menggunakan Compactor

Sumber: dokumentasi kerja praktek)


Gambar 3.15 Pemerataan dan pemadatan Quarry di Front Tambang menggunakan Excavator
CAT

3.4.2. Penyiraman Jalan


Kegiatan ini bertujuan untuk mengurangi kandungan debu di udara dan
untuk mengurangi penceraman udara dilokasi jalan tambang pada saat operasi
penambangan karena polusi debu dan asap dapat mengganggu jarak pandang dan
pernafasan para pekerja tambang. Penyiraman jalan dilakukan dengan
menggunakan Water dump yang memiliki kapasitas air 20.000 liter. Truck air
yang dibutuhkan adalah truk air yang mampu menyiram air hingga lebar
penyiraman 7 meter di lokasi jalan tambang

Medan Institute Of Technology III-15


Sumber: dokumentasi kerja praktek)
Gambar 3.16. Penyiraman Jalan Menggunakan Water Dump

3.4.3 Truck Bahan Bakar


Untuk menghindari penundaan operasional akibat kekurangan bahan bakar
dan untuk melayani kebutuhan alat di lapangan, perusahaan membutuhkan 1 truk
bahan bakar yang memiliki kapasitas 20,000 liter bahan bakar.

Sumber: dokumentasi kerja praktek)


Gambar 3.17 Truck Pengisi Bahan Bakar

3.4.4 Servis Peralatan Tambang (Bengkel)


Servis peralatan tambang bertujuan untuk melakukan pengecekan dan

Medan Institute Of Technology III-16


perbaikan alat angkut Dump Truck (DT) setiap ada kendala yang dialami pada saat
kegiatan penambangan.

Sumber: dokumentasi kerja praktek)


Gambar 3.18 Bengkel Peralatan Tambang

3.4.5 Penerangan Jalan Tambang


Daerah tambang pada malam hari di terangi oleh Tower Lamp yang
berguna untuk menerangi jalan pada front pertambangan agar proses
penambangan dapat berjalan dengan lancar.

Sumber: dokumentasi kerja praktek)


Gambar 3.19 Penerangan Jalan Tambang

Medan Institute Of Technology III-17


3.5 Peralatan Mekanis
Dalam melakukan proses penambangan dibutuhkan peralatan yang dapat
digunakan untuk mempermudah proses penambangan dan meningkatkan produksi
dalam jumlah yang besar. Beberapa hal yang telah dipertimbangkan dalam
pemilihan alat adalah :
 Geometri endapan bijih nikel (variasi tebal dan kontinuitas penyebaran bijih)
 Kecepatan penambangan
 Ketersediaan material sipil
 Produktivitas
 Biaya

3.5.1 Alat Gali Muat


Alat gali muat adalah alat yang digunakan untuk menggali bahan galian
lunak sekaligus memuat material kedalam alat angkut. Salah satu alat gali muat
yang digunakan dalam kegiatan penambangan adalah Excavator PC200 dan
PC300. Alat gali muat yang dipilih harus bisa mengakomodasi 2 kebutuhan yaitu,
untuk keperluan bulk mining yang melibatkan material dengan volume yang besar
dan relative homogeny terutama untuk penggalian overburden dan yang kedua
untuk penambangan yang selektif yang membutuhkan alat gali yang mampu untuk
membersihkan pocket material waste dan untuk menggali ore dicelah batuan
dasar. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, penggunaan backhoe PC200 dengan
ukuran bucket 1 m3 dikombinasikan dengan dozer D65 dipilih sebagai alat gali
utama untuk kebutuhan penggalian selektif.

Medan Institute Of Technology III-18


(Sumber: dokumentasi kerja praktek)
Gambar 3.20 Excavator Hitachi PC 200

(Sumber: dokumentasi kerja praktek)


Gambar 3.21 Excavator CAT PC 300

3.5.2 Alat Angkut


Alat angkut merupakan alat yang digunakan untuk mengangkut bahan
galian dari lokasi front tambang ke stock pile. Salah satu alat angkut yang
digunakan pada penambangan adalah Dump truck (DT) Hino 500. Truck akan
digunkan unyuk penangkutan material sebagai berikut:
 Zona Perakaran dari permukaan tambang ke tempat penimbunan
 Overburden dari permukaan tambang ke disposal
 Bijih nikel dari permukaan tambang ke ROM Pile
 Sipil material dari quarry ke pit tambang

Medan Institute Of Technology III-19


Pada aktivitas penambangan sebisa mungkin Dump truck Hino 500 yang
digunakan sesuai dengan macam dan medan kerja seperti alat gali di lokasi front
tambang. Bentuk bak Dump truck Hino 500 sebaiknya disesuaikan dengan
material yang akan diangkut, sehingga material yang diangkut bisa tumpah
dengan mudah. Alat angkut dikombinasikan dengan alat gali muat, maka sangat
perlu memilih kapasitas alat angkut yang serasi dengan kapasitas alat gali muat.
Kapasitas dari alat angkut yang digunakan akan sangat mempengaruhi terhadap
hasil produksi dari aktivitas penambangan, sehingga perlu diketahui kapasitas
dan jumlah Dump truck Hino Hino 500 yang menguntungkan untuk digunakan.

(Sumber: dokumentasi kerja praktek)


Gambar 3.22 DumpTruck (DT) Hino 500

3.5.3 Alat Bantu/Penunjang


3.5.3.1 Bulldozzer
Alat gusur adalah alat yang merubah energi mesin menjadi energi
mekanik, yang dimaksud dengan energi mekanik adalah berupa gaya
dorong/gusur yang sering disebut juga dozing, namun apabila energi mekanik
tersebut berupa tarikan oleh gaya tarik maka disebut alat tarik (tractor). Sehingga
tractor yang dilengkapi alat gusur (berupa blade) dinamakan bulldozer.Selain alat
gusur alat penunjang yang sering digunakan adalah ripper. Secara umum
Bulldozer akan digunakan untuk kegiatan sebagai berikut:
 Pembersihan lahan (land clearing) yang dilakukan sebelum stripping

Medan Institute Of Technology III-20


 Pengupasan dan pengumpanan overburden atau ore (bijih) ke backhoe
 Pemerataan dan pemadatan overburden di daerah disposal
 Pemerataan dan pemadatan material sipil di loading point dan disposal
 Pengupasan dan pengumpanan material quarry ke bachoe
 Kontruksi jalan dan kebutuhan lainnya.
 Pembuatan jalan dan proyek lain yang akan dibutuhkan
Berkat kemajuan teknologi ripper yang pada awalnya digunakan dengan cara
ditarik tractor sekarang telah dipasang pada bulldozer, sehingga bulldozer
memiliki dua fungsi pemakaian yaitu dozing dan ripping.

(Sumber: dokumentasi kerja praktek)


Gambar 3.23 Bulldozer CAT DZ02

3.5.3.2 Motor Grader


Untuk mendukung aktivitas proyek penambangan di area IUP PT MLP
membutuhkan motor grader dengan kapasitas mesin 120 HP yang digunakan
untuk perataan badan jalan atau superelevasi jalan, membersihkan material kasar
dari badan jalan, baik di jalan tambang maupun di lokasi pembuangan. Material
yang dipindahkan bervariasi mulai dari material keras hingga material berakal
yang tidak keras (lembab). Dibutuhkan 1 unit motor grader untuk merawat jalan
dan lokasi pembuangan (disposal dump).

Medan Institute Of Technology III-21


(Sumber: dokumentasi kerja praktek)
Gambar 3.24 Motor Grader Komatsu GD511A

3.5.3.3 Compactor
Untuk melakukan perawatan jalan tambang dan memadatkan material
penutup yang ada dilokasi pembuangan material (disposal dump), perusahaan
membutuhkan 1 unit compactor vibrator yang memiliki satu buah drum dengan
kapasitas mesin 120 HP.

(Sumber: dokumentasi kerja praktek)


Gambar 3.25 Compactor BW 211D-40

3.5.3.4 Excavator Breaker


Untuk melakukan pengangkutan quarry guna menimbun atau melapisi
jalan angkut dilokasi penambangan, perusahaan membutuhkan 1 unit Excavator

Medan Institute Of Technology III-22


Breaker Komatsu PC 200 yang berguna untuk mengebor dan menghancurkan
batuan quarry sehingga dapat dimuat dan diangkut.

(Sumber: dokumentasi kerja praktek)


Gambar 3.26 Excavator Breaker Komantsu

3.6 Faktor Pengisian Bucket (Bucket Fill Factor)


Faktor pengisian adalah perbandingan antara kapasitas nyata muat dengan
kapasitas baku alat muat yang dinyatakan dalam persen. Semakin besar faktor
pengisian maka semakin besar pula kemampuan nyata dari alat tersebut. Faktor
pengisian mangkuk disebut juga faktor pengisian bucket (bucket fill factor).
Untuk menghitung faktorpengisian digunakan persamaan sebagai berikut :
(Eugene P. Pfleider, 1972)
Fp = (Vb/Vd) x 100%
Keterangan :
Fp : Faktor pengisian
Vb : Kapasitas nyata alat muat, m3
Vd : Kapasitas teoritis alat muat, m3
Bucket fill factor ada pada masing-masing handbook spesifikasi alat muat (PC200
= 0.93 , PC300 = 1,8 atau 2,3)

3.7 Faktor Pengembangan Material (Swell Factor)


Swell Factor adalah pengembangan volume suatu material apabila material
tersebut lepas atau tergali dari tempat aslinya. Di alam, material diperoleh dalam
keadaan padat dan terkonsolidasi dengan baik, sehingga kandungan rongga yang
berisi udara atau air antar butir dalam material di alam tersebut sangat

Medan Institute Of Technology III-23


sedikit.Sehingga apabila material yang berada di alam tersebut terbongkar, maka
akan terjadi pengembangan volume (swell).
Untuk menyatakan berapa besarnya pengembangan volume tersebut dikenal
istilah yaitu swell factor. Pengembangan volume suatu material perlu diketahui
karena yang diperhitungkan pada penggalian selalu didasarkan pada kondisi
material sebelum digali yang dinyatakan dalam bank volume atau volume insitu.
Sedangkan material yang ditangani adalah material yang telah mengalami
pengembangan (loose volume).Rumus untuk menghitung swell factor berdasarkan
kerapatan (densitas) material sebagai berikut:

Swell Factor = (LCM/BCM)

3.8 Waktu Edar (Cycle Time)


Waktu edar merupakan waktu yang diperlukan oleh alat untuk
menghasilkan daur kerja. Semakin kecil waktu edar suatu alat, maka produksinya
semakin tinggi.
 Waktu Edar Alat Muat
Merupakan total waktu pada alat muat, yang dimulai dari pengisian bucket
sampai dengan menumpahkan muatan ke dalam alat angkut dan kembali
kosong. (Eugene P. Pfleider, 1972)
Rumus : Ctm = Tm1 + Tm2 + Tm3 + Tm4

Keterangan :
Ctm : Total waktu edar alat muat, detik
Tm1 : Waktu untuk menggali muatan, detik
Tm2 : Waktu swing bermuatan, detik
Tm3 : Waktu untuk menumpahkan muatan, detik
Tm4 : Waktu swing tidak bermuatan, detik
 Waktu Edar Alat Angkut
Waktu edar alat angkut pada umumnya terdiri dari waktu menunggu alat
untuk dimuat, waktu mengatur posisi untuk dimuati, waktu diisi muatan,

Medan Institute Of Technology III-24


waktu mengangkut muatan, waktu dumping dan waktu kembali kosong.
(Eugene P. Pfleider, 1972)
Rumus:
Cta = Ta1 + Ta2 + Ta3 + Ta4 + Ta5 + Ta6

Keterangan :
Cta : Waktu edar alat angkut, menit
Ta1 : Waktu mengambil posisi siap dimuati, menit
Ta2 : Waktu diisi muatan, menit
Ta3 : Waktu mengangkut muatan, menit
Ta4 : Waktu mengambil posisi untuk penumpahan, menit
Ta5 : Waktu muatan ditumpahkan, menit
Ta6 : Waktu kembai kosong, menit

3.9 Efisiensi Kerja


Efisiensi kerja adalah penilaian terhadap pelaksanaan terhadap suatu
pekerjaan atau merupakan suatu perbandingan antara waktu yang dipakai untuk
bekerja dengan waktu yang tersedia. Faktor – faktor yang mempengaruhi efisiensi
kerja adalah sebagai berikut :
 Waktu Kerja Penambangan
Waktu kerja penambangan adalah jumlah waktu kerja yang digunakan untuk
melakukan kegiatan penggalian, pemuatan dan pengangkutan.Efisiensi kerja
akansemakin besar apabila banyaknya waktu kerja semakin mendekati jumlah
waktukerja yang tersedia. Waktu yang tersedia berhubungan erat dengan jam kerja
efektif.Jam kerja efektif adalah jam kerja dimana alat mekanis berproduksi, jam
kerja efektifdiperoleh dari jam kerja yang tersedia dikurangi hambatan-hambatan
yang terjadiselama proses produksi termasuk perbaikan dan perawatan alat.
A. Hambatan yang Dapat Dihindari
Adalah hambatan yang terjadi karena adanya penyimpangan-
penyimpanganterhadap waktu kerja yang dijadwalkan. Hambatan tersebut antara
lain :
 Terlambat memulai kerja.
 Berhenti bekerja sebelum waktu istirahat.

Medan Institute Of Technology III-25


 Terlambat bekerja setelah waktu istirahat.
 Keperluan operator.
 Berhenti bekerja lebih awal pada akhir shift.
 Persiapan peledakan.

B. Hambatan yang Tidak Dapat Dihindari


Adalah hambatan yang terjadi pada waktu jam kerja yang menyebabkan
hilangnya waktu kerja dikarenakan kondisi alam atau kegiatan rutin dan
harusdilaksanakan. Hambatan tersebut antara lain :
 Hujan.
 Pengeringan jalan setelah hujan.
 Pindah posisi penempatan alat.
 Perbaikan front penambangan.
 Pemeriksaan dan pemanasan alat.
 Pengisian bahan bakar.
 Kerusakan dan perbaikan alat di tempat.
Dengan mengetahui hambatan – hambatan tersebut di atas, maka dapatdiketahui
waktu kerja efektif. Dimana dengan berkurangnya waktu kerja efektif
akanberpengaruh terhadap produksi alat mekanis tersebut.

Wke = Wkt – Wht

Keterangan :
Wke = Waktu kerja efektif, (menit)
Wkt = Waktu yang tersedia, (menit)
Wht = Waktu hambatan total, menit (Whd + Whtd)
Whd = Total waktu hambatan yang dapat dihindari, (menit)
Whtd = Total waktu hambatan yang tidak dapat dihindari, (menit)

Dengan mengetahui waktu kerja efektif, maka dapat diketahui efisiensi kerjaalat
mekanis, (Ir. Partanto Prodjosumarto, 2000) yaitu :
E = ( Waktu Kerja Efektif / Waktu Kerja Tersedia ) x 100 %

Medan Institute Of Technology III-26


Efisiensi alat muat dilambangkan “E’m”, sedangkan efisiensi alat angkut
dilambangkan “E’a”

3.9.1. Produktivitas Alat Muat Dan Gali


Menurut Indonesianto (2013) kemampuan produksi penambangan dapat
diketahui dengan melakukan perhitungan kemampuan produksi alat mekanis
masing-masing rangkaian kerja yang telah ditetapkan. Kemampuan produksi alat
muat dan alat angkut dapat digunakan untuk menilai kemampuan kerja dari suatu
alat. Semakin besar hasil produksi suatu alat dalam waktu yang singkat berarti
produktifitas alat tersebut juga akan semakin baik.
Produktivitas alat gali muat dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
berikut:
Secara Umum Rumusnya :

Kb  Ff  Sf  Eff  3600
Q
Ct

Keterangan:
Q = Produktivitas alat muat, bcm/jam atau ton/jam
Kb = Kapasitas bucket spec alat
Ff = Fill factor (faktor koreksi pengisian bucket)
Sf = Swell factor
Eff = Effisiensi kerja alat
Ct = Waktu edar alat muat (excavator), detik

Rumus yang dipakai di PT.MLP adalah:

𝑀𝑜𝑜ℎ 𝐸𝑓𝑓 3600


𝐶𝑡𝑚

Medan Institute Of Technology III-27


3.9.2. Produktivitas Alat Angkut
Produktivitas alat angkut dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
berikut:

SF  q  Eff  60
Q
Ct

Keterangan:
Q = Produktivitas alat angkut, bcm/jam atau ton/jam
q = Kapasitas vessel (banyak pengisian)
SF = Sweel Factor (Faktor Pengembangan Material)
Eff = Effisiensi kerja alat
Ct = Waktu edar alat angkut (dump truck) (menit

3.10. Faktor Keserasian Kerja (Match Factor)


Pada kegiatan penambangan, keserasian kerja antara alat muat dan alat
angkut perlu diperhatikan. Untuk melihat keserasian kerja antara alat gali muat
dan alat angkut digunakan persamaan berikut:

𝑛𝐻𝑥𝑓𝑥𝐶𝑡𝐿
𝑀𝐹
𝑛𝐿𝑥𝐶𝑡𝐻
Keterangan:
MF = Match factor
nH = Jumlah truk
nL = Jumlah alat muat
CtH = Waktu edar alat angkut (menit)
CtL = Waktu edar alat muat (menit)
f = Frekuensi pengisian truk

Keserasian kerja antara alat muat dan alat angkut berpengaruh terhadap faktor
kerja. Hubungan yang tidak serasi antara alat muat dan alat angkut akan
menurunkan faktor kerja. Faktor kerja alat muat dan alat angkut akan mencapai
100% jika MF = 1, sedangkan bila MF < 1 maka faktor kerja alat angkut = 100%

Medan Institute Of Technology III-28


dan faktor kerja alat muat < 100% (alat loading menunggu alat angkut).
Sebaliknya bila MF > 1, maka faktor kerja alat muat = 100% dan faktor kerja
alat angkut < 100% (alat hauling antri). Keserasian kerja antara alat muat dan alat
angkut akan terjadi pada saat harga MF = 1, pada saat itu kemampuan alat muat
akan sesuai dengan kemampuan alat angkut.

3.11 ENDAPAN NIKEL LATERIT


Berdasarkan cara terjadinya, endapan nikel dapat dibedakan menjadi 2
macam, yaitu :

Endapan Sulfida Nikel – Tembaga


berasal dari mineral pentlandit, milerit, yang terbentuk akibat injeksi
magma dan konsentrasi residu (sisa) silikat nikel hasil pelapukan batuan
beku ultramafik yang sering disebut

Endapan Nikel Laterit


Menurut Bateman (1981), endapan jenis konsentrasi sisa dapat terbentuk
jika batuan induk yang mengandung bijihh mengalami proses pelapukan,
maka mineral yang mudah larut akan terusir oleh proses erosi (terbawa
air), sedangkan mineral bijihh biasanya stabil dan mempunyai berat jenis
besar akan tertinggal dan terkumpul menjadi endapan konsentrasi sisa.

Endapan nikel laterit merupakan bijihh yang dihasilkan dari proses


pelapukan batuan ultrabasa yang ada di atas permukaan bumi. Istilah Laterit
sendiri diambil dari bahasa Latin “later” yang berarti batubata merah, yang
dikemukakan oleh M. F. Buchanan (1807), yang digunakan sebagai bahan
bangunan di Mysore, Canara dan Malabr yang merupakan wilayah India bagian
selatan. Material tersebut sangat rapuh dan mudah dipotong, tetapi apabila terlalu
lama terekspos, maka akan cepat sekali mengeras dan sangat kuat.

Smith (1992) mengemukakan bahwa laterit merupakan regolith atau tubuh


batuan yang mempunyai kandungan Fe yang tinggi dan telah mengalami

Medan Institute Of Technology III-29


pelapukan, termasuk di dalamnya profil endapan material hasil transportasi yang
masih tampak batuan asalnya.

Sebagian besar endapan laterit mempunyai kandungan logam yang tinggi


dan dapat bernilai ekonomis tinggi, sebagai contoh endapan besi, nikel, mangan
dan bauksit.Dari beberapa pengertian bahwa laterit dapat disimpulkan merupakan
suatu material dengan kandungan besi dan aluminium sekunder sebagai hasil
proses pelapukan yang terjadi pada iklim tropis dengan intensitas pelapukan
tinggi. Di dalam industri pertambangan nikel laterit atau proses yang diakibatkan
oleh adanya proses lateritisasi sering disebut sebagai nikel sekunder.

Medan Institute Of Technology III-30


3.12 GENESA ENDAPAN NIKEL LATERIT
Nikel merupakan logam yang cukup keras putih mengkilap. Nikel terdapat
pada batuan ultra basa seperti dunit dan peridotit yang mengalami serpentinisasi
dan lapuk menghasilkan mineral sekunder bijihh nikel garnierit.

Gambar 3.27 : Konsep Genesa Endapan Nikel Laterit

Proses pelapukan dimulai pada batuan ultramafik (peridotit, dunit,


serpentinit), dimana batuan ini banyak mengandung mineral olivin, piroksen,

Medan Institute Of Technology III-31


magnesium silikat dan besi silikat, yang pada umumnya mengandung 0,30 %
nikel. Batuan tersebut sangat mudah dipengaruhi oleh pelapukan lateritik (Boldt
,1967).
Proses laterisasi adalah proses pencucian pada mineral yang mudah larut
dan silika dari profil laterit pada lingkungan yang bersifat asam, hangat dan
lembab serta membentuk konsentrasi endapan hasil pengkayaan proses laterisasi
pada unsur Fe, Cr, Al, Ni dan Co (Rose et al., 1979 dalam Nushantara 2002).
Menurut Hasanudin, 1992, air permukaan yang mengandung CO2 dari
atmosfir dan terkayakan kembali oleh material – material organis di permukaan
meresap ke bawah permukaan tanah sampai pada zona pelindian, dimana fluktuasi
air tanah berlangsung. Akibat fluktuasi ini air tanah yang kaya CO2 akan kontak
dengan zona saprolit yang masih mengandung batuan asal dan melarutkan mineral
– mineral yang tidak stabil seperti olivin / serpentin dan piroksen. Mg, Si dan Ni
akan larut dan terbawa sesuai dengan aliran air tanah dan akan memberikan
mineral – mineral baru pada proses pengendapan kembali .Endapan besi yang
bersenyawa dengan oksida akan terakumulasi dekat dengan permukaan tanah,
sedangkan magnesium, nikel dan silika akan tetap tertinggal di dalam larutan dan
bergerak turun selama suplai air yang masuk ke dalam tanah terus berlangsung.
Rangkaian proses ini merupakan proses pelapukan dan pelindihan/leaching.
Pada proses pelapukan lebih lanjut magnesium (Mg), Silika (Si), dan Nikel
(Ni) akan tertinggal di dalam larutan selama air masih bersifat asam . Tetapi jika
dinetralisasi karena adanya reaksi dengan batuan dan tanah, maka zat – zat
tersebut akan cenderung mengendap sebagai mineral hidrosilikat (Ni-magnesium
hidrosilicate) yang disebut mineral garnierit [(Ni,Mg)6Si4O10(OH)8] atau mineral
pembawa Ni (Boldt, 1967).
Adanya suplai air dan saluran untuk turunnya air, dalam hal berupa kekar,
maka Ni yang terbawa oleh air turun ke bawah, lambat laun akan terkumpul di
zona impermeable, tidak dapat turun lagi dan tidak dapat menembus batuan
dasar(bedrock). Ikatan dari Ni yang berasosiasi dengan Mg, SiO dan H akan
membentuk mineral garnierit dengan rumus kimia (Ni, Mg) Si4O5(OH)4. Apabila
proses ini berlangsung terus menerus, maka yang akan terjadi adalah proses
pengkayaan supergen enrichment. Zona pengkayaan supergen ini terbentuk di

Medan Institute Of Technology III-32


zona Saprolit. Dalam satu penampang vertikal profil laterit dapat juga terbentuk
zona pengkayaan yang lebih dari satu, hal tersebut dapat terjadi karena muka air
tanah yang selalu berubah-ubah, terutama tergantung dari perubahan musim.
Di bawah zona pengkayaan supergen terdapat zona mineralisasi primer
yang tidak terpengaruh oleh proses oksidasi maupun pelindihan, yang sering
disebut sebagai zona batuan dasar (bed rock). Biasanya berupa batuan ultramafik
seperti Peridotit atau Dunit.

Gambar 3.28 Formasi Nikel Laterit

Medan Institute Of Technology III-33


3.3 PROFIL ENDAPAN NIKEL LATERIT
Profil laterit dapat dibagi menjadi beberapa zona. Profil nikel laterit
tersebut didiskripsikan dan diterangkan oleh daya larut mineral dan kondisi aliran
air tanah.

Gambar 3.29 : Profil Endapan Nikel Laterit

Medan Institute Of Technology III-34


BAB IV
DATA DAN ANALISIS DATA

4.1 Keadaan Lokasi Penambangan


4.1.1 Area IUP MLP
Lokasi Penambangan PT Makmur Lestari Primatama (MLP) terletak pada
wilayah, Kabupaten Konawe Utara yaitu termasuk dalam Desa Lameruru dan Desa
Molore Kecamatan Langgikima yang memiliki luas wilayah IUP 407 Ha. PT MLP
menambang dengan COG Ni >1,4. Berdasarkan luas penyebaran ore nya, PT MLP
membagi pit besar yang diantaranya Pit Bintaro dan Pit Grogol. Sekuen awal
penambangan focus pada Pit Bintaro.

(Sumber: PT. MLP)


Gambar 4.1 Peta Penyebaran Ore

4.1.2 Pit Bintaro


Area Pit Bintaro terdiri dari beberapa pit kecil yaitu Pit Alaska, Pit Texas, Pit
Kansas dan Pit Hawai-Denver. Penelitian dilakukan pada area Pit Alaska dan Pit
Hawai-Denver, dimana schedule penambangan pada bulan Agustus-September
yang produksi hanya di pit ini.

Medan Institute Of Technology IV-1


 
(Sumber: PT. MLP)
Gambar 4.2 Peta Pembagian Pit Besar Bintaro

4.1.3 Pit Alaska


Luas bukaan pit Alaska sekitar 3,5 Ha. Pada Pit ini kegiatan penambangan
yang berlangsung adalah kegiatan Over Burden removal dan ore getting.

(Sumber: PT. MLP_ Foto Drone)


Gambar 4.3 Peta Area Pit Alaska

Medan Institute Of Technology IV-2


 
(Sumber: PT. MLP_ Short term engineer)
Gambar 4.4 Peta Area Pit Alaska

Waste dump yang terletak di area pit ini adalah waste dump DJL, waste dump
ex ETO Alaska dan waste dump area mine out blok utara pit alaska. Untuk jarak
waste dump dengan loading point di area pit Alaska maksimum 400 meter.
Geometri lereng pada Pit ini terdiri dari tinggi jenjang 5 meter, lebar berm 2 meter
dan sudut slope sebesar 600.

4.1.4 Area Pit Hawai-Denver


Luas bukaan Pit Hawai – Denver sekitar 3 Ha. Pada Pit ini kegiatan
penambangan yang berlangsung adalah kegiatan Over Burden removal dan ore
getting.

(Sumber: PT. MLP_ Foto Drone)


Gambar 4.5 Peta Area Hawai-Denver

Medan Institute Of Technology IV-3


 
(Sumber: PT. MLP_ Short term engineer)
Gambar 4.6 Peta Area Pit Hawai-Denver

Waste dump yang terletak di area pit ini adalah waste dump Sequen II, waste
dump Denver dan waste dump Colorado bawah. Untuk jarak waste dump dengan
loading point di area pit Hawai-Denver maksimum 500 meter. Geometri lereng
pada Pit ini terdiri dari tinggi jenjang 5 meter, lebar berm 2 meter dan sudut slope
sebesar 600.

4.1.5 Kondisi Front Jalan/Loading Point


Untuk kondisi jalan akses disetiap loading point membutuhkan perkerasan
(Quarry), dengan lebar jalan sekitar 5 meter untuk 1 jalur unit dump truck, dengan
grade rata-rata 2-3%. Unit support Compactor dan dozer sangat berperan untuk
perbaikaan area loading point.

(Sumber: Dokumentasi KP)


Gambar 4.7. Kondisi jalan Area Loading Point

Medan Institute Of Technology IV-4


 
4.1.6 Kondisi Mine Haul Road
Jarak Pit menuju Jetty sekitar 3,5 km dengan lebar jalan MHR 20 meter untuk dua jalur alat angkut. Pada sisi kiri dan kanan jalan
MHR terdapat paritan kecil untuk aliran air limpasan dari badan jalan, sehingga jalan MHR tetap kering.

(Sumber: PT. MLP_ Foto Drone)


Gambar 4.8 Peta Jarak lokasi

Medan Institute Of Technology IV-5


 
4.1.7 Kondisi Run Off Water
Bukaan lahan penambangan PT Makmur Lestari Primatama untuk area sekuen bintaro
berada pada sisi bukit, dari segi topografi bagian utara merupakan Titik Hulu Aliran air dan
selatan hilirnya. Untuk Daerah tangkapan air hujan (catchment area) pada bukaan lahan
penambangan PT MLP, saat ini dibagi menjadi 2 area Yakni Catchment area South West
direction dimana arah aliran air yang relative ke barat daya dan Catchment area South East
direction, Arah aliran air yang relative ke tenggara.

SW  SE 
DIRECTION DIRECTION

(Sumber: PT. MLP)


Gambar 4.9 Pembagian Catchment Area

Berikut ini luas catchment area dimana pola aliran air yang menuju daerah bukaan lahan
penambangan.

Tabel 4.1 Catchment Area

No. Catchment area Luas (Km2)

1 South West direction 0.528

2 South East direction 0.3895

 Catchment area South West direction, merupakan daerah tangkapan air hujan untuk
bukaan Pit Alaska, Pit Kansas, Pit Texas, dan Pit Vegas.

 Catchment area South West direction, merupakan daerah tangkapan air hujan Area
untuk bukaan Pit Hawai dan Denver.

Medan Institute Of Technology IV-6


 
(Sumber: PT. MLP)
Gambar 4.10 Peta Run Off MLP Area (General View)

(Sumber: PT. MLP)


Gambar 4.11 Peta Run Off Bintaro Area (General View)

Medan Institute Of Technology IV-7


 
4.2 Kajian Teknis
4.2.1 Pola Muat
Pola pemuatan yang digunakan di lapangan berdasarkan level
penggalian antara alat muat dan alat angkut menggunakan pola leveling yaitu
Excavator melakukan pemuatan level / setingkat dengan alat angkutnya. Pola
pemuatan berdasarkan jumlah penempatan truck adalah single back up atau
single set, yaitu truck memposisikan diri untuk dimuati pada area loading
point sedangkan Dumptruck berikutnya dalam posisi siap mundur untuk
dimuat.

(Sumber :Dokumentasi KP)


Gambar 4.12 Pola Pemuatan Leveling

4.2.2 Faktor Pengisian Bucket (Bucket Fill Factor)


Kapasitas bucket yang digunakan sekelas bucket Komatsu PC 195
(0,93 m3).
a. Kapasitas teoritis alat muat (Vd) = 0,93 m3
b. Kapasitas nyata alat muat (Vb) = 1 m3

Maka Nilai Bucket fill factor yang digunakan adalah :


FF = (Vb/Vd) × 100%
= (1/0,93) × 100% = 1,075

Medan Institute Of Technology IV-8


 
4.2.3 Faktor Pengembangan Material (Swell Factor)
Data yang telah ditentukan perusahaan dapat dilihat pada
lampiran,dengan ringkasan data sebagai berikut:
a. Density Insitu (BCM) = 1,56 Kg/m3
b. Density Loose (LCM) = 1,2 Kg/m3

Maka Nilai Swell Factor yang digunakan adalah :


Swell Factor = (BCM/LCM)
= (1,56 / 1,2) = 1,3

4.3 Waktu Edar (Cycle Time) Alat Gali Muat


4.3.1
Lokasi  : PIT HAWAI DENVER
Kegiatan  : ORE GETTING 
Unit Loader  : EXCAVATOR CAT 320 
Swing  Empty  Cycle 
Digging  Dump 
Load  Swing  Time 
No 
(TM‐1)  (TM‐2)  (TM‐3)  (TM‐4)  (CTM) 
Detik  Detik  Detik  Detik  Detik 
1  4  4  4  4  16 
2  5  4  3  4  16 
3  4  4  2  3  13 
4  3  4  4  4  15 
5  6  4  3  5  18 
6  3  3  4  4  14 
7  3  3  3  3  12 
8  3  4  4  4  15 
9  4  3  3  4  14 
10  5  5  3  4  17 
11  4  4  3  2  13 
12  5  4  3  3  15 
13  6  5  3  4  18 
Rata‐
4,23  3,92  3,23  3,69  15,08 
Rata 
  (Menit)  0,25 

Medan Institute Of Technology IV-9


 
Gambar 4.13 Grafik Waktu Edar Alat Muat Hawai-Denver

4.3.2
Lokasi  : PIT ALASKA 
Kegiatan  : Over Burden Removal 
Unit Loader  : EXCAVATOR CAT 320 
Swing  Empty  Cycle 
Digging  Dump
Load  Swing  Time 
No  (TM‐
(TM‐1)  (TM‐2)  (TM‐4)  (CTM) 
3) 
Detik  Detik  Detik  Detik  Detik 
1  5  4  3  3  15 
2  6  4  3  4  17 
3  7  4  3  4  18 
4  5  4  3  3  15 
5  6  4  3  4  17 
6  6  5  4  4  19 
7  6  4  4  4  18 
8  6  4  4  4  18 
9  5  5  3  4  17 
10  6  5  3  4  18 
11  5  4  3  4  16 
12  5  5  3  4  17 
Rata‐Rata  5,67  4,33  3,25  3,83  17,08 
  (Menit)  0,28 

Medan Institute Of Technology IV-10


 
OB REMOVAL ‐ ALASKA
20
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Digging (TM‐1) Detik Swing Load (TM‐2) Detik Dump (TM‐3) Detik


Empty Swing (TM‐4) Detik Cycle Time (CTM) Detik

Gambar 4.14 Grafik Waktu Edar Alat Muat Alaska

4.3.3
Lokasi  : ETO HAWAI 
Kegiatan  : BARGING 
Unit Loader  : EXCAVATOR CAT 320 
Swing  Empty  Cycle 
Digging  Dump
Load  Swing  Time 
No  (TM‐
(TM‐1)  (TM‐2)  (TM‐4)  (CTM) 
3)
Detik  Detik  Detik  Detik  Detik 
1  4  4  3  4  15 
2  5  5  4  3  17 
3  3  4  3  3  13 
4  3  5  4  4  16 
5  6  4  3  3  16 
6  3  4  4  3  14 
7  4  4  3  4  15 
8  3  3  2  2  10 
9  4  3  3  4  14 
10  3  3  3  3  12 
11  6  5  3  4  18 
12  5  5  3  4  17 
13  6  4  3  4  17 
Rata‐Rata  4,23  4,08  3,15  3,46  14,92 
  (Menit)  0,25 

Medan Institute Of Technology IV-11


 
Gambar 4.15 Grafik Waktu Edar Alat Muat Eto Hawai

4.3.4
Lokasi  : QUARRY COLORADO 
Kegiatan  : LOADING QUARRY 
Unit Loader  : EXCAVATOR CAT 320 
Swing  Empty  Cycle 
Digging  Dump
Load  Swing  Time 
No  (TM‐
(TM‐1)  (TM‐2)  (TM‐4)  (CTM) 
3) 
Detik  Detik  Detik  Detik  Detik 
1  7  4  4  4  19 
2  8  4  3  4  19 
3  7  4  2  3  16 
4  6  4  4  4  18 
5  6  4  3  5  18 
6  8  3  4  4  19 
7  9  3  3  3  18 
8  10  4  4  4  22 
9  6  3  3  4  16 
10  6  5  3  4  18 
Rata‐Rata  7,30  3,80  3,30  3,90  18,30 
  (Menit)  0,31 

Medan Institute Of Technology IV-12


 
Gambar 4.16 Grafik Waktu Edar Alat Muat Quarry

Medan Institute Of Technology IV-13


 
4.4 Waktu Edar Alat Angkut
4.4.1
Lokasi  : PIT HAWAI DENVER 
Kegiatan  : ORE GETTING 
Tujuan  : EFO (Jetty)  
Jarak  : 2,7 Km 
Unit Hauler  : Dump Truck HINO 500
 
Spotting  Loading  Hauling  Dumping  Returning  Cycle 
Manuver Jumlah 
Time  Time  Time  Time  Time  Time 
No 
(TA‐1)  (TA‐2)  (TA‐3)  (TA‐4)  (TA‐5)  (TA‐6)  CTA  Pengisian 
(Menit)  (Menit)  (Menit) (Menit)  (Menit)  (Menit)  (Menit)  Bucket 
1  1,2  3,4  8,3  0,3  1,1  7,1  21,3  13 
2  1,1  3,3  8,1 0,4 0,5 7,3 20,7  12 
3  1,1  3,6  8,2  0,4  1,1  7,5  21,8  13 
4  0,5  2,5  8,6  0,5  1,4  8,2  21,5  11 
5  1,2  3,4  8,2 1,1 1,1 7,4 22,3  13 
Rata‐
1  3  8  1  5  7  21,5  12 
Rata 
  Jam 0,36   

Gambar 4.17 Grafik Waktu Edar Alat Angku Hawai-Denver

Medan Institute Of Technology IV-14


 
4.4.2
Lokasi  : PIT ALASKA 
Kegiatan  : OB REMOVAL 
Tujuan  : WASTE DUMP BLOK MINE OUT ALASKA UTARA 
Jarak  : 0,2 Km 
Unit Hauler  : Dump Truck HINO 500 
 
Spotting Loading Hauling Dumping Returning Cycle
Manuver Jumlah
Time Time Time Time Time Time
No (TA-1) (TA-2) (TA-3) (TA-4) (TA-5) (TA-6) CTA Pengisian
(Menit) (Menit) (Menit) (Menit) (Menit) (Menit) (Menit) Bucket
1 0,6 3,5 1,3 1,0 1,4 1,2 9,0 15
2 1,3 4,2 1,4 2,2 2,2 1,3 12,6 18
3 1,0 3,4 1,5 1,1 1,4 1,2 9,7 17
4 1,1 3,6 1,5 0,5 1,3 1,3 9,3 17
5 1,1 2,5 1,2 1,4 1,4 1,1 8,8 11
6 1,3 2,5 1,3 1,1 1,4 1,1 8,8 11
7 1,0 3,2 1,2 1,1 1,4 1,2 9,1 11
8 1,1 3,2 1,3 1,1 1,2 1,2 9,2 12
9 1,0 3,1 1,3 1,2 1,4 1,4 9,4 11
10 1,3 3,6 1,4 1,0 2,0 1,3 10,5 12
11 0,6 4,1 2,3 1,3 1,3 1,2 10,8 14
Rata-
1,02 3,35 1,43 1,20 1,50 1,23 9,74 14
Rata
  Jam 0,2   

Gambar 4.18 Grafik Waktu Edar Alat Angkut Alaska Utara

Medan Institute Of Technology IV-15


 
4.4.3
Lokasi  : ETO HAWAI 
Kegiatan  : BARGING
Tujuan  : EFO (Jetty)  
Jarak  : 2,6 Km 
Unit Hauler  : Dump Truck HINO 500 
 
Spotting  Loading  Hauling  Dumping  Returning  Cycle 
Manuver Jumlah 
Time  Time  Time  Time  Time  Time 
No 
(TA‐1)  (TA‐2)  (TA‐3)  (TA‐4)  (TA‐5)  (TA‐6)  CTA  Pengisian
(Menit)  (Menit)  (Menit) (Menit) (Menit) (Menit) (Menit)  Bucket
1  1,1  3,1  10,3  1,5  1,1  9,4  26,4  4 
2  1,0  2,6  10,3  2,0  1,1  9,6  26,6  4 
3  0,6  2,0  8,5  1,0  1,1  9,5  22,7  3 
4  0,6  3,1  10,1 1,2 0,6 9,0 24,6  4 
Rata‐
0,81  2,68  9,79  1,41  0,97  9,39  25,06  3,75 
Rata 
  Jam  0,42   

Gambar 4.19 Grafik Waktu Edar Alat Angkut Eto Hawai

Medan Institute Of Technology IV-16


 
4.4.4
Lokasi : QUARRY COLORADO
Kegiatan : LOADING QUARRY
Tujuan : MHR - JETTY
Jarak : 3 Km
Unit Hauler : Dump Truck HINO 500

Spotting Loading Hauling Dumping Returning Cycle


Manuver Jumlah
Time Time Time Time Time Time
No
(TA-1) (TA-2) (TA-3) (TA-4) (TA-5) (TA-6) CTA Pengisian
(Menit) (Menit) (Menit) (Menit) (Menit) (Menit) (Menit) Bucket
1 0,3 2,2 9,6 0,2 0,2 9,2 21,6 9,0
2 0,3 2,2 10,1 0,3 0,2 10,2 23,4 9,0
3 0,4 2,2 9,6 0,2 0,2 9,2 21,7 9,0
4 0,2 2,1 10,1 0,5 0,3 9,2 22,3 8,0
5 0,3 2,2 10,2 0,3 0,3 9,5 22,7 9,0
6 0,1 3,2 11,1 0,2 0,3 10,1 25,0 10,0
7 0,3 2,3 9,5 0,2 0,2 9,2 21,6 9,0
Rata-
0,3 2,3 10,0 0,3 0,2 9,5 22,6 9,0
Rata
Jam 0,38

Gambar 4.20 Grafik Waktu Edar Alat Angkut Quarry

Medan Institute Of Technology IV-17


 
4.5 Produktivitas Alat Muat

1 Total Waktu Pengamatan 4 Jam


2 Lokasi Pengambilan Data 1. Lokasi Pit Hawai-Denver
2. Lokasi Alaska Utara
3. Lokasi Eto Hawai
4. Lokasi Quarry Colorado
3 Rata-rata Cycle Time 1. 15,08 Detik
2. 17,08 Detik
3. 14,92 Detik
4. 18,30 Detik
4 Kondisi Material 1. Ore Getting
2. OB Removal
3. Barging (ETO)
4. Quarry
5 Kapasitas Bucket 0,93 m3
6 Effesiensi Kerja 0,6
7 Sweel Factor 1,3
8 Fill Factor 1,075
9 Density Ore 1,21
10 Density Ob 1,29
11 Density Quarry 1,5

4.5.1 Lokasi Pit Hawai-Denver


Kegiatan Ore Getting
Excavator 71 CAT 320 Setara PC 200
DT-119 Hino 500
Produktivitas pada Excavator PC 200 lokasi Pit Hawai-Denver yaitu :
 Kb = 0,93 m3
 FF = 1,075
 Eff = 0,6
 SF = 1,3
 Ct = 15,08 Detik
 Density Ore = 1,21 Ton/Bcm

Medan Institute Of Technology IV-18


 
0,93 x 1,075 x 1,3 x 0,6 x 3600
Q =
15,08
. ,
=
15,08

= 186,2 Bcm/Jam
= 186,2 Bcm/Jam × Density Ore
= 186,2 Bcm/Jam × 1,21 Ton/Bcm
= 225,30 Ton/Jam

4.5.2 Lokasi Alaska Utara


Kegiatan Ob Removal
Excavator 72 CAT 320 Setara PC 200
DT-81 Hino 500
Produktivitas pada Excavator PC 200 lokasi Alaska Utara yaitu :
 Kb = 0,93 m3
 FF = 1,075
 Eff = 0,6
 SF = 1,3
 Ct = 17,08 Detik
 Density Ob = 1,29 Ton/Bcm

0,93 x 1,075 x 1,3 x 0,6 x 3600


Q =
17,08
. ,
=
17,08

= 164,37 Bcm/Jam
= 164,37 Bcm/Jam × Density Ob
= 164,37 Bcm/Jam × 1,29 Ton/Bcm
= 212,04 Ton/Jam

4.5.3 Lokasi Eto Hawai


Kegiatan Ore Getting
Excavator 24 CAT 320 Setara PC 200
DT-129 Hino 500
Produktivitas pada Excavator PC 200 lokasi Eto Hawai yaitu :
 Kb = 0,93 m3
 FF = 1,075
 Eff = 0,6

Medan Institute Of Technology IV-19


 
 SF = 1,3
 Ct = 14,92 Detik
 Density Ore = 1,21 Ton/Bcm

0,93 x 1,075 x 1,3 x 0,6 x 3600


Q =
14,92
. ,
=
14,92

= 188,16 Bcm/Jam
= 188,16 Bcm/Jam × Density Ore
= 188,16 Bcm/Jam × 1,21 Ton/Bcm
= 225,67 Ton/Jam

4.5.4 Lokasi Quarry


Kegiatan Loading Quarry
Excavator 24 CAT 320 Setara PC 200
DT-118 Hino 500
Produktivitas pada Excavator PC 200 lokasi Quarry Colorado yaitu :
 Kb = 0,93 Bcm
 FF = 1,075
 Eff = 0,6
 SF = 1,3
 Ct = 18,30 detik
 Density Quarry = 1,5 Ton/Bcm
0,93 x 1,075 x 1,3 x 0,6 x 3600
Q =
18,30
. ,
=
18,30

= 153,40 Bcm/Jam
= 153,40 Bcm/Jam × Density Quarry
= 153,40 Bcm/Jam × 1,5 Ton/Bcm
= 230,1 Ton/Jam

Medan Institute Of Technology IV-20


 
4.6 Produktivitas Alat Angkut
1 Total Waktu Pengamatan 4 Jam
2 Lokasi Pengambilan Data 1. Lokasi Pit Hawai-Denver
2. Lokasi Alaska Utara
3. Lokasi Eto Hawai
4. Lokasi Quarry Colorado
3 Rata-rata Cycle Time 1. 21,5 Menit = 1.290 Detik
2. 9,74 Menit = 584,4 Detik
3. 25,06 Menit = 1.504 Detik
4. 22,16 Menit = 1.330 Detik
4 Kondisi Material 1. Ore Getting
2. OB Removal
3. Barging (ETO)
4. Quarry
5 Kapasitas Bucket 0,93 m3
6 Effesiensi Kerja 0,6
7 Sweel Factor 1,3
8 Fill Factor 1,075
9 Density Ore 1,21
10 Density Ob 1,29
11 Density Quarry 1,5
12 Kapasitas Dumptruck Hino 500 20 Ton
13 Banyak Pengisian DT Hino 500 1. 12 Bucket
2. 14 Bucket
3. 12 Bucket
4. 9 Bucket

Medan Institute Of Technology IV-21


 
4.6.1 Lokasi Pit Hawai-Denver
Kegiatan Ore Getting, Tujuan Exportable Final Ore (Efo-Jetty)
Jarak 2,7 km
DT-119 Hino 500
Excavator 71 CAT 320 Setara PC 200

Produktivitas Dumptruck (DT) Hino 500 pada lokasi Pit Denver-Efo (Jetty)
yang berjarak 3 km yaitu :
 Eff = 0,6
 SF = 1,3
 Ct = 21,5 Menit
 n = 12 Bucket
 q = 20 Ton
 Density Ore = 1,21 Ton/Bcm
1,3 x 0,6 x 20 x 60
Q =
21,5

=
21,5

= 43,53 Bcm/Jam.
= 43,53 Bcm/Jam × Density Ore
= 43,53 Bcm/Jam × 1,21 Ton/Bcm
= 52,67 Ton/Jam

4.6.2 Lokasi Alaska Utara


Kegiatan Ob Removal, Tujuan WD Mine Out Alaska Utara
Jarak 0,2 Km
DT-81 Hino 500
Excavator 72 CAT 320 Setara PC 200
Produktivitas Dumptruck (DT) Hino 500 pada lokasi Alaska Utara-Waste
Dump Mine Out Alaska Utara yang berjarak 200 Meter, yaitu
 Eff = 0,6
 SF = 1,3
 Ct = 9,74 Menit
 n = 14 kali
 q = 20 Ton
 Density Ob = 1,29 Ton/Bcm

Medan Institute Of Technology IV-22


 
20 x 0,6 x 1,3 x 60
Q =
9,74

=
9,74

= 96,1 Bcm/Jam.
= 96,1 Bcm/Jam × Density Ob
= 96,1 Bcm/Jam × 1,29 Ton/Bcm
= 123,97 Ton/Jam

4.6.3 Lokasi Eto Hawai


Kegiatan Ore Getting, Tujuan Exportable Final Ore (Efo-Jetty)
Jarak 2,6 km
DT-129 Hino 500
Excavator 18 CAT 320 Setara PC 200
Produktivitas Dumptruck (DT) Hino 500 pada lokasi Eto Texas- Efo (Jetty)
yang berjarak 2,5 km yaitu :
 Eff = 0,6
 SF = 1,3
 Ct = 25,06 Menit
 n = 12 Bucket
 q = 20 Ton
 Density Ore = 1,21 Ton/Bcm
1,3 x 0,6 x 17 Bcm x 60
Q =
25,06

=
25,06

= 37,35 Bcm/Jam.
= 37,35 Bcm/Jam × Density Ore
= 37,35 Bcm/Jam × 1,21 Ton/Bcm
= 45,19 Ton/Jam

Medan Institute Of Technology IV-23


 
4.6.4 Lokasi Quarry Colorado
Kegiatan Loading Quarry, tujuan MHR Jetty
Jarak 3 km
DT-118 Hino 500
Excavator 24 CAT 320 Setara PC 200
Produktivitas Dumptruck (DT) Hinno 500 pada lokasi Quarry-MHR Jetty
yang berjarak 2,5 km yaitu :
 K =1
 Eff = 0,6
 SF = 1,3
 Ct = 22,6 Menit
 q = 20 Ton
 n = 9 Bucket
 Density Quarry = 1,5 Ton/Bcm
20 x 0,6 x 1,3 x 60
Q =
22,6

=
22,6

= 41,42 Bcm/Jam
= 41,42 Bcm/Jam × Density Quarry
= 41,42 Bcm/Jam × 1,5 Ton/Bcm
= 62,13 Ton/Jam

Medan Institute Of Technology IV-24


 
4.7 Perhitungan Faktor Keserasian Alat (Match Factor)
4.7.1 Lokasi Pit Hawai-Denver
Kegiatan Ore Getting, tujuan Exportable Final Ore (Efo-Jetty)
Jarak 2,7 km
DT-119 Hino 500
Excavator 71 CAT 320 Setara PC 200

Match Factor Excavator CAT 320 Setara PC 200 untuk melayani Dumptruck
Hino 500 pada lokasi Pit Denver-Efo (Jetty) yang berjarak 2,7 km :
f : 12 Bucket
nH : 5 Dumptruck Hino 500
Ctm : 15,08 Detik
nL : 1 Excavator
Cta : 1.290 Detik

5 ×12 × 15,08
MF =
1 x 1.290
𝟗𝟎𝟒,𝟖
MF =
𝟏𝟐𝟗𝟎

= 0,7

MF < 1, artinya alat muat bekerja kurang dari 100 % sedang alat
angkut bekerja 100 %, sehingga terdapat waktu tunggu bagi alat muat. Jadi
diperlukan tambahan alat angkut pada lokasi Pit Denver guna meningkatkan
target produksi.

Medan Institute Of Technology IV-25


 
4.7.2 Lokasi Alaska Utara
Kegiatan Ob Removal, Tujuan WD Mine Out Alaska Utara
Jarak 0,2 Km
DT-81 Hino 500
Excavator 72 CAT 320 Setara PC 200

Match Factor Excavator CAT 320 Setara PC 200 untuk melayani


Dumptruck Hino 500 pada lokasi Alaska Utara-WD Mine Out Alaska Utara
yang berjarak 0,2 Km yaitu:
f : 14 Bucket
nH : 2 Dumptruck Hino 500
Ctm : 17,08 detik
nL : 1 Excavator
Cta : 584,4 Detik

𝟐 𝟏𝟒 𝟏𝟕,𝟎𝟖
MF =
𝟏 𝟓𝟖𝟒,𝟒
𝟒𝟕𝟖,𝟐𝟒
=
𝟓𝟖𝟒,𝟒

= 0,8

MF < 1, artinya alat muat bekerja kurang dari 100 % sedang alat
angkut bekerja 100 %, sehingga terdapat waktu tunggu bagi alat muat. Jadi
diperlukan tambahan alat angkut pada lokasi Alaska Utara-WD Mine Out
Alaska Utara sehingga penimbunan overburden dapat dipercepat.

Medan Institute Of Technology IV-26


 
4.7.3 Lokasi Eto Hawai
Kegiatan Ore Getting, Tujuan Exportable Final Ore (Efo-Jetty)
Jarak 2,6 Km
DT-129 Hino 500
Excavator 18 CAT 320 Setara PC 200

Match Factor Excavator CAT 320 Setara PC 200 untuk melayani Dumptruck
Hino 500 pada lokasi Eto Hawai-Efo (Jetty) yang berjarak 2,6 km yaitu :
f : 12 Bucket
Na : 8 Dumptruck Hino 500
Ctm : 14,92 Detik
Nm : 1 Excavator
Cta : 1.504 Detik

8 x 12 × 14,92
MF =
1 x 1.504
𝟏.𝟒𝟑𝟐,𝟑𝟐
MF =
𝟏.𝟓𝟎𝟒

= 0,95

MF < 1, artinya alat muat bekerja kurang dari 100 % sedang alat
angkut bekerja 100 %, sehingga terdapat waktu tunggu bagi alat muat. Jadi
diperlukan tambahan alat angkut pada lokasi Eto Texas guna meningkatkan
target produksi.

Medan Institute Of Technology IV-27


 
4.7.4 Lokasi Quarry Colorado
Kegiatan Quarry, Tujuan MHR Jetty
Jarak 3 Km
DT-118 Hino 500
Excavator 24 CAT 320 Setara PC 200

Match Factor Excavator CAT 320 Setara PC 200 untuk melayani Dumptruck
Hino 500 pada lokasi Quarry-MHR Jetty yang berjarak 3 Km yaitu :
f : 9 Bucket
Na : 5 Dumptruck Hino 500
Ctm : 18,92 detik
Nm : 1 Excavator
Cta : 1.330 Detik

5 x 9 × 18,92
MF =
1 x 1330
𝟖𝟓𝟏,𝟒
MF =
𝟏𝟑𝟑𝟎

= 0,6

MF < 1, artinya alat muat bekerja kurang dari 100 % sedang alat
angkut bekerja 100 %, sehingga terdapat waktu tunggu bagi alat muat. Jadi
diperlukan tambahan alat angkut pada lokasi Quarry sehingga batuan Quarry
dapat di gunakan cepat dengan kebutuhan penimbunan jalan angkut.

Medan Institute Of Technology IV-28


 
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan uraian kerja praktek kami, dapat
disimpulkan beberapa hal yaitu:
A. Waktu edar (cycle time) alat gali muat Excavator CAT 320 Setara PC –200 dan
Dumptruck Hino 500 pada 4 lokasi berbeda adalah:
 Alat Gali Muat Excavator CAT 320 Setara PC 200 :
1. Pada lokasi Pit Denver = 15,08 Detik
2. Pada Lokasi Alaska Utara = 17,08 Detik
3. Pada Lokasi Eto Hawai = 14,92 Detik
4. Pada Lokasi Quarry Colorado = 18,30 Detik
 Alat Angkut Dumptruck Hino 500 :
1. Pada Lokasi Pit Denver = 21,5 Menit = 1.2190 Detik
2. Pada Lokasi Alaska Utara = 9,74 Menit = 584, 4 Detik
3. Pada Lokasi Eto Hawai = 25,06 Menit = 1.504 Detik
4. Pada Lokasi Quarry Colorado = 22,6 Menit = 1.330 Detik

B. Produktivitas alat gali muat Excavator CAT 320 Setara PC –200 dan
Dumptruck Hino 500 pada 4 lokasi berbeda adalah:
 Alat Gali Muat Excavator CAT 320 Setara PC 200 :
1. Pada lokasi Pit Denver = 186,2 Bcm/Jam = 225,30 Ton/Jam
2. Pada Lokasi Alaska Utara = 164,37 Bcm/Jam = 212,04 Ton/Jam
3. Pada Lokasi Eto Hawai = 188,16 Bcm/Jam = 225,67 Ton/Jam
4. Pada Lokasi Quarry Colorado = 153,40 Bcm/Jam = 230,1 Ton/Jam

 Alat Angkut Dumptruck Hino 500 :


1. Pada lokasi Pit Denver = 43,53 Bcm/Jam = 52,67 Ton/Jam
2. Pada Lokasi Alaska Utara = 96,1 Bcm/Jam = 123,97 Ton/Jam
3. Pada Lokasi Eto Hawai = 37,35 Bcm/Jam = 45,19 Ton/Jam
4. Pada Lokasi Quarry Colorado = 41,42 Bcm/Jam = 62,13 Ton/Jam

Medan Institute Of Technology


V-1
C. Perhitungan match factor antara alat gali muat Exavator CAT 320 Setara PC
dan alat angkut Dumptruck Hino 500 yaitu :
1. MF untuk kegiatan ORE GETTING di Pit Hawai Denver dengan tujuan
hauling Efo (Jetty) yang berjarak 2,7 km adalah 0,7
2. MF untuk Kegiatan OB REMOVAL di pit Alaska Utara dengan tujuan
WD Blok Mine Out yang berjarak 0,2 Km adalah 0,8
3. MF untuk kegiatan BARGING material dari dome Eto Hawai dengan
tujuan EFO (Jetty) yang berjarak 2,6 km adalah 0,95
4. MF Untuk kegiatan di Lokasi Quarry Colorado dengan tujuan hauling
MHR Jetty yang berjarak 3 Km adalah 0,6

Medan Institute Of Technology V-2


 
5.2 Saran
Dari hasil pengamatan dan uraian kerja praktek kami, berikut adalah saran
kami untuk yang bersangkutan.
1. Untuk meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja perlu perawatan
tambahan pada jalan di front tambang karena kondisi jalan yang kering dan
berdebu mengganggu jarak pandang dan pernafasan para pekerja yang ada
di front tambang.
2. Untuk mencapai target produksi maka jalan di front tambang dan jalan
angkut harus diperbaiki dan dirawat untuk memperkecil waktu edar alat
angkut yang akan berpengaruh pada produktivitas.
3. Dibutuhkan tambahan alat penunjang tambang (APT) pada di untuk
mendukung ketercapaian target produksi overburden.
4. Operating skill operator alat gali muat dan angkut harus di tingkatkan untuk
memperkecil waktu edar agar tidak terjadi waktu – waktu hilang akibat
kelalaian operator agar produktivitas meningkat.

Medan Institute Of Technology V-3


 

Anda mungkin juga menyukai