Anda di halaman 1dari 27

KATA PENGANTAR

Sehubungan dengan pekerjaan swakelola Desain Pengendali Banjir Sungai Maen, dengan ini
kami sampaikan “Laporan Survei Bathimetri dan Pasang Surut” yang merupakan salah satu
kegiatan yang penting dalam pekerjaan ini. Laporan ini berisikan tentang penjelasan mengenai
hal – hal yang berhubungan dengan pekerjaan pengukuran bathimetri, pasang surut dan
pembuatan peta bathimetri. Dalam laporan ini juga dijelaskan mulai dari persiapan pekerjaan,
metode dan pelaksanaan pekerjaan, hasil pengukuran sampai produk akhir yang berupa peta
bathimetri dan dokumentasi survei.
Demikian Laporan Survei Bathimetri dan Pasang Surut ini dibuat, dengan harapan akan
mendapatkan masukan dan tanggapan untuk kesempurnaan kegiatan yang akan
dilaksanakan.

Atas kepercayaannya yang telah diberikan, kami ucapkan terimakasih.

Manado, 2022

Faiz Mahbubi, S.T.


Teknik Pengairan Ahli Pertama
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................... i


DAFTAR ISI................................................................................................................................ ii
DAFTAR TABEL ....................................................................................................................... iv
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................................................ 5
1.1. Latar Belakang ................................................................................................................... 5
1.2. Maksud dan Tujuan ........................................................................................................... 5
1.3. Lingkup Pekerjaan............................................................................................................. 5
1.4. Lokasi Pekerjaan ............................................................................................................... 6
BAB 2 PERSIAPAN DAN MOBILISASI ................................................................................... 1
2.1. Pengumpulan Data ............................................................................................................ 1
2.2. Peralatan dan Perlengkapan ........................................................................................... 1
2.3. Pemeriksaan Alat ............................................................................................................... 3
BAB 3 LANDASAN TEORI DAN METODOLOGI PELAKSANAAN SURVEI......................... 1
3.1. Landasan Teori .................................................................................................................. 1
3.2. Survei Hidrografi Menggunakan Echosounder .......................................................... 1
3.2.1. Acuan Normatif .......................................................................................................... 1
3.2.2. Klasifikasi Survei ....................................................................................................... 1
3.3. Ketelitian dan Faktor Koreksi ......................................................................................... 3
3.4. Datum dan Acuan Pengukuran ...................................................................................... 4
3.4.1. Datum Horizontal ....................................................................................................... 4
3.4.2. Datum Vertikal ............................................................................................................ 4
3.4.3. Penentuan Posisi ....................................................................................................... 4
3.4.4. Titik Perum .................................................................................................................. 5
3.5. Kegiatan Persiapan ........................................................................................................... 5
3.5.1. Persiapan Administrasi ............................................................................................ 5
3.5.2. Persiapan Teknis ....................................................................................................... 6
3.6. Survei Pendahuluan .......................................................................................................... 6
3.7. Survei Primer ...................................................................................................................... 6
3.8. Pengolahan Data Perum ................................................................................................ 11
3.9. Penyimpanan dan Penyajian Data ............................................................................... 12
BAB 4 HASIL PENGUKURAN .................................................................................................. 1
4.1. Analisis Data ....................................................................................................................... 1
4.2. Penggambaran Peta .......................................................................................................... 2
Lampiran 1. Dokumentasi Pekerjaan Survei Lapangan ................................................... 1
DAFTAR TABEL

Tabel 3. 1. Klasifikasi daerah survei hidrografi ....................................................................III - 3


Tabel 3. 2. Ketelitian pengukuran parameter survei hidrografi............................................III - 3
BAB 1
BAB 1 PENDAHULUAN
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat sebagai institusi yang memiliki otoritas atas pengelolaan sumber daya air
di Indonesia dalam menyelenggarakan tugas dan fungsinya di bidang sumber daya air. Balai
Wilayah Sungai Sulawesi I merupakan unit pelaksana teknis Kementerian Pekerjaan Umum
dan Perumahan Rakyat dimana dalam pengelolaannya memiliki wewenang pengelolaan untuk
2 (Dua) Wilayah Sungai yaitu Wilayah Sungai Tondano-Sangihe-Talaud-Miangas dan Wilayah
Sungai Dumoga- Sangkub sesuai dengan dengan Peraturan Menteri Nomor 4 tahun 2015.

Dengan dicanangkannya Kawasan Ekonomi Khusus Pariwisata (KSPN) di Kec.


Likupang Kab. Minahasa Utara oleh Presiden Republik Indonesia Ir. Joko Widodo, maka
perlu ditunjang dengan perencanaan pembangunan bangunan pengendalian banjir Sungai
Maen pada wilayah KEK Likupang.

Untuk memenuhi kebutuhan akan pengendalian banjir Sungai Maen di Kawasan


Ekonomi Khusus (KEK) Likupang Kabupaten Minahasa Utara tersebut, Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Direktorat Jenderal Sumber Daya Air melalui
Pelaksana Kegiatan Perencanaan dan Program Satuan Kerja Balai Wilayah Sungai Sulawesi
I bermaksud hendak melakukan kegiatan swakelola Desain Sungai Maen.

1.2. Maksud dan Tujuan


Maksud Pekerjaan
Maksud dari kegiatan survei batimetri adalah diperolehnya suatu kondisi kontur dasar
laut di lokasi pekerjaan sesuai dengan kaidah-kaidah pengukuran yang berlaku (SNI) sehingga
membantu kegiatan desain bangunan pengaman pantai.

Tujuan Pekerjaan
Tujuan dari kegiatan survei batimetri adalah untuk mendapatkan peta rupa bumi di laut
sesuai dengan lingkup cakupan kinerja. Elevasi diikatkan terhadap muka air terendah hasil
analisis pasang surut dan posisinya diikatkan terhadap koordinat Cartesian bumi.

1.3. Lingkup Pekerjaan


Menurut spesifikasi yang telah ditentukan oleh pemberi tugas, lingkup pekerjaan
pengukuran batimetri di lokasi studi adalah sebagai berikut:

I-5|Hal
• Pengukuran batimetri (pemeruman)
• Pengikatan terhadap elevasi bench mark
• Perhitungan dan penggambaran.

1.4. Lokasi Pekerjaan


Lokasi kegiatan yang dimaksud adalah Kawasan Ekonomi Khusus Likupang, Desa
Maen Kecamatan Likupang Timur Kab. Minahasa Utara.

Gambar 1. 1. Lokasi pengukuran ruas pantai 1

I-6|Hal
BAB 2DAN MOBILISASI
BAB 2 PERSIAPAN
PERSIAPAN DAN MOBILISASI

Pekerjaan persiapan dan mobilisasi dilakukan untuk menunjang pelaksanaan pekerjaan


selanjutnya agar terencana dengan baik sehingga dapat berjalan dengan lancar. Pekerjaan
ini meliputi:

1. Pengumpulan data
2. Personil pelaksana pekerjaan
3. Peralatan dan perlengkapan
4. Pemeriksaan alat

2.1. Pengumpulan Data


Data-data yang dikumpulkan untuk menunjang pelaksanaan pengukuran batimetri
adalah sebagai berikut:

1. Peta Laut Indonesia (Hidro-Oseanografi) skala 1 : 50.000


2. Peta dari studi-studi sebelumnya
3. Data lain yang dianggap perlu

2.2. Peralatan dan Perlengkapan


Adapun peralatan dan perlengkapan yang digunakan antara lain:

1. Echosounder : 1 (satu) unit


2. Notebook : 1 (satu) unit
3. Perahu : 1 (satu) unit
4. Kamera Digital : 1 (satu) unit
1. Endo Sounder GPSMap dan perlengkapannya. Alat ini mempunyai fasilitas GPS (Global
Positioning System) yang akan memberikan posisi alat pada kerangka horisontal dengan
bantuan satelit. Dengan fasilitas ini, kontrol posisi dalam kerangka horisontal dari suatu
titik tetap di darat tidak lagi diperlukan. Selain fasilitas GPS, alat ini mempunyai
kemampuan untuk mengukur kedalaman perairan dengan menggunakan gelombang
suara yang dipantlkan ke dasar perairan. Gambar alat ini, cara penempatan alat dan
perlengkapannya pada perahu dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

I-1|Hal
Gambar 2. 1. Reader alat GPSMap yang digunakan dalam survei batimetri

2. Notebook. Satu unit portable computer diperlukan untuk menyimpan data yang diunduh
dari alat GPSMap setiap 300 kali pencatatan data.

3. Perahu. Perahu digunakan untuk membawa surveyor dan alat-alat pengukuran menyusuri
jalur-jalur sounding yang telah ditentukan. Dalam operasinya, perahu tersebut harus
memiliki beberapa kriteria, antara lain:

a. Perahu harus cukup luas dan nyaman untuk para surveyor dalam melakukan kegiatan
pengukuran dan downloading data dari alat ke komputer, dan lebih baik tertutup dan
bebas dari getaran mesin.
b. Perahu harus stabil dan mudah bermanuver pada kecepatan rendah.
c. Kapasitas bahan bakar harus sesuai dengan panjang jalur sounding.
d. Papan duga. Papan duga digunakan pada kegiatan pengamatan fluktuasi muka air
di laut.
e. Peralatan keselamatan. Peralatan keselamatan yang diperlukan selama kegiatan
survei dilakukan antara lain life jacket.

I-2|Hal
ANTENA

Gambar 2. 2. Penempatan GPSMap (tranduser, antena dan reader) di perahu

2.3. Pemeriksaan Alat


Pemeriksaan alat sangat penting dilakukan untuk menghindari hal-hal yang tidak
dinginkan terjadi pada saat melaksanakan pekerjaan di lapangan. Sebelum dipakai semua
alat diperiksa terlebih dahulu, baik mengenai kelengkapan alat tersebut, juga diperiksa
mengenai kemampuannya. Setelah benar-benar tidak terdapat kekurangan ataupun
kerusakan pada setiap alat yang akan digunakan, maka barulah alat-alat tersebut
dipergunakan sesuai dengan keperluannya.

Gambar 2. 3. Kegiatan pemeriksaan alat oleh direksi pengukuran

I-3|Hal
BAB
BAB 3 LANDASAN TEORI DAN 3
METODOLOGI PELAKSANAAN
LANDASAN TEORI DAN
SURVEI
METODOLOGI PELAKSANAAN SURVEI

3.1. Landasan Teori


Landasan teori yang disajikan dalam pelaporan ini disusun mengacu pada SNI 7646 –
2010 mengenai survei hidrografi. Seluruh landasan teori yang digunakan telah mengacu
kepada standar survei hidrografi yang berlaku secara internasional, yaitu special publication
no. 44 yang diterbitkan oleh IHO agar sebagian atau semua data yang diperoleh dapat
dimanfaatkan sebagai salah satu data dasar untuk penyempurnaan peta navigasi laut yang
sesuai.

3.2. Survei Hidrografi Menggunakan Echosounder


3.2.1. Acuan Normatif
Penyusunan landasan teori ini ditetapkan berdasarkan ketentuan dan prosedur survei
hidrografi menggunakan singlebeam echosounder sesuai dengan peralatan yang digunakan.
Seluruh ketentuan-ketentuan, prosedur pelaksanaan survei, pengolahan data, penyimpanan
dan penyajian data, dan pelaporan hasil survei hidrografi. Acuan Normatif yang digunakan
dalam penyusunan laporan adalah:

• IHO Standards for Hydrographic Surveys 4th Edition, Special Publication No. 44, 1998.
• IHO Standards for Hydrographic Surveys 5th Edition, Special Publication No. 32, 1994.
• ISO 6709, Latitude Longitude, 1983.
• SNI 19-6724-2002, Jaring kontrol horizontal.

3.2.2. Klasifikasi Survei


Sebagaimana survei lainnya, ketelitian dalam survei dibedakan dalam beberapa tingkat
sesuai dengan tujuan dan peralatan yang diperlukan. Survei batimetri akan dibagi dalam
beberapa orde berdasarkan tingkat ketelitian pengukuran dan penggunaan peralatan. Berikut
ini kami sajikan beberapa tingkatan orde berdasarkan ketelitian hasil pengukuran:

1. Orde khusus
Orde khusus survei hidrografi mendekati standar ketelitian survei enjinering/rekayasa
dan digunakan secara terbatas di daerah-daerah kritis dimana kedalaman dibawah lunas
sangat minim dan dimana karakteristik dasar airnya berpotensi membahayakan kapal.
Daerah- daerah kritis tersebut ditentukan secara langsung oleh instansi yang bertanggung

III - 1 | H a l
jawab dalam masalah kualitas survei. Sebagai contoh adalah pelabuhan-pelabuhan tempat
sandar dan alur masuknya. Mengingat kesalahan kecil dapat berdampak besar, maka
pengukuran orde jenis ini harus menghindari kesalahan seminim mungkin. Orde khusus
memerlukan penggunaan yang berkaitan dengan scan sonar, multi transducer arrays atau
multy beam echosounder dengan resolusi tinggi dengan jarak antar lajur perum yang rapat
untuk mendapatkan gambaran dasar air 100%. Harus pula diyakinkan bahwa setiap benda
dengan ukuran lebih besar dari satu meter persegi dapat terlihat oleh peralatan perum yang
digunakan. Penggunaan side scan sonar dan multibeam echosounder mungkin diperlukan di
daerah-daerah dimana banyak terdapat rintangan.

2. Orde Satu
Orde satu survei hidrografi diperuntukan bagi pelabuhan-pelabuhan, alur pendekat,
haluan yang dianjurkan, alur navigasi dan daerah pantai dengan lalu lintas komersial yang
padat dimana kedalaman di bawah lunas cukup memadai dan kondisi fisik dasar lautnya tidak
begitu membahayakan kapal (misalnya lumpur atau pasir). Survei orde satu berlaku terbatas
di daerah dengan kedalaman kurang dari 100 meter. Meskipun persyaratan pemeriksaan
dasar laut tidak begitu ketat jika dibandingkan dengan orde khusus, namun pemeriksaan dasar
laut secara menyeluruh tetap diperlukan di daerahdaerah tertentu dimana karakteristik dasar
laut dan resiko adanya rintangan berpotensi membahayakan kapal. Pada daerah-daerah yang
diteliti tersebut, harus diyakinkan bahwa untuk kedalaman sampai dengan 40 meter benda-
benda dengan ukuran lebih besar dari dua meter persegi, atau pada kedalaman lebih dari 40
meter, benda-benda dengan ukuran 10% dari kedalaman harus dapat digambarkan oleh
peralatan perum yang digunakan.

3. Orde Dua
Orde dua survei hidrografi diperuntukan di daerah dengan kedalaman kurang dari 200
meter yang tidak termasuk dalam orde khusus maupun orde satu, dan dimana gambaran
batimetri secara umum sudah mencukupi untuk meyakinkan bahwa tidak terdapat rintangan
di dasar laut yang akan membahayakan tipe kapal yang lewat atau bekerja di daerah tersebut.
Ini merupakan kriteria yang penggunaannya di bidang kelautan, sangat beraneka ragam,
dimana orde hidrografi yang lebih tinggi tidak dapat diberlakukan. Pemeriksaan dasar laut
mungkin diperlukan pada daerah-daerah tertentu dimana karakteristik dasar air dan resiko
adanya rintangan berpotensi membahayakan kapal.

4. Orde Tiga

III - 2 | H a l
Orde tiga survei hidrografi diperuntukan untuk semua area yang tidak tercakup oleh orde
khusus, orde satu dan dua pada kedalaman lebih besar dari 200 meter. Contoh klasifikasi
daerah survei hidrografi disajikan pada Tabel 3.1.

Tabel 3. 1. Klasifikasi daerah survei hidrografi

No Kelas Contoh Daerah Survei


1 Orde Khusus Pelabuhan tempat sandar dan alur kritis (yang
berhubungan dengannya) dimana kedalaman air di bawah
lunas minimum
2 Orde 1 Pelabuhan, alur pelabuhan, Lintasan/haluan yang
dianjurkan, daerah-daerah pantai dengan kedalaman
hingga 100 meter
3 Orde 2 Area yang tidak disebut pada orde khusus dan orde satu
Area dengan kedalaman hingga 200 meter
4 Orde 3 Daerah lepas pantai yang tidak disebut dalam orde
khusus, orde satu dan orde dua

3.3. Ketelitian dan Faktor Koreksi


Ketelitian dari semua pekerjaan penentuan posisi maupun pekerjaan pemeruman
selama survei dihitung dengan menggunakan metoda statistik tertentu pada tingkat
kepercayaan 95 % untuk dikaji dan dilaporkan pada akhir survei. Di bawah ini adalah ringkasan
standar ketelitian pengukuran pada survei hidrografi.

Tabel 3. 2. Ketelitian pengukuran parameter survei hidrografi


Kelas
No Deskripsi
Orde Khusus Orde 1 Orde 2 Orde 3

1 Akurasi horisontal 2m 5 m + 5 % dari 5 m + 5 % dari 5 m + 5 % dari


kedalaman kedalaman kedalaman
rata-rata rata-rata rata-rata
2 Alat bantu navigasi tetap 2m 2m 5m 5m
dan kenampakan yang
berhubungan dengan
navigasi
3 Garis pantai 10 m 10 m 20 m 20 m
4 Alat bantu navigasi 10 m 10 m 20 m 20 m
terapung
5 Kenampakan topografi 10 m 10 m 20 m 20 m
6 Akurasi Kedalaman a = 0,25 m a = 0,25 m a = 0,25 m a = 0,25 m
b = 0,0075 b = 0,0075 b = 0,0075 b = 0,0075
catatan:
1. a dan b adalah variabel yang digunakan untuk menghitung ketelitian kedalaman.

III - 3 | H a l
2. Alat pemeruman dikalibrasi sebelum digunakan.

Batas toleransi kesalahan antara kedalaman titik fix perum pada lajur utama dan lajur
silang dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

√(a2 + ( b x d )2 )

dimana:

a = kesalahan independen (jumlah kesalahan yang bersifat tetap)


b = faktor kesalahan kedalaman dependen (jumlah kesalahan yang bersifat tidak
tetap)
d = kedalaman terukur
(b x d) = kesalahan kedalaman yang dependen (jumlah semua kesalahan kedalaman
yang dependen)

3.4. Datum dan Acuan Pengukuran


3.4.1. Datum Horizontal
Datum horisontal harus menggunakan Datum Geodesi Nasional 1995 (DGN-95).
Apabila di lokasi pekerjaan tidak terdapat datum geodesi nasional, maka titik koordinat acuan
akan menggunakan nilai koordinat dari Geographical Information System (GPS).

3.4.2. Datum Vertikal


Penentuan datum vertikal mengacu pada muka surutan yang ditentukan melalui
pengamatan pasut pada stasiun permanen atau temporal yang dilakukan minimal selama 15
hari. Nilai datum ditetapkan dari nilai hitungan Low Water Level (LWL) pada stasiun-stasiun
pasut tersebut. Apabila waktu pelaksanaan pekerjaan dan situasi tidak memungkinkan,
pengamatan 15 hari boleh dilakukan dengan pengawasan dan analisis yang khusus sehingga
diyakini masih mampu mengakomodasi seluruh tahapan dan hasil.

3.4.3. Penentuan Posisi


Penentuan posisi dilakukan untuk semua titik perum, alat bantu navigasi serta
kenampakan-kenampakan yang diperlukan atau direkomendasikan dalam survei hidrografi
dengan ketelitian sesuai ordenya. Ketentuan ketelitian pengukuran disajikan pada Tabel 3.2
di atas.

III - 4 | H a l
3.4.4. Titik Perum
Adapun ketelitian posisi fix perum harus memenuhi standar ketelitian international
seperti tertera pada Tabel 3.2. Ketelitian posisi tetap perum pada survei dengan menggunakan
singlebeam echosounder adalah ketelitian posisi tranduser. Global Positioning System (GPS)
merupakan salah satu sistem penentuan posisi yang banyak digunakan dalam survei
hidrografi. Untuk penentuan posisi yang memerlukan ketelitian tinggi menggunakan metode
RTK-DGPS, maka harus dipenuhi kriteria berikut untuk menjaga kualitas penentuan posisi

a. Jumlah minimal satelit aktif/terpantau hingga bisa diteruskan dengan pekerjaan


pemeruman adalah lima.
b. PDOP tidak melebihi enam untuk perekaman dan sounding, jika lebih hendaknya survei
ditunda hingga dipenuhi syarat tersebut.
c. Sudut minimal untuk elevation mask 10 derajat dari horison. Integritas signal GPS harus
selalu dipantau.
d. Dilakukan kalibrasi terhadap peralatan penentuan posisi yang digunakan serta dilakukan
pengecekan paling sedikit seminggu sekali selama survei.
e. Pengecekan dilakukan dengan kondisi alat tetap pada posisinya.

Posisi perum, bahaya–bahaya dan benda–benda lain dibawah permukaan yang


signifikan harus ditetapkan sedemikian rupa sehingga ketelitian horisontalnya mengacu
sebagaimana ditetapkan pada Tabel 3.2.

3.5. Kegiatan Persiapan


Kegiatan persiapan yang dimaksudkan secara umum meliputi: persiapan administrasi
dan persiapan teknis, yang dimulai dari pembentukan tim sampai dengan pemberangkatannya
menuju lokasi survei.

3.5.1. Persiapan Administrasi


Tahapan persiapan administrasi meliputi kegiatan-kegiatan berikut:

a. Pembentukan tim beserta surat tugasnya.


b. Perijinan dari pihak berwenang.
c. Koordinasi dengan instansi terkait.
d. Kelengkapan administrasi lainnya yang diperlukan untuk menunjang pelaksanaan survei.

III - 5 | H a l
3.5.2. Persiapan Teknis
Tahapan persiapan teknis melikuti kegiatan-kegiatan berikut:

1. Perencanaan teknis kerja


a. Menyiapkan peta dasar survei untuk peta kerja
b. Menyiapkan data penunjang (data pasang surut dan pengikatan ke bench mark (BM)
c. Merencanakan lajur pemeruman
2. Personil
a. Pembagian tugas personil
b. Pengarahan teknis tentang permasalahan teknis survei, deskripsi kerja, dan deskripsi
wilayah survei
c. Menyiapkan rencana kerja
3. Peralatan dan bahan
a. Pengecekan peralatan survei yang digunakan.

3.6. Survei Pendahuluan


Survei pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan gambaran awal tentang kondisi
daerah survei, dengan tujuan menyesuaikan kondisi nyata di lapangan dibandingkan dengan
peta kerja. Kegiatan yang dilakukan dalam survei pendahuluan ini adalah:

a. Melakukan sosialisasi tentang rencana pelaksanaan survei ke instansi terkait.


b. Survei lokasi base camp.
c. Mencari kapal survei yang memadai dan layak laut untuk kegiatan survei.
d. Orientasi lokasi titik kontrol (BM) eksisting dan lokasi penempatan titik kontrol (BM) yang
direncanakan.

3.7. Survei Primer


Deskripsi Pengukuran
Deskripsi lokasi dan areal pengukuran batimetri, meliputi:

i. Lokasi Pengukuran : Batas-batas Satuan Wilayah Pengaman Pantai (SWPP)


khususnya pantai prioritas di Kecamatan Bolaang Uki

ii. Areal Pengukuran : Sejajar garis pantai atau dari centerline kiri dan kanan muara,
serta ± 1,00 Km kearah laut (offshore) atau pada kedalaman
perairan dimana sudah tidak terjadi lagipergerakan sedimen aktif
(closure depth) dc = 1,57 He,dimana, He tinggi gelombang efektif

III - 6 | H a l
(atau tinggi gelombang significan dilaut dalam yang tingginya
hanya akan dilampaui 12 jam selama setahun
(Hallermeier,1978)) dan dapat dirumuskan sebagai berikut;

He = Hrerata+ 5.6 S dimana, S = standar deviasi tinggi


gelombang dalam setahun yang diperoleh dari hasil peramalan
(Hindcasting) untuk gelombang tahunan dilaut dalam.

Metode Pengukuran Batimetri


Pengukuran batimetri atau disebut dengan pemeruman (sounding) dimaksudkan untuk
mengetahui keadaan topografi laut. Cara yang dipakai dalam pengukuran ini adalah dengan
menentukan posisi-posisi kedalaman laut pada jalur memanjang dan jalur melintang untuk
cross check. Jalur sounding adalah jalur perjalanan kapal yang melakukan sounding dari titik
awal sampai ke titik akhir dari area pengukuran.

Pelaksanaan survei batimetri ini dengan sounding. Jalur sounding adalah jalur
perjalanan kapal yang melakukan sounding dan titik awal samping ketitik akhir dari kawasan
survei. Pada bagian yang mengalami abrasi, jalur sounding dibuat dengan jarak 25 meter.
Untuk tiap jalur sounding dilakukan pengambilan data kedalaman perairan setiap jarak 25
meter. Dibuat lintasan cross check pada jarak 100 meter, 200 meter, 600 meter, 800 meter,
1.000 meter dan 1,5 kilometer dan garis pantai.

Echosounder dan GPS dipasang diperahu. secara otomatis data kedalaman dan posisi
atau X,Y dan Z direkam setiap perahu bergeser. Kedalaman hasil survei dikoreksi oleh muka
air pasang surut yang surveinya dilakukan pararel. Data diperlukan sebagai parameter
penentu layout.

Dalam kaitannya dengan aktivitas pemetaan laut, metode penentuan posisi yang
digunakan umumnya adalah metode kinematik diferensial menggunakan data pseudorange
untuk aplikasi-aplikasi yang menuntut ketelitian menengah (level meter) dan menggunakan
data fase untuk ketelitian yang lebih tinggi (level cm). Penentuan posisi secara kinematik
adalah penentuan posisi dari titik-titik yang bergerak dan receiver GPS tidak dapat atau tidak
punya kesempatan untuk berhenti pada titik-titik tersebut. Penentuan titik lajur sounding setiap
10 meter (di sekitar rencana kontruksi) dan 20 meter di luar itu, dilaksanakan dengan cara
pengukuran traverse sepanjang pantai. Titik lajur sounding ini diikatkan pula dengan jaringan
poligon (dari pekerjaan topografi). Untuk lebih jelasnya, metode pelaksanaan survei batimetri
dijelaskan sebagai berikut:

III - 7 | H a l
1. Penentuan Jalur Sounding
Jalur sounding adalah jalur perjalanan kapal yang melakukan sounding dari titik awal
sampai ke titik akhir dari kawasan survei. Jarak antara jalur sounding yang digunakan adalah
30 m maksimal, sejauh 1 km ke arah laut. Pada bagian yang mengalami abrasi, jalur sounding
dibuat dengan jarak 20 m. Untuk tiap jalur sounding dilakukan pengambilan data kedalaman
perairan setiap jarak 10 m.

Titik awal dan akhir untuk tiap jalur sounding dicatat dan kemudian di-input ke dalam alat
pengukur yang dilengkapi dengan fasilitas GPS, untuk dijadikan acuan lintasan perahu
sepanjang jalur sounding. Contoh jalur sounding pada kawasan pengukuran dapat dilihat pada
gambar di bawah ini.

Gambar 3. 1. Pergerakan perahu dalam menyusuri jalur sounding

2. Pengukuran Titik-titik Ikat Posisi Kedalaman


Posisi titik ukur kedalaman dikendalikan dengan alat Global Positioning System (GPS)
dan diikatkan ke suatu titik BM yang telah ditentukan di darat.

Gambar 3. 2. Metode pembacaan koordinat horisontal dan kedalaman laut

III - 8 | H a l
3. Haluan Pemeruman
Haluan Pemeruman yang dilaksanakan semaksimal mungkin tegak lurus garis pantai,
sesuai dengan ketentuan, isobath (isometric-depth) hampir sejajar garis pantai.

Cara Penentuan Fix Point (Posisi Kedalaman)


Penentuan fix point dilakukan dengan cara ikatan ke muka. Untuk cara ini diperlukan
dua buah theodolite yang ditempatkan di darat, pada titik kerangka dasar peta (poligon),
dibantu dengan minimal dua buah titik referensi.

▪ Seorang surveior hidro-oseanografi berada di motor boat memberi aba-aba kepada


surveyor topografi melalui handy talky, pada saat yang bersamaan, dibaca sudut jurusan
ke arah posisi motor boat.
▪ Satu surveyor memberi tanda pada kertas rekaman sounding.
▪ Dua orang buruh lokal yang memegang bendera di darat pindah ke jalur selanjutnya
sesudah satu jalur selesai.
▪ Jarak antara ray (jalur) sounding dekat darat sampai perairan di depan dermaga 10 m dan
di laut 25 m.
▪ Sounding dilakukan pulang-pergi, pergi dengan jalur-jalur ganjil dan pulang dengan jalur-
jalur genap.

Alat Apung (Kapal Perum atau Sekoci Perum)


Kapal perum yang digunakan diusahakan supaya :

▪ Ruangan cukup untuk peralatan (echosounder, tempat memplot fix point dan personil),
▪ Kecepatan dapat dipertahankan konstan selama pemeruman berlangsung
▪ Untuk lebih jelasnya metoda penentuan posisi fix point dapat dijelaskan seperti pada
gambar dibawah ini. Berdasarkan gambar tersebut posisi fix point dapat dihitung
berdasarkan rumus sebagai berikut:
D( A− B ) D( A− S ) D( B − S )
= =
Sin 3 Sin 2 Sin 1
▪ Menentukan jarak A-S dan B-S
D AB Sin 2
D AS =
Sin 3
D AB Sin1
DBS =
Sin 3

III - 9 | H a l
Gambar 3. 3. Penentuan posisi kedalaman.

▪ Menentukan sudut  .1,  .2,  .3

β.1 = Sudut Jurusan AB − Sudut Jurusan AS


β.2 = Sudut Jurusan BA − Sudut Jurusan BS
β.3 = 180 − (β.1 + β2)
▪ Menentukan azimuth (a)
 AS =  AB − 1
 BS = ( AB + 180 ) +  2
dimana:

AB = azimuth A ke B
XB − XA
= ArcTan =
YB − YA
AS = azimuth A ke S
BS = azimuth B ke S
▪ Menentukan koordinat titik S
Koordinat titik S dihitung dari titik A
Xs.1 = XA + DASSinAS

Ys.1 = YA + DASCosAS

Koordinat titik S dihitung dari titik B


Xs.2 = XB + DBSSinBS

Ys.1 = YB + DBSCosBS

III - 10 | H a l
Koordinat titik S rata-rata
X1 + X 2 Y + Y2
X Rata − rata = ; YRata − rata = 1
2 2

4. Spesifikasi Pengukuran
Sesuai dengan yang telah dijelaskan di dalam Kerangka Acuan Kerja (KAK), maka
spesifikasi pengukuran yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Lajur pengukuran (pemeruman) utama harus merupakan perpanjangan dari profil


melintang pada pengukuran topografi dan harus bertitik pangkal pada patok atau titik yang
telah ditentukan koordinat dan elevasinya (BM). Sedangkan untuk pengukuran situasi
selanjutnya akan dilakukan secara random.
b. Jarak/kerapatan antara titik perum pada profil melintang ditentukan maksimum tiap 10 mm
pada skala peta dan untuk titik di luar garis profil melintang ditentukan maksimum 40 mm
pada skala peta, diutamakan menggunakan GPS navigasi agar didapatkan
ketelitian/kerapatan yang lebih tinggi.
c. Untuk mengukur kedalaman akan digunakan echosounder merk Raytheon atau Furuno,
sedangkan untuk menentukan positioning kapal pada saat Survei akan digunakan
Theodolite T.2. Bersamaan dengan pengukuran kedalaman (sounding) dilakukan juga
pembacaan pasang surut dengan maksud untuk koreksi kedalaman. Untuk menghitung
elevasi titik-titik sounding dipakai elevasi muka air dari hasil pembacaan pasang surut di
lokasi proyek. Untuk harga kedalaman, diperhitungkan juga koreksi dari hasil bar check
(tesbar) terhadap alat echosounder.

3.8. Pengolahan Data Perum


Untuk mendapatkan data kedalaman yang akurat, maka data kedalaman hasil ukuran
harus dikoreksi terhadap kesalahan dari sumber-sumber kesalahan yang mungkin terjadi.
Sumber-sumber kesalahan tersebut adalah:

a. Kecepatan gelombang suara, sifat fisik air laut yang tidak konstan mengakibatkan
perubahan kecepatan suara dalam air laut;
b. Perbedaan waktu dan tinggi pasang surut;
c. Kecepatan kapal, mengakibatkan kesalahan squat dan settlement, sehingga kecepatan
kapal harus tidak boleh melebihi 5 knot;
d. Offset posisi peralatan survei di kapal;
e. Posisi kapal, tergantung peralatan yang dipakai (seperti GPS, Theodolit, Total station,
Trisponder dan lain-lain);

III - 11 | H a l
f. Sinkronisasi waktu, diperlukan karena jenis peralatan yang banyak dan berbeda dan
harus terintegrasi dalam satu satuan waktu.

Kesalahan-kesalahan tersebut di atas dapat dikoreksi pada saat survei ataupun pada
saat melakukan proses data. Hal ini sejalan dengan perkembangan perangkat lunak yang
memungkinkan melakukan koreksi data perum setelah survei dilaksanakan.

3.9. Penyimpanan dan Penyajian Data


A. Penyimpanan data
Data hasil survei direkam atau disimpan dalam bentuk analog maupun digital untuk
kebutuhan dokumentasi dan pelaporan. Setiap bentuk penyimpanan data harus disertai
dengan deskripsi.

Data analog, Meliputi seluruh data hasil survei seperti data pemeruman (echogram), data
pasut, data arus, data sampel dasar laut, dll.
Data digital, Meliputi seluruh data hasil survei seperti data pemeruman (echogram), data
pasut, data arus, data sampel dasar laut, dll, dalam format digital.
B. Data mentah (raw data)
Data ini merupakan:

a. Seluruh data hasil survei yang diperoleh, dengan memakai format sesuai peralatan
yang dipakai.
b. Untuk data pemeruman, dilengkapi metadata, terdiri atas informasi minimal:
• Survei secara umum seperti tanggal, area, peralatan yang digunakan, platform
survei.
• Sistim referensi geodetik yang digunakan seperti datum vertikal/horisontal,
termasuk ikatannya ke WGS84 jika datum vertikal digunakan • Prosedur kalibrasi
dan hasilnya.
• Cepat rambat suara
• Data sifat fisik air laut
• Datum pasang surut dan nilai surutannya
• Ketelitian yang dihasilkan dan tingkat kepercayaannya (confidence level)
C. Data hasil proses
Data ini merupakan data hasil pemeruman:

a. Data mentah yang sudah dikoreksi


b. Data perum disimpan dalam format t,x,y,z (dalam format ASCII) dimana:
t = Waktu dalam UTC dengan format dd-mm-yyyy hh:mm:ss

III - 12 | H a l
x = Bujur dengan format ±DDDMMSS.SS
y = Lintang dengan format ± DDDMMSS.SS
z = Kedalaman dalam meter dengan format mmmm.m
D. Penyajian data
Data survei disajikan dalam bentuk lembar lukis teliti analog dan digital dengan ketentuan
sebagai berikut:

a. Memuat angka kedalaman, kontur kedalaman, garis pantai berikut sungai, karang,
tanda atau sarana bantu navigasi, bahaya pelayaran, jenis dasar laut, serta objek-
objek penting yang perlu ditampilkan.
b. Kerapatan angka kedalaman adalah satu cm pada skala peta. dimana koordinat
penggambaran menggunakan proyeksi UTM pada datum DGN-95, atau sesuai
dengan kebutuhan.
c. Untuk lembar lukis teliti analog, kertas yang digunakan adalah drafting film dengan
ketebalan 0,03 mm.
d. Kontur kedalaman laut dicantumkan sesuai dengan kebutuhan. Kontur kedalaman
setidaknya mencantumkan kontur kedalaman sebagai berikut 0, 2, 5, 10, 20. Dalam
meter.
e. Lembar lukis mencantumkan legenda yang di dalamnya berisi indeks peta, data
referensi, pemilik pekerjaan, pelaksana pekerjaan, proyeksi, spheroid, skala, unit
kedalaman dalam meter, kedudukan relatif chart datum terhadap MSL, posisi BM,
nomor lembar peta, judul atau lokasi, dan waktu pelaksanaan.

III - 13 | H a l
BAB
BAB 4 HASIL 4
PENGUKURAN
HASIL PENGUKURAN

4.1. Analisis Data


Data kedalaman batimetri yang diperoleh dari echosounding adalah data kedalaman dari
peletakan tranduser terhadap dasar laut saat pengukuran, sehingga untuk mendapatkan
elevasi dasar laut, dimana elevasi tersebut telah memiliki reverensi yang sama dengan data
topografi maka data terukur dari echosounding harus dikoreksi dengan tinggi pasang surut
saat pengukuran. Untuk keperluan tersebut syarat utama pengukuran echosounding adalah
dilakukan juga pengukuran pasang surut pada saat yang bersamaan.

Hasil pengukuran garis pantai (shoreline map), koordinat titik fix serta kedalaman terukur
(z-ukur), kedalam transducer (z-trans), pasut (z-pasut) disajikan dalam bentuk tabel.
Kedalaman terukur dihitung dengan bilangan koreksi pasang dan transduser yang di set
sedalam 30 cm selama pengukuran berlangsung. Adapun harga kedalaman terkoreksi adalah:

Hplot = hukur + htransduser – hpasut

Dimana:
Hplot = kedalaman terkoreksi,
yaitu harga kedalaman laut dari MSL
Hukur = kedalaman laut saat sounding
Htransduser = kedalam transduser
Hpasut = tinggi muka air dari MSL, saat sounding

IV - 1 | H a l
Gambar 4. 1. Visualisasi koreksi hasil pemeruman terhadap pasang surut

4.2. Penggambaran Peta


Hasil pengukuran diolah dengan perangkat lunak MapSource dan AutoCAD Land
Development untuk menggambar peta batimetri dengan titik-titik kedalaman dasar laut serta
kontur yang ditentukan atas dasar LLWL. Peta Batimetri, yang digambarkan menyatu dengan
peta topografi, akan memberikan gambaran yang jelas mengenai kontur dasar laut di pantai.

IV - 2 | H a l
IV - 3 | H a l
Lampiran 1. Dokumentasi Pekerjaan Survei Lapangan
Ruas Pantai 1

Survei Batimetri di Ruas Pantai Surabya/Muara Sungai Maen Likupang

Lampiran - 1 | H a l

Anda mungkin juga menyukai