Sehubungan dengan pekerjaan swakelola Desain Pengendali Banjir Sungai Maen, dengan ini
kami sampaikan “Laporan Survei Bathimetri dan Pasang Surut” yang merupakan salah satu
kegiatan yang penting dalam pekerjaan ini. Laporan ini berisikan tentang penjelasan mengenai
hal – hal yang berhubungan dengan pekerjaan pengukuran bathimetri, pasang surut dan
pembuatan peta bathimetri. Dalam laporan ini juga dijelaskan mulai dari persiapan pekerjaan,
metode dan pelaksanaan pekerjaan, hasil pengukuran sampai produk akhir yang berupa peta
bathimetri dan dokumentasi survei.
Demikian Laporan Survei Bathimetri dan Pasang Surut ini dibuat, dengan harapan akan
mendapatkan masukan dan tanggapan untuk kesempurnaan kegiatan yang akan
dilaksanakan.
Manado, 2022
Tujuan Pekerjaan
Tujuan dari kegiatan survei batimetri adalah untuk mendapatkan peta rupa bumi di laut
sesuai dengan lingkup cakupan kinerja. Elevasi diikatkan terhadap muka air terendah hasil
analisis pasang surut dan posisinya diikatkan terhadap koordinat Cartesian bumi.
I-5|Hal
• Pengukuran batimetri (pemeruman)
• Pengikatan terhadap elevasi bench mark
• Perhitungan dan penggambaran.
I-6|Hal
BAB 2DAN MOBILISASI
BAB 2 PERSIAPAN
PERSIAPAN DAN MOBILISASI
1. Pengumpulan data
2. Personil pelaksana pekerjaan
3. Peralatan dan perlengkapan
4. Pemeriksaan alat
I-1|Hal
Gambar 2. 1. Reader alat GPSMap yang digunakan dalam survei batimetri
2. Notebook. Satu unit portable computer diperlukan untuk menyimpan data yang diunduh
dari alat GPSMap setiap 300 kali pencatatan data.
3. Perahu. Perahu digunakan untuk membawa surveyor dan alat-alat pengukuran menyusuri
jalur-jalur sounding yang telah ditentukan. Dalam operasinya, perahu tersebut harus
memiliki beberapa kriteria, antara lain:
a. Perahu harus cukup luas dan nyaman untuk para surveyor dalam melakukan kegiatan
pengukuran dan downloading data dari alat ke komputer, dan lebih baik tertutup dan
bebas dari getaran mesin.
b. Perahu harus stabil dan mudah bermanuver pada kecepatan rendah.
c. Kapasitas bahan bakar harus sesuai dengan panjang jalur sounding.
d. Papan duga. Papan duga digunakan pada kegiatan pengamatan fluktuasi muka air
di laut.
e. Peralatan keselamatan. Peralatan keselamatan yang diperlukan selama kegiatan
survei dilakukan antara lain life jacket.
I-2|Hal
ANTENA
I-3|Hal
BAB
BAB 3 LANDASAN TEORI DAN 3
METODOLOGI PELAKSANAAN
LANDASAN TEORI DAN
SURVEI
METODOLOGI PELAKSANAAN SURVEI
• IHO Standards for Hydrographic Surveys 4th Edition, Special Publication No. 44, 1998.
• IHO Standards for Hydrographic Surveys 5th Edition, Special Publication No. 32, 1994.
• ISO 6709, Latitude Longitude, 1983.
• SNI 19-6724-2002, Jaring kontrol horizontal.
1. Orde khusus
Orde khusus survei hidrografi mendekati standar ketelitian survei enjinering/rekayasa
dan digunakan secara terbatas di daerah-daerah kritis dimana kedalaman dibawah lunas
sangat minim dan dimana karakteristik dasar airnya berpotensi membahayakan kapal.
Daerah- daerah kritis tersebut ditentukan secara langsung oleh instansi yang bertanggung
III - 1 | H a l
jawab dalam masalah kualitas survei. Sebagai contoh adalah pelabuhan-pelabuhan tempat
sandar dan alur masuknya. Mengingat kesalahan kecil dapat berdampak besar, maka
pengukuran orde jenis ini harus menghindari kesalahan seminim mungkin. Orde khusus
memerlukan penggunaan yang berkaitan dengan scan sonar, multi transducer arrays atau
multy beam echosounder dengan resolusi tinggi dengan jarak antar lajur perum yang rapat
untuk mendapatkan gambaran dasar air 100%. Harus pula diyakinkan bahwa setiap benda
dengan ukuran lebih besar dari satu meter persegi dapat terlihat oleh peralatan perum yang
digunakan. Penggunaan side scan sonar dan multibeam echosounder mungkin diperlukan di
daerah-daerah dimana banyak terdapat rintangan.
2. Orde Satu
Orde satu survei hidrografi diperuntukan bagi pelabuhan-pelabuhan, alur pendekat,
haluan yang dianjurkan, alur navigasi dan daerah pantai dengan lalu lintas komersial yang
padat dimana kedalaman di bawah lunas cukup memadai dan kondisi fisik dasar lautnya tidak
begitu membahayakan kapal (misalnya lumpur atau pasir). Survei orde satu berlaku terbatas
di daerah dengan kedalaman kurang dari 100 meter. Meskipun persyaratan pemeriksaan
dasar laut tidak begitu ketat jika dibandingkan dengan orde khusus, namun pemeriksaan dasar
laut secara menyeluruh tetap diperlukan di daerahdaerah tertentu dimana karakteristik dasar
laut dan resiko adanya rintangan berpotensi membahayakan kapal. Pada daerah-daerah yang
diteliti tersebut, harus diyakinkan bahwa untuk kedalaman sampai dengan 40 meter benda-
benda dengan ukuran lebih besar dari dua meter persegi, atau pada kedalaman lebih dari 40
meter, benda-benda dengan ukuran 10% dari kedalaman harus dapat digambarkan oleh
peralatan perum yang digunakan.
3. Orde Dua
Orde dua survei hidrografi diperuntukan di daerah dengan kedalaman kurang dari 200
meter yang tidak termasuk dalam orde khusus maupun orde satu, dan dimana gambaran
batimetri secara umum sudah mencukupi untuk meyakinkan bahwa tidak terdapat rintangan
di dasar laut yang akan membahayakan tipe kapal yang lewat atau bekerja di daerah tersebut.
Ini merupakan kriteria yang penggunaannya di bidang kelautan, sangat beraneka ragam,
dimana orde hidrografi yang lebih tinggi tidak dapat diberlakukan. Pemeriksaan dasar laut
mungkin diperlukan pada daerah-daerah tertentu dimana karakteristik dasar air dan resiko
adanya rintangan berpotensi membahayakan kapal.
4. Orde Tiga
III - 2 | H a l
Orde tiga survei hidrografi diperuntukan untuk semua area yang tidak tercakup oleh orde
khusus, orde satu dan dua pada kedalaman lebih besar dari 200 meter. Contoh klasifikasi
daerah survei hidrografi disajikan pada Tabel 3.1.
III - 3 | H a l
2. Alat pemeruman dikalibrasi sebelum digunakan.
Batas toleransi kesalahan antara kedalaman titik fix perum pada lajur utama dan lajur
silang dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
√(a2 + ( b x d )2 )
dimana:
III - 4 | H a l
3.4.4. Titik Perum
Adapun ketelitian posisi fix perum harus memenuhi standar ketelitian international
seperti tertera pada Tabel 3.2. Ketelitian posisi tetap perum pada survei dengan menggunakan
singlebeam echosounder adalah ketelitian posisi tranduser. Global Positioning System (GPS)
merupakan salah satu sistem penentuan posisi yang banyak digunakan dalam survei
hidrografi. Untuk penentuan posisi yang memerlukan ketelitian tinggi menggunakan metode
RTK-DGPS, maka harus dipenuhi kriteria berikut untuk menjaga kualitas penentuan posisi
III - 5 | H a l
3.5.2. Persiapan Teknis
Tahapan persiapan teknis melikuti kegiatan-kegiatan berikut:
ii. Areal Pengukuran : Sejajar garis pantai atau dari centerline kiri dan kanan muara,
serta ± 1,00 Km kearah laut (offshore) atau pada kedalaman
perairan dimana sudah tidak terjadi lagipergerakan sedimen aktif
(closure depth) dc = 1,57 He,dimana, He tinggi gelombang efektif
III - 6 | H a l
(atau tinggi gelombang significan dilaut dalam yang tingginya
hanya akan dilampaui 12 jam selama setahun
(Hallermeier,1978)) dan dapat dirumuskan sebagai berikut;
Pelaksanaan survei batimetri ini dengan sounding. Jalur sounding adalah jalur
perjalanan kapal yang melakukan sounding dan titik awal samping ketitik akhir dari kawasan
survei. Pada bagian yang mengalami abrasi, jalur sounding dibuat dengan jarak 25 meter.
Untuk tiap jalur sounding dilakukan pengambilan data kedalaman perairan setiap jarak 25
meter. Dibuat lintasan cross check pada jarak 100 meter, 200 meter, 600 meter, 800 meter,
1.000 meter dan 1,5 kilometer dan garis pantai.
Echosounder dan GPS dipasang diperahu. secara otomatis data kedalaman dan posisi
atau X,Y dan Z direkam setiap perahu bergeser. Kedalaman hasil survei dikoreksi oleh muka
air pasang surut yang surveinya dilakukan pararel. Data diperlukan sebagai parameter
penentu layout.
Dalam kaitannya dengan aktivitas pemetaan laut, metode penentuan posisi yang
digunakan umumnya adalah metode kinematik diferensial menggunakan data pseudorange
untuk aplikasi-aplikasi yang menuntut ketelitian menengah (level meter) dan menggunakan
data fase untuk ketelitian yang lebih tinggi (level cm). Penentuan posisi secara kinematik
adalah penentuan posisi dari titik-titik yang bergerak dan receiver GPS tidak dapat atau tidak
punya kesempatan untuk berhenti pada titik-titik tersebut. Penentuan titik lajur sounding setiap
10 meter (di sekitar rencana kontruksi) dan 20 meter di luar itu, dilaksanakan dengan cara
pengukuran traverse sepanjang pantai. Titik lajur sounding ini diikatkan pula dengan jaringan
poligon (dari pekerjaan topografi). Untuk lebih jelasnya, metode pelaksanaan survei batimetri
dijelaskan sebagai berikut:
III - 7 | H a l
1. Penentuan Jalur Sounding
Jalur sounding adalah jalur perjalanan kapal yang melakukan sounding dari titik awal
sampai ke titik akhir dari kawasan survei. Jarak antara jalur sounding yang digunakan adalah
30 m maksimal, sejauh 1 km ke arah laut. Pada bagian yang mengalami abrasi, jalur sounding
dibuat dengan jarak 20 m. Untuk tiap jalur sounding dilakukan pengambilan data kedalaman
perairan setiap jarak 10 m.
Titik awal dan akhir untuk tiap jalur sounding dicatat dan kemudian di-input ke dalam alat
pengukur yang dilengkapi dengan fasilitas GPS, untuk dijadikan acuan lintasan perahu
sepanjang jalur sounding. Contoh jalur sounding pada kawasan pengukuran dapat dilihat pada
gambar di bawah ini.
III - 8 | H a l
3. Haluan Pemeruman
Haluan Pemeruman yang dilaksanakan semaksimal mungkin tegak lurus garis pantai,
sesuai dengan ketentuan, isobath (isometric-depth) hampir sejajar garis pantai.
▪ Ruangan cukup untuk peralatan (echosounder, tempat memplot fix point dan personil),
▪ Kecepatan dapat dipertahankan konstan selama pemeruman berlangsung
▪ Untuk lebih jelasnya metoda penentuan posisi fix point dapat dijelaskan seperti pada
gambar dibawah ini. Berdasarkan gambar tersebut posisi fix point dapat dihitung
berdasarkan rumus sebagai berikut:
D( A− B ) D( A− S ) D( B − S )
= =
Sin 3 Sin 2 Sin 1
▪ Menentukan jarak A-S dan B-S
D AB Sin 2
D AS =
Sin 3
D AB Sin1
DBS =
Sin 3
III - 9 | H a l
Gambar 3. 3. Penentuan posisi kedalaman.
AB = azimuth A ke B
XB − XA
= ArcTan =
YB − YA
AS = azimuth A ke S
BS = azimuth B ke S
▪ Menentukan koordinat titik S
Koordinat titik S dihitung dari titik A
Xs.1 = XA + DASSinAS
Ys.1 = YA + DASCosAS
Ys.1 = YB + DBSCosBS
III - 10 | H a l
Koordinat titik S rata-rata
X1 + X 2 Y + Y2
X Rata − rata = ; YRata − rata = 1
2 2
4. Spesifikasi Pengukuran
Sesuai dengan yang telah dijelaskan di dalam Kerangka Acuan Kerja (KAK), maka
spesifikasi pengukuran yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Kecepatan gelombang suara, sifat fisik air laut yang tidak konstan mengakibatkan
perubahan kecepatan suara dalam air laut;
b. Perbedaan waktu dan tinggi pasang surut;
c. Kecepatan kapal, mengakibatkan kesalahan squat dan settlement, sehingga kecepatan
kapal harus tidak boleh melebihi 5 knot;
d. Offset posisi peralatan survei di kapal;
e. Posisi kapal, tergantung peralatan yang dipakai (seperti GPS, Theodolit, Total station,
Trisponder dan lain-lain);
III - 11 | H a l
f. Sinkronisasi waktu, diperlukan karena jenis peralatan yang banyak dan berbeda dan
harus terintegrasi dalam satu satuan waktu.
Kesalahan-kesalahan tersebut di atas dapat dikoreksi pada saat survei ataupun pada
saat melakukan proses data. Hal ini sejalan dengan perkembangan perangkat lunak yang
memungkinkan melakukan koreksi data perum setelah survei dilaksanakan.
Data analog, Meliputi seluruh data hasil survei seperti data pemeruman (echogram), data
pasut, data arus, data sampel dasar laut, dll.
Data digital, Meliputi seluruh data hasil survei seperti data pemeruman (echogram), data
pasut, data arus, data sampel dasar laut, dll, dalam format digital.
B. Data mentah (raw data)
Data ini merupakan:
a. Seluruh data hasil survei yang diperoleh, dengan memakai format sesuai peralatan
yang dipakai.
b. Untuk data pemeruman, dilengkapi metadata, terdiri atas informasi minimal:
• Survei secara umum seperti tanggal, area, peralatan yang digunakan, platform
survei.
• Sistim referensi geodetik yang digunakan seperti datum vertikal/horisontal,
termasuk ikatannya ke WGS84 jika datum vertikal digunakan • Prosedur kalibrasi
dan hasilnya.
• Cepat rambat suara
• Data sifat fisik air laut
• Datum pasang surut dan nilai surutannya
• Ketelitian yang dihasilkan dan tingkat kepercayaannya (confidence level)
C. Data hasil proses
Data ini merupakan data hasil pemeruman:
III - 12 | H a l
x = Bujur dengan format ±DDDMMSS.SS
y = Lintang dengan format ± DDDMMSS.SS
z = Kedalaman dalam meter dengan format mmmm.m
D. Penyajian data
Data survei disajikan dalam bentuk lembar lukis teliti analog dan digital dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. Memuat angka kedalaman, kontur kedalaman, garis pantai berikut sungai, karang,
tanda atau sarana bantu navigasi, bahaya pelayaran, jenis dasar laut, serta objek-
objek penting yang perlu ditampilkan.
b. Kerapatan angka kedalaman adalah satu cm pada skala peta. dimana koordinat
penggambaran menggunakan proyeksi UTM pada datum DGN-95, atau sesuai
dengan kebutuhan.
c. Untuk lembar lukis teliti analog, kertas yang digunakan adalah drafting film dengan
ketebalan 0,03 mm.
d. Kontur kedalaman laut dicantumkan sesuai dengan kebutuhan. Kontur kedalaman
setidaknya mencantumkan kontur kedalaman sebagai berikut 0, 2, 5, 10, 20. Dalam
meter.
e. Lembar lukis mencantumkan legenda yang di dalamnya berisi indeks peta, data
referensi, pemilik pekerjaan, pelaksana pekerjaan, proyeksi, spheroid, skala, unit
kedalaman dalam meter, kedudukan relatif chart datum terhadap MSL, posisi BM,
nomor lembar peta, judul atau lokasi, dan waktu pelaksanaan.
III - 13 | H a l
BAB
BAB 4 HASIL 4
PENGUKURAN
HASIL PENGUKURAN
Hasil pengukuran garis pantai (shoreline map), koordinat titik fix serta kedalaman terukur
(z-ukur), kedalam transducer (z-trans), pasut (z-pasut) disajikan dalam bentuk tabel.
Kedalaman terukur dihitung dengan bilangan koreksi pasang dan transduser yang di set
sedalam 30 cm selama pengukuran berlangsung. Adapun harga kedalaman terkoreksi adalah:
Dimana:
Hplot = kedalaman terkoreksi,
yaitu harga kedalaman laut dari MSL
Hukur = kedalaman laut saat sounding
Htransduser = kedalam transduser
Hpasut = tinggi muka air dari MSL, saat sounding
IV - 1 | H a l
Gambar 4. 1. Visualisasi koreksi hasil pemeruman terhadap pasang surut
IV - 2 | H a l
IV - 3 | H a l
Lampiran 1. Dokumentasi Pekerjaan Survei Lapangan
Ruas Pantai 1
Lampiran - 1 | H a l