DAN PEMETAAN
NOMOR DOKUMEN :
01/INT/PP-Ax/03/2021
PEKERJAAN:
STUDI GEOLISTRIK DAN PEMANFAATAN AIR
TANAH DI WS. CITANDUY
NOMOR KONTRAK:
03/PP-KST/P&P-BBWSCIT/IV/2021
Hal i
LEMBAR PENGESAHAN
Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa :
DISAHKAN DI BANJAR
PADA TANGGAL 26 OKTOBER 2021
Menyetujui,
Koordinator Direksi Teknik PT. Rayakonsult KSO PT. Transka
Dharma Konsultan
Mengetahui,
PPK Perencanaan dan Program
Satuan Kerja Balai Besar Wilayah Sungai Citanduy
LEMBAR PENGESAHAN......................................................................................................... ii
SEJARAH DOKUMEN.............................................................................................................iii
KATA PENGANTAR................................................................................................................iv
DAFTAR ISI............................................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR................................................................................................................viii
Note:
Sesuai dengan Kerangka Acuan Kerja (KAK) pekerjaan “Studi Geolistrik Dan Pemanfaatan
Air Tanah Di WS. Citanduy”, maka pekerjaan ini harus dapat mencegah kerusakan sungai
yang lebih luas, sehingga dapat mendukung kebutuhan air baku di Kawasan WS Citanduy.
Oleh karena itu, diperlukan adanya analisa geolistrik & pengukuran topografi yang meliputi:
penyelidikan air tanah, analisis kebutuhan air baku, dan analisis struktur bangunan
Untuk dapat memenuhi hal-hal yang terdapat pada Kerangka Acuan Kerja (KAK) tersebut,
maka konsultan mengajukan metode pelaksanaan pekerjaan yang sesuai pada pekerjaan
“Studi Geolistrik Dan Pemanfaatan Air Tanah Di WS. Citanduy”, agar dapat dihasilkan data
yang akurat dan pelaksanaan pekerjaan yang efisien, sehingga akan menghasilkan
pekerjaan yang tepat mutu dan waktu.
Maksud dari Laporan Survey Topografi dan Pemetaan ini adalah untuk salah satu hasil
analisa yang menghasilkan gambaran topografi di lokasi pekerjaan dengan
mempertimbangkan data dan informasi tambahan dari hasil survey lapangan.
Tujuan yang ingin dicapai dari Laporan Survey Topografi dan Pemetaan ini adalah
diperolehnya hasil analisa lanjutan berupa analisa potongan memanjang & potongan
melintang untuk menunjang keberhasilan rencana dari desain bangunan.
Tersusunnya hasil Laporan Survey Topografi dan Pemetaan untuk desain bangunan dan
jaringan air tanah di WS Citanduy serta perencanaan teknis infrastruktur pemanfaatan air
tanah untuk penyediaan air irigasi dan/atau air baku untuk air minum.
F. Pelaporan
1) Laporan Program Mutu
2) Laporan Bulanan
3) Laporan Pendahuluan
4) Laporan Pertengahan
5) Konsep Laporan Akhir
6) Laporan Akhir
a. Laporan Ringkasan
b. Laporan Utama
7) Laporan Penunjang
a. Laporan Survey Topografi dan Pemetaan
b. Laporan Penyelidikan Geolistrik
c. Laporan Interpretasi Detail Geolistrik
d. Laporan Analisis Hidrogeologi dan Pengujian Pemompaan
e. Laporan Nota Desain
f. Dokumen Volume Pekerjaan (BoQ)
g. Dokumen Harga Satuan Dasar Upah, Bahan Peralatan (HSD)
Lokasi pekerjaan “Studi Geolistrik dan Pemanfaatan Air Tanah di Wilayah Sungai Citanduy”
adalah di Kabupaten Pangandaran, Kabupaten Ciamis, Kota Banjar, Kabupaten
Tasikmalaya, Kota Tasikmalaya, dan Kabupaten Cilacap. Peta lokasi kegiatan dapat dilihat
pada Gambaran 1 – 1.
Sumber air tanah pada umumnya memiliki kualitas lebih baik dibandingkan air permukaan
sehingga untuk memenuhi standar kualitas yang diinginkan tidak diperlukan pengolahan
yang mahal. Pada beberapa wilayah di WS Citanduy, yang meliputi Kabupaten Ciamis,
Kabupaten Pangandaran, Kabupaten Tasikmalaya, Kota Tasikmalaya, Kota Banjar dan
Kabupaten Cilacap tidak cukup mendapatkan layanan air dari sumber air permukaan
sehingga pemenuhan kebutuhan air yang bersumber dari air tanah menjadi salah satu solusi
yang dianggap paling tepat.
Letak air tanah dapat mencapai beberapa puluh bahkan beberapa ratus meter di bawah
permukaan bumi. Hal ini dikarenakan air tanah menempati rongga-rongga dalam lapisan
geologi. Lapisan tanah yang terletak di bawah permukaan tanah dinamakan lajur jenuh
(saturated zone), dan lajur tidak jenuh terletak di atas lajur jenuh sampai ke permukaan
tanah, yang rongga-rongganya berisi air dan udara (Soemarto, 1989) sehingga untuk
mengetahui potensi air tanah pada suatu wilayah tertentu perlu dilakukan studi air tanah
dengan menggunakan metode penyelidikan geolistrik.
Atas pertimbangan tersebut diatas, maka pada tahun Anggaran 2021 Balai Wilayah Sungai
Citanduy melalui Satuan Kerja Balai Wilayah Sungai Citanduy mengalokasikan anggaran
untuk kegiatan Studi Geolistrik dan Pemanfaatan Air Tanah di Wilayah Sungai Citanduy
dengan menggunakan metoda geolistrik.
Wilayah kegiatan pekerjaan Studi Geolistrik dan Pemanfaatan Air Tanah di WS. Citanduy
terbatas hanya pada Kabupaten Pangandaran, Kabupaten Ciamis, Kota Banjar, Kabupaten
Tasikmalaya, Kota Tasikmalaya dan Kabupaten Cilacap dengan CAT Tasikmalaya terdapat
pada Kabupaten Tasikmalaya, Kota Tasikmalaya dan sebagian Kabupaten Ciamis, CAT
Ciamis dan CAT Kawali terdapat di Kabupaten Ciamis, CAT Sidareja terdapat di Kota Banjar
dan Kabupaten Cilacap. Wilayah sungai Citanduy yang terdiri dari 24 Daerah Aliran Sungai
(DAS) dan mencakup daerah administratif Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Jawa Tengah
1. Lokasi:
Kedalaman Pompa : 42 m
1. Lokasi:
Kapasitas Tandon : 28 m3
Kedalaman Pompa : 48 m
1. Lokasi:
Kapasitas Tandon : 28 m3
Kedalaman Pompa : 48 m
1. Lokasi:
Kapasitas Tandon : 50 m3
Kedalaman Pompa : 42 m
1. Lokasi:
Kapasitas Tandon : 20 m3
Kedalaman Pompa : 48 m
3.1. UMUM
Kegiatan ini dimaksudkan untuk membuat situasi detail terbaru, lengkap dan sesuai dengan
keadaan lapangan sebenarnya, berikut trase dan penampang yang diperlukan, pembuatan
peta situasi dilakukan berdasarkan hasil pengukuran terestris atau gabungan pengukuran
terestris dengan bantuan foto Citra Lansat terbaru.
1. Persiapan
Sebagai awal kegiatan survey dan pengukuran topografi ini maka dilakukan orientasi
lapangan awal. Orientasi lapangan tahap awal pelaksanaan pengukuran di lapangan yang
tujuannya untuk mengetahui secara pasti batas areal pengukuran, serta kondisi topografi
seluruh areal pengukuran, untuk selanjutnya dapat disusun rencana kerja secara detail dan
menyeluruh.
Berdasarkan pengamatan dalam orientasi lapangan tim survey akan membuat rencana kerja
dan peta kerja yang memuat hal-hal sebagai berikut :
2. Peralatan
Salah satu kegiatan survei topografi adalah pengukuran pengikatan yaitu pengukuran untuk
mendapatkan titik-titik referensi posisi horisontal dan posisi vertical dalam kegiatan ini
personil dan peralatan yang terlibat sebagai berikut :
a. Ahli Geodesi
b. Ass. Tenaga Ahli Geodesi
c. Kepala Surveyor
d. Surveyor
e. Pembantu surveyor
Dalam proses pelaksanaan pengukuran topografi yang perlu diperhatikan ialah pola pikir
pelaksanaan, agar pelaksanaan sesuai dengan peraturan yang berlaku, berikut ini
bagan alir pola pikir pelaksanaan topografi :
Pemasangan Patok BM
C
Survey KTS
Data Topografi
Data Topografi
Perencanaan dan persiapan adalah suatu tahapan pekerjaan yang sangat penting dan
menentukan dalam pelaksanaan survei GPS. Kualitas tahap perencanaan dan persiapan
survei GPS akan sangat mempengaruhi tingkat ketelitian posisi dari titik-titik kerangka yang
diperoleh serta tingkat efektivitas pelaksanaan survei GPS yang bersangkutan.
Pada pengamatan yang dilakukan menggunakan GPS Geodetik terdapat beberapa faktor
yang mempengaruhi ketelitian dan akurasi data pengukuran. Berikut adalah faktor yang
berpengaruh pada pengamatan dengan mengggunakan GPS Geodetik.
a. Mark angel
Lokasi pengamatan sebaiknya mempunyai ruang pandang langit yang bebas ke segala
arah, yaitu sebaiknya diatas elevasi 10o – 15o. Besarnya mark angel yang terlalu kecil
sebaiknya dihindari karena data pengamatan dari satelit-satelit yang berelevasi rendah akan
lebih dipengaruhi oleh refraksi ionosfir dan troposfir, lebih mudah terkontaminasi.
b. Multipath
Lokasi pengamatan sebaiknya jauh dari objek-objek reflektif yang mudah memantulkan
sinyal GPS, untuk meminimalkan atau mencegah terjadinya multipath seperti jalan raya,
gedung, danau, tambak, dan kendaraan.
Multipath adalah fenomena dimana sinyal dari satelit tiba di antena GPS melalui dua atau
lebih lintasan yang berbeda.
c. Interferensi elektris
Lokasi yang akan dipilih untuk titik-titik GPS sebaiknya juga relatif dijauhkan dari objek-objek
yang dapat menimbulkan interfrensi elektris terhadap penerimaan sinyal GPS, seperti
stasuin pemancar gelombang mikro, radio repeater,dan kabel listrik tegangan tinggi.
Jumlah titik dalam jaringan GPS harus disesuaikan dengan keperluan serta tujuan dari
pelaksanaan survei GPS yang bersangkutan.Secara umum, jumlah titik dalam jaringan juga
harus memenuhi spesifikasi teknis yang ditetapkan. Titik-titik kerangka GPS harus terdiri
dari titik-titik yang telah diketahui koordinatnya (titik tetap) dan titik-titik yang akan ditentukan
koordinatnya. Perlu ditekankan disini bahwa titik ikat harus diketahui koordinatnya dalam
datum WGS 1984, yang merupakan datum geodetik yang digunakan oleh sistem GPS.
e. Jumlah satelit
Untuk survei dengan GPS, pada prinsipnya semakin banyak satelit yang diamati akan
semakin baik. Disamping akan memperkuat geometri satelit yang selanjutnya akan
meningkatkan ketelitian posisi tiitk yang diestimasi, semakin banyaknya satelit yang diamati
juga akan semakin mempercepat dan mempermudah proses penentuan ambigunitas dari
data pengamatan fase.
Disamping jumlah satelit, lokasi dan distribusi dari satelit yang diamati juga akan
mempengaruhi kualitas dari geometri pengamatan. Dalam hal ini, sky plot dari satelit yang
dapat dibuat dengan menggunakan perangkat lunak komersil GPS akan sangat berguna
untuk mengetahui jumlah, lokasi, dan distribusi yang akan teramati dari suatu lokasi tertentu,
yang selanjutnya dapat dimanfaatkan dalam penentuan waktu yang optimal. Patut dicatat
disini bahwa disamping akan mempengaruhi kualitas geometri, jumlah, lokasi dan distribusi
dari satelit juga akan mempengaruhi efek dari kesalahan dan bias terhadap ketelitian posisi.
Distribusi satelit dikatakan baik kalau satelit-satelit terdistribusi secara merata di langit dan
terletak setidaknya dalam tiga kuadran dalam sky plot.
Dalam pelaksanaan survei GPS, strategi pengamatan yang diaplikasikan akan sangat
berperan dalam pencapaian kualitas yang baik dari posisi titik-titik GPS. Dalam hal ini,
strategi pengamatan menggunakan metode pengamatan Statik.
Dalam rangka penentuan titik tetap atau Bench Mark dipermukaan bumi, terlebih dahulu
dilakukan penentuan titik titik yang akan diukur.
Titik tetap atau Bench Mark ini bertujuan sebagai acuan untuk pengukuran pengukuran
lainnya yang berhubungan dengan koordinat, Ada banyak metode yang digunakan untuk
menetukan titik tetap salah satunya adalah metode penentuan posisi statik.
Metode penentuan posisi static (static position) adalah penentuan posisi dari titik – titik yang
static (diam). Penentuan posisi tersebut dapat dilakukan secara absolut maupun diferensial,
dengan menggunakan data pseudorange dan fase, seperti ditunjukkan pada gambar berikut
ini.
Jika dibandingkan dengan penentuan posisi Kinematik, pengukuran dengan metode static
ketelitian posisi yang diperoleh umumnya relatif tinggi (dapat mencapai orde mm sampai
cm). Salah satu bentuk implementasi dar metode penentuan posisi static yang popular
adalah survei GPS untuk penentuan koordinat titik – titik kontrol untuk keperluan
pemetaan ataupun pementauan.
Tahapan pengukuran menggunakan alat GPS Geodetik dengan metode Statik terbagi
menjadi beberapa tahapan, diantaranya:
Pada pengukuran dengan metode static diperlukan beberapa aplikasi untuk melakukan
tahap pengolahan data (post-processing) diantara adalah :
Dalam pengukuran GPS Geodetik dengan menggunakan metode statik ada beberapa
software pendukung untuk pengolahan data hasil pengukuran. Untuk memdapatkan
hasil pengukuran yang baik maka dibutuhkan ketelitian dalam pengambilan data dan
saat pengolahan datanya.
Berikut beberapa aplikasi yang digunakan untuk pengolahan data hasil pengukuran
static : TTC (Trimble Total Control), TBC (Trimble Bussines Centre), Topcon Tools,
dan GAMMIT. Namun dalam penelitian ini, pengolahan datanya menggunakan TBC
(Trimble Bussines Centre). TBC (Trimble Bussines Centre) adalah Software / perangkat
lunak untuk mengolah data secara post - processing, analisa jaringan dan perataan
yang dikeluarkan oleh salah satu perusahaan alat pengukuran Trimble. Adapun data
yang diperlukan berupa data pengukuran yang diperoleh dari penggunaan alat GPS
Geodetik atau dapat menggunakan data RINEX (Receiver Independent Exchange
Format).
Sebagai titik pengikatan dalam pengukuran topografi perlu dibuat bench mark (BM) dibantu
dengan control point (CP) yang dipasang secara teratur dan mewakili kawasan secara
merata. Kedua jenis titik ikat ini mempunyai fungsi yang sama, yaitu untuk menyimpan data
koordinat, baik koordinat (X,Y) maupun elevasi (Z).
20
Pelat marmer 12 x 12 Pipa pralon PVC Ø 6 cm
25
Nomor titik
10
100
65
Dicor beton
75
20
Beton 1:2:3
15
10
20
Pasir dipadatkan
20
40
Hasil dari beberapa kegiatan survey topografi di lapangan, dapat dilihat dalam sub bab ini.
Kegiatan dilakukan dengan mengikuti standar yang berlaku untuk pengukuran survey
topografi.
Tabel 3 - 1 Koordinat Titik BM dan CP Desa Petirhilir, Kec. Baregbeg, Kab. Ciamis
No E N Z Keterangan
Pengukuran titik kontrol horizontal (titik poligon) dilaksanakan dengan cara mengukur jarak
dan sudut menurut lintasan tertutup. Pada pengukuran poligon ini, titik akhir pengukuran
berada pada titik awal pengukuran.
Pengukuran sudut dilakukan dengan pembacaan double seri, dimana besar sudut yang
akan dipakai adalah harga rata-rata dari pembacaan tersebut. Azimut awal akan ditetap-kan
dari pengamatan matahari dan dikoreksikan terhadap azimut magnetis.
Poligon terdiri dan poligon utama sepanjang sungai yang diukur, sedangkan poligon cabang
untuk pengukuran detail lapangan dengan poligon raai atau voorstraal yang terikat pada titik
poligon.
Poligon harus meliputi daerah yang akan dipetakan dan merupakan kring yang
tertutup.
Jika terlalu besar harus dibagi lagi dalam beberapa kring tertutup.
Poligon dibagi atas seksi-seksi dengan panjang maksimum 2,5 km.
Pengukuran poligon harus diikatkan ke titik tetap yang telah ada (titik triangulasi, BM
yang sudah ada) sebagai kontrol ukuran titik referensi / awal pengukuran yang akan
ditentukan kemudian oleh Pengawas Pekerjaan.
Pengukuran sudut poligon dilakukan dengan 2 (dua) seri dengan ketelitian sudut 2“.
Salah penutup sudut maksimum 10” √ n , dimana n adalah banyaknya titik poligon,
diusahakan sisi poligon sama panjangnya.
Alat ukur sudut yang harus digunakan Theodolith T.2 Wild atau sejenis dan
pengukuran sudut dilakukan dengan tititk nol yang berada (0 o, 45o, 90o dan
seterusnya).
Sudut vertikal dibaca dalam 2 (dua) seri dengan ketelitian sudut 20”.
Ketelitian linear poligon 1 : 7.500.
Pengukuran jarak dilakukan dengan alat EDM, dilakukan pulang pergi masing-masing
minimal 3 (tiga) kali bacaan untuk pulang pergi.
D t 1−t 2 + D t 2−t 1
= D t 1−t 2
2
dimana :
D t1-t2 = jarak datar bacaan ke muka
D t2-t1 = jarak datar bacaan ke belakang
D t1-t2 = jarak yang digunakan dalam hitungan poligon.
Dalam pelaksanaannya, pengukuran jarak ini akan dilakukan bersamaan dengan
pengukuran sudut horizontal, karena alatnya digabungkan dengan alat ukur T-2 / TM-1A.
alat EDM akan dilengkapi juga dengan alat thermometer dan barometer, hal ini
diperlukan untuk menentukan koreksi refraksi, karena pengaruh temperatur dan
tekanan.
(ii) Poligon Cabang
Pengukuran harus dimulai dari poligon utama dan diakhiri pada poligon utama juga.
Poligon dibagi atas seksi-seksi dengan panjang maksimum 2,5 km.
KI =
√ f x2 +f y2 ≤ 1 : 5 . 000
∑d
dimana :
fy = jumlah Y
Pengukuran jarak dilakukan dengan menggunakan pita ukur 50 meter. Tingkat ketelitian
hasil pengukuran jarak dengan menggunakan pita ukur, sangat ter-gantung pada cara
pengukuran itu sendiri dan keadaan permukaan tanah. Khusus untuk pengukuran jarak
pada daerah yang miring dilakukan dengan cara seperti yang diilustrasikan pada
Gambar 3.13 di bawah ini.
d ' = du . cos θ
Hal ini dilakukan mengingat jarak pita ukur menurut teoritis sulit diterapkan di
lapangan, dan kalaupun bisa diterapkan hanya akan dipakai sebagai kontrol
jarak.
√ ( ∑ Px 2 + ∑ Py 2 ) ≤ 1 : 7.500
dimana :
KI =
√ f x2 +f y2 ≤ 1 :5 . 000
∑d
dimana : fx = jumlah √X dan fy = jumlah √Y
= sudut mendatar
Untuk kontrol bacaan sudut akan dilakukan dengan memeriksa bacaan arah
dalam keadaan biasa dan luar biasa, serta harus berselisih 180O.
Pengamatan azimuth matahari dilakukan pada setiap titik simpul dan tiap 5,00
km digunakan untuk kontrol ketelitian pembacaan sudut. Perbedaan sudut
horizontal hasil bacaan biasa (’) dan luar biasa (”) diusahakan harus < 2”.
Sudut yang dipakai dalam hitungan poligon adalah :
fβ = ( α 2 − α 1 ) + ( ∑ βi − n . 180 )
jika f < 10” √ n , dapat disimpulkan bahwa pengamatan sudut antara kedua
pengamatan matahari, dinyatakan baik.
jika f > 10” √ n , dapat disimpulkan bahwa pengamatan sudut antara kedua
pengamatan matahari, harus diulang.
Untuk menentukan azimuth awal hitungan poligon (kecuali ada dua titik ikat yang saling
dapat terlihat) dan untuk mengontrol hasil pengukuran sudut di setiap seksi maka pada
setiap awal dan ujung seksi pengukuran (BM) harus dilakukan pengamatan azimuth
matahari, sebagai berikut :
T = M +
atau
T = M + ( T - M )
T = azimuth ke target
Dari hasil pengamatan diperoleh sejumlah harga azimuth hasil hitungan. Azimuth
yang dipakai adalah hasil rata-rata dari azimuth hasil hitungan. Untuk kontrol hasil
pengamat-an azimuth, maka hitungan salah satu penutup (standard error) dengan
rumus :
2
[V ]
α =
n−1
dimana :
= salah penutup
V = residu.
Kerangka dasar vertikal diperoleh dengan melakukan pengukuran sipat datar pada titik-titik
jalur poligon. Jalur pengukuran dilakukan tertutup (loop), yaitu pengukuran dimulai dan
diakhiri pada titik yang sama. Pengukuran beda tinggi dilakukan double stand dan pergi
pulang. Seluruh ketinggian di traverse net (titik-titik kerangka pengukuran) telah diikatkan
terhadap BM.
Penentuan posisi vertikal titik-titik kerangka dasar dilakukan dengan melakukan pengukuran
beda tinggi antara dua titik terhadap bidang referensi seperti diilustrasikan pada
Jenis alat ukur yang akan digunakan adalah alat sipat datar yang termasuk dalam orde 2,
yaitu Waterpass Automatic yang sederajat dengan Wild NAK-2, misalnya Zeiss Ni-2 atau
Sokkisha B2-A.
Setiap pagi sebelum memulai pengukuran, dilakukan pemeriksaan garis visir alat
ukur.
Untuk memeriksa garis visir, ada berbagai cara dalam meletakkan kedudukan alat
terhadap rambu. Berikut ini diuraikan cara untuk mengetahui / memeriksa garis visir
(dengan salah satu cara). Agar dalam melakukan pemeriksaan garis visir tersebut
dapat dipakai sebagai data ukur, maka posisi / kedudukan alat terhadap rambu
dipilih terletak di antara kedua rambu dengan posisi jarak 1/3 dan 2/3-nya.
b2
II m2
b2
m2
b2
m2
b2 I m2
db1 dm1
Beda tinggi b2’ m2’ seharusnya adalah (b1 – m1) = (b2 – m2), karena ada kesalahan
sebesar sudut pada garis visir, maka harus dikoreksi dengan kontrol C. Perhatikan
sudut b1 dan b1’ :
b2 = b2’ - C db2’
m2 = m2’ - C dm2
dari hubungan b1 - m1 = b2 - m2, maka diperoleh :
Dari uraian di atas, harga C dapat dihitung, sehingga besarnya koreksi garis visir
dapat diketahui :
tg = C = ………..mm/m
Setiap hari pengukuran waterpass, diusahakan mulai dan berakhir pada titik tetap.
Dalam hal terpaksa, maka akhir pengukuran dibuat pada patok yang kuat dan stabil,
yang pada keesokan harinya harus diperiksa lebih dahulu apakah patok tersebut
mengalami gangguan atau tidak, dengan cara pengukuran (beda tinggi) H terhadap
dua patok terdekat, apakah H-nya masih tetap atau tidak.
Jika H-nya sudah berubah, maka jalur pengukuran yang tergantung tersebut
diulang mulai dari titik BM atau CP terdekat.
Pengukuran waterpass dihentikan pada saat cuaca panas (getaran refraksi pada
bayangan benang terjadi) dan pada saat hujan.
Jarak bidik maksimum dari alat ke rambu akan dibatasi tidak lebih dari 75 meter
dengan tinggi bacaan paling atas 2.750 mm (untuk benang atas) dan paling rendah
250 mm (untuk benang bawah).
( BA +2 BB − BT ) ≤ 2 mm
Pengukuran tiap seksi dilakukan double stand, dan selalu dilakukan kontrol bacaan
dengan persamaan berikut :
( H1 - HII) < 2 mm
Pada setiap slag akan diusahakan agar alat ukur selalu berada di tengah antara
kedua rambu belakang dan depan atau dengan mengusahakan agar jumlah jarak ke
muka selalu sama dengan jumlah jarak ke belakang dalam satu seksi. Hal ini
dilakukan karena untuk mengeliminir kesalahan yang disebabkan oleh kesalahan
garis bidik (garis bidik yang membuat sudut sebesar dengan garis bidik yang
seharusnya, misalnya seperti diperhatikan pada gambar di bawah ini.
Perhitungan tinggi menggunakan metoda beda tinggi (sifat datar) yaitu dilakukan
dengan menghitung beda tinggi per seksi. Pengukuran waterpass dilakukan pergi
pulang dalam setiap seksi dan benang dibaca lengkap (BA-BT-BB). Pengukuran
pergi pulang dilakukan dalam satu hari, untuk menghindari kesalahan akibat refleksi.
Pengukuran dilakukan dalam bentuk loop (kring tertutup) yang dibagi beberapa
seksi. Dalam ukuran pergi pulang didapat :
Sehingga perkiraan sisi yang mungkin salah dapat diperkirakan dari besaran salah
penutup tiap loop. Jika hitungan salah penutup tiap loop telah memenuhi toleransi.
fH < 10 √D
dimana :
D = panjang seksi pengukuran waterpass dalam km.
Dapat dilakukan hitungan perataan kesalahan untuk penempatan besaran koreksi h
pada tiap sisi. Perataan kesalahan dapat dilakukan dengan : BOUWDITCH atau
DELL METHOD.
Hasil pengukuran lapangan terhadap kerangka dasar vertikal diolah dengan
mengguna-kan spreadsheet sebagaimana kerangka horisontalnya. Dari hasil
pengolahan tersebut didapatkan data ketinggian relatif pada titik-titik patok terhadap
BM acuan.
Penentuan situasi dilakukan untuk mengambil data rinci lapangan, baik objek alam maupun
bangunan-bangunan, jembatan, jalan dan sebagainya. Objek-objek yang diukur kemudian
dihitung harga koordinatnya (X,Y,Z). Untuk selanjutnya garis kontur untuk masing-masing
ketinggian dapat ditentukan dengan cara interpolasi.
Pengukuran rinci / situasi dilaksanakan memakai metoda tachymetri dengan cara mengukur
besar sudut dari poligon (titik pengamatan situasi) ke arah titik rinci yang diperlukan
terhadap arah titik poligon terdekat lainnya, dan juga mengukur jarak optis dari titik
pengamatan situasi. Pada metoda tachymetri ini didapatkan hasil ukuran jarak dan beda
i. Azimuth magnetis
ii. Pembacaan benang diafragma (atas, tengah, bawah)
iii. Sudut zenith atau sudut miring
iv. Tinggi alat ukur.
Spesifikasi pengukuran situasi adalah sebagai berikut :
i. Metode yang digunakan adalah methode tachymetri dengan membuat jalur ray,
dimana setiap ray terikat pada titik-titik poligon sehingga membentuk jalur poligon
dan waterpass terikat sempurna.
ii. Pembacaan detail dilakukan menyebar ke seluruh areal yang dipetakan dengan
kerapatan disesuaikan dengan skala peta yang akan dibuat. Gundukan tanah,
batu-batu besar yang mencolok serta garis pantai akan diukur dengan baik. Juga
bangunan-bangunan yang penting dan berkaitan dengan pekerjaan desain akan
diambil posisinya.
Metoda Pelaksanaan
Pengukuran situasi rinci dilakukan dengan cara tachymetri dengan menggunakan
alat ukur Theodolite kompas (T-0). Dengan cara ini diperoleh data-data sebagai
berikut :
- Azimuth magnetis.
- Pembacaan benang diafragma (atas, tengah, bawah).
- Sudut zenith atau sudut miring.
- Tinggi alat ukur.
Untuk menentukan tinggi titik B dari titik A yang telah diketahui koordinat (X,Y,Z),
digunakan rumus sebagai berikut :
T B = T A + ΔH
ΔH =
[ 1
2 ]
⋅100 ( Ba−Bb ) sin 2 α + TA − Bt
Dd = DO . cos2
dimana :
TA = tinggi alat
Do = jarak optis
= sudut vertikal.
C = g - m
dimana :
g = azimuth geografis
m = azimuth magnetis.
Pada pelaksanaannya, kerapatan titik detail sangat tergantung pada skala peta yang
dibuat, selain itu untuk keadaan tanah yang mempunyai perbedaan tinggi yang
ekstrim dilakukan pengukuran lebih rapat. Hasil dari pengukuran berupa data ray dari
masing-masing ruas dalam jalur poligon yang menyajikan ketinggian titik-titik tanah
yang dipilih dan posisi bangunan yang dianggap penting.
Hasil perhitungan koordinat titik dalam tiap ray lalu diikatkan pada masing-masing
patoknya sehingga didapatkan posisinya terhadap bidang referensi. Secara jelas
titik-titik ini dapat dilihat pada gambar topografi yang memiliki skala rinci.
Pengukuran profil memanjang dilakukan pada lahan yang direncanakan untuk jalur
distribusi pipa sesuai dengan layout yang definitif.
Penampang memanjang :
Dalam melaksanakan pengukuran ini dilakukan pengukuran beda tinggi dengan jarak
maksimum tiap 50 m, kecuali pada daerah-daerah khusus yang kemiringan-nya
cukup besar dan kondisi medan yang spesifik, maka pengukuran harus dilaksanakan
secara lebih teliti (dirapatkan).
Sudut jalan atau belokan jalan harus dilaksanakan dengan cermat, baik untuk
menentukan bend horisontal maupun bend vertikal pada tanjakan yang pada tanjakan
yang memang diperlukan.
Pada titik-titik pengukuran rencana bangunan, harus diberi tanda dengan meng-
gunakan cat atau patok sehingga secara jelas dapat dibuat pedoman didalam
pelaksanaan fisik pekerjaan.
Pengukuran profil melintang dilakukan pada lahan yang direncanakan untuk jalur
distribusi pipa sesuai dengan layout yang definitif.
Penampang melintang :
Lebar potongan melintang diukur 50 m ke kiri dan ke kanan dari tepi.
Alat ukur yang digunakan adalah Total Station
Jarak pengamatan disesuaikan dengan sifat kemiringan tanah dengan kerapatan titik
maksimum 2 m.
Interval penampang 100 m pada tempat yang lurus dan pada tikungan dirapatkan
sesuai kondisi tikungan.
Pengolahan dan perhitungan data lapangan hasil pengukuran topografi dan bathimetri
sehingga dapat dihasilkan suatu peta lengkap yang dapat memberikan gambaran bentuk
permukaan tanah berupa situasi dan ketinggian serta posisi kenampakan yang ada baik
untuk area darat maupun area perairan laut di lokasi studi.
Analisis data lapangan (perhitungan sementara) akan segera dilakukan selama Tim Survai
masih berada di lapangan, sehingga apabila terjadi kesalahan dapat segera dilakukan
pengukuran ulang. Setelah data hasil perhitungan sementara memenuhi persyaratan
toleransi yang ditetapkan dalam Spesifikasi teknis selanjutnya akan dilakukan perhitungan
data definitif kerangka dasar pemetaan dengan menggunakan metode perataan bowditch.
U U
U
34 U
U B
12 4B
P
U 23 d4B
1 3 d34
A A A1 d12 d23
4
dA1 3
P
A dPA 1
2
4
2
A
Hitungan Koordinat
Koordinat titik kerangka dasar dihitung dengan perataan Metoda Bowdicth.
Rumus-rumus yang merupakan syarat geometrik poligon dituliskan sebagai
berikut :
- Koreksi Ordinat
di
K . ΔY = − . f . ΔY
∑ di
dimana :
di = jarak vektor antara dua titik yang berurutan
∑di = jumlah jarak
Y = ordinat
Y = elemen vektor pada sumbu ordinat
m = banyak titik ukur.
Untuk mengetahui ketelitian jarak linier (SL) ditentukan berdasarkan besarnya
kesalahan linier jarak (KL).
SL = √ ( f . ΔX 2 + f . ΔY 2)
KL =
√ ( f . ΔX 2 + f . ΔY 2 )
∑D
≤ 1 :5 . 000
Setelah melalui tahapan hitungan tersebut di atas, maka koordinat titik poligon dapat
ditentukan.
= ( 8 √ D ) mm
D = jarak antara 2 titik kerangka dasar vertikal dalam satuan kilometer.
(4) Hitungan Situasi Detail
Berdasarkan data yang diperoleh selanjutnya melalui proses hitungan, diperoleh
jarak datar dan beda tinggi antara dua titik yang telah diketahui koordinatnya (X,Y,Z).
ΔH =
[ 1
2 ]
100 ( Ba − Bb ) . sin 2m + T A − Bt
Dd = DO . cos2 m
Dd = 100 (Ba – Bb) . cos2 m
dimana :
TA = titik tinggi A yang telah diketahui
TB = titik tinggi B yang akan ditentukan
H = beda tinggi antara titik A dan titik B
Ba = bacaan benang diafragma atas
Bb = bacaan benang diafragma bawah
Bt = bacaan benang diafragma tengah
TA = tinggi alat
DO = jarak optis
m = sudut miring.
Mengingat akan banyak titik-titik rinci yang diukur, serta terbatasnya kemampuan
jarak yang dapat diukur dengan alat tersebut, maka diperlukan titik-titik bantu yang
mem-bentuk jaringan poligon kompas terikat sempurna. Sebagai konsekuensinya
pada jalur poligon kompas akan terjadi perbedaan arah orientasi utara magnetis
dengan arah orientasi Utara peta sehingga sebelum dilakukan hitungan, data
azimuth magnetis diberi koreksi Boussole supaya menjadi azimuth geografis.
Hubungan matematik koreksi Boussole (C) adalah :
C = g - m
dimana :
g = azimuth geografis
m = azimuth magnetis.
Pada pelaksanaannya kerapatan titik detail akan sangat bergantung pada skala peta
yang akan dibuat, selain itu keadaan tanah yang mempunyai perbedaan tinggi yang
ekstrim dilakukan pengukuran lebih rapat.
Perhitungan topografi dilakukan di lapangan dan penggambaran konsep (draft) juga
dilakukan di lapangan. Koordinat yang digunakan adalah koordinat lokal yang ada
atau dipasang di lokasi.
Penggambaran dapat dilakukan dengan dua cara yaitu penggambaran secara manual dan
penggambaran secara digital. Penggambaran secara manual dilakukan berdasarkan hasil
ukuran lapangan yang dilakukan dengan cara manual diatas kertas milimeter dengan
masukan data dari hitungan manual. Penggambaran secara digital dilakukan dengan
menggunakan perangkat lunak komputer dan plotter dengan data masukan dari hasil
hitungan dari spreadsheet ataupun download data dari pengukuran digital yang kemudian
diproses dengan perangkat lunak topografi.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam proses penggambaran antara lain :
a. Pemilihan skala peta yaitu 1 : 1000 untuk peta situasi dan 1 : 500 untuk situasi
b. Grid koordinat pada umumnya dilakukan setiap 10 cm
c. Garis kontur normal yaitu 1/2000 X skala peta dan kontur indeks setiap
kelipatan 5 dari kontur normal,
d. Gambar dan cara penulisan kontur index, penggambaran legenda, penulisan
e. Huruf tegak dan huruf miring dan ukuran huruf.
1. Penggambaran Manual
Pemilihan skala peta erat kaitannya dengan kebutuhan dari pengukuran. Skala peta
adalah perbandingan antara jarak sesungguhnya dengan jarak di peta.
Skala peta pada pengukuran jalan dan jembatan yang ditujukan untuk perencanaan
biasanya menggunakan skala besar seperti 1 : 1000 sampai skala 1 : 500. Gambar
penampang memanjang, skala horizontal 1: 1.000 dan skala vertikal 1:100. Gambar
penampang melintang skala horizontal 1: 200 skala vertikal 1 : 100.
Untuk peta situasi skala 1 : 1000, grid pada peta dibuat pada setiap interval 10 cm pada
arah absis (X) maupun ordinat (Y) dengan nilai 100 m untuk masing-masing absis dan
ordinat. Angka grid koordinat dituliskan pada tepi peta bagian bawah untuk absis dan
tepi kiri peta untuk angka ordinat.
Kemudian ploting koordinat dan elevasi titik-titik BM, patok CP, titik poligon dari hasil
hitungan koordinat kerangka kontrol horizontal dan hitungan kerangka kontrolvertikal.
Ploting data situasi didasarkan pada jarak dan sudut dari titik-titik control horizontal dan
vertikal ke titik detail. Data jarak, sudut horizontal yang diperoleh dari pengukuran
situasi, kemudian di ploting dengan bantuan mistar/penggarisdan busur derajat. Data
ketinggian untuk semua detail hasil pengukuran detail situasi dan tinggi titik kontrol,
angka ketinggiannya diplotkan di peta manuskrip.Ketelitian gambar situasi sangat
tergantung saat melakukan interpolasi suduthorizontal dengan busur derajat dan
interpolasi jarak dengan menggunakan mistar/penggaris. Data-data situasi yang telah
dilengkapi dengan elevasi dan atribut/diskripsinya diplotkan ke peta manuskrip (obrah).
Semua detail situasi seperti sungai, bangunan existing, jalan existing yang terukur harus
di gambarkandi atas peta.
Garis kontur adalah garis yang menghubungkan titik-titik yang mempunyai ketinggian
yang sama. Penggambaran garis kontur dilakukan berdasarkan ploting tinggi titik detail.
Dari nilai tinggi titik-titik tersebut dilakukan penarikan garis kontur dengan cara
interpolasi. Interval kontur normal adalah 1 / 2.000 kali skala peta, sedangkan kontur
indeks adalah setiap kelipatan 5 dari kontur normal. Penarikan/penggambaran garis
kontur sebaiknya dilakukan terhadap kontur indeks terlebih dahulu. Hal ini untuk
mengetahui secara umum pola kontur yang terdapat dalam peta situasi. Kontur indeks
digambarkan dengan garis yang lebih tebal dari garis kontur biasa, dan diberi warna
yang berbeda dengan kontur normal.
Modul ini tidak dipersiapkan untuk memberikan contoh data inputing, penggambaran
situasi, digital terrain model, penggambaran garis grid, arah utara peta serta legenda
yang digambar dengan cara digital.
Seluruh hasil pengukuran diplot dengan format digital AutoCAD pada lembar berkoordinat
ukuran A1. Format ukuran A1 berlaku bagi seluruh lembar gambar dan peta. Untuk
pengeplotan seluruh peta dan gambar pada lembar A3 tetap menggunakan format A1.
Seluruh hasil pengukuran topografi direkam pada peta indeks berkoordinat penuh. Seluruh
peta mempunyai tanda-tanda sebagai berikut:
a. Garis kontur
f. Bila penggambaran dilakukan pada beberapa lembar, diagram dan layout lembar
disertakan untuk menunjukkan hubungan antara satu lembar dengan lembar berikutnya
(over lay).
Semua ukuran huruf dan garis dibuat mengacu pada standarisasi dalam penggambaran
peta-peta/ gambar-gambar pengairan sebagaimana dijelaskan pada buku “Kriteria
Perencanaan Irigasi (Standar Penggambaran KP 07)” yang diterbitkan oleh Subdit.
Perencanaan Teknis. Direktorat Irigasi I, Ditjen Pengairan.