Penelitian terhadap kemantapan suatu lereng harus dilakukan bila longsoran lereng yang mungkin terjadi akan menimbulkan akibat yang merusak dan menimbulkan bencana. Kemantapan lereng tergantung pada gaya penggerak dan penahan yang ada pada lereng tersebut. Gaya penggerak adalah gaya-gaya yang mengakibatkan lereng longsor. Sedangkan gaya penahan adalah gaya-gaya yang mempertahankan kemantapan lereng tersebut. Jika gaya penahannya lebih besar dari gaya penggerak, maka lereng tersebut dalam keadaan mantap. Kemantapan suatu lereng biasanya dinyatakan dalam bentuk Faktor Keamanan (F) dengan persamaan sebagai berikut : F = gaya penahan / gaya penggerak...................................................... (1-1)
1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemantapan Lereng Batuan Kemantapan lereng pada lereng batuan selalu dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : geometri lereng, struktur geologi, kondisi air tanah, sifat fisik dan mekanik batuan serta gaya-gaya yang bekerja pada lereng.
a. Geometri Lereng Kemiringan dan tinggi suatu lereng sangat mempengaruhi kemantapannya. Semakin besar kemitingan dan tinggi suatu lereng, maka kemantapannya semakin kecil.
b. Struktur Batuan Struktur batuan yang sangat mempengaruhi kemantapan lereng adalah bidang- bidang sesar, perlapisan dan rekahan. Struktur batuan tersebut merupakan bidang- bidang lemah dan sekaligus sebagai tempat merembesnya air, sehingga batuan lebih mudah longsor.
c. Sifat Fisik dan Mekanik Batuan Sifat fisik batuan yang mempengaruhi kemantapan lereng adalah : bobot isi (density), porositas dan kandungan air. Kuat tekan, kuat tarik, kuat geser, kohesi dan sudut geser dalam merupakan sifat mekanik batuan yang juga mempengaruhi kemantapan lereng. - Bobot Isi Bobot isi batuan akan mempengaruhi besarnya beban pada permukaan bidang longsor. Sehingga semakin besar bobot isi batuan, maka gaya penggerak yang menyebabkan lereng longsor akan semakin besar. Dengan demikian, kemantapan lereng tersebut semakin berkurang.
- Porositas Batuan yang mempunyai porositas besar akan banyak menyerap air. Dengan demikian bobot isinya menjadi lebih besar, sehingga akan memperkecil kemantapan lereng.
- Kandungan Air Semakin besar kandungan air dalam batuan, maka tekanan air pori menjadi besar juga. Dengan demikian kuat geser batuannya akan menjadi semakin kecil, sehingga kemantapannya pun berkurang.
Kuat geser batuan dapat dinyatakan sebagai berikut :
(........................................................................... |) tg + o = c + t (21)
Dimana :
= kuat geser batuan (ton/m2)t
c = kohesi (ton/m2)
= tegangan normal (ton/m2)o
= tekanan air pori (ton/m2)
= sudut geser dalam (derajat)|
- Kuat Tekan, Kuat Tarik dan Kuat Geser Kekuatan batuan biasanya dinyatakan dengan kuat tekan (confined & unfined compressive strength), kuat tarik (tensile strength) dan kuat geser (shear strength). Batuan yang mempunyai kekuatan besar, akan lebih mantap.
- Kohesi dan Sudut Geser Dalam Semakin besar kohesi dan sudut geser dalam, maka kekuatan geser batuan akan semakin besar juga. Dengan demikian akan lebih mantap.
- Pengaruh Gaya Biasanya gaya-gaya dari luar yang dapat mempengaruhi kemantapan lereng antara lain : getaran alat-alat berat yang bekerja pada atau sekitar lereng, peledakan, gempa bumi dll. Semua gaya-gaya tersebut akan memperbesar tegangan geser sehingga dapat mengakibatkan kelongsoran pada lereng.
2. Klasifikasi Longsoran Batuan
Berdasarkan proses longsornya, longsoran batuan dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu : longsoran bidang (plane failure), longsoran baji (wedge failure), longsoran guling (toppling failure) dan longsoran busur (circular failure).
a. Longsoran Bidang Longsoran bidang merupakan suatu longsoran batuan yang terjadi disepanjang bidang luncur yang dianggap rata. Bidang luncur tersebut dapat berupa rekahan, sesar maupun bidang perlapisan batuan. Syarat-syarat terjadinya longsoran bidang adalah (Gambar 2.1):
- Bidang luncur mempunyai arah sejajar atau hampir sejajar (maksimum 200) dengan arah lereng.
- Jejak bagian bawah bidang lemah yang menjadi bidang luncur harus muncul di muka lereng, dengan kata lain kemiringan bidang gelincir lebih kecil dari kemiringan lereng.
- Kemiringan bidang luncur lebih besar dari pada sudut geser dalamnya
- Terdapat bidang bebas pada kedua sisi longsoran
Gambar 2.1 Longsoran Bidang
b. Longsoran Baji Longsoran baji dapat terjadi pada suatu batuan jika terdapat lebih dari satu bidang lemah yang saling berpotongan. Sudut perpotongan antara bidang lemah tersebut harus lebih besar dari sudut geser dalam batuannya tetapi lebih kecil dari kemiringan lereng. (Gambar 2.2)
Gambar 2.2 Longsoran Baji
c. Longsoran Guling
Longsoran guling akan terjadi pada suatu lereng batuan yang arah kemiringannya berlawanan dengan kemiringan bidang lemahnya. Hoek & Bray (1981), telah membuat grafik yang dapat memberikan gambaran kapan terjadinya longsoran tersebut (Gambar 2.3). Dari gambar tersebut dapat diartikan : Jika > dan b/h| < , maka balok akan meluncur dan mengguling. Jika |Tan < dan b/h| > , maka balok akan langsung mengguling.|Tan
Gambar 2.3 Posisi Balok Pada Longsoran Guling
d. Longsoran Busur Longsoran jenis ini sering terjadi di alam, terutama pada material tanah atau batuan yang lunak. Untuk longsoran pada batuan dapat terjadi bila batuan mempunyai pelapukan yang tinggi dan mempunyai spasi kekar yang rapat, sehingga batuan tersebut akan mempunyai sifat seperti tanah. (Gambar 2.4).
Gambar 2.4 Longsoran Busur
3. Analisis Kemantapan Lereng Kemantapan lereng suatu batuan dapat dianalisis dengan metode grafis (stereografis), analisis vektor dan metode Hoek & Bray. Pada tulisan ini yang akan di bahas adalah metode grafis dan metode Hoek & Bray. a. Metode Grafis Metode grafis yaitu metode yang digunakan untuk menentukan arah dan jenis longsoran yang mungkin terjadi, berdasarkan data geologi yang ada. Dalam analisis ini batuan ditinjau mempunyai bidang-bidang diskontinu seperti bidang perlapisan, sesar, kekar. Hubungan antara orientasi bidang-bidang lemah dengan jenis-jenis longsoran. (Gambar 3.1. dan 3.2.). Dengan cara ini dapat diperkirakan kemungkinan terjadinya longsoran pada batuan.
Gambar 3.1. Jenis Longsoran & Stereoplot
Gambar 3.2. Informasi struktur geologi dan evaluasi jenis longsoran yang mungkin terjadi dari suatu rentana tambang open pit
a. Metode Hoek & Bray Metode Hoek & Bray dapat digunakan untuk menganalisis keempat macam longsoran pada lereng batuan. Longsoran Bidang Dalam menganalisis longsoran bidang dengan metode Hoek & Bray, suatu lereng ditinjau dalam dua dimensi dengan anggapan : Semua syarat untuk terjadinya longsoran bidang terpenuhi. Terdapat rekahan tarik tegak (vertikal) yang terisi air sampai kedalaman Zw. Rekahan tarik ini dapat terletak pada muka lereng maupun di atas lereng (Gambar 3.3). Gaya W (berat blok yang menggelincir), U (gaya angkat oleh air) dan V (gaya tekan air mendatar di rekahan tarik) bekerja di titik pusat blok. Sehingga diasumsikan tidak ada momen penyebab rotasi. = sudut geser dalam.|, dimana c = kohesi dan |tano=c + t) pada bidang lemah adalah tKuat geser (
Gambar 3.3.Geometri Longsoran Bidang Dengan Rekahan Tarik
Persamaan yang digunakan untuk menentukan faktor keamanan adalah sebagai berikut : p}.............. (3-1) p+Vcos}/{Wsin|p)tanp-U-VsinF = {cA + (Wcos Dimana :
p A = panjang bidang luncur = (H-z)cosec
p wzw(H-z)cosecU =
wzw2 V = f}, rekahan tarik di belakang crest lereng. p-cotW = H2{(1-(z/H)2)cot f-1)}, rekahan tarik di muka lereng. ptanp(cot= H2{(1-(z/H)2)cot
W, maka perhitungan faktor keamanan dapat dilakukan dengan memasukkan pengaruh gempa dengan cara memodifikasi persamaan (3-1) menjadi sebagai berikut : oBila lereng batuan tersebut berada di daerah rawan gempa dan percepatan yang ditimbulkan dimodelkan menjadi gaya statis
}/ .................... (3-2) |p)tanp) U - Vsinsinop-F = cA + {(W(cos
p} p)+Vcoscosop+W(sin
- Longsoran Baji
Dalam analisis ini, longsoran baji dianggap hanya akan terjadi pada garis perpotongan kedua bidang lemah. Faktor keamanannya dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
B = sudut geser dalam bidang lemah A dan B |A dan |
= bobot isi batuan
w = bobot isi air
H = tinggi keseluruhan dari baji yang terbentuk (Gambar 3.4)
2.na) u45sinu24/(sinuX = sin
1.nb) u35sinu13/(sinuY = sin
na.nb) u5sin2na.nb)/(sinubcosa-cosA = (cos
na.nb) u5sin2na.nb)/(sinuacosb-cosB = (cos
b = dip bidang lemah A dan B a dan
5 = plunge dari garis potong kedua bidang lemah
na.nb = sudut perpotongan kedua bidang lemah u
1.nb = sudut antara bidang lemah A dengan garis perpotongan bidang lemah A dan muka lereng. u
2.na = sudut antara bidang lemah B dengan garis perpotongan bidang lemah B dan muka lereng. u
24, dsb = sudut-sudut yang diperoleh dengan menggunakan stereonet seperti terlihat pada Gambar 3.5.u
Gambar 3.4.Geometri Baji Untuk Analisis Kemantapan Dengan Memperhitungkan Kohesi dan Air
Gambar 3.5.Stereoplot Data Longsoran Baji
Jika tahanan bidang longsorannya tidak terdapat kohesi, maka penentuan faktor keamanannya dapat menggunakan persamaan berikut ini : /sin |F = (sinx/tan|)(tan i )......................................................... (3-4) ,|Sudut x dan i ini akan sangat mudah ditentukan dengan bantuan stereonet.
Longsoran Guling x dan tinggi yAAsumsi yang digunakan adalah longsoran guling yang terjadi mempunyai n buah blok berbentuk teratur dengan lebar n u dan kemiringan muka atas lereng adalah u(Gambar 3.6). Penomoran blok dimulai dari bawah (toe) ke atas. Sudut kemiringan lereng adalah u . Undak-undakan yang terjadi (akibat longsoran) berbentuk teratur dan mempunyai kemiringan b. Konstanta ao, sedangkan dip dari bidang-bidang lemah adalah 90- 1 , a 2 dab b (Gambar 3.6) selanjutnya dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut : a 1 )o-ux.tan(A = a 2 u-ox.tan(A = u ) ).............................................................................. (3-5)o-|x.tan(Ab =
Tinggi blok ke-n (y n ) dihitung dengan persamaan berikut ini : y n = n(a1-b) (untuk blok dari crest ke bawah) = y n-1 -a 2 -b (untuk blok di atas crest)................................... (3-6)
Gambar 3.6. Model Longsoran Guling Untuk Analisis Kesetimbangan Batas Berdasarkan model pada Gambar 3.6, terlihat ada tiga grup blok yang mempunyai tingkat kemantapan berbeda, yaitu : Satu set blok yang akan tergelincir (di daerah toe) Satu set blok yang mantap (di daerah atas) Satu set blok yang akan terguling (di daerah tengah)
Gambar 3.7.Kondisi Kesetimbangan Batas Blok Ke-n yang Akan Terguling dan Tergelincir
Selanjutnya, kesetimbangan gaya-gaya yang bekerja di setiap blok ditunjukkan pada Gambar 3.7. Dari gambar tersebut terlihat bahwa gaya-gaya yang bekerja di dasar blok ke-n adalah Rn dan Sn, sedangkan gaya-gaya yang bekerja di interface (dengan blok terdekat) adalah Pn, Qn, Pn-1 dan Qn-1. Konstanta Mn, Ln dan Kn yang terdapat pada gambar tersebut dihitung sebagai berikut : Untuk blok di bawah crest lereng : M n = y n ; L n = y n -a 1 ; K n = 0 Untuk blok tepat di crest lereng : M n = y n -a 2 ; L n = y n -a 1 ; K n = 0 Untuk blok di atas crest lereng : M n = y n -a 2 ; L n = y n ; K n = 0 Sementara untuk gaya-gaya Q n , Q n-1 , R n dan S n dihitung dengan persamaan berikut ini : Q n = P n |tan Q n-1 = P n-1 |tan R n = W n +(Pocos n -P n-1 |)tan S n = W n +(Posin n -P n-1 )............................................................... (3-7) Dimana W n = y n xA.
Sedangkan untuk gaya-gaya P n dan P n-1 , perhitungannya dibedakan untuk blok yang terguling dan blok yang tergelincir. xAUntuk blok ke-n yang terguling, dicirikan dengan yn/ >| bila .ocot>, maka :o P n-1,t = {P n (M n )+(W|x.tanA- n /2)(y n )}/LoxcosA-osin n ..... (3-8) P n = 0 (untuk blok teratas dari set blok yang terguling) = P n-1,t (untuk blok terguling dibawahnya) Untuk kontrol lebih lanjut bisa dilihat bahwa pada blok ini harga R n >0 dan | S n | < R n .|tan Untuk blok ke-n yang tergelincir, dicirikan dengan S n =R n , maka :|tan P n-1,s = P n -{W n )}/(1-tano-sinocos|(tan 2 ).................. (3-9)| P n = P n-1,t (untuk blok teratas dari set blok yang tergelincir) = P n-1,s (untuk blok tergelincir dibawahnya, disini akan terlihat P n-1,t >P n-1,s ) |Perhitungan di atas dilakukan dengan mengambil >, dengan memperhatikan blok no. 1 (toe) :o Jika P 0 >.| yang diasumsikan. Oleh karena itu disarankan untuk mengulang perhitungan dengan meningkatkan nilai |0, maka lereng berada pada dalam kondisi tidak mantap untuk nilai Jika P 0 <, karena hal ini tidak mungkin.|0, maka disarankan untuk mengulang perhitungan dengan menurunkan nilai Jika P 0 > yang diasumsikan.|tetapi cukup kecil, maka lereng berada dalam kondisi setimbang untuk nilai P 0 adalah merupakan gaya yang menahan balok no 1.
Longsoran Busur Metoda yang banyak digunakan untuk menganalisa longsoran ini adalah metoda Fellnius dan metoda Bishop. Namun untuk keperluan praktis, Hoek & Bray (1983), telah menuangkan dalam bentuk diagram. Cara ini merupakan cara yang sangat mudah, cepat dan hasilnya masih dapat dipertanggungjawabkan. Asumsi yang digunakan : Jenis tanah/batuan, dalam hal ini tanah/batuan dianggap homogen dan kontinyu. Longsoran yang terjadi menghasilkan bidang luncur berupa busur lingkaran Tinggi permukaan air tanah pada lereng. Hoek & Bray membuat lima buah diagram untuk masing-masih kondisi air tanah tertentu mulai dari sangat kering sampai jenuh. Cara perhitungannya adalah sebagai berikut (untuk lebih jelasnya lihat Gambar 3.8.) : Langkah 1 : Dengan gambar geometri lereng yang telah dibuat, tentukan kondisi air tanah yang ada dan sesuaikan dengan Gambar 3.9. Pilih yang paling tepat atau mendekati. Langkah 2 : Hitung angka c/(gHtanf), kemudian cocokan angka tersebut pada lingkaran terluar dari diagram (chart) yang dipilih. Langkah 3 : Ikuti jari-jari mulai dari angka yang diperoleh pada langkah 2 sampai memotong kurva yang menunjukkan kemiringan. Langkah 4 : Dari titik pada langkah 3, kemudian ditarik ke kiri dan ke bawah untuk mencari angka tanf/F dan c/(gHF). Langkah 5 : Hitung faktor keamanan (F) dari kedua angka yang diperoleh dari langkah 4 dan pilih yang paling tepat
Gambar 3.8.Langkah Perhitungan Faktor Keamanan Untuk Longsoran Busur Dengan Menggunakan Diagram Hoek & Bray
Gambar 3.9.Keadaan Atau Pola Aliran Air Tanah Untuk Diagram 1-5