Oleh :
MUHAMMAD ARY ISMOEHARTO
111.120.014
BAB I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang ......................................................................................................... 1
I.2. Maksud dan Tujuan .................................................................................................. 2
I.3. Rumusan Masalah .................................................................................................... 2
I.4. Lokasi dan Waktu Penelitian Skripsi ....................................................................... 2
I.5. Hasil Penelitian Skripsi ............................................................................................ 4
I.6. Manfaat Penelitian Skripsi ....................................................................................... 4
I.7. Alternatif Judul Penelitian Skripsi ........................................................................... 5
I.8. Pembimbing Penelitian Skripsi ................................................................................ 5
iii
III.8. Jenis Airtanah Berdasarkan Kondisi Termal ...................................................... 20
III.9. Fasies Hidrokimia Airtanah ................................................................................ 21
III.10. Evolusi Fasies Hidrokimia Airtanah ................................................................ 22
iv
DAFTAR GAMBAR
v
DAFTAR TABEL
vi
BAB I
PENDAHULUAN
Air merupakan masalah besar dalam pekerjaan tambang terbuka maupun tambang
bawah tanah, baik secara langsung maupun tidak langsung yang berpengaruh terhadap
produktivitas dan efektifitas. Secara langsung air dapat menghentikan seluruh aktifitas tambang
terbuka misalnya pada saat hujan turun sangat deras. Lalu secara tidak langsung air berpengaruh
terhadap kondisi tempat kerja yang berpengaruh terhadap material bahan galian dan juga
berpengaruh terhadap kemantapan lereng tambang.
Masalah air pada tambang bawah tanah sama artinya dengan besarnya jumlah
pemompaan dibawah tekanan hidrolis yang tinggi. Keadaan lapisan sedimen dalam air, dan
penirisan air asam tercakup dalam masalah tersebut. Aktifitas penambangan biasanya
menghadapi masalah hidrogeologi sederhana, yang muncul rumitnya masalah air, sehingga
dipilih bahan galian yang lebih kering untuk dieksploitasi. Tetapi dengan menipisnya endapan
bahan galian pada kondisi geologi yang sederhana, maka penambangan sering dilakukan
dibawah kondisi air yang cukup sulit.
Agar masalah-masalah tersebut diatas dapat diantisipasi, perlu dilakukan pengendalian
air baik air permukaan maupun air bawah tanah atau air bawah permukaan (subsurface water)
yang terdapat didalam formasi batuan disekitar tambang. Baik tambang terbuka maupum
tambang bawah tanah.
Untuk dapat melakukan pengendalian air tambang perlu diketahui asal sumber air dan
perilaku air itu sendiri. Berdasarkan pada hal tersebut, maka perlu pengetahuan tentang
hidrogeologi daerah tambang dan sekitarnya yang meliputi : curah hujan, siklus hidrologi,
infiltrasi, evapotranspirasi, air limpasan dan air tanah, serta pengetahuan tentang pemetaan
hidrogeologi yang dilakukan pada bawah permukaan tanah.
Kemudian hasil akhir penelitian ini diharapkan mampu untuk dapat memberikan
informasi yang kredibel sebagai bahan pertimbangan untuk menyusun rencana kegiatan
eksploitasi selanjutnya.
1
I.2. Maksud dan Tujuan
Maksud dari Penelitian ini adalah untuk memenuhi syarat yang ada pada Program Studi
Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral, UPN Veteran Yogyakarta untuk mendapatkan
gelar kesarjanaan strata satu (S1). Setiap mahasiswa dalam mencapai gelar kesarjanaan strata
satu (S1) diwajibkan melakukan skripsi dengan topik sesuai teori yang didapatkan dalam
bangku kuliah serta aplikasinya di lapangan kerja.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui dan mengkaji sumber air yang masuk ke dalam daerah telitian.
2. Mengetahui pola dan persebaran air tanah pada daerah telitian.
3. Mengetahui fasies hidrokimia pada daerah telitian.
4. Mengetahui faktor pengontrol laju air tanah.
5. Mengidentifikasi cekungan air tanah lokal sekitar mata air.
6. Mengetahui tipologi akuifer daerah telitian.
7. Mampu menjelaskan sistem hidrogeologi pada daerah telitian.
Lokasi penelitian skripsi merupakan bagian dari daerah eksplorasi PT. Freeport
Indonesia yang memungkinkan dilakukan penelitian. Waktu pelaksanaan skripsi ini
direncanakan selama 2 bulan yaitu 1 Februari 2017 1 April 2017 atau dapat menyesuaikan
dengan waktu yang tersedia pada PT. Freeport Indonesia.
2
Tabel I.1. Rencana Jadwal Kegiatan Penelitian Skripsi
Jan - 2017 Feb - 2017 Mar 2017 Apr - 2017 May - 2017
Keterangan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Persiapan
Studi Pustaka
Perencanaan Lapangan
Lapangan
Observasi
Pengambilan Data
Sampling
Laboratorium
Kimia
Hidrogeologi
Petrografi
Laporan Skripsi
Analisa Kimia Air Tanah
Peta
Isi Laporan Skripsi
3
I.5. Hasil Penelitian Skripsi
Hasil penelitian skripsi ini diharapkan bermanfaat bagi perusahaan, mahasiswa yang
melakukan penelitian dan pihak pihak lain yang berkepentingan terhadap laporan skripsi
ini.
Manfaat bagi perusahaan :
1. Memberikan informasi khususnya mengenai hidrogeologi secara lebih detail
yang meliputi data-data lapangan yang kemudian di analisis di laboratorium
sehingga menjadi suatu kesimpulan pada penelitian.
2. Analisa mengenai sumber air tanah yang muncul pada area penelitian dapat
dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan metode dewatering
agar nantinya bisa lebih efisien biayanya dan lebih efektif.
4
Manfaat bagi mahasiswa :
1. Mahasiswa dapat mengaplikasikan ilmu yang sudah didapatkan di bangku
perkuliahan.
2. Dapat mengetahui dan memahami pola aliran air bawah tanah dan sumber air
bawah tanah serta faktor-faktor pengontrolnya.
3. Dapat menyelesaikan kurikulum Program Studi Teknik Geologi, Fakultas
Teknologi Mineral, Universitas Pembangunan Nasional Veteran
Yogyakarta.
4. Mendapatkan gelar sarjana pada program pendidikan strata satu (S1).
Manfaat bagi institusi :
1. Menambah Koleksi Perpustakaan Universitas Pembangunan Nasional
Veteran Yogyakarta khususnya Program Studi Teknik Geologi.
2. Mengenalkan Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta
khususya Program Studi Teknik Geologi kepada masyarakat umum.
Judul penelitian skripsi dapat menyesuaikan dengan judul yang diajukan PT.
Freeport Indonesia dengan batasan studi hidrogeologi, tipologi akuifer, fasies hidrokimia,
dan sistem aliran airtanah yang mempertimbangkan efektifitas, efisiensi dan ketersediaan
data data yang ada pada PT. Freeport Indonesia.
5
BAB II
TAHAPAN DAN METODOLOGI PENELITIAN
Pada tahap Penelitian lapangan dilakukan perekaman data primer dan data
sekunder yang diperoleh dilapangan. Data primer merupakan data yang didapatkan
dari pengambilan data lapangan yang meliputi ploting lokasi penelitian, deskripsi
batuan, pengambilan contoh batuan maupun air untuk uji laboratorium,
dokumentasi, serta perekaman data yang mendukung lainnya. Data sekunder
merupakan data yang diperoleh dari bagian eksplorasi PT. Freeport Indonesia yang
meliputi peta geologi, Hasil Analisis unsur geokimia air, data bor, dan data data
lain yang menunjang penelitian.
6
Analisis Kimia Air Tanah
Analisis kimia air tanah dilakukan untuk mengetahui parameter-
parameter fisika dan kimia pada air tanah tersebut. Meliputi pH,
alkalinitas, kadar oksigen terlarut, kekeruhan, dll.
Analisis Hidrokimia
Analisis hidrokimia dilakukan untuk mengetahui kondisi hidrokimia
dan karakteristik air tanah, menentukan geometri akuifer airtanah
berdasarkan data hidrokimia airtanah.
7
Gambar II.1. Diagram Alir Penelitian Skripsi
8
II.2. Peralatan Penelitian
Beberapa peralatan dan bahan yang digunakan untuk kelancaran penelitian ini
adalah :
Peta topografi daerah telitian.
Peta Geologi daerah PT. Freeport, Irian Jaya.
Palu Geologi, baik palu batuan sedimen ataupun palu batuan kristalin
Lup
Komparator ukuran butir dan mineral
Plastik conto batuan dan botol conto air
Kompas Geologi
Buku catatan lapangan
Clipboard
Alat Tulis
Busur derajat dan Penggaris
Kamera saku atau kamera digital
HCL 0,1M
GPS
Meteran
9
BAB III
DASAR TEORI
III.1. Hidrogeologi
Ilmu yang mempelajari interaksi antar struktur batuan dan air tanah adalah
hidrogeologi. Dalam prosesnya ilmu ini juga berkaitan dengan disiplin ilmu fisika dan kimia
yang terjadi di bawah tanah. Proses yang berhubungan adalah aliran air, gerakan aliran air
dalam tanah, unsur kimia yang ada dalam air tanah, serta dampak lingkungan dari aliran
dalam tanah. Gerakan air di dalam tanah melalui pori pori batuan dikenal dengan istilah
aliran air tanah.
Sisklus hidrogeologi/siklus air tanah erat kaitanya dengan siklus air meteorik (air
yang berasl dari curah hujan). Siklus ini dapat terjadi akibat panas dari radiasi sinar matahari.
Air tanah adalah sejumlah air dibawah permukaan bumi. Pada kedalaman tertentu dibagian
bawah permukaan tanah akan dijumpai kandungan air (akuifer) dalam keadaan jenuh. Air
yang berada dalam jenuh tersebut dikenal sebagai air tanah. Bagian yang jenuh ini disetiap
tempat tidak sama tergantung dari jenis material yang ada dalam daerah tersebut.
10
lempung) dengan daya meluluskan air yang rendah dikenal sebagai akuitard. Lapisan yang
sama dapat juga menutupi akuifer yang menjadikan air tanah dalam akuifer tersebut di
bawah tekanan yang dikenal dengan zona tertekan ( confined aqifera). Karena keragaman
geologinya akuifer juga beragam dalam sifat sifat hidroliknya dan tandoannya ( ketebalan
dan sebaran geografinya). Berdasarkan sifat sifat tersebut jumlah air tanah di akuifer sangat
besar dengan sebaran yang luas hingga ribuan kilometer kuadrat.
Airtanah tidak dijumpai di semua tempat. Keterdapatan airtanah tergantung dari ada
tidaknya lapisan batuan yang dapat mengandung airtanah yang disebut akuifer. Akuifer
adalah formasi batuan yang dapat menyimpan dan meloloskan air, seperti misalnya
pasir dan kerikil lepas. Akuifer ditemukan pada sejumlah lokasi. Deposit glacial, pasir
dan kerikil, kipas alluvial dataran banjir dan deposit delta pasir semuanya merupakan
sumber - sumber air yang sangat baik. Pada suatu akuifer, air tanah menempati lubang
batuan yang dikenal sebagai pori pori batuan maupun lubang yang besar. Retakan
mungkin terdapat dalam batuan kristalin maupun batuan padat dan mungkin mempunyai
ukuran kapiler maupun subkapiler. Air yang disimpan dalam retakan disebut air celah
dan air retakan. Lubang-lubang yang besar merupakan ciri formasi batu kapur dan
kadang-kadang batuan gunung berapi. Pori-pori merupakan ciri batuan sedimen klasik
dan bahan butiran lainnya (Rizal K, 2009).
Di daerah yang didominasi batuan dasar (bed rock) dengan porositas dan
konduktivitas hidrolik rendah, umumnya air tanah terdapat pada zona rekahan yang hadir
sebagai porositas sekunder (Irawan E, 2008).
Kondisi dan distribusi sistem akuifer dalam sistem geologi dikontrol oleh faktor
litologi, stratigrafi dan struktur dari endapan-endapan geologi. Litologi adalah penyusun
secara fisik meliputi komposisi mineral, ukuran butir dan kemas dari endapan-endapan
atau batuan yang membentuk sistem geologi. Stratigrafi menggambarkan kondisi
geometri dan hubungan umur antar lapisan atau satuan batuan dalam sistem geologi.
Sedangkan struktur geologi merupakan bentuk/sifat geometri dari sistem geologi yang
diakibatkan deformasi yang terjadi setelah batuan terbentuk. Pada sedimen yang belum
terkonsolidasi/kompak, kontrol yang berperan adalah litologi dan stratigrafi. Pengetahuan
akan ketiga faktor di atas memberikan arahan kepada pemahaman karakteristik dan
distribusi sistem akuifer (Irawan E, 2008).
11
Menurut Juanda D. (2006) kesamaan iklim dan kondisi geologi di suatu daerah akan
memberikan kesamaan sistem airtanah. Kondisi ini akan berpengaruh terhadap karakter
fisika dan kimia serta kualitas airtanah dalam sistem tersebut. Berdasarkan karakter tersebut,
serta mengacu pada klasifikasi Mandel dan Shiftan (1981) dan kondisi geografis serta
morfologis keberadaan dan penyebaran airtanah di Indonesia, maka Puradimadja (1993)
mengajukan 5 Tipologi Sistem Akifer untuk wilayah Indonesia, yaitu:
1. Tipologi Sistem Akifer Endapan Gunungapi,
2. Tipologi Sistem Akifer Endapan Aluvial,
3. Tipologi Sistem Akifer Batuan Sedimen,
4. Tipologi Sistem Akifer Batuan Kristalin dan Metamorf,
5. Tipologi Sistem Akifer Endapan Glasial.
Gambar III.2 Model ideal tipologi sistem akuifer di Indonesia (1) sistem akifer
endapan gunungapi; (2) sistem akifer batugamping karst; (3) sistem akifer batuan
sedimen terlipat; (4) sistem akifer endapan aluvial sungai; (5) sistem akifer endapan pantai;
(6) sistem akifer batuan kristalin (Juanda D, 2006).
Secara umum akuifer endapan vulkanik dapat dibedakan menjadi akuifer bebas
dan akuifer tertekan, dengan sistem aliran melalui gabungan antara media pori dan media
rekahan. Akuifer dengan sistem media pori (akuifer primer) mempunyai debit yang
lebih kecil daripada akuifer sistem rekahan (akuifer sekunder). Keterkaitan antara rekahan
12
dan keluarnya airtanah dapat diterangkan bahwa rekahan sebagai media pengalir airtanah
dari satu akuifer ke akuifer lainnya. Rekahan sebagai media pembentuk akuifer; lapisan
impermeable, seperti lava atau breksi lahar padu, dapat berubah menjadi lapisan permeable
akibat adanya rekahan hasil proses geologi.
Airtanah mengalir dalam lapisan pembawa air (akuifer) yang dibatasi oleh batas
hidrogeologi berupa batuan, patahan, lipatan atau tubuh air permukaan. Batas batas ini
menentukan tiga elemen penting dalam anatomi cekungan hidrogeologi, yaitu kawasan
imbuhan (recharge area), kawasan aliran (flowing area) dan kawasan pengurasan
(discharge area) (Notosiswoyo dkk, 2006).
Berkaitan dengan geometri dan konfigurasi akuifer, Pusat Lingkungan Geologi
(2007) dalam Zeffitni (2011) memberikan batasan bahwa penentuan batas lateral dan
vertikal cekungan airtanah akan menunjukkan geometri cekungan airtanah. Penentuan
agihan lateral dan vertikal akuifer maupun non akuifer menunjukkan konfigurasi sistem
akuifer. Tinjauan terhadap airtanah memiliki cakupan yang cukup luas, diantaranya: jenis
akuifer, parameter akuifer yang menunjukkan karakteristik akuifer, maupun pemanfaatan
serta kualitasnya. Informasi geologi diantaranya: penampang (cross section) geologi, log
pemboran dan sumur yang dikombinasi dengan informasi hidrogeologi akan menunjukkan
unit hidrostratigrafi cekungan airtanah. Penampang (cross section) geologi dapat
menunjukkan formasi geologi, unit stratigrafi, bidang piezometrik, kandungan kimia air dan
korelasi formasi dari log pemboran dari beberapa sumur (Zeffitni, 2011).
Sistem aliran airtanah dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya disebabkan
oleh beda potensial fluida. Toth, Gregory dan Walling (1973) telah menunjukkan model
matematika dari sistem aliran tetap airtanah berdasarkan persamaan Laplace, dengan
menggunakan pola dasar Hubbert. Pada model tersebut pola aliran airtanah dapat
diidentifikasikan secara hipotetikal geologi baik secara isotropik dan homogen dengan
perubahan topografi sebagai spesifik area yang disebut dengan batas tekanan (Zeffitni,
2011).
Berkaitan dengan konsep batas cekungan, Boonstra dan Ridder (1981); Pusat
Lingkungan Geologi (2007) dalam Zeffitni (2011), menjelaskan bahwa cekungan airtanah
mempunyai batas baik pada arah lateral maupun vertikal yang menunjukkan geometri dan
konfigurasi sistem akuifer, dan terdiri dari 4 hal sebagai berikut :
13
1. Batas Tanpa Aliran (Zero-flow Boundaries/Noflow Boundaries)
Batas tanpa aliran merupakan batas cekungan airtanah, pada batas tersebut tidak terjadi
aliran airtanah atau alirannya tidak berarti jika dibandingkan dengan aliran pada akuifer
utama. Batas tanpa aliran dibedakan menjadi tiga tipe: batas tanpa aliran eksternal (external
zero-flow boundary), batas tanpa aliran internal (internal zero-flow boundary),dan batas
pemisah airtanah (groundwater devide).
Gambar III.3 Tipe batas cekungan airtanah pada geometri akuifer (Zeffitni, 2011).
14
III.4. J3enis jenis Akuifer
Dalam Rizal K (2009) menurut Krussman dan Ridder (1970) akuifer merupakan
suatu lapisan batuan yang mampu menyimpan dan meloloskan air. Secara hidrodinamik, di
alam terdapat beberapa jenis akuifer, yaitu :
15
dengan batuan yang bersifat kedap air, seperti batuan beku dibagian bawah yang relatif
kompak, juga akan menyebabkan mengalirnya airtanah melalui batas perlapisan tersebut,
dan muncul sebagai mata air kontak. Demikian juga kedudukan antara satu perlapisan batuan
dengan perlapisan yang lain, dan struktur geologis yang menyusunnya, seperti patahan,
retakan, maupun perlipatan, merupakan faktor lain pengontrol pemunculan dan pola sebaran
mata air (Santosa W, 2006).
Munculnya mata air di daerah vulkanik lebih disebabkan oleh tenaga dari dalam
bumi, sebagai mata air non gravitasi. Pemunculan mata air di suatu tempat, juga tidak
terlepas dari kedudukan lokasi itu sendiri, kaitannya dengan tenaga gravitatif yang
mempengaruhinya maupun energi energi lain, seperti tekanan hidrostatis yang kuat akibat
struktur perlapisan batuan yang sangat tebal (geyser), atau akibat dorongan energi magma
pada daerah vulkanik. Proses-proses geomorfologis yang bekerja pada suatu daerah, sangat
menentukan dinamika bentanglahan di wilayah tersebut. Hal ini secara langsung maupun
tidak langsung, dalam jangka waktu yang lama akan mempengaruhi keberadaan dan
karakteristik mata air di daerah tersebut (Santosa W, 2006).
Menurut Tolman (1937) dalam Santosa W (2006) mata air (spring) adalah pemusatan
keluarnya airtanah yang muncul di permukaan tanah sebagai arus dari aliran airtanah.
Mata air dapat dikategorikan kedalam beberapa kriteria yang berbeda. Menurut
Kreyee dkk (1996) dalam Effendy I (2010) klasifikasi mata air biasanya didasarkan pada
karakteristik fisik dan kejadiannya. Parameter tersebut antara lain (Effendy I, 2010) :
1. Geologi
2. Magnitude, variasi dan jenis aliran (permanence of flow)
3. Kualitas dan mineralisasi air pada mata air
4. Temperatur pada mata air
Selain itu, aliran airtanah pada mata air dipengaruhi oleh tiga faktor yang saling
berhubungan, yaitu (Effendy I, 2010) :
16
1. Mata air yang dihasilkan oleh tenaga non gravitasi (non gravitational spring)
2. Mata air yang dihasilkan oleh tenaga gravitasi (gravitational spring)
Mata air yang dihasilkan oleh tenaga non gravitasi meliputi :
1. Mata air depresi (depresion spring) yang terbentuk bila permukaan airtanah
terpotong oleh topografi,
2. Mata air kontak (contact spring) terjadi bila lapisan yang lulus air terletak diatas
lapisan kedap air,
3. Mata air artesis (artesian spring) yang keluar dari akuifer tertekan, dan
4. Mata air turbuler (turbulence spring) yang terdapat pada saluran-saluran alami pada
formasi kulit bumi, seperti goa lava atau joint.
17
Tabel III.1 Tipe mata air berdasarkan klasifikasi geologi (Effendy I, 2010).
Kualitas air tanah ditentukan oleh tiga sifat utama, yaitu: sifat fisik, sifat kimia, dan
sifat biologi/bakteriologi. Termasuk dalam sifat fisika adalah kesadahan, jumlah garam
terlarut (total dissolved solids atau TDS), daya hantar listrik (electric conductance),
keasaman. Sedangkan yang termasuk dalam sifat kimia air adalah kandungan ion.
18
1. Kesadahan atau Kekerasan
Kesadahan atau kekerasan (total hardness) dipengaruhi oleh adanya kandungan Ca dan
Mg. Kesadahan ada dua macam, yaitu kesadahan karbonat dan kesadahan non karbonat
(Danaryanto dkk., 2008). Air dengan kesadahan tinggi sukar melarutkan sabun, oleh
karenanya air tersebut perlu dilunakkan terlebih dahulu. Klasifikasi air tanah berdasarkan
kesadahan dapat dilihat pada Tabel III.2.
Tabel III.3 Klasifikasi air berdasarkan jumlah garam terlarut (AS Kapoor, 2001 dalam
Todd, 1980).
19
digunakan konduktivitimeter. Berdasarkan nilai DHL, jenis air juga dapat dibedakan melalui
nilai pengukuran daya hantar listrik dalam mho/cm pada suhu 250C menunjukkan
klasifikasi air sebagai berikut :
Tabel III.4 Klasifikasi air berdasarkan Daya Hantar Listrik (DHL) (Davis danWiest, 1996
dalam Praktiknyo P., 2014).
4. Keasaman Air
Keasaman air dinyatakan dengan pH, mempunyai besaran mulai dari 1 14. Air yang
mempunyai pH 7 adalah netral, sedangkan yang mempunyai pH lebih besar/kecil dari 7
disebut bersifat basa/asam. Jadi air yang mengandung garam Ca atau Mg karbonat, bersifat
basa (pH 7,5-8), sedangkan yang mempunyai harga pH < 7 adalah bersifat asam, sangat
mudah melarutkan Fe, sehingga air yang asam biasanya mempunyai kandungan besi (Fe)
tinggi. Pengukuran pH air dilapangan dilakukan dengan pH meter, atau kertas lakmus
(Hadipurwo, 2006 dalam Danaryanto dkk., 2008).
5. Kandungan Ion
Kandungan ion baik kation maupun anion yang terkandung di dalam air diukur
banyaknya, biasanya dalam satuan part per million (ppm) atau mg/l. Ionion yang diperiksa
antara lain Na, K, Ca, Mg, Al, Fe, Mn, Cu, Zn, Cl, SO4, CO2, yang biasanya jarang akan
tetapi ion ini bersifat sebagai racun antara lain As, Pb, Sn, Cr, Cd, Hg, Co (Hadipurwo, 2006
dalam Danaryanto dkk., 2008).
20
III.8. Jenis Airtanah Berdasarkan Kondisi Termal
Kondisi termal pada airtanah dapat dijadikan suatu pedoman dalam penentuan jenis
airtanah yanag ada. Penentuan jenis airtanah berdasarkan kondisi termalnya memerlukan
beberapa parameter sebagai penguat asumsi dalan penentuan jenis airtanah. Menurut Irawan
E. (2009), airtanah dapat dibagi menjadi tiga jenis berdasarkan kondisi termalnya, yaitu :
1. Airtanah mesotermal
Airtanah jenis ini memiliki kisaran temperatur airtanah yang mirip dengan temperatur
udara disekitar. Hal ini diakibatkan oleh pengaruh suhu udara terhadap suhu airtanah.
Airtanah mesotermal memiliki nilai konduktivitas yang rendah dan kandungan unsur
bikarbonat yang tinggi.
2. Airtanah hipotermal
Airtanah jenis ini memiliki kisaran temperatur airtanah yang lebih rendah dibandingkan
dengan temperatur udara. Hal ini diakibatkan letak airtanah yang relatif dalam, sehingga
suhu airtanah relatif lebih stabil. Airtanah hipotermal memiliki nilai konduktivitas yang
rendah dan kandungan bikarbonat yang rendah pula.
3. Airtanah hipertermal
Airtanah jenis ini memiliki temperatur airtanah yang lebih tinggi bila dibandingkan
dengan temperatur udara. Hal ini disebabkan airtanah yang ada dipengaruhi oleh aktivitas
vulkanisme. Airtanah hipertermal memiliki nilai konduktivitas tinggi dan memiliki
kandungan alkali bikarbonat.
Menurut Freeze and Cheery 1979 dalam Irawan E (2012) fasies airtanah adalah
identifikasi jenis airtanah berdasarkan perbedaan dan genesa air yang berhubungan dengan
sistem dan tubuh tempat keterdapatan airtanah. Fasies hidrokimia airtanah juga
dinyatakan sebagai zona dengan komposisi kation dan anion dalam kategori yang berbeda.
Pembagian fasies airtanah ini dapat dilihat pada triliniear diagram yang umum
digunakan yaitu diagram Piper (1944) (Gambar III.6). Unsur-unsur kimiawi yang
digunakan untuk fasies airtanah terdiri atas ion-ion Mg2+, Ca2+, Na+, K+, Cl-, SO42-,
dan HCO3-.
21
Penyajian data Fasies Hidrokimia airtanah pada masing masing cotoh sampel akan
disajikan secara numerik maupun grafis. Penyajian data secara grafis menggunakan metode
Multivarian Diagram, yang digunakan untuk menyajikan besaran beberapa data analisis
unsur kimia air yang akan dibandingkan. Penyajian yang umum dilakukan dengan cara:
Trilinear diagram yang umum digimakan Diagram Piper, horizontal diagram yang
umum digunakan adalah Diagram Stiff.
Gambar III.6 Diagram klasifikasi fasies anion kation airtanah dalam persentasi ion utama
menggunakan diagram piper (1944).
22
III.10. Evolusi Fasies Hidrokimia Airtanah
Berbagai rujukan mengenai evolusi air tanah telah dipelajari, diantaranya Hem
(1980), Drever (1988), dan Chebotarev (1955) dalam Domenico an Scwartz (1997).
Sebagaimana dinyatakan oleh Drever (1988), salah satu proses yang dapat meningkatkan
salinitas air tanah adalah reaksi dengan halite, sejenis evaporit laut yang menjadi sumber ion
Na dan Cl. Evolusi hidrokimia oleh Chebotarev (1955) dalam Domenico dan Schwartz
(1997) menyatakan bahwa evolusi airtanah berawal dari fasies bikarbonat dekat kawasan
imbuhan kemudian berevolusi menjadi dominan sulfat sejalan dengan alirannya ke arah
kawasan pengurasan. Komposisi akhirnya adalah dominan klorida sebagai hasil reaksi
dengan berbagai jenis mineral dengan waktu tinggal yang lama. Pendapat lainnya dari Uliana
dan Sharp (2001), bahwa data hidrokimia melintasi aliran air tanah menunjukkan
peningkatan nilai TDS dan rasio ion Cl dan HCO3 serta penurunan rasio Na dan Cl. Pada
fasies bikarbonat, air merepresentasikan air imbuhan yang dimodifikasi oleh pelarutan
mineral dan pertukaran kation. Pada zona sulfat, fasies hidrokimia dikontrol oleh pelarutan
endapan gipsum, anhidrit, pertukaran kation, serta pencampuran dengan air NaCl, sedangkan
pada zona klorida, fasies hidrokimia dikendalikan oleh pelarutan halit (Irawan E, 2008).
Gambar III.7 Ilustrasi model evolusi airtanah pada kawasan gunungapi (Irawan E, 2008).
23
BAB IV
STUDI GEOLOGI REGIONAL
24
IV.2. Stratigrafi
25
3. Sedimentasi Senosoik Akhir
Di Papua dikenal 3 (tiga) formasi utama, dua di antaranya dijumpai di Papua Barat,
yaitu formasi Klasaman dan Steenkool. Formasi Klasaman dan Steenkool berturut- turut
dijumpai di Cekungan Salawati dan Bintuni.
4. Kenozoikum
Formasi Waripi
tersusun oleh karbonat dolomitik, dan batupasir kuarsa diendapkan di lingkungan laut
dangkal yang berumur Paleosen sampai Eosen.
Formasi Faumai
terdiri dari batugamping berlapis tebal (sampai 15 meter) yang kaya fosil
foraminifera, batugamping lanauan dan perlapisan batupasir kuarsa dengan ketebalan
sampai 5 meter, tebal seluruh formasi ini sekitar 500 meter.
Formasi Sirga
terdiri dari batupasir kuarsa berbutir kasar sampai sedang mengandung fosil
foraminifera, dan batuserpih yang setempat kerikilan.
Formasi Kais
tersusun oleh batugamping yang kaya foraminifera yang berselingan dengan lanau,
batuserpih karbonatan dan batubara.
26
Formasi Faumai (Tf)
Berumur Eocene dengan ketebalan antara 120-150 m terdiri dari lapisan massive
limestone.
Formasi Sirga (Ts)
Berumur Oligocene dengan ketebalan 30-50 m yang tersusun oleh quartzone
sandston dengan semen berupa calcite,silstone dan sandy limestone.
Kelompok batuan intrusi Ertsberg
Menurut Benyamin Sapie (1998), kelompok batuan intrusi Ertsberg terdiri atas 2
tipe. Tipe pertama adalah diorit dicirikan oleh warna abu-abu terang, tekstur
equigranular, holokristalin, butir subhedral- anhedral, ukuran butir halus sampai
sedang (1-2 mm) terdiri atas plagioklas, klinopiroksen, hornblende, biotit, kuarsa.
Tipe kedua adalah Diorite Altered dengan ciri-ciri warna abu-abu terang-
kemerahan, tekstur porfiritik, inequi-granular, butir subhedral-anhedral, fenokris
terdiri atas hornblende, biotit, plagioklas dan kuarsa berukuran 0,5 1,5 mm
dengan matriks terdiri atas k-feldspar dan plagioklas.
27
Gambar IV.2 Peta Tektonik dan penampang cekungan Foreland (Simanjuntak dan Barber,
1996)
28
BAB V
PENUTUP
29
DAFTAR PUSTAKA
30
LAMP IRAN
31
C URR IC ULUM VITAE
PENDIDIKAN
1998 2005 SDN PLAOSAN 2
KEMAMPUAN
MICROSOFT OFFICE WORD, EXCEL, POWER POINT
AUTOCAD, SURFER, COREL DRAW, ARCGIS
BAHASA INDONESIA (AKTIF), INGGRIS (PASIF)
PENGALAMAN ORGANISASI
2007 2008 DIVISI ACARA OSIS SMP NEGERI 1 SLEMAN
32