Anda di halaman 1dari 108

ANALISIS PENGARUH GEOMETRI PELEDAKAN TERHADAP FLY

ROCK HASIL PELEDAKAN DI PT. BINTANG SUMATRA


PACIFIC KEC. PANGKALAN KAB. LIMA PULUH
KOTA PROVINSI SUMATERA BARAT

Tugas Akhir

Diajukan Kepada Sekolah Tinggi Teknologi Industri Padang Untuk


Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana (S1)

NOVRIANTO
1610024427065

YAYASAN MUHAMMAD YAMIN PADANG


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI INDUSTRI PADANG
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN
2020
ANALISIS PENGARUH GEOMETRI PELEDAKAN TERHADAP FLY
ROCK HASIL PELEDAKAN DI PT.BINTANG SUMATRA
PACIFIC KEC. PANGKALAN KAB. LIMA PULUH
KOTA PROVINSI SUMATERA BARAT

Tugas Akhir

Diajukan Kepada Sekolah Tinggi Teknologi Industri Padang


Unruk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana (S1)

Disusun Oleh:

NOVRIANTO
1610024427065

Disetujui,
Dosen Pembimbing

Pembimbing 1 Pembimbing 2

Riam Marlina A, ST., MT Rizto Salia Zakri, ST., MT


NIDN: 102709850 NIDN: 002107920

Ketua Program Studi Ketua STTIND Padang

Riam Marlina A, ST., MT Riko Ervil, MT


NIDN: 102709850 NIDN.1014057501
ANALISIS PENGARUH GEOMETRI PELEDAKAN TERHADAP (FLY
ROCK) HASIL PELEDAKAN DI PT. BINTANG SUMATRA
PACIFIC KEC. PANGKALAN KAB. LIMA PULUH
KOTA SUMATERA BARAT

Nama : NOVRIANTO
Npm : 1610024427065
Pembimbing : Riam Marlina A, ST, MT
Pembimbing II : Rizto Salia Zakri, ST., MT

Abstrak

Kegiatan peledakan merupakan salah satu metode yang saat ini sering digunakan
dalam kegiatan penambangan bahan galian baik itu proses pemberaian material
tanah penutup pada kegiatan penambangan batubara maupun dalam proses
pembongkaran batuan induk dalam penambangan batuan andesit. Selain
menguntungkan kegiatan peledakan juga memiliki efek yang bisa berdampak
negatif dan beresiko dapat merugikan kegiatan penambangan, salah satunya
adalah fly rock. Fly rock adalah fragmentasi batuan yang terlempar akibat hasil
ledakan. Fragmentasi batuan yang terlempar melebihi radius aman dapat
mengakibatkan kerusakan terhadap alat mekanis, cidera, bahkan kematian untuk
manusia. Hal ini lah yang menyebabkan efek dari fly rock menjadi salah satu
perhatian utama pada setiap kegiatan peledakan. Tujuan penelitian mengetahui
radius aman untuk alat dan manusia menurut rhicard and moore, dan geometri
ideal untuk mendapatkan fly rock dalam radius aman. Oleh karena itu fly rock
akibat peledakan harus sesuai dengan keputusan menteri ESDM nomor 1287
K/30/MEM/ 2018 tentang pedoman pelaksanaan kaidah teknik pertambangan
yang baik. Berdasarkan KEPMEN 1287 K/30/MEM/ 2018 dari hasil pengukuran
fly rock yang dilapangan maka didapatkan nilai lempar menurut rhicard and
moore sebesar 204 m untuk peledakan pertama, 194 m untuk peledakan ke dua,
dan 107 m untuk peledakan ke tiga. Geometri ideal untuk mendapatkan fly rock
dalam radius aman yaitu berdasarkan C.J Konya diperoleh nilai Burden: 2 m,
spasi: 2,28 m, stemming: 1,5 m, Kedalaman lubang: 6 m, isian: 4,4 m, dan
diameter lubang ledak: 3 inch, diperoleh nilai radius aman sebesar 195,72 m.

Kata Kunci: Fly Rock, Geometri peledakan, Tambang Andesit, dan KEPMEN
1287 K/30/MEM/ 2018

i
ANALISIS PENGARUH GEOMETRI PELEDAKAN TERHADAP FLY
ROCK HASIL PELEDAKAN DI PT.BINTANG SUMATRAPACIFIC
KEC. PANGKALAN KAB. LIMA PULUHKOTA
SUMATERA BARAT

Name : NOVRIANTO
Npm : 1610024427065
Advisor I : Riam Marlina A, ST, MT
Advisor II : Rizto Salia Zakri, ST., MT

Abstrack

Blasting activity is one of the methods currently used in mining activities, both in
the process of delivering cover soil material in coal mining activities and in the
process of dismantling parent rock in andesite rock mining. Besides being
beneficial to blasting activities, it also has effects that can have a negative impact
and can be detrimental to mining activities, one of which is fly rock. Fly rock is
rock fragmentation thrown by the explosion. Rock fragmentation thrown over the
safe radius can cause damage to mechanical devices, injuries, and even death for
humans. This is what causes the effects of fly rock to be one of the main concerns
in every blasting activity. Therefore it is necessary to know the safe radius for
tools and humans according to rhicard and moore, the ideal geometry to get fly
rock in a safe radius and to know the safe radius of fly rock based on the
proposed geometry. Therefore fly rock due to blasting must be in accordance with
Minister of Energy and Mineral Resources Decree number 1287 K / 30 / MEM /
2018 regarding guidelines for implementing good mining engineering principles.
Based on KEPMEN 1287 K / 30 / MEM / 2018 from the results of field fly rock
measurements, the value of throwing according to rhicard and moore is 204 m for
the first blasting, 194 m for the second blasting, and 107 m for the third blasting.
Ideal geometry to get fly rock within a safe radius that is based on CJ Konya
obtained Burden values: 2 m, spacing: 2.28 m, stemming: 1.5 m, hole depth: 6 m,
filling: 4.4 m, and hole diameter explosive: 3 inch, obtained a safe radius value of
195.72 m.

Keywords: Fly Rock, Blasting Geometry, , Andesite Mine, and KEPMEN 1287 K /
30 / MEM / 2018

ii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT. Atas

berkat, rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir sesuai

waktu yang ditentukan. Shalawat beriring salam penulis kirimkan kepada Nabi

Muhammad SAW yang telah membawa umatnya ke zaman modern saat ini.

Tugas Akhir ini berjudul “Analisis Pengaruh Geometri Peledakan Terhadap Fly

Rock Hasil Peledakan Di PT. Bintang Sumatra Pacific Kec. Pangkalan Kab. Lima

Puluh Kota”. Penulis menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini belum sempurna

karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki. Walaupun

demikian, penulis telah berusaha semaksimal mungkin dalam penyelesaian tugas

ini tepat pada waktunya.

Penulisan Tugas Akhir ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari

berbagai pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan

terima kasih kepada:

1. Teristimewa kepada keluarga besar penulis, Ayah yang telah memberikan

kasih dan sayang kepada penulis mulai dari kecil sampai sekarang,

Almarhummah ibu, saudara penulis yaitu kak Putri dan adik titi yang telah

memberikan dukungan, semangat serta perhatian kepada penulis. Tanpa cinta

dari keluarga mungkin tugas akhir ini tidak bisa diselesaikan.

2. Bapak Riko Ervil, MT Ketua Sekolah Tinggi Teknologi Industri (STTIND)

Padang.

iii
3. Ibu Riam Marlina A, ST, MT selaku Ketua Jurusan Teknik Pertambangan

Sekolah Tinggi Teknologi Industri (STTIND) Padang, serta Dosen

Pemimbing Akademik dan Dosen Pemimbing I.

4. Ibu RIAM MARLINA A, ST, MT selaku Dosen Pembimbing Akademik dan

Dosen Pembimbing I.

5. Bapak Rizto Salia Zakri, ST., MT selaku Dosen Pemimbing II.

6. Seluruh Dosen Teknik Pertambangan dan Karyawan Sekolah Tinggi

Teknologi Industri (STTIND) Padang.

7. Teman-teman Teknik Pertambangan Sekolah Tinggi Teknologi Industri

(STTIND) Padang.

Semoga Allah SWT memberikan balasan atas segala kebaikan dengan

pahala yang berlipat ganda. Penulis sadar bahwa tugas akhir ini masih jauh dari

sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi peningkatan di

masa depan. Semoga tugas akhir ini dapat memberikan manfaat bagi kemajuan

ilmu pengetahuan dan masyarakat luas pada umumnya.

Padang, Juni 2020

Penulis

iv
DAFTAR ISI

Halaman
Abstrak .................................................................................................................... i

Kata Pengantar .................................................................................................... iii

Daftar Isi .................................................................................................................v

Daftar Gambar .................................................................................................... vii

Daftar Tabel........................................................................................................ viii

Daftar Lampiran .................................................................................................. ix

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................1

1.1 Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1

1.2 Identifikasi Masalah .............................................................................4

1.3 Batasan Masalah ..................................................................................4

1.4 Rumusan Masalah ................................................................................4

1.5 Tujuan Penelitian .................................................................................5

1.6 Manfaat Penelitian ..............................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................6

2.1 Landasan Teori.....................................................................................6

2.1.1 Geometri Pemboran ...................................................................7

2.1.2 Metode Peledakan ....................................................................10

2.1.3 Fly Rock ...................................................................................30

2.1.4 Tinjauan Umum Perusahaan ....................................................33

2.2 Kerangka Konseptual .........................................................................43

v
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ..........................................................44

3.1 Jenis Penelitian..................................................................................44

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................44

3.2.1 Lokasi Penelitian .....................................................................44

3.2.2 Waktu Penelitian ......................................................................45

3.3 Variabel Penelitian ............................................................................45

3.4 Data dan Sumber Data ......................................................................45

3.4.1 Data ..........................................................................................45

3.4.2 Jenis Data .................................................................................46

3.4.3 Sumber Data ............................................................................47

3.4.4 Teknik Pengumpulan Data.......................................................47

3.5 Teknik Pengolahan dan Analisa Data ...............................................48

3.5.1 Pengolahan Data ......................................................................48

3.5.2 Analisa Data .............................................................................50

3.6 Kerangka Metodologi .......................................................................51

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ..............................53

4.1 Pengumpulan Data ............................................................................53

4.1.1 Data Primer ..............................................................................53

4.1.2 Data Sekunder ..........................................................................56

4.2 Pengolahan Data ..............................................................................58

4.2.1 Pengolahan Data Menurut Richard and Moore ......................58

4.2.2 Pengolahan Data Menurut R.L. Ash dan C.J. Konya ..............61

4.2.3 Pengolahan Data Fly Rock Geometri Usulan ........................... 62

vi
BAB V ANALISA DATA ..................................................................................65

5.1 Analisis Radius Lempar Aktual Menurut Richard and Moore .........65

5.2 Analisis Geometri Ideal Menurut R.L. Ash dan C.J Konya ..............67

5.3 Analisis Radius Aman Fly Rock Berdasarkan Geometri Usulan ......68

BAB VI PENUTUP ..............................................................................................70

6.1 Kesimpulan .......................................................................................70

6.2 Saran ................................................................................................70

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

vii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Sketsa pola pemboran pada tambang terbuka ......................................9

Gambar 2.2 Proses pecahnya batuan ......................................................................19

Gambar 2.3 Pola Peledakan Corner Cut (Echelon) ...............................................21

Gambar 2.4 Pola peledakan V-Cut .........................................................................21

Gambar 2.5 Pola peledakan Box Cut......................................................................22

Gambar 2.6 Geometri peledakan menurut teori R.L.Ash ......................................22

Gambar 2.7 Tampak depan terjadinya exces fly rock ............................................31

Gambar 2.8 Burden yang besar dan top priming penyebab fly rock ......................31

Gambar 2.9 Efek Crater sebagai penyebab fly rock ..............................................32

Gambar 2.10 Bulldozer D85E-55 ...........................................................................37

Gambar 2.11 CRD Furukawa PCR 200.................................................................37

Gambar 2.12 Excavator Komatsu PC 200 .............................................................38

Gambar 2.13 Dump truck Hino lohan ....................................................................38

Gambar 2.14 Crusher .............................................................................................39

Gambar 2.15 lokasi titik pemboran .......................................................................40

Gambar 2.16 kegiatan pemboran lubang peledakan ..............................................40

Gambar 2.17 Lubang bor .......................................................................................41

Gambar 2.18 Detonator listrik ...............................................................................41

Gambar 2.19 pengisian bahan peledak ..................................................................42

Gambar 2.20 Blasting machine ..............................................................................42

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian .......................................................................52

Gambar 4.1 Lemparan fly rock...............................................................................55

viii
Gambar 4.2 Jarak radius aman fly rock aktual .......................................................56

Gambar 4.3 Jarak lokasi peledakan dengan bangunan...........................................57

Gambar 4.4 Jarak lokasi peledakan dengan evakuasi manusia ..............................57

Gambar 4.5 Jarak lokasi peledakan dengan evakuasi alat .....................................57

Gambar 4.6 Rancangan geometri ...........................................................................58

Gambar 4.7 Radius aman peledakan ......................................................................60

Gambar 4.8 Radius aman geometri usulan ............................................................64

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Data geometri peledakan aktual ............................................................54

Tabel 4.2 Pengumpulan data fly rock ....................................................................55

Tabel 4.3 Spesifikasi AN .......................................................................................56

Tabel 4.4 Geometri peledakan aktual di lapangan ................................................59

Tabel 4.5 Pengolahan fly rock aktual .....................................................................60

Tabel 4.6 Perbandingan lemparan fly rock aktual dengan teoritis .........................61

Tabel 4.7 Geometri usulan dengan menggunakan metode R.L.Ash ....................62

Tabel 4.8 Geometri usulan dengan menggunakan metode C.J. Konya ................62

Tabel 4.9 Teori Richard and Moore (2005) dan R.L. Ash .....................................63

Tabel 4.10 Teori Richards and Moore (2005) dan C.J. Konya ..............................63

Tabel 5.1 Geometri dan fly rock peledakan aktual ................................................66

Tabel 5.2 Geometri teoritis dan radius lempar fly rock ..........................................67

Tabel 5.3 Geometri usulan dan geometri aktual ....................................................68

x
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Pengolahan data fly rock geometri aktual

Lampiran B Perhitungan menggunakan rumus R.L.Ash

Lampiran C Perhitungan mengunakan rumus CJ.Konya

Lampiran D Pengolahan data fly rock geometri usulan teori C.j Konya

Lampiran E Pengolahan data fly rock geometri usulan teori R.L.Ash

Lampiran F Peta geologi PT. BSP

Lampiran G Peta kesampaian daerah PT. BSP

Lampiran H Peta topografi

Lampiran I Pengukuran Fly Roc

Lampiran J Dokumentasi lapangan

xi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

PT Bintang Sumatra Pacific (PT BSP) adalah perusahaan yang bergerak di

bidang industri pertambangan batu andesit dengan sistem tambang terbuka dan

metode penambangan quary, proses pemberaian andesit menggunakan sistem

peledakan. Tujuan peledakan umumnya adalah untuk memecahkan batuan.

Pekerjaan ini membutuhkan sejumlah energi yang cukup sehingga melebihi atau

melampaui batas elastis batuan. Kegiatan peledakan dipilih dengan beberapa

pertimbangan yakni lebih cepat dalam segi waktu pembongkaran dan lebih efisien

dalam hal perawatan alat mekanis bila dibanding dengan menggunakan metode

ripping-dozing.

Selain menguntungkan kegiatan peledakan juga memiliki efek yang bisa

berdampak negatif, dan beresiko dapat merugikan kegiatan penambangan, salah

satunya adalah Fly Rock. Fly rock adalah fragmentasi batuan yang terlempar

akibat hasil ledakan. Fragmentasi batuan yang terlempar melebihi radius aman

dapat mengakibatkan kerusakan terhadap alat mekanis, cidera, bahkan kematian

untuk manusia. Hal ini lah yang menyebabkan efek dari fly rock menjadi salah

satu perhatian utama pada setiap kegiatan peledakan (Havis, dkk 2015).

Terjadinya fly rock yang berlebihan dari kegiatan peledakan dimana bisa

karena kondisi kurangnya stemming dalam lubang ledak, perbandingan burden

dengan diameter lubang terlalu kecil, atau adanya zona lemah dibagian freeface.

Mekanisme terjadinya fly rock karena adanya rifling potensi lemparan lebih

1
2

kearah atas, sementara pada fenomena face burst dan crater arah lemparan bisa

terjadi pada sudut lebih rendah sehingga memungkinkan arah lemparan cukup

jauh dan berdampak sangat berbahaya. (Suryadi,2018).

Lemparan batu yang jauh akibat mekanisme face burst perlu dikendalikan

dengan proses mempersiapkan lokasi, proses desain pola pemboran dan

pemasangan titik bor, proses pola ledak dan charging sheet, stemming.

Pengendalian agar tidak terjadinya rifling bisa dengan memastikan kolom

stemming sesuai plan dengan menggunakan meteran, lakukan stemming dengan

material yang khusus. Sedangkan untuk mengendalikan cratering kemiringan

pemboran presisi tegak lurus dengan toleransi 3o, memastikan kolom jumlah isian

dengan menggunakan meteran.

Jarak lemparan maksimum dari kegiatan peledakan tersebut berkisar antara

100 sampai dengan 500 meter, sementara jarak wilayah penambangan dengan

jalan lintas hanya 500 meter, dengan kebun milik masyarakat 150 - 400 meter, dan

fasilitas perusahaan seperti mes kantor berkisar 300 - 350 meter sehingga saat ini

permasalahan fly rock menjadi perhatian khusus bagi perusahaan. Berdasarkan

laporan pengaduan di sekitar area penambangan terdapat tiga kali kejadian

lemparan batuan yang mencapai lahan kebun milik masyarakat, timbangan dan

jalan raya selama tiga bulan terakhir. Laporan menjelaskan bahwa lemparan

batuan berada pada radius 100 hingga 500 meter dari sumber peledakan.

Lemparan batuan tersebut menyebabkan kerusakan pada beberapa tanaman dan

fasilitas perusahaan seperti timbangan dan kantor yang berada di sekitar

perusahaan dan kebun milik masyarakat yang tidak bersedia lahannya dibebaskan
3

oleh pihak perusahaan, sehingga muncul lah beberapa pengaduan. Pada penelitian

ini tiga kali data: Peledakan 1 dengan geometri, burden 2,2 m, spasi 1,8 m,

stemming 1,3 m, kedalaman lubang 5,7 m, isian 4,4 m, diameter lubang ledak 3

inch, dan kemiringan lubang ledak 89o dengan radius fly rock 204 m. Peledakan 2

dengan geometri, Burden 2,1 m, spasi 1,9 m, stemming 1,3 m, kedalaman lubang

ledak 5,9 m, isian bahan peledak 4,3 m, diameter lubang ledak 3 inch, dan

kemiringan lubang ledak 89o dengan radius lempar fly rock 194 m. Peledakan 3

dengan geometri, Burden 2,4 m, spasi 1,7 m, stemming 1,4 m, kedalaman lubang

4,5 m, diameter lubang ledak 3 inch, dan kemiringan lubang 89o dengan radius

lemparan fly rock 107 m. Kejadian ini tentunya menyebabkan beberapa kerugian

baik dari segi waktu maupun biaya perbaikan. Kondisi tersebut menjadi perhatian

khusus yang perlu penyelesaian sesegera mungkin untuk meminimalisir kerugian

yang akan terjadi di masa mendatang. Untuk gambar kerusakan akibat fly rock

dapat dilihat pada lampiran J.

Sesuai penerapan yang dilakukan Adrian J. Moore dan Alan B. Richard

(2005), radius aman alat ditentukan dari 2 kali lemparan terjauh aktual untuk

mencegah terhadap hal hal yang tidak terduga. Sedangkan menurut semua

praktisi peledakan menetapkan radius aman unit adalah 300 m dan manusia 500 m

dari lokasi peledakan. Ketika pada kondisi semua unit dan manusia bisa di

evakuasi, jika adanya fly rock tidak menjadi kekawatiran yang serius (Arief

Usman, dkk 2015).

Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti telah melakukan penelitian

dengan judul ”Analisis Pengaruh Geometri Peledakan Terhadap (Fly Rock) Hasil
4

Peledakan di PT. Bintang Sumatra Pacific Kec. Pangkalan Kab. Lima Puluh

Kota”.

1.2 Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah pada penelitian ini adalah:

1. Lemparan fly rock mencapai 500 m, melebihi radius aman.

2. Kebun warga dan fasilitas penunjang tambang berada dalam radius fly

rock dan kerusakan fasilitas dan kebun warga akibat fly rock.

3. Cratering dan face burst mengakibatkan terjadinya fly rock.

4. Stemming yang kurang dalam mengakibatkan terjadinya fly rock.

1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah pada penelitian ini adalah:

1. Hanya membahas jarak lemparan fly rock maksimum dan menganalisa

jarak evakuasi optimal.

2. Geometri peledakan yang dihitung hanya yang mempengaruhi terjadinya

fly rock.

3. Kondisi air dilubang ledak atau dilokasi peledakan tidak dibahas.

1.4 Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah:

1. Berapakah radius lemparan aktual menurut teori rhicard and moore?

2. Berapakah geometri ideal menurut R.L.Ash dan C. J. Konya?

3. Berapakah radius aman fly rock berdasarkan geometri usulan?


5

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui radius lemparan aktual menurut rhicard and moore.

2. Mengetahui geometri ideal menurut R.L.Ash dan C. J. Konya.

3. Mengetahui radius aman fly rock berdasarkan geometri usulan.

1.6 Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagi Penulis

Penelitian ini dapat menambah wawasan penulis terutama pada bidang

peledakan.

2. Bagi perusahaan

a. Perusahaan dapat mengetahui apakah fly rock akibat peledakan sudah

sesuai dengan keputusan mentri ESDM nomor 1287 K/30/MEM/2018

tentang pedoman pelaksanaan kaidah teknik pertambangan yang baik.

b. Dapat dijadikan dasar untuk menentukan kebijakan perusahaan dalam

mempersiapkan perencanaan kegiatan peledakan berikutnya.

3. Bagi Sekolah Tinggi Teknologi Industri (STTIND)

a. Bagi program studi Teknik Pertambangan dan STTIND Padang

Penelitian ini bisa dijadikan referensi untuk diadakan penelitian

selanjutnya.

b. Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan studi perbandingan bagi

penelitian yang terkait dengan kegiatan peledakan khususnya fly rock.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

Metode pemboran dan peledakan adalah salah satu metode pembongkaran

pada batu andesit karena andesit tergolong batuan yang sangat keras sehingga

tidak bisa menggunakan alat mekanis. Metode ini bertujuan untuk meretakkan,

menghancurkan ataupun membongkar batuan dari batuan induknya untuk

memenuhi target produksi dan memperlancarkan proses pemuatan dan

pengangkutan. Kegiatan peledakan dinyatakan berhasil dengan baik pada

kegiatan penambangan salah satunya bila dampak terhadap lingkungan (fly rock,

vibration, air blast, gas beracun dan debu) dapat diminimalkan (Koesnaryo,

2012).

Menurut Syeban (2013) yang mempengaruhi terjadinya fly rock akibat

kegiatan peledakan, yaitu face burst, cratering dan rifling. Menurut Suryadi

(2013) kedalaman lubang ledak dan stemming sangat berpengaruh terjadinya fly

rock, burden yang besar dan top priming penyebab fly rock dan efek crater

sebagai penyebab fly rock. Menurut Usman (2015) faktor penyebab terjadinya

lemparan fly rock tidak terkontrol adalah ketidaksesuaian burden, ketidak

sesuaian stemming, material stemming, kondisi lokasi peledakan, dan kedalaman

lubang ledak. Penggunaan waktu tunda yang tepat akan berpengaruh terhadap

arah lemparan dari fly rock. (Putri, 2016) Selain itu adanya bidang bebas juga

akan memperngaruhi arah lemparan fly rock akan terlempar. Sedangkan jarak

6
7

lemparan terjauh dari fly rock dapat disebabkan karena terlalu pendek jarak

burden awal, dan terlalu pendeknya isian stemming.

2.1.1 Geometri Pemboran

Geometri pemboran meliputi diameter lubang bor, kedalaman lubang tembak,

kemiringan lubang tembak, tinggi jenjang, dan juga pola pemboran.

1. Diameter Lubang Tembak

Diameter lubang tembak yang terlalu kecil menyebabkan faktor energi yang

dihasilkan akan berkurang sehingga tidak cukup besar untuk membongkar batuan

yang akan diledakan, jika diameter lubang tembak terlalu besar maka lubang

tembak tidak cukup untuk menghasilkan fragmentasi yang baik, terutama pada

batuan yang banyak terdapat kekar dengan jarak kerapatan yang tinggi.

Diameter lubang tembak yang kecil juga memberikan patahan atau hancuran

yang lebih baik pada bagian atap jenjang. Hal ini berhubungan dengan stemming,

dimana lubang tembak yang besar maka panjang stemming juga akan semakin

besar dikarenakan untuk menghindari getaran dan batuan terbang,

sedangkan jika menggunakan lubang tembak yang kecil maka panjang

stemming dapat dikurangi.

Ukuran diameter lubang ledak yang akan dipilih akan tergantung pada:

a. Volume massa batuan yang akan dibongkar (volume produksi)

b. Tinggi jenjang dan konfigurasi isian

c. Tinggi fragmentasi yang diinginkan

d. Alat muat yang digunakan


8

2. Kedalaman Lubang Tembak

Kedalaman lubang tembak biasanya disesuaikan dengan tinggi jenjang yang

diterapkan. Dan untuk mendapatkan lantai jenjang yang rata maka hendaknya

kedalaman lubang tembak harus lebih besar dari tinggi jenjang, yang mana

kelebihan dari pada kedalaman ini disebut dengan sub drilling.

3. Kemiringan Lubang Tembak ( Arah Pemboran)

Arah pemboran yang kita ketahui ada dua, yaitu arah pemboran tegak dan arah

pemboran miring. Arah penjajaran lubang bor pada jenjang harus sejajar untuk

menjamin keseragaman burden yang ingin didapatkan dan spasi dalam geometri

peledakan. Lubang tembak yang dibuat tegak, maka pada bagian lantai jenjang

akan menerima gelombang tekan yang besar, sehingga menimbulkan tonjolan

pada lantai jenjang, hal ini dikarenakan gelombang tekan sebagian akan

dipantulkan pada bidang bebas dan sebagian lagi akan diteruskan pada bagian

bawah lantai jenjang.

Sedangkan dalam pemakaian lubang tembak bebas yang lebih luas, sehingga

akan mempermudah proses pecahnya batuan karena gelombang tekan yang

dipantulkan lebih besar dan gelombang tekan yang diteruskan pada lantai jenjang

yang lebih kecil.

4. Pola Pemboran

Keberhasilan suatu peledakan salah satunya terletak pada ketersediaan bidang

bebas yang mencukupi. Minimal dua bidang bebas yang harus ada. Peledakan

dengan hanya satu bidang bebas, disebut crater blasting , akan menghasilkan

kawah dengan lemparan fragmentasi ke atas dan tidak terkontrol. Dengan


9

mempertimbangkan hal tersebut, maka pada tambang terbuka selalu dibuat

minimal dua bidang bebas, yaitu dinding bidang bebas dan puncak jenjang (top

bench). Selanjutnya terdapat tiga pola pengeboran yang mungkin dibuat secara

teratur dan dapat dilihat pada gambar 2.1 yaitu:

a. Pola bujur sangkar (square pattern), yaitu jarak burden dan spasi sama.

b. Pola persegi panjang (rectangular pattern), yaitu jarak spasi dalam satu

baris lebih besar di banding burden.

c. Pola zig zag (staggered pattern), yaitu antar lubang bor dibuat zig zag

yang berasal dari pola bujur sangkar maupun persegi panjang.

Sumber: www.romiehendrawan/pola-peledakan (2020)


Gambar 2.1 Sketsa Pola Pengeboran Pada Tambang Terbuka

Baik buruknya hasil peledakan akan sangat ditentukan oleh kualitas lubang

bor. Kualitas lubang bor dalam hal ini ditinjau dari segi:

a. Keteraturan tata letak lubang bor

Tujuan pemboran adalah untuk meletakkan bahan peledak pada posisi

(tempat) yang sudah direncanakan. Setiap bantuan akan memberikan

reaksi (respon) yang berbeda terhadap peledakan. Reaksi ini bervariasi

sangat luas dan dipengaruhi oleh banyak faktor seperti perlapisan, struktur
10

geologi alamiah, dan lain-lain yang selalu berubah dari titik ke titik.

Tidaklah mungkin untuk menyusun suatu pola peledakan yang dapat

mengakomodasi semua variasi itu. Untuk itu, didalam prakteknya lubang

bor dirancang dengan pola yang teratur sedemikian rupa sehingga bahan

peledak dapat terdistribusi secara merata dan dengan demikian, setiap

kolom bahan peledak akan mempunyai beban yang sama.

b. Penyimpangan arah dan sudut pemboran

Hal ini perlu dicermati terutama pada pemboran miring. Pada pemboran

miring maka posisi alat bor akan sangat menentukan. walaupun tata lubang

bor dipermukaan sudah sempurna, namun bila posisi alat bor tidak benar-

benar sejajar dengan posisi alat bor pada lubang sebelumnya maka dasar

(ujung) lubang bor akan menjaddi tidak teratur. Hal yang sama akan

dihasilkan bila sudut kemiringan batang bor juga tidak sama.

Penyimpangan arah dan sudut pemboran dipengaruhi oleh struktur batuan,

keteguhan (stiffness) batang bor dan kesalahan awal pemboran (collaring).

c. Kedalaman dan kebersihan lubang

Lantai (permukaan) bor biasanya tidak rata dan datar sehingga kedalaman

lubang bor juga tidak akan seluruhnya sama. Untuk itu area yang akan

dibor sebaiknya di survey dahulu agar kedalaman masing-masing lubang

bor dapat ditentukan.

2.1.2 Metode Peledakan

Metode peledakan yaitu suatu metode pemberaian batuan dari batuan induk

dengan menggunakan bahan peledak. Menurut kamus pertambangan umum,


11

bahan peledak adalah senyawa kimia yang dapat bereaksi dengan cepat apabila

diberikan suatu perlakuan, menghasilkan sejumlah gas bersuhu dan bertekanan

tinggi dalam waktu yang sangat singkat.

Peledakan memiliki daya rusak bervariasi tergantung jenis bahan peledak

yang digunakan dan tujuan digunakannya bahan peledak tersebut. Peledakan

dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan, baik itu positif maupun negatif,

seperti untuk memenuhi tujuan politik, ideologi, keteknikan, industri dan lain-lain.

Contohnya besi, baja dan logam lainnya, serta bahan galian industri, seperti

batubara dan gamping seringkali menggunakan peledakan untuk memperoleh

bahan galian tersebut, apabila dianggap lebih ekonomis dan efisien dari pada

penggalian bebas (free digging) maupun penggaruan (ripping).

Suatu operasi peledakan dinyatakan berhasil dengan baik pada kegiatan

penambangan apabila (Koesnaryo, 1988 ; 1-2):

1. Target produksi terpenuhi (dinyatakan dalam ton/hari atau ton/bulan).

2. Penggunaan bahan peledak efisien yang dinyatakan dalam jumlah batuan

yang berhasil dibongkar per kilogram bahan peledak (disebut powder

faktor).

3. Diperoleh fragmentasi batuan berukuran merata dengan sedikit bongkah

(kurang dari 15% dari jumlah batuan yang terbongkar per peledakan).

4. Diperoleh dinding batuan yang stabil dan rata (tidak ada overbreak,

overhang, retakan – retakan).

5. Aman.
12

1. Konsep Dasar Peledakan

Kegiatan peledakan pada massa batuan mempunyai beberapa tujuan yaitu:

a. Membongkar atau melepaskan batuan (bahan galian) dari batuan induknya.

b. Memecah dan memindahkan batuan

c. Membuat rekahan

Bahan peledak merupakan sarana yang efektif sebagai alat pembongkar

batuan dalam industri pertambangan. Oleh karena itu perlu dimanfaatkan sebagai

barang yang berguna, disamping juga merupakan barang yang berbahaya. Untuk

itu dalam pelaksanaan pekerjaan peledakan harus hati-hati sesuai dengan

peraturan dan teknik-teknik yang diterapkan, sehingga pemanfaatannya lebih

efisien dan aman.

Teknik peledakan yang dipakai tergantung dari tujuan peledakan dan

pekerjaan atau proses lanjutan setelah peledakan. Untuk mencapai pekerjaan

peledakan yang optimum sesuai dengan rencana, perlu diperhatikan faktor-faktor

sebagai berikut:

a. Karakteristik batuan yang diledakkan.

b. Karakteristik bahan peledak yang digunakan.

c. Teknik atau metode peledakan yang diterapkan.

Suatu proses peledakan biasanya dilakukan dengan cara membuat lubang

tembak yang diisi dengan sejumlah bahan peledak, dengan penerapan metode

peledakan, geometri peledakan dan jumlah bahan peledak yang sesuai untuk

mendapatkan hasil yang diinginkan.


13

2. Persiapan Peledakan

Persiapan peledakan adalah semua kegiatan, baik teknis maupun tindakan

pengamanan yang ditujukan untuk dapat melaksanakan peledakan dengan aman

dan berhasil. Persiapan peledakan dapat dibagi atas beberapa bagian atau tahapan

kerja diantaranya:

a. Pengamanan lapangan kerja selama pelaksanaan persiapan peledakan ini

dimaksudkan untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan atau

terjadinya kerusakan pada alat-alat tambang maupun keamanan pekerja

tambang.

b. Persiapan alat bantu peledakan, antara lain: detonator, kabel pembantu,

kabel utama, blasting ohm meter, dan blasting machine.

c. Pembuatan primer yang berfungsi untuk menghentakkan (shock) isian

utama atau blasting agent, sedangkan primer itu sendiri dihentakkan

dengan detonator.

d. Pengisian lubang ledak, syarat pengisian lubang ledak adalah:

1) Periksa lebih dahulu keadaan lubang. Pemeriksaan ini dapat dilakukan

dengan pantulan sinar dari sepotong cermin atau tongkat kayu yang

cukup panjang.

2) Waktu pengisian ke dalam lubang ledak harus hati-hati sehingga

detonator atau leg wire tidak terluka.

3) Hindari pemakaian leg wire yang terlalu pendek, namun kalau terpaksa

sambungan sambungan harus diisolasi dengan baik.

4) Jangan memadatkan primer (tapping)


14

5) Diameter primer harus lebih kecil dari diameter lubang ledak. Bila

waktu memasukkan primer agak susah turunnya ke dalam lubang maka

dapat dibantu atau didorong dengan tongkat kayu secara perlahan lahan.

6) Setelah primer telah sampai didasar lubang maka bahan peledak dapat

dimasukkan. Bila memakai bahan peledak ANFO maka dilarang

memadatkannya sehingga berat jenisnya bertambah.

7) Pengisian bahan peledak, paling banyak dua per tiga dari tinggi lubang

ledak.

e. Stemming, syarat pengisian stemming adalah sebagai berikut:

1) Bahan stemming adalah tanah liat atau cutting pemboran.

2) Stemming harus dibuat cukup padat, untuk itu perlu dipadatkan

(ditapping) dengan tongkat kayu.

3) Stemming diusahakan bisa memperkecil suara peledakan.

f. Sistem Rangkaian

Dalam melakukan penyambungan detonator listrik ada empat cara atau

sistem rangkaian, antara lain:

1) Hubungan Seri

Rangkaian yang disusun secara seri, arus dari sumber tenaga hanya

melalui satu jalan. Jumlah arus yang melalui setiap detonator adalah

sama. Rangkaian seri sangat cocok untuk meledakkan jumlah

detonator yang tidak banyak, maksimum 50 buah atau tahanannya 100

ohm. Arus minimum untuk peledakan dalam rangkaian seri adalah 1,5

Ampere untuk DC dan 2,0 Ampere untuk AC.


15

2) Hubungan Paralel

Dalam rangkaian paralel setiap cabang hanya berisi satu detonator,

tahanan detonator dalam rangkaian paralel adalah kecil dan yang

terbesar adalah tahanan firing line. Salah satu jalan untuk menambah

total arus yang mengalir dalam setiap detonator adalah mengurangi

tahanan firing line. Caranya adalah dalam peledakan tersebut dipakai

firing line dengan kawat yang ukurannya lebih besar. Arus yang

mengalir dalam rangkaian dibatasi 10 Ampere, apabila terlalu besar

akan terjadi arcing. Sedangkan arus minimum yang mengalir untuk

setiap detonator adalah 0,5 Ampere.

3) Rangkaian Seri Paralel

Pada rangkaian Seri Paralel, masing masing seri dihubungkan satu

dengan yang lainnya dalam paralel. Rangkaian ini biasanya dipakai

apabila jumlah detonator dalam peledakan lebih dari 50 buah. Setiap

seri dibatasi tidak lebih dari 40 detonator atau tahanan maksimumnya

100 ohm. Dalam rangkaian paralel seri jumlah arus yang mengalir

dalam firing line dibagi dalam masing-masing seri yang diperhatikan

bahwa tahanan di setiap seri adalah sama atau tahanan satu seri

mendekati serta sama dengan tahanan seri yang lainnya. Hal ini

disebut series balancing dan akan menjamin bahwa total arus yang

mengalir dalam firing line terbagi sama pada setiap seri.


16

4) Hubungan Paralel Seri

Rangkaian paralel seri merupakan kebalikan dari rangkaian seri

paralel dimana setiap rangkaian paralel digabungkan dalam hubungan

seri dengan sambungan paralel lainnya.

g. Penyambungan Rangkaian

Dengan menggunakan detonator listrik maka harus diperhatikan hal

hal berikut:

1) Sambungan leg wire dengan kabel pembantu harus baik dan kuat.

2) Penyambungan rangkaian antara semua lubang ledak harus

dilaksanakan secepatnya dan ujung rangkaian diikat satu sama lain,

sebelum dihubungkan dengan kabel utama.

3) Rangkaian harus dibuat rapi dan efektif, hindari kabel agar tidak kusut

dan terlipat.

4) Sebelum rangkaian antara lubang ledak disambung dengan kabel

utama, maka tahanan listrik dan kesinambungan arus dari rangkaian

harus ditest dengan blasting ohm meter. Tahanan listrik rangkaian

harus sesuai dengan perhitungan teoritis, namun dengan toleransi 10%

dapat dianggap baik.

h. Setelah semuanya aman maka selanjutnya siap diledakkan dengan

blasting machine.

3. Penyempurnaan Rancangan Peledakan

Untuk menyempurnakan rancangan peledakan, dapat dilakukan dengan

merancang kembali rangkuman data tentang:


17

a. Jarak batu batuan melayang (fly rock)

b. Fragmentasi yang dihasilkan

c. Getaran dan airblast (getaran udara dari hasil peledakan) yang ditimbulkan

d. konfigurasi tumpukan tanah (muckpile)

e. kemudahan penggalian

f. bahan peledak yang gagal meledak

g. sumber material oversize dan overbreak

h. kinerja peledakan

i. biaya keseluruhan dari pemboran, peledakan, dan penggalian

j. mengendalikan getaran

k. Mencegah batu batu melayang dan hilangnya energi melindungi lapisan

bahan galian

4. Hal yang Perlu Dipertimbangkan Dalam Membuat Rancangan

a. Kepekaan Lokasi

Kondisi lokasi di sekitar lokasi peledakan dalam hal perkiraan getaran

dan tingkat getaran yang diperbolehkan pada struktur terdekat.

b. Fragmentasi yang diperlukan

c. Perpindahan tumpukan material hasil ledakan (muckpile)

Arah perpindahan tergantung pada jalur daya tahan paling kecil yang

dapat ditelusuri energi bahan peledak, dimana rancangan peledakan yang

tepat (stemming yang baik, distribusi energi yang tepat, toe yang kecil,

dll), urutan delay dapat mengendalikan arah dan tingkat perpindahan

material hasil ledakan.


18

d. Pengendalian dinding

Interval delay yang terlalu singkat antara lubang dalam satu baris dan

antar baris dapat menyebabkan overbreak yang berlebihan.

e. Geologi

Batuan berlapis lapis dengan kohesi terbatas dapat bergeser sehingga

menyebabkan patahnya bahan peledak. Sedangkan batuan besar yang

banyak retakannya dapat mengalirkan gas bahan peledak ke semua arah

sehingga meningkatkan potensi terjadinya cutoff. Batuan yang lunak

memerlukan waktu yang lebih lama untuk melakukan perpindahan

sehingga diperlukan waktu yang lebih lama antara baris baris untuk

mengendalikan pecah yang berlebihan.

f. Kondisi air

Batuan jenuh (lubang peledakan yang terisi air) dapat meneruskan tekanan

air dari titik peledakan ke daerah daerah di sekitarnya (water hammer).

Tekanan ini dapat menyebabkan decoupling isi bahan peledak atau

meningkatkan densitasnya sampai ke titik yang tidak memungkinkan

peledakan (deadpressed).

g. Bahan peledak yang digunakan

Produk bahan peledak dengan densitas yang lebih besar (> 1,25 g/cc) yang

menggunakan udara tersirkulasi untuk mengatur kepekaan, mudah terkena

dead pressing dari peledakan lubang peledakan yang berdekatan.


19

h. Sederhana

Rancangan yang rumit akan memerlukan waktu tambahan untuk

menghubungkan dan mengevaluasi rangkaian.

i. Biaya

Dengan meningkatnya tingkat kerumitan rancangan, biaya biasanya akan

meningkat. Biaya ini harus dipertimbangkan berdasarkan biaya modifikasi

rancangan lain agar diperoleh efisiensi biaya.

5 Proses Pecahnya Batuan Pada Peledakan

Dari titik pembakaran/ initiation point, bahan peledak memecah dinding

lubang tembak, ini terjadi karena adanya tekanan yang sangat besar disekitar

ledakan. Tegangan tekan (compressive stress) mengalir kesegala arah lubang

tembak dengan kecepatan = kecepatan gel sonic, ketika teg tekan ini

melewati bidang bebas (free face) memantul kembali, sehingga timbul gaya

tarik apabila kekuatan tarik batuan terlewati batuan akan pecah atau retak.

Ketika timbul rekahan akibat pecahnya batuan, aliran/ ekspansi gas dari handak

mendorong batuan ke segala arah sehingga batuan terlempar.

Sumber: https://duniatambang.co.id (2020)


Gambar 2.2 Proses Pecahnya Batuan
20

6. Pola Peledakan

Secara umum pola peledakan menunjukkan urutan atau sekuensial

ledakan dari sejumlah lubang ledak. Pola peledakan pada tambang terbuka

dan bukaan di bawah tanah berbeda. Pola ledakan merupakan urutan waktu

peledakan antara lubang lubang bor dalam satu baris dengan lubang bor pada

baris berikutnya ataupun antara lubang bor yang satu dengan yang lainnya.

Pola peledakan ini ditentukan berdasarkan urutan waktu peledakan serta arah

lemparan material yang diharapkan. Beberapa keuntungan yang diperoleh

dengan menerapkan waktu tunda pada sistem peledakan antara lain adalah:

a. Mengurangi getaran

b. Mengurangi overbreak dan batu terbang (fly rock).

c. Mengurangi getaran akibat air blast dan suara (noise).

d. Dapat mengarahkan lemparan fragmentasi batuan.

e. Dapat memperbaiki ukuran fragmentasi batuan hasil peledakan.

Apabila pola peledakan tidak tepat atau seluruh lubang diledakkan sekaligus,

maka akan terjadi sebaliknya yang merugikan, yaitu peledakan yang mengganggu

lingkungan dan hasilnya tidak efektif dan tidak efisien. Beberapa pola peledakan

yang sering digunakan adalah sebagai berikut:

a. Pola Peledakan Corner Cut (Echelon)

Pola peledakan ini diterapkan untuk lokasi peledakan yang memiliki tiga

bidang bebas (free face), arah lemparan hasil peledakan dengan menggunakan

pola peledakan ini adalah kearah pojok (corner). Pola ini dapat kita lihat pada

gambar 2.3 di bawah ini.


21

Sumber: www.romiehendrawan/pola-peledakan (2020)


Gambar 2.3 Pola Peledakan Corner Cut (Echelon)

b. Pola Peledakan V-Cut

Pola peledakan ini diterapkan untuk lokasi peledakan yang memiliki dua

bidang bebas (free face), arah lemparan hasil peledakan dengan menggunakan

pola ini adalah kearah tengah (center) dengan pola peledakan menyerupai huruf V.

Pola ini dapat kita lihat pada gambar 2.4 di bawah ini.

Sumber: www.romiehendrawan/pola-peledakan (2020)


Gambar 2.4 Pola Peledakan V-Cut

c. Pola Peledakan Box Cut

Pola peledakan ini diterapkan untuk lokasi peledakan yang hanya mempunyai

satu bidang bebas (free face) yakni permukaan yang bersentuhan langsung

dengan udara kearah vertical. Pola peledakan ini bertujuan untuk menghasilkan
22

bongkahan awal seperti kotak (box) dengan control row ditengah-tengah

membagi dua rangkaian. Pola ini dapat kita lihat pada gambar 2.5 di bawah ini.

Sumber: www.romiehendrawan/pola-peledakan (2020)


Gambar 2.5 Pola Peledakan Box Cut

7. Geometri Peledakan

Dalam perencanaan peledakan, geometri peledakan sangat menentukan

keberhasilan pada operasi peledakan. Untuk mendapatkan hasil yang optimum

diperlukan pengaturan rancangan geometri peledakan dan evaluasi powder

factor (PF) pada geometri peledakan .

Dalam operasi peledakan batuan ada lima parameter dasar geometri

peledakan yaitu: burden (B), spasi (S), subdriling (J), steming (T), dan

kedalaman lubang ledak terlihat pada (Gambar 2.6).

Sumber: R.L.Ahs (1967)


Gambar 2.6 Geometri peledakan menurut Teori R.L.Ahs (1967)
23

menghitung geometri peledakan, terutama menentukan ukuran burden

berdasarkan diameter lubang tembak, kondisi batuan setempat dan jenis bahan

peledak. Untuk menunjang kegiatan penelitian ini maka penulis menerapkan

dasar perhitungan geometri peledakan menurut R.L.Ash, (1976), C.J.Konya,

(1990) dengan dasar perhitungan sebagai berikut, (Singgih Saptono, 2006) :

1. Burden (B)

Burden dapat didefinisikan sebagai jarak tegak lurus dari lubang tembak

(kolom isian bahan peledak) terhadap bidang bebas (free face) yang terdekat

kearah material hasil peledakan terlempar. Burden merupakan variabel yang

sangat penting dan krisis dalam rancangan peledakan. Dengan jenis

peledakan yang dipakai dan menghadapi batuan yang akan dibongkar, Burden

memiliki jarak maksimum yang harus dibuat agar peledakan sukses

dilaksanakan. Berikut beberapa rumus burden (B):

a. R.L.Ash (1976) :

.....................................................(2.1)

Keterangan:
KB = Nisbah burden yang telah dikoreksi
KBstd = KB standar bernilai 30
[ ]1/3……………………………………..…………(2.2)

[ ]1/3………………….……………………(2.3)

Sehingga didapatkan ukuran burden sebagai berikut:

….…………………………………….……..……...(2.4)
24

Keterangan:
B = Burden (m)
De = Diameter lubang ledak (m)

b. C.J.Konya (1990):
0.33
 SGe 
B  3.15  De   
 SGr  …………………………………………..……(2.5)

Keterangan:
B = Burden (ft)
De = Diameter lubang ledak (inci)
SGe = Berat jenis bahan peledak yang dipakai
SGr =Berat jenis batu yang akan dibongkar

2. Spacing (S)

Spacing adalah jarak antara lubang-lubang tembak yang berdekatan,

terangkai dalam satu baris (row), diukur sejajar dengan jenjang (pit wall) dan

tegak lurus burden, Spacing merupakan fungsi dari burden dan dihitung

setelah burden ditetapkan terlebih dahulu. Jika ukuran Spacing lebih kecil

dari burden maka cenderung mengakibatkan stemming ejection lebih dini, gas

hasil ledakan disemburkan ke udara bebas (atmosfer) bersamaan dengan noise

dan air blast. Sebaliknya, jika jarak spacing terlalu besar diantara lubang

tembak maka fragmentasi yang dihasilkan menjadi buruk berikut beberapa

rumus Spacing (S):

a. R.L.Ash (1976):

S  Ks  B …...................................………...….……..………(2.6)

Keterangan:
KS = spacing Ratio (1.00-2.00)
B = Burden
25

b. C.J.Konya (1990):

S  1.4  B ……………………………………………..………(2.7)

Keterangan:
B = Burden (m)
S = Spacing (m).

3. Stemming (T)

Stemming adalah bagian lubang tembak yang tidak diisi bahan peledak

tetapi diisi oleh material pemampat seperti pasir, cutting hasil pemboran dan

tanah liat. Stemming berfungsi untuk mengurung gas yang terbentuk akibat

reaksi detonasi bahan peledak didalam lubang tembak dan untuk menjaga

keseimbangan tekanan (stress balance) sehingga gelombang tekan merambat

kearah bidang bebas dahulu daripada ke arah pemampat. Stemming

merupakan kunci sukses untuk fragmentasi yang baik. Pengungkungan akan

membuat energi bahan peledak optimal dari lubang ledak, material dan

panjang stemming yang tepat diperlukan untuk membuat energi horizontal

dan vertikal bahan peledakan yang sesuai berikut beberapa rumus stemming

(T):

a. R.L.Ash (1976):

T  Kt  B …………………………………………………….(2.8)

KT = Steming Ratio (0.75-1.00)

b. C.J.Konya (1990):

T  0.70  B ………………………………………..………………….(2.9)

Keterangan:
B = Burden (m)
T = Stemming (m).
26

4. Subdrilling (J)

Subdrilling adalah tambahan kedalaman dari lubang tembak dibawah

rencana lantai jenjang. Pemboran lubang tembak sampai batas bawah dari

lantai bertujuan agar seluruh permukaan jenjang bisa secara full face setelah

dilakukan peledakan, jadi untuk menghindari agar pada lantai jenjang tidak

terbentuk tonjolan-tonjolan (toe) yang sering mengganggu operasi

pengeboran berikutnya dan menghambat kegiatan pemuatan dan

pengangkutan. Secara praktis subdrilling dibuat antara 20 % sampai 40 %

burden berikut beberapa rumus subdrilling (J):

a. R.L.Ash (1976):

J  Kj  B …………………….…….…………...……..……(2.10)

KJ = Subdrilling ratio (0.30)

b. C.J.Konya (1990):

J  0.30  B ………………………………………….………………(2.11)

Keterangan:
B = Burden (m)
J = Subdrilling (m).

5. Kedalaman lubang ledak (H)

Kedalaman lubang tembak adalah penjumlahan dari dimensi tinggi isian

bahan peledak, stemming dan subdrilling. Jika arah lubang tembak vertikal

maka kedalaman lubang tembak merupakan penjumlahan dari tinggi jenjang

dan subdrilling kedalaman lubang tembak berikut beberapa rumus kedalaman

lubang ledak (H):


27

a. R.L.Ash (1976):

H  Kh  B …….…………………….....…….….………….(2.12)

Keterangan:
H = Kedalaman lubang ledak (m)
KH = Nisbah Kedalaman Lubang
KH = 1.50 – 4.00

b. C.J.Konya (1990):

H = L + J …………………………………...……………………………(2.13)

Keterangan:
H = Kedalaman Lubang Ledak
L = Tinggi Jenjang

6. Tinggi jenjang (L)

Tinggi jenjang berhubungan erat dengan parameter geometri peledakan

lainnya dan ditentukan terlebih dahulu atau ditentukan kemudian setelah

parameter serta aspek lainnya diketahui. Tinggi jenjang maksimum biasanya

dipengaruhi oleh kemampuan alat bor dan ukuran mangkok (bucket) serta

tinggi jangkauan alat muat. Pertimbangan lainnya adalah kestabilan jenjang

jangan sampai runtuh, baik karena daya dukungnya lemah atau akibat getaran

peledakan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa jenjang yang pendek

memerlukan diameter lubang yang kecil, sementara untuk diameter lubang

besar dapat diterapkan pada jenjang yang lebih tinggi rancangan menurut

Richard L Ash.

L  H  J ……………..………………………………(2.14)

Keterangan:
L = Tinggi jenjang (m)
H = Kedalaman Lubang Ledak (m)
28

7. Powder column / primary charge (PC)

Powder column / primary charge adalah panjang lubang isian pada

lubang ladak yang akan diisi bahan peledak.

a. R.L.Ash (1976) dan C.J.Konya (1990):

PC  H  T ………………….…….…………...………...….(2.15)

Keterangan:
PC = Panjang kolom isian (m)
H = Kedalaman lubang ledak (m)
T = Stemming (m)

Selain mempertimbangkan geometri peledakan seperti yang disebutkan

diatas, dalam peledakan ada faktor-faktor lain yang harus dipertimbangkan

seperti jumlah pemakaian bahan peledak, volume peledakan dan penentuan

nilai powder factor (PF). Untuk mencari hal-hal tersebut digunakan rumus

sebagai berikut.

1) Volume peledakan

V = B x S x H ……………………………………………………….(2.16)

Keterangan:
B : Burden
S : Spacing
H : Kedalaman lubang ledak

2) Nilai powder factor

PF = (de x Pc) / v ………………………………………………………(2.17)

Keterangan:
de : Diameter lubang ledak
Pc : Panjang kolom isian
v : Volume peledakan
29

8. Loading density (de)

Loading density adalah jumlah pemakaian bahan peledak dalam satu

meter. Satuan yang digunakan adalah kg/meter. Loading density dicari untuk

mengetahui berapa jumlah bahan peledak yang digunakan dalam satu lubang

tembak. Loading density dapat dicari dengan rumus oleh persamaan:

a. R.L.Ash (1976)

de  0,508  De  SG  ……………………..…….……………(2.18)


2

Keterangan:
de = Loading density (kg/mtr)
De = Diameter lubang ledak (inchi)
SG = Berat jenis bahan peledak

b. C.J.Konya (1990):

de  0.34  SGe  De2 …………………….…………………(2.19)

Keterangan:
de = Loading density (kg/mtr)
De = Diameter lubang ledak (inchi)
SGe = Berat jenis bahan peledak

9. Jumlah Bahan peledak

Jumlah bahan peledak dapat dicari dengan rumus sabagai berikut:

E  PC  De …………………………………………………(2.20)

Keterangan:
E = Jumlah bahan peledak (kg)
PC = Panjang kolom isian (m)
De = Loading density (kg/m)

10. Volume peledakan

Volume peledakan dapat dicari dengan menggunakan rumus:


30

V  B  S  L ……………………………….……………...……………..(2.21)

Keterangan:
V = Volume peledakan (m2)
B = Burden (m)
S = Spacing (m)
L = Tinggi jenjang (m)

11. Powder Factor

Powder factor dapat dicari dengan rumus sebagai berikut:

de  pc  n
pf  ………………………………………………………….(2.22)
V

Keterangan:
V = Volume batuan yang diledakkan (M3)
PC = Panjang lubang isian (m)
De = Loading density, kg/m
n = Jumlah Lubang ledak
PF = Powder factor, kg/ton

2.1.3 Fly Rock

Fly rock adalah salah satu dampak berbahaya dari peledakan di tambang

terbuka. Prediksi jarak lemparan fly rock berperan penting dalam penentuan

radius aman alat. Terjadinya fly rock yang berlebihan dari kegiatan peledakan bisa

dibagi dalam tiga mekanisme keterjadiannya, dimana bisa karena kondisi kurang

nya energi dalam kolom ledak, selain itu dapat terjadi juga jika perbandingan

burden dengan dimeter lubang terlalu kecil, atau adanya zona lemah dibagian

freeface. Pada mekanisme terjadinya fly rock karena adanya rifling potensi

lemparan lebih ke arah atas, sementara pada fenomena face burst dan crater arah

lemparan bisa terjadi pada sudut lebih rendah sehingga memungkinkan arah

lemparan cukup jauh dan berdampak sangat berbahaya, sehingga perlu menjadi
31

perhatian lebih adalah sedemikian rupa kita harus bisa mengidentifikasi akan

kemungkinan terjadi fenomena face burst dan cratering. Gambar 2.7 dibawah ini

merupakan gambar tampak depan terjadinya fly rock.

Sumber: http://online.blasttraining.com (2020)


Gambar 2.7 Tampak depan terjadinya exces fly rock

Menurut pengujian yang telah dilakukan Richard dan Moore (2005),

terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi terjadinya fly rock pada kegiatan

peledakan yaitu:

1. Rifling

Rifling terjadi saat stemming sudah sesuai untuk mencegah fly rock secara

cratering, namun material stemming yang digunakan kurang baik, dan biasanya

disertai dengan noise (bunyi) ledakan yang tinggi. Fly rock disebabkan jenis

material yang digunakan kurang sesuai dan terdapatnya bidang lemah disekitar

lubang ledak maka terjadinya fly rock, batu yang terbang cendrung mengarah

keatas dan terjadinya fly rock yang tinggi.


sin 2θ …………………….………………………….(2.23)

Keterangan:
L = Lemparan maksimal (m)
K = Konstanta
g = Percepatan gravitasi (9,8 m/s2)
m = Jumlah isian bahan peledak dalam per delay (kg)
32

SH = Tinggi stemming (m)


θ = Launch angle from horizontal

Sumber: Richard dan Moore (2005)


Gambar 2.8 Burden yang Besar dan Top Priming Penyebab Fly rock

2. Cratering

Cratering terjadi saat tinggi stemming yang terlalu pendek serta terdapatnya

bidang lemah pada lubang ledak. Bidang lemah tersebut biasanya merupakan

material broken dari hasil peledakan sebelumnya. Berdasarkan kondisi

tersebut maka fly rock dapat terlempar ke segala arah dari lubang ledak.

Gambar 2.9 memperlihatkan bidang lemah yang berpotensi menimbulkan fly

rock.


………………………………………………………(2.24)

Keterangan:
L = Lemparan maksimal (m)
k = Konstanta
g = Percepatan gravitasi (9,8 m/s2)
m = Jumlah isian bahan peledak dalam per delay (kg)
SH = Tinggi stemming (m)
33

Sumber: Richard dan Moore (2005)


Gambar 2.9 Efek Crater sebagai Penyebab Fly rock

3. Face bursting

Face bursting terjadi saat jarak burden pada baris depan peledakan di

lapangan yang terkadang terlalu dekat sehingga menimbulkan potensi fly

rock.


……………………………………………….………(2.25)

Keterangan:
L = Lemparan maksimal (m)
k = Konstanta
g = Percepatan gravitasi (9,8 m/s2)
m = Jumlah isian bahan peledak dalam setiap peledakan (per delay)
B = Burden awal (m)

2.1.4 Tinjauan Umum Perusahaan

1. Profil Perusahaan

PT. Bintang Sumatra Pacific adalah sebuah perusahaan yang bergerak

dibidang usaha pertambangan dan pengolahan batu andesit yang berlokasi di

Nagari Manggilang Kecamatan Pangkalan Koto Baru Kabupaten Lima Puluh

Kota Provinsi Sumatera Barat dengan luas Izin Usaha Pertambangan (IUP) 6 Ha.

PT. Bintang Sumatra Pacific berdiri sejak bulan November 2013. Sejak pendirian

perusahaan November 2013 dilakukan proses development yang dibutuhkan


34

dalam kegiatan pertambangan hingga Agustus 2015. Dalam proses penambangan

tentu dilakukan proses pra produksi yang dilakukan sejak Agustus 2015 sampai

Juli 2016 dan eksis dalam kegiatan pertambangan sejak Agustus 2016.

Koordinat IUP PT. Bintang Sumatra Pacific terletak pada 1000 44‘’ 1,2‘

garis bujur timur sampai 100° 44‘’ 59,9‘ garis bujur timur, dan 0° 1‘’ 1,1‘ garis

lintang selatan sampai 0° 1‘’ 59,9‘ garis lintang selatan

2. Lokasi dan kesampaian daerah

PT. Bintang Sumatra Pacific yang merupakan salah satu perusahaan

tambang yang beroperasi di Kabupaten Lima Puluh Kota. Kabupaten ini terletak

dibagian timur wilayah Provinsi Sumatra Barat atau sekitar 124 km dari Kota

Padang, ibu Kota Provinsi Sumatra Barat. Kabupaten Lima Puluh Kota terletak

antara 0°25’28,71 LU dan 0°22’14,52 LS serta antara 100°15’44,10 – 100

°50’47,80 BT.

Lokasi kegiatan penambangan terletak di wilayah Jorong lubuk Jantan,

Nagari Manggilang, Kecamatan Pangkalan Koto Baru, Kabupaten Lima Puluh

Kota, Provinsi Sumatra Barat, lokasi tersebut dapat ditempuh mengunakan

transportasi darat dalam waktu 4 jam dari kota Padang. Untuk peta kesampaian

daerah dapat dilihat pada lampiran G

3. Keadaan Morfologi

Daerah penambangan terdiri dari satuan perbukitan dan lembah. Daerah

penambangan terletak pada ketinggian antara 200-350 mdpl perbukitan daerah

penambangan, dengan lereng 15°45°. Pada bagian barat daerah penambangan

terdapat anak sungai yang mengalir dengan lebar antara 1-5 m dan pola aliran
35

sungai pada umumnya sejajar (paralel) dan mendaun (dendritik). Vegetasi hampir

75% terdiri dari tanaman karet rakyat dan sisanya berupa pohon kecil dan semak

belukar. Secara morfologi daerah penambangan dapat dibagi dalam 2 (dua) satuan

morfologi, yaitu:

a. Satuan morfologi perbukitan sedang, yaitu dicirikan dengan adanya bukit-

bukit bergelombang, berlereng landai yang mempunyai ketinggian antara

350 m sampai 700 m mdpl.

b. Satuan morfologi dataran, yaitu daerah yang relatif datar yang mempunyai

ketinggian antara 250 m sampai 350 m mdpl. Umumnya satuan ini

merupakan daerah perkotaan, perkampungan dan persawahan.

1. Keadaan geologi dan stratigrafi

Dilokasi kegiatan penambangan terdapat formasi sebagai berikut:

a. Formasi Ombilin, anggota bawah

Litologi: batu pasir kuarsa mengandung mika, pejal dan setempat

mengalami malihan (kuarsit) Sispan Arkose, serpih abu-biru, konglomerat,

kuarsa dan lapisan batubara.

b. Formasi satuan: andesite sampai basalt

Litologi: aliran lava tidak dipisah,breksi,aglomerat dan batuan hipabisal

semuanya bersusunan andesit sampai basalt.

Untuk gambar peta geologi dapat dilihat pada lampran 1.

2. Tahapan Penambangan

Tahapan penambangan yang dilakukan oleh PT. Bintang Sumatera Pacifik

menggunakan sistem tambang terbuka atau open pit. Dengan mengunakan metode
36

Quarry, metode ini adalah sistem tambang terbuka yang diterapkan untuk

menambangan endapan bahan galian industri atau mineral seperti batu gamping,

marmer, granit, andesit dan sebagainya.

Operasi Penambangan batu andesit yang dilakukan meliput tahap pembersihan

lahan, penggalian tanah penutup, pemindahan tanah penutup (overburden),

penambangan andesit, pengangkutan dan, proses peremukan (crushing), dan

reklamasi

a. Pembersihan lahan (land clearing)

merupakan tahap awal dari kegiatan penambangan. Kegiatan

pembersihan lahan ini mutlak dilakukan sebelum pembongkaran lapisan

tanah penutup (overburden) dilakukan.Tujuan dari pembersihan lahan ini

adalah untuk menyingkirkan pohon pohon besar maupun kecil, semak

belukar dan bongkahan batuan di area yang akan di bongkar tanah

penutupnya. Pembersihan lahan ini dilakukan menggunakan alat berat

excavator dan bulldozer juga dilakukan penebangan menggunakan sinso.

b. Pengupasan tanah penutup (stripping overburden)

Pengupasan lapisan tanah penutup yaitu pemindahan suatu lapisan

tanah atau batuan yang berada diatas cadangan bahan galian, agar bahan

galian tersebut menjadi tersingkap. Untuk mewujudkan kondisi kegiatan

pengupasan lapisan tanah penutup yang baik diperlukan alat yang

mendukung. Mengupas tanah penutup dilakukan dengan bulldozer D85E-

55, tanah penutup didorong dan dibuang ke arah lembah (disposal area)
37

yang terdekat, namun bila tumpukan hasil pengupasan ini jauh dari

disposal area dapat dibantu dengan dump truck.

Gambar 2.10 Bulldozer D85E-55

c. Pemboran lubang ledak

Dalam kegiatan pemboran perlu ditentukan geometri lubang tembak

yang meliputi burden, kadalaman, steaming, subdrilling, dan spasi.

Peralatan yang digunakan untuk kegiatan pemboran adalah crawler rock

drill (CRD) Furukawa PCR 200 dan kompresor untuk alat penggerak

CRD.

Gambar 2.11 CRD Furukawa PCR 200


38

d. Pemuatan (loading)

Pekerjaan ini dilakukan dengan alat muat mekanis, excavator

komatsu pc 200 untuk memuat hasil kegiatan pembongkaran kedalam

dump truck.

Gambar 2.12 Excavator Komatsu PC 200

e. Pengangkutan (transporting)

Bongkahan andesit diangkut ke lokasi peremukan (crusher) dengan

hino ranger dump truck FM 245 JD New

Gambar 2.13 Hino Ranger Dump Truck FM 245 JD New


39

f. Peremukan (crusher)

Pengolahan andesit adalah dengan memperkecil ukurannya sesuai

dengan kebutuhan, untuk kegiatan ini dilaksanakan melalui unit

peremukan (crushing plant) tahapan pengolaan meliputi:

1) Peremukan dengan primary crusher seperti jaw crusher, cone

crusher atau gyratory crusher yang dilanjutkan dengan secondary

crusher.

2) Pengangkutan mengunakan ban berjalan (belt conveyor)

3) Pemisahan mengunakan ayak (screen)

4) penghalus ukuran dengan rotopactor

Gambar 2.14 Crusher

Dalam proses penambangan yang dilakukan PT. Bintang Sumatra Pacific

menggunakan peledakan untuk memberaikan batuannya. Peledakan yang

dilakukan pada PT. Bintang Sumatra Pacific menggunakan detonator elektrik

dengan waktu tunda 1-10 m/s dengan jumlah lubang yang beragam dan biasanya

dilakukan peledakan pada sore hari karena lamanya proses pengisian bahan

peledak. Dibawah ini adalah kondisi lapangan saat melakukan peledakan:


40

Gambar 2.15 dibawah merupakan lokasi titik yang akan dilakukan pemboran

untuk lubang ledak yang telah diukur burden dan spasinya.

Gambar 2.15 lokasi titik pemboran

Gambar 2.16 dibawah ini merupakan kegiatan pemboran dengan kedalaman

lubang bor 6m, mengunakan dua buah batang bor dengan panjang 3m dan 3,5m.

Dimana PT. Bintang Sumatra Pacific menggunakan alat bor jenis crawler rock

drill (CRD) furukawa PCR 200

Gambar 2.16 kegiatan pemboran lubang peledakan

Gambar 2.17 dibawah ini adalah salah satu lubang bor untuk peledakan

dengan diameter 3 inch dan kedalaman 6m


41

Gambar 2.17 Lubang bor

Gambar 2.18 adalah detonator listrik yang digunakan pada PT. Bintang

Sumatra Pacific dimana delay yang dipakai adalah delay 1-10

Gambar 2.18 Detonator listrik


Gambar 2.19 dibawah ini merupakan pengisian bahan peledak dengan

memakai plastik liner dikarenakan lubang atau lokasi tempat peledakan basah atau

berair. Tujuan dari memakai plastic liner supaya anfo yang digunakan tidak basah

karena anfo sangat rentan sekali dengan air atau mudah larut ketika kena air. Hal

ini akan mengakibatkan gagal ledak ketika anfo larut dalam air.
42

Gambar 2.19 pengisian bahan peledak

Gambar 2.20 dibawah ini merupakan blasting machine yang digunakan

kobla 200. Dimana blasting machine merupakan sumber energi penghantar arus

listrik menuju detonator. Cara kerja blasting machine pada umumnya didasarkan

atas penyimpanan atau pengumpulan arus pada sejenis kapasitor dan arus tersebut

dilepaskan seketika pada saat yang dikehendaki. Arus yang dilepas harus dapat

mengatasi tahanan listrik didalam rangkaian peledakan, untuk itu perlu diketahui

benar kapasitas BM yang akan digunakan jangan sampai kapasitasnya lebih kecil

dibanding tahanan listrik seluruhnya.

Gambar 2.20 Blasting Machine


43

2.2 Karangka Konseptual

Berdasarkan dari landasan teori maka dapat dibuat kerangka konseptual

sebagai berikut

Input Proses Output

1. Data Primer 1. Pengolahan radius 1. Mendapatkan jarak


lempar aktual menurut aman fly rock
a. Geometri peledakan
teori rhicard and moore. aktual.
 Burden
Cara pengolahan dengan 2. Mendapatkan
 Stemming
persamaan 2.23, 2.25, geometri ideal
b. Titik koordinat
dan 2.25. 3. Mendapatkan jarak
peledakan
2. Pengolahan geomeri aman fly rock
c. Titik koordinat
ideal menurut R.L.Ash berdasarkan
lemparan fly rock
dan C.J Konya. geometri usulan.
terjauh
Cara pengolahan dengan
d. Ukuran fly rock yang
persamaan 2.8, 2.9,
terlempar jauh
2.10, 2.11, 2.12, 2.13,
2. Data Sekunder 2.14, 2.15, 2.16, 2.17,
a. Sejarah dan profil 2.18, dan 2.19.
prusahaan 3. Pengolahan radius aman
b. Peta lokasi fly rock berdasarkan
penambangan. geometri usulan.
c. Peta topografi Cara pengolahan dengan
d. Peta kesampaian persamaan 2.23, 2.24,
daerah dan 2.25.
e. kebutuhan bahan
peledak, aksesoris
yang digunakan
f. spesifikasi bahan
peledak,
g. jenis bahan peledak
yang digunakan
h. geometri rancangan
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang lakukan adalah penelitian terapan (applied research).

bahwa setiap penelitian terapan adalah penelitian yang bertujuan untuk

meningkatkan pengetahuan ilmiah dengan suatu tujuan praktis. Dimana analisis

pengaruh geometri peledakan terhadap fly rock hasil peledakan, nanti hasilnya

diharapkan segera dapat dipakai untuk perusahaan. Menurut Ezequiel Ander Egg

Hernandes, defenisi penelitian terapan merupakan solusi yang efesien dan

beralasan untuk masalah yang telah diidentifikasi.

Penelitian terapan ini digolongkan menurut tujuan penelitian yang

bertujuan untuk menemukan pengetahuan yang secara praktis dapat diaplikasikan.

Walaupun adakalanya penelitian terapan juga untuk mengembangkan produk

penelitian dan pengembangan bertujuan untuk menemukan, mengembangkan dan

memvalidasi suatu produk.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

PT. Bintang Sumatra Pacific yang merupakan salah satu perusahaan

tambang yang beroperasi di Kabupaten Lima Puluh Kota. Kabupaten ini terletak

dibagian timur wilayah Provinsi Sumatra Barat atau sekitar 124 km dari Kota

Padang, ibu Kota Provinsi Sumatra Barat.

Lokasi kegiatan penambangan terletak di wilayah Jorong lubuk Jantan,

Nagari Manggilang, Kecamatan Pangkalan Koto Baru, Kabupaten Lima Puluh

44
45

Kota, Provinsi Sumatra Barat, lokasi tersebut dapat ditempuh mengunakan

transportasi darat dalam waktu 4 jam dari kota Padang. Untuk gambar peta

kesampaian daerah dapat dilihat pada lampiran G.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada tanggal 23 maret 2020 sampai dengan tanggal

29 maret 2020.

3.3. Variabel Penelitian

Menurut Rosdiana (2002), Variabel penelitian merupakan suatu atribut dari

sekelompok objek yang diteliti yang mempunyai variasi satu dengan yang lain

dalam kelompok tersebut. Dimana jenis variabel penelitian terdiri atas dua

variabel yaitu:

1. Variabel bebas

Dalam penelitian ini veriabel bebasnya meliputi geometri peledakan.

2. Variabel terikat

Dalam penelitian ini veriabel terikat meliputi pengaruh terhadap fly rock.

3.4. Data dan Sumber Data

3.4.1. Data

1. Data Primer

a. Kedalaman stemming

b. Jarak burden awal dari freeface

c. Jarak lemparan fly rock terjauh dari lokasi peledakan

d. Ukuran fly rock yang terlempat jauh


46

2. Data Sekunder

a. Sejarah dan profil perusahaan

b. Peta lokasi penambangan

c. Peta topografi

d. Peta kesampaian daerah

e. Spesifikasi bahan peledak

f. Jenis bahan peledak yang digunakan

g. Geometri rancangan

h. Data jarak lokasi peledakan dengan bangunan.

i. Data jarak lokasi peledakan dengan jarak evakuasi alat.

j. Data jarak lokasi peledakan dengan jarak manusia.

k. Dan data pendukung lainnya.

3.4.2 Jenis Data

Pengamatan terhadap kondisi dan keadaan langsung yang ada di lapangan

terutama untuk kegiatan peledakan. Kegiatan observasi ini sangat berguna sebagai

langkah awal untuk memulai proses pengambilan data. Yang akan dijadikan

tempat pengambilan data yaitu titik lemparan terjauh fly rock dari lokasi

peledakan. Salah satu efek negatif dari kegiatan peledakan adalah fly rock, oleh

karena itu setiap akan dilakukan kegiatan peledakan maka harus dilakukan

pengamatan fly rock untuk mengetahui berapa jauh fly rock yang dihasilkan serta

dampak yang ditimbulkan.


47

3.4.3 Sumber data

Sumber data yang penulis dapatkan berasal dari pengamatan langsung di

PT. Bintang Sumatra Pacific serta studi kepustakaan.

3.4.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data melakukan pengukuran secara langsung di lapangan

yaitu:

1. Geometri Peledakan

Data geometri akan diambil secara langsung dengan mengukur sendiri

dengan meteran.

2. Data hasil pengukuran lemparan fly rock

Pengukuran fly rok dilakukan dengan GPS dimana data yang akan diambil

adalah lemparan yang terjauh fly rock itu.

3. Data Jarak antara lokasi peledakan dengan tempat bangunan yang ada di

sekitar PT. BSP

4. Fly rock

a. Lemparan terjauh fly rock

Pengukuran secara langsung dilapangan dengan cara mengambil titik

koordinat lemparan terjauh fly rock

b. Diameter fly rock

Pengukuran secara langsung dilapangan dengan cara mengukur

menggunakan meteran.
48

3.5 Teknik Pengolahan dan Analisa Data

3.5.1. Pengolahan Data

Teknik pengolahan data yang digunakan dalam pengolahan data yaitu:

1. Mengetahui radius aman untuk alat dan manusia menurut rhicard and moore.

Untuk mendapatkan mendapatkan radius aman menurut rhicard and moore

terdapat tiga bagian yaitu:

a. Face burst dapat diolah menggunakan rumus 2.23

b. Cratering dapat diolah menggunakan rumus 2.24

c. Rifling dapat diolah menggunakan rumus 2.25

2. Mengetahui geometri ideal untuk mendapatkan fly rock dalam radius aman.

Untuk mendapatkan mendapatkan geometri ideal menurut R.L.Ash dan C.j

Konya dapat digunakan dengan rumus yang dibawah ini:

a. Burden (B)

1) R.L.Ash dapat diolah menggunakan rumus 2.4

2) C.J.Konya dapat diolah menggunakan rumus 2.5

b. Spacing (S)

1) R.L.Ash dapat diolah menggunakan rumus 2.6

2) C.J.Konya dapat diolah menggunakan rumus 2.7

c. Stemming (T)

1) R.L.Ash dapat diolah menggunakan rumus 2.8

2) C.J.Konya dapat diolah menggunakan rumus 2.9


49

d. Subdrilling (J)

1) R.L.Ash dapat diolah menggunakan rumus 2.10

2) C.J.Konya dapat diolah menggunakan rumus 2.11

e. Kedalaman lubang ledak (H)

1) R.L.Ash dapat diolah menggunakan rumus 2.12

2) C.J.Konya dapat diolah menggunakan rumus 2.13

f. Tinggi jenjang (L)

1) R.L.Ash dapat diolah menggunakan rumus 2.14

2) C.J.Konya dapat diolah menggunakan rumus 2.15

g. Powder column / primary charge (PC)

1) R.L.Ash dapat diolah menggunakan rumus 2.16

2) C.J.Konya dapat diolah menggunakan rumus 2.17

h. Loading density (de)

1) R.L.Ash dapat diolah menggunakan rumus 2.18

2) C.J.Konya dapat diolah menggunakan rumus 2.19

3. Mengetahui radius aman fly rock berdasarkan geometri usulan.

Untuk mendapatkan mendapatkan radius aman fly rock berdasarkan

geometri usulan dapat digunakan dengan rumus yang dibawah ini:

a. Face burst dapat diolah menggunakan rumus 2.23

b. Cratering dapat diolah menggunakan rumus 2.24

c. Rifling dapat diolah menggunakan rumus 2.25


50

3.5.2. Analisa Data

Pada proses analisa data dilakukan dengan teori Richard and moore, dimana

pada teori Richard and moore ini terdapat tiga bagian yaitu face burst, face burst

ini terjadi ketika burden awal yang terlalu kecil maka akan mudahnya terjadi

potensi fly rock yang terlempar mengarah kedepan. Cratering, cratering ini

terjadi saat kurang tingginya kolam stemming yang digunakan dan terdapatnya

bidang lemah pada sekitar lubang ledak maka lemparan fly rock yang terjadi itu

kesegala arah. Riffling, riffling ini terjadi ketika jenis material yang digunakan

untuk stemming tidak sesuai dan kemiringan lubang ledak. Analisa pada penelitian

ini difokuskan pada analisis pengaruh geometri peledakan terhadap fly rock yang

diterapkan oleh perusahaan dan analisis hasil pengukuran fly rock terhadap jarak

pengukuran yang digunakan. Pada analisis geometri terhadap fly rock data yang

digunakan yaitu data pada tanggal 23 maret 2020 sampai dengan 29 Maret 2020.

3.5 Kerangka Metodologi

Langkah-langkah yang dilakukan penulis dalam melakukan penelitian:

Studi Literatur

Survey Lapangan

A
51

Identifikasi Masalah
1. Lemparan fly rock mencapai 500 m, melebihi radius
aman.
2. Kebun warga dan fasilitas penunjang tambang berada
dalam radius fly rock dan kerusakan fasilitas dan
kebun warga akibat fly rock.
3. Cratering dan face burst mengakibatkan terjadinya
fly rock.
4. Stemming yang kurang dalam mengakibatkan
terjadinya fly rock.
5.

Tujuan Penelitian
1. Mengetahui radius lemparan aktual menurut rhicard
and moore.
2. Mengetahui geometri ideal menurut R.L.Ash dan C.j
Konya.
3. Mengetahui radius aman fly rock berdasarkan geometri
usulan.
4.

Pengambilan Data
Analisis Data

1. Data Primer 2. Data sekunder


a. Geometri peledakan a. Sejarah dan profil perusahaan
b. Titik koordinat peledakan b. Peta lokasi penambangan.
c. Titik koordinat lemparan c. Peta topografi
flyrock terjauh d. Peta kesampaian daerah
d. Ukuran flyrock yang terlempar e. kebutuhan bahan peledak,
jauh aksesoris yang digunakan
f. spesifikasi bahan peledak,
g. jenis bahan peledak yang
digunakan
h. Geometri rancangan

A
52

Pengolahan Data

1. Menghitung geometri peledakan.


2. Mengukur fly rock teoritis.
a. Menghitung fly rock aktual dengan teori Richard and Moore
b. Membandingkan fly rock aktual dengan teoritis.

Analisis Data

1. Menganalisis geometridan fly rock peledakan aktual


2. Menganalisis geometri menurut R.L.Ash dan C.J Konya
3. Menganalisis geometri usulan dengan geometri usulan
4.

Kesimpulan
1.Jarak aman peledakan yang direkomendasikan
2. Geometri ideal
3. Radius aman fly rock berdasarkan geometri
usulan
Saran
1. Fly rock dapat dikontrol dengan
memperhatikan burden awal dan stemming.

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian


BAB IV

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

4.1. Pengumpulan Data

Sebelum melakukan pengolahan data geometri peledakan terhadap fly rock,

terlebih dahulu dilakukan pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian ini

berupa data primer dan data sekunder yang bersumber dari pengamatan dan

pengukuran langsung di lapangan, adapun data data tersebut berupa:

4.1.1. Data Primer

1. Geometri Peledakan Aktual

Kegiatan peledakan batu andesit di PT. Bintang Sumatra Pacific data

geometri peledakan aktual ini didapatkan pada saat melakukan penggukuran

secara langsung dilapangan dengan menggunakan meteran dan kompas geologi

dimana data yang diambil nilai burden 2,2 m 2,1 m, dan 2,4 m. Spacing 1,8 m, 1,9

m, 1,7 m. Stemming 1,3 m, 1,3 m, 1,4 m. Kedalaman lobang ledak 57 m, 59 m,

5,8 m. Isian bahan peledak 4,4 m, 4,3 m, 4,5 m. Diameter lubang ledak 3 inch.

Dan kemiringan lubang 89° dapat dilihat pada tabel 4.1. Penulis melakukan

penelitian dari tanggal 23 maret sampai 29 maret selama melakukan penelitian

cuma dilakukan 3 kali peledakan, dan 3 data itu sudah bisa untuk jadi

perbandingan karena 3 kali peledakan itu menggunakan rancangan geometri yang

berbeda dan lemparan dari fly rock yang berbeda juga.

Data pada tabel 4.1 dibawah ini merupakan data kegiatan peledakan yang

di ambil pada saat sebelum melakukan kegiatan peledakan di PT.Bintang Sumatra

Pacific.

53
54

Tabel 4.1 Data Geometri peledakan Aktual


No Geometri Peledakan (m)
Kondisi Lubang
Ledak B B S T H PC D θ
Awal
1 Berair 50% 2,2 - 1,8 1,3 5,7 4,4 3 89°
2 Berair 30% 2,1 - 1,9 1,3 5,9 4,3 3 89°
3 Kering 2,4 - 1,7 1,4 5,8 4,5 3 89°
Keterangan:
B : Burden (m)
S : Spasi (m)
T : Stemming (m)
H : Kedalaman lubang ledak (m)
PC : Isian bahan peledak (m)
D : Diameter lubang ledak (m)
θ : Kemiringan lubang ledak (m)

2. Fly Rock Hasil Peledakan

Pengambilan data titik koordinat peledakan dan titik koordinat fly rock

hasil peledakan untuk diolah menggunakan software map source untuk

mengetahui jarak lemparan fly rock terjauh yang dihasilkan dari peledakan,

apakah fly rock yang dihasil dari peledakan itu melewati ambang batas atau

tidaknya, dan nantinya di bandingkan dengan mengunakan perhitungan menurut

Richards and Moore untuk mengetahui perbedaan perhitungan teoritis dengan

aktual, bisa dilihat pada tabel 4.2 dan pada gambar 4.1. Gambar 4.1 merupakan

lemparan fly rock aktual yang terjauh dihasilkan dari peledakan dimana radiusnya

204 m, dimana radius aman dari peledakan itu dua kali lemparan terjauh jika 204

m itu dikalikan dengan 2 maka dapat hasil radius amannya 408 m, sedangkan

menurut keputusan menteri ESDM nomor 1287 K/30/MEM/ 2018 tentang

pedoman pelaksanaan kaidah teknik pertambangan yang baik, disebutkan bahwa

jarak aman peledakan bagi alat dan fasilitas pertambangan 300 (tiga ratus) meter

serta bagi manusia 500 (lima ratus) meter. Pada gambar 4.1 ini radius amannya
55

sudah melewati yang ditetapkan dari keputusan mentri ESDM. Tabel 4.2

merupakan tabel data dari fly rock dimana nanti nya titik koordinat lokasi

peledakan dan lemparan fly rock yang terjauh akan dimasukan ke software map

source untuk mendapatkan berapa meter jarak dari lemparan fly rock itu dari

lokasi peledakan.

Gambar 4.1 Lemparan fly rock

Tabel 4.2 Pengumpulan data fly rock


No Titik koordinat Jarak Dimensi batuan
lemparan (cm x cm)
L.Peledakan Fly rock
(m)
1 47N 0694611 47N 0694430 12 x 20
204
UTM 0001988 UTM 0002082
2 47N 0694611 47N 0694465 9 x 18
194
UTM 0001988 UTM 0002119
3 47N 0694611 47N 0694594 27 x 29
107
UTM 0001988 UTM 0002093

Pada gambar 4.2 dibawah ini merupakan gambar radius aman manusia

aktual pada PT. Bintang Sumatra pacific dimana jaraknya dari lokasi peledakan

400 m.
56

Gambar 4.2 Jarak radius aman fly rock aktual

4.1.2 Data Sekunder

1. Spesifikasi bahan peledak

Adalah bahan peledak yang digunakan pada PT. Bintang Sumatra Pacific AN.

Dengan spesifikasi seperti terlihat pada tabel 4.3 dibawah ini.

Tabel 4.3 Spesifikasi AN


No Parameters Quality Standard
1 Concentration (NH4 NO3) 82-85
2 Crystallization Temperature (OC) 82-85
3 PH of 10% ANS 63-75
4 Iron (Fe) (ppm) 4,5-5,5
5 Chloride (cl) (ppm) 10 max
6 C – Organic Matter (ppm) 50 max

2. Jarak lokasi peledakan dengan bangunan 350 m, dapat dilihat pada gambar 4.3

dibawah ini
57

Bangunan

Lokasi Peledakan

Gambar 4.3 Jarak lokasi peledakan dengan bangunan

3. Jarak lokasi peledakan dengan jarak evakuasi manusia 400 m, dapat dilihat

pada gambar 4.4 dibawah ini

Evakuasi manusia

Lokasi Peledakan

Gambar 4.4 Jarak lokasi peledakan dengan evakuasi manusia

4. Jarak lokasi peledakan dengan jarak evakuasi alat 350 m dapat dilihat pada

gambar 4.5 dibawah ini

Evakuasi alat

Lokasi Peledakan

Gambar 4.5 Jarak lokasi peledakan dengan evakuasi alat


58

5. Geometri rancangan

Untuk geometri rancangan dapat dilihat pada gambar dibawah ini

Sumber: P.T BSP


Gambar 4.6 Geometri Peledakan

4.2 Pengolahan Data

4.2.1 Pengolahan Radius Lempar Aktual Menurut Richard and Moore.

1. Geometri Aktual

Data rekapitulasi hasil pengamatan pada zona 1 dapat dilihat pada Tabel 4.3,

terlihat bahwa secara rata rata geometri peledakan di lapangan memiliki

perbedaan yang tidak terlalu signifikan dari rencana yang telah ditetapkan.

Geometri rencana didapatkan dari data sekunder perusahaan. Untuk perbedaan

terbesar terlihat pada parameter stemming. Secara grafis perbedaan antara

geometri aktual terhadap plan dapat dilihat pada tabel 4.4


59

Tabel 4.4 Geometri peledakan aktual di lapangan


No Geometri Peledakan (m)
Kondisi Lubang
Ledak B S T H PC D θ

1 Berair 50% 2,2 1,8 1,3 5,7 4,4 3 89°


2 Berair 30% 2,1 1,9 1,3 5,9 4,3 3 89°
3 Kering 2,4 1,7 1,4 5,8 4,5 3 89°
Rata rata aktual 2,23 1,8 1,26 5,8 4,4 3 89°
Rencana 2,5 2 1,5 6 4,5 3 90°
Keterangan:
B : Burden (m)
S : Spasi (m)
T : Stemming (m)
H : Kedalaman lubang ledak (m)
PC : Isian bahan peledak (m)
D : Diameter lubang ledak (m)
θ : Kemiringan lubang ledak (m)

Dari hasil pengolahan pada tabel 4.3 maka geometri aktual Pada zona 1

didapatkan hasil rata-rata Burden 2,23 m Spasi 1,8 m, Kedalaman 5,8 m, Isian

bahan peledak 4,4 m, diameter lobang 3 inch.

2. Fly Rock Aktual

Jarak lemparan batuan (fly rock) sebelum dilakukannya penelitian atau selama

pra penelitian berkisar antara 100 - 500 m. Lemparan batuan tersebut

menyebabkan rusaknya fasilitas milik perusahaan dan pondok kebun milik warga

yang berada dekat dengan area penambangan. Sementara jarak lemparan batuan

(fly rock) selama melakukan kegiatan penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.5

Pengamatan terhadap jarak lemparan batuan akibat kegiatan peledakan ini

dilakukan dengan melihat secara langsung, dan pengeplotan titik koordinat

lemparan terjauh fly rock menggunakan GPS. Untuk pengolahan data GPS

dilakukan dengan Map Source.


60

Tabel 4.5 Pengolahan Fly Rock Aktual


No Jarak Lempar Batuan Dimensi batuan
(cm x cm)
Aktual (m)
1 204 12 x 20
2 194 9 x 18
3 107 27 x 29
Rata 168
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa dari semua peledakan didapatkan fly rock

terjauh sebesar 204 meter, maka dari jarak tersebut didapatkan jarak radius aman

sebesar dua kali 204 meter yaitu sebesar 408 m.

Untuk gambar radius aman dari fly rock aktual dapat dilihat pada gambar

dibawah ini

Gambar 4.7 Radius aman peledakan


Untuk perhitungan prediksi fly rock menggunakan teori persamaan Richard

and Moore (2005). Didapatkan cratering sebesar 169,29 m untuk peledakan

pertama, 164, 40 m untuk peledakan ke dua, dan 143 m untuk peledakan yang ke

tiga.Rifling didapatkan 5,75 m untuk peledakan yang pertama, 5, 58 m untuk

peledakan yang ke dua, dan 4,89 m untuk peledakan yang ke tiga. Dapat dilihat
61

pada tabel 4.6 perbedaan antara prediksi fly rock teoritis dengan lemparan fly rock

aktual. Untuk pengolahan datanya dapat dilihat pada lampiran A

Tabel 4.6 Perbandingan lemparan fly rock aktual dengan teoritis


Fly Rock Aktual Teoritis
(m) Face Burst Cratering Rifling
(m) (m) (m)
204 - 169,29 5,75
194 - 164,40 5,58
107 - 143 4,89

4.2.2 Pengolahan Geometri Ideal Menurut R.L. Ash dan C.J. Konya

Nilai geometri usulan terutama menghitung stemming karena berdasarkan nilai

analisis regresi stemming memiliki nilai tingkat hubungan paling kuat dengan

jarak lemparan fly rock. Nilai stemming dihitung menggunakan teori R.L. Ash dan

teori C.J. Konya. Dari kedua teori tersebut didapat nilai stemming 1 m dan 2 m.

Setelah di dapatkan nilai stemming tersebut dilakukan perhitungan prediksi mana

nilai stemming yang menghasilkan fly rock yang memiliki jarak yang paling jauh

dan dekat. Maka stemming yang memiliki jarak fly rock yang paling dekat akan

dijadikan stemming usulan untuk perusahaan karena akan menghasilkan radius

aman yang lebih baik.

1. Rancangan geometri peledakan usulan menggunakan metode R.L.Ash (1967).

Berdasarkan kegiatan di lapangan geometri peledakan dihitung menurut

metode R.L.Ash. Dari hasil pengolahan data dengan menggunakan persamaan

metode R.L.Ash maka di dapatkan hasil geometri peledakan usulan burden 2 m,

spasi 3 m, stemming 1 m, kedalaman lubang 6 m, isian 5 m, dan diameter 3 inch.


62

Bisa di lihat pada tabel 4.7 di bawah ini. Untuk pengolahannya dapat dilihat pada

lampiran B

Tabel 4.7 Rekomendasi Geometri Usulan Dengan Menggunakan Metode


R.L.Ash
Burden Burden Spasi Stemming Kedalaman Isian Diameter
(m) awal (m) (m) lubang (m) (m) (inch)
2 2 3 1 6 5 3

2. Rancangan Geometri usulan Peledakan menggunakan Metode C.J.Konya

(1990):

Berdasarkan kegiatan di lapangan Geometri peledakan dihitung menurut

persamaan C.J. Konya sebagai berikut:

Dari hasil pengolahan data dengan menggunakan persamaan metode

C.J.Konya maka di dapatkan hasil geometri peledakan usulan burden 2 m, burden

awal 2 m, spasi 2,28 m, stemming 1,5 m, kedalaman lubang 6 m, isian 4,4 m, dan

diameter 3 inch. Dapat di lihat pada tabel 4.8 dibawah ini. Untuk pengolahan

datanya dapet dilihat pada lampiran C.

Tabel 4.8 Rekomendasi Geometri Usulan Dengan Menggunakan Metode


C.J.Konya
Burden Burden Spasi Stemming Kedalaman Isian Diameter
(m) awal (m) (m) lubang (m) (m) (inch)
(m)
2 2 2.28 2 6 4,4 3

4.2.2 Pengolahan Radius Aman Fly Rock Berdasarkan Geometri Usulan

1. Fly Rock dengan geometri Metode R.L. Ash

Berdasarkan geometri peledakan usulan teri R.L.Ash fly rock dihitung

menurut Ricard and Moore. Maka didapatka jarak fly rock face burst sebesar
63

65,07 m dan cratering 393 m. karna kemiringan lubang tembak 90° maka nilai

rifling 0 m. Bisa dilihat pada tabel 4.9 dibawah ini. Untuk pengolahan datanya

dapat dilihat pada lampiran E.

Tabel 4.9 Teori Richards and Moore (2005) dan R.L.Ash


Face burst (m) Cratering (m) Rifling (m)

65,07 393 -

2. Fly Rock dengan geometri Metode C.J. Konya

Dari hasil pengolahan data menggunakan teori Richards and Moore (2005)

dari rancangan geometri berdasarkan teori C.J.Konya di dapatkan nilai face burst

sebesar 55,29 m, dan nilai cratering sebesar 98,83 m. karena kemiringan lubang

tembak nya di sarankan 90° maka nilai rifling 0. Dapat dilihat pada pada tabel

4.10 dibawah ini. Untuk pengolahan datanya dapat dilihat pada lampiran D.

Tabel 4.10 Teori Richards and Moore (2005) dan C.J. Konya
Face burst (m) Cratering (m) Rifling (m)

55,29 97.86 -

Dari pengolahan data diatas maka dapat dibandingkan pengaruh geometri

peledakan terhadap fly rock teori R.L.Ash, (1967) dan C.J.Konya, (1990)

berdasarkan perhitungan fly rock menurut teori Richards and Moore (2005). Di

dapatkan perbedaan prediksi jarak lempar fly rock yaitu nilai face burst dari

R.L.Ash yaitu 65,07 m, sedangkan dari C.j Konya nilai face burst 55,29 m. Untuk

nilai cratering dari R.L.Ash yaitu 393 m, sedangkan dari C.j Konya nilai

cratering 97,86 m. Prediksi fly rock yang memiliki jarak yang paling pendek dan
64

baik adalah menggunakan teori C.J Konya yaitu dengan nilai stemming 2 meter

dengan fly rock prediksi 97,86 m. Sehingga jarak radius aman di perusahaan PT.

Bintang Sumatra Pacific dapat dikurangi dari 338 m menjadi dua kali 97,86 m

yaitu sebesar 195,72 m.

Untuk gambar rekomendasi jarak radius aman pada PT. Bintang Sumatra

pacific dpat dilihat pada gambar 4.5 di bawah ini.

Gambar 4.8 Radius aman geometri usulan

3. Fly rock dan Lingkungan

Penelitian ini mengkaji tentang batu terbang (fly rock) yang dihasilkan dari

peledakan tambang batu andesit. Hasil penelitian menunjukan jarak fly rock

terjauh yang dihasilkan dari semua peledakan berjarak 204 m, dengan radius aman

408 m. Jarak fasilitas perusahaan (kantor,gudang,mes dan lain lain) dari area

peledakan ± 400 m dan pemukiman yang paling dekat dengan perusahaan adalah

nagari manggilang yang berjarak dari area peledakan ± 2 km. Keputusan Menteri

ESDM nomor 1287 K/30/MEM/ 2018 tentang pedoman pelaksanaan kaidah

teknik pertambangan yang baik, disebutkan bahwa jarak aman peledakan bagi alat
65

dan fasilitas pertambangan 300 (tiga ratus) meter serta bagi manusia 500 (lima

ratus) meter. Berdasarakan KEPMEN tersebut maka jarak fly rock yang dihasilkan

dari kegiatan peledakan perusahaan melebihi ambang batas peraturan yang sudah

ditetapkan dan sampai sampai ke fasilitas perusahaan.


BAB V

ANALISA DATA

Teknik analisa data yang dilakukan pada bab ini yaitu menganalisa Geometri

peledakan aktual dan batu terbang (fly rock) yang dihasilkan berdasarkan geometri

peledakan yang diterapkan. Adapun teknik analisa datanya yaitu:

5.1 Analisis Radius Lempar Aktual Menurut Rhicard and Moore

Dari hasil pengolah geometri dan fly rock aktual maka di dapatkan nilai hasil

perhitungan geometri aktual burden 2,2 m untuk peledakan 1, 2,1 m untuk

peledakan 2, dan 2,4 m untuk peledakan 3. Spacing 1,8 m untuk peledakan 2, 1,9

untuk peledakan 2, dan 1,7 untuk peledakan 3. stemming 1,5 m untuk peledakan 1,

1,3 untuk peledakan 2, dan 1,4 untuk peledakan 3. dengan kedalaman lubang

ledak 5,7 m untuk peledakan 1, 5,9 untuk peledakan 2, dan 5,8 untuk peledakan 3.

Isian bahan peledak 4,4 m untuk peledakan 1, dan 4,3 untuk peledakan 2, dan 4,5

untuk peledakan 3. Dan diameter lubang tembak 3 inch untuk ke 3 peledakannya.

Dan radius lemparan fly rock aktualnya 204 m untuk peledakan 1, 194 m untuk

peledakan 2, dan 107 m utuk peledakan 3. Berdasarkan kepmen 1827 tentang

pedoman pelaksanaan kaidah teknik pertambangan yang baik, disebut bahwah

jarak aman peledakan bagi alat dan fasilitas pertambangan 300 m, serta bagi

manusia 500 m. Berdasarkan data yang dikumpul, terdapat pada peledakan

pertama dan kedua yang melewati radius aman yang telah ditetapkan pada

kepmen 1827, dimana untuk menentukan radius aman dari fly rok tersebut adalah

2 kali lemparan terjauh dari fly rock tersebut. Bisa dilihat pada tabel 5.1 dibawah

ini.

66
67

Tabel 5.1 Geometri dan fly rock peledakan aktual


No Kondisi Geometri Peledakan (m) Fly rock Dimensi
Lubang B S T H PC D (m) Batuan
(cm xcm)
1 Berair 50% 2,2 1,8 1,3 5,7 4,4 3 204 12 x 20
2p Berair 30% 2,1 1,9 1,3 5,9 4,3 3 194 9 x 18
3 Kering 2,4 1,7 1,4 5,8 4,5 3 107 27 x 29

Dari tabel diatas maka bisa disimpulkan bahwa Semakin dangkal kolom

stemming, maka potensi lemparan fly rock akan semakin besar. Hal ini

dipengaruhi oleh adanya kelebihan pengisian bahan peledak sehingga kolom

stemming menjadi lebih dangkal. Selain itu, penurunan ketinggian stemming pada

kondisi lubang ledak basah dikarenakan material stemming sebagian yang

digunakan adalah cutting pengeboran. Dengan kondisi tersebut, maka derajat

pengungkungan (degree of confinent) akan menurun sehingga berpotensi

terjadinya fly rock.

Persiapan lokasi peledakan yang kurang baik dapat menyebabkan potensi

bahaya fly rock. Hal ini disebabkan spoil spoil hasil sisa peledakan pada saat

persiapan tidak dibersihkan atau disingkirkan sehingga dapat terlempar ketika

peledakan dilakukan dan berpotensi menjadi fly rock.

Disamping itu, kurang baiknya penanganan lubang ledak seperti tidak adanya

identitas kedalaman lubang serta kondisi lubang mengakibatkan pengisian bahan

peledak hanya dilakukan berdasarkan perkiraan. Sedangkan pada kondisi lubang

ledak basah, penggunaan liner sering mengakibatkan kelebihan pengisian bahan

peledak sehingga kolom stemming menjadi lebih dangkal. Selain itu, pada kondisi
68

lubang basah sering dibiarkan dalam keadaan stemming kurang padat sehingga

pengungkungan menjadi tidak sempurna dan berpotensi fly rock.

5.2 Analisis Geometri Ideal Menurut R.L.Ash dan C.j Konya

1. Pengolahan data menggunakan metode R.L.Ash

Dari pengolahan menggunakan persamaan metode R.L.Ash maka didapatkan

geometri peledakan dengan nilai burden 2 m, spasi 3 m, stemming 1 m,

kedakaman lubang 6 m, kolom isian 5 m, dan diameter lubang ledak 3 inch.

2. Pengolahan data menggunakan metode C.j Konya

Dari pengolahan menggunakan persaman metode C.j Konya maka didapatkan

geometri peledakan dengan nilai burden 2 m, spasi 2,28 m, stemming 2 m,

kedakaman lubang 6 m, kolom isian 4 m, dan diameter lubang ledak 3 inch. Dapat

dilihat pada tabel 5.2 dibawah ini.

Tabel 5.2 geometri teoritis dan radius lempar fly rock


No Geometri Peledakan Fly Rock (m)
B S T H PC D Face Cratering
Burst
1 R.L.Ash 2 3 1 6 5 3 65,07 393
2 C.J Konya 2 2,28 2 6 4 3 55,29 97,86

Dari tabel diatas maka dapat diprediksi fly rock yang memiliki jarak yang

paling pendek dan baik adalah menggunakan teori C.j Konya yaitu dengan nilai

stemming 2 meter dengan fly rock prediksi 97,86 m untuk cratering dan 55,29 m

untuk face burst. Sehingga jarak radius aman di perusahaan PT. Bintang Sumatra

Pacific dapat dikurangi dari 408 m menjadi dua kali 97,86 m yaitu sebesar 195,75

m.
69

5.3 Analisis Radius Aman Fly Rock Berdasarkan Geometri Usulan

1. Geometri peledakan pertama

Dari hasil penelitian penulis mendapatkan geometri peledakan dimana nilai

burden 2,2 m, spasi 1,8 m, stemming 1,3 m, kedalaman lubang tembak 5,7 m,

kolam isian 4,4 m dan diameter 3 inch

2. Geometri peledakan kedua

Dari hasil penelitian penulis mendapatkan geometri peledakan dimana nilai

burden 2,1 m, spasi 1,9 m, stemming 1,3 m, kedalaman lubang tembak 5,9 m,

kolam isian 4,3 m dan diameter 3 inch

3. Geometri peledakan ketiga

Dari hasil penelitian penulis mendapatkan geometri peledakan dimana nilai

burden 2,4 m, spasi 1,7 m, stemming 1,4 m, kedalaman lubang tembak 5,8 m,

kolam isian 4,5 m dan diameter 3 inch

4. Geometri usulan

Dari hasil perhitungan yang penulis lakukan maka penulis mengusulkan geometri

peledakan menurut metode C.j Knya dimana nilai burden 2 m, spasi 2,28 m,

stemming 2 m, kedalaman lubang tembak 6 m, kolam isian 4 m dan diameter 3

inch. Dapat dilihat pada tebel 5.3 dibawah ini.

Tabel 5.3 Geometri usulan dan geometri aktual


No Geometri Peledakan Fly Rock (m)
B S T H PC D Hasil teori
Pengukuran riflling cratering
1 2,2 1,8 1,3 5,7 4,4 3 204 5,75 169,29
2 Aktual 2,1 1,9 1,3 5,9 4,3 3 194 5,58 164,40
3 2,4 1,7 1,4 5,8 4,5 3 107 4,89 143
Face Burst Cratering
4 Usulan 2 2,2 1,5 6 4,4 3 55,29 97,86
70

Dari tabel diatas ada beberapa rencana untuk meminimalisir jarak lemparan

batuan di lapangan, yaitu menutup lubang ledak (stemming) dengan sepadat

mungkin dan memilih ukuran material stemming dengan pas atau tidak terlalu

besar, setelah dilakukannya penutupan stemming dengan padat, kemudian

perubahan geometri peledakan. Perubahan geometri peledakan perlu dilakukan uji

coba untuk menghasilkan jarak lemparan batuan yang lebih kecil. Parameter

geometri peledakan yang diubah adalah stemming. Hal ini dilakukan karena secara

statistik stemming memiliki hubungan yang sangat kuat terhadap jarak lemparan

batuan. Selain itu secara teoritis stemming juga memegang peranan penting untuk

mengunci energi di dalam lubang ledak agar optimal dalam memberai material ke

arah samping dan memperkecil potensi energi keluar dari lubang ledak yang dapat

menimbulkan fly rock.

Terdapat beberapa pengaruh yang di hasilkan dari beberapa kali pengambilan

data peledakan dan fly rock di lapangan yang pertama face burst, face burst terjadi

saat kondisi area peledakan memiliki jenjang yang mana jarak burden pada baris

depan peledakan terlalu dekat dengan free face. Dan yang ke dua itu cratering,

cratering terjadi saat tinggi stemming yang terlalu pendek serta terdapatnya

bidang lemah pada lubang ledak. Bidang lemah tersebut biasanya merupakan

material broken dari hasil peledakan sebelumnya. Berdasarkan kondisi tersebut

maka fly rock dapat terlempar ke segala arah dari lubang ledak yang di inisiasi.
BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Hasil penelitian tentang analisis pengaruh geometri peledakan terhadap

fly rock hasil peledakan di P.T Bintang Sumatra Pacific, maka penulis dapat

mengambil kesimpulan dari pengamatan yang dilakukan antara lain:

1. Radius lempar menurut Rhicard and moore diperoleh nilai radius lempar

fly rock sebesar 204 m untuk peledakan pertama, 194 m untuk peledakan

ke dua, dan 107 m untuk peledakn ke tiga. Sesuai dengan ketetapan mentri

ESDM yaitu radius aman alat 300 m dan radius aman manusia 500 m.

Maka dinyatakan radius aman pada PT. Bintang Sumatra Pacific masih

dalam masalah. Dimana cara menentukan radius aman dari fly rock yaitu

dua kali lemparan terjauh nya.

2. Geometri ideal untuk mendapatkan fly rock dalam radius aman pada PT.

Bintang Sumatra Pacific yaitu berdasarkan C.J Konya diperoleh nilai

Burden: 2 m, spasi: 2,28 m, stemming: 2 m, Kedalaman lubang: 6m,

isian: 4,4 m, dan diameter lubang ledak: 3 inch.

3. Radius aman fly rock berdasarkan geometri usulan yaitu stemming 2 m,

dan burden awal nya 2 m diperoleh nilai radius aman sebesar 195,72 m.

6.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disarankan pada P.T Bintang

Sumatra Pacific antara lain:

71
72

1. Radius lempar dari fly rock masih melewati ambang batas yang ditetapkan

oleh ESDM, agar radius fly rock sesuai dengan ambang batas yang

ditetapkan oleh ESDM, maka diperlukan peninggian kolam stemming,

karena terjadinya radius fly rock yang jauh itu diakibatkan oleh stemming.

2. Geometri peledakan masih belum optimal, khususnya pada kolam

stemming, oleh karena itu perluna perhitungan rancangan geometri ulang,

agar fly rock dalam ambang batas.

3. Radius aman fly rock yaitu perhitungan geometri menurut C.J Konya

dimana nilai stemming 2 m, dan burden awal 2 m.


DAFTAR PUSTAKA
Arief Usman, Sudarsono, Indah Setyawati. 2015. Kajian Radius Aman Alat
Gali Muat terhadap Flyrock Peledakan pada Pit 4500 Blok 12 PT
Trubaindo Coal Mining Kutai Barat Kalimantan Barat. Jurnal
Teknologi Pertambangan Volume 1 Nomor 1 Periode Maret – Agustus 2015

Arsandi Mukti. 2016. Mekanisme Pecahnya Batuan. https://muktiarsandi.word


press.com (diakses tanggal 25 juni 2020)

Aulia Himmatul Putri. dkk. 2017 Analisis Arah dan Jarak Lemparan Fly Rock
Akibat Kegiatan Peledakan di PT Dahana Jobsite PT Adaro Indonesia,
Kabupaten Tabalong, Provinsi Kalimantan Selatan. Program Studi
Pertambangan, Fakultas Teknik, Universitas Islam Bandung

Ervil Riko. dkk. 2019. Buku Panduan Penulisan dan Ujian Skripsi STTIND
Padang. Padang: STTIND Padang

Havis Abdurrachman, dkk. 2015. Analisis Flyrock ntuk Mengurangi Radius


Aman Alat pada Peledakan Overburden Penambangan Batubara.
Proceeding Seminar Nasional Kebumian Ke-8 Academia-Industry
Linkage 15-16 Oktober 2015 Graha Sabha Pramana

Hendra Romie.2015.Pola Peledakan.https://www.slideshare.net/mobile (diakses


tanggal 3 februari 2020)

Kementrian ESDM 1827. 2018. Tentang pedoman Pelaksanaan Kaidah


Teknik Pertambangan Yang Baik. Mentri Energi Dan Sumber Daya
Minerel Rpublik Indonesia.

Konya, C.J. 1991. Rock Blasting and Overbreak Control; Precision Blasting
Services. U.S. Department of Transportation Federal Highway
Administration, Contract No. DTFH61-90R00058, (NTIS No. PB 97-
186548)

Koesnaryo1988. Bahan Peledak dan Metode Peledakan. Fakultas Tambang


UPN “veteran” Yogyakarta.

Monjezi M. dkk. 2010 Prediction of flyrock and backbreak in open pit blasting
operation: a neuro-genetic approach. Saudi Society for Geosciences
Nadhif Syeban. dkk. 2019 Kajian Batu Terbang (fly rock) Untuk
Mengurangai Radius Aman Pada Peledakan Penambangan
Granodiorit Pt. Total Optima Prakarsa Peneriman Kecematan Sungai
Pinyuh Kabupaten Mempawah Kalimantan Barat. Teknik
Pertambangan Universitas Tanjungpura Pontianak

Richard, Alan B.,Adrian J.Moore. 2005. Golden Pike Cut Back Fly Rock
Control and Calibration of a Predictive Model. Terrock Consulting
Engneers, Australia.

Saptono Singgih, 2006. Teknik Peledakan. Jurusan Teknik Pertambangan ,


Fakultas Teknologi Mineral, UPN “ veteran” Yogyakarta

Suryadi. dkk. 2019. Analisis Geometri Peledakan untuk Meminimalisir Jarak


Lemparan Batuan (Flyrock) pada Peledakan Tambang Terbuka PT
Ansar Terang Crushindo II Pangkalan Sumatera Barat Dengan
Visualisasi menggunakan Drone DJI Phantom 4. Jurusan Teknik
Pertambangan FT Universitas Negeri Padang

Usman Arief. dkk. 2015. Kajian Radius Aman Alat Gali Muat Terhadap Fly
Rock Peledakan Pada Pit 4500 Blok 12 Pt. Trubaindo Coal Mining
Kitai Barat Kalimantan Timur. Prodi Teknik Pertambangan, Fakultas
Teknologi Mineral, UPN “Veteran” Yogyakarta, Jl. SWK 104 (Lingkar
Utara), Yogyakarta 55283 Indonesia
LAMPIRAN
Lampiran A

Pengolahan data fly rock geometri aktual

Peledakan 1

Cratering
2, 6
K2  m 
L=  
g  SH 

2, 6
21,9 2  4,4 
=
9,8  1,3 

= 48,93 x 3,46

= 169,29 m

Rifling
2, 6
K2  m 
L=    Sin2  
g  SH 

2, 6
21,9 2  4,4 
=  Sin2  89
9,8  1,3 

= 48,93 x 3,46 x 0,034

= 5,75 m

Peledakan 2.

Cratering
2, 6
K2  m 
L=  
g  SH 

2, 6
21,9 2  4,3 
=
9,8  1,2 

= 48,93 x 3,36
= 164,40 m

Rifling
2, 6
K2  m 
L=    Sin2  
g  SH 

2, 6
21,9 2  4,3 
=  Sin2  89
9,8  1,2 

= 48,93 x 3,36 x 0,034

= 5,58 m

Peledakan 3.

Cratering
2, 6
K2  m 
L=  
g  SH 

2, 6
21,9 2  4,5 
=
9,8  1,4 

= 48,93 x 2,94

= 143 m

Rifling
2, 6
K2  m 
L=    Sin2  
g  SH 

2, 6
21,9 2  4,5 
=  Sin2  89
9,8  1,4 

= 48,93 x 2,94 x 0,034

= 4,89 m
Lampiran B

Perhitungan menggunakan rumus R.L.Ash

Berdasarkan kegiatan di lapangan Geometri peledakan dihitung menurut


persamaan R.L.Ash sebagai berikut:

Diameter 3 inch

Kedalaman lubang 6 m

Adjusment Factor terhadap bahan peledak (AF1)


1
 SG ANFO  Ve ANFO 2  3

AF 1 =  

 1,2  12.000
2

 0,85  118032 
=  

 1,2  12.000
2

= 0,881

Adjusment Factor terhadap densitas batuan (AF2)


1
D  3
AF2 =  std 
 D 

1
 160  3
= 
 162,7 

= 0,994

Maka

Kb = Kbstd  AF1  AF2

= 30 x 0,881 x 0,994

= 26,271
Geometri peledakan

1. Burden (B)

Kb  De
B=
12

26,271
=
12

= 6,56 feet

= 1,968 m

Maka burden yang diambil 2 m

2. Spasi (S)
S = Ks x B
= 1,5 x 2
=3m
3. Stemming (T)
T = Kt x B
= 0,5 x 2
=1
4. Subdrilling (J)
J = Kj x B
= 0,3 x 2 = 0,6 m
5. Kolom isian bahan peledak (PC)
PC = H – T
=6–1=5m
Lampiran C
Perhitungan mengunakan rumus CJ.Konya
Berdasarkan kegiatan di lapangan Geometri peledakan dihitung menurut
persamaan CJ. Konya sebagai berikut:
Diameter Lubang Ledak : 3 inch
Kedalaman lubang ledak L = 6 m
a. Besar burden (B)

B = 3,15 x DE ( )

3,15 x 3 ( )

= 3,15 x 3 x 0,68
= 6,426 ft
=2m
b. Spacing (S)
Peledakan direncanakan dilakukan berurutan dalam tiap baris lubang
ledak (sequenced single row blastholes).

S = 1,4 x B
= 1,4 x 2
= 2.8 m
c. Stemming (T)
T = 0,70 x B
= 0,70 x 2
= 1,4 m
d. Subdrill (J)
J = 0,3 x B
= 0,3 x 2
= 0,6 m
e. Tinggi Jenjang (H)
H=L–J
= 6 – 0.75
= 5,25
f. Kedalaman lubang (L)
H=6 m
g. Panjang kolom isian (PC)
PC = L – T
= 6 – 1,4
= 4.6 m
h. Loading density
Adapun loading density dapat dilihat pada tabel densitas bahan peledak
yaitu 5,29 kg/m dengan diameter lubang ledak 3 inchi.
i. Volume peledakan
V=BxSx H
= 2 x 2,8 x 6
= 27.36 m3/lubang
j. Nilai Powder Factor
PF = (de x Pc) / v
= ( 3 x 4,6) / 16
= 0,86 kg/m3
Lampiran D

Pengolahan data fly rock geometri usulan teori C.j Konya

Berdasarkan geometri peledakan usulan teri C.j Konya fly rock dihitung
menurut Ricard and Moore.

Cratering
2, 6
K2  m 
L=  
g  SH 

2, 6
21,9 2  4,4 
=
9,8  1,6 

= 48,93 x 2,02

= 98,83 m

Face burst
2, 6
K2  m 
L=  
g  B 

2, 6
21,9 2  4,4 
L=
9,8  2 

= 48,93 x 1,13

= 55,29 m
Lampiran E

Pengolahan data fly rock geometri usulan teori R.L.Ash

Berdasarkan geometri peledakan usulan teri R.L.Ash fly rock dihitung


menurut Ricard and Moore.

Cratering
2, 6
K2  m 
L=  
g  SH 

2, 6
21,9 2  5 
=  
9,8  1, 

= 48,93 x 8,1

= 393 m

Face burst
2, 6
K2  m 
L=  
g  B 

2, 6
21,9 2  5 
L=  
9,8  2 

= 48,93 x 1,33

= 52,35 m
Lampiran F. Peta geologi PT. BSP
Lampiran G. Peta kesampaian daerah PT. BSP
Lampiran H. Peta Topografi
Lampiran I

Pengukuran Fly Rock

Gambar 1 GPS

Gambar 2 Pengambilan titik koordinat fly rock


Gambar 3 Pengukuran dimensi fly rock

Gambar 4 Pengukuran kedalaman stemming


Lampiran J.

Dokumentasi lapangan

Gambar 5 Lokasi pemboran

Gambar 6 Mata bor


Gambar 7 Pemasangan dynamid dengan detonator

Gambar 8 Kegiatan pemboran


Gambar 9. Kabel induk

Gambar 10 Blasting Machine


Gambar 11 Ohm meter

Gambar 12 Detonator
Gambar 12 Fly rock mengenai mes
SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : NOVRIANTO

NPM : 1610024427065

Program Studi : Teknik Pertambangan

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat dengan judul:

”Analisis Pengaruh Geometri Peledakan Terhadap Fly Rock Hasil Peledakan

di PT. Bintang Sumatra Pacific Kec. Pangkalan Kab. Lima Puluh Kota”

Adalah benar benar hasil karya sendiri atau bukan merupakan plagiat skripsi

orang lain. Apabila kemudian hari dari pernyataan saya tidak benar, maka saya

bersedia menerima sanksi akademis yang berlaku (dicabut predikat kelulusan dan

gelar sarjananya).

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya untuk dapat digunakan

sebagaimana mestinya.

Padang, 06 Agustus 2019


Pembuat Pernyataan

NOVRIANTO
YAYASAN MUHAMMAD YAMIN
SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI INDUSTRI (STTIND) PADANG
Jl. Prof. DR. Hamka No. 121 Telp. (0751) 7054350 Padang

BIODATA WISUDAWAN

No. Urut :
Nama : NOVRIANTO, ST
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat/Tgl Lahir : Kuamang, 08 November 1997
Nomor Pokok : 1610024427065
Mahasiswa
Program Studi : Teknik Pertambangan
Tanggal Lulus : 14 Juli 2020
IPK : 3,49
Predikat Lulus : Sangat Memuaskan
Judul Skripsi : Analisis Pengaruh Geometri Peledakan
Terhadap Fly Rock Hasil Peledakan di PT.
Bintang Sumatra Pacific Kec. Pangkalan Kab.
Lima Puluh Kota
Dosen : 1. Riam Marlina A, ST., MT
Pembimbing 2. Rizto Salia Zakri, ST., MT
Asal SLTA : SMK N 10 PADANG
Nama Orang Tua : 1. DARLIUS, S.pd (Ayah)
2. Alm. SAMSURNA (Ibu)
Pekerjaan Orang : PNS
Tua
Alamat /Telp/Hp : Kuamang, Jorong Kuamang, Nagari Panti
Timur Kecematan Panti, Kabupaten Pasaman,
Provinsi Sumatera Barat./ 081213002677
Email : novrianto639@gmail.com

Anda mungkin juga menyukai