Anda di halaman 1dari 9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Umum

Perencanaan geometrik jalan merupakan bagian dari perencanaan jalan yang dititikberatkan
pada perencanaan bentuk fisik, sehingga dapat memenuhi fungsi dasar dari jalan yaitu
memberikan pelayanan yang optimum pada arus lalu lintas dan sebagai akses ke rumah-rumah.
Jadi, tujuan dari perencanaan geometrik jalan adalah menghasilkan infrastruktur yang aman,
efisiensi pelayanan arus lalu lintas, dan memaksimalkan rasio tingkat penggunaan/biaya
pelaksanaan dengan berdasarkan sifat gerakan, ukuran kendaraan, sifat pengemudi dalam
mengendalikan gerak kendaraannya, dan karakteristik arus lalu lintas (Silvia Sukirman, 1999).

Perencanaan geometrik jalan secara umum terdiri atas dua bagian yaitu alinyemen
horizontal dan alinyemen vertical yang menyangkut aspek-aspek perencanaan elemen jalan,
tikungan, kelandaian jalan, dan jarak pandangan serta kombinasi dari bagian-bagian tersebut,
baik untuk satu ruas jalan, maupun untuk perlintasan diantara dua atu lebih ruas-ruas jalan.

2.2. Perencanaan Trase Jalan

Trase jalan adalah garis rencana yang menghubungkan dan menyatakan jalur garis tengah
dari jalan yang akan dibuat. Perencanaan trase jalan dibuat berdasarkan kontur. Dengan
demikian, perencanaan trase jalan dibuat berdasarkan kondisi yang ada (Silvia Sukirman, 1999).

Sebelum membuat trase jalan yang akan direncanakan, maka terlebih dahulu kita melihat
beberapa syarat, antara lain:

1. Syarat ekonomis
 Pertama, dilihat apakah di daerah sekitar yang akan dibuat trase jalan baru, sudah
ada jalan lama atau tidak
 Untuk membuat jalan, diperlukan beberapa material seperti batu dan pasir yang
banyak, maka perlu diperkirakan tempat penggalian material yang letaknya
berdekatan dengan lokasi pembuatan jalan.
2. Syarat Teknis
Untuk mendapatkan jalan yang bisa menjamin keselamatan jiwa dan dapat
memberi rasa nyaman berkendara bagi pengemudi kendaraan bermotor maka perlu
diperhatikan beberapa faktor, antara lain sebagai berikut:
1. Keadaan geografi
Keadaan geografi adalah keadaan permukaan (medan) dari daerah-daerah yang
akan dilalui oleh jalan yang akan dibuat yang akan dapat dilihat dalam peta
topografi. Peta topografi diperlukan untuk menghindari bukit-bukit, tanah yang
berlereng terjal, tanah yang berawa-rawa, dan lainnya. Apabila diperlukan, maka
dapat dilakukan survei pengukuran topografi ulang demi ketelitian kerja.
2. Keadaan geologi
Keadaan geologi dari daerah yang akan dilalui harus diperhatikan juga karena
banyak fakta yang menunjukkan adanya bagian jalan yang rusak akibat pengaruh
keadaan geologi. Dengan adanya data yang menyatakan keadaan geologi
permjukaan medan dari daerah yang akan dibuat, dapat dihindari daerah yang
rawan.
(RSNI. T-14-2004)

2.3. Kondisi Medan

Kondisi medan menunjukkan besarnya kemiringan dalam suatu jarak horizontal yang
dinyatakan dalam persen. Sebuah kendaraan bermotor akan mampu menanjak dalam batas-batas
landai tertentu. Kemampuan menanjak ini, selain dipengaruhi oleh besarnya landau jalan juga
dipengaruhi oleh penjangnya landai jalan. Jadi, ada batas landai jalan yang disebut landau
maksimum yaitu besarnya harus disesuaikan dengan panjang landau yang disebut panjang kritis.

Spesifikasi standar untuk perencanaan geometrik jalan luar kota dari Bina Marga (rancangan
akhir) dengan ketentuan sebagai berikut:

Tabel 2.1. Spesifikasi Kemiringan Standar Bina Marga

2.4. Lebar Jalan

2.4.1. Jalur

Lebar jalur sangat ditentukan oleh jumlah dan lajur permukaannya. Lebar jalur minimum
adalah 4,5 meter, memungkinkan 2 kendaraan kecil saling berpapasan. Papas an dua kendaraan
besar yang terjadi sewaktu-waktu dapat menggunakan bahu jalan
Tabel 2.2. Penentuan Lebar Jalur dan Bahu Jalan

(Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan, 1997)

2.4.2. Lajur

Lajur adalah bagian jalur lalu lintas yang memanjang, dibatasi oleh marka jalur jalan dan
memiliki lebar yang cukup untuk dilewati suatu kendaraan bermotor sesuai kendaraan rencana.
Lebar jalur tergantung pada kecepatan dan kendaraan rencana, yang dalam hal ini dinyatakan
dengan fungsi dan kelas jalan.

Jumlah lajur ditetapkan dengan mengacu kepada MKJI berdasarkan tingkat kinerja yang
direncanakan, dimana untuk suatu ruas jalan dinyatakan oleh nilai rasio antara volume terhadap
kapasitas yang nilainya tidk lebih dari 0,80.

Tabel 2.3. Lebar Lajur Jalan Ideal

(Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan, 1997)


2.4.3. Bahu Jalan

Bahu jalan adalah bagian jalan yang terletak di tepi jalur lalu lintas dan harus diperkeras.
Fungsi bahu jalan adalah sebagai berikut:

1. Lajur lalu lintas darurat, tempat berhenti sementara, dan atau tempat parker darurat
2. Ruang bebas samping bagi lalu lintas
3. Penyangga sampai untuk kestabilan perkerasan jalur lalu lintas

Kemiringan bahu jalan normal yaitu antara 3 – 5 % dan lebar bahu jalan dapat dilihat dalam
tabel 2.2 (Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan, 1997).

2.5. Alinyemen Horizontal

Alinyemen horizontal adalah proyeksi sumbu jalan pada bidang horizontal, yang dikenal
juga dengan nama “situasi jalan” atau “trase jalan”. Alinyemen horizontal terdiri dari garis-garis
lurus yang dihubungkan dengan garis-garis lengkung yang terdiri dari busur lingkaran ditambah
dengan busur peralihan, busur peralihan saja, atau busur lingkaran saja. Ada beberapa hal yang
harus diperhatikan dalam perencanaan alinyemen horizontal, yaitu sebagai berikut:

1. Penentuan nilai Fmaks

Tabel 2.4. Besar Rmin dan Dmaks untuk Beberapa Kecepatan Rencana

(Dasar-Dasar Perencanaan Geometrik Jalan, 1999)

2. Menentukan nilai Rmin


Tabel 2.5. Jari-Jari Tikungan Minimum, Rmin

(RSNI-2004)

3. Menentukan nilai Rc

Tabel 2.6. Hubungan Parameter Perencanaan Lengkung Horizontal dengan Kecepatan


Rencana

4. Alinyemen jalan sedapat mungkin dibuat lurus, mengikuti keadaan topografi. Hal ini akan
memberikan keindahan bentuk, komposisi yang baik antara jalan dan alam serta biaya yang
murah.
5. Pada alinyemen jalan sebaiknya didahului oleh lengkung yang lebih tumpul pada jalan yang
relatif lurus dan panjang, agar pengemudi tidak terkejut dan mempunyai kesempatan
memperlambat kecepatannya.
6. Hindari penggunaan radius minimum untuk kecepatan rencana tertentu sehingga jalan
tersebut lebih mudah disesuaikan dengan perkembangan lingkungan dan fungsi jalan
7. Sedapat mungkin menghindari tikungan ganda, yaitu gabungan dua tikungan searah dengan
jari-jari berlainan
8. Hindari lengkung berbalik yang mendadak. Pada keadaan ini, pengemudi kendaraan sangat
sukar mempertahankan diri pada jalur jalannya dan juga kesukaran dalam pelaksanaan
kemiringan melintang jalan
9. Pada tikungan gabungan, harus dilengkapi lengkung peralihan sepanjang paling tidak 20 m
10. Pada sudut-sudut tikungan kecil, panjang lengkung yang diperoleh dari perhitungan sering
kali tidak cukup panjang sehingga memberi kesan patahnya jalan tersebut
11. Sebaiknya hindari lengkung tajam pad timbunan yang tinggi, dengan jumlah lengkungan
dengan rincian:

 Spiral-spiral adalah tikungan yang terdiri atas dua lengkung spiral

Gambar 2.1. Spiral-Spiral


(RSNI-2004)

 Spiral-circle-spiral adalah tikungan yang terdiri atas satu lengkung circle dan dua
lengkung spiral

Gambar 2.2. Spiral-Circle-Spiral


(RSNI-2004)

 Full circle adalah tikungan yang berbentuk busur lingkaran secara penuh. Tikungan
ini memiliki satu titik pusat lingkaran dengan jari-jari yang seragam
Gambar 2.3. Full Circle
(RSNI-2004)

12. Lengkung peralihan adalah lengkung yang disisipkan diantara bagian lurus dan bagian
lengkung yang berjari-jari tetap. Berdasarkan ketetapan ini, maka panjang lengkung
peralihan, yaitu:
 Berdasarkan waktu tempuh, Ls = (V rencana / 3,6) x T
 Berdasarkan antisipasi gaya sentrifugal (metode SHORTT), Ls = 0,022 x (V
rencana3/RC) – 2,727 x (V rencana x e / C)
 Berdasarkan tingkat pencapaian perubahan kelandaian, Ls = (em – en ) x V rencana /
(3,6 x r )

2.6. Alinyemen Vertikal

Alinyemen vertikal adalah perpotongan bidang vertikal dengan bidang permukaan


perkerasan jalan melalui sumbu jalan untuk jalan 2 lajur 2 arah atau melalui tepi dalam masing-
masing perkerasan untuk jalan dengan median. Seringkali disebut juga sebagai penampang
memanjang jalan (Silvia Sukirman, 1999).

Alinyemen vertikal terdiri dari garis-garis lurus dan garis-garis lengkung. Garis lurus
tersebut dapat datar, mendaki atau menurun, biasa disebut berlandai. Landai jalan dinyatakan
dengan persen. Pada umumnya gambar rencana suatu jalan dibaca dari kiri ke kanan, maka
landai jalan diberi tanda positif untuk pendakian dari kiri ke kanan, dan landai negatif untuk
penurunan dari kiri. Pendakian dan penurunan memberi efek yang berarti terhadap gerak
kendaraan (Silvia Sukirman, 1999).

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam perencanaan alinyemen horizontal, yaitu
sebagai berikut:

1. Penentuan panjang kritis untuk kelandaian yang melebihi kelandaian maksimum standar,
berdasarkan pada tabel 2.7.
Tabel 2.7. Panjang Kritis untuk Kelandaian yang Melebihi Kelandaian Maksimum
Standar
(Dasar-Dasar Perencanaan Geometrik Jalan, 1999)

Kelandaian maksimum yang sesuai dengan VR , ditetapkan sesuai tabel 2.8

Tabel 2.8. Kelandaian Maksimum ang Diijinkan untuk Jalan Arteri Perkotaan

(RSNI. T-14-2004)

2. Lengkung vertikal harus disediakan pada setiap lokasi yang mengalami kelandaian, dengan
tujuan untuk mengurangi goncangan akibat perubahan kelandaian dan untuk menyediakan
jarak pandang henti. Ada dua jenis lengkung vertikal dilihat dari letak titik perpotongan
kedua bagian lurus (tangen), yaitu sebagai berikut:
 Lengkung vertikal cekung, yaitu lengkung yang titik perpotongan antara kedua
tangen berada di bawah permukaan jalan.
 Lengkung vertikal cembung, yaitu lengkung yang titik perpotongan kedua tangen
berada di atas permukaan jalan.
(RSNI. T-14-2004)

2.7. Volume Galian dan Timbunan


Prinsip perhitungan volume adalah satu luasan dikalikan dengan satu wakil tinggi. Apabila
ada beberapa luasan atau beberapa tinggi, maka dibuat wakilnnya misalnya dengan merata-
ratakan luasan ataupun merata-ratakan tingginya (Yuwono, 2013).

Cara menghitung volume dengan Borrow Pit adalah dengan membagi daerah tersebut
kedalam beberapa “kapling” yang seragam, biasanya bujur sangkar atau empat persegi panjang

Rumus yang digunakan :


A
Volume = ¿
4
Keterangan :
A = luas penampang satu kapling yang seragam ( m2 )
h1 = tinggi yang digunakan untuk menghitung volume 1 kali ( m )
h2 = tinggi yang digunakan untuk menghitung volume 2 kali ( m )
h3 = tinggi yang digunakan untuk menghitung volume 3 kali ( m )
h4 = tinggi yang digunakan untuk menghitung volume 4 kali ( m )

Anda mungkin juga menyukai