(STUDI KASUS)
SKRIPSI
Oleh :
FAKULTAS TEKNIK
MEDAN
2010
(STUDI KASUS)
SKRIPSI
Oleh :
Disetujui Oleh :
Diketahui Oleh :
FAKULTAS TEKNIK
MEDAN
2010
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Umum
Perencanaan jalan terdiri dari dua bagian yaitu geometrik dan tebal perkerasan.
Perencanaan geometrik jalan merupakan bagian perencanaan jalan yang dititik beratkan pada
perencanaan bentuk fisik, sehingga dapat memenuhi fungsinya untuk memberikan pelayanan
yang optimum pada arus lalu lintas dan akses antar kota.
Yang menjadi dasar perencanaan geometrik adalah sifat gerakan, sikap pengemudi dalam
mengendalikan gerakan kendaraan dan karakteristik arus lalu lintas. Sedangkan perencanaan
tebal perkerasan mempunyai lingkup perencanaan bahan dan perencanaan tebal perkerasan
menurut suatu metode tertentu.
1.2 Latar Belakang
Perencanaan geometrik adalah bagian dari perencanaan jalan yang bersangkut paut dengan
dimensi nyata dari bentuk fisik dari suatu jalan beserta bagian-bagiannya, masing-masing
disesuaikan dengan tuntutan serta sifat-sifat lalu lintas untuk memperoleh modal layanan
transportasi yang mengakses hingga ke rumah-rumah.
Dalam perencanaan geometrik jalan terdapat beberapa parameter perencanaan seperti kendaraan
rencana, kecepatan rencana, volume dan kapasitas jalan, dan tingkat pelayanan yang diberikan
oleh jalan tersebut. Parameter – parameter ini merupakan penentu tingkat kenyamanan dan
keamanan yang dihasilkan oleh suatu bentuk geometrik jalan
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menentukan trase diantaranya yaitu:
Walaupun kita tahu bahwa jarak yang tersingkat untuk menghubungkan dua tempat adalah
merupakan garis lurus, tetapi dalam hai ini tidak mungkin untuk membuat centre line selurus –
lurusnya karena banyak menghadapi rintangan – rintangan yang berupa bukit, lembah, sungai
yang sukar dilalui, maka trase jalan dibuat sedemikian rupa dengan memperhatikan faktor
keamanan dan kenyamanan pemakai jalan.
Pada perencanaan disini hanya akan dibahas perhitungan koordinat dari peta topografi. Yaitu
dengan cara menginterpolasi koordinat yang telah ada pada peta topografi yaitu dengan adanya
perpotongan sumbu X dan sumbu Y.
1.3.1 Maksud
Menghasilkan desain geometrik tikungan secara teoritis yang sesuai untuk kondisi dilapangan
(medan) yaitu jalan lintas Medan-Brastagi diantara Sta 56+650-56+829 sepanjang ±179 meter
1.4 Permasalahan
Setelah mengkaji beberapa referensi yang berhubungan dengan judul skripsi ini, dijumpai
beberapa permasalahan pada desain geometrik yaitu sebagai berikut :
1. Lengkung horizontal
2. Superelevasi
3. Desain Geometrik
4. Kondisi permukaan jalan
5. Pelebaran tikungan
6. Kecepatan rencana
7. Lebar jalan rencana
8. Berem
Karena terbatasnya kemampuan, referensi serta terbatasnya waktu yang tersedia maka penulis
hanya meninjau :
1. Lengkung horizontal
2. Desain geometrik
3. Superelevasi
4. Kecepatan rencana
5. Lebar jalan rencana
Metode yang dilakukan untuk memperoleh data dilapangan yang berupa koordinat (X,Y) dan
elevasi (Z) yaitu:
Metode yang yang dilakukan untuk pengambilan data dilapangan menggunakan alat Theodolit
jenis Sokkia T160.
Adapun ruas yang ditandai untuk diukur adalah tepi kiri, sumbu jalan, dan tepi kanan setiap
meter ± 179 m ( sepanjang tikungan yang skan ditinjau
e) Menganalisa data dengan menggunakan software khusus yakni Autodesk Land Desktop dan
Civil Design.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Umum
Geometrik merupakan bagian dari perencanaan jalan yang dititik beratkan perencanaan bentuk
fisik sehingga dapat memenuhi fungsi dari jalan yaitu memberikan pelayanan yang optimum
pada arus lalu lintas dan sebagai akses kerumah–rumah. Dalam lingkup perencanaan geometrik
tidak termasuk perencanaan tebal perkerasan jalan walaupun dimensi dari perkerasan merupakan
bagian dari perencanaan geometrik sebagai bagian dari perencanaan jalan seutuhnya. Demikian
juga dengan drainase jalan. Jadi tujuan dari perencanaan geometrik jalan adalah menghasilkan
infrastruktur yang aman,efisiensi pelayanan arus lalu lintas dan memaksimalkan ratio tingkat
penggunaan / biaya pelaksanaan. Ruang,bentuk dan ukuran jalan dikatakan baik jika dapat
memberikan rasa aman dan nyaman kepada pemakai jalan.
Yang menjadi dasar perencanaan geometrik adalah sifat gerakan dan ukuran kendaraan, sifat
pengemudi dalam mengendalikan gerak kendaraannya, dan karakteristik arus lalu lintas. Hal –
hal tersebut haruslah menjadi bahan pertimbangan perencana sehingga dihasilkan bentuk dan
ukuran jalan,serta ruang gerak kendaraan yang memenuhi tingkat kenyamanan dan keamanan
yang diharapkan.
Alinyemen horizontal ialah proyeksi sumbu jalan pada bidang horizontal. Alinyemen horizontal
dikenal juga dengan nama “situasi jalan” atau “trase jalan”. Alinyemen horizontal terdiri dari
garis-garis lengkung. Garis lengkung tersebut dapat terdiri dari busur lingkaran ditambah busur
peralihan, busur peralihan saja ataupun busur lingkaran saja.
Pada alinyemen horizontal akan terlihat apakah jalan tersebut merupakan jalan lurus, menikung
kekiri, atau kekanan. Sumbu jalan terdiri dari serangkaian garis lurus, lengkung berbentuk
lingkaran dan lengkung peralihan dari bentuk garis lurus ke bentuk busur lingkaran. Perencanaan
geometrik jalan memfokuskan pada pemilihan letak dan panjang dari bagian-bagian ini, sesuai
dengan kondisi medan sehingga terpenuhi kebutuhan akan mengoperasikan lalu lintas, dan
keamanan ditinjau dari jarak pandangan dan sifat pengemudi kendaraan ditikungan.
Gesekan melintang antara ban kendaraan dengan permukaan jalan bersama-sama dengan
komponen berat kendaraan akibat adanya kemiringan melintang lengkung horizontal digunakan
untuk mengimangi gaya sentrifugal yang timbul. Gaya-gaya yang bekerja digambarkan seperti
pada gambar berikut yaitu gaya sentrifugal (F), berat kendaraan (G), dan gaya gesekan antara
ban dan permukaan jalan (Fs).
Karena nilai ef itu kecil, maka dapat diabaikan dengan demikan diperoleh rumus umum untuk
lengkung horizontal sebagai berikut :
Jika V dinyatakan dalam km/jam, g=9.81 m/det², dan R dalam (m), maka diperoleh :
………………………………………………………………………(2.1)
Ketajaman lengkung horizontal dinyatakan dengan besarnya radius dari lengkung tersebut atau
dengan besarnya derajat lengkung. Derajat lengkung adalah besarnya sudut lengkung yang
menghasilkan panjang busur 25 m, seperti pada gambar berikut :
Gambar 2.2 : Korelasi Antara Derajat Lengkung (D) dan radius lengkung (R)
Semakin besar (R) semakin kecil (D) dan semakin tumpul lengkung horizontal rencana.
Sebaiknya semakin kecil (R), semakin besar (D) dan semakin tajam lengkung horizontal yang
direncanakan, ini berarti :
Maka :
Dari persamaan (2.1) terlihat bahwa besarnya radius lengkung horizontal dipengaruhi oleh nilai e
dan f serta nilai kecepatan rencana yang ditetapkan. Ini berarti terdapat nilai radius minimum
atau derajat lengkung maksimum untuk nilai superelevasi maksimum dan koefisien gesekan
melintang meksimum. Lengkung tersebut dinamakan lengkung tertajam yang dapat direncanakan
untuk satu nilai kecepatan rencana yang dipilih pada satu nilai superelevasi maksimum.
……………………………………………………….(2.2)
atau
……………………………………………….(2.3)
Tabel 2.1 memberikan nilai R minimum yang dapat dipergunakan untuk superelevasi 8% dan
10% serta untuk koefisien gesekan melintang maksimum sehubungan dengan nilai kecepatan
rencana yang dipilih.
Tabel 2.1 : Besarnya R minimum dan D minimum untuk beberapa kecepatan rencana dengan
mempergunakan persamaan (2.2) dan (2.3).
Kecepatan
e maks R min R minimal D maks
Rencana
f maks
(m/m’) (perhitungan) (desain) (desain)
(Km/jam)
0.10 47.363 47 30.48
40 0.166
0.08 51.213 51 28.09
0.10 75.858 76 18.85
50 0.160
0.08 82.192 82 17.47
0.10 112.041 112 12.79
60 0.153
0.08 121.659 122 11.74
0.10 156.522 157 9.12
70 0.147
0.08 170.343 170 8.43
0.10 209.947 210 6.82
80 0.140
0.08 229.062 229 6.25
90 0.10 0.128 280.350 280 5.12
0.08 307.371 307 4.67
0.10 366.233 366 3.91
100 0.115
0.08 403.796 404 3.55
0.10 470.497 470 3.05
110 0.103
0.08 522.058 522 2.74
0.10 596.768 597 2.40
120 0.090
0.08 666.975 667 2.15
Suatu kendaraan bergerak dengan kecepatan tetap (V) pada bidang datar atau miring dengan
lintasan berbentuk suatu lengkung seperti lingkaran, maka pada kendaraan tersebut bekerja gaya
kecepatan (V) dan gaya sentrifugal (F). Gaaya sentrifugal mendorong kendaraan secara radial
keluar dari lajur jalannya berarah tegak lurus terhadap gaya kecepatan (V). Gaya ini
menimbulkan rasa tidak nyaman pada pengemudi .
Dimana :
m = Massa = G/g
G = Berat kendaraan
a = Percepatan sentrifugal
F = V²/R
V = Kecepatan kendaraan
F= ………………………………………………………………………………………………
(2.4)
Untuk dapat mempertahankan kendaraan tersebut tetap pada sumbu lajur jalannya, maka perlu
adanya gaya yang dapat mengimbangi gaya tersebut sehingga tejadi suatu keseimbangan.
Gaya gesekan melintang (Fs) adalah besarnya gesekan yang timbul antara ban dan permukaan
jalan dalam arah melintang jalan yang berfungsi untuk mengimbangi gaya sentrifugal.
Perbandingan antara gaya gesekan melintang dan gaya normal yang bekerja disebut koefisien
gesekan melintang. Besarnya koefisien gesekan melintang dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti jenis dan kondisi ban, tekanan ban, kekasaran permukaan perkerasan, kecepatan
kendaraan, dan keadaan cuaca.
Terdapatnya faktor-faktor yang membatasi seperti yang disebutkan diatas serta timbulnya hal-hal
tersebut tidaklah sama untuk setiap tempat, maka dengan demikian akan terdapat beragam nilai
superelevasi maksimum jalan yang diperbolehkan untuk setiap tempat dan negara.
Dengan mempertimbangkan faktor keselamatan pemakai jalan, ditinjau dari segi kelelahan
pengemudi, maka panjang maksimum bagian jalan yang lurus harus ditempuh dalam waktu tidak
lebih dari 2,5 menit (sesuai Vr). Panjang bagian lurus dapat ditetapkan dari tabel 2.1
Sumber : Tata Cara Perencanaan Jalan Antar Kota Dep.P.U Direktorat Jendral Bina Marga,
September 1997
Superelvasi adalah suatu kemiringan melintang ditikungan yang berfungsi mengimbangi gaya
sentrifugal yang diterima kendaraan pada saat berjalan melaluli tikungan pada kecepatan rencana
(Vr). Superelevasi ditetapkan 10%. Komponen berat kendaraan untuk mengimbangi gaya
sentrifugal diperoleh dengan membuat kemiringan melintang jalan. Kemiringan melintang jalan
pada lengkung horizontal yang bertujuan untuk memperoleh komponen berat kendaraan guna
mengimbangi gaya sentrifugal atau biasanya disebut superelevasi. Semakin besar superelvasi
maka semakin besar pula komponen berat kendaraan yang diperoleh.
Superelvasi maksimum yang dapat dipergunakan pada suatu jalan raya dibatasi oleh beberapa
keadaan seperti :
1) Keadaan cuaca seperti sering turun hujan, berkabut. Di daerah yang memiliki empat
musim, superelvasi yang dipilih dipengaruhi juga oleh sering dan banyaknya salju yang turun.
2) Jalan yang berada didaerah yang sering hujan,berkabut atau yang sering turun salju,
superelevasi maksimum lebih rendah dari pada jalan yang berada didaerah yang selalu bercuaca
baik.
3) Keadaan medan seperti datar, berbukit, atau pegunungan. Didaerah datar superelevasi
dapat dipilih lebih tinggi daripada didaerah berbukit-bukit, atau didaerah pegunungan.
Pencapaian kemiringan melintang jalan dari kemiringan jalan normal pada jalan lurus ke
kemiringan melintang sebesar superelevasi dan sebaliknya dilakukan pada awal dan akhir
lengkung. Panjang lengkung peralihan menurut Bina Marga diperhitungkan sepanjang mulai dari
penampang melintang berbentuk crown (lihat gambar 2.3) sampai penampang melintang dengan
kemiringan superelevasi . Sedangkan menurut AASHTO’90 memperhitungkan panjang
lengkung peralihan dari penampang melintang berbentuk (lihat gambar 2.4)sampai penampang
melintang dengan kemiringan sebesar superelevasi.
Gambar 2.3 : Bentuk penampang melintang jalan saat dimulai perhitungan superelevasi menurut
Bina Marga
Gambar 2.4 : Bentuk penampang melintang jalan saat dimulai perhitungan superelevasi menurut
AASHTO
Pada jalan lurus kendaraan bergerak tanpa membutuhkan kemiringan melintang jalan. Tetapi
agar air hujan yang jatuh dari atas permukaan jalan cepat mengalir kesamping dan masuk ke
selokan amping, maka dibuatkan kemiringan jalan melintang yang umum disebut sebagai
kemiringan jalan normal. Besarnya kemiringan melintang normal ini sangat tergantung dari jenis
lapis permukaan yang dipergunakan. Semakin kedap air muka jalan tersebut semakin landai
kemiringan melintang jalan yang dibutuhkan, sebaliknya lapis permukaan yang mudah dirembesi
oleh air harus memiliki kemiringan melintang jalan yang cukup besar, sehingga kerusakan
kontruksi dapat dihindari. Besarnya kemiringan melintang ini (en) berkisar antara 2% s/d 4%.
Bentuk kemiringan melintang normal pada jalan 2 lajur 2 arah umumnya berbentuk seperti pada
gambar 2.1.
Pada jalan dengan median kemiringan melintang dibuat untuk masing-masing jalur. Jika
kendaraan melakukan gerakan belok ke kiri dan kendaraan bergerak disebelah kiri, maka pada
bentuk kemiringan normal kendaraan tersebut telah mempunya superelevasi sebesar (en). Tetapi
jika kendaraan berbelok ke kanan (en) memberikan superelvasi negatif. Hal tersebut masih dapat
dipertahankan pada lengkung-lengkug tumpul. Berarti terdapat harga batasan R dimana bentuk
superelevasi penuh dibutuhkan.
Bentuk lengkung peralihan dapat berupa parabola atau spiral (clothoid). Panjang lengkung
peralihan ditetapkan atas pertimbangan bahwa :
1) Lama waktu perjalan perlu dibatasai untuk menghindarkan kesan perubahan alinyemen
yang mendadak, ditetapkan selama 3 detik pada kecepatan (Vr).
2) Gaya sentrifugal yang bekerja pada kendaraan dapat diantisipasi berangsur-angsur pada
lengkung peralihan dengan aman.
3) Tingkat perubahan kelandaian melntang jalan (re) dari bentuk kelandaian normal sampai ke
kelandaian superelvasi penuh tidak boleh melampaui (re) maksimal yang ditetapkan sebagai
berikut :
4) Lengkung peralihan (Ls) ditentukan dari 3 rumus dibawah ini dan diambil nilai yang
terbesar :
…………………………………………………………(2.5)
………………………………………(2.6)
……………………………………………………(2.7)
Dimana :
Tabel 2.7 memberikan panjang lengkung peralihan minimum yang diperoleh dari panjang
terpanjang dan besarnya superelevasi yang dibutuhkan untuk setiap radius yang dipilih pada
kecepatan rencana tertentu dan superelevasi maksimum = 10%. Kelandaian relatif maksimum
yang dipergunakan dan dasar pengukuran panjang lengkung peralihan Ls mengikuti yang
diberikan oleh AASHTO.
Tabel 2.8 dipersiapkan untuk nilai kelandaian relatif maksimum dan dasar pengukuran panjang
lengkung peralihan Ls mengikuti yang diberikan oleh Bina Marga (luar kota).
Tabel 2.9 dan 2.10 dipersiapkan mengikuti metoda ASSHTO dan Bina Marga untuk superelevasi
maksimum 8%.
Selain menggunakan rumus-rumus (2.5), (2.6), (2.7), untuk tujuan praktis lengkung peralihan
(Ls) dapat ditetapkan dengan menggunakan tabel 2.3.
Tabel 2.3 : Panjang Lengkung Peralihan (Ls), dan Panjang Pencapaian Superelevasi (Le) untuk
1 jalur – 2 jalur – 2 arah
VR Superlevasi, e (%)
2 4 6 8 10
Km/jam Ls Le Ls Le Ls Le Ls Le Ls Le
20
30
40 10 20 15 25 15 25 25 30 35 40
50 15 25 20 30 20 30 30 40 40 50
60 15 30 20 35 25 40 35 50 50 60
70 20 35 25 40 30 45 40 55 60 70
80 30 55 40 60 45 70 65 90 90 120
90 30 60 40 70 50 80 70 100 10 130
100 35 65 45 80 55 90 80 110 0 145
110 40 75 50 85 60 100 90 120 11 –
120 40 80 55 90 70 110 95 135 0 –
Sumber: Tata Cara Perencanaan geometrik Jalan Antar Kota Dep.P.U Direktorat Jendaral
Bina Marga September 1997
Lengkung dengan jari-jari (R) labih besar atau sama dengan yang ditunjukkan pada tabel 2.4
tidak perlu menggunakan lengkung peralihan.
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar kota Dep. P.U Direktorat Jendral
Bina Marga, September 1997
Jika lengkung peralihan digunakan, posisi lintasan bergeser dari bagian jalan yang lurus ke arah
sebelah dalam (lihat gambar 2.2) sebesar (p). Nilai p (m) dihitung berdasarkan rumus berikut :
…………………………………………………………………………(2.8)
Apabila nilai (p) kurang dari 0.25 meter, maka lengkung peralihan tidak diperlukan sehingga tipe
tikungan menjadi Full Circle (FC).
Gambar 2.6 : Bagian jalan yang lurus ke arah sebelah dalam sebesar (p)
1) Pengemudi dapat dengan mudah mengikuti lajur yang telah disediakan untuknya, tanpa
melintasi lajur lain yang berdampingan.
2) Memungkinkan mengadakan perubahan dari lereng jalan normal ke kemiringan sebesar
superelevasi secara berangsur-angsur sesuai dengan gaya sentrifugal yang timbul.
3) Memungkinkan mengadakan peralihan pelebaran perkerasan yang diperlukan dari jalan
lurus ke kebutuhan lebar perkerasan pada tikungan-tikungan tajam.
4) Menambah keamanan dan kenyamanan bagi pengemudi karena sedikit kemungkinan
pengemudi keluar lajur.
5) Menambah keindahan bentuk dari jalan tersebut, menghindari kesan patahnya jalan pada
batasan bagian lurus dan lengkung busur lingkaran.
Proses pencapaian kemiringan melintang sebesar superelevasi dari kemiringan melintang normal
pada jalan lurus sampai kemiringan melintang sebesar superelevasi pada lengkung berbertuk
bisur lingkaran, menyebabkan peralihan tinggi perkerasan sebelah luar dari elevasi kemiringan
normal pada jalan lurus ke elevasi sesuai kemiringan superelevasi pada busur lingkaran.
Landai relatif (1/m) adalah besarnya kelandaian akibat perbedaan elevasi tepi perkerasan sebelah
luar sepanjang lengkung peralihan. Perbedaan elevasi dalam hal ini hanya berdasarkan tinjauan
perubahan bentuk penampang melintang jalan, belum merupakan gabungan dari perbedaan
elevasi akibat kelandaian vertikal jalan.
Landai relatif
………………………………………………………(2.9)
Menurut AASHTO :
Landai relatif
…………………………………………………………(2.10)
Dimana :
= Landai relatif
Besarnya landai relatif maksimum dipengaruhi oleh kecepatan dan tingkah laku pengemudi.
Tabel 2.4 dan 2.5 memberikan beberapa nilai kelandaian relatif maksimum berdasarkan empiris,
sesuai yang di berikan oleh AASHTO ’90 dan Bina Marga (luar kota)
Pencapaian superelevasi dicapai secara bertahap dari kemiringan melintang normal pada bagian
jalan yang lurus sampai ke superelevasi penuh pada bagian lengkung. Pada tikungan tipe S-C-S,
pencapaian superelevasi dilakukan secara linier, diawali dari bentuk normal pada titik TS,
kemudian meningkat secara berangsur-angsur sampai mencapai superelevasi penuh pada titik
SC.(lihat gambar 2.7). Pada tikungan tipe Full Circle (FC) pencapaian superelevasi dilakukan
secara linier (lihat gambar (2.8).
Karena lengkung hanya berbentuk busur lingkaran saja, maka pencapaian superelevasi dilakukan
pada bagian jalan lurus dan sebagian lagi pada bagian lengkung. Karena bagian lengkung
peralihan itu sendiri tidak ada, maka panjang daerah pencapaian kemiringan disebut sebagai
panjang peralihan fiktip (Ls’). Bina Marga menempatkan ¾ Ls’ dibagian lurus (kiri TC atau
kanan CT) dan ¼ Ls’ ditempatkan dibagian lengkung (Kanan TC atau kiri CT). Sedangkan
AASHTO menempatkan 2/3 Ls’ dibagian lurus (kiri TC atau kanan CT) dan 1/3 Ls’ ditempatkan
dibagian lengkung (kanan TC atau kiri CT).
Untuk jalan raya dengan median (jalan raya terpisah) cara pencapaian kemiringan tersebut,
tergantung dari lebar serta bentuk penampang melintang median yang bersangkutan dan dapat
dilakukan dengan salah satu dari ke tiga cara berikut :
1) Masing-masing perkerasan diputar sendiri-sendiri dengan sumbu masing-masing.
2) Kedua perkerasan masing-masing diputar sendiri-sendiri dengan sisi-sisi median sebagai
sumbu putar. Sedang median dibuat tetap keadaan datar.
3) Seluruh jalan termasuk median diputar dalam satu bidang yang sama, sumbu putar adalah
sumbu median.
Tidak semua lengkung dapat dibuat berbentuik busur lingkaran sederhana, hanya lengkung
dengan radius besar yang diperbolehkan. Pada tikungan tajam, dimana radius lengkung kecil dan
superelevasi yang dibutuhkan besar, lengkung busur ligkaran akan menyebabkan perubahan
kemiringan melintang yang besar yang mengakibatkan timbulnya kesan patah pada tepi
perkerasan sebelah luar. Effek negatif tersebut dapat dikurangi dengan membuat lengkung
peralihan. Lengkung busur lingkaran sederhana hanya dapat dipilh untuk radius lengkung yang
besar, dimana suverelevasi yang dibutuhkan maksimal 3%. Radius yang memenuhi persyaratan
tersebut untuk setiap kecepatan rencana tertentu, merupakan jari-jari (R) yang terletak diatas
garis batas pada tabel 2.7, dan 2.8 untuk superelevasi maksimum 10% dan tabel 2.9, dan 2.10
untuk superelevasi maksimum 8% berikut.
Tabel 2.7 : Panjang lengkung peralihan minimum dan superelevasi yang dibutuhkan
LP = lereng luar diputar sehingga perkerasan mendapat superelevasi sebesar lereng jalan
normal = 2%
Tabel 2.8 : Panjang lengkung peralihan minimum dan superelevasi yang dibutuhkan
Keterangan :
LP = lereng luar diputar sehingga perkerasan mendapat superelevasi sebesar lereng jalan
normal = 2%
Tabel 2.9 : Panjang lengkung peralihan minimum dan superelevasi yang dibutuhkan
Keterangan :
LP = lereng luar diputar sehingga perkerasan mendapat superelevasi sebesar lereng jalan
normal = 2%
Tabel 2.10 : Panjang lengkung peralihan minimum dan superelevasi yang dibutuhkan
Keterangan :
LP = lereng luar diputar sehingga perkerasan mendapat superelevasi sebesar lereng jalan
normal = 2%
Jika bagian-bagian lurus dari jalan tersebut diteruskan akab memotong titik yang diberi nama PH
(Perpotongan Horizontal), sudut yang dibentuk dari oleh kedua garis lurus tersebut, dinamakan
“sudut perpotongan “, berisimbol (β). Jarak antara TC-PH diberi simbol (Tc). Ketajaman
lengkung diyentukan oleh radius (Rc). Jika lengkung dibuat simetris maka garis 0-PH
merupakan garis bagi sudut TC-O-CT. jarak antara titik PH dan busur lingkaran dinamakan Ec,
dan LC adalah panjang busur lingkaran.
Karena lengkung hanya berbentuk busur lingkaran saja. Maka pencapaian superelevasi dilakukan
sebagian pada jalan lurus dan sebagian lagi pada jalan lengkung. Karena peralihan lengkung itu
sendiri tidak ada, maka panjang daerah pencapaian kemiringan disebut sebagai panjang peralihan
fiktif (Ls’). Bina Marga menempatkan Ls’ dibagian lurus (kiri TC atau kanan CT) dan Ls’
ditempatkan dibagian lengkung (kanan TC atau kiri CT). Sedangkan AASHTO menenmpatkan
Ls’ dibagian lurus (kiri TC atau kanan CT) dan Ls’ dibagian lengkung (kanan CT atau kiri CT),
seperti terlihat pada gambar 2.10 dan 2.11 berikut.
Lengkung TS-SC adalah lengkung peralihan berbentuk spiral (clothoid) yang menghubungkan
bagian lurus dengan radius tak berhingga diawal spiral (kiri TS) dan sebgaian berbentuk
lingkaran dengan radius = Rc di akhir spiral (kanan SC). Titik Ts adalah titik peralihan bagian
lurus ke bagian berbentuk spiral dan titik SC adalah titik peralihan bagian spiral kenagian
lingkaran.
Guna membuat ruangan untunk spiral sehingga lengkung lengkung lingkaran dapat ditempatkan
di ujung lengkung spiral, maka lengkung lingkaran tersebut digeser kedalam pada posisi FF’
dimana HF = H’F’ = p terletak sejauh (k) dari awal lengkung peralihan (lihat gambar 2.12).
Radius minimum untuk lengkung spiral-circle-spiral ditentukan oleh panjang busur lingkaran
yang terjadi. Hal ini sangat tergantung dari sudut β yang direncanakan. Jadi Rmin untuk jenis
lengkung spiral-circle-spiral adalah radius yang menghasilkan Lc ≥ 20 m untuk sudut β yang
direncanakan. Tabel 2.7 s/d 2.10 hanyalah tabel yang membantu dalam perencanaan lengkung
horizontal, tetapi tidak semua nilai R yang ada pada tabel dapat dipergunakan untuk sudut β yang
direncanakan, terutama untuk sudut-sudut β yang kecil. Tabel 2.7 s/d 2.10 juga dipersiapkan
untuk kemiringan melintang normal 2% dan lebar perkerasan 2×3.75m. sejogyanyalah koreksi
harus dilakukan jika data perencanaan yang diambil berbeda dengan dasar perhitungan tabel-
tabel tersebut.
…………………………………………………………………………(2.11)
…………………………………………………………………….(2.12)
…………………………………………………….(2.13)
………………………………………………………(2.14)
…………………………………………………………(2.15)
………………………………………………………(2.16)
…………………………………………………………..(2.17)
………………………………………………………..(2.18)
Lengkung Horizontal berbentuk spiral-spiral adalah lengkung tanpa busur lingkaran, sehingga
titik SC berimpit dengan titik CS. Panjang busur lingkaran Lc = 0 dan θs = ½β. Rc yang dipilih
harus sedemikian rupa sehingga Ls yang dibutuhkan lebih besar dari Ls yang menghasilkan
landai relatif minimum yang disyaratkan. Jadi dalam hal ini tabel 2.7 s/d tabel 2.10 hanya
dipergunakan untuk menentukan besarnya superelevasi yang dibutuhkan saja. Panjang lengkung
peralihan Ls yang dipergunakan haruslah diperoleh dari persamaan , sehingga bentuk lengkung
adalah spiral dengan sudut θs = ½β
Dimana :
m (lihat tabel 2.5 dan 2.6)
B = Lebar jalan
en = Seperelevasi normal
Lsmin = ………………………………………………(2.20)
1. Modifikasi SHORTT
Lsmin = ……………………………………………(2.21)
Dimana :
Kendaraan Rencana adalah kendaraan yang dimensi dan radius putarnya dipakai sebagai acuan
dalam perencanaan geometrik. Kendaraan rencana dikelompokkan ke dalam 3 kategori :
Dimensi dasar untuk masing-masing dimensi kendaraan rencana ditunjukkan dalam tabel 2.11,
dan gambar 2.14 menampilkan sketsa dimensi kendaraan rencana tersebut.
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, Dept.P.U, Direktorat Jendral
Bina Marga, September 1997
Kecepatan rencana adalah : kecepatan yang dipilih untuk keperluan perencanaan setiap bagian
jalan raya seperti tikungan, kemiringan jalan, jarak pandang dan lain-lain. Kecepatan yang
dipilih tersebutadalah kecepatan tertinggi menerus diamana kendaraan dapat berjalan dengan
aman dan keamanan itu sepenuhnya tergantung dari bentuk jalan.
Untuk menghemat biaya tentu saja perencanaan jalan sepantasnya disesuaiakan dengan keadaan
medan. Sebaliknya fungsi jalan seringkali menuntut perencanaan jalan tidak sesuai dengan
kondisi medan dan sekitarnya.
Spesifikasi standar untuk perencanaan geometrik jalan luar kota dari Bipran, Bina Marga
(rancangan akhir) memberikan ketentuan sebagai berikut :
Dari klasifikasi medan seperti diatas mudah dimengerti jika kecepatan rencana daerah datar lebih
besar dari daerah perbukitan dan kecepan diadaerah perbukitan lebih besar dari daerah
pergunungan, seperti ditunjukkan pada tabel 2.12 berikut.
Tabel 2.12 : Kecepatan rencana sesuai kalsifikasi fungsi dan klasifikasi medan jalan
Kecepatan rencana yang diambil akan lebih besar besar untuk jalan luar kota dari pada didaerah
kota. Jalan raya dengan volume tinggi direncanakan dengan kecepatan tinggi, karena
penghematan biaya operasi kendaraan dan biaya operasi lainnya yang mengimbangi tambahan
biaya akibat diperlukannya tambahan biaya untuk pembebasan tanah dan kontruksi. Tetapi
sebaliknya jalan raya dengan volume lalulintas rendah tidak dapat direncanakan dengan
kecepatan rencana rendah, karena pengemudi memilih kecepatan bukan berdasarkan volume
lalulintas saja tetapi juga berdasarkan batasan fisik.
Kendaraan yang bergerak dari jalan lurus menuju ketikungan, seringkali tidak dapat
mempertahankan lintasannya pada lajur yang disediakan.Hal ini disebabkan karena :
1. Pada waktu membelok yang diberi belokan pertama kali hanya roda depan sehingga
lintasan roda belakang agak keluar lajur (off tracking).
2. Jejak lintasan kendaraan tidak lagi berimpit, karena bemper depan dan bemper belakang
kendaraan akan mempunyai lintasan yang berbeda dengan lintasan roda depan dengan
roda belakang kendaraan.
3. Pengemudi akan mengalami kesukaran akan mempertahankan lintasan tetap pada lajur
jalannya terutama pada tikungan-tikungan yang tajam atau pada kecepan-kecepatan yang
tinggi.
Untuk menghindari hal tersebut diatas maka pada tikungan-tikungan yang tajam perlu perkerasan
jalan diperlebar. Pelebaran perkerasan ini merupakan faktor dari jari-jari lengkung, kecepatan
kendaraan, jenis dan ukuran kendaraan rencana yang digunakan sebagai dasar perencanaan. Pada
umumnya truck tunggal merupakan jenis kendaraan yang dipergunakan sebagai penentu
tambahan lebar perkerasan yang dipergunakan. Tetapi pada jalan-jalan yang banyak dilewati
kendaraan berat, jenis kendaraan semi trailer merupakan kendaraan yang cocok dipilih untuk
kendaraan rencana. Tentu saja pemilihan jenis kendaraan rencana ini sangat mempengaruhi
kebutuhan akan pelebaran perkerasan dan biaya pelaksanaan jalan tersebut.
Untuk perencanaan geometrik antar kota Bina Marga memperhitungkan lebar perkerasan (B)
dengan mengambil posisi kritis kendaraan yaitu yaitu pada saat roda depan kendaraan pertama
kali dibelokkan dan tinjauan dilakukan untuk lajur sebelah dalam.
Kondisi tersebut dapat dilihat pada gambar 2.15 yang berdasarkan kendaraan rencana truck
tunggal.
Gambar 2.15 : Pelebaran perkerasan pada tikungal.
Dimana :
Rw = radius lengkung terluar lintasan kendaraan pada lengkung horizontal untuk lajur sebelah
dalam.
Besarnya Rw dipengaruhi oleh tonjolan depan (A) kendaraan dan sudut belokan roda depan
(𝛼).
Ri = radius lengkung terdalam dari lintasan kendaraan pada lengkung horizontaluntuk lajur
sebelah dalam. Besarnya Ri dipengaruhi oleh jarak kendaraan (p)
Rc = radius lengkung untuk lintasan luar roda depan yang besarnya dipengaruhi oleh
sudut 𝛼.
Tambahan lebar perkerasan akibat kesukaran dalam mengemudi ditikungan diberikan oleh
AASHTO sebagai fungsi dari kecepatan dan radius lajur sebelah dalam. Semakin tinggi
kecepatan kendaraan dan semakin tajam tikungan tersebut, semakin besar tambahan pelebaran
akibat kesukaran dalam mengenudi. Hal ini disebabkan oleh kecenderunagn terlemparnya
kendaraan kearah luar dalam gesekan manikung tersebut.
……………………………………………………………………………………………….(2.22)
Dimana :
V = kecepatan (km/jam)
Pelebaran pada tikungan dimaksudkan untuk mempertahankan konsistensi geometrik jalan agar
kondisi operasional lalulintas ditikungan sama dengan bagian lurus. Pelebaran jalan ditikungan
mempertimbangkan :
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Antar Kota,Dept.P.U, Direktorat jendral Bina
Marga
September 1997
Tabel 2.14 : Pelebaran Perkerasan ditikungan, Lebar jalur 2 x 3 m, 2 arah atau 1 arah
Jarak pandangan pengemudi kendaraan yang bergerak pada tepi sebelah dalam seringkali
dihalangi oleh gedung-gedung, hutan-hutan kayu,tebing galian dan sebagainya.Demi menjaga
keamanan pemakai jalan, panjang sepanjang jarak pandagan henti mininum harus terpengaruhi
sepanjang lengkung horizontal. Dengan demikian terdapat batas minimum jarak antara sumbu
lajur sebelah dalam dengan penghalang (m).
Banyaknya penghalang-penghalang yang mungkin terjadi dan sifat-sifat yang berbeda dari
masing-masing penghalang mengakibatkan sebaiknya faktor yang menimbulkan halangan
tersebut ditinjau sendiri-sendiri.
Penentuan batas minimum jarak antara sumbu lajur sebelah dalam ke penghalang ditentukan
berdasarkan kondisi diman jarak pandangan didalam lengkung, atau jarak pandangan < panjang
lengkung horizontal.
Gambar 2.16 : Diagram ilustrasi komponen untuk menentukan jarak pandang horizontal (daerah
bebas samping)
Jarak pandangan pada lengkung horizontal dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut
(AASHTO,2001) :
………………………………………………………(2.23)
Pada perencanaan alinyemen horizontal jalan, tak cukup hanya bagian alinyemen saja yang
memenuhi syarat, tetapi keseluruhan bagian haruslah memberikan kesan aman dan nyaman.
Lengkung yang tidak baik akan mengurangi kapasitas jalan, dan kenyamanan serta keamanan
pemakai jalan.
Tikungan pada umumnya terpaksa dibuat untuk penyesuaian dengan keadaan medan sekeliling,
sehingga pekerjaan tanah dapat seefisien mungkin.
1. Hindarkanlah sedapat mungkin lengkung yang berbalik dengan mendadak. Pada keadaan
ini pengemudi kendaraan sangat sukar mempertahankan diri pada lajur jalannya dan juga
kesukaran dalam pelaksanaan kemiringan melintang jalan. Jika terpaksa dibuatkan
tikungan berbalik, maka sebaiknya mempergunakan lengkung dengan lengkung peralihan
(lenkung berbentuk s-c-s), atau diantara kedua lengkung terdapat bagian lurus yang
pendek. Pada lengkung berbentuk busur lingkaran bagian lurus ini dapat sebagai tempat
untuk perubahan pencapaian kemiringan melintang jalan.
2. Pada sudut-sudut tikungan yang kecil, panjang lengkung yang diperoleh dari perhitungan
sering kali tidak cukup panjang. Sehingga memberi kesan patahnya jalan tersebut. Untuk
sudut tikungan 5˚, panjang lengkung sebaiknya dibuat lebih besar dari 150 m dan setiap
penurunan sudut lengkung 1˚, panjang lengkung ditambah 25 m.
3. Sebaiknya hindarkan lengkung yang tajam pada timbunan yang tinggi.
Yaitu dua atau lebih tikungan dengan arah putaran yang sama tetapi dengan jari-jari yang
berbeda (liaht gambar 2.17).
Yaitu gabungan dua tikungan dengan arah putaran yang berbeda (lihat gambar 2.18)
Penggunaan tikungan gabungan tergantung perbandingan R1 dan R2 :
………………..(2.24)
……………………………………………………………………………..(2.25)
Setiap tikungan gabungan balik arah harus dilengkapi dengan bagian lurus diantara kedua
tikungan tersebut sepanjang minimal 30 m (lihat gambar 2.20).
Gambar 2.19 : Tikungan gabungan searah dengan sisipan bagian lurus minimum sepanjang 20
m
Gambar 2.20 : Tikungan gabungan balik dengan sisipan bagian lurus minimum sepanjang 20 m
Penomoran (stationing) panjang jalan pada tahap perencanaan adalah memberikan nomor pada
interval-interval tertentu dari awal pekerjaan. Nomor jalan (STA jalan) dibutuhkan sebagai
sarana komunikasi untuk dengancepat mengenal lokasi yang sedang dibicarakan, selanjutnya
menjadi panduan untuk lokasi suatu tempat. Nomor jalan ini sangat bermanfaat pada saat
perencanaan dan pelaksanaan. Disamping itu penomoran jalan tersebut diperoleh informasi
tentang panjang jalan secara keseluruhan. Setiap STA jalan dilengkapi dengan gambar potongan
melintangnya.
Nomor jalan atau STA jalan ini sama fungsinya dengan patok Km disepanjang jalan.
Perbedaannya adalah :
1. Patok Km merupakan petunjuk jarak yang diukur dari patok Km 0, yang umumnya
terletak di ibukota provinsi atau kotamadya.
2. Patok STA merupakan petunjuk jarak yang diukur dari awal pekerjaan (proyek) sampai
dengan akhir pekerjaan.
3. Patok Km berupa patok permanen yang dipasang dengan ukuran standar yang berlaku.
4. Patok STA merupakan patok sementara selama masa peleksanaan ruas jalan tersebut.
STA jalan dimulai dari 0+000 m, yang berarti 0 km dan 0 m dari awal pekerjaan. STA 10+250
berarti lokasi jalan terletak pada jarak 10 km dan 250 m dari awal pekerjaan. Jika tidak terjadi
perubahan arah tangen pada alinyemen horizontal maupun alinyemen vertikal, maka penomoran
selanjutnya dilakukan :
1. Setiap 100 m pada medan datar
2. Setiap 50 m pada medan berbukit
3. Setiap 25 m pada medan pegunungan.
Pada tikunagan penomoran dilakukan pada setiap titik penting, jadi terdapat STA titik TC, dan
STA titik CT pada tikungan jenis lingkaran sederhana. STA titik TS, STA titik SC, STA titik CS,
dan STA titik ST pada tikungan jenis spiral-circle-spiral. Dan jenis tikungan jenis spiral-spiral.
BAB III
Metode yang dilakukan untuk memperoleh data dilapangan adalah dengan menggunakan alat
Theodolit jenis Sokkia SET160 yang bertempat di jalan lintas Medan-Brastagi diantara Sta
56+650 s/d 56+829 sepanjang ±179 meter.
Adapun langkah-langkah dalam pengambilan data yang dilakukan oleh penulis adalah sebagai
berikut :
1. Memberi tanda pada ketiga sisi ruas jalan yakni pada sisi sumbu jalan,tepi kiri dan tepi
kanan sepanjang ruas jalan yang ditinjau, sepeti terlihat pada gambar 3.2 , 3.3 dan 3.4
berikut.
Gambar 3.3 : Proses pembidikan dengan menggunakan prisma sebagi titik sasaran.
Hasil pengukuran dilapangan berupa koordinat (X,Y) dan elevasi (Z), diolah dan dilakukan
pendekatan dengan menggunakan software khusus untuk mendesain jalan raya yakni Autodesk
Land Desktop dan Civil Design, yang nantinya akan menghasilkan data dan keterangan-
keterangan alinyemen ruas jalan yang ditinjau dilapangan.
Autodesk Land Desktop dan Civil Design adalah sebuah aplikasi dari CAD untuk membuat
permukaan tanah (surface) secara digital atau biasa disebut Digital Terrain Models (DTM),
dengan memakai titik-titik (point) secara tiga dimensional sebagai referensi, dimana titik-titik
tersebut langsung diambil dari hasil pengukuran dilapangan dengan koordinat XY serta
elevasinya. Sedangkan Civil Design adalah penggunaan Digital Terrain Models (DTM) yang
telah dibuat di Land Desktop untuk merencanakan Jalan, Perpipaan, Saluran, Drainase dan
sebagainya.
Adapun data-data ataupun parameter yang dihasilkan oleh software tersebut antara lain berupa :
1. Trase jalan
2. Koordinat Station (Sta)
3. Koordinat PI (Point Intersection)
4. Koordinat TS/TC, SC, CS, ST/CT dan sebagainya
5. Deltha (Δ)
6. Theta (θ)
7. Jari-jari (Rc)
8. Nilai Es
9. Nilai parameter P
10. Nilai parameter K
Hasil pengukuran dilapangan berupa koordinat (x,y) dan elevasi (z), ditabulasikan seperti terlihat
pada table 3.1 berikut ;
Station Data Tepi Kiri Jalan Data Sumbu Jalan Data Tepi Kanan Jalan
Northing Easting Elevasi Northing Easting Elevasi Northing Easting Elevasi
(STA) (Y) (X) (Z) (Y) (X) (Z) (Y) (X) (Z)
0+044 4.253 14.922 -0.698 7.101 13.966 -0.986 10.15 13.618 -1.235
0+045 3.952 13.964 -0.626 6.798 13.013 -0.937 9.827 12.669 -1.201
0+046 3.672 12.998 -0.559 6.517 12.053 -0.889 9.535 11.706 -1.166
0+047 3.401 12.052 -0.496 6.261 11.087 -0.839 9.273 10.747 -1.132
0+048 3.165 11.064 -0.429 6.030 10.114 -0.798 9.028 9.778 -1.104
0+049 2.962 10.084 -0.362 5.825 9.135 -0.756 8.811 8.795 -1.062
0+050 2.771 9.104 -0.306 5.649 8.151 -0.698 8.629 7.814 -1.006
0+051 2.605 8.121 -0.229 5.502 7.162 -0.651 8.485 6.825 -0.956
0+052 2.476 7.125 -0.193 5.386 6.168 -0.581 8.369 5.833 -0.879
0+053 2.377 6.132 -0.142 5.302 5.172 -0.517 8.284 4.831 -0.806
0+054 2.296 5.135 -0.085 5.250 4.173 -0.466 8.226 3.828 -0.736
0+055 2.249 4.135 -0.122 5.229 3.174 -0.41 8.227 2.835 -0.737
0+056 2.241 3.139 -0.077 5.241 2.174 -0.433 8.254 1.838 -0.668
0+057 2.241 2.114 -0.043 5.285 1.175 -0.399 8.315 0.838 -0.592
0+058 2.277 1.139 0.029 5.361 0.178 -0.343 8.403 -0.154 -0.514
0+059 2.351 0.143 0.107 5.468 -0.816 -0.264 8.544 -1.143 -0.433
0+060 2.458 -0.856 0.162 5.608 -1.807 -0.17 8.702 -2.134 -0.34
0+061 2.57 -1.836 0.214 5.779 -2.792 -0.083 8.892 -3.108 -0.26
0+062 2.726 -2.83 0.285 5.982 -3.771 -0.003 9.147 -4.088 -0.161
0+063 2.922 -3.814 0.338 6.216 -4.743 0.057 9.412 -5.051 -0.029
0+064 3.129 -4.788 0.395 6.481 -5.707 0.144 9.718 -6.002 0.067
0+065 3.383 -5.764 0.456 6.776 -6.663 0.228 10.056 -6.943 0.186
0+066 3.64 -6.721 0.51 7.102 -7.608 0.305 10.425 -7.871 0.31
0+067 3.944 -7.677 0.565 7.459 -8.542 0.39 10.822 -8.79 0.397
Station Data Tepi Kiri Jalan Data Sumbu Jalan Data Tepi Kanan Jalan
Northing Easting Elevasi Northing Easting Elevasi Northing Easting Elevasi
(STA) (Y) (X) (Z) (Y) (X) (Z) (Y) (X) (Z)
0+068 4.275 -8.621 0.611 7.844 -9.465 0.456 11.261 -9.693 0.529
0+069 4.637 -9.554 0.661 8.257 -10.376 0.536 11.706 -10.58 0.61
0+070 5.017 -10.481 0.734 8.694 -11.275 0.623 12.184 -11.46 0.679
0+071 5.419 -11.389 0.779 9.152 -12.164 0.687 12.671 -12.34 0.772
0+072 5.852 -12.296 0.817 9.629 -13.043 0.766 13.183 -13.19 0.85
0+073 6.282 -13.201 0.867 10.123 -13.913 0.826 13.699 -14.051 0.935
0+074 6.757 -14.063 0.915 10.629 -14.775 0.893 14.221 -14.897 1.006
0+075 7.245 -14.938 0.963 11.148 -15.630 0.957 14.759 -15.743 1.087
0+076 7.759 -15.812 1.013 11.674 -16.480 1.015 15.297 -16.589 1.178
0+077 8.273 -16.674 1.057 12.208 -17.326 1.079 15.835 -17.433 1.253
0+078 8.788 -17.521 1.096 12.745 -18.169 1.137 16.373 -18.276 1.313
0+079 9.303 -18.376 1.13 13.284 -19.011 1.189 16.914 -19.119 1.363
0+080 9.858 -19.221 1.173 13.824 -19.854 1.247 17.444 -19.958 1.391
0+081 10.396 -20.065 1.213 14.362 -20.696 1.29 17.979 -20.807 1.443
0+082 10.933 -20.904 1.241 14.898 -21.541 1.326 18.5 -21.662 1.465
0+083 11.493 -21.734 1.292 15.428 -22.388 1.378 19.013 -22.515 1.468
0+084 12.014 -22.606 1.314 15.952 -23.240 1.416 19.521 -23.387 1.528
0+085 12.55 -23.436 1.363 16.465 -24.099 1.417 20.014 -24.253 1.577
0+086 13.076 -24.289 1.416 16.968 -24.963 1.487 20.966 -26.009 1.672
0+087 13.598 -25.127 1.469 17.460 -25.834 1.533 21.875 -27.781 1.788
0+088 14.09 -26.001 1.531 17.941 -26.710 1.586 22.322 -28.688 1.851
0+089 14.597 -26.87 1.582 18.412 -27.592 1.628 23.171 -30.499 1.95
0+090 15.09 -27.743 1.641 18.871 -28.480 1.73 23.582 -31.407 2.002
0+091 15.56 -28.63 1.697 19.320 -29.374 1.793 23.981 -32.327 2.05
Station Data Tepi Kiri Jalan Data Sumbu Jalan Data Tepi Kanan Jalan
Northing Easting Elevasi Northing Easting Elevasi Northing Easting Elevasi
(STA) (Y) (X) (Z) (Y) (X) (Z) (Y) (X) (Z)
0+115 24.512 -49.817 2.962 28.714 -51.446 2.903 32.254 -51.612 2.84
0+116 24.983 -50.668 3.002 29.196 -52.322 2.938 32.784 -52.455 2.864
0+117 25.375 -51.585 3.041 29.702 -53.185 2.974 33.345 -53.282 2.888
0+118 25.833 -52.468 3.08 30.233 -54.033 3.01 33.936 -54.087 2.911
0+119 26.316 -53.373 3.119 30.790 -54.863 3.045 34.561 -54.877 2.935
0+120 26.827 -54.219 3.159 31.374 -55.675 3.081 35.194 -55.64 2.959
0+121 27.339 -55.089 3.198 31.984 -56.467 3.117 35.87 -56.373 2.982
0+122 27.887 -55.925 3.237 32.619 -57.240 3.152 36.573 -57.087 3.006
0+123 28.438 -56.758 3.277 33.278 -57.991 3.188 37.29 -57.785 3.03
0+124 29.032 -57.551 3.316 33.962 -58.721 3.224 38.019 -58.447 3.053
0+125 29.616 -58.348 3.355 34.668 -59.429 3.259 39.6 -59.702 3.101
0+126 30.284 -59.119 3.394 35.397 -60.113 3.295 40.416 -60.27 3.125
0+127 30.943 -59.879 3.434 36.148 -60.773 3.331 41.251 -60.821 3.148
0+128 31.604 -60.615 3.473 36.920 -61.409 3.366 42.111 -61.358 3.172
0+129 32.306 -61.315 3.512 37.712 -62.020 3.402 42.983 -61.834 3.196
0+130 33.044 -62.008 3.552 38.523 -62.605 3.438 43.88 -62.3 3.219
0+131 33.78 -62.692 3.591 39.352 -63.163 3.473 44.771 -62.705 3.231
0+132 34.542 -63.341 3.63 40.199 -63.695 3.509 71.021 -62.042 2.385
0+133 35.321 -63.968 3.669 41.063 -64.198 3.544 70.082 -62.348 2.418
0+134 36.933 -65.143 3.709 41.943 -64.674 3.58 69.128 -62.655 2.451
0+135 36.106 -64.564 3.748 42.837 -65.121 3.616 68.174 -62.955 2.484
0+136 37.753 -65.711 3.787 43.746 -65.539 3.651 67.222 -63.251 2.517
0+137 38.587 -66.248 3.827 44.667 -65.927 3.669 66.261 -63.534 2.55
0+138 39.471 -66.733 3.866 45.601 -66.286 2.734 65.298 -63.803 2.583
Station Data Tepi Kiri Jalan Data Sumbu Jalan Data Tepi Kanan Jalan
Northing Easting Elevasi Northing Easting Elevasi Northing Easting Elevasi
(STA) (Y) (X) (Z) (Y) (X) (Z) (Y) (X) (Z)
0+139 40.346 -67.222 3.905 46.545 -66.614 2.768 64.329 -64.059 2.616
0+140 41.236 -67.678 3.944 47.500 -66.911 2.802 63.36 -64.302 2.649
0+141 42.14 -68.107 3.984 48.464 -67.178 2.836 62.383 -64.506 2.682
0+142 43.05 -68.494 4.003 49.436 -67.413 2.87 61.396 -64.711 2.715
0+143 73.257 -67.623 2.876 50.414 -67.617 2.904 60.413 -64.86 2.748
0+144 72.307 -67.934 2.914 51.399 -67.790 2.938 59.421 -64.989 2.781
0+145 71.352 -68.242 2.952 52.390 -67.930 2.972 58.432 -65.092 2.814
0+146 70.407 -68.548 2.991 53.384 -68.038 3.006 57.431 -65.147 2.847
0+147 69.439 -68.844 3.029 54.381 -68.114 3.04 56.429 -65.168 2.88
0+148 68.489 -69.133 3.067 55.380 -68.159 3.074 55.43 -65.161 2.913
0+149 67.528 -69.419 3.105 56.380 -68.170 3.108 54.43 -65.111 2.946
0+150 66.572 -69.675 3.144 57.379 -68.150 3.142 53.435 -65.026 2.979
0+151 65.601 -69.93 3.182 58.378 -68.097 3.176 52.439 -64.911 3.012
0+152 64.627 -70.158 3.22 59.374 -68.012 3.21 51.45 -64.758 3.045
0+153 63.645 -70.373 3.258 60.367 -67.896 3.245 50.469 -64.568 3.078
0+154 62.669 -70.567 3.297 61.356 -67.749 3.279 49.496 -64.345 3.111
0+155 61.681 -70.736 3.335 62.341 -67.575 3.313 48.528 -64.086 3.144
0+156 60.692 -70.878 3.373 63.321 -67.377 3.347 47.575 -63.793 3.177
0+157 59.699 -70.994 3.411 64.297 -67.156 3.381 46.629 -63.467 3.21
0+158 58.699 -71.073 3.45 65.267 -66.916 3.415 84.256 -57.727 2.648
0+159 57.704 -71.141 3.488 66.234 -66.658 3.449 71.983 -61.728 2.405
0+160 56.703 -71.167 3.526 67.196 -66.386 3.483 72.933 -61.42 2.425
0+161 55.706 -71.167 3.564 68.155 -66.102 3.517 73.882 -61.109 2.446
0+162 54.704 -71.135 3.602 69.110 -65.808 3.551 74.831 -60.798 2.466
Station Data Tepi Kiri Jalan Data Sumbu Jalan Data Tepi Kanan J
Northing Northing Northing
Easting (X) Elevasi (Z) Easting (X) Elevasi (Z) Easting
(STA) (Y) (Y) (Y)
0+163 53.708 -71.075 3.641 70.064 -65.506 3.585 75.786 -60.487
0+164 52.71 -70.987 3.679 71.016 -65.200 3.619 76.735 -60.176
0+165 51.718 -70.867 3.717 71.967 -64.890 2.717 77.686 -59.871
0+166 50.729 -70.72 3.755 72.917 -64.580 2.875 78.637 -59.559
0+167 49.743 -70.547 3.794 73.868 -64.271 2.7 79.584 -59.249
0+168 48.763 -70.336 3.832 74.819 -63.961 2.716 80.537 -58.943
0+169 47.792 -70.105 3.87 75.770 -63.651 2.732 81.486 -58.636
0+170 46.83 -69.842 3.908 76.720 -63.341 2.748 82.444 -58.32
0+171 45.874 -69.549 3.947 77.671 -63.031 2.764 83.392 -58.011
0+172 44.924 -69.235 3.985 78.622 -62.721 2.779 – –
0+173 85.617 -63.597 2.672 79.573 -62.411 2.795 – –
0+174 84.658 -63.905 2.688 80.524 -62.101 2.811 – –
0+175 83.707 -64.209 2.703 81.474 -61.792 2.827 – –
0+176 82.764 -64.52 2.719 82.425 -61.482 2.843 – –
0+177 81.814 -64.838 2.735 83.376 -61.172 2.859 – –
0+178 80.869 -65.143 2.75 84.327 -60.862 2.867 – –
– 79.91 -65.453 2.766 – – – – –
Station Data Tepi Kiri Jalan Data Sumbu Jalan Data Tepi Kanan Jalan
Northing Easting Elevasi Northing Easting Elevasi Northing Easting Elevasi
(STA) (Y) (X) (Z) (Y) (X) (Z) (Y) (X) (Z)
– 78.958 -65.765 2.782 – – – – – –
– 78.012 -66.076 2.798 – – – – – –
– 77.06 -66.387 2.813 – – – – – –
– 76.11 -66.696 2.829 – – – – – –
– 75.158 -67.006 2.845 – – – – – –
– 74.208 -67.316 2.86 – – – – – –
BAB IV
Ditetapkan bahwa awal ruas jalan yang ditinjau adalah sebagai titik (A) dan akhir ruas jalan yang
ditinjau adalah sebagai titik (B), serta koordinat (0,0) adalah tempat alat (TA).
Curva/Circle Data
Koordinat Tangent
Length
Radius Curva
Delta (Δ) Es Curva EC
(Rc)
STA (Lc)
Y X (Tc)
º′″ (m) (m)
(m)
(m)
(m)
BC 0+000 26.317 53.447
CS 0+013.70 21.023 40.827 08-45-43 89.578 0.485 13.699 6.863 0.262
CC -58.693 81.689
Data Spiral curva/ clothoid (out)
Koordinat Length
Tangent
Theta Radius Spiral
P Spiral K
(θs) (Rc)
STA (Ts)
Y X (Ls)
(m) (m)
º′″ (m)
(m)
(m)
Cs 0+013.70 21.023 40.827
2-53-55 89.578 0.038 9.064 13.493 4.532
ST 0+022.76 16.619 32.906
Data tangent I
Koordinat
STA Panjang (m)
Northing (Y) Easting (X)
0+022.76 16.619 32.906
3.000
0+025.76 15.117 30.309
Data tangent II
Koordinat
STA Panjang (m)
Northing (Y) Easting (X)
0+078.76 13.157 -18.813
1.000
0+079.76 13.696 -19.655
Data tangent IV
Koordinat
STA Panjang (m)
Northing (Y) Easting (X)
0+165.13 72.093 -64.849
13.773
0+178.91 85.188 -60.581
R min
V perhitungan e maks
Tikungan (perhitungan)
(Km/jam) (%)
(m)
I 22.20 89.51 4.40
II 23.07 31.19 13.50
III 33.23 81.52 10.73
IV 38.78 30.99 38.27
4.2. Perhitungan
4.2.1. Perencanaan Tikungan Secara Teoritis
Karena trase dilapangan tidak mempunyai jarak antara tikungan (rounding) sebasar min 25
meter maka trase dalam perencanaan secara teoritis diubah (lihat gambar 4.1)
d A-1 =
d PI2-B =
tan-1 α =
tan-1 α =
Persamaan Umum :
Koordinat titik PI
X = 0.00 + 79.15 = 34.00 m
Koordinat titik B
Diketahui :
Δ = 73˚30′37.24″
= 36˚45′18.62″
VR = 50 km/jam
R = 573 m
Maka :
Tmaks = 79.15 m
Diketahui :
Δ = 73˚30′37.24″
= 36˚45′18.62″
VR = 40 km/jam
Ls = 35 m
Rmin =
Maka ;
θs =
Lc =
P =
K =
Es =
Dari perhitungan perencanaan tikungan diatas maka didapat perencanaan tikungan tipe Spiral
Circle Spiral Ok
= 0+023.60 m
Sta Sc = Ts + Ls
= 23.60 + 35 =58.60 m
= 0+058.60 m
Sta Cs = Sc + Lc
= 0+087.74 m
Sta St = Cs + Ls
= 87.74 + 35 = 122.74 m
= 0+122.74 m
Maka Sta (B) baru = (Jarak A-PI + jarak PI-B) – Selisih jarak
= 0+148.197 m
Gambar 4.5
Arah
Superelevasi Superelevasi Tepi
STA Sumbu Jalan
Tepi Kiri Kanan
Tikungan
A 0+000 -2% 0% -2% LURUS
0+001 -2% 0% -2%
0+002 -2% 0% -2%
0+003 -2% 0% -2%
0+004 -2% 0% -2%
0+005 -2% 0% -2%
0+006 -2% 0% -2%
0+007 -2% 0% -2%
0+008 -2% 0% -2%
0+009 -2% 0% -2%
0+010 -2% 0% -2%
0+011 -2% 0% -2%
0+012 -2% 0% -2%
0+013 -2% 0% -2%
0+014 -2% 0% -2%
0+015 -2% 0% -2%
0+016 -2% 0% -2%
0+017 -2% 0% -2%
0+018 -2% 0% -2%
0+019 -2% 0% -2%
0+020 -2% 0% -2%
0+021 -2% 0% -2%
0+022 -2% 0% -2%
0+023 -2% 0% -2%
Ts 0+023.60 -2% 0% -2%
0+024 -2% 0% -1.86%
0+025 -2% 0% -1.52%
0+026 -2% 0% -1.18%
0+027 -2% 0% -0.83%
0+028 -2% 0% -0.49% KIRI
0+029 -2% 0% -0.15%
POT A-A
-2% 0% +0.00%
0+029.43
0+030 -2% 0% +0.20%
0+031 -2% 0% +0.54%
Arah
Superelevasi Superelevasi Tepi
STA Sumbu Jalan
Tepi Kiri Kanan
Tikungan
0+032 -2% 0% +0.88% KIRI
0+033 -2% 0% +1.22%
0+034 -2% 0% +1.57%
0+035 -2% 0% +1.91%
POT B-B
-2% 0% +2%
0+035.26
0+036 -2.25% 0% +2.25
0+037 -2.60% 0% +2.60
0+038 -2.94% 0% +2.94
0+039 -3.28% 0% +3.28
0+040 -3.62% 0% +3.62
0+041 -3.97% 0% +3.97
0+042 -4.31% 0% +4.31
0+043 -4.65% 0% +4.65
0+044 -5.00% 0% +5.00
0+045 -5.34% 0% +5.34
0+046 -5.68% 0% +5.68
0+047 -6.02% 0% +6.02
0+048 -6.37% 0% +6.37
0+049 -6.71% 0% +6.71
0+050 -7.05% 0% +7.05
0+051 -7.40% 0% +7.40
0+052 -7.74% 0% +7.74
0+053 -8.08% 0% +8.08
0+054 -8.42% 0% +8.42
0+055 -8.77% 0% +8.77
0+056 -9.11% 0% +9.11
0+057 -9.45% 0% +9.45
0+058 -9.79% 0% +9.79
Sc 0+058.60 -10% 0% +10%
0+059 -10% 0% +10%
0+060 -10% 0% +10%
0+061 -10% 0% +10%
0+062 -10% 0% +10%
0+063 -10% 0% +10%
0+064 -10% 0% +10%
0+065 -10% 0% +10%
Arah
Superelevasi Superelevasi Tepi
STA Sumbu Jalan
Tepi Kiri Kanan
Tikungan
0+066 -10% 0% +10% KIRI
0+067 -10% 0% +10%
0+068 -10% 0% +10%
0+069 -10% 0% +10%
0+070 -10% 0% +10%
0+071 -10% 0% +10%
0+072 -10% 0% +10%
0+073 -10% 0% +10%
POT C-C -10% 0% +10%
0+073.17
0+074 -10% 0% +10%
0+075 -10% 0% +10%
0+076 -10% 0% +10%
0+077 -10% 0% +10%
0+078 -10% 0% +10%
0+079 -10% 0% +10%
0+080 -10% 0% +10%
0+081 -10% 0% +10%
0+082 -10% 0% +10%
0+083 -10% 0% +10%
0+084 -10% 0% +10%
0+085 -10% 0% +10%
0+086 -10% 0% +10%
0+087 -10% 0% +10%
Cs 0+087.74 -10% 0% +10%
0+088 -9.79% 0% +9.79
0+089 -9.45% 0% +9.45
0+090 -9.11% 0% +9.11
0+091 -8.77% 0% +8.77
0+092 -8.42% 0% +8.42
0+093 -8.08% 0% +8.08
0+094 -7.74% 0% +7.74
0+095 -7.40% 0% +7.40
0+096 -7.05% 0% +7.05
0+097 -6.71% 0% +6.71
0+098 -6.37% 0% +6.37
0+099 -6.02% 0% +6.02
Arah
Superelevasi Superelevasi Tepi
STA Sumbu Jalan
Tepi Kiri Kanan
Tikungan
0+100 -5.68% 0% +5.68 KIRI
0+101 -5.34% 0% +5.34
0+102 -5.00% 0% +5.00
0+103 -4.65% 0% +4.65
0+104 -4.31% 0% +4.31
0+105 -3.97% 0% +3.97
0+106 -3.62% 0% +3.62
0+107 -3.28% 0% +3.28
0+108 -2.94% 0% +2.94
0+109 -2.60% 0% +2.60
0+110 -2.25% 0% +2.25
0+111 -2% 0% +-2%
POT D-D
-2% 0% +2%
0+111.08
0+112 -2% 0% +1.57%
0+113 -2% 0% +1.22%
0+114 -2% 0% +0.88%
0+115 -2% 0% +0.54%
0+116 -2% 0% +0.20%
POT E-E
-2% 0% +0.00%
0+116.91
0+117 -2% 0% -0.20%
0+118 -2% 0% -0.54%
0+119 -2% 0% -0.88%
0+120 -2% 0% -1.22%
0+121 -2% 0% -1.57%
0+122 -2% 0% -1.91%
ST 0+122.74 -2% 0% -2%
0+123 -2% 0% -2%
0+124 -2% 0% -2%
0+125 -2% 0% -2%
0+126 -2% 0% -2% LURUS
0+127 -2% 0% -2%
0+128 -2% 0% -2%
0+129 -2% 0% -2%
0+130 -2% 0% -2%
Arah
Superelevasi Superelevasi Tepi
STA Sumbu Jalan
Tepi Kiri Kanan
Tikungan
0+131 -2% 0% -2% LURUS
0+132 -2% 0% -2%
0+133 -2% 0% -2%
0+134 -2% 0% -2%
0+135 -2% 0% -2%
0+136 -2% 0% -2%
0+137 -2% 0% -2%
0+138 -2% 0% -2%
0+139 -2% 0% -2%
0+140 -2% 0% -2%
0+141 -2% 0% -2%
0+142 -2% 0% -2%
0+143 -2% 0% -2%
0+144 -2% 0% -2%
0+145 -2% 0% -2%
0+146 -2% 0% -2%
0+147 -2% 0% -2%
0+148 -2% 0% -2%
B 0+148.197 -2% 0% -2%
Gambar 4.6
Diketahui :
V = 40 km/jam
θs = = 36˚45′18.62″
Rmin =
Maka ;
Ls =
Lsmin = m (e + en)B
Lsmin =
Berdasarkan Modifikasi Shortt
Lsmin =
Lsmin tabel = 15 m
Setelah dikontrol Ls perhitungan dengan Ls minimum ternyata jauh berbeda maka jari-jari (R)
nya di koreksi :
P =
k =
Es =
Dari perhitungan perencanaan tikungan diatas maka didapat perencanaan tikungan tipe Spiral –
Spiral Ok
= 0+011.71 m
= 0+072.01 m
= 0+132.31 m
Selisih jarak = (2 x Ts) – L
= 0+145.877 m
Sumbu Arah
STA Tepi Kiri Tepi Kanan
Jalan Tikungan
A 0+000 -2% 0% -2%
0+001 -2% 0% -2%
0+002 -2% 0% -2%
0+003 -2% 0% -2%
0+004 -2% 0% -2%
0+005 -2% 0% -2%
0+006 -2% 0% -2% LURUS
0+007 -2% 0% -2%
0+008 -2% 0% -2%
0+009 -2% 0% -2%
0+010 -2% 0% -2%
0+011 -2% 0% -2%
TS 0+011.71 -2% 0% -2%
0+012 -2% 0% -1.85% KIRI
0+013 -2% 0% -1.65%
0+014 -2% 0% -1.45%
0+015 -2% 0% -1.25%
0+016 -2% 0% -1.05%
0+017 -2% 0% -0.85%
0+018 -2% 0% -0.65%
0+019 -2% 0% -0.46%
0+020 -2% 0% -0.26%
0+021 -2% 0% -0.06%
POT A-A 0+021.76 -2% 0% 0%
0+022 -2% 0% +0.05%
0+023 -2% 0% +0.25%
0+024 -2% 0% +0.45%
0+025 -2% 0% +0.64%
0+026 -2% 0% +0.84%
0+027 -2% 0% +1.04%
0+028 -2% 0% +1.24%
0+029 -2% 0% +1.44%
0+030 -2% 0% +1.64%
0+031 -2% 0% +1.84%
POT B-B 0+031.81 -2% 0% +2.00%
Sumbu Arah
STA Tepi Kiri Tepi Kanan
Jalan Tikungan
0+032 -2.04% 0% +2.04% KIRI
0+033 -2.24% 0% +2.24%
0+034 -2.44% 0% +2.44%
0+035 -2.63% 0% +2.63%
0+036 -2.83% 0% +2.83%
0+037 -3.03% 0% +3.03%
0+038 -3.23% 0% +3.23%
0+039 -3.43% 0% +3.43%
0+040 -3.63% 0% +3.63%
0+041 -3.83% 0% +3.83%
0+042 -4.03% 0% +4.03%
0+043 -4.23% 0% +4.23%
0+044 -4.43% 0% +4.43%
0+045 -4.62% 0% +4.62%
0+046 -4.82% 0% +4.82%
0+047 -5.02% 0% +5.02%
0+048 -5.22% 0% +5.22%
0+049 -5.42% 0% +5.42%
0+050 -5.62% 0% +5.62%
0+051 -5.82% 0% +5.82%
0+052 -6.02% 0% +6.02%
0+053 -6.22% 0% +6.22%
0+054 -6.42% 0% +6.42%
0+055 -6.61% 0% +6.61%
0+056 -6.81% 0% +6.81%
0+057 -7.01% 0% +7.01%
0+058 -7.21% 0% +7.21%
0+059 -7.41% 0% +7.41%
0+060 -7.61% 0% +7.61%
0+061 -7.81% 0% +7.81%
0+062 -8.01% 0% +8.01%
0+063 -8.21% 0% +8.21%
0+064 -8.41% 0% +8.41%
0+065 -8.60% 0% +8.60%
0+066 -8.80% 0% +8.80%
0+067 -9.00% 0% +9.00%
0+068 -9.20% 0% +9.20%
Sumbu Arah
STA Tepi Kiri Tepi Kanan
Jalan Tikungan
0+069 -9.40% 0% +9.40% KIRI
0+070 -9.60% 0% +9.60%
0+071 -9.80% 0% +9.80%
0+072 -10.00% 0% +10.00%
SCS 0+072.01 -10.00% 0% +10.00%
0+073 -9.80% 0% +9.80%
0+074 -9.60% 0% +9.60%
0+075 -9.40% 0% +9.40%
0+076 -9.20% 0% +9.20%
0+077 -9.00% 0% +9.00%
0+078 -8.80% 0% +8.80%
0+079 -8.60% 0% +8.60%
0+080 -8.41% 0% +8.41%
0+081 -8.21% 0% +8.21%
0+082 -8.01% 0% +8.01%
0+083 -7.81% 0% +7.81%
0+084 -7.61% 0% +7.61%
0+085 -7.41% 0% +7.41%
0+086 -7.21% 0% +7.21%
0+087 -7.01% 0% +7.01%
0+088 -6.81% 0% +6.81%
0+089 -6.61% 0% +6.61%
0+090 -6.42% 0% +6.42%
0+091 -6.22% 0% +6.22%
0+092 -6.02% 0% +6.02%
0+093 -5.82% 0% +5.82%
0+094 -5.62% 0% +5.62%
0+095 -5.42% 0% +5.42%
0+096 -5.22% 0% +5.22%
0+097 -5.02% 0% +5.02%
0+098 -4.82% 0% +4.82%
0+099 -4.62% 0% +4.62%
0+100 -4.43% 0% +4.43%
0+101 -4.23% 0% +4.23%
0+102 -4.03% 0% +4.03%
0+103 -3.83% 0% +3.83%
0+104 -3.63% 0% +3.63%
Sumbu Arah
STA Tepi Kiri Tepi Kanan
Jalan Tikungan
0+105 -3.43% 0% +3.43% KIRI
0+106 -3.23% 0% +3.23%
0+107 -3.03% 0% +3.03%
0+108 -2.83% 0% +2.83%
0+109 -2.63% 0% +2.63%
0+110 -2.44% 0% +2.44%
0+111 -2.24% 0% +2.24%
0+112 -2.04% 0% +2.04%
POT D-D 0+112.21 -2.00% 0% +2.00%
0+113 -2% 0% +1.84%
0+114 -2% 0% +1.64%
0+115 -2% 0% +1.44%
0+116 -2% 0% +1.24%
0+117 -2% 0% +1.04%
0+118 -2% 0% +0.84%
0+119 -2% 0% +0.64%
0+120 -2% 0% +0.45%
0+121 -2% 0% +0.25%
0+122 -2% 0% +0.05%
POT E-E 0+122.26 -2% 0% 0.00%
0+123 -2% 0% -0.06%
0+124 -2% 0% -0.26%
0+125 -2% 0% -0.46%
0+126 -2% 0% -0.65%
0+127 -2% 0% -0.85%
0+128 -2% 0% -1.05%
0+129 -2% 0% -1.25%
0+130 -2% 0% -1.45%
0+131 -2% 0% -1.65%
0+132 -2% 0% -1.85%
ST 0+132.31 -2% 0% -2%
0+133 -2% 0% -2%
0+134 -2% 0% -2%
0+135 -2% 0% -2%
LURU
0+136 -2% 0% -2%
0+137 -2% 0% -2%
0+138 -2% 0% -2%
Sumbu Arah
STA Tepi Kiri Tepi Kanan
Jalan Tikungan
0+139 -2% 0% -2%
0+140 -2% 0% -2%
0+141 -2% 0% -2%
0+142 -2% 0% -2%
LURUS
0+143 -2% 0% -2%
0+144 -2% 0% -2%
0+145 -2% 0% -2%
B 0+145.877 -2% 0% -2%
Gbr 4.8
Setelah dilakukan analisa desain geometrik dengan mengunakan software khusus Land Desktop
dan Civil Design pada jalan lintas Medan-Brastagi antara Sta 56+650 – 56+829 sepanjang ± 179
meter maka diperoleh data sebagai berikut :
Tikungan/Lengkungan
I (S-C-S) II (S-C-S) III (S-C-S) IV (S-C-S)
Δ (º ″ ′) 08-45-43 28-02-01 07-56-34 62-50-58
emaks (%) 4.40 13.50 10.73 38.27
Rc (m) 89.578 31.205 81.565 31.000
Vperhitungan minimum
22.20 23.07 33.23 38.78
(km/jam)
Tc (m) 6.863 7.790 5.663 18.941
Ls in (m) – 26.019 4.482 12.735
θs in (º ″ ′) – 23-53-13 1-34-27 11-46-07
Ls out (m) 9.064 11.715 4.480 13.000
θs out (º ″ ′) 2-53-55 10-45-16 1-42-00 12-00-49
L (m) 22.763 53.002 20.269 49.74
Lc (m) 13.699 15.268 11.307 34.005
p in (m) – 0.898 0.010 0.218
P out (m) 0.038 0.183 0.012 0.227
K in (m) – 12.935 2.241 6.359
K out (m) 4.532 5.850 2.240 6.490
Ts in (m) – 31.677 10.260 35.802
Ts out (m) 13.493 25.768 10.422 35.924
Ec 0.262 0.929 0.196 4.547
Es (m) 0.485 5.969 0.403 11.912
Dari hasil analisa diatas (table 4.14) diketahui bahwa desain geometrik pada ruas jalan tersebut
tidak memenuhi syarat secara toeritis karena :
1. Trase jalan
Berubahnya trase jalan maka secara otomatis koordinat PI (Point of Intersection) dan Jumlah
tikungan akan berubah.
1. Tipe tikungan
Penulis merencanakan tiga tipe tikungan yakni Full Circle, Spiral Circle Spiral dan Spiral Spiral.
1. Jari-jari tikungan.
2. Superelevasi maksimum (e maks) ≤ 10%
Bina Marga menganjurkan superelevasi maksimum adalah tidak lebih dari 10%
1. Kecepatan rencana
Tabel 4.15 : Hasil desain geometrik secara teoritis
Tipe Tikungan
Spiral Circle Spiral Spiral Spiral
Δ (º ″ ′) 73-30-37.24 73-30-37.24
θs (º ″ ′) 20-3-12.68 36-45-18.62
θc (º ″ ′) 33-24-11.88 –
emaks (%) 10 10
Rc (m) 50 47
Vr (km/jam) 40 40
Tc (m) – –
Ls (m) 35 60.30
L (m) 99.14 120.60
Lc (m) 29.14 –
p (m) 0.152 3.55
K (m) 17.42 29.69
Ts (m) 55.55 67.44
Ec – –
Es (m) 13.71 16.09
BAB V
5.1. Kesimpulan
Dari hasil analisa desain geometrik tikungan pada jalan lintas Medan-Brastagi diantara Sta
56+650-56+829 sepanjang ±179 meter penulis menyimpulkan bahwa desain geometrik pada Sta
tersebut tidak memenuhi syarat desain geometrik secara teoritis yang dianjurkan oleh Bina
Marga.
5.2 Saran
Setelah melakukan analisis terhadap desain geometrik tikungan pada jalan lintas Medan-Brestagi
diantara Sta 56+650-56+829 sepanjang ± 179 meter penulis menyarankan :
Dimana :
R = Jari-jari